Tag Archives: kandungan surah

tentang Toleransi dan Keteguhan Iman


Jakarta

Surah Al-Kafirun adalah salah satu surah pendek dalam Al-Qur’an yang mengandung pelajaran penting tentang keteguhan dalam beragama. Surah ini menegaskan bahwa ajaran tauhid tidak bisa dicampur dengan keyakinan lain.

Dalam buku Hidup bersama Rasulullah Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam karya Daeng Naja disebutkan bahwa Rasulullah SAW menganjurkan membaca surah Al-Kafirun pada rakaat pertama salat sunnah qobliyah Subuh, dan surah Al-Ikhlas pada rakaat kedua. Hal ini sesuai dengan hadits riwayat Muslim:

“Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam membaca ketika salat sunnah qobliyah Subuh, surah Al-Kafirun dan surah Al-Ikhlas.” (HR Muslim)


Artikel ini akan menyajikan bacaan lengkap surah Al-Kafirun dalam tulisan Arab, latin, terjemahan, serta penjelasan tafsirnya agar mudah dipahami.

Surah Al-Kafirun: Arab, Latin, dan Terjemahan

1. قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ

Arab latin: Qul yaa ayyuhal-kaafiruun
Artinya: Katakanlah: “Hai orang-orang kafir,

2. لَا أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُونَ

Arab latin: Laa a’budu maa ta’buduun
Artinya: Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah.

3. وَلَا أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ

Arab latin: Wa laa antum ‘aabiduuna maa a’bud
Artinya: Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah.

4. وَلَا أَنَا عَابِدٌ مَا عَبَدْتُمْ

Arab latin: Wa laa ana ‘aabidum maa ‘abadtum
Artinya: Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah,

5. وَلَا أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ

Arab latin: Wa laa antum ‘aabiduuna maa a’bud
Artinya: Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah.

6. لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ

Arab latin: Lakum diinukum wa liya diin
Artinya: Untukmu agamamu, dan untukku lah, agamaku.

Tafsir Surah Al-Kafirun

Berdasarkan Tafsir Al-Azhar susunan Buya Hamka, surah Al-Kafirun diturunkan di Makkah sebagai jawaban atas tawaran kompromi dari para tokoh Quraisy kepada Nabi Muhammad SAW. Mereka mengajak Nabi untuk saling bergantian menyembah tuhan masing-masing dengan harapan tercipta perdamaian di tengah perbedaan keyakinan.

Namun, tawaran ini ditolak dengan tegas melalui turunnya surah ini. Allah memerintahkan Nabi untuk menyampaikan bahwa tidak ada titik temu antara ajaran tauhid dengan penyembahan berhala. Nabi tidak menyembah apa yang mereka sembah, dan mereka pun tidak menyembah apa yang beliau sembah.

Perbedaan ini tidak hanya terletak pada siapa yang disembah, tetapi juga pada cara beribadah. Nabi menyembah Allah yang Maha Esa dengan cara yang benar sesuai petunjuk wahyu, sedangkan kaum musyrik menyembah berhala dengan cara yang mereka buat sendiri. Karena itu, ajaran keduanya tidak bisa disatukan.

Dalam hal keyakinan, tidak ada ruang untuk mencampuradukkan antara kebenaran dan kesesatan. Surah ini menjadi penegasan bahwa masing-masing memiliki agama sendiri, dan umat Islam harus menjaga kemurnian tauhid tanpa dipengaruhi ajaran lain. Akidah tidak bisa disesuaikan dengan kepercayaan lain. Mencampur ibadah kepada Allah dengan unsur-unsur syirik justru menghilangkan nilai ibadah itu sendiri.

(inf/kri)



Sumber : www.detik.com

Surah Al-‘Alaq dan Tafsirnya tentang Menuntut Ilmu dan Penciptaan Manusia


Jakarta

Pentingnya ilmu pengetahuan dan kesadaran akan tanggung jawab menjadi dasar utama dalam kehidupan manusia. Dalam Al-Qur’an, surah Al-‘Alaq menegaskan hal tersebut secara jelas.

Berdasarkan buku Al-Qur’an Hadis Madrasah Ibtidaiyah Kelas VI karya Fida’ Abdilah dan Yusak Burhanudin, surah ke-96 ini terdiri dari 19 ayat dan termasuk golongan Makkiyah karena diturunkan di Makkah, menjadi wahyu pertama yang diterima oleh Nabi Muhammad SAW.

Ayat-ayat awal surah ini merupakan ayat-ayat pertama yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW, yang juga dikenal sebagai Iqra’ atau Al-Qalam. Ayat-ayat tersebut memerintahkan untuk membaca dan menuntut ilmu serta menggambarkan proses penciptaan manusia dari segumpal darah.


Surah Al-‘Alaq ayat 1 hingga 5 mengandung pesan penting tentang kewajiban menuntut ilmu dan mengamalkan apa yang dipelajari. Sementara ayat 6 hingga 19 memuat peringatan tegas dari Allah SWT kepada mereka yang menghalangi pelaksanaan perintah-Nya.

Bacaan Surah Al-‘Alaq: Arab, Latin, dan Arti

ٱقْرَأْ بِٱسْمِ رَبِّكَ ٱلَّذِى خَلَقَ

Arab latin: iqra` bismi rabbikallażī khalaq
1. Artinya: Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan,

خَلَقَ ٱلْإِنسَٰنَ مِنْ عَلَقٍ

Arab latin: khalaqal-insāna min ‘alaq
2. Artinya: Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.

ٱقْرَأْ وَرَبُّكَ ٱلْأَكْرَمُ

Arab latin: iqra` wa rabbukal-akram
3. Artinya: Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah,

ٱلَّذِى عَلَّمَ بِٱلْقَلَمِ

Arab latin: allażī ‘allama bil-qalam
4. Artinya: Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam,

عَلَّمَ ٱلْإِنسَٰنَ مَا لَمْ يَعْلَمْ

Arab latin: ‘allamal-insāna mā lam ya’lam
5. Artinya: Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.

كَلَّآ إِنَّ ٱلْإِنسَٰنَ لَيَطْغَىٰٓ

Arab latin: kallā innal-insāna layaṭgā
6. Artinya: Ketahuilah! Sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas,

أَن رَّءَاهُ ٱسْتَغْنَىٰٓ

Arab latin: ar ra`āhustagnā
7. Artinya: karena dia melihat dirinya serba cukup.

إِنَّ إِلَىٰ رَبِّكَ ٱلرُّجْعَىٰٓ

Arab latin: inna ilā rabbikar-ruj’ā
8. Artinya: Sesungguhnya hanya kepada Tuhanmulah kembali(mu).

أَرَءَيْتَ ٱلَّذِى يَنْهَىٰ

Arab latin: a ra`aitallażī yan-hā
9. Artinya: Bagaimana pendapatmu tentang orang yang melarang,

عَبْدًا إِذَا صَلَّىٰٓ

Arab latin: ‘abdan iżā ṣallā
10. Artinya: seorang hamba ketika mengerjakan shalat,

أَرَءَيْتَ إِن كَانَ عَلَى ٱلْهُدَىٰٓ

Arab latin: a ra`aita ing kāna ‘alal-hudā
11. Artinya: bagaimana pendapatmu jika orang yang dilarang itu berada di atas kebenaran,

أَوْ أَمَرَ بِٱلتَّقْوَىٰٓ

Arab latin: au amara bit-taqwā
12. Artinya: atau dia menyuruh bertakwa (kepada Allah)?

أَرَءَيْتَ إِن كَذَّبَ وَتَوَلَّىٰٓ

Arab latin: a ra`aita ing każżaba wa tawallā
13. Artinya: Bagaimana pendapatmu jika orang yang melarang itu mendustakan dan berpaling?

أَلَمْ يَعْلَم بِأَنَّ ٱللَّهَ يَرَىٰ

Arab latin: a lam ya’lam bi`annallāha yarā
14. Artinya: Tidaklah dia mengetahui bahwa sesungguhnya Allah melihat segala perbuatannya?

كَلَّا لَئِن لَّمْ يَنتَهِ لَنَسْفَعًۢا بِٱلنَّاصِيَةِ

Arab latin: kallā la`il lam yantahi lanasfa’am bin-nāṣiyah
15. Artinya: Ketahuilah, sungguh jika dia tidak berhenti (berbuat demikian) niscaya Kami tarik ubun-ubunnya,

نَاصِيَةٍ كَٰذِبَةٍ خَاطِئَةٍ

Arab latin: nāṣiyating kāżibatin khāṭi`ah
16. Artinya: (yaitu) ubun-ubun orang yang mendustakan lagi durhaka.

فَلْيَدْعُ نَادِيَهُۥ

Arab latin: falyad’u nādiyah
17. Artinya: Maka biarlah dia memanggil golongannya (untuk menolongnya),

سَنَدْعُ ٱلزَّبَانِيَةَ

Arab latin: sanad’uz-zabāniyah
18. Artinya: kelak Kami akan memanggil malaikat Zabaniyah,

كَلَّا لَا تُطِعْهُ وَٱسْجُدْ وَٱقْتَرِب ۩

Arab latin: kallā, lā tuṭi’hu wasjud waqtarib
19. Artinya: sekali-kali jangan, janganlah kamu patuh kepadanya; dan sujudlah dan dekatkanlah (dirimu kepada Tuhan).

Kandungan dan Tafsir Surah Al-‘Alaq

Berdasarkan Tafsir Al Azhar susunan Buya Hamka, surah Al-‘Alaq diawali dengan perintah “Bacalah!” yang menegaskan pentingnya membaca dan ilmu dalam Islam. Nabi Muhammad diperintahkan membaca wahyu atas nama Allah, Tuhan yang mencipta manusia dari segumpal darah.

Ini menggambarkan asal-usul manusia dan juga menunjukkan bahwa kemampuan membaca yang dimiliki Nabi, meski beliau ummi (tidak pandai baca tulis sebelumnya), adalah karunia dari Allah melalui malaikat Jibril.

Allah mengajarkan manusia dengan pena sebagai alat mencatat ilmu, yang menjadi kunci perkembangan ilmu pengetahuan. Dengan membaca dan menulis, manusia dapat memperoleh dan menyebarkan pengetahuan yang bermanfaat. Ayat-ayat awal ini menegaskan bahwa ilmu dan pembelajaran adalah fondasi penting dalam agama dan kehidupan.

Kemudian Allah mengingatkan bahwa manusia cenderung melampaui batas saat merasa cukup dan kaya, sehingga menolak nasihat dan petunjuk. Mereka merasa tidak membutuhkan Tuhan dan hidup dalam kesombongan. Namun akhirnya semua manusia akan kembali kepada Allah, tempat pertanggungjawaban hakiki.

Nabi juga diingatkan akan tantangan yang akan dihadapi, termasuk penolakan dan perlawanan dari orang-orang sombong dan merasa cukup seperti Abu Jahal, yang menentang dakwah beliau. Meskipun diancam dan dihalangi, Nabi diperintahkan untuk tetap teguh menjalankan ibadah dan dakwah, karena Allah selalu melihat dan menjaga hamba-Nya yang taat.

Ancaman keras bagi yang melawan Rasulullah menunjukkan keseriusan hukuman dari Allah, tetapi Rasulullah tetap diberi dorongan untuk tidak gentar dan terus mendekatkan diri kepada Allah melalui sujud dan ibadah. Rasa dekat kepada Tuhan itulah sumber kekuatan yang tidak bisa dikalahkan oleh musuh.

(inf/kri)



Sumber : www.detik.com