Tag Archives: israil

Mukjizat Nabi Musa AS yang Diceritakan di dalam Al-Qur’an


Jakarta

Nabi Musa AS adalah salah satu nabi yang diberikan keistimewaan luar biasa oleh Allah SWT untuk memperlihatkan kebesaran dan kekuasaan-Nya kepada umat manusia. Mukjizat yang dimilikinya menjadi bukti nyata atas kenabiannya dan wujud pertolongan Allah dalam menghadapi kaumnya yang durhaka.

Salah satu mukjizat terbesar yang diberikan kepada Nabi Musa adalah kemampuan membelah laut dengan tongkatnya, yang menjadi jalan keselamatan bagi Bani Israel dari kejaran Fir’aun.

Selain itu, apa saja mukjizat yang diberikan Allah kepada Nabi Musa? Dalam hal ini, Allah SWT menjelaskan mukjizat Nabi Musa dalam beberapa ayat Al-Qur’an.


Mukjizat Nabi Musa

Nabi Musa diberikan sejumlah mukjizat dan keistimewaan oleh Allah sebagai tanda untuk memperlihatkan kebesaran Allah di hadapan kaumnya. Dirangkum dari Tafsir Qashashi Jilid II oleh Syofyan Hadi, berikut ini adalah mukjizat Nabi Musa AS.

1. Tongkatnya Membelah Laut Merah

Tongkat Nabi Musa, atas izin Allah, memiliki kekuatan untuk membelah lautan. Ketika lautan terbelah, jalan terbuka bagi Nabi Musa dan pengikutnya untuk melarikan diri dari kejaran Fir’aun dan pasukannya.

Setelah Nabi Musa dan kaumnya berhasil mencapai daratan di seberang, Fir’aun dan tentaranya masih berada di tengah lautan yang terbelah tersebut. Namun, tiba-tiba lautan kembali menyatu, menenggelamkan Fir’aun beserta seluruh pasukannya.

Mukjizat ini diceritakan dalam Al-Qur’an, Surah Asy-Syuara ayat 63-66.

فَاَوْحَيْنَآ اِلٰى مُوْسٰٓى اَنِ اضْرِبْ بِّعَصَاكَ الْبَحْرَۗ فَانْفَلَقَ فَكَانَ كُلُّ فِرْقٍ كَالطَّوْدِ الْعَظِيْمِۚ ۝٦٣

Artinya: Lalu, Kami wahyukan kepada Musa, “Pukullah laut dengan tongkatmu itu.” Maka, terbelahlah (laut itu) dan setiap belahan seperti gunung yang sangat besar.

وَاَزْلَفْنَا ثَمَّ الْاٰخَرِيْنَۚ ۝٦٤

Artinya: Di sanalah Kami dekatkan kelompok yang lain.

وَاَنْجَيْنَا مُوْسٰى وَمَنْ مَّعَهٗٓ اَجْمَعِيْنَۚ ۝٦٥

Artinya: Kami selamatkan Musa dan semua orang yang bersamanya.

ثُمَّ اَغْرَقْنَا الْاٰخَرِيْنَۗ ۝٦٦

Artinya: Kemudian, Kami tenggelamkan kelompok yang lain.

2. Tongkatnya Menjadi Ular

Allah mengutus Nabi Musa kepada sebuah kaum yang sangat menguasai ilmu sihir. Pada masa itu, sihir berkembang pesat dan menjadi kebanggaan masyarakat Bani Israil. Sebagai tanda kekuasaan-Nya, Allah memberikan mukjizat kepada Nabi Musa berupa kemampuan mengubah tongkatnya menjadi seekor ular.

Suatu ketika, Allah memerintahkan Nabi Musa untuk melemparkan tongkatnya ke tanah. Begitu dilempar, tongkat tersebut langsung berubah menjadi ular besar, yang membuat Nabi Musa merasa takut. Namun, Allah memerintahkan Nabi Musa untuk mengambilnya kembali, dan ular tersebut kembali menjadi tongkat seperti semula.

Saat Nabi Musa berdakwah mengajak kaumnya kepada kebenaran, Fir’aun menentang ajarannya dan memerintahkan para penyihir untuk melawan Musa dengan membuat ilusi tali dan tongkat yang tampak seperti ular. Atas perintah Allah, Nabi Musa pun melemparkan tongkatnya yang berubah menjadi ular besar dan memakan ular-ular ilusi yang diciptakan para penyihir.

Mengenai mukjizat ini, Allah SWT menceritakannya dalam Al-Quran Surat Al-Qashash ayat 31:

وَاَنْ اَلْقِ عَصَاكَۗ فَلَمَّا رَاٰهَا تَهْتَزُّ كَاَنَّهَا جَاۤنٌّ وَّلّٰى مُدْبِرًا وَّلَمْ يُعَقِّبْۗ يٰمُوْسٰٓى اَقْبِلْ وَلَا تَخَفْۗ اِنَّكَ مِنَ الْاٰمِنِيْنَ ۝٣١

Artinya: Lemparkanlah tongkatmu!” Maka, ketika dia (Musa) melihatnya bergerak-gerak seperti seekor ular kecil yang gesit, dia lari berbalik ke belakang tanpa menoleh. (Allah berfirman,) “Wahai Musa, kemarilah dan jangan takut! Sesungguhnya engkau termasuk orang-orang yang aman.

3. Tangan Nabi Musa Memancarkan Cahaya

Allah memperlihatkan kepada Nabi Musa keistimewaan yang dianugerahkan kepadanya. Nabi Musa diperintahkan oleh Allah SWT untuk memasukkan tangannya ke dalam kantong bajunya. Ketika tangannya dikeluarkan, tiba-tiba tampak cahaya putih terang memancar, bersinar seperti rembulan yang bercahaya.

Hal ini dikisahkan melalui Al-Qur’an Surah Al-A’raf ayat 108,

وَّنَزَعَ يَدَهٗ فَاِذَا هِيَ بَيْضَاۤءُ لِلنّٰظِرِيْنَࣖ ۝١٠٨

Artinya: Dia menarik tangannya, tiba-tiba ia (tangan itu) menjadi putih (bercahaya) bagi orang-orang yang melihat(-nya).

4. Doa Nabi Musa kepada Umat Firaun

Sejumlah mukjizat Nabi Musa ini disebutkan oleh Allah dalam Surah Al-A’raf ayat 133:

فَاَرْسَلْنَا عَلَيْهِمُ الطُّوْفَانَ وَالْجَرَادَ وَالْقُمَّلَ وَالضَّفَادِعَ وَالدَّمَ اٰيٰتٍ مُّفَصَّلٰتٍۗ فَاسْتَكْبَرُوْا وَكَانُوْا قَوْمًا مُّجْرِمِيْنَ ۝١٣٣

Artinya: Maka, Kami kirimkan kepada mereka (siksa berupa) banjir besar, belalang, kutu, katak, dan darah (air minum berubah menjadi darah) sebagai bukti-bukti yang jelas dan terperinci. Akan tetapi, mereka tetap menyombongkan diri dan mereka adalah kaum pendurhaka.

Banyaknya belalang yang menyerang tanaman Bani Israil menyebabkan mereka mengalami kekurangan pangan.

Selain itu, muncul pula kutu yang menggigit mereka, membuat mereka sulit tidur. Katak-katak memenuhi lumbung dan dapur mereka, sementara air minum mereka tercemar darah, sehingga mereka tidak memiliki air bersih untuk diminum atau digunakan.

(hnh/lus)



Sumber : www.detik.com

Kisah 3 Orang Bani Israil Diuji Allah dengan Penyakit dan Harta



Jakarta

Ada berbagai ujian dan cobaan yang diberikan Allah SWT kepada hamba-Nya. Tujuannya untuk melihat kadar keimanan ketika berada di titik terendah dan ketika berada di titik tertingginya.

Salah satu kisahnya menceritakan tiga orang Bani Israil dalam keadaan miskin dan mengidap penyakit. Allah SWT kemudian memberikan mereka rezeki berlimpah dan lalu mengujinya di kemudian hari.

Kisah ini dikutip dari buku Kisah Karomah Para Wali Allah: Sejak Zaman Ibrahim Alaihissalam hingga 1344 Hijriyah yang ditulis Abul Fida’ Abdurraqib bin Ali Al-Ibi, Imam Al-Bukhari RA berkata, “Kami mendapatkan riwayat dari Ahmad bin Ishaq, dari Amr bin Ashim, dari Hammam, dan Ishaq bin Abdullah, dari Abdurrahman bin Abu Umarah, dari Abu Hurairah, sesungguhnya ia mendengar Nabi SAW bersabda:


Ada tiga orang Bani Israil: yang seorang kulitnya belang-belang, yang satunya botak, dan yang satunya lagi buta. Allah SWT ingin menguji mereka. Allah mengirim malaikat mendatangi orang yang berpenyakit belang, lalu bertanya, “Apa yang paling kamu sukai?”

Ia menjawab, “Warna yang bagus, kulit yang indah, dan hilangnya penyakit yang membuat orang jijik padaku.”

Malaikat tersebut mengusap tubuhnya, maka hilanglah penyakit dan ia diberi kulit yang indah dan sehat.

Malaikat bertanya lagi, “Berupa apa harta yang paling kamu senangi?” Orang itu menjawab, “Unta.”

Maka, ia diberi unta yang hampir melahirkan. Malaikat berkata, “Semoga Allah memberkahinya untukmu.”

Kemudian, malaikat mendatangi orang yang botak, lalu bertanya,

“Apa yang paling kamu sukai?'”

Orang itu berkata, “Rambut yang indah dan hilangnya penyakit yang membuat jijik orang kepadaku.”

Malaikat mengusapnya, maka hilanglah penyakitnya dan ia diberi rambut yang indah.

Malaikat bertanya lagi, Berupa apa harta yang paling kamu sukai?” Ia menjawab, “Sapi.”

Maka, ia diberi sapi yang sedang hamil. Malaikat berkata, “Semoga Allah memberkahinya untukmu.”

Kemudian, giliran malaikat mendatangi orang yang buta, lalu bertanya, “Apa yang paling kamu sukai?”

Ia menjawab, “Allah mengembalikan penglihatanku sehingga aku bisa melihat orang-orang.”

Malaikat tadi mengusapnya, maka Allah mengembalikan penglihatannya lagi.

Malaikat itu bertanya lagi, “Berupa apa harta yang paling kamu sukai?” Ia menjawab, “Kambing.”

Maka, ia diberi kambing yang beranak. Selanjutnya, semua binatang yang diberikan tadi beranak-pinak sehingga orang yang berpenyakit belang bisa mempunyai unta satu lembah, yang botak mempunyai sapi satu lembah, dan yang asalnya buta mempunyai kambing satu lembah.

Pada suatu ketika malaikat tadi mendatangi orang yang berpenyakit belang dalam bentuk dan cara seperti dulu, lalu berkata, “Saya orang miskin, telah putus tali peganganku dalam perjalanan. Maka, pada hari ini tiada lagi yang dapat mencukupiku, kecuali Allah, lalu Anda. Demi Zat yang telah mengaruniai Anda warna kulit yang indah dan harta benda, saya minta unta untuk mencukupi kebutuhan saya dalam perjalanan.”

Orang itu berkata, “Hak-hak yang harus ku penuhi juga banyak.”

Maka, malaikat berkata kepadanya, “Saya seperti mengenal Anda. Bukankah Anda dulu berpenyakit belang yang menjijikkan orang-orang? Yang dulu fakir, lalu diberi harta oleh Allah?”

Orang itu berkata, “Aku mewarisi harta ini secara turun-temurun.”

Malaikat berkata, “Kalau Anda berdusta, semoga Allah menjadikan Anda seperti dulu lagi”.

Setelah itu, malaikat mendatangi orang yang dahulu botak dalam bentuknya seperti dulu, lalu berkata kepadanya seperti apa yang dikatakannya kepada orang yang belang, dan orang itu menjawabnya seperti jawaban orang yang belang tadi.

Maka, malaikat berkata, “Jika Anda berdusta, semoga Allah menjadikan Anda seperti dulu lagi”.

Sesudah itu, malaikat mendatangi orang yang dulu buta dalam bentuk dan cara seperti dulu, lalu berkata, “Saya orang miskin yang mengembara.Telah putus tali peganganku dalam perjalanan. Maka, pada hari ini tiada lagi yang dapat mencukupiku, kecuali Allah, lalu Anda. Demi Zat yang telah memulihkan penglihatan Anda, saya minta kambing untuk mencukupi kebutuhan saya dalam perjalanan.”

Orang itu berkata, “Dulu saya buta, lalu Allah memulihkan penglihatan saya. Ambillah apa yang Anda sukai. Demi Allah, pada hari ini saya tidak akan menyusahkan Anda dengan sesuatu yang Anda ambil karena Allah.”

Maka, malaikat berkata, “Tahan saja harta Anda. Kalian hanya diuji, dan Anda telah diridhai Allah, sedangkan kedua teman Anda dibenci.”

Wallahu a’lam

(dvs/kri)



Sumber : www.detik.com

Kisah Nabi Syam’un Al-Ghazi yang Menjadi Latar Belakang Malam Lailatul Qadar


Jakarta

Nabi Syam’un Al-Ghazi merupakan salah seorang nabi yang diutus oleh Allah SWT ke muka bumi, khususnya kepada Bani Israil.

Meskipun nama Nabi Syam’un tidak termasuk ke dalam 25 nabi yang wajib diimani, tapi sosok beliau tetap patut diketahui umat Islam, bahkan disebutkan bahwa beliau lah yang melatarbelakangi malam Lailatul Qadar. Simak kisah Nabi Syam’un selengkapnya berikut ini.

Siapa Itu Nabi Syam’un Al-Ghazi?

Nabi Syam’un adalah nabi yang berasal dari Bani Israil dan diutus oleh Allah SWT di tanah Romawi. Nabi Syam’un adalah seorang pahlawan berambut panjang yang memiliki senjata seperti pedang yang terbuat dari tulang rahang unta.


Mengutip buku 99 Pemuas Intelektual dan Keimanan Remaja karya Wulan Mulya Pratiwi, suatu ketika Rasulullah SAW berkumpul dengan para sahabat saat bulan suci Ramadan. Rasulullah SAW tiba-tiba tersenyum sendiri, dan para sahabat bertanya apa yang membuat Rasulullah SAW tersenyum, beliau pun menjawab,

“Diperlihatkan padaku di hari akhir, ketika seluruh manusia dikumpulkan di Padang Masyar, ada seorang nabi yang membawa pedang dan tak mempunyai satu pengikut pun, masuk ke dalam surga, dia adalah Syam’un.”

Nabi Syam’un dikenal sebagai pahlawan yang gagah dan berani. Ia dikaruniai mukjizat melunakkan besi dan merobohkan istana.

la mampu membunuh musuh-musuh kafir dengan seorang diri. Ribuan orang kafir telah berhasil ia lumpuhkan seorang diri dan tentunya atas izin Allah SWT.

Ibnu abbas RA dari Rasulullah SAW menegaskan, “Bahwa malaikat Jibril meriwayatkan mengenai kisah seseorang terdahulu yang bernama Syam’un Al-Ghazi kepada Rasul SAW. Ia telah berperang melawan kaum kafir selama 1000 tahun, yang hanya bersenjatakan rambut jenggot unta. Sekalipun hanya menggunakan rambut jenggot unta, apabila ia menyabetkannya kepada musuh kafir, maka tewaslah mereka yang tidak terhitung jumlahnya. Apabila ia merasa haus, Syam’un cukup minum air segar yang keluar dari sela-sela gusinya, dan apabila ia lapar, tumbuhlah daging dari tubuhnya, dan ia memakannya.”

Kekuatan Nabi Sya’um Al-Ghazi ini juga merupakan latar belakang diturunkannya malam Lailatul Qadar, yang juga merupakan asbabun nuzul surah Al-Qadr.

Kisah Nabi Syam’un Al-Ghazi yang Melatarbelakangi Lailatul Qadar

Dikisahkan dalam buku Hikayat Kearifan karya Bahrudin Achmad, bahwa keadaan Syam’un dalam peperangan di jalan Allah SWT mampu bertahan setiap hari sepanjang usianya yang 1000 bulan atau 83 tahun 4 bulan.

Musuh-musuh kafir pun tidak berdaya menghadapi serangan Syam’un ini. Sehingga, mereka berusaha untuk membujuk istri Syam’un untuk menjebaknya.

“Kami akan menghadiahkan kepadamu sejumlah harta kalau kamu dapat membunuh suamimu,” kata mereka yang berusaha membujuk istri Syam’un.

“Aku seorang wanita, mana mampu untuk membunuhnya?” jawab istri Syam’un.

“Kami akan memberimu tali (tambang) yang kuat, ikatlah kedua kaki dan tangan suamimu di saat ia sedang tidur, nanti sesudah itu kamilah yang akan membunuhnya,” ucap mereka.

Kemudian, istrinya itu mengikat Syam’un pada waktu ia tertidur, dan ketika Syam’un terbangun, ia terkejut. Syam’un berkata, “Siapakah yang mengikatku dengan tali (tambang) ini?”

“Aku yang mengikatmu untuk sekedar menguji sejauh mana kekuatanmu,” jawab istri Syam’un. Lalu Syam’un segera menarik tangannya dan tali tambang itupun langsung terpotong.

Setelah itu, musuh-musuh kafir itu kembali lagi membawakan istri Syam’un rantai besi, lalu ketika Syam’un tertidur, istrinya kembali mengikat Syam’un dengan rantai besi itu, ketika Syam’un terbangun, ia kembali bertanya, “Siapakah yang mengikat aku dengan rantai besi ini?”

“Aku yang mengikatmu, sekedar untuk mengetahui sejauh mana kekuatanmu,” jawab kembali istrinya. Lalu, Syam’un menarik rantai besi itu, maka terputuslah rantai besi itu.

Akhirnya Syam’un berkata kepada istrinya, “Wahai istriku, aku ini seorang wali Allah dari sekian banyak Waliyullah yang ada di muka bumi ini, tak ada seorang pun yang mampu mengalahkanku dalam perkara dunia, kecuali rambutku yang panjang ini”.

Istrinya pun memperhatikan setiap ucapan suaminya itu. Lalu, sewaktu Syam’un tertidur, istrinya segera memotong rambutnya sebanyak delapan potong rambut, yang panjangnya sampai terjurai ke tanah, dan mulailah istrinya mengikat kedua tangannya dengan empat gelung rambutnya, dan empat gelung lainnya diikatkan ke bagian kakinya. Ketika Syam’un terbangun, ia kembali bertanya, “Siapakah yang mengikatku ini?”

“Aku untuk sekedar menguji kekuatanmu,” jawab istrinya. Lalu, Syam’un menarik sekuat tenaga, tapi ia tak berdaya untuk melepaskan ikatan tersebut.

Kemudian, istrinya segera memberitahukan kepada musuh-musuh kafir, dan mereka pun segera datang, dan membawa Syam’un menuju tempat pembantaian.

Ia lalu diikat ke sebuah tiang, mereka mulai menyiksanya dengan memotong kedua telinganya, mencongkel kedua matanya, bibir, dan memotong kedua tangan dan kakinya, dan semua musuh-musuh kafirnya berkumpul di rumah pembantaian itu.

Kemudian Allah SWT memberi wahyu kepadanya, “Wahai Syam’un, apa yang kamu inginkan? Aku bakal mengabulkannya, dan bakal membalas mereka.”

Syam’un menjawab, “Ya Allah, aku hanya menginginkan Engkau memberi kekuatan kepadaku, hingga aku dapat menggerakkan tiang rumah ini, dan menghancurkan mereka semua.”

Kemudian, Allah SWT memberi kekuatan kepadanya, dan ia pun dapat menggerakan tubuhnya, seketika itu pula tiang itu hancur, dan hancur pula rumah itu, atapnya menimpa para kafir itu, semua binasa termasuk isterinya yang kafir itu.

Hanya Syam’un sendiri yang selamat berkat pertolongan Allah SWT, seluruh anggota tubuhnya kembali seperti semula. Syam’un pun kembali beribadah kepada Allah SWT selama 1000 bulan, di malam harinya ia menegakkan salat dan pada siang harinya ia berpuasa, dan kembali berjuang mengangkat senjata di jalan Allah SWT.

Dalam buku Quran Hadits karya Asep BR disebutkan bahwa, setelah mendengar kisah Syam’un tersebut, para sahabat Nabi Muhammad SAW menangis terharu.

Kemudian, Allah SWT menurunkan surah Al-Qadar melalui malaikat Jibril,

“Hai Muhammad, Allah SWT memberi Lailatul Qadar kepadamu dan umatmu, ibadah pada malam itu lebih utama dari pada ibadah 1.000 bulan”.

Bahkan ada salah seorang ulama yang menjelaskan,

“Allah SWT berseru, ‘Hai Muhammad, salat 2 rakaat pada Lailatul Qadr adalah lebih baik bagimu dan umatmu daripada mengangkat senjata/perang di zaman Bani Israil selama 1.000 bulan'”.

(inf/inf)



Sumber : www.detik.com

Kisah Nabi Zakaria yang Sabar dalam Mengharapkan Keturunan


Jakarta

Kisah Nabi Zakaria AS adalah salah satu kisah penuh hikmah dalam Al-Qur’an yang mengajarkan arti kesabaran dan keikhlasan dalam menghadapi ujian hidup. Kisahnya yang penuh dengan kesabaran dan ketulusan dalam mengharapkan keturunan diabadikan dalam beberapa ayat Al-Qur’an, di antaranya adalah surah Maryam ayat 2-15 dan surah Al-Anbiya ayat 89-90.

Dalam ayat-ayat ini, Allah SWT menceritakan bagaimana Nabi Zakaria AS meski usianya telah lanjut dan istrinya diketahui mandul, tidak pernah berhenti berharap dan berdoa kepada Allah SWT untuk mendapatkan keturunan yang saleh.

Dalam perjalanan hidupnya, Nabi Zakaria AS menunjukkan keteguhan hati dan keyakinan bahwa doa yang tulus tidak pernah sia-sia di hadapan Allah SWT. Penasaran dengan bagaimana doa dan kesabaran Nabi Zakaria AS akhirnya membuahkan hasil? Simak kisah lengkapnya dalam artikel ini.


Asal-usul Nabi Zakaria AS

Dikutip dari buku Kisah Para Nabi yang disusun oleh Ibnu Katsir dan diterjemahkan oleh Divisi Penerjemah Kantor Da’wah Al-Sulay, Nabi Zakaria AS adalah ayah dari Nabi Yahya AS, keduanya termasuk golongan nabi dari Bani Israil.

Keturunan mereka berhubungan dengan Nabi Sulaiman AS dan Nabi Daud AS, menunjukkan bahwa Nabi Zakaria AS memiliki silsilah keturunan yang mulia dan berakar kuat di antara para nabi besar.

Menariknya, Nabi Zakaria AS dikenal sebagai seorang tukang kayu, sebagaimana disebutkan dalam hadits Rasulullah SAW yang berbunyi, “Nabi Zakaria adalah seorang tukang kayu.” (HR Muslim).

Profesi ini menjadi simbol kesederhanaan dan kerja keras beliau dalam menjalani kehidupan, sekaligus menjadi inspirasi bagi kita semua untuk hidup sederhana dan penuh kesabaran.

Kisah Nabi Zakaria AS

Nabi Zakaria AS adalah sosok nabi yang dikenal penuh kesabaran dan keteguhan dalam memohon keturunan, meski telah berusia lanjut dan istrinya mengalami kemandulan. Allah SWT menempatkan kisahnya dalam Al-Quran sebagai pelajaran bagi umat manusia agar tak pernah berputus asa terhadap rahmat-Nya.

Harapan besar Nabi Zakaria AS untuk memiliki keturunan tak hanya demi memenuhi keinginan pribadi, tetapi juga karena kekhawatiran terhadap keberlanjutan tugas mengurus Bani Israil dan menyebarkan ajaran tauhid. Ia berharap agar keturunannya kelak dapat menjadi pewaris yang menjalankan tugas kenabian dan menjaga syariat yang telah diajarkan.

Dalam doanya yang penuh kelembutan, Nabi Zakaria AS mengadukan keadaannya kepada Allah SWT. Ia menyampaikan bahwa dirinya telah tua dan istrinya mandul, tapi harapan dan keyakinannya pada kekuasaan Allah SWT tidak pernah pudar. Di dalam hatinya, Nabi Zakaria AS merasa khawatir jika tidak ada penerus yang bisa menjaga tugas kenabian di tengah umat Bani Israil.

Ia terinspirasi oleh keturunan Nabi Ya’qub AS yang Allah SWT pilih untuk menjadi pembawa cahaya kebenaran, sehingga ia pun memohon agar diberikan seorang anak yang dapat menjadi penerus dalam menyampaikan ajaran ilahi. Berikut adalah doa Nabi Zakaria AS yang tercantum pada surah Al-Anbiya Ayat 89:

رَبِّ لَا تَذَرْنِي فَرْدًا وَأَنتَ خَيْرُ الْوَرِثِينَ

Latinnya: Rabbi lā tażarnī fardaw wa anta khairul-wārisin.

Artinya: “Ya Tuhanku janganlah Engkau membiarkan aku hidup seorang diri dan Engkaulah Waris Yang Paling Baik.”

Doa yang penuh keyakinan dan keikhlasan ini tidaklah sia-sia. Allah SWT akhirnya mengabulkan permohonan Nabi Zakaria AS dan memberinya seorang putra yang kelak dikenal sebagai Nabi Yahya AS.

Namun, dengan takjub sekaligus khawatir, Nabi Zakaria AS bertanya bagaimana mungkin ia bisa memiliki anak sementara dirinya telah sangat tua, dan istrinya pun mandul. Allah SWT pun menegaskan bahwa segala sesuatu mudah bagi-Nya dan bahwa Dia telah menciptakan Nabi Zakaria AS sendiri sebelumnya dari ketiadaan.

Sebagai bentuk keyakinan, Nabi Zakaria AS memohon tanda dari Allah SWT atas janji-Nya tersebut. Allah SWT kemudian memberi tanda bahwa Nabi Zakaria AS tidak akan dapat berbicara selama tiga hari, kecuali dengan bahasa isyarat, meskipun tubuhnya dalam keadaan sehat tanpa cacat.

Dalam masa itu, Nabi Zakaria AS diperintahkan untuk terus berzikir dan memuji Allah SWT. Dengan penuh kegembiraan, ia keluar menemui kaumnya dan memberi isyarat kepada mereka untuk memperbanyak zikir kepada Allah SWT.

Kisah ini memberikan teladan tentang kekuatan doa dan keyakinan pada kuasa Allah SWT yang tak terbatas. Meskipun keadaan tampak tidak mungkin, Nabi Zakaria AS tetap berdoa dengan penuh kesabaran dan harapan, hingga akhirnya Allah SWT menjawab permohonannya dengan anugerah yang indah.

Kelahiran Anak Nabi Zakaria AS

Kisah kelahiran putra Nabi Zakaria AS, yaitu Yahya yang kelak akan menjadi nabi juga sebagai penerus ayahnya adalah salah satu bukti kekuasaan Allah SWT yang Maha Besar. Anak yang telah lama diharapkan itu lahir sebagai anugerah dari Allah SWT setelah Nabi Zakaria AS dengan penuh kesabaran dan ketulusan berdoa.

Sejak awal, Allah SWT memerintahkan Yahya untuk memegang teguh Kitab Taurat dan mempelajarinya dengan serius. Bahkan, sejak kecil, Allah SWT telah mengajarkan kebijaksanaan dan tanda-tanda kenabian kepadanya. Suatu hari, ketika teman-teman sebayanya mengajaknya bermain, Yahya dengan bijak menjawab, “Kita diciptakan bukan untuk bermain.”

Yahya dibekali oleh Allah SWT dengan berbagai sifat mulia yang membuatnya menjadi teladan bagi banyak orang. Ia memiliki sifat kasih sayang yang mendalam, khususnya kepada kedua orang tuanya.

Yahya juga dikenal dengan kelembutan hatinya kepada sesama, menghindari perbuatan dosa, dan senantiasa menjaga kesuciannya. Sifat bakti kepada kedua orang tua pun menjadi keutamaan dalam dirinya, diiringi dengan keteguhan hati yang menjauhi sifat sombong atau angkuh. Sifat-sifat inilah yang menjadikan Yahya sosok nabi yang dihormati dan disegani, serta menjadi contoh kebajikan bagi umatnya.

Meninggalnya Nabi Zakaria AS

Terdapat dua riwayat berbeda terkait wafatnya Nabi Zakaria AS. Salah satu riwayat yang disampaikan oleh Abdul-Mun’in bin Idris bin Sinan dari Wahab bin Munabbih mengisahkan bahwa Nabi Zakaria AS terpaksa meninggalkan kaumnya dan masuk ke dalam sebuah pohon untuk menyelamatkan diri.

Namun, kaumnya yang berusaha mencelakainya kemudian datang dan meletakkan gergaji di batang pohon tersebut untuk memotongnya. Ketika gergaji telah mencapai tubuh Nabi Zakaria AS dan Beliau merintih kesakitan, Allah SWT memberikan wahyu, jika Nabi Zakaria AS tidak berhenti merintih, bumi akan terbelah.

Mendengar itu, Nabi Zakaria AS menahan rintihannya, hingga akhirnya pohon tersebut dipotong dan Beliau pun terbagi menjadi dua bagian bersama pohon itu.

Sementara itu, riwayat lain yang disampaikan oleh Ishaq bin Bisyr menyebutkan bahwa yang sebenarnya masuk ke dalam pohon adalah Sya’ya, bukan Nabi Zakaria AS. Dalam riwayat ini, disebutkan bahwa Nabi Zakaria AS wafat secara wajar, tanpa mengalami kejadian tragis seperti riwayat pertama.

Wallahu a’lam, hanya Allah SWT yang Maha Mengetahui kebenarannya.

(inf/inf)



Sumber : www.detik.com

Kisah Bangsa Rum yang Mengkhianati Islam saat Akhir Zaman


Jakarta

Bangsa Rum atau yang dikenal sebagai Romawi dalam sejarah, disebutkan dalam Al-Qur’an sebagai salah satu bangsa besar yang akan berperan penting dalam peristiwa akhir zaman.

Keberadaan dan peran mereka dalam perjalanan sejarah umat Islam juga telah menjadi bagian dari tafsir dan hadits. Khususnya dalam peristiwa-peristiwa yang dikaitkan dengan akhir zaman.

Asal-usul Bangsa Rum

Seperti dijelaskan oleh Musa Cerantonio dalam bukunya Which Nation Does Rum in The Ahadith of the Last Days Refer To? merujuk pada Kekaisaran Bizantium atau Kekaisaran Romawi Timur.


Nama ini diambil dari ibu kota mereka, Byzantion yang kemudian lebih dikenal sebagai Konstantinopel.

Kekaisaran Bizantium merupakan kelanjutan dari Kekaisaran Romawi yang sejak berdirinya di Roma, meluas ke sebagian besar wilayah Eropa, Timur Tengah, dan Afrika Utara. Wilayah kekaisaran yang luas ini akhirnya dibagi menjadi dua bagian administratif, yaitu Kekaisaran Romawi Barat yang berpusat di Roma dan Kekaisaran Romawi Timur di Konstantinopel.

Setelah Kekaisaran Romawi Barat runtuh pada tahun 476 M akibat serangan bangsa Jermanik, Kekaisaran Romawi hanya tersisa sebagai Romawi Timur, yang berpusat di Konstantinopel.

Bangsa inilah yang dimaksud dalam surat Ar-Rum ayat 2, di mana tafsir Kementerian Agama (Kemenag) menyatakan bahwa bangsa Rum adalah Romawi Timur yang saat itu beragama Nasrani.

Pada masa itu, bangsa Rum dipimpin oleh Flavius Heraclius Augustus, atau Heraklius, yang memerintah dari tahun 610 hingga 641 M.

Menurut tafsir Ibnu Katsir, volume 6, Dr. Abdullah mengemukakan bahwa bangsa Rum merupakan keturunan al-‘Ish bin Ishaq bin Ibrahim, lebih spesifiknya dari Bani Ashfar yang notabene adalah salah satu cabang Bani Israil.

Pengkhianatan Bangsa Rum

Peristiwa yang dialami bangsa Rum dijelaskan secara rinci oleh Allah SWT dalam pembukaan Surat Ar-Rum, tepatnya pada ayat 1 hingga 6.

الۤمّۤۚ ۝١
alif lâm mîm
Alif Lām Mīm.

غُلِبَتِ الرُّوْمُۙ ۝٢
ghulibatir-rûm
Bangsa Romawi telah dikalahkan,

فِيْٓ اَدْنَى الْاَرْضِ وَهُمْ مِّنْۢ بَعْدِ غَلَبِهِمْ سَيَغْلِبُوْنَۙ ۝٣
fî adnal-ardli wa hum mim ba’di ghalabihim sayaghlibûn
di negeri yang terdekat dan mereka setelah kekalahannya itu akan menang

فِيْ بِضْعِ سِنِيْنَ ەۗ لِلّٰهِ الْاَمْرُ مِنْ قَبْلُ وَمِنْۢ بَعْدُۗ وَيَوْمَىِٕذٍ يَّفْرَحُ الْمُؤْمِنُوْنَۙ ۝٤
fî bidl’i sinîn, lillâhil-amru ming qablu wa mim ba’d, wa yauma’idziy yafraḫul-mu’minûn
dalam beberapa tahun (lagi). Milik Allahlah urusan sebelum dan setelah (mereka menang). Pada hari (kemenangan bangsa Romawi) itu bergembiralah orang-orang mukmin

بِنَصْرِ اللّٰهِۗ يَنْصُرُ مَنْ يَّشَاۤءُۗ وَهُوَ الْعَزِيْزُ الرَّحِيْمُ ۝٥
binashrillâh, yanshuru may yasyâ’, wa huwal-‘azîzur-raḫîm
karena pertolongan Allah. Dia menolong siapa yang Dia kehendaki. Dia Mahaperkasa lagi Maha Penyayang.

وَعْدَ اللّٰهِۗ لَا يُخْلِفُ اللّٰهُ وَعْدَهٗ وَلٰكِنَّ اَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُوْنَ ۝٦
wa’dallâh, lâ yukhlifullâhu wa’dahû wa lâkinna aktsaran-nâsi lâ ya’lamûn
(Itulah) janji Allah. Allah tidak akan menyalahi janji-Nya, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.

Mansur Abdul Hakim dalam bukunya, Ghulibat Ar-Rum Dzat Al-Qurun, memaparkan bahwa peristiwa perang besar antara Persia dan Romawi menjadi latar belakang utama turunnya Surat Ar-Rum.

Konflik antara Persia dan Romawi ini memicu polarisasi dukungan di kalangan masyarakat Arab. Kaum musyrik cenderung berpihak pada Persia, sedangkan umat Islam berharap kemenangan berpihak pada Romawi, yang notabene adalah pemeluk agama samawi.

Pada akhirnya, bangsa Persia memenangkan pertempuran, yang membuat kaum musyrik bersuka cita, sedangkan umat Islam merasa sedih. Berdasarkan tafsir Ibnu Katsir, kemenangan telak yang diraih oleh Raja Persia Sabur atas pasukan Romawi mengakibatkan penguasaan wilayah Syam dan sebagian besar teritori Romawi. Akibatnya, Kaisar Heraklius terpaksa mundur dan mencari tempat perlindungan.

Sementara itu, Menurut Muslih Abdul Karim dalam bukunya Isa dan al-Mahdi di Akhir Zaman, kemunculan al-Mahdi akan diawali dengan pertempuran antara umat Islam dan Bani Ashfar atau bangsa Rum.

Pada awalnya, umat Islam dan Bangsa Rum bersekutu untuk menghadapi musuh bersama. Namun, di tengah perjalanan, Bani Ashfar melanggar perjanjian damai dan berbalik melawan umat Islam.

Dalam beberapa haditsnya, Rasulullah SAW merujuk pada bangsa Rum (Romawi) dalam konteks peristiwa-peristiwa yang akan terjadi di akhir zaman. Beliau bersabda,

“Kalian akan menyerang Jazirah Arab hingga Allah SWT menaklukkannya, kemudian Persia hingga Allah berkenan menaklukkannya, kemudian kalian menyerang Romawi hingga Allah berkenan menaklukkannya, dan setelah itu kalian menyerang Dajjal hingga Allah berkenan menaklukkannya.” (HR Ahmad dan Muslim)

Dalam kitab kumpulan hadits Misykah Al-Mashabih, terdapat sebuah riwayat yang menyebutkan bahwa di masa depan, bangsa Romawi akan melakukan pengkhianatan terhadap umat Islam. Rasulullah SAW bersabda,

“Kalian akan mengadakan perjanjian damai dengan bangsa Romawi selama beberapa lama. Lalu kalian akan menyerang ketika mereka menjadi musuh di belakang kalian. Kemudian kalian akan dimenangkan, mendapat ghanimah, dan kalian selamat. Setelah itu, kalain turun di padang rumput bernama Dzi Tulul. Kemudian seorang lelaki dari Romawi ke sana untuk mengibarkan bendera salib seraya berkata, ‘Ingatlah, salib telah menang”.

Mengetahui seruan kaum salib tersebut membuat muslim yang murka mendekati dan memukulnya (membunuhnya). Saat itulah bangsa Romawi berkhianat dan bersiap untuk memobilisasi pasukannya sebagai persiapan pertempuran dahsyat.

Lalu umat Islam mengobarkan perang melawan mereka hingga terjadi pertempuran dan Allah memuliakan golongan tersebut dengan kesyahidan.

Tempat tinggal umat Islam dalam pertempuran di akhir zaman ini terletak di Al-Ghauthah. Hal ini disebutkan dalam riwayat Abu Darda RA.

Rasulullah SAW bersabda, “Pada saatnya nanti umat Islam akan terkepung di Madinah Al-Munawwarah hingga mereka berada jauh dari benteng-benteng mereka di Silah.” (Shahih Al-Jami. Silah dalam riwayat ini adalah sebuah tempat dekat Khaibar)

(hnh/lus)



Sumber : www.detik.com

Berdakwah kepada Kaum yang Menyembah Berhala


Jakarta

Nabi Ilyas AS adalah salah satu nabi yang diutus oleh Allah SWT untuk membimbing kaum Bani Israil, yang pada saat itu tersesat dalam penyembahan berhala bernama Baal.

Sebagai keturunan keempat dari Nabi Harun AS, Nabi Ilyas memiliki tugas mulia untuk mengajak kaumnya kembali kepada jalan yang benar, yaitu menyembah Allah SWT dan meninggalkan segala bentuk kemusyrikan.

Kehadiran Nabi Ilyas dalam sejarah merupakan salah satu ketetapan Allah untuk menegakkan tauhid di tengah-tengah kaum yang sudah jauh dari ajaran yang benar. Meskipun tantangan yang dihadapi begitu besar, Nabi Ilyas tetap teguh dalam menyampaikan risalah-Nya.


Kisah perjuangan dan keteguhan Nabi Ilyas AS ini menjadi pelajaran berharga bagi umat Islam untuk selalu berpegang pada kebenaran, meski berada di tengah kesesatan.

Kisah Nabi Ilyas

Menukil buku Kisah Para Nabi karya Imam Ibnu Katsir, terdapat dua pandangan mengenai garis keturunan Nabi Ilyas. Pendapat pertama menyatakan bahwa Nabi Ilyas adalah putra dari Yasin bin Pinehas bin Eleazar bin Harun.

Ada juga pandangan lain yang mengatakan bahwa beliau adalah keturunan Azer bin Eleazar bin Harun bin Imran. Nabi Ilyas diutus oleh Allah untuk membimbing kaum Bani Israil yang berada di wilayah Ba’labak, yang terletak di sebelah barat Damaskus.

Kisah Nabi Ilyas dan kaumnya tercantum dalam Surah As-Saffat ayat 123-128, Allah SWT berfirman,

وَاِنَّ اِلْيَاسَ لَمِنَ الْمُرْسَلِيْنَۗ ۝١٢٣

اِذْ قَالَ لِقَوْمِهٖٓ اَلَا تَتَّقُوْنَ ۝١٢٤

اَتَدْعُوْنَ بَعْلًا وَّتَذَرُوْنَ اَحْسَنَ الْخٰلِقِيْنَۙ ۝١٢٥

اللّٰهَ رَبَّكُمْ وَرَبَّ اٰبَاۤىِٕكُمُ الْاَوَّلِيْنَ ۝١٢٦

فَكَذَّبُوْهُ فَاِنَّهُمْ لَمُحْضَرُوْنَۙ ۝١٢٧

اِلَّا عِبَادَ اللّٰهِ الْمُخْلَصِيْنَ ۝١٢٨

123. Sesungguhnya Ilyas benar-benar termasuk para rasul.
124. (Ingatlah) ketika dia berkata kepada kaumnya, “Mengapa kamu tidak bertakwa?
125. Apakah kamu terus menyeru Ba’al dan meninggalkan sebaik-baik pencipta,
126. Allah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu yang terdahulu?”
127. Mereka kemudian mendustakannya (Ilyas). Sesungguhnya mereka akan diseret (ke neraka),
128. Kecuali hamba-hamba Allah yang terpilih (karena keikhlasannya).

Menurut Tafsir Ibnu Katsir, Allah SWT mengutus Nabi Ilyas kepada kaum Bani Israil untuk mengajak mereka kembali kepada ajaran-Nya, karena saat itu mereka sedang menyembah berhala yang dikenal dengan nama Ba’al.

Meskipun Nabi Ilyas melaksanakan tugasnya dengan tekun, kaumnya tetap menolak dan raja mereka bahkan mengancam akan membunuhnya. Karena ancaman tersebut, Nabi Ilyas memutuskan untuk bersembunyi di Gunung Qasiyun.

Ia tinggal di sebuah gua selama sepuluh tahun hingga raja yang mengancamnya meninggal dan digantikan oleh raja yang baru. Setelah itu, Nabi Ilyas keluar dari persembunyian bersama seorang yang diyakini sebagai Nabi Ilyasa AS.

Ia kembali menyeru raja baru Bani Israil kepada ajaran tauhid, meskipun banyak dari rakyatnya, sekitar sepuluh ribu orang, yang bersedia beriman. Namun, raja tersebut tetap menolak ajaran Nabi Ilyas dan memerintahkan pasukannya untuk membunuh siapa saja dari Bani Israil yang mengikuti ajaran Allah SWT.

Kaum yang Menyembah Berhala

Kaum Nabi Ilyas AS, yang menyembah berhala, dikenal sebagai penduduk Ba’labak, atau yang juga disebut kota Baalbek. Menurut Imam Ibnu Katsir dalam bukunya Kisah Para Nabi, Nabi Ilyas AS berusaha dengan gigih mengajak Bani Israil untuk meninggalkan penyembahan berhala mereka, Ba’l, dan kembali menyembah Allah.

Namun, meskipun Nabi Ilyas telah berusaha keras, tidak ada satu pun dari kaumnya yang mau beriman.

Kemudian, Nabi Ilyas memohon kepada Allah SWT agar memberikan pelajaran kepada kaumnya, dan akibatnya terjadi kekeringan selama tiga tahun karena hujan tidak turun.

Kekeringan yang berkepanjangan tersebut menjadi bencana yang sangat berat bagi kaumnya, dan mereka akhirnya meminta bantuan Nabi Ilyas dengan berjanji akan beriman jika hujan kembali turun.

(hnh/dvs)



Sumber : www.detik.com

Kezaliman Firaun, Raja Mesir yang Bengis dan Diazab Allah SWT



Jakarta

Firaun era Nabi Musa AS adalah seorang penguasa zalim yang ingkar kepada Allah SWT. Kisah terkait Firaun disebutkan dalam sejumlah ayat suci Al-Qur’an.

Menukil Qashashul Anbiyaa oleh Ibnu Katsir yang diterjemahkan Umar Mujtahid, penyebab kekejian Firaun dikarenakan bani Israil mempelajari satu hal yang mereka riwayatkan dari Ibrahim AS bahwa suatu saat nanti akan lahir seorang anak dari keturunannya yang akan menghancurkan kekuasaan raja Mesir. Berita tersebut sampai ke telinga Firaun sampai akhirnya ia memutuskan untuk membunuh seluruh bayi laki-laki dari bani Israil.

Menurut riwayat Ibnu Mas’ud RA dan sejumlah sahabat, suatu ketika Firaun bermimpi seakan-akan api datang dari arah Baitul Maqdis dan membakar rumah-rumah Mesir, begitu pula kaum Qibhti. Namun, api tersebut tidak membahayakan bani Israil.


Ketika terbangun, Firaun merasa takut akan mimpinya. Ia lalu mengumpulkan seluruh paranormal dan tukang sihir.

Firaun kemudian bertanya kepada mereka terkait mimpi tersebut. Mereka lalu berkata, “Akan lahir seorang bayi lelaki dari kalangan mereka (bani Israil), ia akan menghancurkan penduduk Mesir.”

Karena itulah, Firaun memerintahkan untuk membunuh anak lelaki dan membiarkan anak perempuannya hidup. Firaun sangat mewaspadai akan hal ini, sampai-sampai ia menunjuk beberapa lelaki dan dukun beranak untuk berpatroli. Mereka akan memeriksa para wanita hamil dan mendata waktu kelahirannya.

Jika ada yang melahirkan anak laki-laki, bayi tersebut langsung disembelih oleh para algojo seketika itu juga. Meski demikian, takdir berkata lain.

Anak laki-laki yang sangat ditakuti Firaun justru tumbuh dewasa di kediamannya. Bahkan memakan makanan dan minuman yang ada di kerajaan Firaun.

Nabi Musa AS, anak angkat Firaun, sendirilah yang kemudian menghancurkan dan menumpas kezalimannya terhadap rakyatnya, terutama kepada Bani Israil.

Akhirnya, raja zalim tersebut diazab oleh Allah SWT dengan ditenggelamkan di Laut Merah bersama pengikutnya yang sama sesatnya. Sebagaimana firman-Nya dalam surah Al Baqarah ayat 50,

وَاِذْ فَرَقْنَا بِكُمُ الْبَحْرَ فَاَنْجَيْنٰكُمْ وَاَغْرَقْنَآ اٰلَ فِرْعَوْنَ وَاَنْتُمْ تَنْظُرُوْنَ ٥٠

Artinya: “(Ingatlah) ketika Kami membelah laut untukmu, lalu Kami menyelamatkanmu dan menenggelamkan (Fir’aun dan) pengikut-pengikut Fir’aun, sedangkan kamu menyaksikan(-nya).”

Wallahu a’lam

(aeb/kri)



Sumber : www.detik.com

Kisah Juraij, Sang Ahli Ibadah yang Mendapat Doa Buruk Ibunya



Jakarta

Kisah Juraij termasuk yang cukup populer. Ia dikenal sebagai seorang ahli ibadah yang kemudian difitnah oleh perempuan yang menggodanya. Ini tak lepas dari doa sang ibu.

Mengutip buku Kisah Orang-orang Sabar yang ditulis Nasiruddin, kisah Juraij disampaikan oleh Abu Hurairah RA yang berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Juraij adalah seorang ahli ibadah. Ia berdiam diri dalam tempat ibadahnya. Suatu kali ibunya datang sementara ia sedang salat, lalu memanggilnya, “Hai Juraij.”

Mendengar suara sang ibu, ia tetap salat seraya mengucap, “Ya Rabbi. Ibuku atau salatku!” Lalu ia terus melanjutkan salatnya. Ibunya lalu pulang.


Kejadian ini berulang beberapa kali di keesokan harinya, Juraij tetap melanjutkan salatnya dan tidak mengindahkan panggilan sang ibu.

Selang beberapa kali tak mendapat sambutan dari sang anak, ibunda Juraij lalu berdoa, “Allahumma, janganlah Engkau mengambil nyawanya hingga melihat wajah perempuan-perempuan pelacur.”

Juraij Digoda Perempuan Pelacur

Orang-orang bani Israil telah mengetahui bahwa Juraij adalah sosok yang dikenal sebagai ahli ibadah.

Sampai pada suatu hari, seorang perempuan pelacur yang berparas cantik berkata pada teman-temannya, “Jika kalian mau, maka aku akan menggodanya.”

Ia lantas menggoda Juraij namun pemuda ini tidak tergoda sama sekali. Di dekat tempat Juraij terlihat seorang penggembala yang sedang berteduh.

Penggembala ini akhirnya tergoda dengan paras cantik si perempuan tersebut. Keduanya melakukan perbuatan zina hingga perempuan tersebut hamil.

Perempuan tersebut hamil dan beberapa bulan kemudian ia melahirkan. Ia mengatakan bahwa bayi yang dilahirkannya itu adalah anak dari Juraij. Tentu saja yang dilontarkan ini adalah kalimat fitnah.

Orang-orang kemudian mendatangi Juraij dan menyeretnya keluar. Tempat ibadah Juraij juga dibakar habis.

Juraij yang kebingungan itu kemudian bertanya pada penduduk yang menyerangnya, “Apa urusan kalian?”

Mereka lalu menjawab, “Engkau melakukan perbuatan zina dengan perempuan pelacur ini dan telah melahirkan anak dari engkau.” Ia kemudian bertanya, “Di manakah anak itu?”

Mereka lalu mendatangkan anak itu dan Juraij berkata, “Biarkan aku melakukan salat.” Kemudian ia melakukan salat. Setelah selesai, Juraij menemui anak itu seraya memukul perutnya, lalu bertanya, “Siapakah ayahmu?”

Anak itu menjawab, “Fulan sang penggembala.”

Dalam buku Tuntunan dan Kisah-Kisah Teladan: Berbakti kepada Orang Tua karya Aiman Mahmud diceritakan bahwa jawaban sang bayi itu membuat penduduk meminta maaf kepada Juraij.

Mereka berkata, “Kami akan membangun tempat ibadah baru untukmu dari emas.” Juraij lantas menjawab, “Tidak, bangunlah dari tanah seperti semula.”

Imam Nawawi mengomentari hadits tentang kisah Juraij ini, “Dalam hadits ini terkandung kisah Juraij dan sikapnya yang lebih mementingkan salat daripada menjawab panggilan ibunya. Kemudian sang ibu mendoakan buruk untuknya dan Allah pun mengabulkan doa ibunya tersebut.”

Ulama berpendapat, “Hadits ini merupakan dalil yang menunjukkan bahwa seharusnya Juraij menjawab panggilan ibunya , sebab saat itu ia sedang melaksanakan salat sunnah, sementara meneruskan salat sunnah hukumnya adalah sunnah, bukan wajib. Di samping itu, menjawab panggilan ibu dan berbakti padanya (hukumnya) wajib, dan durhaka kepadaya hukumnya haram. Saat itu dia dapat mempercepat salatnya, menjawab panggilan ibunya, kemudian meneruskan salatnya lagi.”

Wallahu a’lam.

(dvs/kri)



Sumber : www.detik.com

Kisah Nabi Musa AS Kembali ke Pelukan Ibunya Setelah Diasuh Firaun


Jakarta

Nabi Musa adalah keturunan dari Bani Israil, la lahir di negeri Mesir. Pada saat itu Mesir dikuasai oleh Firaun, seorang raja yang kejam dan menganggap dirinya sendiri sebagai Tuhan. Nabi Musa AS memiliki kisah yang diabadikan dalam Al-Qur’an.

Dalam Al-Qur’an sendiri, nama ibu Nabi Musa AS adalah Yukabad. Saat kelahirannya, Nabi Musa AS memiliki kisah menarik dalam sejarah islam. Ia sempat berpisah dari ibunya sendiri dan diasuh oleh firaun. Berikut kisah Nabi Musa AS selengkapnya.

Kisah Nabi Musa AS Kembali ke Pelukan Ibunya

Dalam buku Kisah Nabi Musa AS karya Abdillah, diceritakan bahwa kisah ini bermula pada suatu malam, firaun bermimpi seolah-olah melihat Mesir yang dipimpinnya terbakar habis. Seluruh rakyatnya mati, kecuali seorang dari Bani Israil.


Firaun menjadi gelisah sejak datangnya mimpi tersebut. la mengumpulkan seluruh ahli ramal untuk mengartikan mimpinya.

Setelah terkumpul, salah seorang dari mereka berusaha mengartikan mimpi tersebut. la berkata bahwa suatu saat akan datang seorang laki-laki dari keturunan bani Israil yang akan meruntuhkan kekuasaannya. Mendengar hal itu, Firaun menjadi gelisah dan ketakutan.

Sejak saat itu, ia memerintahkan kepada bawahannya agar membunuh setiap bayi laki-laki yang lahir dari keturunan Bani Israil.

Setiap ibu yang hamil dari keturunan Bani Israil dilanda kegelisahan. Mereka khawatir jika bayi mereka nanti adalah laki-laki dan akan dibunuh.

Dikisahkan dalam buku Hikmah Kisah Nabi dan Rasul karya Ridwan Abdullah Sani, para pengawal dan tentara Firaun pun melaksanakan perintahnya, setiap rumah dimasuki dan diselidiki, dan setiap perempuan hamil menjadi perhatian mereka saat melahirkan bayinya. Banyak bayi laki-laki dari Bani Israil yang dibunuh pada saat itu.

Firaun menjadi tenang dan merasa aman setelah mendapat kabar dari pasukannya bahwa wilayah kerajaannya telah menjadi bersih dan tidak ada seorang pun dari bayi laki-laki yang masih hidup.

Namun, ia tidak mengetahui bahwa kehendak Allah SWT tidak dapat ditolak. Ternyata pada saat itu di wilayah kerajaannya masih ada seorang ibu yang sedang mengandung bayi laki-laki yang tidak diketahui sama sekali oleh Firaun dan pasukannya.

Ia adalah ibu dari Nabi Musa AS, yang sedang menantikan datangnya seorang bidan untuk memberinya pertolongan saat melahirkan. Bidan yang ditunggu pun datang dan menolong ibu Musa melahirkan, namun hati ibu Musa menjadi khawatir setelah mengetahui bahwa bayinya adalah seorang laki-laki.

Ia meminta agar bidan itu merahasiakan kelahiran bayi Musa dari siapa pun, dan hal tersebut diterima oleh sang bidan karena merasa simpati terhadap bayi Musa yang lucu itu, serta merasakan betapa sedihnya hati seorang ibu yang akan kehilangan bayi yang baru dilahirkan.

Selama beberapa waktu, ibu Musa menyusui bayinya, namun ia merasa tidak tenang dan selalu cemas serta khawatir terhadap keselamatan bayinya. Suatu ketika, Allah SWT memberi petunjuk kepadanya agar menyembunyikan bayinya dalam sebuah peti, kemudian menghanyutkan peti yang berisi bayinya itu di Sungai Nil.

Allah SWT juga memberi petunjuk bahwa ibu Musa tidak boleh bersedih dan cemas atas keselamatan bayinya, Allah SWT menjamin akan mengembalikan bayi itu kepadanya bahkan akan mengutuskannya sebagai salah seorang rasul.

Akhirnya, ibu Musa menghanyutkan peti bayi berisi Musa di permukaan air Sungai Nil dengan bertawakal kepada Allah SWT. Ibu Musa memerintahkan kakak Musa untuk mengawasi dan mengikuti peti itu agar mengetahui di mana peti itu berlabuh dan siapa yang akan mengambil peti tersebut.

Betapa khawatirnya hati kakak Musa, ketika melihat dari jauh bahwa peti yang diawasinya itu ditemukan oleh istri Firaun yang sedang berada di tepi Sungai Nil bersama beberapa dayangnya, kemudian peti tersebut dibawanya masuk ke dalam istana.

Ibu Musa yang mengetahui kejadian tersebut menjadi sedih dan sangat cemas, tetapi ia ingat bahwa Allah SWT telah menjamin keselamatan anaknya tersebut. Perlu diketahui bahwa Asiyah istri Firaun adalah orang yang beriman, walaupun suaminya adalah seorang yang kejam.

Asiyah istri firaun memberitahukan tentang bayi laki-laki yang ditemuinya di dalam peti yang terapung di atas permukaan Sungai Nil tersebut kepada firaun. Firaun segera memerintahkan untuk membunuh bayi itu sambil berkata kepada istrinya,

“Aku khawatir bahwa inilah bayi yang diramalkan, yang akan menjadi musuh dan penyebab kesedihan kami dan akan membinasakan kerajaan kami yang besar ini.”

Akan tetapi, istri firaun yang sudah telanjur menaruh simpati dan sayang terhadap bayi Musa itu, kemudian berkata kepada suaminya,

“Janganlah bayi yang tidak berdosa ini dibunuh. Aku sayang kepadanya dan lebih baik kami ambil ia sebagai anak, kalau kelak ia akan berguna dan bermanfaat bagi kita. Hatiku sangat tertarik kepadanya dan ia akan menjadi kesayanganku dan kesayanganmu.”

Demikianlah, jika Allah yang Maha kuasa menghendaki sesuatu, maka jalan bagi terlaksananya takdir itu akan dimudahkan. Allah SWT telah menakdirkan bahwa nyawa bayi tersebut akan selamat dan Musa akan diasuh oleh keluarga Firaun.

Keluarga Firaun memberikan nama Musa kepada bayi itu. Musa adalah bayi yang masih “merah” dan membutuhkan air susu sehingga keluarga Firaun mencari orang yang dapat memberikannya susu pada bayi tersebut.

Setelah itu, beberapa ibu didatangkan untuk Musa, namun semua ibu yang mencoba memberi air susunya langsung ditolak oleh bayi itu.

Istri Firaun menjadi sangat bingung memikirkan bayi angkatnya itu yang enggan meminum susu dari sekian banyak ibu yang didatangkan ke istana.

Kakak Nabi Musa AS yang memang dari awal sudah diperintahkan oleh ibunya untuk mengawasi keadaan adiknya pun mendengar informasi tersebut, kemudian ia memberanikan diri datang menjumpai istri firaun untuk menawarkan seorang ibu yang mungkin diterima oleh bayi itu untuk disusui.

Agar penyamarannya tidak diketahui oleh firaun, maka kakak Nabi Musa berkata kepada mereka,

“Aku tidak mengenal siapakah keluarga dan ibu bayi ini, hanya aku ingin menunjukkan satu keluarga yang baik dan selalu rajin mengasuh anak, kalau-kalau bayi itu dapat menerima air susu ibu keluarga itu.”

Tawaran kakak Musa diterima oleh istri Firaun, dan ibu kandung Musa dijemput untuk menyusui bayi tersebut. Begitu Musa disusukan oleh ibu kandungnya sendiri yang tidak diketahui oleh keluarga firaun, Nabi Musa AS meminumnya dengan sangat lahap.

Melihat hal tersebut maka Musa diserahkan kepada ibu kandungnya sendiri untuk diasuh selama masa menyusui dengan imbalan upah yang besar. Hal tersebut sesuai dengan janji Allah SWT kepada ibu Nabi Musa AS bahwa ia akan menerima kembali putranya itu.

Setelah selesai masa menyusui Nabi Musa, AS, Nabi Musa AS dikembalikan oleh ibunya ke istana, untuk diasuh, dibesarkan, dan dididik seperti anak-anak raja yang lain.

Nabi Musa AS mengendarai kendaraan firaun dan berpakaian sesuai dengan cara-cara Firaun, ia dikenal orang sebagai Musa bin Firaun.

Kisah Nabi Musa ini diabadikan dalam Al-Qur’an surah Al-Qasas ayat 4 sampai 13.

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com

Cerita Uzair Hidup Lagi setelah Mati 100 Tahun



Jakarta

Ada satu kisah dalam Al-Qur’an yang menceritakan sosok Uzair hidup lagi usai 100 tahun mati. Kisah ini menjadi bukti tanda-tanda kebesaran Allah SWT.

Kisah mengenai Uzair diceritakan dalam Al-Qur’an surah Al Baqarah ayat 259. Allah SWT berfirman:

أَوْ كَٱلَّذِى مَرَّ عَلَىٰ قَرْيَةٍ وَهِىَ خَاوِيَةٌ عَلَىٰ عُرُوشِهَا قَالَ أَنَّىٰ يُحْىِۦ هَٰذِهِ ٱللَّهُ بَعْدَ مَوْتِهَا ۖ فَأَمَاتَهُ ٱللَّهُ مِا۟ئَةَ عَامٍ ثُمَّ بَعَثَهُۥ ۖ قَالَ كَمْ لَبِثْتَ ۖ قَالَ لَبِثْتُ يَوْمًا أَوْ بَعْضَ يَوْمٍ ۖ قَالَ بَل لَّبِثْتَ مِا۟ئَةَ عَامٍ فَٱنظُرْ إِلَىٰ طَعَامِكَ وَشَرَابِكَ لَمْ يَتَسَنَّهْ ۖ وَٱنظُرْ إِلَىٰ حِمَارِكَ وَلِنَجْعَلَكَ ءَايَةً لِّلنَّاسِ ۖ وَٱنظُرْ إِلَى ٱلْعِظَامِ كَيْفَ نُنشِزُهَا ثُمَّ نَكْسُوهَا لَحْمًا ۚ فَلَمَّا تَبَيَّنَ لَهُۥ قَالَ أَعْلَمُ أَنَّ ٱللَّهَ عَلَىٰ كُلِّ شَىْءٍ قَدِيرٌ


Artinya: “Atau apakah (kamu tidak memperhatikan) orang yang melalui suatu negeri yang (temboknya) telah roboh menutupi atapnya. Dia berkata: “Bagaimana Allah menghidupkan kembali negeri ini setelah hancur?” Maka Allah mematikan orang itu seratus tahun, kemudian menghidupkannya kembali. Allah bertanya: “Berapakah lamanya kamu tinggal di sini?” Ia menjawab: “Saya tinggal di sini sehari atau setengah hari”. Allah berfirman: “Sebenarnya kamu telah tinggal di sini seratus tahun lamanya; lihatlah kepada makanan dan minumanmu yang belum lagi beubah; dan lihatlah kepada keledai kamu (yang telah menjadi tulang belulang); Kami akan menjadikan kamu tanda kekuasaan Kami bagi manusia; dan lihatlah kepada tulang belulang keledai itu, kemudian Kami menyusunnya kembali, kemudian Kami membalutnya dengan daging”. Maka tatkala telah nyata kepadanya (bagaimana Allah menghidupkan yang telah mati) diapun berkata: “Saya yakin bahwa Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.”

Menukil buku Ia Hidup Kembali Setelah Mati 100 Tahun yang ditulis Ustaz Ahmad Zacky El-Syafa, Uzair adalah seorang pemuda saleh dan bijak. Suatu hari ia pulang ke kampung halamannya setelah mengembara.

Saat Uzair melewati sebuah bangunan yang sudah rusak, ia memutuskan masuk ke dalam bangunan itu untuk beristirahat. Setelah itu, Uzair memeras anggur dan meletakkannya dalam bejana, ia juga mengeluarkan roti dan memasukkannya dalam bejana yang isinya perasan anggur lalu memakannya.

Kemudian, Uzair merebahkan punggungnya dan meletakkan kedua kakinya pada dinding bangunan. Seraya memandangi atap rumah dan sekitarnya, Uzair menyaksikan bahwa penghuni rumah itu sudah hancur dan binasa, karena di sana terdapat tulang belulang manusia yang berserakan.

Uzair berpikir, bagaimana cara Allah SWT menghidupkan kembali negeri yang sudah hancur? Pikiran tersebut bukan keraguan, melainkan wujud kontemplasi atas kekuasaan Sang Khalik. Sebab, Allah SWT adalah Tuhan yang Maha Kuasa.

Mendengar pikiran Uzair, maka Allah SWT memerintahkan malaikat maut untuk mencabut nyawa Uzair. Pemuda itu lalu tertidur selama seratus tahun lamanya.

Setelah bangun, Allah SWT kembali menghidupkan Uzair. Malaikat lalu bertanya kepadanya, “Berapa lamakah engkau tinggal di sini?”

Uzair menjawab, “Aku tinggal di sini sehari atau setengah hari,”

Malaikat berkata, “Sesungguhnya engkau telah tinggal di sini selama seratus tahun. Lihatlah makanan dan minumanmu,”

Makanan yang berupa roti dan minuman itu masih berupa seperti semula, tidak mengalami perubahan meski seratus tahun telah berlalu. Ini sesuai dengan firman Allah SWT pada surah Al Baqarah ayat 259.

Selanjutnya, malaikat meminta Uzair melihat ke arah keledainya atau hewan yang ia tunggangi. Hewan tersebut telah berubah menjadi tulang belulang.

Kemudian, malaikat menyeru kepada tulang belulang keledai itu sampai akhirnya kembali hidup atas kuasa Allah SWT. Uzair yang menyaksikan hal itu sangat terkejut.

Setelah itu, Uzair bersama keledainya berjalan menuju rumahnya yang lama. Sepanjang perjalanan menuju rumahnya, Uzair melihat banyak orang asing yang tidak mengenalnya.

Sesampainya di rumah, Uzair menemui seorang wanita tua yang usianya sekitar 120 tahun. Berbeda dengan Uzair yang usianya 140 tahun tapi wujud tubuhnya masih seperti pemuda berusia 40 tahun.

Uzair bertanya kepada wanita tua itu apakah benar ia berada di rumahnya. Wanita itu menjawab, “Benar, ini memang rumah Uzair,”

Ia lalu menangis dan berkata, “Aku tidak pernah menemukan seorang pun yang masih mengingat Uzair.”

“Akulah Uzair. Allah SWT mematikan aku selama seratus tahun, kemudian Dia membangkitkan aku kembali,” ujar Uzair.

Wanita itu berkata, “Maha Suci Allah. Sesungguhnya kami telah kehilangan Uzair sejak seratus tahun lalu dan kami tidak pernah mendengar namanya.”

“Aku ini adalah Uzair,” kata Uzair menegaskan.

Wanita itu mengatakan, “Sesungguhnya Uzair adalah orang yang doanya dikabulkan oleh Allah. Ia senantiasa mendoakan untuk kesembuhan bagi orang yang tengah sakit. Maka doakan aku agar Allah menyembuhkan dan mengembalikan pandangan mataku sehingga aku dapat melihatmu. Jika engkau benar-benar Uzair, tentu aku akan mengenalmu.”

Uzair pun lantas berdoa kepada Allah dan mengusapkan tangannya pada kedua kelopak mata wanita itu. Dengan kuasa Allah SWT, mata wanita tersebut yang sebelumnya tidak bisa melihat tiba-tiba sembuh dan melihat kembali. Uzair berkata, “Bangunlah dengan izin Allah.”

Wanita itu bangkit dan berkata, “Aku bersaksi bahwa engkau benar-benar Uzair.”

Dikisahkan dalam buku Agar Doa Dikabulkan Allah karya Manshur Abdul Hakim, wanita tua itu pergi ke tempat bani Israil berkumpul dan bermain. Anak Uzair sudah berusia 118 tahun dan cucu-cucunya sudah tua.

“Ini Uzair telah datang kepada kalian,” kata wanita tersebut.

Mulanya, mereka tidak percaya. Wanita tua itu kembali berkata, “Aku budak perempuan kalian. Ia telah berdoa untukku kepada Tuhan sehingga penglihatanku kembali seperti sedia kala dan kakiku dapat berjalan kembali. Ia mengaku bahwa Allah telah mematikannya selama 100 tahun dan menghidupkannya kembali.”

Mendengar itu, orang-orang melihat Uzair dengan takjub. Sebab, wujud Uzair kembali muda padahal usianya sudah seratus lebih.

Lalu, salah satu anak Uzair berkata, “Bapakku memiliki tanda hitam di antara dua bahunya.”

Uzair kemudian menyingkap bahunya dan tanda itu ada. Akhirnya, Uzair hidup dalam keadaan muda bersama anak-anak dan cucu-cucunya yang sudah tua.

Sebagian mengatakan Uzair seorang nabi. Namun disebutkan dalam Ensiklopedia Al-Qur’an & Hadis Per Tema susunan Yusni Amru Ghazali dkk, terdapat hadits yang menyebut bahwa Nabi Muhammad SAW tidak tahu menahu mengenai apakah Uzair seorang nabi atau bukan.

Dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda,

“Aku tidak tahu apakah Tubba’ adalah orang yang terlaknat atau tidak, dan aku tidak tahu apakah Uzair adalah seorang nabi atau bukan.” (HR Abu Daud)

Wallahu a’lam

(aeb/kri)



Sumber : www.detik.com