Tag Archives: jawa

Jakarta Masih Panas Banget, Hindari Paparan Langsung di Dua Jam Ini


Jakarta

Jakarta dan sejumlah wilayah lain di Indonesia masih dilanda suhu tinggi dan gerah luar biasa. Dengan kondisi ini, Deputi Bidang Meteorologi BMKG Guswanto menyarankan masyarakat menghindari paparan sinar langsung pada pukul 10.00 WIB dan 16.00 WIB. Keduanya adalah momen ketika intensitas matahari sedang sangat tinggi.

Ekposure langsung sinar matahari ke kulit bisa berdampak buruk pada kesehatan, mulai dari dehidrasi hingga kanker kulit. Karena itu BMKG menyarankan masyarakat untuk:

  • Menggunakan pelindung diri
  • Minum cukup air putih setiap hari
  • Mengurangi aktivitas berat di luar ruangan.


Menurut BMKG, suhu panas di Indonesia bisa mencapai 35°C dengan sebaran merata di seluruh Indonesia. Wilayah yang paling berdampak adalah sebagian besar Nusa Tenggara, Jawa bagian barat hingga timur, Kalimantan bagian barat dan tengah, Sulawesi bagian selatan dan tenggara, serta beberapa wilayah Papua.

Kondisi suhu panas ini kemungkinan masih akan berlangsung hingga akhir Oktober 2025 atau awal November 2025. Fenomena ini disebabkan pergerakan semu matahari di belahan bumi selatan, monsun Australia, dan minimnya tutupan. Akibatnya, sinar matahari terasa lebih intens di beberapa wilayah.

Ada Kemungkinan Hujan

Di tengah cuaca yang terasa panas, masih ada kemungkinan hujan di beberapa wilayah. Dalam laman Instagramnya, prakiraan hujan pada Jumat (17/9/2025) di Jabodetabek terdapat di wilayah berikut:

  • Kota Tangerang
  • Kota Tangerang Selatan
  • Kabupaten Tangerang
  • Jakarta Barat
  • Jakarta Selatan
  • Jakarta Timur
  • Kepulauan Seribu
  • Kabupaten Bekasi
  • Kota Bekasi
  • Kabupaten Bogor
  • Kota Bogor
  • Kota Depok.

Dengan kemungkinan ini, warga Jabodetabek bisa menghadapi perubahan suhu tiba-tiba. Detikers bisa melindungi diri dengan menjaga kecukupan cairan, mengonsumsi makanan bergizi, dan upaya lain untuk menjaga kesehatan tubuh.

(row/fem)



Sumber : travel.detik.com

Larangan Malam 1 Suro Menurut Islam, Apakah Boleh Keluar Rumah?


Jakarta

Malam 1 Suro atau 1 Muharram sering dianggap sakral. Menurut mitos yang berkembang, ada larangan yang tidak boleh dilakukan pada malam tersebut. Bagaimana menurut Islam?

Salah satu larangan yang populer adalah tidak boleh keluar pada malam 1 Suro. Masyarakat Jawa meyakini keluar pada malam 1 Suro bisa mendatangkan kesialan atau hal negatif. Sebagian percaya lebih baik berada di rumah untuk menghindari hal-hal yang tak diinginkan.

Dalam Islam, Suro merujuk pada Muharram, bulan pertama dalam kalender Hijriah. Muharram termasuk bulan haram (yang disucikan) sebagaimana sabda Rasulullah SAW,


“Sesungguhnya zaman telah berputar sebagaimana keadaannya pada hari Allah menciptakan langit dan bumi, dalam setahun ada dua belas bulan, darinya ada empat bulan haram, tiga di antaranya adalah Dzulkaidah, Dzulhijjah dan Muharram, sedangkan Rajab adalah bulan Mudhar yang di antaranya terdapat Jumadil Akhir dan Sya’ban.” (HR Bukhari Muslim)

Dalam sejumlah kitab tafsir disebutkan, hadits di atas berkenaan dengan firman Allah SWT dalam surah At Taubah ayat 36 tentang empat bulan haram.

اِنَّ عِدَّةَ الشُّهُوْرِ عِنْدَ اللّٰهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِيْ كِتٰبِ اللّٰهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضَ مِنْهَآ اَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ۗذٰلِكَ الدِّيْنُ الْقَيِّمُ ەۙ فَلَا تَظْلِمُوْا فِيْهِنَّ اَنْفُسَكُمْ وَقَاتِلُوا الْمُشْرِكِيْنَ كَاۤفَّةً كَمَا يُقَاتِلُوْنَكُمْ كَاۤفَّةً ۗوَاعْلَمُوْٓا اَنَّ اللّٰهَ مَعَ الْمُتَّقِيْنَ ٣٦

Artinya: “Sesungguhnya bilangan bulan di sisi Allah ialah dua belas bulan, (sebagaimana) ketetapan Allah (di Lauh Mahfuz) pada waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya ada empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menzalimi dirimu padanya (empat bulan itu), dan perangilah orang-orang musyrik semuanya sebagaimana mereka pun memerangi kamu semuanya. Ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang bertakwa.”

Merujuk pada Tafsir Al-Qur’an Kementerian Agama RI, empat bulan haram itu harus dihormati. Salah satu larangan pada bulan ini adalah melakukan peperangan. Ketetapan ini berlaku sejak umat Nabi Ibrahim AS hingga Nabi Muhammad SAW.

Imam Al-Hanbali menjelaskan dalam Latha’if Al-Ma’arif Fi Ma Li Mawasim Al-‘Am Min Al-Wazha’If yang diterjemahkan Mastur Irham dan Abidun Zuhri, sebagian ulama berpendapat larangan perang bulan haram–termasuk Muharram–supaya manusia leluasa menjalankan ibadah umrah dan haji.

Muharram bertepatan dengan waktu kepulangan jemaah haji menuju tempat tinggal masing-masing. Dengan demikian, kata Imam Al-Hanbali, jemaah haji terjamin keselamatan dan keamanannya.

Namun, berperang pada bulan haram diperbolehkan jika mendapat serangan musuh. Imam Ahmad dalam Musnad meriwayatkan hadits dari Ishaq bin Isa dari Laits bin Sa’ad dari Abu Az-Zubair dari Jabir RA, “Rasulullah SAW tidak pernah berperang pada bulan haram, kecuali beliau diserang atau mereka diserang. Jika bulan haram tiba, maka beliau berdiam di rumah hingga bulan haram berlalu.”

Selain perang, berikut larangan pada bulan Muharram dan tiga bulan haram lainnya merujuk pada Tafsir Ibnu Katsir dan Tafsir Al Azhar Buya Hamka:

  1. Dilarang berbuat aniaya pada diri sendiri
  2. Dilarang berbuat maksiat
  3. Dilarang balas dendam
  4. Dilarang menjarah

Larangan-larangan tersebut berlaku sepanjang bulan haram, tak sebatas pada malam tanggal 1 atau dalam hal ini malam 1 Muharram. Sebab, tak ada riwayat yang secara spesifik menyebut larangan malam 1 Muharram.

(kri/lus)



Sumber : www.detik.com

Islam dan Budaya Saling Menguatkan



Jakarta

Di Indonesia tahun baru Islam dirayakan dengan berbagai cara. Dari Tabuik di Pariaman, tradisi Grebeg Suro di Jawa, hingga doa bersama di masjid, musala di kampung-kampung.

Menteri Agama Nasaruddin Umar mengatakan aneka tradisi perayaan tahun baru Islam di Indonesia menunjukkan adanya kekayaan Nusantara dan Islam yang membumi.

“Di banyak daerah di Indonesia, Muharram dirayakan dengan cara yang indah. Ada Tabuik di Pariaman, Grebeg Suro di Jawa, doa bersama di kampung-kampung. Semua itu menunjukkan bahwa Islam dan budaya lokal kita tidak saling meniadakan, justru saling menguatkan,” kata Nasaruddin dalam keterangan tertulisnya Kamis 26 Juni 2025.

Beragam tradisi perayaan tahun baru Islam di sejumlah daerah di Indonesia tersebut, lanjut Menag, menandakan Islam yang membumi tanpa kehilangan kemurniannya. “Maka tugas kita hari ini bukan hanya menjaga ritual, tapi menjaga makna. Bukan hanya mengingat peristiwa hijrah, tapi menghidupkan semangat hijrah dalam kehidupan nyata, baik di ruang keluarga, pendidikan, birokrasi, maupun media sosial,” sambung Menag.


Nasaruddin Umar yang juga Imam Besar Masjid Istiqlal ini mengajak mengajak seluruh umat Islam Indonesia menyambut tahun baru hijriyah 1447 ini dengan tiga kata kunci.Pertama, bersyukur, karena kita masih diberi umur dan kesempatan. Kedua, berhijrah, karena stagnasi adalah musuh masa depan. Ketiga, berkontribusi, karena iman yang sejati harus tampak dalam tindakan.

Secara khusus Menteri Agama Nasaruddin Umar mengucapkan Selamat Tahun Baru 1447 Hijriah kepada seluruh umat Islam. Dia berharap hijrah bisa menjadi momentum tidak semata berpindah tempat dan waktu, tapi juga arah dan tujuan hidup yang lebih baik dan berkualitas.

Menag Nasaruddin mengutip Firman Allah SWT yang tercantum dalam Al-Quran, Surah At-Taubah ayat 20:

اَلَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَهَاجَرُوْا وَجَاهَدُوْا فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ بِاَمْوَالِهِمْ وَاَنْفُسِهِمْۙ اَعْظَمُ دَرَجَةً عِنْدَ اللّٰهِۗ وَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْفَاۤىِٕزُوْنَ ۝٢

Arab latin: alladzîna âmanû wa hâjarû wa jâhadû fî sabîlillâhi bi’amwâlihim wa anfusihim a’dhamu darajatan ‘indallâh, wa ulâ’ika humul-fâ’izûn

Artinya: “Orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwa mereka lebih agung derajatnya di hadapan Allah. Mereka itulah orang-orang yang beruntung.”

Menurut Menag hijrah dalam Surah At-Taubah ayat 20 bukan sekadar berpindah tempat, tapi berpindah arah. “Dari gelap ke terang. Dari stagnan ke tumbuh. Dari biasa-biasa saja ke luar biasa dalam nilai dan kontribusi,” pesan Menag.

“Hari ini, mari kita tanyakan pada diri kita masing-masing. Sudah sejauh mana kita berhijrah dari rutinitas yang kering makna menuju amal yang bernilai? Sudahkah kita membawa Islam tidak hanya di kartu identitas, tapi juga dalam kejujuran, dalam kasih sayang, dalam tindakan sehari-hari?,” lanjutnya.

Sejarah tahun baru hijriah diambil dari momentum hijrahnya Nabi Muhammad Saw dari Makkah ke Madinah lebih dari 14 abad lalu. Peristiwa ini membawa makna mendalam bagi perjalanan dakwah Nabi Muhammad Saw. Islam kemudian tersebar ke berbagai penjuru dunia.

Tahun Baru Islam tidak datang dengan kemeriahan pesta. Tahun Baru Islam hadir dalam sunyi, dalam zikir, dan dalam refleksi yang hening.

Menurut Menag Nasaruddin, di situlah kekuatannya. Sebab, perubahan besar sering dimulai dari perenungan yang paling dalam.

“Selamat Tahun Baru Islam 1447 Hijriah. Semoga hijrah kita bukan hanya berpindah waktu, tapi berpindah kualitas hidup,” kata Menteri Nasaruddin.

(erd/lus)



Sumber : www.detik.com

Kemenyan dalam Pandangan Islam, Benarkah Aromanya Disukai Nabi SAW?



Jakarta

Dalam masyarakat Indonesia, penggunaan menyan atau dupa sering kali menjadi polemik, terutama dalam konteks keislaman. Ada yang menganggap perbuatan tersebut sebagai syirik atau menyerupai amalan perdukunan.

Kemenyan adalah bahan aromatik yang berasal dari getah pohon tertentu. Dalam berbagai budaya, termasuk di Nusantara, kemenyan digunakan dalam ritual adat atau pengobatan tradisional. Namun, bagaimana pandangan Islam terhadap kemenyan?

Dikutip dari buku Ensiklopedi Upakara: Edisi Lengkap karya I Nyoman Jati, kemenyan adalah aroma wewangian berbentuk kristal yang digunakan dalam dupa atau parfum. Kristal ini diolah dari pohon jenis Boswellia.


Secara bahasa, kemenyan adalah zat beraroma khas yang dibakar untuk menghasilkan asap harum. Dalam bahasa Arab, kemenyan dikenal dengan nama “al-bakhūr” atau “lubān”. Ada pula jenis kemenyan bernama “kundur” atau “lubān dzakar”, yang biasa digunakan dalam pengobatan Arab dan ruqyah.

Kemenyan memiliki sejarah panjang dalam berbagai peradaban, termasuk Mesir kuno, Yunani, India, hingga Arab. Di Timur Tengah, khususnya Jazirah Arab, membakar kemenyan adalah tradisi umum, terutama untuk mengharumkan rumah, pakaian, dan masjid.

Penggunaan Kemenyan dalam Sejarah Islam

Dalam sejarah Islam, kemenyan pernah disebut dalam beberapa riwayat yang menunjukkan bahwa penggunaannya bukan hal asing bagi bangsa Arab, termasuk kaum muslimin. Dijelaskan dalam sebuah riwayat,

“Dahulu Nabi SAW mengharumkan dirinya dengan minyak wangi dan buhur (kemenyan), terutama pada hari Jumat.” (HR. Ahmad dan al-Bazzar – sanadnya hasan)

Riwayat ini menunjukkan bahwa membakar kemenyan sebagai wewangian pernah dilakukan, bahkan oleh Rasulullah SAW. Namun tentu harus dipahami dalam konteks penggunaan yang dibenarkan, bukan dikaitkan dengan hal-hal mistik atau syirik.

Dalam buku Taudhihul Adillah 2 karya H Muhammad Syafi`i dijelaskan bahwa membakar dupa, mustika, setinggi kayu gaharu, kemenyan yang harum untuk megharumkan ruangan yang membawa ketenangan suasana adalah suatu hal yang baik, ditinjau dari sudut ataupun agama.

Rasulullah SAW menyukai wangi-wangian, baik berupa minyak wangi, bunga-bungaan ataupun pembakaran dupa.

Dalam hadits yang diriwayatkan dari Jabir RA, Nabi SAW bersabda,
“Apabila kamu mengukup (memberi wewangian) mayit, maka ganjilkanlah. ” (HR Ibnu Hibban dan Al Hakim)

Dan menurut riwayat Imam Ahmad, Dari Jabir RA, ia berkata, Nabi SAW bersabda,
“Apabila kamu mengukup mayit, maka ungkuplah tiga kali.” (HR Ahmad)

Dilansir dari NU Online, bahkan beberapa sahabat Nabi SAW berwasiat agar kain kafan mereka diukup,

أوصى أبوسعيد وابن عمر وابن عباس رضي الله عنهم ان تجمر اكفنهم بالعود

Artinya: Abu Said, Ibnu Umar dan Ibnu Abbas ra. Berwasiat agar kain-kain kafan mereka diukup dengan kayu gaharu Bahkan Rasulullah SAW pernah bersabda,

“Jauhkanlah masjid-masjid kamu dari anak-anak kamu, dari pertengkaran kamu, pendarahan kamu dan jual beli kamu. Ukuplah masjid-masjid itu pada hari perhimpunan kamu dan jadikanlah pada pintu-pintunya itu alat-alat bersuci.” (HR. Al-Thabrani).

Hadits-hadits tersebut menunjukkan betapa wangi-wangian adalah sesuatu yang telah menjadi tradisi di zaman Rasulullah SAW.

Hukum Membakar Kemenyan

Habib Novel Alaydrus dalam tayangan di YouTube channelnya yang berjudul Membakar Menyan (kemenyan), menjelaskan hukum membakar kemenyan dalam Islam. detikHikmah telah mendapat izin dari Habib Novel Alaydrus untuk mengutip isi tayangan ini. Dalam video, ia menjelaskan bahwa penggunaan kemenyan sebagai wangi-wangian adalah bagian dari sunnah.

“Menyan adalah istilah dalam bahasa Jawa yang merujuk pada bahan aromatik yang dibakar, menghasilkan asap yang beraroma khas. Dalam istilah modern, menyan bisa disamakan dengan aromaterapi, yaitu membakar bahan tertentu untuk menciptakan suasana harum,” jelas Habib Novel.

Lebih lanjut Habib Novel menjelaskan dalam bahasa Arab, istilah menyan dikenal sebagai “bukhūr” atau “ghāru” (gaharu). Rasulullah SAW dan para sahabat dikenal menyukai bau-bauan harum, terutama saat hendak salat atau menghadiri majelis.

Islam sangat menjunjung tinggi kebersihan dan keharuman. Rasulullah SAW bersabda,

“Sesungguhnya Allah itu indah dan menyukai keindahan.” (HR. Muslim)

Maka, jika seseorang membakar menyan atau dupa dengan niat untuk mengharumkan ruangan, menyegarkan suasana ibadah, atau mengikuti sunnah Nabi saw dalam menjaga kebersihan dan aroma tubuh, maka perbuatan itu tergolong mustahabb (disukai) bahkan sunnah.

Sayangnya, sebagian orang terburu-buru menuduh bahwa membakar menyan adalah perbuatan syirik. Padahal, tidak semua yang tampak serupa dengan ritual syirik otomatis dihukumi syirik. Yang menjadi ukuran dalam Islam adalah niat dan tujuan.

“Jika niatnya untuk mengharumkan ruangan sehingga orang lebih khusyuk dalam berdoa, agar para malaikat senang, maka itu sunnah yang pernah dianjurkan. Maka jangan dikatakan orang yang bakar menyan telah berbuat musyrik, dia telah menyekutukan Allah. Di mana letak menyekutukan Allah? Tidak ada, karena niatnya adalah untuk mengagungkan sunnah Nabi Muhammad SAW agar harum wangi dan khusuk.” jelas Habib Novel.

(dvs/lus)



Sumber : www.detik.com

BPJPH Apresiasi Dukungan Pemprov Jabar Fasilitasi Sertifikasi Halal UMK



Jakarta

Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) RI mengapresiasi Pemerintah Provinsi Jawa Barat atas sinergi aktif dalam pembinaan, edukasi, dan fasilitasi sertifikasi halal untuk pelaku usaha mikro dan kecil (UMK).

Apresiasi ini disampaikan Deputi Pembinaan dan Pengawasan JPH BPJPH, E.A. Chuzaemi Abidin, dalam kegiatan Pembinaan Sertifikasi Halal di Gedung BAZNAS Kabupaten Bogor pada Selasa (5/8).

“Kami mengapresiasi dukungan pemerintah daerah dalam program sertifikasi halal bagi pelaku usaha, melalui sinergi dalam pembinaan, edukasi, sosialisasi, hingga fasilitasi pelaku usaha dalam pelaksanaan sertifikasi halal,” ujar Chuzaemi dalam keterangan tertulis, Rabu (6/8/2025).


Menurutnya, dukungan tersebut sangat penting mengingat banyaknya pelaku UMK di Indonesia. Sertifikasi halal, lanjutnya, menjadi salah satu kebutuhan utama dalam menjaga daya saing produk dan kepercayaan konsumen.

BPJPH sendiri menargetkan satu juta kuota Sertifikasi Halal Gratis (Sehati) tahun ini bagi pelaku UMK di seluruh Indonesia. Jawa Barat menjadi salah satu provinsi dengan antusiasme dan jangkauan fasilitasi yang tinggi.

“Fasilitasi baik yang diwujudkan dalam bentuk pendampingan dan edukasi hingga fasilitasi pembiayaan sertifikasi halal baik self declare maupun reguler keberadaannya sangat penting sebagai bentuk kemudahan bagi pelaku usaha dalam mengurus sertifikat halal, khususnya pelaku UMK yang jumlahnya sangat banyak dan tersebar di seluruh Indonesia.” lanjut Chuzaemi.

Kegiatan pembinaan ini diikuti oleh 150 pelaku UMK dari berbagai sektor. Selain sesi edukasi, BPJPH juga membuka layanan sertifikasi halal secara langsung (on the spot) kepada peserta yang hadir.

Chuzaemi berharap pelaku usaha memanfaatkan layanan tersebut secara maksimal dan mendorong kolaborasi Dinas terkait agar target sertifikasi halal nasional dapat tercapai.

Turut hadir dalam kegiatan tersebut Direktur Pengawasan Jaminan Produk Halal BPJPH Budi Setyo Hartoto, Kepala Dinas Perikanan dan Peternakan Kabupaten Bogor Nurhayati, Ketua TP PKK Bogor Asep Fahrudin, Ketua Umum Gabungan Organisasi Wanita (GOW) Sri Mulyati, serta perwakilan lembaga dan stakeholder terkait.

(akd/akd)



Sumber : www.detik.com

Merdeka Sekarang atau 300 Tahun Lagi



Jakarta

Kemerdekaan Indonesia tak lepas dari peran para ulama. Mereka mendesak Soekarno memproklamasikan kemerdekaan pada Jumat Legi, 9 Ramadan 1364 H yang bertepatan dengan 17 Agustus 1945.

Dalam buku Sejarah Hukum Indonesia karya Prof Sutan Remy Sjahdeini, beberapa ulama Indonesia seperti KH Abdul Mukti, Syekh Musa, dan KH Hasyim Asy’ari berpendapat proklamasi kemerdekaan merupakan desakan para ulama. Mereka berpendapat, Soekarno kala itu tidak mau memproklamasikan kemerdekaan Indonesia karena dihalangi Inggris yang menyebut akan dibuat seperti Hiroshima dan Nagasaki.


Namun, para ulama mendorong dan mendesak Soekarno berani memproklamasikan kemerdekaan. Jika tidak dilakukan sekarang, kata mereka, Indonesia harus menunggu 300 tahun lagi untuk bisa merdeka.

“Menurut pendapat para ulama saat itu (bertepatan dengan hari Jumat Legi tanggal 9 Ramadan 1364 H bertepatan tanggal 17 Agustus 1945 M), karena apabila tidak segera memproklamirkan kemerdekaan negara dan bangsa kita sekarang, maka kita harus menunggu kemerdekaan negara dan bangsa ini selama 300 tahun mendatang,” tulis keterangan dalam buku tersebut.

detikHikmah belum menemukan narasi utuh untuk desakan itu. Namun, yang pasti, Soekarno minta nasihat dari para ulama untuk menentukan tanggal kemerdekaan Indonesia.

“Soekarno yang senantiasa meminta pendapat dan sumbang para ulama ketika hendak melakukan hal-hal penting, maka terkait dengan tanggal kemerdekaan Indonesia ia meminta nasihat kepada KH Hasyim Asy’ari mengenai waktu dan tanggal yang baik untuk proklamasi kemerdekaan,” tulis Rizem Aizid dalam buku Selayang Pandang K.H. Hasyim Asy’ari.

KH Hasyim Asy’ari kemudian menyarankan tanggal 17 Agustus 1945. Tanggal itu bertepatan dengan hari Jumat, 9 Ramadan 1364 H. Pemilihan hari ini juga merupakan hasil istikharah para ulama, termasuk dari KH Hasyim Asy’ari sendiri.

“Hari Jumat dipilih karena merupakan penghulu atau rajanya hari dalam seminggu, tanggal 9 merupakan angka tertinggi dalam hitungan Jawa, sedangkan bulan Ramadan menjadi ‘rajanya’ bulan dalam setahun, karena bulan ini penuh maghfirah dan bulan yang mulia dalam Islam,” jelas Rizem Aizid.

Usulan tersebut kemudian dilaksanakan Soekarno. Pada Jumat pagi pukul 10.00 WIB, dalam kondisi puasa, Soekarno memproklamasikan kemerdekaan Indonesia di Jalan Pegangsaan Timur Nomor 56, Jakarta Pusat. Ia didampingi Mohammad Hatta saat membacakan teks proklamasi yang diketik Sayuti Melik.

PROKLAMASI

Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan Kemerdekaan Indonesia.
Hal-hal jang mengenai pemindahan kekoeasaan d.l.l., diselenggarakan dengan tjara saksama dan dalam tempo jang sesingkat-singkatnja.

Djakarta, hari 17 boelan 8 tahoen 05.
Atas nama bangsa Indonesia,
Soekarno/Hatta.

(kri/erd)



Sumber : www.detik.com

Benarkah Allah Menurunkan 320 Ribu Bala pada Rabu Terakhir Bulan Safar?


Jakarta

Hari ini adalah Rabu terakhir bulan Safar 1447 H. Masyarakat Indonesia, khususnya Jawa, menyebutnya Rebo Wekasan.

Ada satu keyakinan bahwa Allah SWT akan menurunkan 320.000 bala bencana pada hari ini. Karenanya, Rebo Wekasan menjadi hari tersulit dalam setahun hingga muncul anjuran mengerjakan salat sunnah untuk mohon perlindungan.


Hal tersebut tertulis dalam Kanz Al-Najah Wa Al-Surur karya Syekh Abdul Hamid bin Muhammad Quds al-Maki. Gus Arifin dalam buku Jejak Cahaya di Atas Sajadah mengatakan anjuran salat Rebo Wekasan juga terdapat dalam Risalah Bahjatul Mardhiyyah fil Fawaidil Ukhrhiyah karangan Syekh Muhammad Dawud Al-Fathani.

Berikut bunyinya,

“Setiap hari Rabu akhir bulan Safar turun 320.000 bala (penyakit), barang siapa yang salat 4 (empat) rakaat pada hari itu, lalu setiap rakaat setelah membaca Al-Fatihah ia membaca innâ a’thainâ kal kautsar 17 kali, qulhuwallahu ahad 5 kali, dan mu’awwidzatain (Al-Falaq dan An-Nas) masing-masing satu kali, kemudian setelah salam, berdoa kemudian wafaq-nya (kertas yang ada tulisan huruf-huruf Arab tertentu) digunting lantas dibenamkan ke dalam air dan airnya diminum, insyaallah akan selamat dari semua penyakit.”

Ulama lain, Syekh Shukur Kanji dalam Khawajah Mughni al-Din dan al-Buni dalam al-Firdaus juga memaparkan turunnya bala pada Rabu terakhir bulan Safar. Mereka juga menganjurkan salat tapi enam rakaat dengan tiap dua rakaat salam. Rakaat pertama membaca Al Fatihah dan Ayat Kursi, rakaat kedua membaca Al Fatihah dan Al Ikhlas lalu melanjutkannya dengan doa tolak bala.

Benarkah 320.000 Malapetaka Turun Bulan Safar?

Menurut penelusuran detikHikmah, turunnya 320.000 bala pada Rabu terakhir bulan Safar termasuk anjuran salat Rebo Wekasan tidak terdapat dalam hadits-hadits shahih. Keyakinan ini ditolak dengan hadits bahwa tak ada kepercayaan turunnya malapetaka pada bulan Safar.

عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ إِنَّ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم: قَالَ لَا عَدْوَى وَلَا صَفَرَ وَلَا هَامَةَ. رواه البخاري ومسلم

Artinya: “Dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda, ‘Tidak ada penyakit menular. Tidak ada kepercayaan datangnya malapetaka di bulan Safar. Tidak ada kepercayaan bahwa orang mati itu rohnya menjadi burung yang terbang’.” (HR Bukhari dan Muslim)

Redaksi lain,

لاَ عَدْوَى وَلَا طَيْرَةَ وَلَا هَامَةَ وَلَا صَفَر وَفر مِنَ المَجْذُوْمِ كَمَا تَفِرُ مِنَ الأَسَدِ

Artinya: “Tidak ada penyakit menular, thiyarah, dan burung hantu, dan Safar (yang dianggap membawa kesialan). Dan larilah dari penyakit kusta seperti engkau lari dari singa.” (HR Bukhari dan Muslim)

Kepercayaan Safar sebagai bulan sial berkembang di masyarakat Arab jahiliah. Sebutan safar diambil dari nama jenis penyakit di perut.

Wallahu a’lam.

(kri/inf)



Sumber : www.detik.com

Wajah Gloomy, Aura Positif, Banyak Disenangi, Mau?



Jakarta

Sebagian besar orang tua mulai gelisah. Apa sebab? Salah satu putrinya sudah melewati usia rata-rata pantas menikah.

Para orang tua yang demikian itu, acap kali sudah sering meminta para kenalan untuk membantu. Terlebih kerabat dekat. Biasanya sudah sering dihubungi. Untuk mencarikan pasangan yang setidaknya pantas. Tidak mengajukan banyak syarat. Kalau perlu harus menyertakan dana pun tidak masalah. Asal lekas!

Tapi tunggu dulu. Jangan menduga karena para putri beliau-beliau ini tidak memiliki fisik yang baik. Bahkan fisik mereka good looking. Tidak hanya good looking, banyak di antara mereka yang kecerdasannya di atas rata-rata. Gelarnya pun terkadang lumayan. Bahkan dari sisi materi boleh jadi mereka tidak memerlukan dukungan para calon suami.

Entah karena kondisi yang demikian itu, justru menjadi bumerang bagi mereka. Memagari diri dengan mengangkat persyaratan yang agak tinggi, atau beberapa hal lain.


Sebagian fakta, banyak di antara mereka yang jika berbicara sering membuat orang lain tersinggung. Istilahnya dalam bahasa Jawa nyelekit –menimbulkan rasa getir di hati yang mendengar. Kalau itu yang menjadi alasan utama, coba kita belajar bagaimana cara menepikan kendala itu.

Sebuah teori yang tingkat kepercayaannya mencapai 100 prosen!

Salah seorang guru besar terkenal dalam bidang psikologi, Profesor John Bargh. Guru besar dari universitas Yale Amerika Serikat. Ia melakukan riset self-talk, bicara sendiri. Riset ini menghasilkan sebuah teori yang sangat terkenal, Bargh Hallway Theory.

Dalam risetnya, ia menguji efek kata-kata pada tubuh. Ia meminta empat puluh orang mahasiswanya yang bersedia ikut dalam risetnya. Bargh memerintahkan mereka untuk mengulang-ulang, berkata-kata pada dirinya sendiri. Itu harus mereka lakukan selama 30 hari.

Empat puluh mahasiswa itu dibagi dalam dua kelompok. Ialah kelompok A dan kelompok B.
Kelompok A diminta selalu mengulang hanya kata-kata yang bernilai positif misalnya; hidup ini nikmat, hidup ini ceria, cuaca menyenangkan, rezeki lancar, sehat selalu, Tuhan baik, pemerintah bagus, cari kerja mudah, sehat, lucu, asyik. Secara prinsip mereka harus mengulang kata-kata yang berkonotasi menyenangkan, entah apa saja kata-kata itu. Pengulangan itu dilakukan selama 30 hari.

Kelompok B diminta untuk selalu mengulang kata-kata yang bernilai negatif. Misalnya: Tuhan jahat, nasib jelek, lapangan kerja sempit, zaman gila, korupsi merajalela, bangsa keparat, sialan, brengsek, susah mencari kerja, jalan macet, sampah di mana-mana, pemimpin bodoh, malas. Pendek kata, semua kata yang memberi kesan marah, bete, dan galau.

Evaluasi hasil riset dilakukan pada hari ke-30. Baik pada kelompok A maupun kelompok B. Ada sejumlah 100 orang pakar dari berbagai disiplin ilmu yang diminta melakukan evaluasi. Dilakukan evaluasi terhadap seluruh ekspresi wajah dan tampilan gerak. Evaluasi menggunakan sejumlah kamera besar yang tersembunyi

Riset itu menghasilkan tingkat kepercayaan sampai 100 persen.
Hasil yang diperoleh adalah;
kelompok A memiliki pancaran wajah yang gloomy, wajah yang berkilau dan berbinar. Ekspresi ini ditampilkan oleh peserta, walau dia hanya mengenakan jeans dan kaos oblong. Kulit mereka tampak terang, wajahnya ceria, auranya menyenangkan. Para responden menjadi ingin dekat dengan orang-orang tersebut.

Kelompok B memiliki pancaran wajah yang kumuh dan suram. Padahal pada saat datang mereka memakai tiga lapis jas yang mestinya membuat mereka parlente.

Bargh Hallway Theory ditulis oleh Malcolm Gladwell dalam buku “Blink: The Power of Thinking Without Thinking” (2012). Buku ini terkenal di seluruh dunia.

Di dalam Islam, berkata baik, berkata-kata yang bernilai positif menjadi standar evaluasi apakah orang bisa dimasukkan dalam kriteria beriman kepada Allah dan hari akhir.
“Man kaana yu’minu billaahi wal yaumil aakhir, fal yaqul khayran aw liyashmut,” Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah dia berkata-kata yang baik, atau (kalau tidak bisa berkata baik) diam. Itu sabda Nabiy SAW.

Sedangkan orang beriman yang berkata tepat dapat diampuni dosa-dosanya (QS alAhzab (33) ayat 70).

Suatu ketika, cucu Rasulullah Hasan bi Ali RA. berjalan bersama putranya yang diberi nama Muhammad. Hasan bin Ali dicela habis-habisan oleh seseorang. Tetapi beliau tidak membalas satu pun kata-kata kurang baik. Beliau hanya diam.

Pencela segera pergi ketika merasa puas mencela.
Muhammad bin Hasan RA., putra beliau heran,”Wahai Ayah, mengapa Ayah tidak membalas?” Hasan bin Ali menjawab, “Anakku, Ayah tidak tahu bagaimana caranya membalas!”

Kata-kata buruk, bukan hanya ditahan untuk tidak diucapkan ketika berucap sendiri, “self-talk”. Bahkan kata-kata buruk itu harus ditahan walau stimulus untuk mengeluarkan kata-kata buruk datang bertubi-tubi.
Contohnya ialah pada kisah di atas Hasan bin Ali (cucu Rasululullah) dan putranya (cicit Rasulullah) yang bernama Muhammad bin Hasan.

Semoga, melalui upaya mengubah kebiasaan lama, kepada kebiasaan baru. Ialah mengganti seluruh kata-kata buruk, menjadi kata-kata baik, setiap siapa pun mampu memperoleh hasil positif sesuai riset Bargh. Begitu pun para remaja yang beranjak mencapai usia wajar untuk berkeluarga, mudah memperoleh pasangan yang baik untuk menikah!

Abdurachman

Penulis adalah Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya, Pemerhati spiritual medis dan penasihat sejumlah masjid di Surabaya

Artikel ini adalah kiriman dari pembaca detikcom. Seluruh isi artikel menjadi tanggung jawab penulis

(erd/erd)



Sumber : www.detik.com

Merumuskan Ulang Posisi Islam Indonesia dalam Kancah Global



Jakarta

Kunjungan Grand Syaikh Al-Azhar Dr. Ahmed Muhammad Ahmed El-Tayeb untuk ketiga kalinya ke Indonesia, pada 8 hingga 11 Juli 2024, yang merupakan bagian dari lawatannya ke Asia Tenggara, patut mendapat sambutan istimewa karena beberapa alasan. Kunjungan ini bertujuan untuk menggaungkan Piagam Persaudaraan Manusia untuk Perdamaian Dunia, yang ditandatangani oleh pemimpin tertinggi Universitas Al-Azhar dan Paus Fransiskus di Abu Dhabi pada tahun 2019, sebagaimana dijelaskan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas (balitbangdiklat.kemenag.go.id 26/6/2024).

Lebih dari itu, kunjungan Grand Syaikh Al-Azhar kali ini memiliki arti penting bukan saja bagi penguatan hubungan historis yang mendalam antara Indonesia dan Mesir, tetapi juga bagi upaya Indonesia untuk memperkuat posisi strategisnya dalam kancah global. Indonesia dan Mesir dapat bergandengan tangan berdiri di depan untuk menyuarakan perdamaian dan persaudaraan sambil melawan segala bentuk ekstremisme, radikalisme dan kekerasan. Ditopang Al-Azhar, Mesir dikenal sebagai benteng nilai-nilai moderasi dan toleransi. Begitu juga Indonesia. Dengan Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah sebagai organisasi Islam terbesar, Indonesia masyhur dengan model keislaman yang inklusif dan damai.

Dalam lanskap dunia kontemporer, interaksi antara agama, politik, dan identitas menjadi semakin kompleks. Di antara dinamika ini, konsep “decentring Islam” (mendesentrisasi Islam) muncul sebagai paradigma signifikan. Decentring Islam berupaya untuk mengalihkan dari perspektif tradisional yang berpusat pada Arab mengenai identitas dan praktik Islam, ke arah keragaman dan pluralitas dalam dunia Muslim. Indonesia, sebagai negara berpenduduk mayoritas Muslim terbanyak dan satu negeri Asia besar, menawarkan sudut pandang unik untuk mengeksplorasi konsep ini dan implikasinya terhadap geopolitik global, wacana keagamaan, dan pertukaran budaya.


Secara historis, pemikiran dan praktik Islam sangat dipengaruhi oleh budaya Arab, mengingat asal-usul agama ini di Jazirah Arab. Pandangan yang berpusat pada Arab ini sering kali menutupi kekayaan keragaman tradisi Islam di berbagai wilayah, termasuk Indonesia yang sering masih dipandang pinggiran (peripheral). Decentring Islam bertujuan memperluas pemahaman tentang identitas Islam dengan mengakui dan menghargai berbagai ekspresi Islam yang dipraktikkan oleh Muslim non-Arab. Pendekatan ini menekankan pentingnya konteks lokal, kekhasan budaya, dan perkembangan historis yang membentuk praktik keagamaan Muslim di berbagai belahan dunia.

Decentring Islam bukan berarti mengurangi pentingnya kontribusi Arab terhadap peradaban Islam, tetapi mengakui bahwa Islam adalah agama global dengan berbagai macam ekspresi dan perubahan budaya. Ini bertujuan membongkar representasi Islam yang monolitik, dengan mendorong pemahaman yang lebih inklusif dan representatif yang mencerminkan realitas kehidupan Muslim di seluruh dunia.

Indonesia: Model Pluralisme Islam

Indonesia, rumah bagi lebih dari 270 juta Muslim, mewujudkan prinsip-prinsip decentring Islam melalui perpaduan khas antara iman Islam dan budaya lokal. Sejarah kepulauan ini ditandai oleh sintesis berbagai pengaruh budaya dan agama, termasuk Hindu, Buddha, dan kepercayaan adat, yang telah berjalin dengan tradisi Islam. Mosaik budaya ini melahirkan Islam khas Indonesia yang berakar kuat pada konteks lokal yang melahirkan berbagai keragaman di dalam Islam Indonesia itu sendiri. Kecuali Islam di Jawa yang terepresentasi dengan baik dalam berbagai kajian kesarjanaan, sebenarnya mosaik keragaman di berbagai kepulauan lain, termasuk wilayah Indonesia Timur, masih sangat menarik dieksplorasi untuk mendapatkan gambaran lebih utuh tentang Islam Indonesia.

Islam Indonesia ditandai oleh sifatnya yang moderat dan pluralistik. Falsafah dasar bangsa, Pancasila, yang mempromosikan toleransi dan inklusivitas beragama, memastikan bahwa semua komunitas agama dapat hidup berdampingan dengan harmonis. Pancasila menjadi falsafah antarbudaya (intercultural philosophy) yang sangat relevan dengan kemajemukan. NU dan Muhammadiyah mendukung interpretasi Islam yang kontekstual dan progresif yang sejalan dengan nilai-nilai Pancasila, demokrasi dan hak asasi manusia. Model pluralistik dan inklusif ini menawarkan narasi alternatif tentang Islam, dengan menunjukkan bahwa agama ini dapat berkembang dalam lingkungan budaya dan politik yang beragam.

Peran NU dan Muhammadiyah sangat penting dan tidak tergantikan dalam memosisikan Islam Indonesia dalam kancah global. Terutama melalui inisiatif pendidikan, sosial, dan politik mereka, NU dan Muhammadiyah berkontribusi pada pemahaman Islam yang lebih pluralistik dan inklusif, baik di Indonesia maupun di dunia Muslim yang lebih luas. Konsistensi mereka dalam inisiatif-inisiatif fundamental ini akan menentukan trayektori masa depan mereka dalam decentring Islam.

NU mengoperasikan jaringan luas pendidikan keagamaan (pesantren) di seluruh Indonesia, dari tingkat dasar sampai universitas, yang mendorong pendekatan holistik terhadap pembelajaran. Kurikulum sering kali mencakup pengajaran tentang toleransi beragama, demokrasi, dan hak asasi manusia. Demikian pula, Muhammadiyah telah membangun jaringan pendidikan yang komprehensif, yang menekankan pemikiran ilmiah dan rasional di samping pendidikan agama, mendorong pemikiran kritis dan inovasi. Lembaga-lembaga pendidikan yang mereka kelola perlu didorong tampil di kancah global, melalui pembukaan cabang-cabangnya di berbagai kawasan dunia Islam.

Reformulasi di Kancah Global

Posisi strategis Indonesia dalam kancah global bersifat multifaset, mencakup dimensi politik, ekonomi, dan budaya. Sebagai ekonomi terbesar di Asia Tenggara dan anggota G20, Indonesia memainkan peran krusial dalam urusan ekonomi regional dan global. Model pemerintahan demokratisnya dan identitas Islam moderatnya memberikan narasi alternatif terhadap persepsi Islam yang sering terpolarisasi dalam politik global.

Di panggung internasional, Indonesia aktif mempromosikan dialog dan kerja sama antaragama melalui kebijakan luar negerinya. Upaya diplomatik negara ini dalam mempromosikan perdamaian dan stabilitas di wilayah konflik, terutama di dunia Muslim, menunjukkan komitmennya terhadap tatanan global yang didasarkan pada saling menghormati dan pengertian. Kepemimpinan Indonesia dalam Organisasi Kerjasama Islam (OKI) dan partisipasinya dalam misi perdamaian PBB semakin menegaskan perannya sebagai mediator dan advokat perdamaian.
Secara budaya, Indonesia berkontribusi terhadap pemahaman global tentang Islam melalui warisan seni, sastra, dan praktik keagamaannya yang kaya. Peringatan tahunan hari raya Islam, perayaan musik dan tarian tradisional Islam, serta lembaga pendidikan Islam yang berkembang pesat semuanya mencerminkan budaya Islam Indonesia yang dinamis. Dengan membagikan aset budaya ini di panggung global, Indonesia membantu mendesentrisasi narasi yang berpusat pada Arab dan menyoroti keragaman dalam dunia Muslim.

Singkatnya, decentring Islam adalah kerangka kerja yang krusial untuk memahami sifat multifaset dari dunia Islam, dan posisi Indonesia sebagai negara mayoritas Muslim utama mencerminkan keragaman ini. Perpaduan unik antara iman Islam dan praktik budaya lokal, komitmennya terhadap pluralisme dan demokrasi, serta peran aktifnya dalam diplomasi global, semuanya berkontribusi pada pemahaman yang lebih bernuansa dan inklusif tentang Islam.

Seiring dunia terus bergumul dengan isu-isu identitas keagamaan dan koeksistensi, contoh Indonesia menawarkan wawasan berharga tentang bagaimana Islam dapat dipraktikkan dan dipahami dalam cara yang beragam dan dinamis. Dengan merangkul prinsip-prinsip decentring Islam, komunitas global dapat bergerak menuju apresiasi yang lebih komprehensif dan adil terhadap keragaman dunia Muslim yang sangat kaya. Dalam lingkup praktisnya, dengan memberdayakan segenap kemampuan ekonomi-politik dan modal kultural keislaman di kawasan, di Asia khususnya, dan global melalui prinsip co-production of peace, pemerintah dan warga Indonesia bisa lebih berperan untuk ikut menawarkan secercah harapan baru.

Noorhaidi Hasan
Guru Besar Islam dan Politik, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta

(erd/erd)



Sumber : www.detik.com

JNE Berangkatkan 559 Karyawan Ibadah Umrah



Jakarta

Dalam upaya meningkatkan spiritualitas dan kesejahteraan karyawan, JNE kembali memberangkatkan karyawannya untuk melaksanakan ibadah Umrah. Program ini merupakan salah satu bentuk penghargaan perusahaan terhadap para Ksatria dan Srikandi JNE yang sudah mengabdi kepada perusahaan selama lebih dari 12 tahun.

Memberangkatkan 559 karyawan yang terbagi menjadi 3 kloter, di mana keberangkatan pertama pada tanggal 7-15 Oktober 2024, dilanjutkan pada 14-22 Oktober 2024, dan kloter terakhir pada 24 Oktober-1 November 2024 nanti.

Ksatria dan Srikandi JNE yang berangkat kloter pertama, mengaku terharu dan bangga hingga meneteskan air mata saat pertama kali berada di Masjidil Haram, di depan Ka’bah yang menjadi kiblat shalat seluruh umat Muslim di seluruh dunia.


“Hal ini merupakan perwujudan nilai-nilai yang dijalankan JNE, sesuai dengan amanat pendiri JNE (alm) H Soeprapto Soeparno memberikan kesempatan setiap tahunnya memberangkatkan Ksatria dan Srikandi JNE untuk melaksanakan ibadah umrah yang diberikan oleh perusahaan sebagai bentuk apresiasi atas dedikasinya,” ujar Presiden Direkur JNE, M Feriadi Soeprapto, dalam keterangan tertulis, Senin (21/10/2024).

“Selain itu, umrah adalah semangat menapaki jejak Rasullah SAW dalam berbuat kebaikan, sehingga kembalinya dari Tanah Suci, para karyawan dapat membawa semangat baru yang menjadi motivasi bagi kita semua untuk terus memberikan yang terbaik bagi perusahaan,” sambungnya.

Pada tahun ini, karyawan yang berkesempatan mengikuti ibadah umrah dari berbagai kantor cabang JNE, seperti dari Banjarmasin, Bandung, Bekasi, Bogor, Balikpapan, Batam, Jakarta, Yogyakarta, Kendari, Medan, Solo, Bandar Lampung, Tarakan, Makassar, Palembang, Pontianak, Surabaya, Cilegon, Malang dan juga cabang utama lainnya, tampak serius dan antusias mengikuti seluruh rangkaian ibadah umrah yang di pandu oleh Ustadz Aqil Muzakki dan Muhammad Rezy Batubara.

Srikandi JNE Tarakan bagian Human Capital Rati Triastuti mengungkapkan rasa syukur karena hari keberangkatan merupakan hari yang ditunggu-tunggu olehnya. Di mana, waktu itu dirinya sempat tertahan dua tahun akibat dampak COVID-19.

“Alhamdulillah, kali ini tahun ke 14 saya bergabung di JNE mendapatkan hadiah paling indah yaitu umrah. Terima kasih kepada seluruh manajemen JNE saya dapat berangkat bersama teman-teman lainnya,” kata Rati.

Srikandi dari JNE Kendari Wiwin Widyasari menyatakanibadah umrah ini merupakan sebuah rezeki dari Allah SWT yang didatangkan melalui JNE. Dirinya mengatakan akan fokus beribadah dan berdoa untuk keluarga dan juga untuk kemajuan JNE.

Lain halnya dengan Ksatria JNE Jakarta bagian Regional Jawa Barat Caesario Wibisono Wauran. yang tidak menyangka dirinya diberangkatkan umrah dari JNE. Ia mengatakan dirinya mendapatkan undangan dari Allah SWT melalui JNE untuk dapat berkunjung beribadah disana.

“Terima kasih JNE, semoga JNE semakin maju dan tetap dapat memberangkatkan umrah Ksatria dan Srikandi JNE lainnya di mana merupakan impian mereka untuk dapat mengunjungi Tanah Suci ini,” pungkasnya.

(Content Promotion/JNE)



Sumber : www.detik.com