Tag Archives: kakbah

Kucium Engkau dengan Bismillah…



Jakarta

Usai melaksanakan thawaf mengelilingi Kakbah tujuh kali putaran, pria itu berdiri sejajar dengan Hajar Aswad. Sejarak 15 depa, pandangannya seperti tak ingin berpaling dari batu hitam yang diyakini berasal dari surga itu. Meski beberapa kali pandangannya terhalang oleh puluhan bahkan ratusan jemaah yang berebut ingin menyentuh atau menciumnya.

Ini adalah ketigakalinya pria berusia 44 tahun itu berkesempatan kembali ke tanah suci. Selama itu sebenarnya dia memiliki beberapa kali kesempatan untuk berjuang mencium Hajar Aswad. Namun hal itu tak dia lakukan.

Teringat dia akan perkataan Amirul Mukminin, Umar bin Khattab tentang Hajar Aswad. “Sungguh aku tahu bahwa kau hanya batu, tidak bisa memberikan mudharat dan manfaat. Sungguh, andai aku tidak melihat Nabi SAW menciummu, niscaya aku pun tidak akan menciummu!” begitu kata Umar bin Khattab seperti yang pernah dibaca pria itu dalam hadits Riwayat Imam Bukhari dan disebut dalam Kitab Ihya ‘Ulumiddin karya Imam Al Ghazali.


Kata-kata Umar inilah yang menjadi alasan pria tersebut tak pernah berusaha semaksimal mungkin untuk mencium Hajar Aswad. Selain itu, dari ustaz pembimbing haji atau umrah dan sejumlah tokoh agama dia dianjurkan untuk tidak memaksakan diri mencium Hajar Aswad. Apalagi jika harus berdesak-desakan dan beradu fisik dengan jemaah lain.

Seorang pembimbing umrah, seingat dia mengatakan, mencium atau sekadar mengusap Hajar Aswad memang sangat dianjurkan. Namun jangan sampai upaya untuk mendekati lalu mencium Hajar Aswad tersebut menyebabkan dirinya atau jemaah lain celaka.

Area mendekat Hajar Aswad selalu padat. Hampir setiap waktu, apalagi ketika musim haji atau umrah lautan manusia akan berdesakan berebut untuk mencium Hajar Aswad. Tak jarang terjadi aksi saling sikut, dorong dan tarik antar jemaah bahkan hingga saling berkelahi atau menyakiti.

Islam mengajarkan umatnya untuk menjaga diri dari berbagai bentuk ancaman yang membahayakan baik diri sendiri maupun orang lain. Ada sebuah hadits yang cukup popular diriwayatkan oleh HR. Ibnu Majah dan Daruquthni sebagaimana dikutip dari kitab al-Arba’in al-Nawawiyah karya Imam Nawawi yang berbunyi, Laa dharara wa laa dirara.

Arti hadits tersebut kurang lebih, ‘Janganlah memberikan kemudaratan pada diri sendiri, dan jangan pula memudarati orang lain’. Ada juga hadits yang diriwayatkan oleh Imam Abu Daud dan Imam al-Tirmidzi, Rasulullah Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barang siapa melakukan kemudaratan pada seorang Muslim, maka Allah akan menimpakan kemudaratan kepadanya.”

Di sisi lain, pria tersebut juga pernah mendapat penjelasan dari seorang ustaz tentang keutamaan mencium Hajar Aswad. Rasulullah tidak mewajibkan umat Islam untuk mencium Hajar Aswad. Jika memang memungkinkan dibolehkan mencium, tapi kalau tak bisa cukup menyentuh dengan tangan.

Apabila menyentuhpun tidak mungkin, cukup dengan memberi isyarat dari jauh, dengan tangan atau tongkat yang dibawanya, kemudian menciumnya. “Mencium Hajar Aswad mencerminkan sikap kepatuhan seorang Muslim mengikuti sunnah Rasulullah SAW,” kata ustaz tersebut.

Ketika mencium atau menyentuh Hajar Aswad, umat Islam diingatkan untuk mengingat bahwa Allah subḥānahu wataʿālā, adalah satu-satunya Dzat yang patut disembah. Saat mencium Hajar Aswad harus dengan niatan seutuhnya berserah diri dan tunduk kepada Allah SWT.

Sesaat pria tersebut mengalami dilema, antara melanjutkan mencium Hajar Aswad atau tidak. Saat itu persis awal Ramadhan 1445 Hijriyah selepas sholat tarawih. Suasana pelataran Kakbah di Masjidil Haram, Makkah cukup padat. Puluhan bahkan mungkin ratusan orang dengan postur tinggi besar berebut untuk mencium Kakbah.

Nyalinya ciut. Sebab dia harus berhadapan dengan jemaah pria dengan postur tinggi besar dan kuat untuk mendekat ke area Hajar Aswad. Mustahil bisa menyentuh Hajar Aswad tanpa saling sikut, tarik dan menyakiti jemaah lain. Dan kalau pun dipaksakan berdesak-desakan dia yang posturnya kecil pasti kalah.

Beberapa saat lamanya dia terus memandang kerumunan jemaah yang berjubel saling berebut untuk mencium Hajar Aswad. Nyaris tak ada ruang tersisa di dinding Kakbah, dari Rukun Yamani, Hajar Aswad hingga Multazam. Penuh dan padat dengan jemaah.

Tiba tiba dia seperti melihat peluang mendekat ke Hajar Aswad dengan seminimal mungkin menyakiti jemaah lain. Ada ruang yang bisa digunakan untuk secara perlahan lahan mendekat ke Hajar Aswad. Ruang itu bukan dari titik depan sejajar Hajar Aswad, melainkan dari Rukun Yamani atau setelah pintu Hijr Ismail.

Dari Hijr Ismail melawan arah jarum jam berjalan perlahan sambil berusaha merapat ke dinding Kakbah. Setelah bisa merapat ke dinding Kakbah, terus berjalan menuju ke arah Hajar Aswad. Dalam jarak 2 sampai 3 meter menjelang titik di mana Hajar Aswad berada, jemaah akan semakin padat dan aksi saling dorong semakin kuat.

Nah di titik ini pria tersebut melihat bahwa aksi saling dorong dan desak desakan antar jemaah hanya melibatkan bagian dada ke atas. Seperti dada, tangan, lengan dan punggung. Ada titik kosong yakni bagian bawah. Artinya ada peluang mendekat ke Hajar Aswad dengan cara sedikit menunduk.

Dengan sedikit menunduk akan terhindar dari aksi sikut sikutan atau dorongan dari jemaah lain. Hanya diperlukan sedikit pertahanan fisik agar tidak justru terseret menjauh dari Hajar Aswad. “Mesti dicoba,” pikir pria tersebut.

Setelah mengucap Bismillah, sholawat dan yakin bahwa usahanya mencium Hajar Aswad akan berhasil pria tersebut berjalan melawan arah jarum jam menuju Hijr Ismail. Melintasi Hijr Ismail dia sudah berhasil menyentuh dinding Kakbah.

Dia terus berjalan menuju Rukun Yamani lalu Hajar Aswad melintasi puluhan jemaah yang histeris karena berhasil menyentuh dinding Kakbah. Tiba di Rukun Yamani dia berhenti sejenak untuk berdoa. Di titik ini tak begitu padat dan berdesak desakan sehingga dia bisa cukup lama berdoa, hampir 2 menit.

Dari Rukun Yamani dia berjalan sedikit menunduk, dengan posisi di bawah ketiak jemaah lain agar terhindar dari aksi saling dorong. Doa dan usahanya berhasil. Dalam waktu yang tak lama, tanpa perlu menyikut atau mendorong jemaah lain dia berhasil merapat ke Hajar Aswad.

Cukup lama dia menatap Hajar Aswad seolah tak percaya bisa leluasa di depan batu surga itu. Sementara di atas kepalanya puluhan tangan saling sikut, dia bisa sepuasnya berdoa di depan Hajar Aswad.

Bergetar suaranya mengucap takbir dan sholawat berkali kali, lalu diciumnya Hajar Aswad. “Kucium engkau (Hajar Aswad) dengan Bismillah.”

Erwin Dariyanto

Redaktur Pelaksana detikHikmah

(erd/erd)



Sumber : www.detik.com

Bacaan Doa di Multazam, Salah Satu Tempat Mustajab



Jakarta

Multazam adalah salah satu tempat mustajab untuk berdoa ketika berada di Tanah Suci. Memanjatkan doa di Multazam dapat dilakukan setelah tawaf.

M Syukron Maksum dalam buku Bimbingan Lengkap Haji dan Umrah menjelaskan bahwa nama Multazam diambil dari kata lazim yang berarti “harus”. Multazam adalah tempat di mana Allah SWT mengharuskan atas diri-Nya untuk menerima permohonan setiap orang yang tulus kepada-Nya.

Multazam merupakan dinding Ka’bah yang terletak di antara Hajar Aswad dengan pintu Ka’bah. Tempat ini merupakan tempat yang utama untuk berdoa dan dipergunakan oleh jemaah haji dan umrah untuk berdoa atau bermunajat kepada Allah SWT setelah selesai melakukan tawaf.


Bacaan Doa di Multazam

Mengutip Kitab Al-Adzkar karya Imam an-Nawawi, berikut bacaan doa di Multazam:

اللَّهُمَّ لَكَ الْحَمْدُ حَمْداً يُوَافِي نِعَمَكَ وَيُكَافِيءُ مَزِيدَكَ أَحْمَدُكَ بِجَمِيعِ مَحَامِدِكَ مَا عَلِمْتُ مِنْهَا وَمَا لَمْ أَعْلَمْ عَلَى جَمِيعِ نِعَمِكَ مَا عَلِمْتُ مِنْها وَمَا لَمْ أَعْلَمْ وَعَلَى كُلّ حَالٍ، اَللَّهُمَّ صَلِ وَسَلّمْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ. اَللَّهُمَّ أَعِذْنِي مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ وأَعِذْنِي مِنْ كُلِّ سُوءٍ وَفَنِعْنِي بِمَا رَزَقْتَنِي وَبَارِكْ لِي فِيهِ اللَّهُمَّ اجْعَلْنِي مِنْ أَكْرَمِ وَفْدِكَ عَلَيْكَ وَأَلْزِمُنِي سَبيل الاسْتِقَامَةِ حَتَّى أَلْقَاكَ يَا رَبَّ العَالَمِينَ

Arab latin: Allahumma lakal hamdu hamday yuwaafi ni’amika wa yukaafiu maziidak, ahmaduka bi jamii-i mahaamidika maa ‘alimtu minhaa wa maa lam a’lam ‘alaa jamii-i ni’amika maa ‘amiltu minhaa wa maa lam a’lam wa ‘alaa kulli haal, alaahumma shalli wa sallim ‘alaa muhammadin wa’alaa aali muhammad, allaahumma a’idznii minasy syaithaanir rajiim, wa ‘aid- znii min kulli suu’, wa qanni’nii bi maa razaqtanii wa baarik lii fiih. Allaa- hummaj ‘alnii min akrami wafdika ‘alaika, wa alzimnii sabiilal istiqaamati hattaa alqaaka yaa rabbal ‘aalamiin.

Artinya: “Ya Allah, Segala puji bagi-Mu, dengan pujian yang menyampaikan pada kenikmatan-Mu dan menepati tambahan kenikmatan itu. Aku memuji-Mu dengan semua pujian baik yang aku ketahui maupun yang tidak aku ketahui atas seluruh kenikmatan-Mu baik yang aku ketahui maupun yang tidak aku ketahui, atas segala keadaan. Ya Allah, limpahkanlah shplawat dan salam atas Nabi Muhammad SAW dan keluarga Nabi Muhammad SAW. Ya Allah, lindungilah aku dari syaitan-syaitan yang terkutuk, dan lindungilah aku dari segala keburukan dan jadikanlah aku qanaah menerima apa yang Engkau berikan dan berkahilah di dalamnya untukku. Ya Allah, jadikanlah aku termasuk orang yang mulia yang Engkau utus, dan tetapkanlah istikamah sampai aku bertemu kepada-Mu, wahai Tuhan pemilik seluruh alam.”

Ketika melaksanakan tawaf, menurut pendapat Imam Syafi’i dan kebanyakan ulama Syafi’iyah disunnahkan membaca Al-Qur’an. Hal ini dikarenakan tawaf merupakan tempatnya zikir, sedangkan zikir yang paling utama adalah membaca Al-Qur’an.

Membaca Al-Qur’an lebih diutamakan dibandingkan dengan doa-doa yang tidak ma’tsur. Asy-Syaikh Abu Muhammad al-Juwaini mengatakan: “Disunnahkan membaca Al-Qur’an di dalam tawaf hingga khatam, dan pahalanya sangatlah besar. ” Wallahu a’lam.

Ketika melaksanakan tawaf, disunnahkan pula untuk mengusap Hajar Aswad dan ketika memulai tawaf membaca:

بسم الله والله اكبر. اللهم إيماناً بك وتَصْدِيقاً بِكِتَابِكَ وَوَفَاءً بِعَهْدِكَ واتباعاً لِسُنَّةِ نَبِيِّكَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

Arab latin: Bismillaahi wal laahu akbar, allaahumma iimaanan bika wa tash- diiqan bikitaabika wa wafaa-an bi’ahdika wat tibaa’an lisunnati nabi- yyika shal lallaahu ‘alaihi wasallam

Artinya: “Dengan menyebut nama Allah, dan Allah Mahabesar ya Allah tawaf ini karena iman kepada-Mu, pembenaran kepada kitab-Mu penunaian terhadap janji-janji-Mu dan mengikuti Nabi-Mu SAW.”

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com

Mencium Hajar Aswad Bisa Hapuskan Dosa, Ini Haditsnya



Jakarta

Hajar Aswad adalah batu mulia yang terdapat pada salah satu sudut Ka’bah. Menurut sebuah hadits, mencium Hajar Aswad bisa menghapuskan dosa.

Dalam Shahih Bukhari pada Kitab ke-25, Kitab Haji bab ke-50, bab keterangan tentang Hajar Aswad, terdapat sebuah hadits yang berisi kesunnahan mencium Hajar Aswad. Dikatakan,

. حَدِيثُ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّهُ جَاءَ إِلَى الْحَجَرِ الأَسْوَدِ فَقَبَّلَهُ فَقَالَ: إِنِّي أَعْلَمُ أَنَّكَ حَجَرٌ لا تَضُرُّ وَلَا تَنْفَعُ وَلَوْلا أَنِّي رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُقَبِّلَكَ مَا قبلتك أخرجه البخاري في


Artinya: Umar RA ketika mencium Hajar Aswad berkata: “Sungguh aku tahu bahwa engkau hanyalah batu yang tidak membahayakan dan tidak berguna. Andaikan aku tidak melihat Nabi SAW menciummu, maka kau tidak akan menciummu.”

Ibnu Abbas RA juga meriwayatkan bahwa Nabi SAW juga pernah menyentuh Hajar Aswad dengan tongkat. Kala itu, Nabi SAW sedang tawaf ketika Haji Wada’ sambil mengendarai unta. Hadits ini dikeluarkan oleh Bukhari pada Kitab ke-25, Kitab Haji bab ke-58, bab menyentuh rukn (Hajar Aswad) dengan tongkat.

Kedua hadits tersebut turut dihimpun Muhammad Fu’ad Abdul Baqi dalam Kitab Al-Lu’Lu wal Marjan, sebuah kitab yang memuat hadits shahih Bukhari dan Muslim disertai ringkasan musthalah hadits.

Ada hadits lain yang menyebut bahwa mengusap Hajar Aswad dapat menghapus dosa. Dalam redaksi lain dikatakan termasuk menciumnya.

Diriwayatkan dari Abdullah bin Ubaid bin Umari, dari ayahnya, ia berkata, “Sesungguhnya Ibnu Umar pernah berebut berdesak-desakan untuk mendekati dua rukun (Hajar Aswad dan Rukun Yamani). Sebelumnya, aku tidak pernah melihat seorang pun sahabat Rasulullah SAW yang berdesakan seperti itu. Lantas aku berucap, ‘Wahai Abdurrahman, mengapa engkau mendekati dua rukun dengan berdesak-desakan seperti itu? Tidak pernah kulihat seorang pun sahabat Rasulullah SAW yang seperti itu.’

Dia menjawab, “Aku melakukannya karena mendengar Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya mengusap Hajar Aswad dan Rukun Yamani bisa menghapus dosa.’ Aku juga mendengar beliau bersabda, ‘Orang yang melakukan tawaf di Baitullah selama satu minggu dan menyempurnakannya, pahalanya sama seperti membebaskan hamba sahaya.’

Aku mendengar beliau bersabda, ‘Tidaklah ia menginjakkan satu kaki dan mengangkat yang lainnya, kecuali Allah akan menghapus dosanya dan menetapkan kebaikan kepada dirinya.'”

Hadits tersebut termuat dalam Sunan at-Tirmidzi, Kitab Haji, Bab Mencium Dua Rukun dan At-Tirmidzi mengatakan hadits tersebut hasan. Hadits ini juga terdapat dalam Sunan an-Nasa’i, Shahih Ibnu Khuzaimah, Shahih Ibnu Hibban, dan Musnad Ahmad.

Adapun, dalam riwayat an-Nasa’i dikatakan dengan redaksi berikut, “Menyentuh Hajar Aswad dan Rukun Yamani dapat menghapus dosa.”

Said Muhammad Bakdasy dalam Fadhlu Hajar Aswad wa Maqam Ibrahim mengatakan bahwa Hajar Aswad akan memberikan kesaksian pada hari kiamat kelak. Hal ini bersandar pada riwayat yang berasal dari Ibnu Abbas RA, ia berkata, Rasulullah SAW bersabda,

“Sesungguhnya Hajar Aswad memiliki lidah dan bibir yang dapat memberikan kesaksian terhadap orang yang mencium atau menyentuhnya pada hari kiamat dengan jujur.” (Shahih Ibnu Khuzaimah, Shahih Ibnu Hibban, Sunan Ibnu Majah, al-Mustadrak al-Hakim, dan Musnad Imam Ahmad. Imam an-Nawawi dalam Syarh Muslim mengatakan bahwa Al-Baihaqi meriwayatkan hadits ini dengan sanad yang shahih)

Menurut riwayat Ibnu Abbas RA yang lainnya, Hajar Aswad disebut berasal dari surga. Batu ini awalnya berwarna putih, kemudian berubah menjadi hitam akibat dosa orang-orang musyrik. Sebagaimana Rasulullah SAW bersabda,

“Hajar Aswad merupakan batu yakut berwarna putih dari surga. Berubah menjadi hitam akibat dosa orang-orang musyrik. Akan dibangkitkan dengan ukuran seperti Gunung Uhud pada hari kiamat serta akan menjadi saksi bagi orang yang menyentuh dan menciumnya dari penduduk bumi.” (Shahih Ibnu Khuzaimah, Sunan At-Tirmidzi, dan Sunan ad-Darimi. At-Tirmidzi mengatakan hadits ini hasan)

Wallahu a’lam.

(kri/lus)



Sumber : www.detik.com

Doa Saat Masuk Kota Makkah dan Melihat Kakbah



Jakarta

Ada doa yang bisa dipanjatkan ketika memasuki kota suci Makkah dan melihat Kakbah. Doa ini bisa dibaca agar mendapat keberkahan dan ridha dari Allah SWT.

Selain menjadi tempat kelahiran Nabi Muhammad SAW, Kota Makkah sangat istimewa karena menjadi destinasi seluruh umat muslim di penjuru dunia untuk melaksanakan ibadah haji atau umrah. Di sana, semua orang berkumpul untuk beribadah hanya kepada Allah SWT.

Oleh karenanya, ketika jemaah haji memasuki area Kota Makkah, dianjurkan untuk memanjatkan doa. Begitu pula ketika telah melihat Kakbah, kiblat umat muslim sekaligus Baitullah, rumah suci. Hal tersebut dikarenakan doa yang dibaca oleh seorang muslim yang tengah dalam ibadah sangatlah mustajab.


Bacaan Doa Memasuki Kota Makkah

Mengutip buku Kamus Arab-Indonesia Indonesia-Arab: Panduan Praktis Haji & Umroh yang disusun oleh Toni Pransiska, S.Pd.I, dkk., berikut ini adalah doa yang dapat dibaca tepat ketika baru saja memasuki Kota Makkah. Meskipun tengah dalam perjalanan, hendaknya doa ini tetap dibaca supaya ibadah haji atau umrah semakin afdal.

اَللّٰهُمَّ هٰذَا حَرَمُكَ وَأَمْنُكَ فَحَرِّمْ لَحْمِيْ وَدَمِيْ وَشَعْرِيْ وَبَشَرِيْ عَلَى النَّارِ وَاٰمِنِّيْ مِنْ عَذَابِكَ يَوْمَ تَبْعَثُ عِبَادَكَ وَاجْعَلْنِيْ مِنْ أَوْلِيَآئِكَ وَأَهْلِ طَاعَتِكَ

Arab-latin: Allahumma hadza haramuka wa amnuka, fa-harrimni ‘alan-nari, wa amminni min ‘adzábika yawma tab’atsu ibáduka, waj’alni min awliya’ika wa ahli thalatika

Artinya: “Ya Allah, kota ini adalah Tanah Haram-Mu dan tempat yang aman. Maka, hindarkanlah daging, darah, rambut, dan kulitku dari neraka. Anugerahkanlah kepadaku keamanan dari siksa-Mu pada hari Engkau membangkitkan kembali hamba-hamba-Mu. Jadikanlah aku termasuk orang-orang yang dekat dan taat kepada-Mu.”

Bacaan Doa Ketika Melihat Kakbah

Kakbah memiliki keistimewaan yakni orang-orang yang tawaf ketika haji dan umrah tidak pernah terputus, dari siang sampai malam. Rasulullah dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Muslim, beliau bersabda: “Wahai Bani Abdu Manaf, janganlah kalian melarang siapa pun yang hendak tawaf atau sholat di Bait ini, kapan pun, baik siang maupun malam”. (HR Muslim)

Ketika seorang muslim melihat Kakbah dari dekat maupun kejauhan, disunnahkan baginya untuk mengangkat kedua tangan seraya berdoa. Dalam suatu riwayat disebutkan bahwa doa seorang muslim dikatakan mustajab ketika ia tengah melihat Kakbah.

Dikutip dari Buku Induk Doa dan Zikir oleh Imam An-Nawawi, doa yang diucapkan ketika melihat Kakbah sebagai berikut

ْاللَّهُمَّ زِدْ هَذَا الْبَيْتَ تَشْرِيفًا وَتَعْظِيمًا وَتَكْرِيمًا وَمَهَابَةً ، وَزِدْ مَن شَرَّفَهُ وَكَرَّمَهُ مِمَنْ حَجَّهُ أَوِ اعْتَمَرَهُ تَشْرِيفًا وَتَكْرِيمًا وَتَعْظِيمًا وَبِرًّا

Arab-latin: Allahumma zid hadzal bayta tasyriifan wa ta’dziiman wa takriiman wa mahaabatan wa zid man syarrafahu wa karramahu mimman hajjahu awi’tamarahu tasyriifan wa takriiman wa ta’dziiman wa birran

Artinya: “Ya Allah, berilah tambahan kepada rumah ini kemuliaan dan kebesaran, kehormatan dan wibawa, dan berilah (pula) tambahan kepada orang yang memuliakannya dan yang menghormatinya dari kalangan orang yang berhaji dan berumrah kepadanya, tambahan kemuliaan, kehormatan, kebesaran, dan ketakwaan.”

Adapun selanjutnya, hendaknya dilanjutkan dengan membaca doa berikut.

اللَّهُمَّ أَنْتَ السَّلاَمُ وَمِنْكَ السَّلاَمُ حَيِّنَا رَبَّنَا بِالسَّلاَمِ

Arab-latin: Allahumma antassalaam wa minkassalam hayyinaa rabbanaa bissalaami

Artinya: “Ya Allah, Engkau adalah Yang Maha Sejahtera, dari Engkaulah sumber semua kesejahteraan, hidupkanlah kami dengan sejahtera.”

Selain bacaan di atas, bacaan doa atau dzikir lainnya ketika melihat kakbah menurut buku Kamus Doa yang disusun oleh Luqman Junaedi adalah sebagaimana tercantum dalam hadits berikut.

اَللَّهُمَّ أَنْتَ السَّلاَمُ وَمِنْكَ السَّلاَمُ وَإِلَيْكَ يَعُوْدُ السَّلاَمُ فَحَيِّنَا رَبَّنَا بِالسَّلاَمِ

Arab-latin: Allahumma antassalam, wa minkassalam, wa ilaika ya’uudussalam, fahayyina robbana bissalam

Artinya: “Ya Allah, Ya Allah, Zat pemilik kedamaian, dari-Mu lah sumber kedamaian dan kepada-Mu kedamaian itu akan kembali. Hidupkanlah kami dengan damai.” (HR Baihaqi).

Itulah beberapa doa yang dapat dibaca ketika masuk ke Kota Makkah dan ketika melihat Kakbah. Siapa saja yang memenuhi panggilan-Nya harus mengabadikan peristiwa tersebut dengan cara berdoa kepada Allah. MasyaAllah!

(dvs/dvs)



Sumber : www.detik.com

Hakim bin Hizam, Satu-Satunya Orang yang Lahir di dalam Kakbah



Jakarta

Hakim bin Hizam bin Abdul Gazi, sosok sahabat sekaligus keponakan Nabi Muhammad SAW yang satu ini memiliki keteguhan hati dan keberanian dalam membuat keputusan. Ia merupakan satu-satunya orang yang dilahirkan di tempat suci umat Islam, yaitu Kakbah.

Dalam sejarah Islam, tercatat Hakim bin Hizam merupakan seseorang yang lahir di dalam naungan kemuliaan Kakbah. Bahkan, menjadi orang pertama sekaligus satu-satunya yang dilahirkan di dalam Kakbah. Saat itu, sang ibu yang tengah hamil tua masuk ke dalam Kakbah bersama dengan rombongan di Baitullah.

Ketika di tengah Kakbah, tiba-tiba perut ibunya terasa sakit seperti hendak melahirkan (kontraksi). Dikarenakan tidak sempat untuk keluar Kakbah, akhirnya lahirlah Hakim bin Hizam bin Khuwailid, yaitu anak laki-laki dari saudara Ummul Mukminin Khadijah binti Khuwailid.


Hakim bin Hizam dididik di tengah keluarga yang berada. Ia tumbuh besar di lingkungan bangsawan kaya raya tanpa kekurangan suatu apapun. Dengan segala faktor yang mendukungnya, ia pun tumbuh menjadi sosok yang kuat, pandai, lagi dihormati.

Ketika menjelang dewasa, ia pun diangkat oleh kaumnya untuk menjadi kepala dan membantu mengurus lembaga penyedia bekal orang-orang yang berhaji. Bahkan, Hakim bin Hizam banyak merelakan hartanya demi kepentingan lembaga.

Masa Keislaman Hakim bin Hizam

Sebelum masa kenabian, Hakim bin Hizam sudah berteman akrab dengan Rasulullah SAW, meskipun usianya lebih tua lima tahun. Hubungan kekerabatan mereka semakin erat ketika Rasulullah SAW menikahi bibinya, yakni Khadijah binti Khuwailid.

Saat itu, Hakim bin Hizam masih belum memeluk Islam. Namun, bagaimanapun Rasulullah tetap menghormati dan berkawan baik dengannya.

Dalam buku Intisari Sirah Nabawiyah Kisah-Kisah Penting dalam Kehidupan Nabi Muhammad oleh Ibnu Hazm al-Andalusi, Hakim bin Hizam baru masuk Islam ketika terjadi peristiwa penaklukkan Mekkah atau Fathu Makkah, kala itu ia termasuk ke dalam orang-orang mualaf (yang perlu dilunakkan hatinya).

Barulah setelah merasakan nikmatnya menjadi seorang muslim, penyesalan mendalam tumbuh dalam hati Hakim bin Hizam. Ia merasa terlalu lama mengingkari Allah SWT dan Rasulullah SAW dan berkubang dalam kemusyrikan.

Hakim bin Hizam pun kemudian semakin bertekad untuk selalu menjunjung Rasulullah dan mendukung segala yang dilakukan Rasulullah SAW untuk menebus waktu ketika ia masih belum memeluk Islam.

Kisah Kedermawanan Hakim bin Hizam

Hakim bin Hizam dikenal karena kedermawanannya. Berdasarkan buku 88 Kisah Orang-Orang Berakhlak Mulia yang ditulis oleh Harlis Kurniawan, ia bahkan tidak mau meminta dan menerima pemberian.

Hal ini terjadi ketika masa pemerintahan Abu Bakar, ia tidak pernah mengambil gajinya dari Baitul Mal. Hingga jabatan bergulir kepada Umar bin Khattab, Hakim tetap tidak juga mengambil gajinya meskipun sudah dipanggil berkali-kali.

Ia turut serta dalam Perang Hunain, sehingga ia berhak mendapatkan bagian dari harta rampasan perang yang dibagikan langsung oleh Rasulullah SAW. Awalnya, ia meminta tambahan lagi dari harta yang didapatnya.

Namun, Rasulullah menasihatinya perihal kepemilikan harta yang membuatnya tersadar. Ia pun menuruti nasihat Rasulullah SAW dan bersumpah tidak akan meminta-minta lagi hingga ajal menjemputnya.

Pada masa pemerintahan Umar bin Khattab, Hakim bin Hizam menepati janjinya. Ia menolak pembagian harta rampasan perang yang menjadi haknya sampai-sampai Umar harus meminta persaksian orang-orang tatkala pembagian harta tersebut tengah berlangsung.

Umar berkata, “Wahai orang-orang muslim, saya ingin mempersaksikan kepada kalian semua perihal Hakim. Sesungguhnya saya telah mengajukan kepadanya haknya dari harta rampasan perang ini, tetapi dia sendiri yang menolaknya dan tidak mau mengambilnya.”

Hal tersebut dilakukan agar menjadi bukti bahwa Hakim bin Hizam memang menolak harta tersebut karena ia ikhlas menjalankan apa yang telah dinasihatkan Rasulullah SAW kepadanya. Bahkan hingga Rasulullah SAW wafat, ia tetap tidak pernah lagi meminta dan menerima apapun dari siapapun.

Sementara itu, mengutip buku Seri Ensiklopedia Anak Muslim: 125 Sahabat Nabi Muhammad SAW oleh Mahmudah Mastur disebutkan bahwa Hakim bin Hizam pernah menyumbangkan 100 ekor unta demi perjuangkan dakwah Islam. Selain itu, ia juga pernah menyembelih 1.000 ekor kambing untuk dibagikan kepada orang miskin.

Itulah kisah Hakim bin Hizam, satu-satunya orang yang lahir di dalam Kakbah dan menjadi sahabat Rasulullah. Keteguhan dan keberaniannya dalam membela kebenaran patut dicontoh oleh setiap umat muslim.

(dvs/dvs)



Sumber : www.detik.com

Kisah Burung Ababil Habisi Pasukan Abrahah yang Akan Hancurkan Ka’bah



Jakarta

Kisah burung ababil melindungi Ka’bah termaktub dalam Al-Qur’an. Kala itu, seorang Raja Yaman bernama Abrahah bersama pasukan bergajahnya ingin menyerang Ka’bah.

Menukil dari kitab Ar-Rahiqul Makhtum: Sirah Nabawiyah oleh Syeikh Shafiyyur-Rahman Al-Mubarakfury yang diterjemahkan Faris Khairul Anam, nama lengkap Raja Abrahah adalah Abrahah al-Asyram. Ia memiliki ambisi yang kuat untuk membangun gereja megah di Shan’a kemudian diberi nama al-Qalis. Harapannya, gereja itu menjadi tempat ibadah terbesar menyaingi Ka’bah di Makkah.

Abrahah iri dengan kemajuan masyarakat Makkah karena Ka’bah. Keberadaan Ka’bah membuat kota tersebut ramai dikunjungi dan menyaingi kepopuleran gereja yang ia bangun di Shan’a, Yaman.


Adapun, terkait burung ababil yang diutus Allah SWT untuk menghancurkan pasukan gajah dikisahkan dalam surah Al Fiil ayat 3-5,

وَّاَرْسَلَ عَلَيْهِمْ طَيْرًا اَبَابِيْلَۙ ٣ تَرْمِيْهِمْ بِحِجَارَةٍ مِّنْ سِجِّيْلٍۙ ٤ فَجَعَلَهُمْ كَعَصْفٍ مَّأْكُوْلٍ ࣖ ٥

Artinya: “Dia mengirimkan kepada mereka burung yang berbondong-bondong yang melempari mereka dengan batu dari tanah liat yang dibakar, sehingga Dia menjadikan mereka seperti daun-daun yang dimakan (ulat).”

Menurut Tafsir Ibnu Katsir, burung ababil tersebut muncul dengan gesit seperti walet. Paruh dan kedua cakarnya berwarna hitam.

Ababil dikirimkan oleh Sang Khalik untuk menghancurkan tentara bergajah. Setiap seekor ababil membawa tiga buah batu, satu terletak pada paruh dan dua lainnya mereka cengkram pada kakinya.

Diceritakan bahwa para gajah yang ditunggangi pasukan Abrahah sempat berhenti dan enggan melangkahkan kakinya untuk menyerang Ka’bah. Alih-alih menyerbu bangunan suci itu, para gajah berputar-putar di lembah Muhassir.

Merasa geram, Abrahah lantas mencambuk para gajah agar menurut. Sayangnya, pasukan mereka kehabisan akal dan merasa lelah karena gajah tersebut tetap enggan menyerang. Dalam kondisi itulah rombongan burung ababil muncul.

Burung-burung ini mengeluarkan suara dan menjatuhkan batu-batu tersebut. Siapa pun yang terkena batu dari burung ababil akan musnah.

Mengutip dari buku Rangkaian Cerita Al-Qur’an karya Bey Arifin, burung-burung ababil yang Allah SWT utus jumlahnya sangat banyak. Batu yang mereka bawa dinamakan Sijjil.

Pasukan Abrahah yang terkena batu tersebut menjadi hancur. Daging dan tulang mereka berjatuhan ke mana-mana dan tak seorang pun yang selamat dari hujaman batu yang dibawa burung Ababil.

Tentara Abrahah berhamburan mencari tempat berlindung. Sayangnya, azab Allah SWT mutlak dan seluruh pasukan Abrahah binasa.

Wallahu a’lam.

(aeb/kri)



Sumber : www.detik.com