Tag Archives: kepemilikan

Hukum Menabung Emas Digital Tanpa Serah Terima Fisik


Jakarta

Dalam beberapa tahun terakhir, menabung emas secara digital menjadi tren investasi yang populer di kalangan masyarakat. Layanan ini umumnya ditawarkan oleh berbagai lembaga keuangan seperti bank syariah, maupun platform fintech berbasis syariah.

Namun masih ada beberapa kalangan yang mempertanyakan hukum menabung emas digital. Bagaimana Islam memandang hal ini?

Dikutip dari buku Ringkasan Shahih Bukhari 2 karya M. Nashiruddin al-Albani, Rasulullah SAW pernah menjelaskan terkait jual beli logam mulia berupa perak dan emas. Dalam sabdanya. beliau berkata,


لَا تَبِيعُوا الذَّهَبَ بِالذَّهَبِ إِلَّا مِثْلًا بِمِثْلٍ، وَلَا تُشِفُّوا بَعْضَهَا عَلَى بَعْضٍ، وَلَا تَبِيعُوا الْوَرِقَ بِالْوَرِقِ إِلَّا مِثْلًا بِمِثْلٍ، وَلَا تُشِفُّوا بَعْضَهَا عَلَى بَعْضٍ، وَلَا تَبِيعُوا مِنْهَا غَائِبًا بِنَاجِزٍ.

Artinya; “Janganlah kalian menjual perak dengan perak kecuali sama dengan sama, dan janganlah kalian melebihkan sebagiannya atas sebagian yang lain. Dan janganlah kalian menjual salah satunya yang tidak ada (ghā’iban) dengan yang ada (nājizan).” (HR. Muslim).

Hadits ini menunjukkan bahwa emas dan perak harus ditukar dengan sesamanya secara setara dan langsung (yadan bi yadin) jika jenisnya sama.

Dalam hadits lain, Rasulullah SAW bersabda,

“Emas dengan emas adalah riba kecuali hā’a wa hā’a (tunai)”

Para ulama menegaskan bahwa agar transaksi jual beli emas bebas dari unsur riba, maka transaksi tersebut wajib dilakukan secara langsung dan tunai. Artinya, emas harus diserahkan kepada pembeli di saat dan tempat yang sama saat akad dilakukan.

Jika emas hanya tercatat dalam sistem tanpa bukti keberadaan fisik dan tanpa kemampuan untuk ditarik oleh pemiliknya, maka hal ini bisa menimbulkan unsur gharar (ketidakjelasan) dan berpotensi haram.

Prinsip serah terima langsung ini, yang dikenal dengan istilah taqabudh. Jika proses taqabudh tidak terpenuhi, maka transaksi tersebut dapat masuk dalam kategori riba, yang jelas dilarang dalam syariat Islam.

Hukum Jual Beli Emas Digital

Dilansir dari laman MUI, Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) menegaskan bahwa kepemilikan emas digital pada dasarnya tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah Islam. Emas digital bisa menjadi instrumen investasi yang sah dalam Islam, selama memenuhi rukun dan syarat jual beli menurut ketentuan syariah.

Meskipun diperbolehkan secara syariat, Muhammad Faishol, Lc, MA, anggota Badan Pelaksana Harian DSN-MUI menegaskan untuk tetap memperhatikan berbagai ketentuannya.

Dalam Fatwa MUI 77/DSN-MUI/V/2010 tentang Jual Beli Emas Secara Tidak Tunai, yaitu: “Jual beli emas secara tidak tunai, baik melalui jual beli biasa atau jual beli murābahah, hukumnya boleh (mubāh, jā’iz) selama emas tidak menjadi alat tukar yang resmi (uang).”

Fatwa ini dapat menjadi landasan bahwa jual beli emas dalam bentuk digital ataupun cicilan (pada saat jual beli berlangsung emas fisik tidak tersedia, melainkan dalam bentuk digital/cicilan) dimungkinkan secara syar’i walaupun jual beli dilakukan tidak secara tunai selama emas bukan alat tukar (uang) yang resmi di sebuah negara.

Di zaman modern ini, mata uang resmi sudah tidak lagi menggunakan emas, melainkan uang fiat (mudahnya, uang fiat: uang kertas dan digital saat ini). Di Indonesia sendiri mata uang resminya adalah Rupiah, bukan emas.

Sayangnya, masih banyak praktik jual beli emas digital yang berisiko dan belum sepenuhnya sesuai dengan syariat, terutama terkait aspek kepemilikan fisik. Transaksi seperti inilah yang dilarang secara syariat.

Dalam beberapa kasus, perusahaan menawarkan emas digital kepada masyarakat, tetapi emas tersebut tidak benar-benar tersedia atau tidak pernah diserahkan kepada pembeli.

Akibatnya, banyak investor mengalami kerugian karena tidak mendapatkan hak mereka, bahkan tidak jarang emas yang dijanjikan hilang begitu saja tanpa ada penggantian.

Menabung emas digital secara prinsip dibolehkan dalam Islam, namun tetap harus memenuhi syarat yang ketat agar tidak jatuh dalam praktik yang merugikan atau melanggar syariat.

(dvs/lus)



Sumber : www.detik.com

Keunggulan, Legalitas, dan Praktiknya di Indonesia



Jakarta

Sebagai seorang muslim, pasti sahabat sudah sangat familiar dengan istilah wakaf bukan? Selain wakaf secara tunai, barang, dan aset, di Indonesia terdapat pula wakaf saham.

Wakaf saham mungkin belum begitu familiar dibandingkan jenis wakaf lainnya. Namun, di Indonesia wakaf saham mulai menjadi topik yang terus digaungkan literasinya. Adapun di luar negeri seperti Turki, wakaf dengan model seperti ini sudah banyak diketahui dan dipraktikkan oleh umat Islam di sana.

Untuk mengetahui lebih jelas, mari kita bahas satu persatu mulai dari wakaf secara umum.


Pengertian Wakaf Secara Umum

Wakaf pada dasarnya adalah bentuk dari sedekah jariyah, yaitu memberikan sebagian harta yang kita miliki untuk digunakan bagi kepentingan umat atau kemaslahatan umat. Ibadah wakaf menjadi hal yang istimewa karena dijelaskan dalam sebuah hadits Rasulullah SAW,

“Jika seorang manusia meninggal dunia, maka terputus lah amal perbuatannya, kecuali tiga hal; sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak shaleh yang selalu mendoakannya.” (HR. Muslim, Abu Daud, dan Nasai).

Adapun yang membedakan wakaf dengan sedekah lainnya adalah nilainya yang tidak boleh berkurang dan tidak boleh juga diwariskan. Harta yang sudah diserahkan untuk wakaf akan dikelola oleh nadzir wakaf. Nadzir wakaf akan menjaga, merawat, bahkan mengembangkan harta wakaf tersebut agar berkembang dan manfaatnya lebih banyak lagi.

Hal ini seperti yang disampaikan oleh Rasulullah SAW ketika memberikan arahan kepada Umar bin Khattab. Beliau bersabda “Tahanlah barang pokoknya dan sedekahkan hasilnya”.

Sehingga, bisa kita pahami bahwa prinsip wakaf adalah prinsip keabadian (ta’bidul ashli) dan prinsip kemanfaatan (tasbilul manfaah). Untuk itu, nadzir wakaf haruslah lembaga yang dipercaya, legal secara hukum, dan benar-benar memahami seluk beluk tentang syariat Islam.

Lebih baik lagi jika nadzir wakaf (orang-orang dalam lembaga wakaf) tersebut memiliki kemampuan untuk mengelola aset ekonomi dan mengembangkannya supaya tetap terjaga pokoknya dan menghasilkan surplus yang akan disalurkan kepada penerima manfaat (mauquf alaih).

Seputar Wakaf Saham

Untuk bisa berwakaf kita harus memiliki harta atau aset yang bisa diwakafkan. Misalnya uang tunai, rumah, lahan, tempat atau fasilitas umum, dan lainnya. Saham adalah salah satu hal yang bisa menjadi aset wakaf dengan jenis objek wakaf berupa aset tidak bergerak.

Secara mekanisme, pelaksanaan wakaf saham sama seperti objek wakaf lainnya. Perbedaannya hanya pada jenis objeknya saja yang berupa saham. Wakif bisa mewakafkan seluruh harta, namun tetap mempertahankan pokoknya sebagian dari wakaf. Pemanfaatannya akan disesuaikan dengan akad wakaf.

Undang-Undang Wakaf Saham di Indonesia

Di Indonesia sendiri, peraturan mengenai wakaf sudah diatur dalam PP No.42 Tahun 2006, tentang Pelaksanaan Undang-Undang No. 41 Tahun 2004. Sedangkan dalam Peraturan Menteri No. 73 Tahun 2013 juga sudah disebutkan tentang cara perwakafan benda tidak bergerak dan benda bergerak selain uang. Begitupun mengenai wakaf uang sudah disebutkan dalam Fatwa MUI.

Wakaf saham sudah diakui di Indonesia dan objek wakaf saham tersebut terdiri dari:

  1. Saham Syariah yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) dan Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI);
  2. Keuntungan investasi saham syariah (capital gain & dividen) dari investor saham.

Pada model yang pertama, sumber wakaf berasal dari saham syariah yang dibeli investor syariah, bukan dari keuntungan. Saham syariah yang akan diwakafkan kemudian disetor ke lembaga pengelola investasi.

Sedangkan, keuntungan yang berasal dari pengelolaan saham syariah tersebut akan disetor ke lembaga pengelola wakaf oleh pengelola investasi. Saham syariah yang sudah diwakafkan tidak bisa diubah oleh pengelola wakaf tanpa seizin pemberi wakaf dan disebutkan dalam perjanjian wakaf.

Sementara pada model yang kedua, wakaf bersumber dari keuntungan investor saham syariah. Model wakaf ini akan melibatkan AB-SOTS (Anggota Bursa Syariah Online Trading System) sebagai institusi yang melakukan pemotongan keuntungan.

Nantinya keuntungan ini akan disetor kepada lembaga pengelola wakaf. Lalu, pengelola wakaf akan mengkonversi keuntungan tersebut menjadi aset produktif seperti masjid, sekolah, lahan produktif,dan lain sebagainya.

Skema Wakaf Saham di Indonesia

Metode wakaf saham yang berkembang di Indonesia saat ini sangat memungkinkan untuk semua orang menjadi investor saham dan mewakafkan sahamnya. Model ini diklaim oleh beberapa ahli sebagai yang pertama di dunia karena bisa melibatkan semua orang, bukan hanya perusahaan saja.

Karena setiap orang bisa menjadi investor wakaf saham, investor ini kemudian disebut sebagai wakif (yang mewakafkan sahamnya). Untuk bisa berwakaf, maka harus ada akta ikrar atau akad atau pernyataan. Jenis akadnya adalah wakalah dan dikeluarkan oleh nadzir wakaf.

adv dompet dhuafa

Berdasarkan IDX 6th Indonesia Sharia Economic Festival tahun 2019, Indonesia sudah memiliki skema dan cara lengkap investasi syariah dalam bentuk wakaf saham. Di Pasar Saham Indonesia, saham harus berpindah melalui anggota bursa.

Hal itu harus dilakukan melalui perusahaan efek dan broker saham. Untuk itu, investor yang ingin mewakafkan sahamnya harus memiliki akun di perusahaan efek. Hal yang sama juga berlaku pada nadzir yang akan mengelola wakaf saham tersebut.

Broker saham berfungsi sebagai pihak yang mewakili nadzir untuk menerima wakaf saham dan mewakili investor untuk menyerahkan wakaf saham tersebut. Transaksi yang terjadi adalah investor bertemu dengan nadzir, namun diwakili oleh broker.

Hal ini sudah menjadi regulasi tersendiri di Indonesia. Apabila wakaf saham yang dikelola oleh nadzir sudah besar, maka nadzir bisa membentuk pengelola investasi dan harus memenuhi syarat khusus. Hasil dari pengelolaan itu akan disalurkan penerima manfaat atau menjadi program produktif yang maslahat untuk umat. Sehingga, aset tidak akan hilang, malah akan berkembang, dan bentuknya tetap saham.

Wakaf Saham dalam Syariat Islam

Dalam sebuah kolom syariah yang disampaikan Ustadz Oni Sahroni, wakaf saham diperbolehkan dalam Islam, dengan syarat bahwa saham yang diwakafkan adalah Saham Syariah. Kesimpulan mengenai hukum wakaf saham ini juga menjadi keputusan Standar Syariah Internasional AAOIFI.

Saat ini pilihan Saham Syariah pun semakin beragam. Data dari IDX menunjukkan dari sisi transaksi, per 9 September 2024 secara year-to-date, rata-rata harian volume transaksi dari saham yang masuk ke dalam Indeks Saham Syariah Indonesia adalah sebesar 76%. Dari total volume transaksi di BEI, rata-rata harian nilai transaksi dari saham syariah adalah sebesar 58% dari total nilai transaksi di BEI.

Rata-rata harian frekuensi transaksi dari saham syariah adalah sebesar 71%, sementara kapitalisasi pasar dari saham yang masuk ke dalam Indeks Saham Syariah Indonesia mencapai 54% dari total kapitalisasi pasar seluruh memiliki pertumbuhan yang sangat signifikan.

Jumlah investor Saham Syariah dalam lima tahun terakhir, sejak tahun 2018, telah meningkat 240%. Dari yang sebelumnya berjumlah 44.536 investor, menjadi 151.560 investor pada Juli 2024.

Meningkatnya angka saham syariah ini menjadi pendorong untuk menumbuhkan tingkat wakaf saham di kalangan masyarakat. Berikut adalah beberapa aturan syariah mengenai wakaf saham.

1. Saham Syariah

Syarat pertama dalam berwakaf saham adalah saham syariah. Saham Syariah dibuktikan dengan kepemilikan atas suatu perusahaan yang jenis usaha, produk, dan akadnya sesuai dengan syariah dan tidak termasuk saham yang memiliki hak-hak istimewa (saham preferen atau golden stocks atau golden shares).

Jenis saham yang halal telah diatur dalam Fatwa DSN MUI No. 40/DSN-MUI/X/2002 tentang Pasar Modal dan pedoman Umum Penerapan Prinsip Syariah di Bidang Pasar Modal dan Standar Syariah Internasional.

Saham sendiri ditegaskan tidak bertentangan dengan prinsip syariah karena saham merupakan surat berharga bukti penyertaan modal dari investor kepada perusahaan. Kemudian investor akan mendapatkan bagi hasil atau dividen. Tentu saja, Islam tidak melarang model seperti ini, karena sama dengan kegiatan musyarakah atau syirkah.

Saat ini Dompet Dhuafa berkolaborasi dengan beberapa Sekuritas untuk penerimaan wakaf saham, salah satunya adalah PT Phillip Sekuritas Indonesia dan PT Panin Sekuritas.

2. Jelas Secara Objek dan Nilainya

Sebelum diwakafkan, maka saham harus jelas objek dan nilainya. Misalnya saja kejelasan tentang berapa lembar saham, nilai, dan termasuk apakah yang diwakafkan tersebut sahamnya atau hanya manfaat dari sahamnya.

3. Wakaf Adalah Milik Mustahik

Sejak harta diwakafkan, maka ia adalah milik mustahik atau penerima manfaat. Nantinya dikuasakan kepada nazir untuk dikelola sehingga hasilnya lebih bermanfaat dan produktif dalam artian yang luas.

Itulah beberapa penjelasan dari wakaf saham dan penerapannya di Indonesia. Selain program wakaf saham, berbagai inovasi kebermanfaatan telah Dompet Dhuafa wujudkan melalui portofolio wakaf seperti Rumah Sakit, sekolah, masjid, greenhouse produktif, serta fasilitas umum lainnya.

Untuk berwakaf melalui Dompet Dhuafa yang memiliki berbagai program produktif, berbagai program wakaf produktif ini bisa dicek melalui https://digital.dompetdhuafa.org/wakaf.

(Content Promotion/Dompet Dhuafa)



Sumber : www.detik.com