Tag Archives: kemewahan

Cerita Mohammed bin Salman Beli Kapal Mewah yang Diincar Bill Gates



Jakarta

Kapal pesiar mewah sering kali menjadi simbol kekayaan dan status yang mencolok. Salah satu yang paling terkenal adalah Serene, sebuah superyacht buatan Italia yang pernah menjadi incaran dua sosok terkaya dunia. Kisah di balik kapal ini melibatkan Bill Gates dan Putra Mahkota Arab Saudi, Mohammed bin Salman.

Dilansir dari laman Supercar Blondie, pada tahun 2014, Bill Gates berlibur bersama keluarganya di kapal pesiar mewah bernama Serene yang berlabuh di Selatan Prancis. Kapal sepanjang 439 kaki ini dimiliki oleh taipan vodka asal Rusia, Yuri Shefler, dengan biaya sewa mencapai $5 juta per minggu. Gates sangat menyukai kapal tersebut hingga mulai mempertimbangkan untuk membelinya secara langsung.

Namun, pada tahun berikutnya, tepatnya Juli 2015, Putra Mahkota Arab Saudi, Mohammed bin Salman (MBS), yang juga sedang berada di daerah itu, melihat kapal Serene dan langsung memutuskan untuk membelinya. Ia mengirim ajudannya dengan pesan sederhana: $550 juta harus segera ditransfer.


Kemewahan Superyacht Serene

Menurut laman Yacht Harbour, Serene adalah superyacht pertama buatan galangan kapal Italia, Fincantieri, yang diluncurkan pada 2011. Kapal ini memiliki panjang 134 meter dan lebar 18,5 meter.

Dirancang oleh Espen Oeino, Serene menjadi simbol kemewahan dengan fasilitas luar biasa, di dalamnya terdapat tujuh kolam renang, jacuzzi raksasa di dek atas, sauna menghadap laut, helipad, oven pizza kayu bakar, panggangan teppanyaki, spa lengkap dengan hammam dan snow room, serta lounge observasi bawah laut.

Interiornya didesain oleh Reymond Langton dengan sentuhan mewah dan pemandangan 360 derajat. Kapal ini mampu menampung 24 tamu dalam 12 kabin, dilayani lebih dari 40 kru, dan melaju hingga kecepatan 25 knot.

Serene Dibeli MBS dan Jadi Armada Kerajaan Saudi

Pada Juli 2015, Serene resmi dibeli oleh Mohammed bin Salman dengan harga sekitar €420 juta (sekitar 458 juta dolar AS). Berdasarkan dokumen Paradise Papers, proses penjualan memakan waktu setidaknya 10 hari, dan kapal harus berlayar ke perairan internasional sebelum resmi berpindah tangan.

Setelah menjadi milik MBS, Serene banyak berlayar di Teluk Persia dan Laut Merah. Kapal ini bahkan sempat kandas di dekat Pulau Tiran pada musim panas, sebelum diperbaiki dan menjalani perawatan di Belanda.

Meski bukan yang terbesar di dunia, Serene termasuk salah satu kapal pesiar paling mewah dan terkenal. Saat ini, kapal tersebut menjadi bagian dari armada kerajaan Saudi dan pernah menjadi tempat penyimpanan lukisan Salvator Mundi karya Leonardo da Vinci. Kapal ini mencerminkan kekuatan dan status pemiliknya di panggung internasional.

Setelah kehilangan kesempatan memiliki Serene, Gates tidak menyerah. Beberapa tahun kemudian ia memesan kapal pesiar senilai $645 juta yang menggunakan tenaga hidrogen, bahkan lebih mahal dari Serene. Namun menariknya, Gates tidak pernah menginjakkan kaki di kapal tersebut sebelum akhirnya menjualnya.

Saat ini, Mohammed bin Salman lebih mengarahkan perhatiannya pada proyek-proyek ambisius lain, termasuk pembangunan gedung pencakar langit tertinggi di Riyadh. Namun, kisah tentang Serene tetap dikenang sebagai contoh bagaimana kekayaan dan keberanian mengambil keputusan secara cepat mampu mengubah jalannya sejarah.

(inf/erd)



Sumber : www.detik.com

Pembiaran



Jakarta

Istidraj yaitu nikmat yang diberikan Allah SWT kepada orang-orang yang membangkang atau jauh terhadap-Nya. Ini merupakan hukuman dari Allah SWT agar orang tersebut terus terjerumus dalam kesesatan. Hal ini menjadikan seseorang yang diberikan nikmat tetapi diarahkan menuju kebinasaan oleh Allah SWT.

Adapun nikmat ada dua jenis yaitu nikmat hasil jerih payah dan nikmat istidraj. Seseorang yang bekerja keras maupun bekerja cerdas akan memperoleh kenikmatan dari-Nya, ini berlaku bagi mukmin maupun kafir. Allah SWT tidak menyia-nyiakan atas jerih payah hamba-Nya. Orang beriman akan menikmati hasil usaha duniawinya di dunia, dan selain itu menikmati di akhirat. Adapun orang kafir akan menikmati hasil usahanya di dunia saja. Sebagaimana dalam firman-Nya surah Hud ayat 15 yang terjemahannya, “Siapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, pasti Kami berikan kepada mereka (balasan) perbuatan mereka di dalamnya dengan sempurna dan mereka di dunia tidak akan dirugikan.”

Makna ayat ini adalah: Menerangkan bahwa penyebab orang musyrik mendustakan Al-Qur’an adalah karena dorongan hawa nafsu yang cenderung mengutamakan urusan duniawi. Barang siapa menghendaki kehidupan dunia dengan pangkat, kemewahan, serta kenikmatan hidup, dan menginginkan pula perhiasannya seperti harta kekayaan yang melimpah, fasilitas hidup yang lengkap dan mewah, pasti Kami akan berikan balasan penuh atas pekerjaan dan jerih payah mereka selama di dunia dengan sempurna. Itulah ketetapan Allah SWT yang berlaku bagi siapa saja yang bekerja akan mendapatkan hasil dari jerih payahnya, dan mereka di dunia tidak akan dirugikan oleh hasil usaha mereka sendiri.


Oleh karena itu ketika kita memperoleh kenikmatan, maka renungkanlah apakah nikmat itu karena jerih payah atau nikmat istidraj?

Dikisahkan Umar bin Khatab saat diberikan ghanimah (harta ramasan perang) Qadisiah ke hadapannya, Umar menangis karena khawatir kemenangan yang telah dicapai itu merupakan istidraj Allah SWT untuknya. Dia menangis sambil berkata, ” Ya Allah, Engkau tahu bahwa Muhammad SAW lebih baik dariku, tapi Engkau tidak memberikan ini kepadanya. Engkau tahu bahwa Amirul Mukminin Abu Bakar lebih baik dariku, tapi Engkau tidak memberikan ini kepadanya. Maka, aku berlindung kepada-Mu supaya semua ini tidak berubah menjadi fitnah bagi agamaku.”

Adapun yang membedakan nikmat anugerah dengan nikmat istidraj adalah kondisi seseorang saat menerima nikmat tersebut. Jika ia menerimanya dengan rasa syukur kepada Allah SWT lalu istiqamah dalam syukurnya, maka itu pertanda bahwa nikmat yang tercurah itu merupakan pesan cinta dan anugerah. Namun, jika ia menerimanya tapi ia lupa dengan Sang Pemberi Nikmat, lupa pada-Nya yang mengaruniainya, kemudian menggunakan nikmat itu dengan cara dan pada jalan yang tidak diridhai-Nya, disebabkan keberpalingannya dari rasa syukur. Orang semacam ini akan menjalani kehidupan yang sempit, sebagaimana firman-Nya dalam surah Thaha ayat 124 yang terjemahannya, “Siapa yang berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya kehidupan yang sempit. Kami akan mengumpulkannya pada hari Kiamat dalam keadaan buta.”

Makna pada ayat ini Allah SWT memberi peringatan dan ancaman bagi mereka yang berpaling dari petunjuk-Nya. Dan barang siapa yang berpaling dari peringatan-Ku dan enggan mengikuti petunjuk-Ku, maka sungguh dia akan mendapat balasan dengan menjalani kehidupan yang sempit sehingga selalu merasa kurang meski sudah memperoleh banyak rezeki di dunia, dan Kami akan mengumpulkannya kelak pada hari kiamat dalam keadaan buta sehingga tidak dapat meniti jalan ke surga.

Dalam kehidupan saat ini, penulis kadang menemukan seseorang yang memperoleh nikmat namun ia tidak bersyukur bahwa itu merupakan anugerah-Nya. Hal ini terlihat bahwa orang itu haus jabatan meskipun sudah berderet posisi yang disandangnya, haus harta kekayaan meskipun sudah memiliki rumah besar dan mewah serta kendaraan kelas atas. Ia akan menjalani kehidupan yang sempit dan dalam keadaan buta saat dikumpulkan pada hari kiamat.

Keserakahan atau kerakusan pada dunia (kekuasaan, harta kekayaan, ketenaran, ketersanjungan) saat ini sudah menggejala kepada para elite. Untuk itu, selalu ingatlah pada firman-Nya dalam surah al-An’am:

1. Ayat 43 yang terjemahannya, “Akan tetapi, mengapa mereka tidak tunduk merendahkan diri (kepada Allah) ketika siksaan Kami datang menimpa mereka? Bahkan hati mereka telah menjadi keras dan setan pun menjadikan terasa indah bagi mereka apa yang selalu mereka kerjakan.”

2. Ayat 44,”Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kamipun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka; sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong, maka ketika itu mereka terdiam berputus asa.”

Makna kedua ayat tersebut adalah: Ketika telah ditawarkan pintu tobat, mereka tetap mengingkarinya dan hati mereka menjadi keras. Pada saat itu Allah SWT tetap memberikan kesenangan pada mereka (pembiaran) dan mereka tidak menyadarinya kalau kenikmatan itu merupakan istidraj dari-Nya. Mereka akan menerima siksa yang sekonyong-konyong, hingga mereka terdiam dan berputus asa.

Jika kita cermati kondisi sebagian elite negeri yang selama ini menerima nikmat dari-Nya dan mereka tidak bersyukur dan beranggapan nikmat itu dari usahanya sendiri, maka itu pertanda istidraj. Wahai para pemimpin, segeralah bertobat kepada-Nya. Semoga Allah SWT memberikan bimbingan agar kita semua (para pemimpin) agar dihindarkan dari nikmat istidraj.

Aunur Rofiq
Ketua DPP PPP periode 2020-2025
Artikel ini merupakan kiriman pembaca detikcom. Seluruh isi artikel menjadi tanggungjawab penulis. (Terimakasih – Redaksi)

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com

Memakan Yang Bukan Haknya



Jakarta

Dalam kehidupan saat ini, sebagian orang berlomba-lomba dengan kemewahan, kadang pamer kekayaan berupa mobil tumpangannya, bagi Ibu-ibu kegengsiannya pada tas yang dibawa serta perhiasan yang dipakainya. Tidak sampai di situ, ada keluarga orang yang berkedudukan saat liburan bersama mereka enggan menggunakan jasa transportasi komersil, mereka lebih suka menyewa private jet. Pameran atau perlombaan kekayaan ini tidak sepatutnya dipertontonkan, hanya mereka yang rendah diri dan kurang iman.

Allah SWT. telah melarang para hamba-Nya untuk hidup berlebihan dan bermegah-megahan. Hal ini sebagaimana dalam firman-Nya surah at-Takatsur ayat 1 yang terjemahannya, “Berbangga-bangga dalam memperbanyak (dunia) telah melalaikanmu.”

Adapun makna ayat di atas adalah : Allah SWT. mengungkapkan bahwa manusia sibuk bermegah-megahan dengan harta, teman, dan pengikut yang banyak, sehingga melalaikannya dari kegiatan beramal. Mereka asyik dengan berbicara saja, teperdaya oleh keturunan mereka dan teman sejawat tanpa memikirkan amal perbuatan yang bermanfaat untuk diri dan keluarga mereka. Ingatlah hadis yang diriwayatkan oleh Muslim. Rasulullah SAW. bersabda, “Anak Adam berkata, ‘Inilah harta saya, inilah harta saya. Nabi bersabda, “Wahai anak Adam! Engkau tidak memiliki dari hartamu kecuali apa yang engkau makan dan telah engkau habiskan, atau pakaian yang engkau pakai hingga lapuk, atau yang telah kamu sedekahkan sampai habis.”


Ahli tafsir ada yang berpendapat bahwa maksud ayat ini adalah bangga dalam berlebih-lebihan. Seseorang berusaha memiliki lebih banyak dari yang lain baik harta ataupun kedudukan dengan tujuan semata-mata untuk mencapai ketinggian dan kebanggaan, bukan untuk digunakan pada jalan kebaikan atau untuk membantu menegakkan keadilan dan maksud baik lainnya. Ketahuilah, sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan sendau gurauan, perhiasan dan saling berbangga di antara kamu serta berlomba dalam kekayaan dan anak keturunan, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian (tanaman) itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridaan-Nya. Dan kehidupan dunia tidak lain hanyalah kesenangan yang palsu.

Diteruskan dengan ayat 2 yang terjemahannya, “Sampai kamu masuk ke dalam kubur.”
Makna ayat kedua ini adalah : Selanjutnya Allah SWT. menjelaskan keadaan bermegah-megah di antara manusia atau dengan usaha untuk memiliki lebih banyak dari orang lain akan terus berlanjut hingga mereka masuk lubang kubur. Dengan demikian, mereka telah menyia-nyiakan umur untuk hal yang tidak berfaedah, baik dalam hidup di dunia maupun untuk kehidupan akhirat.

Jadi jelas bahwa larangan tersebut merupakan langsung dari-Nya, oleh sebab itu janganlah tergoda dengan kenikmatan sesaat di dunia dibandingkan dengan kenikmatan selamanya di akhirat.
Kadang keserakahan susah dibendung karena engkau kalah dalam bertarung dengan nafsumu. Engkau akan tidak peduli cara untuk meraih harta itu benar atau dilarang ? Bahkan dirimu ( hati ) sejatinya sudah mengetahui kalau cara tersebut tidak seperti yang diajarkan Islam, namun tetap engkau lakukan.

Ingatlah kisah ini, tentang mengambil makanan ( sangat sedikit ) yang bukan haknya. Abu Yazid al-Busthami menyembah Allah SWT. selama bertahun-tahun. Namun, ia tidak menemukan kenikmatan dan kelezatan ibadah. Untuk itulah ia pergi menemui Ibunya.

“Wahai Ibu, sungguh, aku tidak menemukan manisnya ibadah dan taat selamanya. Tengoklah ke belakang, apakah engkau pernah memakan makanan haram pada saat aku masih dalam perutmu, atau pada saat aku dalam susuanmu?” tanya Abu Yazid al-Busthami.

Sang Ibu berpikir lama untuk menjawab pertanyaan itu. Lalu Ibu menjawab, “Anakku, ketika engkau berada dalam perutku, aku naik di atas atap. Aku melihat sepotong keju berada di dalam sebuah wadah. Aku berselera. Maka, aku memakannya seukuran semut, tanpa izin pemiliknya.”

“Tidak lain inilah alasannya. Wahai Ibu, pergilah kepada pemilik keju tersebut, dan beritahu masalah itu kepadanya.” Kata Abu Yazid.
Kemudian sang Ibu pergi dan menceritakan hal tersebut kepada pemilik keju.
Pemilik keju berkata, “Sekarang, engkau memperoleh halalnya keju itu.”

Selanjutnya sang Ibu menyampaikan pertemuannya dengan pemilik keju kepada anaknya, Yazit al-Busthami. Setelat itu, Yazid baru dapat merasakan manisnya taat.

Mari kita simak kisah di atas, bahwa bukan ukuran sedikit/kecilnya yang diambil tanpa hak, namun tindakan memakan makanan yang bukan haknya. Nah mari kita muhasabah, apakah kita pernah melakukan hal itu?

Jika pernah dan beberapa kali karena ketidakmengertiannya ( penulis berpendapat jarang terjadi ) atau mengerti, maka segeralah bertaubat kepada-Nya dan berjanji tidak mengulanginya.

Ya Allah, jauhkanlah kami dari nafsu serakah, sehingga mengambil sesuatu yang bukan haknya. Berilah penerangan dengan cahaya-Mu agar kami bisa menentukan dan membedakan yang hak dengan yang batil.

Aunur Rofiq

Ketua DPP PPP periode 2020-2025
Artikel ini merupakan kiriman pembaca detikcom. Seluruh isi artikel menjadi tanggung jawab penulis. (Terima kasih – Redaksi)

(erd/erd)



Sumber : www.detik.com

Keterlenaan



Jakarta

Syekh Nawawi al-Bantani menjelaskan bahwa kehidupan dunia dijadikan layaknya perhiasan bagi orang-orang kafir sehingga mereka merasa senang akan hal tersebut dan mereka dibiarkan menghinakan kehidupan orang-orang bertakwa dan beriman kepada Allah SWT. Namun, hal tersebut hanya bersifat sementara. Sebab pada hari kiamat nanti, giliran orang beriman yang akan membalasnya kemudian dengan ditempatkannya mereka pada tempat yang lebih tinggi dari orang-orang kafir.

Kondisi di atas sebagaimana firman-Nya dalam surah al-Baqarah ayat 212 yang terjemahannya, “Kehidupan dunia dijadikan terasa indah dalam pandangan orang-orang yang kufur dan mereka (terus) menghina orang-orang yang beriman. Padahal orang-orang yang bertakwa itu berada di atas mereka pada hari Kiamat. Allah memberi rezeki kepada orang yang Dia kehendaki tanpa perhitungan.”

Inti ayat di atas adalah : Kehidupan dunia dijadikan oleh Allah SWT. terasa indah dalam pandangan orang-orang yang kafir Mekah. Mereka sangat mencintai dunia dan berlomba-lomba mencari kesenangan dunia sehingga lupa kepada akhirat, dan mereka terus-menerus menghina orang-orang yang beriman, seperti Bilal, suwahaib, dan lainnya karena kefakiran mereka. Mereka terus saja berbuat demikian padahal orang-orang yang bertakwa itu berada di atas mereka pada hari Kiamat. Mereka berada di surga sedangkan orang kafir itu berada di neraka. Dan Allah SWT. memberi rezeki baik di dunia maupun akhirat kepada orang yang Dia kehendaki tanpa perhitungan.


Godaan kehidupan dunia itu melenakan, oleh karenanya waspada akan lebih baik. Dikisahkan ada keluarga yang tersesat di suatu daerah terpencil. Mereka tidak mempunyai tempat tinggal, pakaian, dan makanan. Karena nasib baik, secara tiba-tiba seorang dermawan yang kaya raya melewati daerah tersebut. Ketika mengetahui kondisi keluarga ini, kemudian ia ( dermawan ) memberi rumah yang megah. Dia penuhi semua kebutuhan keluarga itu dan berikan bantuan setiap bulannya.

Beberapa saat kemudian keluarga ini terlena karena kenikmatan fasilitas yang ada, sehingga mereka lupa pada hati yang telah peduli serta tangan yang telah membantu dan menyelamatkan mereka. Mereka tidak mengakuinya dan dengan pongah mengingkari kebaikan sang dermawan.

Kemudian sang dermawan mendatangi keluarga itu. Dia ketuk pintu rumah dan keluarlah kepala keluarga. Dermawan berkata, “Menurut berita yang kudengar, kalian telah lepas dari masa-masa sulit. Alhamdulillah, sekarang kalian sudah tidak membutuhkan lagi, maka kalian bisa pergi dari rumahku ini dan pergi ke rumah lain.”

Kemudian tersadar dari keterlenaan, kepala keluarga berkata, “Mengapa tidak mengusir orang-orang yang tinggal di sekitar rumah ini juga ?”
Sang dermawan menjawab, “Kalau seperti itu, aku pasti berbuat zalim, karena merampas hak mereka. Mereka semua telah berusaha memiliki tanah dan gigih berusaha membangun rumah, hingga bisa memiliki perabot. Lantas, atas dasar apa aku mengusir mereka dari rumah yang telah mereka bangun sendiri dan melarang mereka menikmati hasil jerih payahnya ?”

Kisah di atas sejatinya menggambarkan kondisi umat Islam saat ini. Terlena karena kenikmatan dunia dan mengingkari kepada Sang Pemberi nikmat ( Allah SWT ) sehingga telah melupakan ibadah kepada-Nya. Sejarah telah mencatat dan bukti telah menguatkan bahwa umat Islam tidak akan bangkit dari lembah kebodohan dan jurang ketertinggalan menuju puncak kejayaan peradaban kecuali dengan kembali melaksanakan perintah dan menjauhi larangan-Nya.

Ketahuilah Umar bin Khattab r.a., telah mengatakan kepada Abu Ubaida r.a. Saat memasuki pinggiran kota Syam ( Damaskus ), “Kita adalah umat yang dimuliakan bersama Islam. Jika kita berusaha menggapai kemudian dengan selain yang ditetapkan untuk kita, niscaya Allah SWT. menghinakan kita.”
Ibnu Khaldun juga berkata, “Bangsa Arab tidak akan kuat kecuali bersatu di bawah panji agama dan pengaruh besar agama.”

Jebakan atas kenikmatan dunia ini telah membawa banyak korban termasuk para pejabat, kepala daerah bahkan sampai level pembantu Presiden ( menteri ). Akhir-akhir ini ramai diberikan tentang kemungkinan kurang tepatnya penyaluran CSR dari Otoritas Moneter kepada anggota legislatif. Kejadian ini dengan alasan apapun telah menyakiti rakyat dan menunjukkan para pelaku yang beragama Islam telah menodai keyakinannya.

Oleh karena itu, jadilah hamba Allah SWT. yang saleh, akan memanfaatkan segala kenikmatan dunia sebagai alat untuk memudahkannya menuju alam akhirat. Kemewahan dunia yang dimiliki tidak menyebabkannya terlena dan terpedaya dengan bujuk rayu setan. Seluruh waktunya didedikasikan untuk beramal sebanyak-banyaknya. Semakin bertambah kenikmatan yang diberikan, semakin besar pula rasa syukurnya kepada-Nya. Tiada hari yang dilalui tanpa bermunajat dan bersyukur kepada Allah SWT. atas segala limpahan karunia yang diberikan kepadanya. Semoga Allah SWT. memberikan bimbingan dan keteguhan iman agar tidak tergoda dengan kemewahan dunia.

Aunur Rofiq

Ketua DPP PPP periode 2020-2025
Artikel ini merupakan kiriman pembaca detikcom. Seluruh isi artikel menjadi tanggung jawab penulis. (Terima kasih – Redaksi)

(erd/erd)



Sumber : www.detik.com