Tag Archives: jibril

Hadits tentang Iman dan Ihsan, Saat Jibril Mendatangi Rasulullah SAW


Jakarta

Secara bahasa, iman artinya membenarkan. Dalam Islam, iman dikatakan sebagai satu dasar kepercayaan kaum muslimin.

Setidaknya ada 6 rukun iman yang wajib diyakini seperti dikatakan dalam surah An Nisa ayat 136,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا آمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَالْكِتَابِ الَّذِي نَزَّلَ عَلَىٰ رَسُولِهِ وَالْكِتَابِ الَّذِي أَنْزَلَ مِنْ قَبْلُ ۚ وَمَنْ يَكْفُرْ بِاللَّهِ وَمَلَائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا بَعِيدًا


Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah, Rasul-Nya dan kepada kitab (Al Quran) yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya. Barangsiapa yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari kemudian, maka sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya.”

Mengutip dari buku Islamologi: Arti Iman susunan Maulana Muhammad Ali, iman juga diartikan sebagai percaya. Akar katanya berasal dari amana yang berarti percaya.

Pengertian Iman juga disebutkan dalam hadits dari Umar bin Khatthab, ia berkata pada suatu hari Rasulullah SAW didatangi oleh Malaikat Jibril, Jibril bertanya pada Rasulullah,

“Beritahukanlah kepadaku apa itu iman.” Rasulullah menjawab, “Iman itu artinya engkau beriman kepada Allah, para malaikat-malaikat Nya, kitab-kitab-Nya, Rasul-rasul-Nya, hari akhir, dan kamu beriman kepada takdir yang baik maupun yang buruk.” (HR Muslim)

Selain iman, ada juga yang dinamakan ihsan. Ihsan diartikan sebagai kebaikan secara bahasa, sebagaimana dikutip dari buku Aqidah Akhlak oleh Taofik Yusmansyah.

Ilmuwan abad pertengahan, Al-Raghib al-Ashfahani mengatakan bahwa ihsan lebih tinggi dari keadilan (keseimbangan antara memberi dan mengambil). Ihsan dikatakan sebagai sifat yang menjadikan pemiliknya memperlakukan orang lain dengan baik meskipun orang tersebut memperlakukannya dengan buruk.

Terkait iman dan ihsan ini juga tersemat dalam sebuah hadits. Seperti apa? Simak bahasannya berikut ini yang dirangkum dari arsip detikHikmah.

Hadits tentang Iman dan Ihsan

Dari Abu Hurairah RA, dia berkata:

“Rasulullah SAW sedang duduk bersama para sahabatnya, maka datanglah malaikat Jibril (dalam rupa seorang laki-laki) dan bertanya, apa iman itu? Nabi menjawab: engkau beriman kepada Allah, malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, utusan-utusan-Nya, dan hari kebangkitan. Kemudian ia bertanya lagi, apa Islam itu? Nabi menjawab: engkau beribadah kepada Allah dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatupun, engkau mendirikan salat, menunaikan zakat, saum di bulan Ramadan dan menunaikan ibadah haji. Kemudian ia bertanya lagi, apa ihsan itu? Engkau beribadah kepada Allah seolah-olah engkau melihat-Nya, dan jika engkau tidak melihat-Nya sesungguhnya Allah melihatmu,” (HR Bukhari).

Hadits serupa dengan redaksi yang berbeda juga terdapat dalam riwayat Muslim. Dari Umar RA, ia berkata:

“Ketika kami berada di majelis bersama Rasulullah pada suatu hari, tiba-tiba tampak di hadapan kami seorang laki-laki yang berpakaian sangat putih, berambut sangat hitam, tidak terlihat padanya tanda-tanda bekas perjalanan jauh dan tidak seorang pun di antara kami yang mengenalnya.

Lalu, dia duduk di hadapan Rasulullah dan menyandarkan lututnya pada lutut Rasulullah dan meletakkan tangannya di atas paha Rasulullah, selanjutnya ia berkata, ‘Hai Muhammad, beritahukan kepadaku tentang Islam!’

Rasulullah menjawab, ‘Islam itu engkau bersaksi bahwa sesungguhnya tiada Tuhan selain Allah dan sesungguhnya Muhammad itu utusan Allah, engkau mendirikan salat, mengeluarkan zakat, berpuasa pada bulan Ramadan dan mengerjakan ibadah haji ke Baitullah jika engkau mampu melakukannya.’

Orang itu berkata, ‘Engkau benar.’ Kami pun heran, ia bertanya lalu membenarkannya. Orang itu berkata lagi, ‘Beritahukan kepadaku tentang iman!’

Rasulullah menjawab, ‘Engkau beriman kepada Allah, kepada para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, kepada utusan-utusan-Nya, kepada hari kiamat dan kepada takdir yang baik maupun yang buruk.

Orang tadi berkata, ‘Engkau benar.’ Orang itu berkata lagi, ‘Beritahukan kepadaku tentang ihsan!’

Rasulullah menjawab, ‘Engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, jika engkau tidak melihatnya, sesungguhnya Dia pasti melihatmu.’

Orang itu berkata lagi, ‘Beritahukan kepadaku tentang kiamat!’

Rasulullah menjawab, ‘Orang yang ditanya itu tidak lebih tahu dari yang bertanya.” Selanjutnya orang itu berkata lagi, ‘Beritahukan kepadaku tentang tanda-tandanya!’

Rasulullah menjawab, ‘Jika hamba perempuan telah melahirkan tuan putrinya, jika engkau melihat orang-orang yang tidak beralas kaki, tidak berbaju, miskin dan penggembala kambing, berlomba-lombalah mendirikan bangunan.’

Kemudian pergilah ia, aku tetap tinggal beberapa lama kemudian Rasulullah berkata kepadaku, ‘Wahai Umar, tahukah engkau siapa yang bertanya itu?’ Saya menjawab, ‘Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui.’

Rasulullah berkata, ‘Ia adalah Jibril, dia datang untuk mengajarkan kepadamu tentang agama kepadamu,” (HR Muslim)

Apa Hubungan Iman dan Ihsan?

Selain iman dan ihsan, ada juga Islam. H Masan dalam buku Pendidikan Agama Islam mengatakan hubungan antara iman, Islam dan ihsan layaknya segitiga sama sisi.

Antara sisi satu dan lainnya memiliki hubungan yang sangat erat. Ia mengibaratkan takwa sebagai segitiga sama sisi, yang masing-masing sisinya terdiri dari iman, Islam, dan ihsan.

Demikian pembahasan mengenai hadits iman dan ihsan. Semoga bermanfaat.

(aeb/erd)



Sumber : www.detik.com

Seperti Apa Aroma Surga? Begini Penjelasannya Menurut Hadits


Jakarta

Surga adalah tempat yang penuh kebahagiaan dan kedamaian abadi. Penghuni surga kekal di dalamnya dan terbebas dari segala penderitaan serta kesulitan.

Allah SWT berfirman dalam surah An Nisa ayat 13,

تِلْكَ حُدُودُ ٱللَّهِ ۚ وَمَن يُطِعِ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥ يُدْخِلْهُ جَنَّٰتٍ تَجْرِى مِن تَحْتِهَا ٱلْأَنْهَٰرُ خَٰلِدِينَ فِيهَا ۚ وَذَٰلِكَ ٱلْفَوْزُ ٱلْعَظِيمُ


Artinya: “(Hukum-hukum tersebut) itu adalah ketentuan-ketentuan dari Allah. Barangsiapa mentaati Allah dan Rasul-Nya, pasti Allah akan memasukkannya ke dalam surga yang dialiri sungai-sungai, di mana mereka akan kekal di dalamnya. Itu adalah kemenangan yang besar.”

Selain itu, pada beberapa hadits turut diterangkan tentang aroma surga. Seperti apa aromanya?

Aroma Surga Seperti Wangi Kasturi

Menukil dari buku Megahnya Surga oleh Abdullah Syafi’ie, wangi surga diibaratkan seperti aroma kasturi. Ini sesuai dengan hadits dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda:

“Tanah surga berwarna putih, halamannya berupa batuan marmer. Ia dikelilingi kasturi seperti tuangan pasir. Di dalamnya terdapat sungai-sungai yang tersusun. Di sana penghuni surga dari tingkatan yang rendah dan tinggi bersua lalu saling berkenalan. Allah lalu menghembuskan angin rahmat, lalu tersebarlah wangi kasturi. Seorang laki-laki pulang menemui istrinya dalam keadaan yang semakin anggun dan wangi.”

Pada riwayat lainnya dikatakan wangi kasturi merupakan aroma debu dari surga. Nabi SAW bersabda,

“Ketika aku berjalan ke surga, aku melihat sungai yang di kedua tepinya terdapat gundukan mutiara. Aku bertanya kepada Jibril, ‘Apakah ini, wahai Jibril?’ Lalu, Jibril menjawab, ‘Ini adalah telaga Kautsar yang Allah berikan untukmu.’ Ternyata, debu surga adalah kasturi yang murni dan sangat wangi.” (HR Bukhari)

Dua Macam Aroma Surga

Sementara itu, Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah dalam karyanya yang bertajuk Hadiul Arwah ila Biladil Afrah terjemahan Fadhli Bahri menjelaskan bahwa ada dua macam wangi surga. Aroma pertama yaitu bisa ditemui dan dihirup oleh selain arwah, sehingga manusia yang masih hidup tidak dapat mencium wangi ini.

Sementara itu, aroma surga kedua dapat dideteksi dengan panca indra khususnya penciuman seperti aroma bunga dan sebagainya. Aroma jenis kedua dapat dijangkau seluruh penghuni surga di akhirat, baik dari tempat jauh maupun dekat.

Aroma surga dapat dicium dari jarak perjalanan puluhan hingga ratusan tahun. Ada yang menyebut 40 tahun, 50 tahun, 500 tahun, dan 1000 tahun perjalanan.

Dari Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash, Nabi SAW bersabda,

“Barangsiapa mengaku bernasab kepada selain ayahnya sendiri, maka dia tidak akan mencium bau surga. Padahal sesungguhnya bau surga itu benar-benar bisa tercium dari jarak perjalanan 50 tahun.” (HR Ahmad)

Wallahu a’lam

(aeb/inf)



Sumber : www.detik.com

Apakah Nabi Muhammad Melihat Allah ketika Isra Miraj?


Jakarta

Nabi Muhammad SAW diperjalankan Allah SWT dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa dan dinaikkan ke langit menuju Sidratul Muntaha untuk menerima perintah salat lima waktu. Perjalanan agung ini dikenal dengan Isra Miraj.

Ibnu Hajar al-Asqalani dan Imam as-Suyuthi dalam kitab al-Isra’ wa al-Mi’raj yang diterjemahkan Arya Noor Amarsyah, memaparkan hadits tentang peristiwa Isra Miraj Nabi Muhammad SAW tersebut. Hadits yang paling kuat dan bebas dari perselisihan dikeluarkan Imam Muslim dari Hamad ibn Salamah dari Tsabit dari Anas RA.

Dalam hadits tersebut dikatakan Rasulullah SAW dibersamai Malaikat Jibril saat Isra Miraj. Beliau naik kendaraan bernama buraq, sejenis hewan berwarna putih yang lebih besar dari keledai dan lebih kecil dari bagal.


Saat dinaikkan ke langit, Jibril-lah yang meminta para penjaga langit membukakan pintu. Setelah dibukakan, ada para nabi terdahulu yang menyambut dan mendoakan kebaikan untuk Rasulullah SAW.

Begitu sampai di langit ketujuh, Jibril membawa Nabi Muhammad SAW ke (pohon) Sidratul Muntaha yang daun-daunnya selebar telinga gajah dan buah-buahnya sebesar kendi.

“Tatkala Allah menitahkan perintah-Nya, (pohon) Sidratul Muntaha langsung berubah sehingga tidak ada satu makhluk pun yang bisa menggambarkannya karena sangat indah,” demikian sabda Rasulullah SAW menggambarkan keindahan Sidratul Muntaha.

Setelah itu, Allah SWT memberikan wahyu dan mewajibkan salat lima puluh kali kepada Nabi Muhammad SAW dalam sehari semalam. Rasulullah SAW kemudian turun dan bertemu Nabi Musa AS. Nabi Musa AS pun bertanya apa yang Allah SWT wajibkan kepada umat Rasulullah SAW.

Setelah mendengar jawaban Rasulullah SAW, Nabi Musa AS menyarankan agar meminta keringanan kepada Allah SWT, “Kembalilah menemui Tuhanmu dan mintalah keringanan kepada-Nya. Sebab, umatmu tidak akan mampu melakukan hal itu. Aku telah menguji bani Israil.”

Setelah beberapa kali mondar-mandir menghadap Allah SWT dan menemui Nabi Musa AS, akhirnya Allah SWT memberi keringanan dengan mewajibkan salat lima kali sehari semalam. Pahala setiap salat bernilai sepuluh kali kebaikan.

Apakah Nabi Muhammad Melihat Allah?

Pertanyaan apakah Nabi Muhammad SAW melihat Allah ketika Miraj kemudian muncul. Dalam Shahih Bukhari terdapat hadits bahwa hal ini pernah ditanyakan kepada Aisyah RA, istri Nabi Muhammad SAW.

Masruq berkata, “Aku bertanya kepada Aisyah RA, ‘Hai ibu, apakah Nabi Muhammad SAW telah melihat Tuhan?’ Aisyah RA menjawab, ‘Sungguh bulu romaku berdiri karena pertanyaanmu itu, di manakah (pemahamanmu) dari tiga hal berikut ini: 1) Siapa yang menerangkan kepadamu bahwa Nabi Muhammad SAW melihat Tuhan, maka ia dusta.

Lalu ‘Aisyah membaca ayat: Allah tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, dan Dia yang mencapai semua penglihatan, dan Dia Maha Halus kekuasaan-Nya yang Maha Mengetahui sedalam-dalamnya. Juga membaca ayat: Tiada seorang yang berkata-kata dengan Allah melainkan dengan wahyu atau dari balik tabir (hijab).”

2) Dan siapa yang mengatakan bahwa ia mengetahui apa yang akan terjadi esok hari, maka itu pun sungguh dusta, lalu dibacakan ayat: Dan tiada seorang pun yang mengetahui apa yang akan terjadi (atau dikerjakan) esok hari.

3) Dan siapa yang berkata bahwa Nabi Muhammad menyembunyikan apa yang diwahyukan oleh Allah maka sungguh orang itu dusta. Siti Aisyah membaca: Hai utusan Allah sampaikanlah apa yang diturunkan oleh Tuhan kepadamu.” Tetapi Nabi Muhammad SAW telah melihat Jibril dalam bentuk yang sebenarnya dua kali.

Imam Bukhari mengeluarkan hadits tersebut pada Kitab ke-65, Kitab Tafsir 53.

Ada juga hadits lain yang menerangkan Nabi Muhammad SAW tidak melihat Allah tetapi beliau telah melihat Malaikat Jibril. Berikut bunyi haditsnya,

. حَدِيْثُ عَائِشَةَ قَالَتْ مَنْ زَعَمَ أَنَّ مُحَمَّدًا رَأَى رَبَّهُ فَقَدْ أَعْظَمَ ولَكِنْ قد رَأَى جِبْرِيلَ فِي صُورَتِهِ وَخَلْقُهُ سَادٌ مَا بَيْنَ الأُفُقِ أخرجه البخاري في: ٥٩ كتاب بدء الخلق: ۷ باب إذا قال أحدكم آمين والملائكة في السماء

Artinya: ‘Aisyah berkata: “Siapa yang menerangkan bahwa Nabi Muhammad telah melihat Tuhannya, maka sungguh besar bahayanya, tetapi Nabi Muhammad telah melihat Malaikat Jibril dalam bentuk aslinya yang bisa menutupi ufuk.” (Dikeluarkan oleh Bukhari pada Kitab ke-59, Kitab Awal Mula Penciptaan bab ke-7, apabila salah seorang kalian berkata ‘amin’ bersamaan dengan ucapan Malaikat yang berada di langit)

Orang Mukmin Akan Melihat Allah di Akhirat

Dalam Shahih Bukhari juga terdapat hadits bahwa orang-orang mukmin bisa melihat Allah SWT di akhirat. Tak ada hijab antara manusia dengan tuhannya.

Diriwayatkan dari Abu Musa RA, Rasulullah SAW bersabda, “Ada dua surga yang semua perabot dan bejananya terbuat dari perak, lalu dua surga lagi bejana dan peralatannya terbuat dari emas, dan tidak ada hijab antara mereka dengan Tuhan agar mereka dapat melihatnya kecuali tabir kebesaran Allah dalam jannatu ‘adn.”

Hadits tersebut dikeluarkan Bukhari pada Kitab ke-65, Kitab Tafsir: 55 Surat Ar-Rahman.

Wallahu a’lam.

(kri/lus)



Sumber : www.detik.com

Kisah Nabi Muhammad Singkat dari Lahir sampai Wafat


Jakarta

Nabi Muhammad SAW adalah pembawa risalah Islam, hadir sebagai rahmat bagi seluruh alam. Kisah hidupnya yang penuh hikmah, perjuangan, dan keteladanan, menjadi panduan bagi umat Islam untuk menjalani kehidupan di dunia dan mencapai kebahagiaan di akhirat.

Kisah hidup Nabi Muhammad SAW, dari kelahiran hingga wafatnya, sarat dengan pelajaran berharga bagi umat manusia. Beliau adalah teladan dalam keimanan, ketaatan, dan juga akhlak yang mulia.

Kisah Nabi Muhammad

Berikut adalah riwayat hidup Nabi Muhammad SAW yang mengacu pada Sirah Nabawiyah karya Ibnu Ishaq dan Ibnu Hisyam, serta dirangkum dari kitab Al Wafa karya Ibnul Jauzi, Ar-Rahiq al-Makhtum Sirah Nabawiyah karya Syaikh Shafiyurrahman Al-Mubarakfuri, dan Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad karya Moenawar Chalil.


1. Lahir pada 12 Rabiul Awal Tahun Gajah

Nabi Muhammad SAW lahir pada hari Senin, 12 Rabiul Awal Tahun Gajah, menurut pendapat mayoritas. Para sejarawan menyebutkan bahwa Tahun Gajah bertepatan dengan tahun 570 atau 571 M.

Nama Tahun Gajah berasal dari serbuan pasukan gajah yang dipimpin oleh Gubernur Jenderal Najasyi dari Habasyah di Yaman, bernama Abrahah bin Shabah. Pasukan tersebut datang ke Makkah untuk menghancurkan Ka’bah sekitar 50 hari sebelum kelahiran Nabi Muhammad SAW.

Nabi Muhammad SAW lahir sebagai yatim, karena ayahnya, Abdullah bin Abdul Muthalib, meninggal ketika beliau masih dalam kandungan ibunya, Aminah binti Wahb.

2. Dibersihkan Hatinya oleh Malaikat

Pada masa kecil, Nabi Muhammad SAW mengalami kejadian luar biasa saat tinggal bersama ibu susunya, Halimah. Ketika Rasulullah SAW dan anak Halimah, Abdullah, sedang menggembala kambing, tiba-tiba dua malaikat mendekatinya, membawa Nabi Muhammad SAW agak jauh dari tempat menggembala, lalu membelah dadanya dan membersihkan hatinya.

Abdullah yang berada dalam keadaan tergopoh-gopoh dan menangis, menceritakan kepada ibunya bahwa Rasulullah SAW ditangkap oleh dua orang berpakaian putih yang kemudian membaringkannya dan membelah perutnya.

3. Umur 6 Tahun Yatim Piatu

Saat Nabi Muhammad SAW berusia 6 tahun, ibunya wafat. Sehingga, beliau menjadi yatim piatu. Menurut riwayat Ibnu Abbas, ibunda Nabi Muhammad SAW wafat dalam perjalanan pulang ke Makkah setelah mengunjungi paman-pamannya dari Bani Adi bin An-Najjr di Madinah, tempat ayahnya dimakamkan.

4. Diasuh Kakeknya selama 2 Tahun

Setelah menjadi yatim piatu, Nabi Muhammad SAW diasuh oleh kakeknya, Abdul Muthalib, selama sekitar dua tahun. Kemudian, Abdul Muthalib juga wafat.

5. Diasuh Pamannya dan Ikut Berdagang

Nabi Muhammad SAW setelah itu diasuh oleh pamannya, Abu Thalib. Bersama pamannya, beliau belajar ketekunan dan kerja keras, bahkan ikut berdagang keluar Makkah.

6. Menikah dengan Khadijah pada Usia 25 Tahun

Pada usia 25 tahun, Nabi Muhammad SAW menikah dengan saudagar Khadijah binti Khuwailid bin Asad. Khadijah RA adalah wanita bijaksana, cerdas, dan dihormati. Menurut Ibnu Hisyam, mahar pernikahan mereka berupa 20 ekor unta betina muda. Khadijah RA adalah istri pertama Rasulullah SAW dan beliau tidak menikah lagi sampai Khadijah wafat.

7. Menerima Wahyu Pertama pada Usia 40 Tahun

Pada usia 40 tahun, Nabi Muhammad SAW melakukan uzlah di Gua Hira. Dalam kesendirian tersebut, Malaikat Jibril datang menyampaikan wahyu pertama, yang menurut beberapa pendapat terjadi pada 17 Ramadan. Wahyu pertama yang diterima oleh Rasulullah AW adalah surah Al Alaq ayat 1-5.

8. Dakwah Sembunyi-sembunyi selama 3 Tahun

Setelah menerima wahyu, Rasulullah SAW berdakwah secara sembunyi-sembunyi di Makkah selama tiga tahun, mengajak orang-orang terdekat untuk memeluk Islam. Golongan pertama yang memeluk Islam adalah Khadijah, Zaid bin Haritsah, Ali bin Abi Thalib, dan Abu Bakar as-Siddiq, yang kemudian dikenal sebagai as-sabiqunal awwalun.

9. Dakwah Terang-terangan di Makkah selama 10 Tahun

Rasulullah SAW kemudian diperintahkan berdakwah secara terang-terangan. Beliau memulai dakwah kepada Bani Hasyim dan di Bukit Shafa. Kaum kafir Quraisy dengan keras menolak dakwah beliau, mengejek, menghina, dan menyebut beliau sebagai orang gila. Kaum muslim juga mendapat serangan dari kaum kafir Quraisy.

10. Peristiwa Isra’ Miraj

Pada akhir masa dakwah di Makkah, Rasulullah SAW melakukan perjalanan spiritual bersama Malaikat Jibril dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa, kemudian ke Sidratul Muntaha. Peristiwa ini dikenal sebagai Isra’ Miraj. Rasulullah SAW menerima kewajiban salat lima waktu dalam perjalanan tersebut.

11. Hijrah ke Madinah

Melihat situasi yang semakin tidak aman, Nabi Muhammad SAW memutuskan untuk hijrah atas perintah Allah SWT. Hijrah pertama kaum muslim ke Habasyah, dan kemudian dalam jumlah besar ke Madinah pada Jumat, 12 Rabiul Awal 1 H atau 622 M. Ada juga yang berpendapat bahwa peristiwa ini terjadi pada 2 Rabiul Awal.

12. Dakwah di Madinah selama 10 Tahun

Di Madinah, Rasulullah SAW berdakwah selama 10 tahun dengan strategi berbeda. Beliau membangun masjid sebagai pusat dakwah, membuat perjanjian dengan kaum Yahudi, mempersaudarakan kaum Muhajirin dan Ansar, serta membangun ekonomi rakyat dengan mendirikan pasar.

14. Melakukan Haji Wada pada 10 Hijriah

Rasulullah SAW melaksanakan haji pertama dan terakhir yang dikenal sebagai haji Wada pada tahun 10 H. Beliau juga menyampaikan khutbah terakhirnya pada haji itu.

15. Sakit Menjelang Wafat

Rasulullah SAW jatuh sakit tak lama setelah kembali dari haji Wada. Lima hari sebelum wafat, sakit beliau semakin parah dengan suhu tubuh yang tinggi dan rasa sakit yang amat dahsyat. Pada saat-saat menjelang wafat, beliau memberikan sejumlah wasiat kepada umat Islam.

16. Wafat pada Usia 63 Tahun

Pada usia 63 tahun, Nabi Muhammad SAW wafat di pangkuan istrinya, Sayyidah Aisyah. Menurut Tarikh Khulafa karya Imam as-Suyuthi, beliau wafat pada 12 Rabiul Awal tahun 11 H. Ada pula pendapat yang menyebut tahun wafatnya adalah 10 H.

(hnh/kri)



Sumber : www.detik.com

Sejak Kapan Nabi Muhammad Diangkat Menjadi Rasul?


Jakarta

Nabi Muhammad SAW merupakan sosok yang penting dalam ajaran agama Islam yang juga memiliki perjalanan hidup yang penuh makna. Salah satu momen paling krusial dalam sejarah Islam adalah ketika beliau diangkat menjadi Rasul.

Peristiwa agung ini menjadi titik balik bagi umat manusia, membawa ajaran-ajaran Islam yang membawa kedamaian dan rahmat bagi seluruh alam. Lantas, sejak kapan tepatnya Nabi Muhammad SAW menerima panggilan suci untuk menjadi utusan Allah SWT?

Nabi Muhammad Diangkat Menjadi Rasul

Dalam buku karya Ajen Dianawati berjudul Kisah Nabi Muhammad SAW, diceritakan bahwa Nabi Muhammad SAW diangkat menjadi rasul pada tanggal 17 Ramadhan tahun 611 Masehi. Pada momen tersebut, beliau mendapatkan wahyu pertamanya dari malaikat Jibril saat berada di Gua Hira.


Nabi Muhammad SAW ditunjuk sebagai rasul saat menerima wahyu pertama, yaitu Surat Al-Alaq ayat 1-5, di Gua Hira. Menjelang usia 40 tahun, beliau mulai sering menyendiri di gua tersebut, yang terletak di Jabal Nur, karena merasa banyak masyarakatnya saat itu yang bertentangan dengan nilai kebenaran.

Selama mengasingkan diri, Nabi Muhammad SAW membawa persediaan air dan roti gandum, dan berdiam di gua berukuran kecil tersebut yang panjangnya 4 hasta dan lebarnya sekitar 1,75 hasta.

Di bulan Ramadhan, beliau menggunakan waktu tersebut untuk beribadah dan merenung tentang keagungan ciptaan Allah. Serta ketidaksesuaian kehidupan sosial sekitarnya yang masih dipenuhi dengan praktik syirik.

Selama periode ini, beliau merasakan kebutuhan akan petunjuk lebih lanjut dalam menghadapi situasi tersebut tanpa mengetahui cara yang benar memiliki untuk mengubah keadaan.

Turunnya Wahyu Pertama

Moenawar Khalil dalam bukunya berjudul Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad, menjelaskan bahwa wahyu pertama yang diterima Nabi Muhammad SAW, yang menjadi penanda awal kenabian dan kerasulannya, didasarkan pada hadits yang diriwayatkan oleh Aisyah RA.

Aisyah RA berkata, “Yang pertama sekali apa (wahyu) yang dimuliakan pada Rasulullah SAW itu adalah impian yang baik dalam tidur. Beliau tidak melihat impian itu melainkan terang cuaca datang seperti terang cuacanya waktu subuh. Kemudian kepada beliau rasa amat suka bersembunyi (menyendiri) dan beliau juga menyendiri di Gua Hira maka beliau ber-tahannuts di dalamnya, yaitu beribadah dalam beberapa malam yang berbilangan sebelum beliau kembali pulang kepada ahli keluarganya, dan bersedia untuk yang demikian itu kemudian beliau kembali kepada Khadijah lalu mengambil perbekalan yang seperti itu sehingga datanglah Haq (kebenaran), sedang beliau ada di Gua Hira. Maka datanglah malaikat kepada beliau lalu berkata, ‘Bacalah!’

Beliau berkata, “Aku bukan pembaca.”

Lalu Jibril memegang beliau, lantas memeluknya dengan sekeras-kerasnya sampai payahlah beliau, lalu Jibril melepaskan beliau lantas berkata, “Bacalah!”

Beliau berkata, “Aku bukan pembaca.”

Lalu jibril memegang beliau lantas memeluknya yang kedua kalinya sampai merasa payahlah beliau, lalu melepaskan beliau lantas berkata, “Bacalah!”

Maka beliau berkata, “Aku bukan pembaca.”

Lalu Jibril memegang beliau lantas memeluk beliau dengan sekeras-kerasnya, kemudian melepaskan beliau lalu berkata, “Bacalah dengan nama Tuhanmu yang telah menciptakan. Dia menciptakan manusia dari darah yang beku! Bacalah olehmu dan Tuhanmu Maha Mulia yang mengajar manusia dengan pena, mengajar manusia tentang barang yang ia belum mengetahui.”

Wahyu Pertama Nabi Muhammad

Menurut buku Kisah Nabi Muhammad SAW yang ditulis oleh Ajen Dianawati, wahyu pertama yang diterima Nabi Muhammad sebagai tanda kenabiannya adalah surat Al-Alaq ayat 1-5. Berikut ini adalah bunyi wahyu pertama Rasullah SAW:

اِقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِيْ خَلَقَۚ ١ خَلَقَ الْاِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍۚ ٢ اِقْرَأْ وَرَبُّكَ الْاَكْرَمُۙ ٣ الَّذِيْ عَلَّمَ بِالْقَلَمِۙ ٤ عَلَّمَ الْاِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْۗ ٥

iqra` bismi rabbikalladzi khalaq, khalaqal-insana min ‘alaq, iqra` wa rabbukal-akram, alladzi ‘allama bil-qalam, ‘allamal-insana maa lam ya’lam

Artinya: “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan! Dia menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah! Tuhanmulah Yang Mahamulia, yang mengajar (manusia) dengan pena. Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya.” (QS Al ‘Alaq: 1-5)

Setelah wahyu pertama tersebut, wahyu-wahyu berikutnya diturunkan secara bertahap. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surat Al-Isra ayat 106:

وَقُرْاٰنًا فَرَقْنٰهُ لِتَقْرَاَهٗ عَلَى النَّاسِ عَلٰى مُكْثٍ وَّنَزَّلْنٰهُ تَنْزِيْلًا

Artinya: “Al-Qur’an Kami turunkan berangsur-angsur agar engkau (Nabi Muhammad) membacakannya kepada manusia secara perlahan-lahan dan Kami benar-benar menurunkannya secara bertahap.” (QS Al Isra: 106).

(hnh/lus)



Sumber : www.detik.com

Nabi Muhammad Diangkat Menjadi Rasul pada Usia 40 Tahun, Begini Kisahnya


Jakarta

Nabi Muhammad SAW adalah figur yang sangat penting dalam Islam, yang kehidupannya sarat dengan makna mendalam. Salah satu peristiwa paling penting dalam sejarah Islam adalah saat beliau diangkat sebagai Rasul.

Nabi Muhammad SAW diutus sebagai penerang untuk membimbing umat manusia dari kegelapan menuju cahaya iman. Di tengah masyarakat yang diliputi oleh kejahiliahan, penyembahan berhala, dan ketidakadilan, kehadiran beliau sebagai Rasul membawa misi rahmatan lil ‘alamin, yaitu membawa rahmat bagi seluruh alam.

Kapan Nabi Muhammad Diangkat Menjadi Rasul?

Nabi Muhammad diangkat menjadi Rasul saat beliau menginjak usia 40. Dijelaskan dalam buku karya Ajen Dianawati yang berjudul Kisah Nabi Muhammad SAW, Nabi Muhammad SAW diangkat sebagai Rasul pada tanggal 17 Ramadhan tahun 611 Masehi.


Pada saat itu, beliau menerima wahyu pertama dari Malaikat Jibril ketika sedang berada di Gua Hira.

Nabi Muhammad SAW diangkat menjadi Rasul ketika menerima wahyu pertama, yaitu Surah Al-Alaq https://www.detik.com/hikmah/quran-online/al-alaq ayat 1-5, di Gua Hira. Menjelang usia 40 tahun, beliau sering mengasingkan diri di gua yang terletak di Jabal Nur itu karena merasakan ketidakselarasan antara nilai kebenaran dengan kondisi masyarakat saat itu.

Selama masa pengasingannya, Nabi Muhammad SAW membawa bekal berupa air dan roti gandum, dan tinggal di gua kecil yang memiliki panjang 4 hasta dan lebar sekitar 1,75 hasta.

Pada bulan Ramadhan, beliau memanfaatkan waktunya untuk beribadah dan merenungkan keagungan ciptaan Allah SWT, serta memikirkan ketidaksesuaian antara nilai-nilai kebenaran dengan praktik kehidupan sosial yang masih dipenuhi oleh kemusyrikan.

Kisah Pengangkatan Nabi Muhammad Menjadi Rasul

Masih mengacu sumber yang sama, peristiwa pengangkatan Nabi Muhammad SAW sebagai Rasul Allah diceritakan terjadi ketika beliau sedang beribadah di Gua Hira. Di tempat tersebut, beliau sering merenungkan berbagai masalah dan memikirkannya dengan mendalam.

Tiba-tiba, seorang laki-laki yang tak dikenal mendekatinya. Laki-laki itu langsung memeluk Nabi Muhammad sambil berkata “Bacalah hai Muhammad!”

Kemudian Nabi Muhammad menjawabnya dengan mengatakan “Saya tidak bisa membaca.” Laki-laki itu melepas pelukannya dan kembali berkata, “Bacalah hai Muhammad!”

Nabi Muhammad SAW tetap memberikan jawaban yang sama, “Saya tidak bisa membaca.” Hingga akhirnya, laki-laki tersebut mengajarkan Nabi Muhammad untuk membaca surah Iqra atau Al-Alaq ayat 1-5 sampai beliau hafal. Sosok laki-laki itu ternyata adalah Malaikat Jibril.

Setelah kejadian tersebut, Nabi Muhammad SAW pulang dan memberi tahu istrinya, Siti Khadijah. Beliau pulang dengan wajah yang sangat pucat dan tubuh yang lemas. Siti Khadijah pun langsung bertanya, “Apa yang terjadi, suamiku?”

Nabi Muhammad SAW tidak segera menjawab pertanyaan itu, melainkan meminta istrinya untuk menyelimutinya. “Selimuti aku, Khadijah, selimuti aku!”

Setelah ketakutan Nabi Muhammad SAW perlahan mereda berkat dukungan Siti Khadijah, akhirnya beliau menceritakan peristiwa tersebut kepada istrinya. Setelah mendengar cerita suaminya, Siti Khadijah kemudian mendatangi Waraqah, seorang ahli Injil dan Taurat, untuk menyampaikan kabar tersebut.

“Sungguh suamimu telah mendapatkan wahyu, sebagaimana wahyu pernah datang kepada Nabi Musa. Sesungguhnya, di akan menjadi Rasul umat ini,” terang Waraqah.

Siti Khadijah memang telah memiliki firasat dan ternyata terbukti benar bahwa suaminya telah diangkat menjadi Rasul Allah.

Setelah peristiwa itu, Siti Khadijah langsung memeluk Islam, menjadikannya orang pertama yang masuk Islam. Siti Khadijah juga menjadi pendukung pertama Nabi Muhammad SAW dalam mengemban wahyu tersebut.

Nabi Muhammad SAW diangkat menjadi Rasul pada usia 40 tahun dan wafat pada usia 63 tahun. Selama 23 tahun perjalanan dakwahnya, beliau menghadapi tantangan yang sangat berat, terutama karena lingkungan sekitar masih dalam keadaan jahiliyah dan dikelilingi oleh orang-orang kejam dari kaum Quraisy.

Namun, dalam menyebarkan ajaran Islam, Nabi Muhammad SAW tidak sendirian. Beliau ditemani oleh istri dan para sahabatnya, seperti Abu Bakar As-Shiddiq, Umar bin Khattab, Ali bin Abi Thalib, dan lainnya.

Makna dari kisah pengangkatan Nabi Muhammad SAW sebagai Rasul bagi umat Islam adalah sebagai tonggak awal penyebaran ajaran Islam yang membawa pencerahan dan petunjuk bagi umat manusia. Peristiwa ini juga menegaskan pentingnya misi Nabi Muhammad SAW sebagai utusan Allah untuk mengajak umat manusia menuju jalan kebenaran dan ketauhidan.

(aeb/kri)



Sumber : www.detik.com

Kisah Nabi Muhammad SAW Membelah Bulan dalam Al-Qur’an


Jakarta

Nabi Muhammad SAW dianugerahi sejumlah mukjizat di sepanjang kenabiannya oleh Allah SWT. Salah satunya adalah mukjizat membelah bulan dengan jarinya yang dijelaskan dalam Al-Qur’an.

Menurut surah Al Qamar ayat 1-3, Allah SWT menurunkan firman-Nya mengenai keajaiban ini:

(1) اِقْتَرَبَتِ السَّاعَةُ وَانْشَقَّ الْقَمَرُ


(2) وَاِنْ يَّرَوْا اٰيَةً يُّعْرِضُوْا وَيَقُوْلُوْا سِحْرٌ مُّسْتَمِرٌّ

(3) وَكَذَّبُوْا وَاتَّبَعُوْٓا اَهْوَاۤءَهُمْ وَكُلُّ اَمْرٍ مُّسْتَقِرٌّ

Artinya: Hari Kiamat makin dekat dan bulan terbelah. Jika mereka (kaum musyrik Makkah) melihat suatu tanda (mukjizat), mereka berpaling dan berkata, “(Ini adalah) sihir yang terus-menerus.” Mereka mendustakan (Nabi Muhammad) dan mengikuti keinginan mereka, padahal setiap urusan telah ada ketetapannya.”

Ibnu Katsir dalam Kitab Tafsir Jilid 7 yang diterjemahkan Abdul Ghoffar dan Abu Ihsan al-Atsari, ayat di atas menceritakan tentang penduduk Makkah pernah meminta Rasulullah SAW untuk menunjukkan tanda kekuasaan Allah SWT. Untuk itulah, bulan pernah terbelah menjadi dua pada masa Rasulullah SAW.

Meski demikian, para golongan kafir Quraisy di Makkah menolak tunduk atau meyakini tanda-tanda yang sudah ditunjukkan kepada mereka. Sebaliknya, mereka beranggapan bahwa tanda tersebut semata hanya pertunjukkan sihir.

Kisah Nabi Muhammad SAW Membelah Bulan

Diceritakan dalam buku 115 Kisah Menakjubkan dalam Kehidupan Rasulullah SAW karya Fuad Abdurahman, kisah ini bermula saat Abu Jahal mengirim surat undangan kepada Habib ibn Malik, seorang raja di Syam. Habib berangkat bersama 12.000 pasukan berkuda menuju Makkah.

Saat tiba, Abu Jahal beserta para pembesar Quraisy menyambutnya dengan memberikan budak dan perhiasan.

Setelah duduk berhadapan, Habib bertanya kepada Abu Jahal tentang Nabi Muhammad SAW, namun Abu Jahal membantahnya, “Tuan, bertanyalah tentang bani Hasyim!” pinta Abu Jahal.

Habib menukas, “Siapakah Muhammad?”

Pembesar Quraisy yang menemui Abu Jahal menjawab, “Kami mengenalnya sejak kecil sebagai orang yang jujur dan bisa dipercaya. Saat berusia 40 tahun, ia berbalik menghina dan merendahkan Tuhan kami. Ia dakwahkan agama baru yang berbeda dari agama kami!”

“Bawalah ia ke hadapanku dengan suka rela! Bila tidak mau, paksalah!” kata Habib.

Kemudian, seseorang pergi memanggil Rasulullah SAW yang tanpa rasa takut sedikit pun datang menemui Habib ditemani sahabat setianya, Abu Bakar, dan istrinya, Khadijah.

Ketika Rasulullah SAW tiba di hadapan Habib, wajah beliau tampak bercahaya sehingga Habib tertegun dan berkata, “Hai Muhammad, engkau tahu bahwa setiap nabi memiliki mukjizat. Apakah kau juga memilikinya?”

“Apa yang engkau inginkan?” tanya Rasulullah SAW.

Habib berkata, “Aku ingin kau membuat matahari terbenam dan bulan merendah ke bumi, terbelah menjadi dua. Kemudian bulan itu bersatu lagi di atas kepalamu dan bersaksi atas kerasulanmu! Setelah itu, bulan kembali lagi ke langit dan bercahaya seperti purnama dan selanjutnya terbenam kembali serta matahari muncul seperti sedia kala!”

Mendengar permintaan Habib, Abu Jahal tersenyum jahat dan berkata, “Sungguh benar apa yang Tuan katakan! Permintaan Tuan sungguh luar biasa!”

Rasulullah SAW pergi meninggalkan Habib menuju Jabal Abu Qubaisy dan mendirikan salat dua rakaat. Setelah itu, beliau berdoa kepada Allah SWT.

Kemudian, Jibril datang dan berkata, “Assalamualaikum, ya Rasulullah. Allah menyampaikan salam kepadamu dan berfirman, ‘Kekasihku, janganlah kau bersedih dan bersusah hati! Aku selalu bersamamu. Pergilah temui mereka! Kuatkan hujahmu. Ketahuilah, Aku telah menundukkan matahari dan bulan, juga siang dan malam’.”

Saat itu hari beranjak sore dan matahari condong ke barat hingga akhirnya terbenam di ufuk barat. Semesta diliputi kegelapan, kemudian muncul bulan purnama.

Setelah bulan berada tepat di atas Rasulullah SAW, beliau memberi isyarat dengan jarinya. Bulan itu bergerak turun dan berhenti di hadapan beliau.

Lalu ia terbelah dua bagian. Selanjutnya, bulan berpadu lagi di atas kepala beliau dan bersaksi, “Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya.”

Setelah itu bulan kembali naik ke langit dan matahari muncul kembali seperti semula, karena saat itu belum datang waktunya untuk terbenam.

Meskipun mukjizat ditampakkan begitu nyata di hadapan Abu Jahal, tetap saja Abu Jahal dan para pengikutnya menganggapnya sebagai sihir. Mereka tetap tak mau beriman.

Dikutip dari buku Sejarah Terlengkap Nabi Muhammad SAW karya Abdurrahman bin Abdul Karim, kisah ini juga diriwayatkan dalam salah satu hadits,

“Pada zaman Rasulullah SAW, bulan terbelah menjadi dua. Orang-orang kafir Makkah ikut menyaksikannya.” (HR Bukhari)

Dilansir dari buku Misteri Kedua Belah Tangan dalam Shalat, Dzikir, dan Doa karya Dr. KH. Bachruddin Hasyim Subky, untuk menjawab semua keraguan tentang kemungkinan terjadinya peristiwa luar biasa ini Imam Razi berpendapat dari berbagai hadits bahwa peristiwa tersebut mirip dengan gerhana bulan, di mana separuh bulan tampak di langit.

Namun, para ulama sepakat bahwa tidak ada alasan untuk meragukan kebenaran hadits-hadits Nabi tentang pembelahan bulan menjadi dua bagian. Wallahu a’lam.

(rah/rah)



Sumber : www.detik.com

Utsman bin Affan, Sahabat yang Dermawan dan Pemilik Dua Cahaya


Jakarta

Utsman bin Affan adalah salah satu sahabat Rasulullah SAW yang memiliki pengaruh besar dalam sejarah Islam. Sebagai khalifah ketiga, ia dikenal karena kebaikan, kedermawanan, dan akhlak mulianya.

Kehidupannya yang penuh dengan keteguhan pada Islam menjadikannya salah satu sosok paling dihormati di kalangan muslim pada masanya. Berikut riwayat hidup lengkap Utsman bin Affan dan keistimewaan yang dimilikinya.

Riwayat Hidup Utsman bin Affan

Merangkum buku Tokoh-tokoh Besar Islam Sepanjang Sejarah yang ditulis oleh Syaikh Muhammad Sa’id Mursi terjemahan Khoirul Amru Harahap, nama lengkapnya adalah Utsman bin Affan bin Abi Ash bin Umayyah bin Abd Syams bin Abd Manaf, biasa dipanggil Abu Abdillah, ia lahir di Makkah lima tahun setelah kelahiran Rasulullah SAW atau lima tahun setelah peristiwa pasukan gajah yang menyerang Ka’bah.


Utsman dikenal sebagai sosok yang tampan, dengan kulit halus dan putih, jenggot lebat, bagian depan kepala botak, dan tangan yang kekar. Ia termasuk salah satu dari sepuluh orang yang dijamin masuk surga dan juga salah satu juru tulis wahyu (Al-Qur’an). Ia ikut salat menghadap dua kiblat dan berhijrah dua kali.

Dzu An-Nurain (pemilik dua cahaya) adalah gelar yang diberikan kepadanya, karena ia menikahi dua putri Rasulullah SAW. Pertama, ia menikahi Ruqayyah, dan setelah Ruqayyah meninggal, ia menikahi Ummu Kultsum.

Rasulullah SAW pernah mengatakan, “Seandainya kami memiliki tiga (putri), niscaya kami akan menikahkan dia dengan Anda,”

Utsman bin Affan terkenal sebagai pribadi yang pemalu. Suatu hari, ketika Rasulullah SAW tidur terlentang dengan kedua betis terbuka, Abu Bakar dan Umar meminta izin masuk, dan Rasulullah tetap dalam posisi tersebut.

Namun, ketika Utsman meminta izin, Rasulullah SAW langsung menutup betisnya sambil berkata, “Bagaimana aku tidak merasa malu kepada orang yang malaikat saja malu kepadanya?” (HR. Muslim).

Selain itu, Utsman juga dikenal sebagai sosok yang sangat dermawan. Pada perang Al-Asrah, ia menanggung semua perlengkapan separuh pasukan Muslim. Ia mendermakan 300 ekor onta, 50 ekor kuda beserta perlengkapannya, serta 1000 dinar yang diberikan langsung di hadapan Rasulullah SAW.

Rasulullah SAW pun mendoakannya, “Mudah-mudahan setelah ini, Utsman melakukan lebih banyak lagi” (HR. At-Tirmidzi).

Utsman sangat takut terhadap azab Allah SWT. Ia pernah berkata, “Seandainya aku berada di antara surga dan neraka, lalu aku tidak tahu ke mana aku akan disuruh masuk, maka aku akan memilih menjadi abu sebelum aku tahu ke mana aku akan dimasukkan.”

Rasulullah SAW pernah memberitakan bahwa Utsman akan masuk surga dan akan menghadapi fitnah serta terbunuh secara zalim. Utsman senantiasa bermunajat kepada Allah agar diberi kekuatan untuk bersabar menghadapi fitnah tersebut.

Utsman berjasa dalam menyempurnakan pengumpulan Al-Qur’an. Ia menghimpun umat untuk menggunakan mushaf yang telah dikumpulkan oleh Abu Bakar, lalu memerintahkan penyalinan mushaf tersebut dan membagikannya ke berbagai daerah. Semua mushaf lainnya dibakar.

Pada masa pemerintahannya, Utsman membuat perubahan besar. Ia adalah orang pertama yang memperluas bangunan Masjidil Haram dan Masjid Nabawi.

Ia juga membangun pangkalan angkatan laut, membentuk kepolisian negara, serta mendirikan gedung peradilan. Pada masa pemerintahan Abu Bakar dan Umar, sidang peradilan masih dilaksanakan di masjid.

Utsman juga yang pertama kali mendahulukan khutbah dalam salat Ied dan menambah adzan pada salat Jum’at. Ia juga meriwayatkan 146 hadits dari Nabi SAW.

Dalam kehidupan rumah tangganya, Utsman menikahi 8 wanita, empat di antaranya meninggal dunia. Mereka adalah Fakhitah, Ummu Banin, Ramlah, dan Naelah.

Utsman memiliki 17 orang anak, 9 di antaranya laki-laki dan 8 perempuan.

Keislaman Utsman bin Affan

Dalam buku Kisah Utsman bin Affan yang disusun oleh Ahmad Abdul Al-thanthawi terjemahan Tubagus Kesa diceritakan, ketika mendengar berita bahwa Rasulullah SAW telah menikahkan putrinya, Ruqayyah RA, dengan putra pamannya (putra Abu Lahab), Utsman bin Affan sangat menyayangkan hal tersebut. Ia merasa tidak dapat mendahului untuk menikahi Ruqayyah RA dan tidak mendapatkan perilaku mulia serta keluarga yang terhormat tersebut.

Utsman bin Affan pulang dengan perasaan sedih. Di rumah, ada bibinya, Sa’da binti Kuraiz, seorang wanita tua yang bijaksana dan teguh. Bibi itu menghibur Utsman dengan kabar gembira tentang munculnya seorang nabi yang akan menghapus penyembahan berhala dan mengajak untuk menyembah Allah SWT Yang Maha Esa. Dia juga mendorong Utsman untuk mengikuti ajaran nabi tersebut, dan memberi tahu bahwa Utsman akan memperoleh keberuntungan jika mengikuti jalan tersebut.

Utsman kemudian menceritakan apa yang dikatakan bibinya kepada Abu Bakar. Abu Bakar menjawab, “Demi Allah, wahai Utsman, bibimu benar. Engkau adalah seorang yang cerdas dan teguh. Kebenaran tidak akan tersembunyi darimu.” Abu Bakar kemudian bertanya, “Apa pendapatmu tentang berhala-berhala yang kita sembah? Bukankah mereka hanya batu yang tidak bisa mendengar atau melihat?” Utsman menjawab, “Benar.”

Abu Bakar melanjutkan, “Memang, apa yang dikatakan bibimu itu benar. Allah telah mengutus seorang nabi yang membawa petunjuk dan kebenaran.” Utsman pun bertanya, “Siapakah dia?” Abu Bakar menjawab, “Nabi itu adalah Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muthalib.” Utsman terkejut, “Apakah dia orang yang jujur dan terpercaya itu?” tanya Utsman. “Benar, dialah orangnya,” jawab Abu Bakar.

Utsman kemudian bertanya, “Maukah engkau menemani aku untuk menemui nabi itu?” Abu Bakar menjawab, “Tentu.” Keduanya pun pergi untuk menemui Nabi Muhammad SAW.

Saat bertemu dengan Utsman, Nabi SAW bersabda, “Wahai Utsman, ikutilah seruan Allah. Aku adalah utusan Allah untuk kalian dan seluruh umat manusia.”

Ketika tangan kanan Utsman bersalaman dengan Nabi SAW dan mendengar sabda beliau, hati Utsman merasakan kedamaian dan keyakinan penuh terhadap risalah yang disampaikan. Kemudian, Utsman pun bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya.

Keistimewaan Utsman bin Affan

Allah SWT memberikan banyak sifat baik, keutamaan yang melimpah, dan ragam perilaku terpuji kepada Utsman bin Affan, sang pemilik “dua cahaya”. Ia adalah sosok yang penuh dengan kebaikan dan kehormatan, baik sebelum maupun sesudah memeluk Islam.

Dalam buku Kisah Hidup Utsman ibn Affan yang disusun oleh Mushthafa Murad terjemahan Khalifurrahman Fath, Utsman pernah menuturkannya sendiri, “Sepuluh kebaikan tersimpan di sisi Tuhanku: aku adalah khalifah ketiga dalam Islam, aku menyiapkan jays al-‘usrah (pasukan dalam keadaan sulit), aku menghimpun Al-Quran di masa Rasulullah, aku dipercaya Rasulullah untuk menikah dengan salah seorang putrinya, Ruqayyah. Ketika Ruqayyah meninggal, aku dinikahkan lagi dengan putrinya yang lain, Ummu Kultsum. Aku tidak menumpuk harta, aku tidak berdusta, tak pernah kusentuh kemaluanku dengan tangan kanan sejak aku berbaiat kepada Rasulullah. Setiap hari Jum’at kubebaskan seorang budak hingga ketika aku tak memiliki lagi budak, aku membeli budak untuk dibebaskan, dan aku tidak berzina, baik di masa Jahiliah maupun setelah Islam.”

Semua keistimewaan ini ia raih berkat kebaikan akhlak, pekerti luhur, dan perilaku terpuji yang dimilikinya. Para sahabat pun berlomba-lomba ingin meraih kedudukan yang sama, namun Utsman lebih dahulu meraihnya.

Keistimewaan lain yang tak terbantahkan adalah bahwa Utsman bin Affan mendapat pengakuan sebagai muslim terbaik ketiga setelah Abu Bakar dan Umar. Abdullah bin Umar RA pernah berkata:

“Bagi kami, di zaman Rasulullah, tidak seorang pun yang menandingi Abu Bakar, kemudian Umar, kemudian Utsman. Para sahabat Rasulullah bersumpah untuk tidak membeda-bedakan mereka satu sama lain.”

Salah satu prestasi terbaik Utsman ibn Affan adalah menyatukan gaya bacaan (qira’ah) Al-Quran semua umat Islam. Ia menyusun mushaf Al-Quran sesuai dengan bacaan yang didasarkan Jibril kepada Rasulullah SAW di akhir hayatnya. Rasulullah SAW menyifati Utsman bin Affan sebagai al-shadiq (Kawan) dan al-syahîd (Syahid).

Ketika Rasulullah SAW berada di atas sebuah gunung batu bersama Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali, Thalhah, dan Zubair, tiba-tiba gunung batu itu berguncang. Rasulullah SAW bersabda,

“Tenanglah! Karena di sisi kalian ada Nabi, shadîq, dan syahid.”

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com