Tag Archives: kesabaran

Kisah Nabi yang Paling Sabar saat Derita Penyakit Menahun


Jakarta

Salah satu nabi yang paling sabar adalah Nabi Ayyub AS. Beliau adalah nabi yang memiliki kekayaan luar biasa dan seketika diterpa beragam ujian oleh Allah SWT namun tetap bersabar.

Dikutip dari buku Qashash Al-Anbiyaa’ (Kisah para Nabi) tulisan Ibnu Katsir, nama lengkap Nabi Ayyub AS adalah Ayyub bin Mushin bin Rezah bin Esau bin Ishaq bin Ibrahim. Nabi Ayyub AS berasal dari negeri Romawi.

Pandangan ulama lain menyebutkan bahwa Nabi Ayyub AS bernama lengkap Ayyub bin Mushin bin Ragel bin Esau bin Ishaq bin Ya’qub.


Ibnu Asakir meriwayatkan bahwa ibu Nabi Ayub adalah anak perempuan dari Nabi Luth. Sebab, Nabi Ayyub AS memang memiliki keturunan dari Nabi Ibrahim AS seperti tercatat dalam Al-Qur’an, “Dan di antara keturunannya (Ibrahim) ada yang Kami beri petunjuk, yaitu Daud, Sulaiman, Ayub, Yusuf, Musa, dan Harun.” (Al-An’am: 84)

Kisah Kesabaran Luar Biasa Nabi Ayyub AS

Ulama tafsir, pakar biografi, dan ulama lainnya menyatakan bahwa Nabi Ayyub AS adalah seseorang yang memiliki kekayaan melimpah, mencakup berbagai aset mulai dari budak, hewan peliharaan, hingga tanah luas yang terletak di daerah Batsniya di negeri Hawran.

Ibnu Asakir dalam riwayatnya menyatakan bahwa seluruh wilayah tersebut menjadi milik Nabi Ayyub AS. Dan juga disebutkan bahwa Nabi Ayyub AS memiliki istri dan keturunan yang cukup banyak.

Namun, dikisahkah, seketika seluruh kenikmatan dan kekayaan di atas sirna dari diri Nabi Ayyub AS. Bahkan ia diuji dengan berbagai penyakit menahun yang merusak tubuhnya, sehingga tidak ada lagi bagian tubuhnya yang sehat, kecuali hati dan mulutnya saja–keduanya tetap digunakan beliau untuk mengingat Allah SWT.

Walaupun dalam kondisi seperti itu, Nabi Ayyub AS tetap bersabar, melakukan introspeksi diri, dan menyerahkan segala sesuatunya kepada Allah SWT. Ia terus-menerus mengingat Allah SWT pada siang, malam, sore, dan pagi hari.

Penyakit menahun tersebut belakang diketahui melalui sebuah riwayat. Riwayat tersebut berasal dari Mujahid yang menyebutkan, bahwasanya Nabi Ayyub AS adalah orang pertama yang terjangkit penyakit kusta.

Dalam satu riwayat yang diceritakan oleh Humaid, disebutkan bahwa Nabi Ayyub AS menderita penyakit yang sangat langka pada masanya selama delapan belas tahun. As-Suddi juga menuturkan bahwa penyakit tersebut menghancurkan seluruh tubuhnya, sampai-sampai hanya tersisa tulang dan urat-uratnya saja.

Pada masa itu, satu-satunya yang merawat dan setia berada di sisi Nabi Ayyub AS adalah istrinya. Setiap hari, sang istri menaburkan pasir di bawah tubuh Nabi Ayyub AS.

Setelah waktu yang cukup lama berlalu, istri Nabi Ayyub AS berkata, “Wahai suamiku, mengapa kamu tidak berdoa kepada Allah untuk disembuhkan dari penyakit ini?”

Mendengar pertanyaan itu, Nabi Ayyub AS menjawab dengan bijak, “Aku telah merasakan hidup sehat selama tujuh puluh tahun. Jadi, jika aku harus mengalami penyakit selama tujuh puluh tahun pula, apakah aku tidak mampu bersabar?”

Jawaban Nabi Ayyub AS ini membuat istri Nabi Ayyub AS kagum dan merasa bangga akan kesabaran suaminya.

Bersamaan dengan itu, istri Nabi Ayyub AS dengan tulus rela berkorban untuk membantu suaminya. Ia bersedia bekerja sebagai pelayan dengan upah yang rendah, hanya demi memberi makan kepada Nabi Ayyub AS.

Namun, situasi berubah ketika masyarakat enggan mempekerjakannya karena takut tertular penyakit Nabi Ayyub AS.

Hingga akhirnya, istri Nabi Ayyub AS menjual salah satu ikatan rambutnya kepada seorang anak perempuan dari keluarga tuan rumah yang kemudian memberinya makanan sebagai alat tukarnya. Setelah makanan itu habis dan istrinya tetap belum mendapatkan pekerjaan, ia menjual ikatan rambut terakhirnya untuk mendapatkan makanan.

Nabi Ayyub AS menolak pada awalnya. Namun, pada akhirnya Nabi Ayyub AS setuju untuk makan setelah istrinya mengungkapkan kenyataan bahwa ia harus menjual ikat rambutnya untuk mendapatkan makanan.

Kejadian ini pun menyadarkan Nabi Ayyub AS hingga akhirnya memanjatkan doa kepada Allah SWT dan terabadikan dalam surah Al Anbiya ayat 83, “Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit, dan Engkau adalah Tuhan Yang Maha Penyayang di antara semua yang penyayang.”

Terlihat dari doa Nabi Ayyub AS yang tidak langsung meminta kesembuhan pada Allah. Sebaliknya, menurut buku Mukjizat Doa-doa yang Terbukti Dikabulkan Allah karya Yoli Hemdi, ia meminta untuk diperlihatkan bentuk Maha Penyayangnya Allah SWT.

Kesabaran dan kesantunan dalam doa Nabi Ayyub agar sembuh dari penyakit tersebut kemudian didengar oleh Allah SWT. Kisah ini tercantum dalam surah Al Anbiya ayat 84 yang berbunyi,

فَاسْتَجَبْنَا لَهُ فَكَشَفْنَا مَا بِهِ مِنْ ضُرٍّ ۖ وَآتَيْنَاهُ أَهْلَهُ وَمِثْلَهُمْ مَعَهُمْ رَحْمَةً مِنْ عِنْدِنَا وَذِكْرَىٰ لِلْعَابِدِينَ

Artinya: “Maka Kami kabulkan (doa)nya, lalu Kami lenyapkan penyakit yang ada padanya dan Kami kembalikan keluarganya kepadanya, dan (Kami lipat gandakan jumlah mereka) sebagai suatu rahmat dari Kami, dan untuk menjadi peringatan bagi semua yang menyembah Kami,”

(rah/rah)



Sumber : www.detik.com

Kisah Kesabaran Nabi Musa AS dan Dua Ekor Burung



Jakarta

Nabi Musa AS dikenal sebagai nabi yang sabar. Semasa hidupnya, ia pernah beberapa kali diberi ujian oleh Allah SWT.

Nabi Musa AS lahir di zaman kepemimpinan Fir’aun, raja yang dzalim terhadap Bani Israil. Firaun zaman Nabi Musa AS terkenal sebagai raja yang sangat biadab dan kejam kepada rakyatnya, terutama kepada Bani Israil.

Beberapa kisah tentang Nabi Musa AS termaktub dalam Al-Qur’an, seperti dalam surat Al Qashash, surat Al Baqarah, dan surah Taha.


Kisah Nabi Musa AS dan Burung

Merangkum dari buku Kisah Orang-orang Sabar oleh Nasiruddin, dikisahkan pada suatu hari, ketika Nabi Musa AS dan Yusya’ bin Nun bepergian, tiba-tiba hinggaplah seekor burung putih di bahu Nabi Musa AS.

Atas kuasa Allah SWT, burung tersebut bisa berbicara. Burung putih ini berkata, “Hai Musa! Jagalah aku pada hari ini dari ancaman maut. Sebab, aku akan dimangsa oleh burung elang.”

Mendengar hal tersebut, Nabi Musa AS mengizinkan burung itu masuk ke dalam bajunya.

Tak lama kemudian, burung elang datang menghadap beliau seraya berkata, “Hai Musa! Jangan kau halangi diriku untuk memangsa buruanku.”

“Bagaimana kalau kusembelihkan domba untukmu?” tanya Nabi Musa AS memberi tawaran.

“Daging domba bukanlah makananku,” jawab elang.

“Bagaimana kalau daging pahaku ini?” tanya Nabi Musa lagi.

“Aku hanya bersedia jika memakan dua biji mata Anda,” jawab elang.

Maka, Nabi Musa AS langsung merebahkan tubuhnya di tanah dan dalam keadaan terlentang. Burung elang lantas hinggap di dada beliau untuk mematuk bola mata beliau dengan paruhnya.

Melihat apa yang dilakukan Nabi Musa AS, Yusya’ bin Nun menyahut, “Hai Musa! Apakah kedua bola matamu itu begitu sepele untuk membela burung itu?”

Ketika itulah burung putih terbang dari bagian lengan baju beliau, dan elang pun memburunya. Anehnya, kedua burung itu tiba-tiba kembali menghadap Nabi Musa AS.

“Sebenarnya aku adalah malaikat Jibril,” kata seekor burung putih.

“Dan aku adalah malaikat Mikail,” jawab burung yang satunya.

“Allah memerintahkan kepada kami berdua untuk menguji sampai sejauh mana kesabaranmu dalam mengabdi ketentuan Allah SWT,” seru keduanya.

(dvs/lus)



Sumber : www.detik.com

Kisah Abu Bakar yang Menahan Marah saat Dicela


Jakarta

Menahan marah memang tidak mudah, tapi muslim wajib melakukannya. Sebuah kisah dari Abu Bakar RA mengajarkan bahwa menahan marah adalah perbuatan mulia.

Rasulullah SAW mengajarkan umat Islam untuk menahan marah ketika sedang merasa emosi. Anjuran menahan marah telah dijelaskan dalam beberapa hadits.

Dari Abu Hurairah RA, ia berkata bahwasanya Nabi SAW bersabda: “Orang yang kuat itu bukanlah karena jago gulat, tetapi orang kuat ialah orang yang dapat menahan dirinya di kala sedang marah.” (HR Bukhari dan Muslim).


Dalam Al-Qur’an terdapat ayat yang memerintahkan setiap muslim untuk menahan amarah. Siapapun yang mampu menahan marahnya maka termasuk dalam golongan orang bertakwa yang mendapat ampunan Allah SWT.

Dalam surat Ali Imran ayat 133-134, Allah SWT berfirman yang artinya, “Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa, (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.”

Kisah Abu Bakar Menahan Marah

Mengutip buku Kisah Mengagumkan dalam Kehidupan Rasulullah SAW karya Khoirul Anam, dikisahkan suatu ketika Rasulullah SAW sedang duduk bersama Abu Bakar RA. Tiba-tiba muncul seseorang yang mencela Abu Bakar RA.

Menyaksikan tingkah orang itu, Rasulullah SAW hanya diam dan tersenyum. Namun, Abu Bakar merasa jengkel dan kesal mendengar celaan orang itu sehingga ia pun balas mencelanya. Namun, Rasulullah SAW tidak menyukai hal yang dilakukan Abu Bakar.

Beliau bangkit berdiri dan merengkuh pundak Abu Bakar dengan raut wajah yang menampakkan kemarahan.

Tentu saja Abu Bakar merasa heran dan bertanya, “Ya Rasul, ketika orang itu mencelaku, kau tetap duduk dan diam. Namun, ketika aku membantah celaannya, engkau tampak marah dan berdiri?”

Rasulullah SAW menjelaskan, “Ketika kau diam dan tidak membalas, ada malaikat yang menyertaimu dan ialah yang membantah celaan orang itu. Namun ketika kau mulai membantahnya, malaikat itu pergi dan yang datang adalah setan.”

Abu Bakar terdiam mendengar penjelasan Rasulullah SAW kemudian beliau melanjutkan, “Hai Abu Bakar, ada tiga hal yang semuanya benar. Pertama, ketika seorang hamba dizalimi, kemudian ia memaafkan karena Allah, niscaya Allah akan memuliakannya dengan pertolongan-Nya. Kedua, ketika seorang hamba memberi sedekah dan menginginkan kebaikan, Allah akan menambah banyak hartanya. Ketiga, ketika seorang hamba meminta harta kepada manusia untuk memperbanyak hartanya, niscaya Allah tambahkan kepadanya kekurangan.”

Dalam kesempatan lain, beliau bersabda, “Jika engkau marah, diamlah. Jika engkau marah, diamlah. Jika engkau marah, diamlah.”

(dvs/inf)



Sumber : www.detik.com