Tag Archives: keduniawian

Post Power Syndrome



Jakarta

Post power syndrome adalah suatu kondisi kejiwaan yang umumnya dialami oleh orang-orang yang kehilangan kekuasaan atau jabatan yang diikuti dengan menurunnya harga diri. Post power syndrome adalah kondisi ketika seseorang masih membayangkan pencapaiannya pada masa lalu dan membandingkannya dengan masa kini. Hal ini dapat menurunkan rasa percaya diri dan menyebabkan depresi. Kondisi ini umumnya dialami oleh orang yang baru pensiun dari pekerjaannya maupun orang yang berakhir masa jabatannya. Sebagian orang menilai pekerjaan sebagai bentuk kepuasan atau pencapaian diri. Tidak sedikit pula orang yang menganggap pekerjaan sebagai identitasnya, atau kesempatan untuk bersosialisasi dan mengasah kemampuan berpikir. Jangan lupa jabatan atau kedudukan itu memuaskan hatinya karena bisa menikmati pelayanan atas kedudukan tersebut.

Kebanyakan dari kita tentu mengharapkan kesuksesan dan kebahagiaan di usia muda. Kemudian, kita tentu juga menginginkan hal tersebut dapat bertahan menggenapi kehidupan kita hingga tua dan berpulang ke Dzat Yang Maha Agung, Allah SWT. Pertanyaannya, sebenarnya apa itu yang disebut bahagia? Bagaimana ukuran bahagia pada diri manusia, khususnya pada mereka yang sudah genap berusia lanjut (usia dewasa akhir > 60 tahun)? Bahagia menurut hemat penulis dapat diartikan sebagai bentuk reaksi pada perasaan manusia yang positif terhadap apa yang dialami dalam diri dan kehidupannya. Nah, bahagia sejatinya adalah hak siapa saja dan menurut hemat penulis, bahagia adalah suatu yang hendaknya diraih, di manapun dan dalam kondisi apapun. Bagi orang beriman bahagia itu tidaklah sulit karena ia akan bersyukur saat memperoleh anugerah dan bersabar saat memperoleh ujian.

Orang-orang yang sabar lagi bersyukur kepada Allah SWT. Maka Dia akan memberinya petunjuk di dunia dan di akhirat.
Menurut para Ulama, “Iman itu ada dua bagian, sebagian adalah sabar dan sebagian lagi adalah syukur.” Para Ulama salaf berkata, “Sabar adalah sebagian dari iman.” Allah SWT. mengumpulkan sabar dan syukur sebagaimana firman-Nya dalam surah asy-Syura ayat 33 yang terjemahannya, “Sungguh, pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda ( kekuasaan-Nya )bagi orang yang selalu bersabar dan banyak bersyukur.”


Adapun makna ayat di atas adalah : Orang-orang yang dapat mengerti dan menyadari hal ini ialah orang-orang yang mempunyai pandangan luas, sabar dan patuh kepada perintah-Nya senantiasa mensyukuri nikmat yang dikaruniakan Allah SWT. kepadanya. Adanya bencana yang terjadi pada suatu tempat berupa gempa bumi, tanah longsor, ombak yang menghanyutkan dan membinasakan, dan lain-lain dianggap oleh sebagian orang hanya kejadian alam yang tidak ada hubungan sedikit pun dengan kekuasaan Allah SWT. Ingatlah Firman-Nya, Dan berapa banyak tanda-tanda (kebesaran Allah) di langit dan di bumi yang mereka lalui, namun mereka berpaling daripadanya. (Yusuf ayat 105) Ayat ini merupakan kelanjutan ayat sebelumnya (asy-Syura 32), bahwa setelah berhasil mengapung di atas air, kapal tradisional memerlukan energi angin sebagai penggerak. Dengan adanya angin kapal layar dapat terdorong dan dengannya dapat pula dikendalikan melalui penggunaan layar dan kemudi. Apabila hembusan angin terhenti maka praktis kapal tidak dapat bergerak. Dengan tidak adanya angin gelombang laut pun akan terhenti pula.

Kembali kepada tujuan hidup bahagia dan sukses. Bagi orang beriman, sukses dalam kehidupan itu berakhir dengan husnul khatimah, bukan berharta banyak, hidup megah dan bukan berkedudukan tinggi. Untuk itu penulis bersenandung tentang bahagia :

Sesuatu yang abstrak.
Tiada bisa dihitung dan dilihat.
Tidak bisa disimpan dalam kotak, dan tidak bisa dibeli.
Berapapun banyak hartamu, kau takkan mampu membeli.
Betapapun senangnya dengan anak-anakmu, kau tiada bisa menggantinya.
Kau kuasai ilmu dan teknologi, belum tentu dapat kau gapai bahagia.
Seorang suami marah pada istri, ” akan aku cabut kebahagianmu,”
” Kau takkan mampu mencabut” tantang istri.
Kebahagianku bukan pada nafkah, busana dan perhiasan.
Kebahagianku bukan yang kau miliki, tak bisa kau kuasai.
Karena kabahagianku ada pada keimananku.
Keimanan ada dalam hatiku.
Tiada yang bisa kuasai hatiku kecuali Allah SWT.
Iman adalah sumber keamanan lahir dan batin.
Tiada iman hanya fatamorgana.

Maka ingatlah selalu, ” Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya Kami akan memberikan kepadanya kehidupan yang baik ( hayatan thayyibah ).” ( an-Nahl : 97 ).

Jabatan dan kedudukan tinggi bukan segalanya, karena hal itu bersifat sementara ( fana ). Tidak ada seseorang menjabat seterusnya ( selama-lamanya ) paling tidak ia berakhir saat meninggal dunia. Kembali kepada-Nya merupakan suatu kepastian dan waktunya tidak maju maupun mundur ( sepenuhnya menjadi kewenangan Allah SWT. surah Luqman ayat 34 ). Oleh karena itu, khusus bagi para pejabat yang berkedudukan tinggi ingatlah selalu akan kematian. Dengan mengingat kematian, engkau akan menghindarkan keinginan keduniawian dan akan memperbanyak bekal untuk akhirat.

Jika kondisi seseorang sudah mencapai tahap bersyukur saat memperoleh anugerah dan bersabar saat ada ujian serta menyadari bahwa segala sesuatu yang menimpa dirinya adalah kehendak-Nya. Disamping itu, husnul khatimah sudah menjadi ukuran kesuksesan maka ia akan jauh dari post power syndrome. Semoga Allah SWT. memberikan penerangan agar tujuan hidup kita tidak tersesat.

Aunur Rofiq

Ketua DPP PPP periode 2020-2025
Artikel ini merupakan kiriman pembaca detikcom. Seluruh isi artikel menjadi tanggung jawab penulis. (Terima kasih – Redaksi)

(erd/erd)



Sumber : www.detik.com

Bermental Miskin



Jakarta

Seseorang yang sudah ditakdirkan fakir, haruskah ia bersyukur? Sebab tidak seorang pun di dunia ini yang tidak mendapatkan nikmat. Setiap manusia diberi limpahan kenikmatan, seperti bisa menghirup udara segar artinya ia sehat, bisa menjalankan ibadah yang merupakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Semua ini merupakan nikmat yang harus disyukuri. Sebagian orang salah menilai bahwa kenikmatan itu dalam bentuk materi. Jadi, materi menjadi ukuran dalam kehidupan. Orang yang fakir dianjurkan bersabar menghadapi keadaan yang ada. Sebab, orang fakir yang bersabar sama kedudukannya dengan orang kaya yang bersyukur.

Allah SWT memuji keduanya, jadi apa pun keadaan kita, masih dapat meraih kemuliaan di sisi-Nya. Ingatlah bahwa Allah SWT memuji orang kaya dan orang miskin, asalkan mereka tetap bersyukur dan bersabar. Hal ini sebagaimana firman-Nya:

1. Surah Shad ayat 30 yang terjemahannya, “Kami menganugerahkan kepada Daud (anak bernama) Sulaiman. Dia adalah sebaik-baik hamba. Sesungguhnya dia sangat taat (kepada Allah).” Adapun makna ayat ini adalah: Dan tidak hanya anugerah ilmu pengetahuan dan kenabian, kepada Nabi Dawud Kami karuniakan pula seorang putra yang mengikuti jejak dan perjuangannya, yaitu Nabi Sulaiman. Dia adalah sebaik-baik hamba yang selalu beribadah dan bersyukur. Sungguh, dia sangat taat pada perintah-Nya.


2. Surah Shad ayat 44 yang terjemahannya, “Sesungguhnya Kami dapati dia (Ayyub) seorang yang sabar. Dialah sebaik-baik hamba. Sesungguhnya dia selalu kembali (kepada Allah dan sangat taat kepadanya).” Makna ayat ini adalah: Sesungguhnya Kami dapati dia sebagai seorang yang sabar dan ikhlas dalam menghadapi cobaan. Dialah sebaik-baik hamba yang tidak pernah putus asa. Sungguh, dia sangat taat dalam melaksanakan perintah Kami. Ujian dan cobaan bisa menimpa siapa saja. Jika hal itu dihadapi dengan sabar, tawakal, dan berusaha secara maksimal, niscaya Allah SWT akan mengganti dengan imbalan lebih banyak, bahkan terkadang tidak terduga.

Dalam kehidupan sehari-hari, sering kita menjumpai seseorang yang selalu mengeluh merasa kekurangan padahal sejatinya dalam ukuran materi sangat cukup. Sebaliknya ada seseorang yang kehidupannya sederhana dan selalu ringan untuk membantu sesama, memberi makan saat ia melihat orang sangat membutuhkannya, membantu dana meski sedikit bagi orang-orang yang dalam perjalanan sudah kehabisan bekal. Sesungguhnya ada yang lebih menyedihkan, seseorang yang cukup materi namun sikapnya terus menerus memohon bantuan orang lain dan kadang ia meng-create (meski dilarang agama) untuk menghasilkan uang.

Bermental miskin merupakan golongan orang-orang yang sibuk dengan dunia dan selalu berurusan keduniawian.

Dikisahkan, ada seorang Syekh zuhud yang kehidupannya mengandalkan hasil tangkapan dari laut. Suatu ketika, seorang kawan Syekh hendak pergi ke suatu daerah tempat tinggal saudaranya Syekh. Lalu Syekh itu berpesan,” Jika memasuki daerah tempat tinggal saudaraku. Sampaikan salam dariku dan aku mohon didoakan olehnya. Dia seorang Wali Allah.”

Sampailah aku di rumah saudara Syekh itu, dan aku heran ia menggunakan kenderaan sangat megah dengan pakaian sangat mewah. Di dalam rumah aku melihat banyaknya pelayan dan pengawal. Aku memberanikan diri untuk mulai bicara, ‘Saudaramu Syekh menyampaikan salam untukmu.’ Lalu lelaki (wali) itu bertanya, ‘Apakah kamu bertemu dengannya?’

Aku menjawab, ‘Ya.’ Wali itu kembali bicara, ‘Jika kamu pulang sampaikan kepadanya, hingga kapan ia sibuk dengan dunia? Sampai kapan ia berurusan dunia? Sampai kapan ia menginginkan dunia?’ Aku semakin heran dengan saudara sang Syekh ini.”

Kemudian aku kembali dari bepergian dan Syekh bertanya, ‘Apakah kamu bertemu dengan saudaraku?’ Aku mengangguk. Maka Syekh minta diceritakan apa yang ia sampaikan. Setelah aku menceritakannya, sang Syekh menangis lama dan akhirnya berkata, ‘Memang benar apa yang disampaikan saudaraku itu. Allah telah mencuci hatinya dari dunia. Allah menempatkan dunia di tangannya, sementara aku masih menempatkan dunia di hatiku.'”

Terkait kisah di atas, Ibnu Atha’illah menyatakan bahwa keadaan para wali atau kekasih Allah SWT tidak dapat diukur dengan kemiskinan atau kekayaan. Wilayah kewalian merupakan wilayah hati. Tidak ada yang mengetahuinya selain Dzat yang telah mengistimewakannya, yaitu Allah SWT. Siapa yang menghadap-Nya dengan kebaikan-Nya, maka ia wajib bersyukur atas segala karunia itu. Jika tidak, ia telah membiarkan kenikmatan dan karunia-Nya itu hilang dari dirinya.

Ingatlah bahwa dunia di hati adalah jika seseorang kehilangan harta, ia bersedih dan jika dapat anugerah harta ia bergembira ria. Jika dunia hanya di tangan, saat kehilangan harta maupun dapatkan rezeki ia hanya tersenyum karena semua bukan miliknya. Jadi orang yang bermental miskin itu dunia ada di hatinya bukan di tangannya.

Ingatlah saat berhasil meraih kenikmatan, baik nikmat dunia maupun nikmat agama, maka jangan sampai lupa dengan dua tugas:
1. Tugas Hati, ajak hati untuk menyatakan bahwa nikmat itu berasal dari Allah SWT, yang datang lewat berbagai perantara.
2. Tugas Lisan, mengungkapkan nikmat. Sebab, dengan pengakuan hati dan lisan, kita lebih terdorong untuk bersyukur dengan amal dan ketaatan kepada-Nya.

Semoga Allah SWT memberikan bimbingan pada kita semua agar dunia cukup di tangan tidak sampai masuk ke hati.

Aunur Rofiq

Ketua DPP PPP periode 2020-2025
Artikel ini merupakan kiriman pembaca detikcom. Seluruh isi artikel menjadi tanggung jawab penulis. (Terima kasih – Redaksi)

(erd/erd)



Sumber : www.detik.com