Tag Archives: keracunan

Perawatan Korban Keracunan MBG Ditanggung Pemerintah, Begini Mekanismenya


Jakarta

Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin, memastikan biaya perawatan rumah sakit bagi anak yang menjadi korban keracunan dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG) akan ditanggung oleh pemerintah.

Hal ini diungkapkannya saat menjawab pertanyaan di konferensi pers di Jakarta Selatan terkait Penanggulangan KLB pada Program Prioritas Makan Bergizi Gratis.

“Nanti ini ditanggung biayanya oleh pemerintah dan hal ini oleh BGN,” katanya, Kamis (2/10/2025).


Senada, Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana menjelaskan ada dua mekanisme penanggulangan biaya.

“Bila sudah terjadi (KLB), jadi ada dua daerah menetapkan KLB di daerah kota dan kabupaten, dan ketika pemerintah kota dan kabupaten sudah menetapkan (KLB) maka itu pemerintah daerah bisa mengklaim pendanaan itu ke asuransi,” ujar Dadan dalam kesempatan yang sama.

“Lalu bagi daerah-daerah yang tidak menetapkan KLB seluruh biaya sejauh ini ditanggung oleh badan gizi nasional,” tandasnya.

Di sisi lain, Menkes juga mendapat mandat untuk memperbaiki sistem pengawalan program makan bergizi gratis, khususnya terkait korban keracunan pangan. Menkes menyebut tak menutup kemungkinan ke depan pencatatan laporan keracunan MBG akan mirip dengan catatan COVID-19 harian maupun mingguan.

“Kita akan menggunakan angka sistem laporan yang sekarang sudah terjalin untuk keracunan pangan dari puskesmas dan Dinkes, baik apakah itu setiap hari, setiap minggu ada dan angkanya akan dikonsolidasikan antara BGN dan Kemenkes,” katanya dalam konferensi pers.

“Kalau perlu misalnya ada update harian mingguan bulanan seperti yang dulu kita lakukan saat COVID-19,” tandas dia.

Dalam kesempatan yang sama, Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan menyebut pemerintah akan terus melakukan gerak cepat atas laporan kejadian luar biasa keracunan pangan.

(suc/kna)



Sumber : health.detik.com

Menkes Bakal Monitor Keberhasilan MBG Lewat Cek Kesehatan Gratis-Survei Gizi


Jakarta

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan Kementerian Kesehatan akan melakukan monitor tiap 6 bulan pada penerima program Menu Bergizi Gratis (MBG). Pemantauan itu nantinya akan melengkapi data Cek Kesehatan Gratis (CKG). Monitoring ini dilakukan untuk mengetahui efektivitas program MBG apakah sudah berjalan sebagaimana mestinya atau tidak.

“Di luar itu, memonitor program setiap 6 bulan para penerima MBG ini akan kita ukur tinggi badan dan berat badan dan itu akan masuk by name by adress ke laporan melengkapi CKG anak sekolah supaya kita bisa tahu efektivitas programnya,” ujar Menkes dalam konferensi pers di Kantor Kemenkes, Jakarta Selatan, Kamis (2/101/2025).

Pemantauan juga akan dilakukan melalui Survei Gizi Nasional (SGN) tiap tahun. Jika sebelumnya survei tersebut lebih fokus pada masalah stunting, SGN nantinya juga akan dilakukan untuk melihat perkembangan status gizi anak pasca mendapatkan MBG. Data tersebut nantinya bisa digunakan sebagai evaluasi hingga penetapan kebijakan kesehatan masyarakat.

Menkes mengakui program MBG saat ini memang belum sempurna. Oleh karena itu, pihaknya ingin meningkatkan pengawasan lebih ketat agar kasus keracunan tidak muncul lagi.


Menurutnya, program MBG memiliki peran yang besar dalam meningkatkan status gizi masyarakat di Indonesia, khususnya pada anak-anak. Menkes menyebut MBG menjadi salah satu langkah preventif berbagai masalah kesehatan.

“Misalnya stunting, kematian bayi, kematian ibu, banyak penyakit-penyakit degeneratif yang terjadi jadi saya sebagai menteri Kesehatan akan sangat terbantu kalau gizinya anak-anak itu baik itu preventifnya,” ujar Menkes.

“Sekarang kemudian gimana caranya bawa program MBG ini terus berjalan dengan lancar. Bahwa ada kekurangan itu kita akui dan Pak Dadan (Kepala Badan Gizi Nasional), kita sudah di kursi berdua ini yang penting pengawasan rutinnya mesti lakukan bersama-sama,” sambungnya.

Untuk itu, pihak Kemenkes bersama Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) juga akan terlibat dalam proses pengawasan. Apabila kontrol yang dilakukan BGN dilakukan tiap hari, maka monitoring Kemenkes akan dilakukan seminggu sekali. Ia berharap pengawasan berlapis ini nantinya bisa mencegah masalah keracunan MBG terulang lagi.

“Saya dan Pak Mendagri akan eksternal kontrol seminggu sekali, mulai dari pemilihan bahan bakunya, airnya, kebersihan dapurnya, juga kebersihan dan keterampilan pemasaknya, pemaketannya, sampai pengirimannya itu ceklisnya sudah dibikin dan akan kita share kita didik semua SPPG supaya mematuhi,” sambungnya.

(avk/kna)



Sumber : health.detik.com

Cegah Keracunan, Menkes Usul Rapid Test Hidangan MBG Sebelum Dikonsumsi


Jakarta

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menuturkan rapid test untuk menu makan bergizi gratis (MBG) akan dilakukan pada dua tahap. Pertama pemeriksaan pada bahan baku dan air, lalu pada makanan yang sudah matang.

“Ada yang bisa dilakukan pengujian kualitas bahan baku. Nah, ini yang kita bicarakan dengan BGN (Badan Gizi Nasional), supaya bahan bakunya nanti termasuk airnya, kalau bisa diuji rapid,” ujar Menkes ketika ditemui awak media di Kantor Kemenkes, Kamis (2/10/2025).

Pada rapid test untuk masakan, nanti pemeriksaan dilakukan untuk menemukan apakah ada kontaminan pada makanan. Seperti yang diketahui, banyak kejadian keracunan MBG terjadi akibat infeksi bakteri dan virus.


Ia lantas membandingkan metode ini pada pengamanan makanan untuk jamaah Haji. Menurutnya, pengamanan pangan harus benar-benar dilakukan dengan serius agar masalah keracunan tidak muncul lagi.

“Jenis (rapid test) kedua untuk makanan setelah jadi, ada rapid test-rapid test untuk ngecek bakterinya apa, ngecek keracunan kimianya apa,” ujar Menkes.

“Contohnya setiap pejabat negara atau kepala negara kalau mau makan kan harus di-rapid test dulu. Kita juga lakukan dengan katering haji, kan Kemenkes melakukan catering untuk 200 ribuan jamaah haji tiap musim haji, itu sudah dilakukan. Nanti itu yang akan kita ajarin teman-teman di SPPG supaya mereka bisa melakukan itu secara lebih baik,” sambungnya.

Selain itu, Menkes juga berbicara soal kemungkinan kasus keracunan MBG ini naik level menjadi Kejadian Luar Biasa (KLB) nasional. Seperti yang diketahui, beberapa wilayah di Indonesia sudah menetapkan KLB keracunan MBG.

Menurutnya, hingga saat ini belum ada pembicaraan terkait status kasus keracunan makanan menjadi KLB nasional.

“Kalau KLB naik menjadi KLB nasional itu sudah ada aturannya ya di undang-undang dan sama peraturan presiden. Saya untuk jawab sekarang jadi KLB nasional itu memang harus ada beberapa provinsi beberapa banyak itu ya tapi sekarang belum masuk ya,” tandasnya.

(avk/naf)



Sumber : health.detik.com

Apa Itu Senyawa Nitrit? Disebut Picu Keracunan MBG di Bandung Barat


Jakarta

Ramai soal kasus keracunan makan yang dialami 1.315 siswa di Bandung Barat. Kejadian itu terjadi usai para siswa menyantap hidangan Makan Bergizi Gratis (MBG) yang disiapkan 3 Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang berbeda.

Dari hasil penelusuran Tim Investigasi Independen Badan Gizi Nasional (BGN), pihaknya menemukan senyawa nitrit yang tinggi di dalam makanan.

“Ditemukan kadar nitrit yang sangat tinggi di buah melon dan lotek dari sampel sisa sekolah,” terang Ketua Tim Investigasi Independen BGN Dra Karimah Muhammad Apt, dalam keterangan resmi yang diterima detikcom, Jumat (3/10/2025).


Ahli farmasi klinis itu mengungkapkan dari masing-masing jenis sampel yang diuji, terdapat 3,91 dan 3,54 mg/L nitrit. Padahal, jika merujuk EPA (US Environmental Protection Agency), kadar maksium nitrit yang boleh dikonsumsi dalam minuman adalah 1 mg/L.

Sementara Otoritas Kesehatan di Kanada menetapkan 3 mg/L.

“Jadi, kalau merujuk standar EPA, kadar nitrit dalam sampel sisa makanan di sekolah hampir 4 kali lipat dari batas maksimum,” sambungnya.

Secara alami, sebagian buah-buahan dan sayuran mengandung nitrit. Kadarnya bisa meningkat karena hasil kerja bakteri.

Dari pola gejala yang dialami para siswa, sejalan dengan gejala keracunan nitrit yang mendominasi efek saluran pencernaan. Mulai dari mual, muntah, nyeri lambung, hingga diare.

Apa Itu Senyawa Nitrit?

Dikutip dari First Aid China, nitrit adalah senyawa kimia yang mengandung nitrogen dan oksigen. Senyawa ini dapat ditemukan secara alami dalam makanan tertentu, seperti sayuran berdaun hijau hingga pengawet dalam daging olahan, seperti bacon, ham, dan sosis. Sumber lain dari nitrit, yakni:

  • Air yang terkontaminasi, seperti air sumur yang terkontaminasi limpasan pertanian atau limbah.
  • Beberapa obat tertentu, seperti vasodilator, mungkin mengandung nitrit.
  • Paparan bahan kimia industri tertentu dapat menyebabkan keracunan nitrit.

Bagaimana Keracunan Nitrit Terjadi?

Keracunan nitrit terjadi saat senyawa itu mengubah hemoglobin (protein pembawa oksigen dalam sel darah) menjadi methemoglobin. Methemoglobin tidak dapat mengangkut oksigen secara efektif, yang menyebabkan kondisi yang disebut methemoglobinemia.

Hal ini mengurangi jumlah oksigen yang dikirim ke jaringan tubuh, yang menyebabkan berbagai gejala. Gejalanya seperti:

  • Sianosis atau perubahan warna kebiruan pada kulit, bibir, dan kuku akibat kurangnya kadar oksigen dalam darah.
  • Sesak napas.
  • Sakit kepala.
  • Kelelahan atau lemah
  • Pusing atau sakit kepala ringan.
  • Mual dan muntah
  • Kebingungan dan perubahan status mental.
  • Kejang.
  • Koma.

(sao/kna)



Sumber : health.detik.com

9 Anak di India Tewas Usai Diduga Minum Obat Batuk Sirup Mengandung Bahan Beracun


Jakarta

Pihak berwenang India tengah menyelidiki apakah sirup obat batuk yang terkontaminasi menyebabkan kematian sembilan anak di negara bagian tengah setelah obat tersebut ditemukan mengandung bahan kimia beracun dalam tingkat berbahaya.

Kementerian Kesehatan India mengatakan sampel Coldrif Cough Syrup, yang diproduksi oleh Sresan Pharma di negara bagian selatan Tamil Nadu, diuji oleh otoritas negara bagian dan ditemukan mengandung dietilen glikol (DEG) yang melebihi batas yang diizinkan.

“Sampel-sampel tersebut ditemukan mengandung DEG melebihi batas yang diizinkan,” kata kementerian dalam sebuah pernyataan, dikutip Reuters.


DEG, pelarut beracun yang digunakan dalam produk industri, telah dikaitkan dengan keracunan fatal di beberapa negara. Pernyataan itu muncul setelah laporan media menunjukkan kematian sembilan anak baru-baru ini di negara bagian Madhya Pradesh dapat dikaitkan dengan konsumsi sirup obat batuk.

“Madhya Pradesh Food and Drug Administration (MPFDA) juga menganalisis tiga dari 13 sampel yang dikumpulkan, yang ditemukan bebas dari kontaminasi,” kata pernyataan kementerian.

Namun, otoritas obat Tamil Nadu kemudian mengonfirmasi adanya kontaminasi DEG (diethylene glycol) pada sampel yang diambil langsung dari fasilitas produksi Sresan Pharma di Kanchipuram.

Pihak Sresan Pharma belum memberikan tanggapan atas permintaan komentar yang dikirim melalui email.

Kementerian menyatakan, pihak berwenang telah meluncurkan inspeksi terhadap 19 produsen obat di enam negara bagian untuk mengidentifikasi kelemahan pengendalian mutu dan memberikan rekomendasi perbaikan guna mencegah insiden serupa di masa mendatang.

India sendiri mendapat sorotan terkait kualitas ekspor farmasinya setelah Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengaitkan sirup obat batuk produksi perusahaan lain dengan kematian 70 anak di Gambia pada 2022, temuan yang kemudian dibantah oleh New Delhi.

(suc/suc)



Sumber : health.detik.com

20 Anak di India Meninggal Kena Gagal Ginjal usai Minum Obat Batuk Beracun

Jakarta

Jumlah korban meninggal akibat keracunan sirup obat batuk Coldrif yang terkontaminasi di Madhya Pradesh (MP), India, terus bertambah. Wakil Ketua Menteri Madhya Pradesh, Rajendra Shukla, pada Selasa (7/10/2025) mengumumkan total 20 anak dari negara bagian tersebut telah meninggal dunia saat menjalani perawatan akibat gagal ginjal.

Sebelumnya, pemerintah negara bagian mengonfirmasi 16 kematian, namun dalam 24 jam terakhir, jumlahnya bertambah empat.

“Sejauh ini, 20 anak dari Madhya Pradesh telah meninggal dunia saat menjalani perawatan… Dua di antaranya meninggal dalam 24 jam terakhir,” kata Rajendra Shukla setelah mengunjungi korban yang masih dirawat dikutip dari India Express, Rabu (8/10/2025).


Penarikan Obat Massal

Tragedi ini memicu kemarahan publik dan respons cepat dari pemerintah India. Sirup Coldrif yang ditemukan mengandung racun berbahaya itu diproduksi oleh perusahaan yang berbasis di Tamil Nadu.

Dr Praveen Soni, seorang dokter di Chhindwara, telah ditangkap atas dugaan kelalaian karena meresepkan sirup Coldrif kepada sebagian besar korban. Di samping itu, Kepolisian Madhya Pradesh telah membentuk Tim Investigasi Khusus (SIT) dan mengajukan tuntutan terhadap perusahaan manufaktur Coldrif yang berbasis di Tamil Nadu.

Tingkat Kontaminasi 500 Kali Batas Aman

Menurut laporan polisi yang diajukan di negara bagian Madhya Pradesh, semua anak yang meninggal awalnya mengalami gejala flu biasa.

“Sebagian besar dari mereka diberi sirup Coldrif, setelah itu mereka menderita retensi urine dan gangguan ginjal akut,” bunyi laporan tersebut dikutip dari Reuters, Selasa (7/10).

Diethylene Glycol, zat kimia yang umumnya digunakan dalam produk anti-freeze hingga kosmetik, diketahui dapat menyebabkan muntah, sakit perut, hingga cedera ginjal akut yang berujung pada kematian.

Analisis dari otoritas di negara bagian Tamil Nadu (tempat produsen Coldrif, Sresan, berada) menemukan sirup tersebut mengandung 48,6% Diethylene Glycol, jauh melampaui batas aman yang ditetapkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan otoritas India, yaitu 0,1%.

(kna/kna)



Sumber : health.detik.com

Menkes Update Data Keracunan MBG, Soroti Kasus di NTT yang Menimpa Bayi-Bumil


Jakarta

Pemerintah memperbaiki sistem pelaporan keracunan makanan bergizi gratis (MBG) agar terintegrasi, demi memantau setiap kasus. Langkah ini dilakukan untuk memastikan penanganan lebih cepat dan tepat di lapangan.

Menurut Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, sejak libur panjang beberapa waktu lalu, kasus baru sempat berhenti muncul. Namun, data terbaru pada 4 Oktober 2025 mencatat dua kejadian baru yang dilaporkan resmi ke Kementerian Kesehatan.

“Sekarang tiap hari kita lihat. Karena liburan jadi nggak ada. Tapi tanggal 4 kemarin saya dapat laporan. Satu di Soe, NTT, dan satu lagi di Jakarta. Dua-duanya tidak ada yang fatal, anak-anaknya sudah dirawat,” kata Budi di Jakarta, Senin (6/10/2025).


Ia menambahkan, laporan tersebut kini tidak hanya berasal dari media sosial seperti pada awal pelaksanaan program, tetapi juga langsung dari dinas kesehatan daerah yang sudah dilibatkan secara aktif.

“Sekarang laporan itu sudah terintegrasi. Dinas kesehatan di daerah sudah mengisi laporan secara resmi. Kalau ada di media sosial, kita langsung cocokkan agar penanganannya lebih cepat,” jelas Budi.

Melalui sistem baru ini, Kemenkes dapat segera memberikan umpan balik ke Badan Gizi Nasional (BGN) sebagai pelaksana program MBG. Nantinya, BGN bersama dinas kesehatan akan turun langsung melakukan audit tata kelola dan prosedur implementasi di lapangan.

“BGN sedang membangun infrastruktur di daerah, memang belum lengkap semua. Tapi dengan laporan dari dinas kesehatan, kita bisa cepat feedback ke BGN. Mereka akan turun bersama untuk memperbaiki tata kelola dan prosedur implementasinya di satuan pelayanan pemenuhan gizi (SPPG),” ujar Budi.

Langkah ini, menurutnya, mirip dengan sistem pelaporan COVID-19 yang dilakukan secara real-time. Data kasus kini diperbarui setiap hari, memungkinkan pengawasan lebih akurat terhadap potensi kejadian luar biasa (KLB) pangan di berbagai daerah.

“Iya, datanya sekarang tiap hari kita masuk. Mirip seperti COVID-19 dulu,” kata Budi.

Meski tidak menyebut angka pasti, Budi mengatakan bahwa jumlah anak terdampak di dua lokasi terakhir mencapai ratusan orang.

Kementerian Kesehatan memastikan, selain memberikan perawatan bagi anak-anak yang terdampak, pemerintah juga memprioritaskan evaluasi sistem penyediaan dan distribusi makanan. Audit bersama BGN diharapkan dapat mengidentifikasi titik rawan, mulai dari bahan baku, penyimpanan, hingga proses distribusi makanan bergizi gratis ke sekolah-sekolah.

Program MBG sendiri merupakan salah satu program prioritas pemerintah untuk meningkatkan status gizi dan ketahanan pangan anak-anak sekolah dasar dan menengah. Namun, beberapa kali laporan dugaan keracunan di sejumlah daerah memicu evaluasi serius terhadap mekanisme pengawasan pangan di tingkat daerah.

“Yang tahu duluan kan daerah. Dengan keterlibatan dinas kesehatan, kita bisa langsung tangani dan perbaiki,” tegas Budi.

Sebelumnya diberitakan, Korban keracunan usai menyantap makan bergizi gratis (MBG) di Kota Soe, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), Nusa Tenggara Timur (NTT) bertambah menjadi 384 dari sebelumnya 331 orang.
Kepala Dinas Kesehatan TTS, dr. R.A. Karolina Tahun mengatakan korban diduga keracunan MBG bertambah sebanyak 53 orang pada Sabtu (4/10).

“Iya ada tambahan hari kedua (Sabtu 4/10) jadi 384 orang,” kata Karolina, dikutip dari CNNIndonesia.

Korban yang terdampak termasuk seorang ibu hamil dan tiga orang balita berusia 1,6 tahun, 2,7 tahun dan 2 tahun 10 bulan serta satu bayi berusia sembilan bulan.

(naf/kna)



Sumber : health.detik.com

Obat Sirup India Kembali Makan Korban, Apa yang Sebenarnya Terjadi?


Jakarta

Kasus obat sirup beracun yang melibatkan produk buatan India kembali menggemparkan dunia. Setelah sebelumnya menewaskan puluhan anak di Gambia dan Uzbekistan, kini tragedi serupa terjadi di dalam negeri India.

Pada tahun 2022, dunia dikejutkan oleh laporan dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang mengungkapkan bahwa lebih dari 66 anak di Gambia tewas setelah mengonsumsi sirup batuk yang diproduksi oleh Maiden Pharmaceuticals, perusahaan farmasi India.

Obat ini terkontaminasi dengan dietilen glikol, zat beracun yang dapat merusak ginjal dan menyebabkan gagal organ. Kasus serupa juga terjadi di Uzbekistan, dengan 18 anak meninggal setelah mengonsumsi obat sirup yang sama.


Terjadi Juga di Tahun 2023

Pada tahun 2023, kasus obat sirup beracun juga menghantam India. Beberapa anak dilaporkan keracunan setelah mengonsumsi sirup batuk yang terkontaminasi dengan zat berbahaya. Dalam kasus ini, meskipun tidak ada laporan kematian, gejala yang dialami anak-anak yang terkontaminasi serupa dengan yang terjadi di Gambia dan Uzbekistan.

Obat-obatan yang diproduksi oleh Norris Medicines terkontaminasi dietilen glikol (DEG) atau etilen glikol (EG), kontaminan yang sama yang ditemukan dalam sirup obat batuk yang menyebabkan kematian 114 anak di Gambia, Uzbekistan, dan Kamerun sejak pertengahan tahun 2022.

Produk Trimax Expectorant yang diedarkan mengandung 0,118 persen EG, sementara obat alergi Sirup Sylpro Plus mengandung 0,171 persen EG dan 0,243 persen DEG. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan batas aman, berdasarkan standar yang berlaku secara internasional, tidak lebih dari 0,10 persen.

Ditemukan Lagi Cemaran DEG di Obat Batuk Sirup

India kembali menghadapi kasus kematian anak akibat pemberian sirup obat batuk. Hingga Sabtu kemarin, tercatat 16 anak meninggal dunia setelah mengonsumsi sirup obat batuk merek Coldrif.

Menyusul kabar tersebut, kepolisian setempat menangkap dr Praveen Soni, dokter yang meresepkan sirup obat batuk terkontaminasi dietilen glikol (DEG) di luar ambang batas yang ditolerir.

Pemerintah Madhya Pradesh pada hari Sabtu melarang penjualan dan distribusi sirup obat batuk Coldrif setelah tes mengonfirmasi adanya zat beracun dalam sampel yang dikumpulkan dari batch yang sama terkait dengan kematian 16 anak, sembilan sebelumnya dan dua lainnya dilaporkan kemudian, di Chhindwara.

Keamanan Obat-obatan India Dipertanyakan

Diberitakan BBC, banyak yang percaya bahwa India selalu berjuang melawan banjir obat palsu, yang sebagian besar dijual di kota-kota kecil dan desa-desa.

Namun, para analis mengatakan bahwa dokter dan pasien mungkin mencampuradukkan obat-obatan di bawah standar dengan apa yang mereka anggap sebagai obat palsu. Laboratorium pengujian obat milik negara di banyak negara bagian kekurangan dana, kekurangan staf, dan peralatan yang buruk.

Catatan resmi pemerintah mengungkapkan bahwa antara tahun 2007 dan 2020, lebih dari 7.500 obat yang diambil sampelnya hanya di tiga dari 28 negara bagian dan tiga wilayah persatuan di India telah gagal dalam uji mutu dan dinyatakan sebagai obat ‘tidak berkualitas standar’.

(kna/kna)



Sumber : health.detik.com

Kemenkes Rilis Edaran Percepat Sertifikasi Higiene SPPG demi Jamin MBG Aman


Jakarta

Total baru ada 198 dari 10 ribu Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang mengantongi sertifikat laik higiene sanitasi (SLHS). Pemerintah mulai mewajibkan sertifikasi tersebut pasca muncul lebih dari 10 ribu kasus keracunan pangan makan bergizi gratis.

Kementerian Kesehatan RI menargetkan dalam sebulan ke depan seluruh SPPG sudah mendapat SLHS. Ketentuan percepatan SLHS kini resmi tertuang dalam edaran Kementerian Kesehatan Nomor HK.02.02/C.I/4202/2025.

“Keamanan pangan sama pentingnya dengan kandungan gizi. Kami ingin memastikan makanan dalam program makan bergizi grays tidak hanya bergizi, tetapi juga aman untuk dikonsumsi,” ujar Plt Dirjen Penanggulangan Penyakit drg Murti Utami, atau akrab disapa Ami, Senin (6/10) di Jakarta.


Kemenkes RI meminta SPPG yang sudah beroperasi tanpa SLHS sebelum edaran ini dirilis, segera mengurus sertifikasi selambatnya dalam satu bulan. Sertifikat nantinya diterbitkan oleh dinas kesehatan kabupaten/kota yang ditunjuk pemerintah setempat.

Syarat yang perlu dilampirkan untuk pengajuan SLHS meliputi:

  • Surat permohonan resmi
  • Dokumen penetapan dari Badan Gizi Nasional
  • Denah dapur
  • Bukti penjamah pangan telah mengikuti kursus keamanan pangan siap saji.

Verifikasi dan inspeksi SPPG

“Dinas kesehatan kabupaten/kota bersama puskesmas akan melakukan verifikasi dokumen dan inspeksi kesehatan lingkungan sebelum sertifikat diterbitkan. Selain itu, SPPG diwajibkan menyertakan hasil pemeriksaan sampel pangan yang memenuhi syarat kelayakan konsumsi (dari laboratorium),” lanjut dia.

Setelah memenuhi persyaratan, pemerintah daerah wajib menerbitkan SLHS dalam waktu paling lama 14 hari sejak dokumen dinyatakan lengkap.

“Sertifikasi ini bukan beban, tetapi jaminan kualitas bagi penerima manfaat program MBG. Walau ada percepatan proses, bukan berarti kualitas penerbitan SLHS akan berkurang atau sekedar menjadi formalitas,” jelas Ami.

(naf/kna)



Sumber : health.detik.com