Tag Archives: ja

Surat Al Maidah Ayat 48 Lengkap Tafsir dan Asbabun Nuzulnya


Jakarta

Surat Al Maidah ayat 48 berisi tentang Al-Qur’an. Sebagaimana diketahui, Al-Qur’an merupakan kitab suci umat Islam yang berisi pedoman hidup.

Perintah membaca Al-Qur’an tertuang dalam sejumlah dalil, salah satunya hadits Rasulullah SAW yang berasal dari Nu’man bin Basyir. Beliau bersabda,

“Sebaik-baiknya ibadah umatku adalah membaca Al-Qur’an.” (HR Baihaqi)


Menukil dari buku Pengantar Studi Al-Qur’an oleh Abdul Hamid, Al-Qur’an diturunkan sebagai undang-undang bagi umat Islam. Selain itu, kitab suci ini juga dijadikan petunjuk sekaligus tanda kebesaran rasul dan penjelasan atas kenabian serta kerasulannya.

Selengkapnya mengenai kitab suci Al-Qur’an diterangkan dalam surat Al Maidah ayat 48.

Bacaan Surat Al Maidah Ayat 48

وَاَنْزَلْنَآ اِلَيْكَ الْكِتٰبَ بِالْحَقِّ مُصَدِّقًا لِّمَا بَيْنَ يَدَيْهِ مِنَ الْكِتٰبِ وَمُهَيْمِنًا عَلَيْهِ فَاحْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَآ اَنْزَلَ اللّٰهُ وَلَا تَتَّبِعْ اَهْوَاۤءَهُمْ عَمَّا جَاۤءَكَ مِنَ الْحَقِّۗ لِكُلٍّ جَعَلْنَا مِنْكُمْ شِرْعَةً وَّمِنْهَاجًا ۗوَلَوْ شَاۤءَ اللّٰهُ لَجَعَلَكُمْ اُمَّةً وَّاحِدَةً وَّلٰكِنْ لِّيَبْلُوَكُمْ فِيْ مَآ اٰتٰىكُمْ فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرٰتِۗ اِلَى اللّٰهِ مَرْجِعُكُمْ جَمِيْعًا فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ فِيْهِ تَخْتَلِفُوْنَۙ – 48

Wa anzalnā ilaikal-kitāba bil-ḥaqqi muṣaddiqal limā baina yadaihi minal-kitābi wa muhaiminan ‘alaihi faḥkum bainahum bimā anzalallāhu wa lā tattabi’ ahwā’ahum ‘ammā jā’aka minal-ḥaqq(i), likullin ja’alnā minkum syir’ataw wa minhājā(n), wa lau syā’allāhu laja’alakum ummataw wāḥidataw wa lākil liyabluwakum fī mā ātākum fastabiqul-khairāt(i), ilallāhi marji’ukum jamī’an fa yunabbi’ukum bimā kuntum fīhi takhtalifūn(a).

Artinya: “Kami telah menurunkan kitab suci (Al-Qur’an) kepadamu (Nabi Muhammad) dengan (membawa) kebenaran sebagai pembenar kitab-kitab yang diturunkan sebelumnya dan sebagai penjaganya (acuan kebenaran terhadapnya). Maka, putuskanlah (perkara) mereka menurut aturan yang diturunkan Allah dan janganlah engkau mengikuti hawa nafsu mereka dengan (meninggalkan) kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk setiap umat di antara kamu Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Seandainya Allah menghendaki, niscaya Dia menjadikanmu satu umat (saja). Akan tetapi, Allah hendak mengujimu tentang karunia yang telah Dia anugerahkan kepadamu. Maka, berlomba-lombalah dalam berbuat kebaikan. Hanya kepada Allah kamu semua kembali, lalu Dia memberitahukan kepadamu apa yang selama ini kamu perselisihkan.”

Tafsir Surat Al Maidah Ayat 48

Menurut Tafsir Kemenag RI terkait surat Al Maidah ayat 48 dijelaskan bahwa Al-Qur’an merupakan kitab suci yang menjamin syariat murni sebelumnya. Al-Qur’an adalah Kitab Samawi terakhir yang berisi kebenaran. Kitab ini mencakup dan membenarkan kitab-kitab sebelumnya yang turun lebih dulu.

Kitab Taurat, Zabur, Injil dan Al-Qur’an memiliki syariat tersendiri yang harus dipatuhi setiap kaumnya. Meski demikian, akidah yang dibawa masing-masing kitab berisi kesamaan yang tak lain menyembah Allah SWT.

Selain itu, diterangkan pula dalam surat Al Maidah ayat 48 bahwa Allah SWT menurunkan Al-Qur’an sebagai syariat terakhir kepada Nabi Muhammad SAW yang memimpin umat terakhir pula. Hendaknya, Al-Qur’an dijadikan sumber sekaligus landasan hukum dalam memutuskan segala perkara yang berkaitan dengan kehidupan umat terakhir atau umat yang hidup di zaman sekarang.

Manusia pada era kini seharusnya menjadikan Al-Qur’an sebagai pedoman hidup dan landasan hukum karena isinya sesuai dengan keadaan umat dan zaman saat ini. Allah SWT memberikan syariat atau aturan khusus yang berbeda kepada tiap umatnya, menyesuaikan dengan zaman berlangsungnya hidup mereka.

Asbabun Nuzul Surat Al Maidah Ayat 48

Asbabun nuzul atau sebab diturunkannya surat Al Maidah ayat 48 dikarenakan adanya penyelewengan oleh ajaran-ajaran terdahulu sebagaimana dijelaskan dalam Journal of Islamic Law and Studies, Vol. 1, No. 1, Juni 2017 yang bertajuk Konsep Taat Kepada Pemimpin (Ulil Amri) di Dalam Surah An-Nisa: 59, Al-Anfal:46 Dan Al-Maidah: 48-49 (Analisis Tafsir Tafsir Al-Qurthubi, Al-Misbah, Dan Ibnu Katsir) susunan Sulaiman Kurdi dkk.

Kala itu, mereka menghilangkan bahkan mengganti ajaran yang benar sesuai dengan kepentingan mereka. Karenanya, Allah SWT menurunkan surat Al Maidah ayat 48.

Sementara itu, diterangkan dalam buku Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti oleh Restu Abdiyantoro dkk bahwa Ibnu Abbas RA menjelaskan turunnya ayat tersebut berkenaan dengan peristiwa ahli kitab yang meminta keputusan kepada Rasulullah SAW atas persoalan yang sedang dihadapi.

Mulanya, Nabi Muhammad SAW diberi dua pilihan yaitu memutuskan persoalan mereka atau mencari solusi di dalam kitab masing-masing. Tetapi, Allah SWT menurunkan surat Al Maidah ayat 48 sebagai petunjuk bagi Rasulullah SAW atas pertanyaan ahli kitab tersebut.

Wallahu a’lam.

(aeb/kri)



Sumber : www.detik.com

3 Khutbah Jumat tentang Sedekah dan Berbagi Rezeki


Jakarta

Khutbah Jumat adalah salah satu bagian penting dari rangkaian ibadah sholat Jumat yang wajib diikuti oleh setiap Muslim laki-laki. Melalui khutbah, khatib menyampaikan nasihat dan pesan-pesan keagamaan yang tidak hanya menguatkan iman, tetapi juga memberi panduan dalam menjalani kehidupan sehari-hari.

Seperti apa isi khutbah yang dapat menginspirasi jamaah untuk lebih peduli terhadap sesama? Artikel ini akan membahas 3 khutbah Jumat yang penuh hikmah tentang berbagi sedekah dan rezeki. Simak selengkapnya berikut ini.

Contoh Khutbah Jumat tentang Sedekah

Khutbah Jumat menjadi momen istimewa untuk mengingatkan jamaah tentang pentingnya memperbaiki diri, termasuk dalam hal berbagi sedekah dan memahami konsep rezeki dalam Islam.


Dalam Islam, berbagi sedekah dan menjaga hubungan baik dengan sesama adalah wujud nyata dari keimanan. Khutbah Jumat tentang sedekah dan rezeki sering kali menjadi pengingat bagi jamaah akan keberkahan yang datang dari berbagi kepada sesama. Berikut ini beberapa contohnya.

1. Sedekah yang Bermakna

السَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُه

Saudara-saudara kaum muslimin yang berbahagia.

Mengawali khutbah kali ini khatib akan menyampaikan sebuah hadits yang memiliki makna dalam bagi kehidupan manusia. Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad bin Hanbal:

كُلُّ نَفْسٍ كُتِبَ عَلَيْهَا الصَّدَقَةُ كُلُّ يَوْمِ طَلَعَتْ فِيْهِ الشَّمْسُ فَمِنْ ذلِكَ أَنْ يَعْدِلَ بَيْنَ الْإِثْنَيْنِ صَدَقَةٌ وَأَنْ يُعَيِّنَ الرَّجُلُ عَلَى دَابَتِهِ فَيَحْمِلُهُ عَلَيْهَا صَدَقَةٌ وَيَرْفَعُ مَتَاعَهُ عَلَيْهَا صَدَقَةٌ وَيُمِيْطَ الْأَذَى عَنِ الطَّرِيقِ صَدَقَةٌ وَالْكَلِمَةُ الطَّيِّبَةُ صَدَقَةٌ وَكُلُّ خُطْوَةٍ يَمْشِي إِلَى الصَّلاةَ صَدَقَةٌ

“Setiap jiwa diwajibkan bersedekah setiap hari setiap matahari terbit. maka berbuat adil di antara dua orang adalah sedekah. Dan memilihkan sekor binatang untuk dipilih maka itu adalah sedekah. Menghiasinya adalah sedekah. Dan menyingkirkan duri dari jalan adalah sedekah. Mengucapkan perkataan yang baik adalah sedekah. Dan setiap langkah menuju shalat juga adalah sedekah.” (HR. Ahmad).

Hadits di atas berbicara urgensi shodaqoh dalam kehidupan seorang muslim. Bahwa sedekah adalah bagian tak terpisahkan dari keberhasilan manusia, baik sebagai hamba maupun sebagai khalifah.

Sedekah memiliki makna yang sangat luas. Setiap orang dalam keadaan apa saja dapat melakukannya. Sedekah tidak dibatasi dalam bentuk materi yang hanya orang-orang mampu yang bisa melakukannya. Orang-orang yang tak mampu pun bisa bersedekah dengan perbuatan baik kepada sesama. Hadits di atas menjelaskan bahwa ucapan yang menyejukkan hati atau memberi senyum simpatik pada orang lain juga adalah sedekah. Tidak dipersoalkan sedekah itu banyak atau sedikit, berupa materi atau pun bukan, tapi yang penting ialah hasrat dan niat yang suci untuk mengukir jasa baik dalam hidup ini. Begitulah Islam mendidik manusia dengan nilai-nilai kebajikan yang bersifat universal.

Saudara-saudara kaum muslimin yang berbahagia.

Ajaran tentang sedekah dalam Islam mengisyaratkan betapa luasnya lapangan amal kebajikan, di mana setiap orang dapat berpartisipasi di dalamnya. Sedekah adalah sumber kebajikan yang berfungsi menjalin hubungan sesama manusia berlandaskan rasa empati, kasih sayang, dan persaudaraan.

Memberi adalah sumber kebahagiaan, dan seorang muslim akan merasa bahagia jika dapat membahagiakan orang lain dengan apa yang ada pada dirinya. Di situlah nilai hidup yang sejati bagi seorang muslim.

Diriwayatkan oleh Thabrani, Rasulullah SAW bersabda:

خَيْرُ النَّاسِ أَتْقَاهُمْ وَآمِرُهُمْ بِالْمَعْرُوْفِ وَأَنْهَاهُمْ عَنِ الْمُنْكَرِ وَأَوْصِلْهُمْ لِلرَّحْمِ

Sebaik-baik manusia adalah yang paling bertakwa dan mengajak kepada kebaikkan serta melarang kepada kemungkaran dan menyambung silaturrahim. “(HR. Thabrani)

Dalam Al-Qur’an dinyatakan, balasan kebajikan tiada lain ialah kebajikan pula. Kebajikan yang dilakukan manusia dalam hidup ini sering kali “dibayar kontan” oleh Allah SWT sesuai dengan keikhlasannya. Kalaupun tidak semuanya diperoleh balasan di dunia, Allah SWT menjanjikan balasan yang sempurna di akhirat, sebagaimana dalam firman-Nya:

سلے مَنْ جَاءَ بِالْحَسَنَةِ فَلَهُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا وَمَن جَاءَ بِالسَّيِّئَةِ فَلَا تُجْزَى إِلَّا مِثْلَهَا وَهُمْ لَا يُظْلَمُونَ )

“Barang siapa yang datang dengan (membawa) satu kebajikan, maka baginya (pahala) sepuluh kali lipat. Barang siapa datang dengan (membawa) satu kejahatan, maka tiada ia dibalasi lebih dari kejahatan (yang sama). Dan ia takkan dizalimi sedikitpun”. (QS. Al An’am: 160).

Seorang muslim yang baik adalah yang mampu dan bisa menjadi pembuka kebajikan, di manapun ia berada. Karena kebajikan adalah pintu menuju surge. Hal ini telah diingatkan Rasulullah SAW dalam haditsnya;

عَلَيْكُمْ بِالصِّدْقِ فَإِنَّ الصَّدْقَ يَهْدِي إِلَى الْبِرِّ وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِي إِلَى الْجَنَّة .. (رواه مسلم) “Hendaklah kalian berlaku jujur karena kejujuran akan mengantarkan kepada kebajikan dan kebajikan akan mengantarkan kepada surga.” (HR. Muslim).

Saudara-saudara kaum muslimin yang berbahagia.

Ada sebuah ilustrasi yang sangat indah yang digambarkan Nabi SAW terkait dengan urgensi kebajikan sebagai penjaga dari panasnya api neraka. Beliau SAW bersabda:

اتَّقُوا النَّارَ وَلَوْ بِشِقِّ تَمْرَةٍ فَإِنْ لَمْ تَجِدُوا فَبِكَلِمَةٍ طَيِّبَةٍ

“Takutlah kalian dengan (siksa) neraka walaupun dengan (bersedekah) sepotong kurma. Maka apabila kalian tidak menemukannya cukuplah dengan perkataan yang baik.” (HR. Muslim).

Dalam hadits lain, Rasulullah SAW mengungkapkan kelebihan “amal jariyah” di antara seluruh jenis kebajikan dalam Islam, yaitu pahalanya tetap mengalir walaupun orang yang melakukannya telah meninggal dunia. Sabda Rasulullah SAW:

إِذَا مَاتَ ابْنُ آدَمَ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُوْ لَهُ (رواه البخاري ومسلم)

“Apabila meninggal anak Adam, maka terputuslah amalnya kecuali tiga hal, sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak saleh yang mendoakan (kedua orang tua)-nya.” (HR. Bukhari-Muslim).

Suatu hal yang penting untuk direnungkan bahwa Islam memberi prioritas terhadap amal jariyah, yaitu amal kebajikan yang memberi manfaat lebih lama dan lebih luas dalam konteks kehidupan duniawi. Semua amal jariyah memang berkaitan dengan kehidupan sosial dan kemanusiaan.

Akan tetapi kenapa sebagian besar umat Islam saat ini tertinggal dibanding umat lain di bidang kemajuan sosial, ekonomi dan teknologi? Penyebabnya antara lain karena umat Islam kurang memberi perhatian pada amal jariyah. Umat Islam di abad kejayaan masa lalu bisa tampil memimpin peradaban dunia karena ditopang oleh akidah yang kokoh dan amal jariyah yang luas.

Bagi seorang muslim, setiap saat dari hidupnya adalah kesempatan untuk beribadah dan berbuat baik. Hidup yang bermakna adalah hidup yang memberi manfaat kepada orang lain. Setiap muslim harus sadar bahwa seluruh perbuatan dan kerja kita di dunia ini, tidak akan hilang begitu saja ditelan masa, tapi semuanya ditulis dalam buku catatan amal yang akan diterima secara terbuka ketika seluruh manusia dikumpulkan di Padang Masyhar.

“Seorang mukmin harus dapat mengelola dunia untuk kepentingan akhirat,” kata Imam Al-Qurtubi.

Sungguh tepat kita renungkan ungkapan Ali Syariati, pemikir muslim asal Iran dalam bukunya Humanisme, Antara Islam dan Mazhab Barat, “Seorang yang saleh tak akan dibiarkan sendiri oleh kehidupan. Kehidupan akan menggerakkannya dan zaman akan mencatat amal baiknya”.

بَارَكَ اللَّهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيمِ وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيمِ وَتَقَبَّلَ مِنِّي وَمِنْكُمْ تِلَاوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ. أَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللَّهُ الْعَظِيمَ لِي وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ فَاسْتَغْفِرُوهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ.

2. Manfaat Sedekah

إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ، نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَسْتَهْدِيهِ. وَنَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ شُرُورٍ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ. وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ لَا شَرِيكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وَنَبِيُّهُ وَصَفِيُّهُ وَحَبِيبُهُ. بَلَغَ الرِّسَالَةَ وَأَدَّى الْأَمَانَةَ وَنَصَّحَ لِلْأُمَّةِ وَجَاهَدَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ حَتَّى أَتَاهُ الْيَقِينُ. أَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ فِي الْأَوَّلِينَ، وَصَلِّ وَسَلَّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ فِي الْآخِرِينَ، وَصَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ فِي الْعَالَمِينَ، وَصَلِّ وَسَلَّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ فِي كُلِّ وَقْتِ وَحِيْنِ، وَصَلِّ وَسَلَّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ فِي الْمَلَأُ الْأَعْلَى إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ، أَمَّا بَعْدُ

فَيَا أَيُّهَا الْمُسْلِمُونَ، اِتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ. فَقَدْ قَالَ تَعَالَى فِي كِتَابِهِ الْكَرِيمِ، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوْتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

Jamaah shalat Jumat yang dimuliakan oleh Allah.

Melalui mimbar ini, saya berwasiat kepada diri saya dan kepada jamaah sekalian marilah bersama-sama kita meningkatkan ketakwaan kita kepada Allah Swt. Takwa dalam arti yang sebenarnya, yaitu dengan menjalankan semua perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Bahwasanya tidak ada perbedaan antara seseorang dengan yang lainnya, maka alangkah beruntung dan bahagianya orang yang termasuk golongan orang muttaqin. Karena kelak akan mendapat tempat dan maqom yang mulia di sisi Allah Swt.

Jamaah shalat Jumat yang dimuliakan oleh Allah.

Allah Swt. dalam Surah Al-An’am ayat 160 berfirman:

مَنْ جَاءَ بِالْحَسَنَةِ فَلَهُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا

“Barang siapa yang membawa amal baik, maka baginya pahala amal baik sepuluh kali lipat.”

Dikisahkan pada suatu hari, Sayyidah Fatimah azZahra sangat menginginkan buah delima. Sayyidina Ali bin Abi Thalib segera berangkat ke pasar untuk mencari delima yang dimaksud. Mengingat uang yang dimilikinya (waktu itu) sangat terbatas, Sayyidina Ali hanya membelikan satu buah delima untuk Sayyidah Fatimah.

Di tengah jalan, datang seorang yang sangat miskin menginginkan buah delima. Oleh sayyidina Ali diberikan setengahnya. Sesampai di rumah, Sayyidina Ali menceritakan kepada Sayyidah Fatimah mengapa buah delima yang dibawakannya tinggal setengah. Selang beberapa lama, terdengar seseorang mengetuk pintu. Begitu dibuka, ternyata Salman al-Farisi.

Ia berdiri di depan pintu dengan membawa sembilan buah delima. Rasulullah Saw. mengutus Salman al-Farisi untuk memberikan sepuluh buah delima kepada Sayyidah Fatimah, hanya saja Salman menyembunyikan satu buah delima. Sehingga yang dibawanya hanya sembilan buah delima.

Salman lalu berkata, “Ini ada buah delima dari Rasulullah untuk Sayyidah Fatimah.”

Sayyidina Ali lalu berkata, “Kalau benar ini dari Rasulullah SAW, pasti jumlahnya sepuluh. Bukan sembilan.”

Mendengar hal itu, Salman al-Farisi kaget. Lalu bertanya, “Bagaimana engkau tahu, wahai Sayyidina Ali?”

Sayyidina Ali menjawab, “Karena saya ingat firman Allah SWT yang berbunyi ‘man ja a bi al-hasanati fa lahu ‘asyru amtsaliha’. Barang siapa yang membawa amal baik, maka baginya pahala sepuluh kali lipat amalnya.”

Jamaah shalat Jumat hafidzakumullah.

Bukan hanya dilipatgandakan balasannya. Orang yang rajin sedekah akan dihindarkan dari beragam bencana dan malapetaka. Rasululllah SAW bersabda:

دَوُوُا مَرْضَاكُمْ بِالصَّدَقَةِ

“Obatilah, orang-orang sakit kalian dengan sedekah.”

Al-‘Allamah al-Yafi’ dalam kitabnya At-Targhib wa Tarhib menuturkan sebuah kisah. Pada masa Nabi Sholeh a.s., hiduplah seorang tukang tato yang suka merusak pakaian orang-orang. Sekelompok orang lalu menemui Nabi Sholeh a.s. dan berkata, “Wahai Nabiyallah, doakan orang (tukang) tato itu agar ditimpa musibah karena dia suka merusak pakaian-pakaian kami.”

Nabi Sholeh a.s. lalu berdoa agar tukang tato tersebut pulang dalam keadaan tidak selamat. Namun, sore harinya Nabi Sholeh a.s. kaget melihat tukang tato tersebut pulang dengan membawa bundelan dan selamat. Di dalam bundelan itu ada seekor ular yang ganas dan berbisa.

Lalu Nabi Sholeh bertanya, “Wahai tukang tato, apa yang kamu lakukan tadi pagi sebelum berangkat?”

Tukang tato menjawab, “Saya berangkat dengan membawa dua buah roti. Satu roti saya sedekahkan kepada orang dan satu roti saya makan.”

Lalu Nabi Sholeh berkata, “Benar, Allah telah menyelamatkan kamu dari bahaya malapetaka ular yang bersembunyi di dalam bundelan yang kamu bawa lantaran sedekah yang kamu lakukan. Pergi, dan bertobatlah.”

Tukang tato itu pun bertaobat dan tidak melakukan kejahatan yang dia lakukan lagi.

Jamaah shalat Jumat yang dimuliakan oleh Allah.

Sungguh luar biasa keajaiban sedekah. Saking luar biasanya, Ibn Qayyim dalam kitabnya Zaadul Ma’ad mengatakan: “Dalam bersedekah banyak hal luar biasa, termasuk menolak beragam bencana dan penyakit. Sekalipun yang melakukan sedekah adalah orang yang durhaka ataupun orang yang banyak menganiaya.”

Mengingat banyaknya manfaat sedekah, pengarang kitab Tanbihul Ghofilin, Imam Samarqandi mengatakan:

“Biasakanlah kamu untuk terus bersedekah, baik dalam jumlah kecil maupun jumlah yang besar karena dalam sedekah ada sepuluh manfaat. Lima manfaat yang akan kamu peroleh ketika di dunia dan lima manfaat ketika di akhirat kelak.”

Lima manfaat yang akan diperoleh di dunia adalah menyucikan harta, menyucikan badan dari perbuatan dosa, dapat menolak beragam bencana dan penyakit, membahagiakan orang miskin, dan menjadikan harta kekayaan berkah, serta rizki akan menjadi melimpah.

Ada pun manfaat yang diperoleh di akhirat adalah sedekah menjadi pelindung dari sengatan panasnya matahari kelak, mendapat ridha Allah, membantu melewati shirath (jembatan), dan mengangkat ketinggian derajat di surga kelak.

Jamaah shalat Jumat yang dimuliakan oleh Allah.

Marilah kita budayakan gemar sedekah dalam kondisi apa pun. Karena di antara ciri orang yang bertakwa adalah orang yang tetap bersedekah ketika sempit atau lapang, ketika suka ataupun duka, sebagaimana firman Allah dalam surah Ali Imran ayat 133-134:

وَسَارِعُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَالْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ (۱۳۳) الَّذِينَ يُنْفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ (١٣٤)

Jangan sampai datang penyesalan di belakang.

Sebagaimana firman Allah:

وَأَنفِقُوا مِن مَّا رَزَقْنَاكُم مِّن قَبْلِ أَن يَأْتِيَ أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ فَيَقُولَ رَبِّ لَوْلَا أَخَّرْتَنِي إِلَى أَجَلٍ قَرِيبٍ فَأَصَّدَّقَ وَأَكُن مِّنَ الصَّالِحِينَ

“Dan berinfaklah kalian dari apa yang Kami rizkikan kepada kalian sebelum kematian datang kepada salah satu di antara kalian, lalu ia berkata, wahai Tuhanku, mengapa Engkau tidak menangguhkan kematianku sampai waktu yang dekat yang menyebabkan saya bisa bersedekah dan saya termasuk golongan orang-orang yang saleh.”

بَارَكَ اللَّهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيمِ وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ مِنَ الْآيَةِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيمِ وَتَقَبَّلَ اللَّهُ مِنِّي وَمِنْكُمْ تِلَاوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ وَاسْتَغْفِرُوا إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ

3. Kemuliaan Ahli Sedekah

إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللَّهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْهُ فَلَا هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ

اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّينِ. أَمَا بَعْدُ

قَالَ اللهُ تَعَالَى: أَعُوْذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ. يَا أَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوْتُنَّ إِلَّا وَأَنتُمْ مُسْلِمُوْنَ. يَا أَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُوْلُوْا قَوْلًا سَدِيدًا. يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا.

Jamaah salat Jumat yang dimuliakan Allah.

Hadirin Jamaah salat Jumat yang insya Allah selalu berada dalam naungan rahmat dan hidayah Allah Swt., kita tak henti-hentinya memuji dan bersyukur kepada Allah Swt., yang telah memberikan kita nikmat iman dan Islam, karunia yang sangat besar yang Dia berikan kepada hamba-Nya. Tentu saja, kita bersyukur atas nikmat ini. Semua pujian hanya milik Allah, Alhamdulillah. Tidak pantas bagi manusia untuk mengharapkan pujian dan merasa berjasa.

Pada kesempatan yang mulia ini, selaku khatib mengajak semua orang yang hadir untuk terus meningkatkan keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah Swt. Keimanan berarti kita senantiasa selalu berusaha untuk menghadirkan Allah dalam setiap situasi dan keadaan dengan berzikir dan melakukan segala perintahNya. Takwa berarti kita senantiasa melibatkan Allah dalam setiap masalah yang kita hadapi dengan berdoa, memohon pertolongan, dan meminta bantuan dari-Nya.

يَأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقْتِهِ وَلَا تَمُوْتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُّسْلِمُوْنَ

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekalikali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.” (QS. Ali Imran: 102)

Selanjutnya, salawat serta salam semoga selalu tercurah tak henti hentinya kepada Nabi Muhammad saw., beserta keluarganya dan para sahabatnya.

Jamaah Jumat yang dirahmati Allah.

Pada kesempatan yang mulia ini, mari kita bersama-sama membaca hadits riwayat Muslim, dari Abu Hurairah bahwa Nabi Muhammad saw., bersabda, “Sedekah tidak akan mengurangi harta manusia. Sedekah tidak akan mengurangi harta.”

Selain itu, Syaikh Kulaini dalam kitabnya, Al-Kafi meriwayatkan hadits dari Imam Ja’far Shadiq, Rasulullah saw. bersabda, “Obati penyakitmu dengan sedekah, dan hilangkan kesulitan-kesulitan dan musibah dengan sedekah. Sedekah membuang tujuh puluh syetan dari apa yang ada dalam janggut seseorang, dan sedekah akan lebih dulu sampai ke tangan Allah Swt., sebelum sampai ke tangan orang yang membutuhkan.”

Jamaah Jumat yang dirahmati Allah.

Dalam buku Kisah-kisah Ajaib Pembeli Surga karya Ahmed Al-Ali, dikisahkan dari Mullah Fatih Ali bahwa seorang kawan dekatnya, laki-laki mengaku memiliki sejumlah lahan pertanian. Namun, selama setahun perekonomian di daerahnya memburuk sehingga banyak orang menderita akibat kelaparan. Akhirnya, lakilaki itu memutuskan untuk mensedekahkan hasil panen dari salah satu ladang pertaniannya untuk orang-orang miskin. Ia pun pergi ke masjid dan mengumumkan kepada semua orang bahwa mereka boleh memanfaatkan tanah ladangnya, dan mengambil semua hasil panennya sesuai kebutuhan.

Orang-orang pun berbondong-bondong pergi ke ladang milik sang Laki-laki dan menggarap dalam jumlah besar. Pemilik lahan tersebut cukup sibuk dengan pekerjaannya sehingga tidak pernah memerhatikan ladang pertaniannya.

Jamaah Jumat yang dirahmati Allah.

Setelah ia memanen semua lahan pertaniannya, ia teringat akan ladang yang diberikan untuk sedekah itu. Segera ia memerintah orang untuk mengumpulkan semua batang kering, tumbuhan, dan bulir-bulir yang masih tersisa.

Menakjubkannya, para pegawai sang Lelaki melihat bahwa masih ada banyak hasil panen yang tersisa. Mereka juga mendapati hasil panen melebihi hasil panen tanah pertanian yang lain. Terlebih lagi, umumnya tanah pertanian yang telah dipanen harusnya dibiarkan terlebih dahulu tanpa ditanami apapun selama setahun agar tanah kembali normal. Selain itu, tanah bisa memiliki mineralmineral yang hilang. Namun, bedanya, tanah pertanian yang diberikan untuk sedekah justru tidak kehilangan kesuburannya sehingga bisa ditanami kembali. Perumpamaan kisah ini kiranya sesuai dengan firman Allah dalam Al-Qur’an surah Al-Baqarah ayat 261.

مَثَلُ الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَثْبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِي كُلِّ سُنْبُلَةٍ مِائَةُ حَبَّةٍ وَاللَّهُ يُضْعِفُ لِمَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ

Artinya: “Perumpamaan orang-orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah adalah seperti (orang-orang yang menabur) sebutir biji (benih) yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap tangkai ada seratus biji. Allah melipatgandakan (pahala) bagi siapa yang Dia kehendaki. Allah Maha Luas lagi Maha Mengetahui.”

Jamaah Jumat yang dirahmati Allah.

Dari khutbah di atas dapat kita ambil pelajaran penting bahwa kisah tersebut mengajarakan kepada kita untuk memperbanyak sedekah, apa lagi dibulan yang penuh berkah yakni bulan suci Ramadan. Hikmah lainnya adalah bahwa perintah untuk terus bersedekah adalah kita tidak tahu sedekah yang mana yang akan diterima oleh Allah.

Demikian khutbah singkat ini. Semoga Allah senantiasa menjadikan kita sebagai hamba-hamba ahli sedekah dan setiap sedekah yang kita keluarkan diterima sebagai catatan amal yang membawa kepada surganya Allah. Amin.

وَالْعَصْرِ إِنَّ الْإِنسَانَ لَفِي خُسْرٍ إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَ عَمِلُوا الصَّلِحَتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ

بارَكَ اللَّهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيمِ

وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيمِ

وَتَقَبَّلَ مِنَى وَمِنْكُمْ تِلَاوَتِهِ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ

أَقُولُ قَوْلِي هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيمَ لِي وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ

(inf/inf)



Sumber : www.detik.com

Doa Terhindar dari Ain Lengkap dengan Cara Mencegah dan Menyembuhkannya


Jakarta

Doa terhindar dari ain dibaca agar muslim dilindungi oleh Allah SWT dari penyakit ain. Penyakit ini timbul akibat pandangan mata.

Nyatanya pengaruh ain dijelaskan dalam hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda,

“Ain adalah sesuatu yang nyata.” (HR Bukhari, Abu Dawud, Tirmidzi, Malik dan Ahmad)


Menukil dari buku Doa Zikir Wirid & Pengobatan Islami Paling Mustajab susunan Ipnu R Noegroho, ain adalah penyakit yang menyerang jasmani atau rohani akibat pandangan mata oleh orang yang dengki atau iri. Dari situlah setan memanfaatkan kesempatan dengan menimbulkan bahaya bagi orang yang terkena penyakit ain.

Perlu dipahami, penyakit ain timbul jika pandangan mata berasal dari orang yang memiliki sifat hasad. Jika pandangan mata bukan dari orang yang hasad, tidak akan terkena penyakit ain. Hasad sendiri merupakan sifat buruk dan tergolong sebagai penyakit hati.

Hasad diartikan sebagai rasa dengki ketika seseorang tidak senang melihat kebahagiaan orang lain. Sifat ini mendatangkan kemudharatan terhadap jasmani maupun rohani.

Bacaan Doa Terhindar dari Ain

Imam an-Nawawi dalam kitab Al-Adzkar yang diterjemahkan Ulin Nuha memaparkan doa agar terhindar dari penyakit ain. Doa ini pernah diamalkan oleh Rasulullah SAW untuk cucunya yaitu Hasan dan Husain.

Dari Ibnu Abbas RA, Nabi SAW bersabda,

أُعِيْذُكَ بِكَلِمَاتِ اللَّهِ التَّامَّةِ مِنْ كُلِّ شَيْطَانٍ وَهَامَّةٍ وَمِنْ كُلِّ عَيْنٍ لَامَّةٍ

Arab latin: U’iidzuka bikalimatillahit taammati min kulli syaithaanin wa haammatin wa min kulli ‘ainin laammatin

Artinya: “Aku memohon perlindungan kepada Allah untuk kamu dengan kalimat-kalimat Allah yang sempurna dari semua setan dan binatang yang berbahaya serta dari ain yang mencela.” (HR Bukhari)

Kata ‘u’iidzuka’ diperuntukkan bagi laki-laki. Jika doa dibacakan untuk perempuan, kata tersebut bisa diganti ‘u’iidzuki’

Selain doa tersebut, ada juga bacaan lainnya yang dapat diamalkan muslim sebagaimana dinukil dari Majalah Kesehatan Muslim: Lebih Dekat Tentang Khitan karya dr. Raehanul Bahren dkk. Doa diamalkan untuk melindungi anak dari penyakit ain.

أَعُوذُ بِكَلِمَاتِ اللهِ التَّامَّاتِ مِنْ شَرِّ مَا خَلَقَ

Arab latin: A’ūdzu bi kalimātillāhit tāmmāti min syarri mā khalaq.

Artinya: “Aku berlindung dengan kalimat Allah yang sempurna dari kejahatan ciptaan-Nya.” (HR Muslim dan Ibnu Sinni)

Cara Mencegah Penyakit Ain

Ada beberapa cara yang dapat dilakukan muslim untuk mencegah penyakit ain. Berikut bahasannya yang dikutip dari Syarah Hisnul Muslim susunan Syaikh Majdi Abdul Wahab Al-Ahmad yang diterjemahkan Abdul Rosyad Shiddiq,

1. Membaca berbagai dzikir, doa, surat al-muawwidzatain (Surat Al Falaq dan Surat An Nas), serta lafal ta’awwudz

2. Membaca doa berikut agar orang yang dipandang tidak terkena penyakit ain,

مَا شَاءَ اللهُ لَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللهِ اللَّهُمَّ بَارِكْ عَلَيْهِ

Arab latin: Maa syaa-allaahu laa quwwata illa billaahi Allahumma baarik ‘alaih

Artinya: “(Inilah) apa yang dikehendaki Allah, tiada kekuatan selain dengan Allah, ya Allah berkahilah ia.”

3. Hindari ria atau pamer akan sesuatu yang memunculkan ketakjuban bagi orang yang menatapnya

Cara Menyembuhkan Penyakit Ain

Berikut cara menyembuhkan penyakit ain yang dikutip dari buku Ensiklopedia Ruqyah oleh Iding Sanus,

1. Mandi

Cara menyembuhkan penyakit ain yang pertama adalah mandi. Nantinya, air bekas mandi diguyurkan ke belakang tubuh orang yang terkena penyakit ain.

Abu Umamah bin Sahl bin Hunaif berkata, “Amir bin Rabi’a melihat Sahl bin Hunaif yang sedang mandi (di tempat pemandian umum) seraya berkata, ‘Aku belum pernah melihat seperti hari ini kulit yang disembunyikan.’ Maka Sahl pingsan. Lalu ditanyakan kepada Nabi SAW lantas dikatakan kepada beliau, ‘Wahai Rasulullah, mengapa Sahl begini. Demi Allah, ia tidak mengangkat kepalanya dan tidak pula siuman.

Beliau bertanya, ‘Apakah kalian mendakwa seseorang mengenainya?’ Mereka menjawab, “Amir bin Rabi’ah telah memandangnya.’ Maka beliau memanggil Amir dan memarahinya, seraya bersabda, ‘Mengapa salah seorang dari kalian membunuh saudaranya. Mengapa ketika kamu melihat sesuatu yang mengagumkanmu, kamu tidak mendoakan keberkahan untuknya?’ Kemudian beliau bersabda kepadanya ‘Mandilah untuknya.’

Lalu ia membasuh wajahnya, kedua tangannya dan kedua sikunya, kedua lututnya dan ujung kedua kakinya, dan bagian dalam sarungnya dalam suatu bejana. Kemudian air itu diguyurkan di atasnya, yang diguyurkan oleh seseorang di atas kepalanya dan punggungnya dari belakangnya. Ia meletakkan bejana di belakangnya. Setelah melakukan demikian, Sahl bangkit bersama orang-orang tanpa merasakan sakit lagi.” (HR Muslim dan An-Nasai)

2. Wudhu

Selanjutnya berwudhu. Orang yang terkena ain diminta untuk berwudhu dan bekas air wudhu diguyurkan ke belakang badan korban.

Aisyah RA berkata, “Orang yang menimpakan ain diperintahkan supaya berwudhu, kemudian orang yang tertimpa ain mandi darinya.” (HR Abu Daud)

3. Ruqyah

Cara yang terakhir adalah ruqyah. Orang yang terkena penyakit ain dapat diobati dengan ruqyah, ada beberapa cara dan doa khusus yang berkenaan dengan penyakit ain.

Dalam sebuah hadits dikatakan, “Wahai Rasulullah, Bani Ja’far terkena penyakit aain, bolehkah kami minta mereka diruqyah? Nabi menjawab: iya boleh. Andaikan ada yang bisa mendahului takdir, itulah aain.” (HR Tirmidzi)

Wallahu a’lam

(aeb/kri)



Sumber : www.detik.com

5 Doa Menyambut Ramadhan Sesuai Sunnah


Jakarta

Bulan Ramadhan menjadi salah satu bulan yang mulia. Ramadhan menjadi momen untuk mendulang keberkahan. Untuk itu, umat Islam dianjurkan membaca doa menyambut Ramadhan.

Ramadhan menjadi bulan yang istimewa karena di bulan ini Allah SWT melipatgandakan pahala. Rasulullah SAW bersabda, “Bulan Ramadhan adalah pemimpin dari bulan-bulan.”

Mengutip buku Fikih Puasa yang ditulis oleh Ali Musthafa Siregar, Ramadhan menjadi bulan yang diberkahi. Allah SWT mengkhususkan Ramadhan kepada umat Nabi Muhammad SAW untuk melaksanakan amalan yang dapat menambah pahala.


Di bulan Ramadhan, umat Islam diperintahkan untuk berpuasa sebulan penuh. Selain puasa, ada banyak amalan yang dapat dikerjakan seperti berdoa menyambut Ramadhan, salat tarawih, membayar zakat dan amalan lainnya.

Amalan yang pertama dapat dikerjakan untuk menyambut Ramadhan adalah berdoa. Berikut ini beberapa doa menyambut Ramadhan yang dapat diamalkan muslim.

Doa Menyambut Ramadhan

Rasulullah SAW mencontohkan beberapa doa yang dapat dibaca untuk menyambut Ramadhan. Doa ini sebagai tanda suka cita sekaligus berisi harapan agar diberikan nikmat untuk menjalani Ramadhan.

1. Doa Melihat Hilal Ramadhan

Mengutip buku Memantaskan Diri Menyambut Bulan Ramadhan: Panduan Lengkap Menyambut Bulan Ramadhan dari Sebelum Ramadhan Sampai Setelahnya karya Abu Maryam Kautsar Amru, berikut doa yang dibaca Nabi Muhammad SAW ketika melihat hilal Ramadhan.

اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُمَّ أَهِلَّهُ عَلَيْنَا بِالْأَمْنِ وَالْإِيمَانِ، وَالسَّلَامَةِ وَالْإِسْلَامِ، وَالتَّوْفِيقِ لِمَا تُحِبُّ وَتَرْضَى، رَبُّنَا وَرَبُّكَ اللَّهُ

Allahu akbar, Allahumma ahillahu ‘alaina bil amni wal imaani, wassalaamati wal islaami, wattaufiii limaa tuhibbu wa tardha, rabbunaa wa rabbukallahu.

Artinya: “Allah Mahabesar, Ya Allah tampakkan hilal itu kepada kami dengan membawa keamanan dan keimanan, keselamatan dan Islam, serta taufiq yang membimbing kami menuju apa yang Engkau cintai dan Engkau ridhai. Tuhan kami dan Tuhan kamu (wahai bulan), adalah Allah.” (HR ad-Darimi no 1729, hadits serupa dengan sedikit perbedaan redaksi juga diriwayatkan Ahmad dan at-Tirmidzi)

2. Doa saat Bulan Ramadhan Tiba

Dalam hadits dari ‘Ubadah bin ash-Shamith RA, dia berkata bahwa Rasulullah SAW mengajari para sahabat doa berikut saat Ramadhan tiba:

أللهمَّ سَلِّمْنِي مِنْ رَمَضَانَ، وَسَلِّمْ رَمَضَانَ لِي، وَتَسَلَّمْهُ مِنِّي مُتَقَبَّلًا

Allahumma salimni min ramadhana wa sallim ramadhana li wa tasallamhu minni mutaqabbalan

Artinya: “Ya Allah, sampaikan aku (dengan selamat menuju bulan) Ramadan. Sampaikanlah Ramadhan kepadaku, dan terimalah amal ibadahku (di bulan) Ramadhan.”

3. Doa Memohon Ampunan saat Ramadhan Tiba

Dilansir dari laman MUI, dari Abu ‘Utsman an-Nahdi ia menceritakan bahwa ketika Ramadhan datang, Aisyah bertanya kepada Nabi SAW, “Ya Rasulullah, Ramadhan telah tiba, maka apa yang harus aku ucapkan?” Rasulullah menjawab, “ucapkanlah”:

اللهمَّ إنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّي

Allahumma innaka ‘afuwwun tuhibbul ‘afwa fa’fu ‘annii

Artinya: “Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Memaafkan, mencintai “maaf”, maka maafkanlah diriku.” (Sulaiman bin Ahmad Ath-Thabarani, Kitab ad-Du’aa, hal 1226-1227)

4. Doa di Malam Pertama Ramadhan

Imam Ja’Far Shadiq menyebutkan bahwa ketika memasuki malam pertama Ramadhan, Rasulullah SAW membaca doa berikut:

اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ آلِ مُحَمَّدٍ اللَّهُمَّ إِنَّهُ قَدْ دَخَلَ شَهْرُ رَمَضَان اللَّهُمَّ رَبَّ شَهْرِ رَمَضَانَ الَّذِي أَنْزَلْتَ فِيْهِ الْقُرْآنَ وَ جَعَلْتَهُ بَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ اللَّهُمَّ فَبَارِكْ لَنَا شَهْرٍ رَمَضَانَ وَ أَعِنَّا عَلَى صِيَامِهِ ه وَ صَلَوَاتِهِ وَ تَقَبَّلْهُ مِنَّا

Allâhumma shalli alâ Muhammadin wa âli Muhammad. Allâhumma innahu qad dakhala syahru ramadhân(a) Allâhumma rabba syahri ramadhânal-ladzi anzalta fibil-qur’ân(a) Allâhumma rabba syahri ramadhanal-ladzi anzalta fihil-qur’ân(a) Wa ja’altahu bayyinâtin minal-huda wal-furqan(i). Allâhumma fabárik laná fi syahri ramadhana wa a’inna ‘ala shiyamihi wa shalawatihi wa taqabbalhu minna.

Artinya: Ya Allah, sampaikan shalawat kepada Nabi Muhammad dan keluarga Nabi Muhammad. Ya Allah, sungguh bulan Ramadhan telah tiba. Ya Allah, Tuhan Pemilik bulan Ramadhan, yang di dalamnya Engkau turunkan Alquran. Dan menjadikannya sebagai penjelas antara petunjuk dan pembeda. Ya Allah, berkatilah kami di bulan Ramadhan, bantulah kami dalam menunaikan puasanya dan salat serta terimalah amalan-amalan kami di dalamnya.

5. Doa Mengharap Malam Lailatul Qadar

Diriwayatkan oleh Abdul Aziz bin Abi Rawad. Ia menyampaikan bahwa umat Islam dapat memanjatkan doa ketika bulan Ramadhan tiba dengan doa berikut:

اللّٰهمَّ أَظَلَّ شَهْرُ رَمَضَانَ وَحَضَرَ، فَسَلِّمْهُ لِي وَسَلِّمْنِي فِيهِ وَتَسَلَّمْهُ مِنِّي، اللهمَّ ارْزُقْنِي صِيَامَهُ وَقِيَامَهُ صَبْرًا واحْتِسَابًا، وَارْزُقَنِي فِيْهِ الْجَدَّ وَالْإِجْتِهَادَ والقُوَّةَ والنَّشَاطَ، وَأَعِذْنِي فِيهِ مِنَ السّآمَةِ وَالفَتْرَةِ وَالكَسَلِ والنُّعَاسِ, وَوَفِّقْنِي فيه لِلَيْلَةِ الْقَدْرِ وَاجْعَلهَا خَيْرًا مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ

Allahumma adhalla syahru ramadhana wa hadhara, fa sallimhu li wa sallimni fihi wa tasallamhu minni. Allahummarzuqnii shiyamahu wa qiyamahu shabran wahtisaban, warzuqni fihil jadda wal ijtihada wal quwwata wan nasyatha, wa a’idzni fihi minassaamati wal fatrati wal kasali wan nu’asi, wawaffiqnii fihi li lailatil qadri waj’alha khairan min alfi syahrin.

Artinya: “Ya Allah, bulan Ramadhan sudah membayangi dan datang. Maka, sampaikanlah (bulan) Ramadhan kepadaku, dan sampaikanlah aku (dengan selamat) ke dalamnya, dan terimalah amal ibadahku (di bulan) Ramadan. Ya Allah, anugerahilah aku kesabaran dan niat ikhlas mengharap pahala dan ridha-Mu atas puasaku dan shalat malamku. (Ya Allah), anugerahilah aku di bulan Ramadhan ini kesungguhan hati, ketekunan, kekuatan, dan semangat. (Ya Allah), lindungilah aku di bulan Ramadhan ini dari kebosanan, lemah lesu, kemalasan, dan banyaknya kantuk. (Ya Allah), berikanlah aku taufiq agar aku mendapatkan lailatul qadar di bulan Ramadhan ini, dan jadikanlah (pahala di malam itu) lebih baik dari seribu bulan.”

(dvs/inf)



Sumber : www.detik.com

Sosok Ja’far bin Abu Thalib, Sahabat yang Paling Mirip Nabi Muhammad SAW



Jakarta

Ja’far bin Abu Thalib merupakan salah satu sahabat Nabi Muhammad SAW. Ja’far terkenal sebagai pria yang lemah lembut, penuh kasih sayang, pemurah, serta rendah hati.

Abdurrahman bin Abdul Karim melalui karyanya yang berjudul Sejarah Terlengkap Nabi Muhammad SAW menjelaskan bahwa Ja’far bin Abi Thalib merupakan putra dari Abu Thalib, paman dari Nabi SAW. Ja’far dibesarkan oleh pamannya yaitu Abbas bin Abdul Muthalib karena sang ayah miskin dan harus menghidupi keluarga besar.

Saat Nabi SAW memberi izin untuk hijrah ke Habasyah, Ja’far bersama sang istri turut serta. Padahal, hal tersebut cukup berat bagi Ja’far karena meninggalkan tempat kelahirannya, seperti dinukil dari buku Seri Ensiklopedia Anak Muslim susunan Mahmudah Mastur.


Penguasa Habasyah kala itu adalah Najasyi, seorang raja yang terkenal adil dan bijaksana. Ia suka melindungi orang-orang lemah.

Sesampainya di Habasyah, kaum muslimin mendapat perlindungan dari Najasyi. Dengan demikian, mereka dapat lebih leluasa dan lebih tenang dalam beribadah kepada Allah SWT.

Sayangnya, ketenangan tersebut terusik ketika orang-orang kafir Quraisy mengetahui perlindungan keamanan yang diperoleh muslim di Habasyah. Mereka memfirnah kaum muslimin di depan Najasyi dan jajaran menterinya.

Kaum kafir Quraisy bahkan tak segan menghasut Raja Najasyi agar menyerahkan umat Islam ke Makkah. Raja Najasyi lalu memanggil Ja’far dan beberapa orang sahabat.

“Apakah kalian memiliki sesuatu yang dibawa oleh Nabi kalian?” tanyanya.

Ja’far lalu menjawab dengan membaca ayat Al-Qur’an surat Maryam. Raja Najasyi menangis mendengarnya, ia memutuskan untuk tetap melindungi kaum muslimin hingga tiba masa hijrah ke Madinah.

Selain itu, sosok Ja’far bin Abu Thalib juga dikatakan memiliki kemiripan dengan Rasulullah SAW, baik dari segi fisik maupun sifatnya. Dalam sebuah riwayat, Nabi SAW bersabda:

“Engkau wahai Ja’far, wajahmu mirip dengan wajahku dan akhlakmu mirip dengan akhlakku,” (HR Bukhari)

Nabi SAW sendiri memanggil Ja’far dengan sebutan “Bapak orang-orang miskin,” karena beliau selalu menolong dan membantu mereka dengan apa yang dimiliki.

Ja’far bin Abu Thalib wafat secara syahid pada Perang Mut’ah bulan Jumadil Awwal tahun ke-8 Hijriyah. Kala itu, ia ditunjuk oleh Nabi SAW untuk menjadi komandan.

(aeb/erd)



Sumber : www.detik.com

Gambaran Kisah dan Kasih Sayang Rasulullah SAW pada Cucunya



Jakarta

Kasih sayang Rasulullah SAW kepada cucunya bisa menjadi panutan bagi umat Islam. Dalam beberapa kisah digambarkan betapa lemah lembutnya sikap Rasulullah SAW.

Kelembutan sikap Rasulullah SAW itu terlihat saat beliau berinteraksi dengan cucunya, Hasan dan Husein. Mereka adalah cucu Nabi SAW dari putrinya Fatimah az-Zahra dan Ali bin Abi Thalib RA.

Mengutip buku Kisah Cinta Fathimah Az-Zahra’: Sungguh Suci Sungguh Lembut Hati karya Azizah Hefni, digambarkan Fatimah dan Ali mendidik putra dan putri mereka dengan penuh kesabaran dan sikap yang lemah lembut.


Dalam pengasuhan Hasan dan Husein, Rasulullah SAW juga sering ikut memberikan pendidikan akhlak yang baik. Beliau bahkan masih sempat
menengok cucu-cucunya, bermain-main dengan mereka, menemani bercerita atau memberikan ilmu-ilmu baru.

Pernah suatu kali, Rasulullah SAW mencemaskan keadaan cucu-cucunya. Ketika Rasulullah SAW mendatangi rumah Fatimah untuk bertemu dengan cucu-cucunya, mereka sedang tidak ada di rumah. Rasulullah SAW pun merasa cemas.

Beliau bertanya pada Fatimah, “Di mana cucuku?” “Mereka dibawa Ali,” jawab Fatimah.

Rasulullah SAW kemudian melihat Hasan dan Husein sedang bermain di tempat minum, dan pada keduanya terdapat sisa kurma. Maka, Rasulullah pun berkata, “Wahai Ali, sebaiknya kamu suruh pulang kedua cucuku sebelum hari panas.” (HR Hakim)

Rasulullah SAW begitu mencintai dan sayang kepada cucunya. Beliau selalu memperhatikan tumbuh kembang mereka.

Saat mereka berbuat salah, Rasulullah SAW mengingatkan mereka dengan cara lemah lembut. Rasulullah SAW menganggap anak-anak sebagai sosok yang harus dihargai meskipun sebenarnya mereka belum mengerti.

Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya kebohongan itu tidak pantas dilakukan dengan sungguh-sungguh ataupun main-main. Dan seorang ayah berjanji kepada anaknya, kemudian janji itu tidak dipenuhi.” (HR Al-Hakim)

Dalam riwayat lain, Rasulullah SAW bersabda, “Barang siapa yang berkata kepada anak kecil, ‘Kemarilah! Ambillah ini!’ Tetapi ia tidak memberikannya (walaupun anak tersebut sudah mendatanginya), maka itu termasuk perbuatan dusta.” (HR Ahmad)

Rasulullah SAW juga menganjurkan pada para orang tua untuk menunjukkan kasih sayang dengan mencium anak-anak.

Dalam sebuah hadits disebutkan, suatu hari, datang seorang Arab kepada Nabi SAW, lalu ia berkata,

“Apakah kalian mencium anak laki-laki?” Lalu orang Arab tersebut menjawab, “Kami tidak mencium mereka.” Maka Nabi SAW berkata, “Aku tidak bisa berbuat apa-apa kalau Allah mencabut rahmat/sayang dari hatimu.” (HR Bukhari)

Dalam hadits lain juga disebutkan, Rasulullah SAW mencium Hasan bin Ali, dan di sisi Nabi ada Al-Aqro bin Haabis At-Tamim yang sedang duduk. Maka Al-Aqro’ berkata,

“Aku memiliki sepuluh orang anak. Tidak seorang pun dari mereka yang pernah kucium.” Maka Rasulullah SAW melihat kepada Al-Aqro dan berkata,

“Kalau Allah tidak memberikanmu perasaan kasih sayang, apa yang dapat diperbuat-Nya untuk kamu? Barang siapa yang tidak mempunyai kasih sayang kepada orang lain, dia tidak akan mendapat kasih sayang dari Allah.” (HR Bukhari)

Dalam riwayat dikisahkan bahwa Rasulullah SAW juga tidak segan menggendong anak dan cucu beliau. Hal itu sebagaimana dikisahkan oleh Abdullah bin Ja’far RA, ia berkata, “Rasulullah menjemput kami (Ja’far dan Hasan atau Husain) ketika pulang. Kemudian, beliau menggendong salah satu dari kami di punggung, sedangkan yang lain beliau gendong di dada sampai kami memasuki Madinah.” (HR Muslim)

Hikmah yang dapat diteladani dari beberapa riwayat yang telah disebutkan itu adalah mengajak bermain atau bercanda dengan anak-anak tidak akan mengurangi wibawa sebagai orang tua. Bahkan, seorang manusia agung seperti Rasulullah SAW pun tidak merasa malu bermain dan bercanda dengan cucu-cucu beliau di depan orang banyak.

(dvs/kri)



Sumber : www.detik.com