Tag Archives: kafir

Bacaan Doa ketika Mendengar Petir


Jakarta

Petir merupakan salah satu fenomena alam yang terdengar dengan suara keras, dan sering kali menyertai hujan deras. Dalam Islam, petir tidak hanya dianggap sebagai fenomena alam, tetapi juga sebagai tanda kekuasaan Allah SWT yang Maha Agung.

Sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an surah Ar-Ra’d ayat 13, petir bertasbih dengan memuji Allah SWT.

وَيُسَبِّحُ الرَّعْدُ بِحَمْدِهٖ وَالْمَلٰۤىِٕكَةُ مِنْ خِيْفَتِهٖۚ وَيُرْسِلُ الصَّوَاعِقَ فَيُصِيْبُ بِهَا مَنْ يَّشَاۤءُ وَهُمْ يُجَادِلُوْنَ فِى اللّٰهِۚ وَهُوَ شَدِيْدُ الْمِحَالِۗ ۝١٣


Artinya: “Guruh bertasbih dengan memuji-Nya, (demikian pula) malaikat karena takut kepada-Nya. Dia (Allah) melepaskan petir, lalu menimpakannya kepada siapa yang Dia kehendaki. Sementara itu, mereka (orang-orang kafir) berbantah-bantahan tentang kekuasaan Allah, padahal Dia Mahakeras hukuman-Nya.”

Suara petir juga sering kali menimbulkan rasa takut atau terkejut. Untuk itu, ketika mendengar suara petir, umat Islam dianjurkan untuk mengucapkan doa mendengar petir sebagai bentuk pengakuan atas kebesaran dan kekuasaan Allah SWT. Berikut adalah 3 doa mendengar petir.

3 Bacaan Doa saat Mendengar Petir

Dalam kitab Al-Adzkar Imam Nawawi, Ibnu Umar RA telah menceritakan bahwa Rasulullah SAW mengucapkan doa berikut apabila mendengar suara petir,

اللَّهُمَّ لَا تَقْتُلْنَا بِغَضَبِكَ ، وَلَا تُهْلِكْنَا بِعَذَابِكَ، وَعَافِنَا قبل ذلك.

Arab Latin: Allahumma laa taqtulnaa bighadabika, wa la tuhliknaa bi’adzaabika, wa ‘aafinaa qabla dzaalik.

Artinya: “Ya Allah, janganlah Engkau membunuh kami dengan kemur- kaan-Mu dan jangan pula membinasakan kami dengan azab- Mu, serta maafkanlah kami sebelum itu.”

Dalam riwayat lain, Abdullah ibnu az-Zubair RA apabila mendengar suara petir, ia berhenti dari berbicara, lalu mengucapkan doa mendengar petir berikut:

سُبْحَانَ الَّذِي يُسَبِّحُ الرَّعْدُ بِحَمْدِهِ وَالْمَلَائِكَةُ مِنْ خِيفَتِهِ.

Arab Latin: Subhanaalladzii yusabbihurra’du bihamdihi wal-malaa’ikatu min khiifatih.

Artinya: “Mahasuci Allah yang guruh bertasbih dengan memuji-Nya, juga para malaikat karena takut kepada-Nya.”

Adapun dari Thawus, seorang imam tabiin yang agung, bila mendengar suara petir, ia mengucapkan doa mendengar petir berikut:

سُبْحَانَ مَنْ سَبِّحْتَ لَهُ .

Arab Latin: Subhaana man sabbahtalah.

Artinya: “Mahasuci Tuhan yang engkau (guruh) bertasbih menyucikan-Nya.”

(inf/inf)



Sumber : www.detik.com

Baca Hasbunallah Wanikmal Wakil saat Hadapi Masalah, Allah Akan Beri Jalan


Jakarta

Bacaan hasbunallah wanikmal wakil diyakini menjadi pembuka pintu pertolongan Allah SWT. Lafaz ini juga menjadi sumber kekuatan iman saat menghadapi berbagai kesulitan hidup.

Mereka yang percaya kepada Allah SWT tidak akan pernah merasa putus asa saat menghadapi ujian yang diberikan-Nya. Keyakinan akan pertolongan dan perlindungan dari Allah SWT selalu hadir bagi mereka yang bersabar.

Sebagai motivasi iman dan penyemangat, kalimat hasbunallah wanikmal wakil menjadi pegangan bagi orang yang beriman. Kalimat kemudian dikenal sebagai doa tawakal.


Tulisan Hasbunallah Wanikmal Wakil Arab, Latin, dan Terjemahan

حَسْبُنَا اللهُ وَنِعْمَ الوَكِيلُ

Hasbunallah wa ni’mal wakil

Artinya: “Cukuplah Allah menjadi penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik pelindung.”

Bacaan hasbunallah wanikmal wakil terdapat dalam Al-Qur’an. Tepatnya dalam surah Ali ‘Imran ayat 173, yang berbunyi:

اَلَّذِيْنَ قَالَ لَهُمُ النَّاسُ اِنَّ النَّاسَ قَدْ جَمَعُوْا لَكُمْ فَاخْشَوْهُمْ فَزَادَهُمْ اِيْمَانًاۖ وَّقَالُوْا حَسْبُنَا اللّٰهُ وَنِعْمَ الْوَكِيْلُ ١٧٣

Al-lażīna qāla lahumun-nāsu innan-nāsa qad jama’ū lakum fakhsyauhum fa zādahum īmānā(n), wa qālū ḥasbunallāhu wa ni’mal-wakīl(u).

Artinya: (yaitu) mereka yang (ketika ada) orang-orang mengatakan kepadanya, “Sesungguhnya orang-orang (Quraisy) telah mengumpulkan (pasukan) untuk (menyerang) kamu. Oleh karena itu, takutlah kepada mereka,” ternyata (ucapan) itu menambah (kuat) iman mereka dan mereka menjawab, “Cukuplah Allah (menjadi penolong) bagi kami dan Dia sebaik-baik pelindung.”

Asal Mula Bacaan Hasbunallah Wanikmal Wakil

Bacaan hasbunallah wanikmal wakil memiliki sejarah mendalam terkait dengan peristiwa penting pada era Rasulullah SAW. Disebutkan dalam buku Ampuhnya Kalimat Hasbunallaah Wani’mal Wakil karya Ahmad Fathoni El-Kaysi, surah Ali ‘Imran ayat 173 yang memuat bacaaan hasbunallah wanikmal wakil turun menjelang perang di Pasar Badar.

Kala itu, terjadi kesepakatan antara Rasulullah SAW dan Abu Sufyan–pemimpin kafir Quraisy–sebelum perang berlangsung. Abu Sufyan mencoba menggunakan strategi politik untuk menggoyahkan semangat kaum Muslimin di Madinah.

Ia mengutus Nu’aim, seorang pedagang, untuk menyebarkan berita bohong di Madinah. Dalam berita itu, disebutkan bahwa pasukan Abu Sufyan berjumlah jauh lebih besar dan lebih kuat dibandingkan pasukan Muslim. Namun, informasi palsu ini hanya mempengaruhi kelompok tertentu, seperti kaum Yahudi dan sebagian orang yang memiliki keimanan lemah. Mereka takut menghadapi jihad di jalan Allah.

Di sisi lain, Rasulullah SAW tetap tegar dan penuh keyakinan menghadapi ancaman tersebut. Beliau, bersama para sahabat, bersiap menghadapi pasukan Abu Sufyan meskipun harus berangkat dengan jumlah pasukan yang sedikit. Keteguhan hati mereka disertai keyakinan kuat pada pertolongan Allah SWT menjadi inspirasi bagi kaum Muslimin.

Semangat jihad Rasulullah SAW dan pasukannya semakin menguat dengan lantunan kalimat hasbunallah wanikmal wakil. Keyakinan mereka kepada Allah SWT menjadi motivasi utama yang membuat mereka pantang menyerah demi menegakkan agama Islam. Hingga akhirnya, tanpa harus melalui peperangan sengit, pasukan Abu Sufyan memilih mundur, dan kemenangan menjadi milik umat Islam tanpa peperangan yang besar.

Keutamaan Mengamalkan Hasbunallah Wanikmal Wakil

Menurut buku Berlimpah Harta dengan Beragam Dzikir, Shalat, dan Puasa Khusus karya Muhammad Arifin Rahman, terdapat 15 manfaat luar biasa dari tulisan Hasbunallah Wanikmal Wakil. Berikut rinciannya:

1. Allah SWT akan menolong hamba-Nya dan menjadikannya dicintai oleh banyak orang.

2. Allah SWT memberikan perlindungan terbaik kepada yang berserah diri kepada-Nya.

3. Siapa pun yang melafalkannya akan memperoleh kemuliaan abadi, rezeki yang cukup, dan pertolongan dalam situasi genting.

4. Menjadikan dirinya memiliki banyak pengikut yang setia.

5. Mendapat bantuan Allah SWT untuk melumpuhkan kekuatan orang-orang zalim.

6. Menemukan solusi untuk setiap masalah, bahkan yang tampak mustahil pun dapat selalu ditemukan.

7. Mampu menyelesaikan dan mendamaikan konflik atau perselisihan.

8. Allah SWT melimpahkan rezeki dan pendapatan yang berlimpah.

9. Mendapatkan dukungan ketika diremehkan karena kemiskinan.

10. Orang-orang di sekitarnya akan tunduk dan menghormatinya.

11. Dapat menghentikan berbagai aksi demonstrasi atau kerusuhan.

12. Mendapat perlindungan atas harta, tempat tinggal, dan barang berharga dari ancaman pencuri dan kerusakan.

13. Memberikan keberhasilan dalam melobi atau bernegosiasi dengan pejabat.

14. Dimudahkan jalan untuk memperoleh kekayaan.

15. Terjaga dari segala bentuk keburukan, baik dari makhluk maupun manusia.

Waktu Membaca Hasbunallah Wanikmal Wakil

Berdasarkan arsip detikHikmah, doa tawakal atau hasbunallah wanikmal wakil dapat dilafalkan kapan saja selama memungkinkan.

Doa ini sangat dianjurkan untuk dibaca ketika seorang Muslim hendak berserah diri kepada Allah SWT, memohon pertolongan, dan perlindungan dari-Nya. Dengan mengucapkan doa ini, diharapkan Allah SWT akan mendengar permohonan hambanya dan memberikan bantuan serta perlindungan yang diharapkan.

Karena itu, doa hasbunallah wanikmal wakil sangat cocok dibaca ketika seorang Muslim sedang menghadapi cobaan hidup, seperti kondisi terpuruk, penderitaan, kesulitan, rasa takut, atau untuk menghilangkan kegelisahan.

Nabi Ibrahim AS pernah membaca hasbunallah wanikmal wakil saat menghadapi situasi sulit. Kala itu, ia dibakar hidup-hidup oleh Raja Namrud. Kisah ini diabadikan dalam Al-Qur’an surah Al Anbiya’ ayat 68-70.

Bacaan Doa ketika Menghadapi Kesulitan

Selain membaca kalimat hasbunallah wanikmal wakil, umat Islam juga dianjurkan untuk mengamalkan doa-doa lain yang dapat membantu menghadapi berbagai kesulitan hidup. Berikut adalah doa ketika menghadapi kesulitan yang dikutip dari buku Obat Anti Susah: Ibadah-ibadah Terbaik saat Engkau Diuji Kesusahan dan Kesulitan tulisan Maswan Abdullah.

لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ الْعَظِيمُ الْحَلِيمُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ رَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ رَبُّ السَّمَوَاتِ وَرَبُّ الْأَرْضِ وَرَبُّ الْعَرْشِ الْكَرِيمِ

Laa ilaaha illallaahul ‘adziimul haliim, laa ilaaha illallaahu rabbul ‘arsyil ‘adzimm, laa ilaaha illallaahu rabbus samaawaati wa rabbul ardhi wa rabbul ‘arsyil kariim

Artinya: “Tiada Tuhan selain Allah Yang Maha Agung dan Maha Penyantun. Tiada Tuhan selain Allah, Tuhan Penguasa Arasy yang agung. Tiada Tuhan selain Allah, Tuhan langit dan bumi serta Tuhan Arasy yang mulia.”

Wallahu a’lam.

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com

Mitos atau Fakta? Auj bin Unuq, Raksasa yang Hidup di Zaman Nabi Nuh



Jakarta

Mungkin sebagian dari umat muslim masih asing dengan nama Auj bin Unuq. Namun, dalam artikel ini akan dipaparkan kisah tentang Auj bin Unuq.

Dikutip dari buku Kisah Para Nabi karya Imam Ibnu Katsir, bahwa Auj bin Unuq atau Ibnu Inaq ini telah hidup sejak masa Nabi Nuh AS hingga masa Nabi Musa AS.

Auj merupakan seorang kafir yang sangat kejam, jahat, sombong dan tidak berperikemanusiaan.


Banyak yang mengatakan bahwa Auj dilahirkan oleh ibunya yang bernama Unuq binti Adam dari sebuah perzinaan (lahir tanpa melalui pernikahan).

Ada juga yang mengatakan bahwa Auj memiliki tinggi tiga ribu tiga ratus tiga puluh hasta plus dua pertiga hasta. Dengan badannya yang sangat tinggi itu, dia dapat mengambil ikan dari dasar laut dan memanggangnya di dekat matahari.

Dikatakan pula bahwa Auj bin Unuq ini mengejek dan mengolok-olok Nabi Nuh AS dengan perkataan yang buruk. Salah satu perkataannya yaitu ketika sedang berada di bahtera Nabi Nuh, dia berkata, “Mangkuk apa yang kamu buat ini?”

Masih terdapat riwayat-riwayat lain yang mengatakan tentang keburukan Auj bin Unuq. Namun sangat sedikit sumber yang mengisahkannya karena kisah ini merupakan mitos yang bertentangan dengan dalil, baik secara akal ataupun naqal (Al-Qur’an dan hadits).

Auj bin Unuq Mitos atau Fakta?

Secara akal, jika anak Nabi Nuh yang dibinasakan karena kekufurannya padahal ayahnya adalah seorang Nabi, bagaimana mungkin Auj bin Unuq yang lebih kufur dan dzalim tidak dibinasakan.

Secara naqal, Allah SWT berfirman dalam surat As Safaat ayat 80-82,

Artinya: “Sungguh, demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sungguh, dia termasuk di antara hamba-hamba Kami yang beriman. Kemudian Kami tenggelamkan yang lain.”

Di antara doa Nabi Nuh yang dikabulkan juga disebutkan dalam Al-Qur’an,

“Ya Tuhanku, janganlah Engkau biarkan seorang pun di antara orang-orang kafir itu tinggal di atas bumi.”

Mitos Auj bin Unuq ini juga bertentangan dengan hadits. Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah menciptakan Adam dengan tinggi 60 hasta. Kemudian semakin lama tinggi manusia semakin berkurang, hingga saat ini.”

Hadits tersebut merupakan hadits yang shahih, terpercaya, dapat diandalkan, dan terjaga.

Hadits tersebut juga menunjukkan bahwa tidak ada keturunan Nabi Adam yang memiliki tubuh lebih tinggi dari Nabi Adam.

Dalam bukunya, Ibnu Katsir berpandangan bahwa kisah Auj bin Unuq adalah mitos belaka dan cerita yang hanya dikarang oleh beberapa orang zindik dan pelaku dosa (musuh-musuh Nabi Muhammad SAW).

Sayangnya, informasi mengenai kehidupan Auj bin Unuq sangat terbatas dan tidak banyak yang diketahui tentang dirinya.

Dari kisah tersebut, maka sudah sepantasnya sebagai umat muslim yang beriman untuk memilah dan mencari sumber yang shahih berdasarkan dalil (Al-Qur’an dan hadits).

(dvs/dvs)



Sumber : www.detik.com

Sosok Ini Setia Bela Nabi Meski Tak Pernah Masuk Islam


Jakarta

Pada fase awal dakwah, Rasulullah SAW selalu mendapatkan tindakan diskriminatif dari kaum kafir Quraisy, Tak tinggal diam, seluruh keluarga Rasulullah SAW selalu mendukung dan melindungi beliau, termasuk sang paman, meski hingga akhir hayatnya tidak juga memeluk Islam.

Paman yang setia membela Rasulullah SAW ini bernama Abu Thalib. Dijelaskan dalam buku Ali Bin Abi Thalib karya Sayyid Sulaiman Nadwi, Abu Thalib merupakan salah seorang tokoh yang paling berpengaruh dan terhormat di Makkah.

Rasulullah SAW tumbuh besar di pelukan kasih sayang dan tangan Abu Thalib. Abdul Muthalib, kakek dan pelindung Rasulullah SAW, telah menitipkan Rasulullah SAW kepada Abu Thalib, putranya.


Awal periode kehidupan Nabi Muhammad SAW berlalu di rumah pamannya ini. Abu Thalib juga membawa Nabi Muhammad SAW berdagang ke Syam. Nabi Muhammad SAW kecil telah merasakan kasih sayang serta perlindungan yang ikhlas dan tulus dari Abu Thalib.

Meski tetap memeluk agama nenek moyangnya, hal itu tidak mengurangi kasih sayang yang dia berikan kepada Nabi Muhammad SAW. Telah berkali-kali orang musyrik Mekah melaporkan kepada Abu Thalib ingin mengenyahkan Nabi Muhammad SAW dari muka bumi. Meskipun telah diminta berkali-kali agar berhenti memberikan perlindungan kepada keponakannya itu, Abu Thalib tidak pernah meninggalkannya.

Sang paman juga tidak malu untuk menunjukkan pengorbanan diri di jalan ini. Berbagai penganiayaan yang dilakukan musyrik Quraisy, dengan memboikot Abu Thalib dan keluarganya, memutuskan segala hubungan, dan mengucilkan mereka, tidak menghentikan keputusan Abu Thalib untuk melindungi Nabi Muhammad SAW.

Abu Thalib Sebagai Pelindung Nabi Muhammad SAW

Dikisahkan dalam buku Agungnya Taman Cinta Sang Rasul karya Ustazah Azizah Hefni, suatu hari, Rasulullah SAW datang menemui Abu Thalib dengan wajah yang dipenuhi kesedihan. Melihat kondisi keponakan tercintanya, Abu Thalib yang merasa cemas segera bertanya tentang apa yang telah terjadi. Rasulullah SAW kemudian menceritakan bahwa saat sedang bersujud di Ka’bah, beliau dilempari kotoran dan darah oleh orang-orang Quraisy. Mendengar hal ini, kemarahan Abu Thalib pun membuncah.

Dengan segera, Abu Thalib bangkit sambil menggenggam sebilah pedang di tangan kanannya, dan tangan kirinya menggandeng Rasulullah SAW. Mereka berdua bergegas menuju Ka’bah. Sesampainya di sana, mereka mendekati gerombolan kaum kafir Quraisy. Dengan suara lantang, Abu Thalib berkata, “Demi Dzat yang diimani Muhammad! Jika ada di antara kalian yang berani berdiri, aku akan segera menghabisi kalian dengan pedangku!”

Kemudian, dengan penuh kasih sayang, Abu Thalib mengusap kotoran dan darah yang masih menempel di tubuh Rasulullah SAW, dan melemparkannya ke wajah para pelaku. Wajah-wajah para kafir Quraisy yang telah menghina Rasulullah SAW seketika menjadi kotor. Mereka dihina dan ditertawakan oleh semua orang yang berada di sekitar Ka’bah.

Dalam buku Sejarah & Kebudayaan Islam Periode Klasik karya Faisal Ismail, dikisahkan pula para pemuka Quraisy pernah datang menemui Abu Thalib sambil membawa seorang pemuda tampan bernama Umarah bin Walid bin Mughirah. Mereka menawarkan Umarah sebagai anak angkat bagi Abu Thalib, dengan syarat Abu Thalib harus menyerahkan Nabi Muhammad SAW kepada mereka. Namun, Abu Thalib dengan tegas menolak tawaran tersebut.

Merasa tidak berhasil, para pembesar Quraisy itu kembali menemui Abu Thalib, dengan nada yang lebih keras, mereka berkata, “Engkau adalah orang yang terhormat di kalangan kami. Kami telah meminta agar engkau menghentikan keponakanmu itu, namun kau tidak melakukannya. Kami tidak akan tinggal diam terhadap orang yang menghina nenek moyang kami, tidak menghargai harapan-harapan kami, dan mencela berhala-berhala kami. Suruh dia diam atau kita akan melawan dia sampai salah satu pihak binasa.”

Abu Thalib berada dalam dilema yang berat. Di satu sisi, ia merasa berat hati untuk bermusuhan dengan kaumnya. Namun di sisi lain, ia tidak tega untuk menyerahkan keponakannya, Nabi Muhammad SAW, kepada para pemuka Quraisy.

Setelah desakan yang terus-menerus, Abu Thalib memanggil Nabi Muhammad SAW. Ia menceritakan maksud para pembesar Quraisy dan berkata, “Jagalah aku, begitu juga jagalah dirimu. Jangan aku dibebani hal-hal yang tak dapat kupikul.”

Nabi Muhammad SAW, dengan keteguhan hatinya, menjawab, “Paman, demi Allah! Walaupun mereka meletakkan matahari di tangan kananku dan meletakkan bulan di tangan kiriku, dengan maksud supaya aku meninggalkan tugas ini, sungguh tidak akan kutinggalkan. Biar nanti Allah yang akan membuktikan kemenangan itu: di tanganku, atau aku binasa karenanya.”

Sesudah mengucapkan pernyataan yang bernada puitis itu, Nabi Muhammad SAW dengan ekspresi sedih menundukkan wajah seraya menangis meneteskan air mata. Ketika Nabi Muhammad SAW membalikkan badan hendak pergi, Abu Thalib memanggil, “Menghadaplah kemari, Anakku!”

Nabi Muhammad SAW pun menghadap ke arah Abu Thalib. Berkatalah pamannya kepada beliau, “Pergilah dan lakukanlah apa yang kamu kehendaki. Demi Allah, aku tidak akan menyerahkan kamu kepada mereka karena alasan apa pun untuk selama-lamanya.” Pernyataan Abu Thalib ini sangat membesarkan dan meneguhkan hati Nabi Muhammad SAW untuk secara konsisten melaksanakan gerakan dakwahnya.

Abu Thalib Tidak Memeluk Islam hingga Akhir Hayatnya

Kembali merujuk buku Ali bin Abi Thalib, menjelang wafat, Rasulullah SAW sangat berharap pamannya tercinta mengucapkan kalimat syahadat. Namun, Abu Thalib khawatir kaum Quraisy akan menuduhnya takut mati sehingga mengubah agamanya.

Meski ada riwayat lemah dari Paman Nabi, Abbas, yang menyebut Abu Thalib mengucapkan syahadat di akhir hayatnya, kemungkinan besar ia memilih menyembunyikan keislamannya. Sebab bila Abu Thalib menerima Islam secara terbuka, posisinya di kalangan Quraisy akan terancam, dan ia tidak akan bisa melindungi Rasulullah SAW sekuat sebelumnya. Pengorbanan, kesabaran, dan keberanian Abu Thalib dalam melindungi Rasulullah tetap dikenang dengan hormat dalam sejarah Islam.

Karena tak mengakui keesaan Allah SWT hingga wafat, Abu Thalib termasuk ke dalam golongan kafir dan neraka merupakan tempat kembali baginya. Disebutkan dalam sebuah riwayat, Abu Thalib mendapat siksa yang paling ringan di neraka. Hal ini berkat syafaat Nabi Muhammad SAW.

Sebagaimana disebutkan dalam Shahih Bukhari, Al-Abbas bin Abdul Muththalib RA bertanya kepada Nabi SAW, “Apakah pertolonganmu (manfaat) bagi Abu Thalib yang telah mengasuh dan membelamu, bahkan ia marah karenamu?”

Nabi SAW menjawab, “Ia kini berada di atas permukaan neraka, dan andaikan bukan karena aku niscaya ia berada di neraka paling bawah.” (HR Bukhari)

Wallahu a’lam.

(aeb/kri)



Sumber : www.detik.com

Abu Ubaidah bin al-Jarrah, Sahabat Nabi SAW yang Dijuluki Kepercayaan Umat



Jakarta

Abu Ubaidah bin al-Jarrah namanya. Sahabat Nabi Muhammad SAW yang satu ini dikenal dengan pribadinya yang cerdas dan pemalu.

Mengutip dari 99 Kisah Menakjubkan di Alquran oleh Ridwan Abqary, Abu Ubaidah termasuk orang-orang pertama yang memeluk Islam. Dirinya merupakan sosok yang baik hati, taat beribadah, serta rendah hati.

Abu Ubaidah berasal dari suku Quraisy keturunan Fihir. Karena keberaniannya itu, ia tidak pernah tertinggal saat umat Islam dan kafir Quraisy berperang.


Abu Ubaidah terus membela umat Islam dengan gagah untuk menjunjung kebenaran. Ia menjadi orang pertama yang digelari Amirul Umara yang artinya Perdana Menteri.

Dikisahkan dalam buku Ensiklopedia Biografis Sahabat Nabi susunan Muhammad Raji Hasan Kinas, Abu Ubaidah menjadi orang yang berdiri tegap di barisan Nabi Muhammad SAW saat Perang Badar berlangsung. Sementara itu, sang ayah yang bernama Abdullah bin Al Jarrah berada di barisan pasukan musyrikin.

Meski demikian, Abu Ubaidah terus menghindari sang ayah saat peperangan berlangsung. Sayangnya, ia ditakdirkan berhadapan dengan ayahnya sendiri dan harus mengalahkannya.

Sosoknya yang berani ini juga terlihat saat dirinya mengikuti Perang Uhud. Abu Ubaidah menolong Rasulullah SAW yang terkena serpihan besi akibat lemparan musuh.

Dengan gagah, Abu Ubaidah mencabut serpihan besi itu dengan giginya. Ini menyebabkan kedua giginya tanggal. Setelah kejadian ini, Abu Ubaidah digelari Amin al-Ummah yang berarti kepercayaan umat oleh Nabi Muhammad SAW.

Julukan lainnya yang diperoleh Abu Ubaidah adalah al-Qawiy al-Amin yang artinya yang kuat yang terpercaya. Gelar tersebut ia dapatkan karena mengikuti seluruh peperangan bersama sang rasul.

Abu Ubaidah juga sering ditunjuk sebagai pemimpin. Diceritakan oleh Urwah bin Az Zubair RA, ketika Perang Dzatus Salasil, Nabi Muhammad SAW mengangkat Amr bin Ash sebagai komandan pasukan.

Pasukan tersebut memasuki Syam dari arah Bala. Sementara itu, satu pasukan lainnya menyusul dari arah Qudha’ah. Melihat jumlah musuh yang sangat banyak membuat Amr bin Ash mengirim utusan menghadap Rasulullah SAW untuk meminta bantuan.

Mendengar hal itu, Nabi SAW lalu mengirim pasukan yang terdiri dari orang-orang Muhajirin. Di antara pasukan tersebut, sang rasul menunjuk Abu Ubadiah sebagai komandan.

Ketika pasukan Abu Ubadiah bertemu pasukan Amr, maka Amr bin Ash berkata,

“Aku adalah komandan karena aku yang meminta pasukan tambahan kepada Rasulullah SAW,”

Mendengar hal itu, orang-orang Muhajirin tidak setuju. Mereka lalu berkata,

“Bolehlah engkau menjadi komandan pasukanmu, tapi Abu Ubaidah tetap menjadi komandan pasukan Muhajirin,”

Amr lalu membantah, “Kalian adalah bala bantuan yang kuminta,”

Di tengah ketegangan itu, Abu Ubaidah menenghi mereka seraya berkata,

“Wahai Amr, harap engkau ketahui bahwa Rasulullah SAW berpesan kepadaku, ‘Jika engkau sudah bertemu rekanmu, hendaklah kalian saling mematuhi.’ Kalau memang engkau tidak mau patuh padaku, akulah yang akan patuh kepadamu,”

Selanjutnya, Abu Ubaidah menyerahkan kepemimpinan kepada Amr bin Ash. Sosok Abu Ubaidah yang lembut itu menandakan dirinya bijak dan tidak egois.

Abu Ubaidah wafat karena sakit kolera. Diterangkan dalam buku 125 Sahabat Nabi Muhammad oleh Mahmudah Mastur, ketika terjadi penaklukan negeri Syam, Abu Ubaidah juga ditujuk sebagai pemimpin.

Di sana, ia menetap cukup lama sebelum akhirnya wabah kolera merebak. Umar bin Khattab memerintahkannya untuk segera keluar dari sana, tapi Abu Ubaidah mengirim surat kepada Umar yang berisi:

“Wahai Umar, aku tidak ingin memikirkan diriku sendiri, sementara banyak orang lain yang tertimpa penyakit. Aku tidak ingin meninggalkan mereka sampai Allah putuskan perkara ini,”

Umar bin Khattab menangis membaca surat dari Abu Ubaidah. Setelahnya, ia meninggal dunia akibat kolera yang dideritanya.

(aeb/lus)



Sumber : www.detik.com

Kisah Perjalanan Hijrah Nabi SAW, Sembunyi di Gua Tsur Bersama Abu Bakar



Jakarta

Perjalanan hijrah Nabi Muhammad SAW dari Makkah ke Madinah penuh rintangan. Beliau kala itu sampai bersembunyi di Gua Tsur bersama Abu Bakar. Hal tersebut dilakukan untuk menghindari kejaran kaum kafir Quraisy.

Diceritakan dalam Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad Volume 1 susunan Moenawar Khalil, banyak tantangan yang dilalui Rasulullah SAW saat berdakwah di Makkah. Kaum kafir Quraisy tak segan mengusir umat Islam dari kota tersebut dengan harapan Rasulullah SAW berubah pikiran.

Dalam buku Kisah Teladan dan Inspiratif 25 Nabi & Rasul oleh Anita Sari dkk, dikisahkan bahwa suatu ketika kondisi di Makkah dirasa sudah tidak aman bagi umat Islam. Rasulullah SAW lalu memerintahkan kaum muslim berhijrah ke Madinah. Mulanya, beliau berangkat secara diam-diam ditemani oleh Abu Bakar RA.


Dalam perjalanannya ini, beliau bersembunyi di dalam Gua Tsur dari kejaran kaum kafir Quraisy. Atas izin Allah, muncul laba-laba dan burung merpati di gua tersebut.

Ribuan laba-laba secara tiba-tiba membuat sarang di muka Gua Tsur. Begitu pula dengan burung merpati liar yang bersarang dan bertelur di gua tersebut.

Kondisi Gua Tsur yang seperti itu menyebabkan kafir Quraisy yang mengejar Nabi Muhammad SAW dan Abu Bakar mengurungkan niat untuk masuk ke Gua Tsur. Meski jejak kaki sang rasul dan sahabatnya berhenti di depan gua tersebut, mereka beranggapan jika keduanya berada di dalam seharusnya sarang laba-laba hancur dan telur-telur merpati pecah.

Salah seorang kafir Quraisy berkata, “Kita perlu mencoba masuk bersama-sama, coba marilah!”

Seseorang bernama Ummayah bin Khalaf membalas, “Mengapa kamu hendak masuk ke dalamnya? Kalau Muhammad telah masuk, tentu sarang laba-laba itu telah luluh bukan? Ya, kalau di dalam gua itu tidak ada binatang liar dan buas atau ular berbisa. Kalau ada, tentu akan mencelakakan kamu bukan?”

Mendengar itu, kaum kafir Quraisy mengurungkan niat untuk masuk ke Gua Tsur. Abu Bakar lalu mengangkat kepalanya ke atas gua dan berkata, “Oh, jika mereka melihat kakinya ke bawah atau menundukkan kepalanya ke bawah, tentu dengan segera melihat kita ada di sini bukan?”

Rasulullah SAW pun berkata, “Janganlah engkau menyangka bahwa aku ini sendirian bersama engkau, tetapi sesungguhnya Allah selalu bersama kita, selamanya Ia akan melindungi kita. Adapun jika mereka nanti masuk ke dalam gua ini dengan jalan melalui pintu gua itu, nanti kita melepaskan diri melalui ini (Nabi menunjukkan jarinya ke sebelah belakang).”

Allah SWT berfirman dalam surah At Taubah ayat 40,

إِلَّا تَنصُرُوهُ فَقَدْ نَصَرَهُ ٱللَّهُ إِذْ أَخْرَجَهُ ٱلَّذِينَ كَفَرُوا۟ ثَانِىَ ٱثْنَيْنِ إِذْ هُمَا فِى ٱلْغَارِ إِذْ يَقُولُ لِصَٰحِبِهِۦ لَا تَحْزَنْ إِنَّ ٱللَّهَ مَعَنَا ۖ فَأَنزَلَ ٱللَّهُ سَكِينَتَهُۥ عَلَيْهِ وَأَيَّدَهُۥ بِجُنُودٍ لَّمْ تَرَوْهَا وَجَعَلَ كَلِمَةَ ٱلَّذِينَ كَفَرُوا۟ ٱلسُّفْلَىٰ ۗ وَكَلِمَةُ ٱللَّهِ هِىَ ٱلْعُلْيَا ۗ وَٱللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ

Artinya: “Jikalau kamu tidak menolongnya (Muhammad) maka sesungguhnya Allah telah menolongnya (yaitu) ketika orang-orang kafir (musyrikin Mekkah) mengeluarkannya (dari Mekkah) sedang dia salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua, di waktu dia berkata kepada temannya: “Janganlah kamu berduka cita, sesungguhnya Allah beserta kita”. Maka Allah menurunkan keterangan-Nya kepada (Muhammad) dan membantunya dengan tentara yang kamu tidak melihatnya, dan Al-Quran menjadikan orang-orang kafir itulah yang rendah. Dan kalimat Allah itulah yang tinggi. Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana,”

Dengan kuasa Allah SWT, ketika Abu Bakar menoleh ke belakang terlihat pintu lebar di belakang gua yang dapat digunakan untuk melarikan diri. Padahal, sebelumnya gua itu tidak berpintu.

Wallahu a’lam.

(aeb/kri)



Sumber : www.detik.com

Kisah Abu Dzar RA, Mantan Perampok yang Bertobat dan Memeluk Islam



Jakarta

Abu Dzar RA adalah salah satu dari sekian banyak sahabat Nabi Muhammad SAW yang setia menemani beliau. Ia termasuk ke dalam golongan pertama yang memeluk Islam.

Menukil dari Shahih Sirah Nabawiyah oleh Ibnu Katsir terjemahan M. Nashiruddin Al Albani, dalam sebuah riwayat dikatakan Abu Dzar RA merupakan orang keempat yang memeluk Islam. Imam Al Baihaqi meriwayatkan dari Imam Al Hakim dengan sanadnya dari Abu Dzar RA berkata,

“Aku adalah orang keempat yang masuk Islam. Sebelumku telah masuk Islam tiga orang, dan aku yang keempat. Aku mendatangi Rasulullah SAW seraya mengucapkan Assamu’alaika wahai Rasulullah. Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad utusan Allah. Pada waktu itu aku menyaksikan keceriaan pada raut muka Rasulullah SAW.”


Abu Dzar RA adalah keturunan keluarga Al-Ghiffar dan dibesarkan dalam lingkungan perampok. Sebelum memeluk Islam, Abu Dzar adalah seorang perampok.

Menurut buku The Great Sahabat tulisan Rizem Aizid, nama lengkapnya adalah Abu Dzar Jundub bin Junadah bin Sufyan al-Ghifari. Ketika kecil, Abu Dzar terbiasa dengan kekerasan dan teror hingga tumbuh menjadi salah seorang perampok besar dan ditakuti.

Setelah datang hidayah Allah SWT, Abu Dzar RA menyesali perbuatannya. Kerusakan dan cerita yang ia timbulkan dari aksinya menjadi celah cahaya ilahi masuk ke dalam hati.

Sejak masuk Islam, Abu Dzar RA mengajak teman-temannya untuk bertobat. Alih-alih menuruti apa yang dikatakannya, mereka justru menolak dan mengusir Abu Dzar RA. Bersama ibu dan saudara laki-lakinya Anis al-Ghiffari, mereka pindah ke Najd Atas.

Di Najd Atas, Abu Dzar RA banyak menciptakan ide-ide revolusioner. Sayangnya, ide Abu Dzar RA ditolak mentah-mentah sampai akhirnya beliau hijrah ke Makkah.

Kedatangan Abu Dzar RA ke Makkah ketika kondisi kota tersebut kacau. Kala itu kaum muslimin dan kafir Quraisy mengalami pertentangan.

Dari situ, Abu Dzar RA tertarik masuk Islam. Ia lantas menemui Rasulullah SAW untuk menyatakan keislamannya.

Saat itu, keadaan Makkah sangat tidak kondusif. Karenanya, Rasulullah SAW meminta umatnya untuk menyembunyikan keislaman mereka.

Abu Dzar RA yang juga dikenal sebagai sosok pemberani itu justru mengumumkan keislamannya di depan orang-orang kafir. Akibatnya, ia mendapat siksaan dari kafir Quraisy.

Meski demikian, hal tersebut tidak membuatnya berhenti. Abu Dzar RA terus mengulangi perbuatan sampai akhirnya mereka berhenti menyiksanya setelah mengetahui bahwa ia berasal dari suku Ghifar.

Setelah resmi memeluk Islam, Abu Dzar RA kembali ke kaumnya di Madinah. Ia mengajak ibu dan saudaranya untuk masuk Islam, sampai-sampai hampir seluruh kaum Ghifar beragama Islam.

Wallahu a’lam.

(aeb/lus)



Sumber : www.detik.com

Kisah Wanita Muslim Masuk Neraka gegara Seekor Kucing



Jakarta

Surga dan neraka adalah tempat akhir yang wajib diimani dan hanya Allah SWT dengan kuasa-Nya yang mengetahui siapa yang akan masuk tempat tersebut. Terkadang amalan ringan bisa membawa ke surga, pun sebaliknya, kesalahan kecil bisa menyeret ke neraka. Seperti halnya kisah seorang muslimah dengan seekor kucing.

Diceritakan dalam kitab edisi Indonesia berjudul Hak-hak yang Wajib Anda Ketahui dalam Islam karya Syaikh Muhammad Hasan, ada seorang wanita muslim yang masuk neraka gara-gara mengurung seekor kucing, tanpa memberinya makan.

Muslimah itu juga tidak membiarkan kucing tersebut makan serangga-serangga tanah. Tindakan ini disebut membuatnya masuk neraka.


Kisah wanita muslim masuk neraka lantaran seekor kucing ini bersandar pada hadits yang diriwayatkan Imam Bukhari dalam kitab Ahadits Al-Anbiya’ dan Imam Muslim dalam kitab As-Salam.

Rasulullah SAW bersabda, “Ada seorang wanita masuk ke dalam neraka karena seekor kucing yang diikatnya dan tidak diberi makan, serta tidak membiarkannya makan rerumputan yang tumbuh di bumi.” (Hadits ini diriwayatkan dari Abu Hurairah RA)

Menurut penjelasan dalam Rahmah Ar-Rasul Shallallahu Alaihi wa Sallam karya Raghib As-Sirjani yang diterjemahkan Moh Suri Sudahri dan Rony Nugroho, permasalahan dalam hal ini bukan terletak pada hadits yang diikuti dengan perbuatan, karena bisa saja ini sangat sedikit dan terbatas pada binatang tertentu. Namun, yang penting dalam hal ini adalah sesuatu yang ada di balik sebuah perbuatan, yakni kasih sayang dalam hati manusia.

Rasulullah SAW mengajarkan agar mengasihi seekor binatang dan tidak membiarkannya kelaparan atau diberi beban di luar kemampuannya. Pernah suatu ketika Nabi SAW melewati seekor unta yang kurus, beliau bersabda, “Bertakwalah kepada Allah untuk binatang-binatang asing ini. Tunggangilah ia dengan cara yang baik dan makanlah dagingnya dengan cara yang baik.” (Sunan Abu Dawud, Shahih Ibnu Khuzaimah dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani)

Jika pun binatang itu harus disembelih, Rasulullah SAW memerintahkan untuk melakukannya dengan kasih sayang. Beliau bersabda,

إِنَّ اللَّهَ كَتَبَ الْإِحْسَانَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ فَإِذَا قَتَلْتُمْ فَأَحْسِنُوا الْقِتْلَةَ وَإِذَا ذَبَحْتُمْ فَأَحْسِنُوا الذَّبْحَ وَلْيُحِدٌ أَحَدُكُمْ شَفْرَتَهُ فَلْيُرِحْ ذَبِيحَتَهُ

“Sesungguhnya Allah menentukan kebaikan terhadap segala sesuatu. Jika kalian membunuh, maka hendaknya membunuh dengan baik. Jika kalian menyembelih, maka hendaknya menyembelih dengan baik, hendaknya kalian menajamkan pisaunya dan senangkanlah binatang itu pada saat disembelih.”

Hadits tersebut terdapat dalam Shahih Muslim, Shahih Abu Dawud, Sunan At-Tirmidzi, Sunan an-Nasa’i, Sunan Ibnu Majah, Musnad Ahmad, Sunan Ad Darimi, dan Shahih Ibnu Hibban.

Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Imam Bukhari dalam Tarikh Al-Bukhari dan An-Nasa’i dalam Sunan An-Nasa’i yang dishahihkan Al-Albani dalam Shahih Al-Jami’ Ash-Shaghir, terdapat keterangan yang menegaskan Islam adalah agama kasih sayang, penuh toleransi, dan agama seluruh makhluk. Rasulullah SAW bersabda,

مَنْ آمَنَ رَجُلًا عَلَى دَمِهِ فَقَتَلَهُ، فَأَنَا بَرِيءٌ مِنَ الْقَاتِلِ، وَإِنْ كَانَ الْمَقْتُولُ كَافِرًا

Artinya: “Siapa yang telah memberikan jaminan keamanan kepada seseorang tetapi kemudian ia membunuhnya, maka aku tidak berlepas diri (bertanggung jawab) terhadap pembunuhan ini, meskipun yang dibunuh itu adalah orang kafir.”

Wallahu a’lam.

(kri/erd)



Sumber : www.detik.com

Saat Dakwah Nabi Nuh Dicemooh oleh Umatnya Sendiri


Jakarta

Dalam sejarah Islam, cerita Nabi Nuh AS dikenal sebagai salah satu Rasul yang menghadapi tantangan terbesar dalam menyebarkan ajaran tauhid. Selama ratusan tahun, beliau berdakwah dengan penuh kesabaran, namun sayangnya, hanya sedikit orang yang bersedia mengikuti ajarannya dan beriman kepada Allah SWT.

Umatnya sering kali mencemooh dan menolak pesan-pesan yang disampaikannya, menganggap dakwahnya sebagai sebuah kebodohan.

Kisah Nabi Nuh Berdakwah

Nabi Nuh AS memiliki nama lengkap Nuh bin Lamik bin Muttawsyalakh bin Khanukh (Idris AS) bin Yarid bin Mahylayil bin Qanin bin Anusy bin Syaits bin Adam AS dan lahir 146 tahun setelah wafatnya Nabi Adam AS.


Diceritakan dalam buku Mutiara Kisah 25 Nabi dan Rasul oleh M. Arief Hakim, bahwa kaum Nabi Nuh AS, yang dikenal sebagai bani Rasib, terkenal dengan sifat congkak dan zalim.

Mereka terperangkap dalam kemewahan yang dikaruniakan oleh Allah SWT dan menjadikan kekayaan sebagai ukuran utama martabat dan harga diri manusia. Pada masa itu, kaum fakir miskin sering diremehkan dan mengalami penindasan.

Bahkan, saking besarnya kesombongan mereka, para budak dan hewan pun menjadi saksi dari ketidakadilan tersebut. Meski begitu, Nabi Nuh AS tetap berdakwah dengan penuh kesabaran untuk mengajak kaumnya kembali kepada ajaran tauhid.

Menurut Ibnu Katsir dalam Qashash Al-Anbiyaa yang diterjemahkan oleh H. Dudi Rosyadi, Nabi Nuh AS diutus untuk menghapus kesesatan dan kegelapan yang melanda kaumnya, bani Rasib, yang juga menyembah patung-patung orang saleh seperti Wadd, Suwa’, Yaghuts, Ya’uq, dan Nasr, serta meminta berkah dan rezeki dari mereka.

Dakwah Nabi Nuh AS berlangsung sangat lama, sebagaimana disebutkan dalam surah Al-Ankabut ayat 14.

وَلَقَدْ اَرْسَلْنَا نُوْحًا اِلٰى قَوْمِهٖ فَلَبِثَ فِيْهِمْ اَلْفَ سَنَةٍ اِلَّا خَمْسِيْنَ عَامًا ۗفَاَخَذَهُمُ الطُّوْفَانُ وَهُمْ ظٰلِمُوْنَ ١٤

Artinya: “Sungguh, Kami benar-benar telah mengutus Nuh kepada kaumnya, lalu dia tinggal bersama mereka selama seribu tahun kurang lima puluh tahun. Kemudian, mereka dilanda banjir besar dalam keadaan sebagai orang-orang zalim.”

Selama 950 tahun, Nabi Nuh AS berdakwah dengan segala usaha, tanpa mengenal waktu, baik siang maupun malam, dalam keadaan sepi atau ramai, dengan membawa kabar gembira maupun peringatan. Meskipun demikian, kaum Nuh AS tetap saja berada dalam kesesatan dan berlaku kejam.

Banyak di antara mereka yang justru menolak Nabi Nuh AS. Merasa putus asa, Nabi Nuh AS akhirnya berdoa kepada Allah SWT, sebagaimana termaktub dalam surah Asy-Syu’ara ayat 117-118.

قَالَ رَبِّ اِنَّ قَوْمِيْ كَذَّبُوْنِۖ ١١٧ فَافْتَحْ بَيْنِيْ وَبَيْنَهُمْ فَتْحًا وَّنَجِّنِيْ وَمَنْ مَّعِيَ مِنَ الْمُؤْمِنِيْنَ ١١٨

Artinya: Dia (Nuh) berkata, “Wahai Tuhanku, sesungguhnya kaumku telah mendustakanku. Maka, berilah keputusan antara aku dan mereka serta selamatkanlah aku dan orang-orang mukmin bersamaku.”

Akhirnya, Allah SWT memerintahkan Nabi Nuh AS untuk membangun sebuah bahtera besar agar beliau dan para pengikutnya dapat diselamatkan dari azab yang akan diturunkan. Selama proses pembangunan bahtera, Nabi Nuh AS terus-menerus mendapatkan ejekan dan cemoohan dari bani Rasib.

Meskipun begitu, beliau tidak pernah merasa putus asa dan tetap bersemangat menyelesaikan kapal tersebut.

Setelah bahtera itu selesai, Allah SWT memenuhi janji-Nya. Bahtera yang besar itu tidak hanya membawa kaum muslimin, tetapi juga berbagai jenis hewan.

Kemudian, Allah SWT menurunkan hujan deras dari langit selama 40 hari 40 malam, dan memerintahkan bumi untuk mengeluarkan air dari segala penjuru sehingga seluruh permukaan bumi tertutup oleh air. Banjir yang sangat besar ini menyebabkan air naik tinggi hingga membentuk gelombang seperti gunung. Bahtera itu terombang-ambing di tengah banjir yang menenggelamkan kaum kafir.

Istri dan Anak Nabi Nuh yang Durhaka

Nabi Nuh AS memiliki istri dan anak yang durhaka, keduanya menolak ajaran tauhid yang dibawanya. Meskipun Nabi Nuh AS berusaha sekuat tenaga untuk mengajak mereka ke jalan yang benar, mereka tetap berpaling dan tidak mau menerima dakwahnya.

Dikutip dari buku Ulumul Qur’an: Kajian Kisah-kisah Wanita dalam Al-Qur’an karya Muhammad Roihan Nasution, kisah pembangkangan istri Nabi Nuh diceritakan Allah SWT dalam surah At-Tahrim ayat 10:

ضَرَبَ اللَّهُ مَثَلًا لِلَّذِينَ كَفَرُوا امْرَأَتَ نُوحٍ وَامْرَأَتَ لُوطٍ ۖ كَانَتَا تَحْتَ عَبْدَيْنِ مِنْ عِبَادِنَا صَالِحَيْنِ فَخَانَتَاهُمَا فَلَمْ يُغْنِيَا عَنْهُمَا مِنَ اللَّهِ شَيْئًا وَقِيلَ ادْخُلَا النَّارَ مَعَ الدَّاخِلِينَ

Artinya: “Allah membuat istri Nuh dan istri Luth sebagai perumpamaan bagi orang-orang kafir. Keduanya berada di bawah pengawasan dua orang hamba yang saleh di antara hamba-hamba Kami; lalu kedua istri itu berkhianat kepada suaminya (masing-masing), maka suaminya itu tiada dapat membantu mereka sedikitpun dari (siksa) Allah; dan dikatakan (kepada keduanya): ‘Masuklah ke dalam jahanam bersama orang-orang yang masuk (neraka jahanam)’.”

Istri Nabi Nuh AS yang durhaka juga melahirkan anak yang membangkang kepada ayahnya. Anak Nabi Nuh AS, seperti yang diceritakan dalam Al-Qur’an, menolak untuk naik ke dalam bahtera, sehingga ia akhirnya terseret dalam banjir besar. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam surah Hud ayat 43:

قَالَ سَـَٔاوِىٓ إِلَىٰ جَبَلٍ يَعْصِمُنِى مِنَ ٱلْمَآءِ ۚ قَالَ لَا عَاصِمَ ٱلْيَوْمَ مِنْ أَمْرِ ٱللَّهِ إِلَّا مَن رَّحِمَ ۚ وَحَالَ بَيْنَهُمَا ٱلْمَوْجُ فَكَانَ مِنَ ٱلْمُغْرَقِينَ

Artinya: “Anaknya menjawab ‘Aku akan mencari perlindungan ke gunung yang dapat memeliharaku dari air bah!’ Nuh berkata ‘Tidak ada yang melindungi hari ini dari azab Allah selain Allah (saja) Yang Maha Penyayang’. Dan gelombang menjadi penghalang antara keduanya; maka jadilah anak itu termasuk orang-orang yang ditenggelamkan.”

(hnh/rah)



Sumber : www.detik.com

Kisah Nabi Muhammad SAW Membelah Bulan dalam Al-Qur’an


Jakarta

Nabi Muhammad SAW dianugerahi sejumlah mukjizat di sepanjang kenabiannya oleh Allah SWT. Salah satunya adalah mukjizat membelah bulan dengan jarinya yang dijelaskan dalam Al-Qur’an.

Menurut surah Al Qamar ayat 1-3, Allah SWT menurunkan firman-Nya mengenai keajaiban ini:

(1) اِقْتَرَبَتِ السَّاعَةُ وَانْشَقَّ الْقَمَرُ


(2) وَاِنْ يَّرَوْا اٰيَةً يُّعْرِضُوْا وَيَقُوْلُوْا سِحْرٌ مُّسْتَمِرٌّ

(3) وَكَذَّبُوْا وَاتَّبَعُوْٓا اَهْوَاۤءَهُمْ وَكُلُّ اَمْرٍ مُّسْتَقِرٌّ

Artinya: Hari Kiamat makin dekat dan bulan terbelah. Jika mereka (kaum musyrik Makkah) melihat suatu tanda (mukjizat), mereka berpaling dan berkata, “(Ini adalah) sihir yang terus-menerus.” Mereka mendustakan (Nabi Muhammad) dan mengikuti keinginan mereka, padahal setiap urusan telah ada ketetapannya.”

Ibnu Katsir dalam Kitab Tafsir Jilid 7 yang diterjemahkan Abdul Ghoffar dan Abu Ihsan al-Atsari, ayat di atas menceritakan tentang penduduk Makkah pernah meminta Rasulullah SAW untuk menunjukkan tanda kekuasaan Allah SWT. Untuk itulah, bulan pernah terbelah menjadi dua pada masa Rasulullah SAW.

Meski demikian, para golongan kafir Quraisy di Makkah menolak tunduk atau meyakini tanda-tanda yang sudah ditunjukkan kepada mereka. Sebaliknya, mereka beranggapan bahwa tanda tersebut semata hanya pertunjukkan sihir.

Kisah Nabi Muhammad SAW Membelah Bulan

Diceritakan dalam buku 115 Kisah Menakjubkan dalam Kehidupan Rasulullah SAW karya Fuad Abdurahman, kisah ini bermula saat Abu Jahal mengirim surat undangan kepada Habib ibn Malik, seorang raja di Syam. Habib berangkat bersama 12.000 pasukan berkuda menuju Makkah.

Saat tiba, Abu Jahal beserta para pembesar Quraisy menyambutnya dengan memberikan budak dan perhiasan.

Setelah duduk berhadapan, Habib bertanya kepada Abu Jahal tentang Nabi Muhammad SAW, namun Abu Jahal membantahnya, “Tuan, bertanyalah tentang bani Hasyim!” pinta Abu Jahal.

Habib menukas, “Siapakah Muhammad?”

Pembesar Quraisy yang menemui Abu Jahal menjawab, “Kami mengenalnya sejak kecil sebagai orang yang jujur dan bisa dipercaya. Saat berusia 40 tahun, ia berbalik menghina dan merendahkan Tuhan kami. Ia dakwahkan agama baru yang berbeda dari agama kami!”

“Bawalah ia ke hadapanku dengan suka rela! Bila tidak mau, paksalah!” kata Habib.

Kemudian, seseorang pergi memanggil Rasulullah SAW yang tanpa rasa takut sedikit pun datang menemui Habib ditemani sahabat setianya, Abu Bakar, dan istrinya, Khadijah.

Ketika Rasulullah SAW tiba di hadapan Habib, wajah beliau tampak bercahaya sehingga Habib tertegun dan berkata, “Hai Muhammad, engkau tahu bahwa setiap nabi memiliki mukjizat. Apakah kau juga memilikinya?”

“Apa yang engkau inginkan?” tanya Rasulullah SAW.

Habib berkata, “Aku ingin kau membuat matahari terbenam dan bulan merendah ke bumi, terbelah menjadi dua. Kemudian bulan itu bersatu lagi di atas kepalamu dan bersaksi atas kerasulanmu! Setelah itu, bulan kembali lagi ke langit dan bercahaya seperti purnama dan selanjutnya terbenam kembali serta matahari muncul seperti sedia kala!”

Mendengar permintaan Habib, Abu Jahal tersenyum jahat dan berkata, “Sungguh benar apa yang Tuan katakan! Permintaan Tuan sungguh luar biasa!”

Rasulullah SAW pergi meninggalkan Habib menuju Jabal Abu Qubaisy dan mendirikan salat dua rakaat. Setelah itu, beliau berdoa kepada Allah SWT.

Kemudian, Jibril datang dan berkata, “Assalamualaikum, ya Rasulullah. Allah menyampaikan salam kepadamu dan berfirman, ‘Kekasihku, janganlah kau bersedih dan bersusah hati! Aku selalu bersamamu. Pergilah temui mereka! Kuatkan hujahmu. Ketahuilah, Aku telah menundukkan matahari dan bulan, juga siang dan malam’.”

Saat itu hari beranjak sore dan matahari condong ke barat hingga akhirnya terbenam di ufuk barat. Semesta diliputi kegelapan, kemudian muncul bulan purnama.

Setelah bulan berada tepat di atas Rasulullah SAW, beliau memberi isyarat dengan jarinya. Bulan itu bergerak turun dan berhenti di hadapan beliau.

Lalu ia terbelah dua bagian. Selanjutnya, bulan berpadu lagi di atas kepala beliau dan bersaksi, “Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya.”

Setelah itu bulan kembali naik ke langit dan matahari muncul kembali seperti semula, karena saat itu belum datang waktunya untuk terbenam.

Meskipun mukjizat ditampakkan begitu nyata di hadapan Abu Jahal, tetap saja Abu Jahal dan para pengikutnya menganggapnya sebagai sihir. Mereka tetap tak mau beriman.

Dikutip dari buku Sejarah Terlengkap Nabi Muhammad SAW karya Abdurrahman bin Abdul Karim, kisah ini juga diriwayatkan dalam salah satu hadits,

“Pada zaman Rasulullah SAW, bulan terbelah menjadi dua. Orang-orang kafir Makkah ikut menyaksikannya.” (HR Bukhari)

Dilansir dari buku Misteri Kedua Belah Tangan dalam Shalat, Dzikir, dan Doa karya Dr. KH. Bachruddin Hasyim Subky, untuk menjawab semua keraguan tentang kemungkinan terjadinya peristiwa luar biasa ini Imam Razi berpendapat dari berbagai hadits bahwa peristiwa tersebut mirip dengan gerhana bulan, di mana separuh bulan tampak di langit.

Namun, para ulama sepakat bahwa tidak ada alasan untuk meragukan kebenaran hadits-hadits Nabi tentang pembelahan bulan menjadi dua bagian. Wallahu a’lam.

(rah/rah)



Sumber : www.detik.com