Tag Archives: kelahiran

Abdullah ibn Al-Zubair, Muhajirin Pertama yang Lahir di Madinah


Jakarta

Pada masanya, masyarakat Madinah dibuat bahagia karena telah lahir seorang bayi pertama dari kaum Muhajirin. Bayi ini kemudian menjadi seorang sahabat Nabi SAW, yang juga merupakan anak dari seorang sahabat Nabi SAW, Al-Zubair ibn Al-Awwam ibn Khuwailid ibn Asad.

Nama lengkapnya adalah Abdullah ibn Al-Zubair bin Awwam bin Khuwailid bin Asas bin Abdil Uzza bin Qushay Al-Asadi. Ia dipanggil dengan julukan Abu Bakar, ada juga yang menyebutnya Abu Khubaib.

Kelahiran Abdullah ibn Al-Zubair

Mengutip buku Tarikh Khulafa Imam As-Suyuthi, Abdullah ibn Al-Zubair dilahirkan di Madinah dua puluh bulan setelah hijrahnya Rasulullah SAW. Ada juga yang mengatakan bahwa ia dilahirkan pada tahun 1 H.


Ia adalah anak Muhajirin pertama yang dilahirkan di Madinah setelah hijrah.

Dalam buku Ensiklopedia Biografi Sahabat Nabi diceritakan bahwa ketika Asma binti Abu Bakar melahirkan Abdullah ibn Al-Zubair, seluruh kaum muslim bersukacita. Mereka berkeliling di jalan-jalan kota Madinah.

Mereka merasa bahagia karena orang Yahudi pernah berkata, “Kami telah menyihir kalian.” Karenanya, tidak akan lahir seorang anak pun bagi mereka. Namun, Allah SWT mematahkan sihir dan celaan mereka ketika Asma melahirkan Abdullah ibn Al-Zubair.

Beberapa saat setelah kelahirannya, Rasulullah SAW mengolesi langit-langit mulutnya dengan sebutir kurma yang telah beliau kunyah, lalu memberinya nama Abdullah ibn Al-Zubair, yang kemudian dijuluki sebagai Abu Bakar, sesuai dengan nama kakeknya.

Abdullah ibn Al-Zubair adalah seorang sahabat nabi yang gemar berpuasa dan melakukan salat malam. Ia adalah seorang yang sangat memelihara silaturahmi dan sangat pemberani.

Ia membagi malamnya menjadi tiga bagian. Ia memiliki kebiasaan berdiri, rukuk, dan sujud semalaman dalam salat hingga pagi menjelang. Abdullah ibn Al-Zubair telah meriwayatkan hadits dari Rasulullah SAW sebanyak 33 buah.

Kehidupan Abdullah ibn Al-Zubair Dihabiskan dengan Sang Ibu

Merujuk sumber sebelumnya, saat telah memasuki usia dewasa, Abdullah ibn Al-Zubair selalu ikut serta dalam peperangan oleh ayahnya, Al-Zubair ibn Al-Awwam. Ayahnya mendidiknya menjadi perwira yang berani dan disiplin.

Namun Al-Zubair, ayahnya, berperangai kasar. Ia bersikap keras kepada wanita, terutama istrinya. Hingga suatu hari, Abdullah mendengar ibunya meminta tolong karena dipukul ayahnya. Ketika ia akan masuk kamar untuk menenangkan ibunya, ayahnya mengancam, “Jika kau berani masuk, ibumu aku talak.”

Abdullah tidak peduli dengan ancaman ayahnya. la masuk ke kamar ibunya sehingga jatuhlah talak kepada Asma. Setelah bercerai dengan Al-Zubair, Asma hidup bersama putranya, Abdullah ibn Al-Zubair.

Dengan segala upaya, ia mendidik dan menanamkan nilai-nilai kehormatan dan kemuliaan pada diri Abdullah. Ia sangat tidak suka jika Abdullah tumbuh menjadi orang yang mudah menyerah dan gampang patah. la harus menjadi laki-laki yang kuat dan teguh pendirian.

Kekhalifahan Abdullah ibn Al-Zubair

Merangkum kembali buku Tarikh Khulafa, di era kekhilafahan Abdullah ibn Al-Zubair, seluruh wilayah tunduk kepadanya, kecuali Syam dan Mesir. Kedua wilayah ini menyerahkan bai’at kepada Mu’awiyah bin Yazid.

Namun, masa itu tidak berlangsung lama, ketika Mu’awiyah meninggal, penduduk Syam dan Mesir mengalihkan kesetiaan mereka kepada Abdullah ibn Al-Zubair.

Abdullah ibn Al-Zubair juga merupakan penunggang kuda yang sangat tangkas pada masanya. Ia mengabadikan banyak kisah kepahlawanannya.

Abu Ya’la di dalam Musnadnya meriwayatkan dari Abdullah bin Zubair bahwa suatu ketika Rasulullah SAW berbekam. Setelah selesai Rasulullah SAW berkata kepadanya,

“Wahai Abdullah, bawalah darah ini dan pendamlah di suatu tempat yang tidak seorang pun melihatmu.”

Abdullah pun pergi lalu meminum darah bekas bekaman Rasulullah SAW itu. Setelah ia kembali, Rasulullah SAW bertanya, “Apa yang kaulakukan dengan darah itu, wahai Abdullah?” Ia menjawab, “Aku ingin menyembunyikannya di tempat yang paling tersembunyi dan telah kutaruh ia di tempat yang paling tersembunyi itu.”

Rasulullah SAW bertanya lagi, “Apakah engkau telah meminumnya?” Ia menjawab, “Ya.” Rasulullah SAW bersabda, “Manusia akan celaka karenamu dan engkau akan celaka karena manusia.” Orang-orang melihat bahwa kekuatan yang dimilikinya adalah berkat darah tersebut.

Abu Ya’la juga meriwayatkan dari Nauf Al-Bikali, bahwa ia berkata, “Sesungguhnya, kutemukan di Kitab Allah yang diturunkan bahwa Abdullah ibn Al-Zubair adalah khalifah yang paling tangkas menunggang kuda.”

Dalam riwayat lain, Mujahid berkata “Tidak ada pintu ibadah yang sukar ditembus oleh seseorang (artinya sangat sulit untuk dilakukan), kecuali Abdullah ibn Al-Zubair melakukannya. Suatu ketika, banjir menenggelamkan Ka’bah, tetapi ia tetap melakukan thawaf dengan berenang.”

Disebutkan pula bahwa orang yang pertama kali menutup Ka’bah dengan kain sutra adalah Abdullah ibn Al-Zubair. Kelambunya ia buat dari bulu dan kulit.

Abdullah ibn Al-Zubair juga memiliki seratus orang pelayan. Setiap pelayan memiliki logat bahasa sendiri dan Abdullah ibn Al-Zubair berbicara menggunakan logat bahasa mereka masing-masing.

Jika sedang melihatnya bicara tentang dunianya, Umar bin Qais selalu berkata, “Orang ini sama sekali tidak menginginkan Allah.” Namun, jika sedang melihatnya bicara tentang agama, ia selalu berkata, “Orang ini sama sekali tidak menginginkan dunia.”

(inf/inf)



Sumber : www.detik.com

Panggilan Sayang Rasulullah SAW kepada Istrinya yang Romantis


Jakarta

Rasulullah SAW adalah sosok yang romantis dalam memperlakukan para istrinya. Beliau memiliki beberapa panggilan sayang kepada istrinya yang bernama Aisyah RA.

Aisyah RA adalah istri Rasulullah SAW yang dinikahi saat usianya masih gadis. Menurut riwayat, setelah wafatnya Khadijah RA, tak ada istri yang lebih dicintai oleh Rasulullah SAW melebihi cintanya kepada Aisyah.

Panggilan Sayang Rasulullah SAW kepada Istrinya, Aisyah

Mengutip buku Agungnya Taman Cinta Sang Rasul yang ditulis oleh Ustadzah Azizah Hefni, salah satu bentuk sikap romantis Rasulullah SAW adalah panggilan sayang Rasulullah SAW kepada istrinya, Aisyah RA. Beliau selalu memanggil Aisyah dengan panggilan-panggilan sayang.


Salah satu panggilan sayang Rasulullah SAW kepada Aisyah RA adalah Humaira’ (pipi yang kemerah-merahan). Panggilan ini karena Aisyah RA adalah wanita berkulit putih, yang jika tersipu, marah, atau tertawa pipinya selalu berubah menjadi merah.

Panggilan Humaira’ sering diucapkan Rasulullah SAW kepada Aisyah RA saat sedang berduaan atau sedang berkumpul bersama banyak orang. Para sahabat sudah sangat familier dengan panggilan sayang Rasulullah SAW kepada istrinya ini.

Dikisahkan dalam buku Misteri Bidadari Surga yang ditulis oleh Joko Syahban, terlihat adegan mesra antara Rasulullah SAW dan Aisyah RA ketika orang-orang Habsyah bermain tombak saat akan masuk masjid.

“Wahai Humaira! Apakah engkau suka melihat mereka? panggil Rasulullah SAW.

Lalu, dijawab oleh Aisyah, “Ya.”

Kemudian beliau berdiri di pintu dan Aisyah RA mendatanginya, Aisyah RA pun meletakkan dagunya di atas bahu Nabi SAW dan disandarkan wajahnya pada pipi beliau.” (HR An-Nasa’i di dalam As-Sunan Al-Kubra dan Ahmad).

Sebutan “Humaira” adalah isim tasghir bentuk kata yang menunjukkan makna sesuatu yang mungil untuk memanjakan dan kecintaan, yang diambil dari kata hamra. Kata tersebut brmakna si putih berambut pirang.

Rasulullah SAW juga memanggil Aisyah RA dengan Muwaffaqah, yang berarti diberi petunjuk. Dalam sebuah riwayat Ibnu Abbas, pernah disebutkan bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda,

“Barang siapa mempunyai dua orang pendahulu (maksudnya mayat) di antara umatku, Allah akan memasukkannya ke surga dengan dua orang tersebut.” Aisyah berkata, “Dan orang yang mempunyai satu pendahulu (mayat) di antara umatmu.”

Rasulullah menjawab, “Ya, barang siapa mempunyai satu orang pendahulu, wahai Muwaffaqah?” Ibnu Abbas bertanya, “Bagaimana dengan orang yang tidak mempunyai satu orang pendahulu pun di antara umatmu?”

Rasulullah SAW bersabda, “Aku adalah pendahulu umatku. Mereka tidak akan diuji sepertiku.” (HR Tirmidzi)

Terkadang Rasulullah SAW juga memanggil Aisyah RA dengan namanya tapi hanya sebagian saja, yakni Aisy.

Pernah juga, Rasulullah SAW memanggil Aisyah RA dengan sebutan Ummu Abdullah. Itu adalah panggilan sayang Rasulullah SAW kepada istrinya yang sangat terhormat. Aisyah RA yang ditakdirkan Allah SWT tidak memiliki keturunan dari Rasulullah SAW, seolah tidak mungkin mendapatkan panggilan ibu dari suaminya. Namun ternyata, Rasulullah SAW memanggilnya dengan sebutan Ummu Abdullah untuk menghormatinya.

Adapun ketika Asma’, saudara Aisyah RA, melahirkan seorang bayi, Aisyahlah yang membawanya pertama kali ke hadapan Rasulullah SAW. Saat itu, Rasulullah SAW pun memanggilnya dengan Ummu Abdullah. Padahal, anak yang dibawa Aisyah RA bukanlah anaknya, namun Aisyah RA tetap mendapatkan panggilan ibu dari Rasulullah SAW. Apa yang dilakukan Rasulullah SAW itu sungguh membuat Aisyah RA tersanjung.

Ibnu Hibban meriwayatkan hadits tentang ini dari Aisyah RA, “Ketika Abdullah bin Zubair lahir, Aisyah membawanya kepada Rasulullah SAW. Kemudian Rasulullah SAW membasahi bibir Abdullah bin Zubair dengan ludahnya, dan itulah sesuatu yang pertama kali masuk ke perutnya. Rasulullah SAW lalu bersabda, ‘Dia Abdullah dan engkau Aisyah adalah Ummu Abdullah.” (HR Ibnu Hibban)

Sejak kelahiran Abdullah bin Zubair itu, Aisyah RA pun selalu dipanggil sebagai Ummu Abdullah. Syekh Muhammad bin Yusuf Ad-Dimasyqi mengatakan, “Sejak itu, Aisyah dipanggil dengan sebutan Ummu Abdullah, meskipun sebenarnya ia bukanlah ibu yang melahirkan Abdullah. Sampai wafat, Aisyah tetap dipanggil dengan sebutan Ummu Abdullah.”

Beberapa panggilan ini merupakan bentuk panggilan sayang Rasulullah SAW kepada istrinya. Rasulullah SAW selalu melakukannya dengan penuh cinta dan kelembutan. Panggilan itu hanya diserukan Rasulullah SAW dan tidak seorang pun memanggil istrinya itu dengan sebutan demikian.

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com