Tag Archives: kezaliman

Hukum Sedekah Bisa Berubah Jadi Haram, Ini Sebabnya


Jakarta

Sedekah adalah amalan yang dianjurkan. Hukum sedekah adalah sunnah menurut ijma ulama. Namun, bisa menjadi haram karena kondisi tertentu.

Diterangkan dalam buku Fiqh Muamalat karya Abdul Rahman Ghazaly dkk, dalil yang dijadikan dasar hukum sedekah adalah firman Allah SWT dalam surah Al-Baqarah ayat 280 dan 261.

وَاِنْ كَانَ ذُوْ عُسْرَةٍ فَنَظِرَةٌ اِلٰى مَيْسَرَةٍ ۗ وَاَنْ تَصَدَّقُوْا خَيْرٌ لَّكُمْ اِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ ٢٨٠


Artinya: “Jika dia (orang yang berutang itu) dalam kesulitan, berilah tenggang waktu sampai dia memperoleh kelapangan. Kamu bersedekah (membebaskan utang) itu lebih baik bagimu apabila kamu mengetahui(-nya).” (QS Al-Baqarah: 280)

مَثَلُ الَّذِيْنَ يُنْفِقُوْنَ اَمْوَالَهُمْ فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ اَنْۢبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِيْ كُلِّ سُنْۢبُلَةٍ مِّائَةُ حَبَّةٍ ۗ وَاللّٰهُ يُضٰعِفُ لِمَنْ يَّشَاۤءُ ۗوَاللّٰهُ وَاسِعٌ عَلِيْمٌ ٢٦١

Artinya: “Perumpamaan orang-orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah adalah seperti (orang-orang yang menabur) sebutir biji (benih) yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap tangkai ada seratus biji. Allah melipatgandakan (pahala) bagi siapa yang Dia kehendaki. Allah Mahaluas lagi Maha Mengetahui.” (QS Al-Baqarah: 261)

Dalil sedekah juga bersandar pada sejumlah hadits. Rasulullah SAW bersabda,

اتَّقُوا النَّارَ وَلَوْ بشق تمرة (متفق عليه)

Artinya: “Lindungilah dirimu semua dari siksa api neraka dengan bersedekah meskipun hanya dengan separuh biji kurma.” (HR Bukhari dan Muslim)

Dalam hadits lain, Rasulullah SAW bersabda,

مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ وَمَا زَادَ اللهُ عَبْدًا بِعفو إِلَّا عِرًّا وَمَا تَوَاضَعَ أَحَدٌ لِلَّهِ إِلَّا رَفَعَهُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ (رواه مسلم)

Artinya: “Sedekah tidak akan mengurangi harta. Tidak ada orang yang memberi maaf kepada orang lain, melainkan Allah akan menambah kemuliaannya. Dan tidak ada orang yang merendahkan diri karena Allah, melainkan Allah akan mengangkat derajatnya.” (HR Muslim)

Hukum Sedekah yang Haram

Hukum sedekah bisa berubah menjadi haram apabila mengetahui barang yang akan disedekahkan itu akan digunakan untuk kejahatan dan maksiat. Demikian seperti dijelaskan dalam buku Fiqh karya M. Aliyul Wafa dkk.

Dalil yang menguatkan hal ini adalah firman Allah SWT dalam surah Al-Baqarah ayat 272,

۞ لَيْسَ عَلَيْكَ هُدٰىهُمْ وَلٰكِنَّ اللّٰهَ يَهْدِيْ مَنْ يَّشَاۤءُ ۗوَمَا تُنْفِقُوْا مِنْ خَيْرٍ فَلِاَنْفُسِكُمْ ۗوَمَا تُنْفِقُوْنَ اِلَّا ابْتِغَاۤءَ وَجْهِ اللّٰهِ ۗوَمَا تُنْفِقُوْا مِنْ خَيْرٍ يُّوَفَّ اِلَيْكُمْ وَاَنْتُمْ لَا تُظْلَمُوْنَ ٢٧٢

Artinya: “Bukanlah kewajibanmu (Nabi Muhammad) menjadikan mereka mendapat petunjuk, tetapi Allahlah yang memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki (berdasarkan kesiapannya untuk menerima petunjuk). Kebaikan apa pun yang kamu infakkan, (manfaatnya) untuk dirimu (sendiri). Kamu (orang-orang mukmin) tidak berinfak, kecuali karena mencari rida Allah. Kebaikan apa pun yang kamu infakkan, niscaya kamu akan diberi (pahala) secara penuh dan kamu tidak akan dizalimi.”

Dalam Kitab Terlengkap Biografi Empat Imam Mazhab karangan Rizem Aizid turut dijelaskan, hukum sedekah bisa menjadi haram apabila diniatkan sebagai uang sogok.

Kebolehan Sedekah dengan Harta Haram

Sedekah dengan harta haram diperbolehkan untuk kondisi tertentu. Imam al-Ghazali dalam kitab Ihya ‘Ulumuddin menjelaskan, sedekah dengan harta haram boleh dilakukan semata-mata hanya untuk melepaskan diri dari kezaliman. Harta haram, kata Imam al-Ghazali, hukumnya menjadi halal bagi orang lain, namun bagi yang bersangkutan tetap haram.

“Itu karena harta yang haram tersebut jelas haram bila dipakai untuk diri sendiri, dan sayang bila disia-siakan atau dibuang ke laut. Maka yang terbaik adalah disedekahkan untuk kemaslahatan kaum muslim,” jelas Imam al-Ghazali seperti diterjemahkan Purwanto.

(kri/lus)



Sumber : www.detik.com

Era Jahiliyah



Jakarta

Abad yang paling suram pada kehidupan manusia terjadi pada abad ke 6 dan ke 7 Masehi. Sejak berabad-abad sebelumnya peradaban manusia telah meluncur dan jatuh secara drastis di bumi persada ini. Peradaban ini telah melupakan Sang Khalik sehingga ia telah lupa pada dirinya sendiri dan hari depannya. Manusia telah kehilangan kesadarannya, kebijaksanaannya, hilang juga kemampuan untuk membedakan antara yang baik dan yang buruk, antara yang benar dan yang salah, antara yang mulia dan yang hina.

Mereka ( para agamawan ) telah melarikan diri dari kehidupan yang sudah bejat ini, dan berlindung di dalam biara-biara, gereja, bahkan ke goa-goa untuk memencilkan diri. Mereka lari karena tidak berhasil memperjuangkan untuk mempertahankan agama, politik, kemerdekaan ruhani serta kebendaan. Adapun dari mereka yang masih tertinggal dalam kehidupan ramai telah menjalin persekutuan dengan para raja dan penguasa dunia, membantu dalam perbuatan dosa dan bahkan ikut makan harta orang lain secara zalim.

Sejatinya kehidupan itu berputar, terjadi beberapa abad yang lampau dan bisa berputar terjadi pada abad ini. Hak persamaan terkikis dengan dominasi kelompok tertentu dalam pengelolaan dan penguasaan aset, hak adil bagi masyarakat miskin menjadi marginal, munculnya pasar kebohongan dan miskin kejujuran. Kekejian dalam genosida etnis tertentu memperoleh dukungan. Semua ini menjadikan masyarakat apatis, tidak merasa ada perubahan saat terjadi pergantian Penguasa karena tiada perubahan sikap ( tetap zalim ).


Ingatlah bahwa kezaliman itu sangat dibenci oleh Sang Khalik, sebagaimana firman-Nya dalam surah al-An’am ayat 45 yang terjemahannya,”Maka orang-orang zalim itu dimusnahkan hingga ke akar-akarnya. Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.”

Makna ayat ini adalah : Peringatan sudah disampaikan, teguran secara halus maupun keras juga sudah diberikan, bahkan aneka nikmat sudah mereka terima, mereka masih saja durhaka. Maka berlakulah ketentuan Allah SWT. yaitu orang-orang yang zalim itu dimusnahkan sampai ke akar-akarnya sehingga tidak tersisa. Dan itu semua bukan karena Allah SWT. berbuat aniaya kepada mereka, karena semua yang ditentukan-Nya adalah baik, maka segala puji bagi Allah, Tuhan seluruh alam.

Tiadanya kemampuan membedakan yang benar dengan yang salah maka terjadilah perbuatan-perbuatan salah yang dibenarkan dan perbuatan benar yamg disalahkan. Mereka ( penguasa ) telah terhijab sehingga lalai bahwa kekuasaannya itu sebenarnya tiada berarti apa-apa dibanding kekuasaan Allah SWT. Mereka merasa mampu menjadikan seseorang sebagai pemimpin dan mengatur dalam kehidupan. Tindakan ini menjadikan Allah SWT. murka dan pasti akan memberikan azabnya yang sangat pedih. Ketakaburan seseorang yang berkuasa, biasanya akan diberi hadiah oleh Sang Pencipta berupa : Direndahkannya rezeki, direndahkan derajatnya dan direndahkan kesehatannya.

Kekuasan menjadikan seseorang meningkat derajatnya atau direndahkan derajatnya ( hina ) bukan pada manusia. Ingatlah selalu firman Allah SWT. dalam surah ali-Imran ayat 26 yang berbunyi, “Katakanlah (Nabi Muhammad), “Wahai Allah, Pemilik kekuasaan, Engkau berikan kekuasaan kepada siapa pun yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kekuasaan dari siapa yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan siapa yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan siapa yang Engkau kehendaki. Di tangan-Mulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Mahakuasa atas segala sesuatu.”

Adapun inti makna ayat di atas adalah : Tidak seorang pun mampu mengangkat derajat orang lain dan memuliakannya kecuali atas izin-Nya, dan tidak seorang pun mampu menjatuhkan kekuasaan orang lain dan menghinakannya kecuali atas izin-Nya. Maka kekuasaan ini ( milik-Nya ) janganlah seseorang meskipun berkuasa penuh ikut campur.

Masa jahiliyah ini terjadi sebelum kelahiran ajaran Islam, pada masa itu peran agama-agama besar di begal oleh orang-orang yang berakhlak rendah, dipermainkan oleh orang-orang yang mengejar kemewahan dunia, juga kaum munafik sehingga agama telah kehilangan jiwa dan bentuknya semula. Agama tidak dapat melaksanakan tujuannya terhadap dunia dan tidak dapat menyampaikan dakwanya kepada umat manusia.

Saat itulah dunia telah bangkrut dalam segala segi pembentukan akhlak dan tiada menentu arah kehidupan. Tidak lagi mempunyai ketentuan hukum yang suci jernih sebagai agama samawi ( langit ) dan tidak mempunyai peraturan yang tetap serta berlaku bagi umat manusia.

Maka pada abad itulah lahir seorang Nabi terakhir sebagai utusan-Nya untuk menyempurnakan segala sesuatu tentang kehidupan dunia. Pada saat Sang Nabi SAW. berusia 40 tahun, turunlah firman-Nya yang pertama dan seterusnya sampai akhir. Inilah firman-Nya sebagai penyempurna kitab-kitab agama samawi yang ada sebelumnya.

Penulis nukil salah satu surah yang menjadi landasan hidup umat manusia. Teologi al-Insyirah mengajarkan hidup lapang dan optimistis. Agar insan beriman tidak serba sempit dan negatif dalam menghadapi musibah dan masalah

Tuhan mengajarkan jiwaal-Insyirah(kelapangan) dalam menghadapi segala dinamika hidup. Sebagaimana firman-Nya: “Bukankah Kami telah melapangkan dadamu (Muhammad)? Dan Kami pun telah menurunkan bebanmu darimu. Yang memberatkan punggungmu. Dan Kami tinggikan sebutan nama(mu) bagimu. Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. Maka apabila engkau telah selesai (dari sesuatu urusan), tetaplah bekerja keras (untuk urusan yang lain). Dan, hanya kepada Tuhanmulah engkau berharap.” (QS al-Insyirah: 1-8).

Semoga Allah SWT. selalu membantu untuk mengingat-Nya, beribadah kepada-Nya dan terhindar dari rongrongan hawa nafsu.

Aunur Rofiq

Ketua DPP PPP periode 2020-2025
Artikel ini merupakan kiriman pembaca detikcom. Seluruh isi artikel menjadi tanggung jawab penulis. (Terima kasih – Redaksi)

(erd/erd)



Sumber : www.detik.com

Nasihat Agar Kekuasaan Tidak Menjadi Korup



Jakarta

Pada suatu hari Syaibah ibn Syabah menemui Al-Mahdi, lalu bertanya, “Amir Al-Mukminin, Allah sungguh telah memberi tuan dunia, karena itu berikan rakyatmu keadilan dan kebahagiaan hidupmu.”

“Apa yang mesti kuberikan kepada rakyat?” Kata Al-Mahdi.
Jawabnya, “Keadilan. Jika rakyat hidup tenteram di bawah tuan maka tuan akan tenang dikubur. Wahai Amir Al-Mukminin, takutlah akan hari di mana tiada esok sesudahnya. Berlakulah adil semaksimal mungkin. Sebab keadilan akan dibalas dengan keadilan serupa, dan kezaliman akan dibalas kezaliman serupa. Hiasi diri tuan dengan baju takwa, lantaran tak ada seorang pun yang akan mencemooh hiasan takwa kelak di akhirat.

Salah satu inti ajaran Islam adalah menegakkan keadilan. Keadilan dalam hal apa pun, mulai dari menegakkan keadilan sosial, ekonomi, politik hingga keadilan ekologis.Adapun perintah berbuat adil sebagaimana firman-Nya dalam surat an-Nisa’ ayat 135 yang terjemahannya, “Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu penegak keadilan dan saksi karena Allah, walaupun kesaksian itu memberatkan dirimu sendiri, ibu bapakmu, atau kerabatmu. Jika dia (yang diberatkan dalam kesaksian) kaya atau miskin, Allah lebih layak tahu (kemaslahatan) keduanya. Maka, janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang (dari kebenaran). Jika kamu memutarbalikkan (kata-kata) atau berpaling (enggan menjadi saksi), sesungguhnya Allah Mahateliti terhadap segala apa yang kamu kerjakan.”


Makna ayat di atas bagi orang-orang yang beriman kepada Allah SWT dan rasul-Nya serta menjalankan syariat-Nya, jadilah kalian orang-orang yang senantiasa tegak menjalankan keadilan, mengemukakan persaksian karena mengharap wajah Allah SWT. walaupun terhadap diri kalian sendiri atau ayah-ayah dan ibu-ibu kalian atau terhadap karib kerabat kalian, bagaimanapun keadaan orang yang dipersaksikan, baik kaya maupun miskin, karena sesungguhnya Allah SWT. lebih utama memperhatikan mereka dibandingkan kalian dan lebih tahu apa yang mendatangkan kemaslahatan mereka berdua. Janganlah membawa kalian hawa nafsu dan fanatik buta untuk meninggalkan sifat adil. Apabila kalian mengubah-ubah persaksian dengan lisan-lisan kalian,lalu kalian membawakan persaksian yang tidak sebenarnya atau berpaling darinya dengan tidak mengemukakannya atau menyembunyikannya, maka sesungguhnya Allah SWT. maha mengetahui sekecil apapun tindakan kalian dan akan memberikan balasan kepada kalian menurut perbuatan tersebut.

Nasihat tersebut di atas, mengingatkan tentang hari tiada esok sesudahnya (hari yang kekal), itu bermaksud janganlah dunia yang dianugerahkan Allah SWT. digunakan untuk melampiaskan hawa nafsu, namun jadikan wasilah untuk bekal hari yang kekal/akhirat. Nasihat di atas seperti yang digambarkan oleh penyair berikut :

Hiasi hidupmu dengan takwa.
Tiada seorang pun akan mencemooh.
Kebaikan tiada pernah akan musnah.
Gapailah, keberuntungan pasti akan melimpah ruah, harta dan kekayaan lenyap dan musnah.

Kaisar Romawi melayangkan surat kepada Raja Anusyirwan yang adil. Katanya, “Dengan apa kekuasaan dapat dipertahankan?”
Raja Anusyirwan membalas surat itu, dengan menjawab, “Aku tak pernah melakukan sesuatu tanpa perhitungan. Jika aku menetapkan sesuatu , aku selalu konsisten dan tak pernah meralatnya, karena takut ada pengharapan. Maksudnya, jika aku mengambil keputusan, maka aku tak pernah mengurungkannya, karena ada orang yang meminta atau menakut-nakuti diriku. Aku selalu konsisten dengan keputusanku.”

Jawaban Raja ini menarik karena :

1. Keputusan yang diambil selalu melalui perhitungan yang cermat. Artinya keputusan seorang pemimpin tidaklah elok jika dilandasi emosional, karena dampaknya menyangkut masyarakat luas. Inilah fungsi “hati” dalam menentukan pilihan keputusan sangatlah mendasar.

2. Konsisten. Keputusan yang telah diambil tidak akan diurungkan atau diganti. Meskipun ada orang atau golongan yang memintanya dan melakukan ancaman. Balas jasa karena orang tersebut telah membantunya saat pemilihan sebagai pemimpin tentu dipertimbangkan dengan tidak mengurangi hak orang lain atau mengurangi kepentingan masyarakat luas. Tidak pernah ada rasa takut meski adanya ancaman pada dirinya maupun keluarga dan kerabatnya. Ayat di atas telah melarang seorang pemimpin untuk berbuat culas, maka bersandarlah keputusan pada kebenaran sehingga engkau dalam perlindungan-Nya.

Alexander bertanya kepada Aristoteles, “Mana yang lebih utama bagi para penguasa, sifat berani atau adil ?” Jawabnya, “Jika seorang penguasa adil, ia tak memerlukan keberanian.”
Dikisahkan, Alexander membebastugaskan pegawainya, ia diserahi tugas-tugas ringan dan enteng. Pada suatu hari Alexander bertemu dengan pegawai itu dan bertanya, “Bagaimana tugasmu?”

Jawabnya, “Semoga Allah menetapkan kekuasaan Paduka Raja. Orang-orang besar tidak boleh gila kehormatan dengan tugasnya. Tetapi, tugas dan pekerjaan itulah yang harus mereka hormati. Ini dapat dilakukan dengan berperilaku baik, adil, jujur, dan menghindari gaya hidup mewah dan berfota-foya.” Kemudian Alexander memandang benar perkataan orang itu, lalu ia dikembalikan pada jabatan semula.

Semoga uraian singkat ini memberi inspirasi kepada para pemimpin negeri untuk bersikap adil, benar yang dibenarkan dan salah yang dipersalahkan bukan sebaliknya. In-Syaa’Allah hidupnya pemimpin yang adil dalam perlindungan-Nya.

Aunur Rofiq

Ketua DPP PPP periode 2020-2025
Artikel ini merupakan kiriman pembaca detikcom. Seluruh isi artikel menjadi tanggung jawab penulis. (Terima kasih – Redaksi)

(erd/erd)



Sumber : www.detik.com

Peradaban Islam, Pada Kehidupan



Jakarta

Islam dan peradaban merupakan satu kesatuan yang tak mungkin dipisahkan. Sejak kehadirannya, Islam telah membawa konsep dan misi peradaban yang inheren dalam dirinya. Peradaban Islam bersumber pada dîn (baca: agama) yang berasal dari wahyu Allah. Secara umum, peradaban Islam dibagi menjadi tiga babak, yaitu Periode Islam Klasik, Pertengahan, dan Modern, yang memiliki cirinya masing-masing.

Islam yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW telah membawa bangsa Arab yang semula terbelakang, bodoh, tidak terkenal dan diabaikan oleh bangsa-bangsa lain, menjadi bangsa yang maju. Ia dengan cepat bergerak mengembangkan dunia, membina satu kebudayaan dan peradaban yang sangat penting artinya dalam sejarah manusia hingga saat ini. Bahkan kemajuan Barat pada mulanya bersumber dari peradaban Islam yang masuk ke Eropa melalui Spanyol. H.A.R. Gibb dalam bukunya Whitter Islam menyatakan, “Islam sesungguhnya lebih dari sekedar sebuah agama, ia adalah sebuah peradaban yang sempurna”.

Lahirnya peradaban Islam dan berdirinya negara Islam pada abad Pertama Hijriah, merupakan babak baru sejarah dan gejala baru bagi dunia politik dan sosial. Dakwah agama yang dibawa oleh para Nabi sebelumnya masih tetap dilakukan oleh kaum misionaris dan diperjuangkan oleh orang-orang yang jujur. Akan tetapi, mereka tidak pernah berhasil mendirikan suatu negara atau pemerintahan yang berdasarkan pada prinsip-prinsip ajaran agama itu sendiri. Dakwah dan kegiatan seperti itu belum pernah mencapai sukses seperti yang dicapai Rasulullah SAW dan para Khulafa’ Ar-Rasyidiin.


Peradaban Islam ini menempatkan kerohanian di atas gejala kebendaan yang amat kosong dan gersang. Peradaban ketika itu menempatkan manusia berlomba-lomba meraih keutamaan dengan jalan bertakwa kepada Allah SWT. saat itu manusia menaruh perhatian besar terhadap kehidupan akhirat sehingga jiwa menjadi tenteram dan hati menjadi khusyuk.

Awal peradaban Islam dengan segala kebajikannya berhadapan dengan peradaban yang kacau, saling membunuh, rapuh dan goyah sendi-sendinya, yaitu peradaban ketika yang besar menelan yang kecil, yang kuat menyingkirkan yang lemah. Inilah peradaban yang bobrok yang di dalamnya manusia berlomba- lomba mengejar kesenangan, kemewahan dan kedurhakaan, bersaing dengan segala cara memperebutkan kedudukan, harta kekayaan, sehingga dunia menjadi arena peperangan silih berganti, dan peradaban itu sendiri berubah menjadi neraka bagi pendukung-pendukungnya. Inilah proses perubahan peradaban Jahiliah beralih kepada peradaban Islam.

Allah SWT telah mengingatkan kepada semua hamba-hamba-Nya, bahwa perbuatan yang di luar batas (tabiat Jahiliyah) akan memperoleh balasannya. Hal ini sebagaimana firman-Nya dalam surah as-Sajdah ayat 21 yang terjemahannya, “Kami pasti akan menimpakan kepada mereka sebagian azab yang dekat (di dunia) sebelum azab yang lebih besar (di akhirat) agar mereka kembali (ke jalan yang benar).”

Makna ayat ini adalah: Allah SWT menerangkan bahwa sebenarnya orang-orang kafir itu sewaktu masih hidup di dunia telah diazab oleh-Nya dengan berbagai macam azab, baik yang tampak maupun yang hanya dapat dirasakan oleh mereka. Siksaan bagi mereka di dunia disebut dengan al-‘ażāb al-adnā (azab yang dekat), sedangkan siksaan di akhirat disebut al-‘ażāb al-akbar (azab yang lebih besar). Banyak cobaan-cobaan yang diberikan Allah SWT kepada manusia selama hidup di dunia, sejak dari cobaan yang kecil sampai kepada cobaan yang paling besar. Bisa juga dalam bentuk kemewahan lahiriah sampai kepada kemiskinan dan kesengsaraan. Seorang yang kaya tetapi tidak dilandasi dengan iman kepada-Nya, hatinya selalu was-was dan khawatir, mungkin ada orang yang akan merampas kekayaannya itu, atau ada ahli waris yang hendak membunuhnya agar memperoleh kekayaan itu.

Sedangkan seorang penguasa yang tidak beriman selalu khawatir kekuasaannya akan pindah kepada orang lain. Kalau perlu, kekuasaan itu dipertahankan dengan tangan besi dan kekerasan. Kekhawatiran seperti ini pernah terjadi pada Fir’aun di kala tukang-tukang sihirnya dikalahkan oleh Nabi Musa. Allah berfirman: Dia (Fir’aun) berkata, “Apakah kamu telah beriman kepadanya (Musa) sebelum aku memberi izin kepadamu? Sesungguhnya dia itu pemimpinmu yang mengajarkan sihir kepadamu. Maka sungguh, akan kupotong tangan dan kakimu secara bersilang, dan sungguh, akan aku salib kamu pada pangkal pohon kurma dan sungguh, kamu pasti akan mengetahui siapa di antara kita yang lebih pedih dan lebih kekal siksaannya.” (Surah Taha ayat 71).

Banyak penguasa-penguasa saat ini yang bersikap seperti Fir’aun ini. Mereka mengira bahwa merekalah yang memiliki semuanya dan merekalah yang paling berkuasa. Sebenarnya Allah SWT memberikan cobaan-cobaan dari azab duniawi itu agar semuanya menjadi pelajaran bagi orang-orang kafir itu. Hal ini bertujuan agar mereka mau beriman, beramal saleh, dan mudah-mudahan kembali ke jalan yang benar. Biarlah mereka menanggung siksa yang ringan di dunia ini asal di akhirat nanti mereka terhindar dari siksa yang amat berat.

Wahai para pemimpin negeri, jadikanlah pemerintahan yang adil dan melaksanakan prinsip persamaan di kalangan rakyatnya, melindungi hak yang lemah dari kezaliman yang kuat, menjaga kelurusan akhlak rakyat, menjaga keselamatan rumah dan harta benda mereka, serta menjaga keamanan dan kehormatan rakyatnya. Jadilah pemimpin yang zuhud, menjauhkan dari kenikmatan dan kesenangan duniawi. Maka engkau pantas untuk menguasai dan mengatur syarat-syarat penghidupan rakyatnya. Hindarilah menjadi penguasa yang zalim dan bertindak sewenang-wenang.

Peradaban Islam ini menuntun adab pemimpin untuk mendakwahkan kebenaran, memerintahkan kebajikan dan mencegah kemungkaran dalam kehidupan berbangsa dan bermasyarakat. Semoga Allah SWT memberikan hidayah bagi para pemimpin daerah yang baru terpilih untuk menghindari tabiat Jahiliah dan menerapkan peradaban Islam dengan sungguh-sungguh.

Aunur Rofiq

Ketua DPP PPP periode 2020-2025
Artikel ini merupakan kiriman pembaca detikcom. Seluruh isi artikel menjadi tanggung jawab penulis. (Terima kasih – Redaksi)

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com

Doa Agar Terhindar dari Kezaliman, Yuk Amalkan!


Jakarta

Zalim adalah sifat tercela yang tidak dibenarkan dalam Islam. Definisi zalim sendiri dimaknai sebagai tindakan yang keluar dari batas-batas kebenaran.

Dalam buku Cahaya Abadi Muhammad SAW karya M Fethullah Gullen, mereka yang berbuat zalim kerap ditunda azabnya oleh Allah SWT sebagaimana sabda Rasulullah SAW yang berbunyi,

“Sesungguhnya Allah terus menunda azab bagi orang zalim, dan jika Dia mengazabnya, maka si zalim itu tidak akan mampu lolos darinya.” Lalu Rasulullah membacakan ayat yang berbunyi, “Dan begitulah azab Tuhanmu, apabila Dia mengazab penduduk negeri-negeri yang berbuat zalim. Sesungguhnya azab-Nya itu adalah sangat pedih lagi keras.” (QS Hud: 102)


Pelaku zalim diibaratkan sebilah pedang di genggaman Allah, Nabi SAW menyatakan dalam sebuah hadits,

“Seorang zalim adalah (alat) keadilan Allah di Bumi. Allah menimpakan balasan (kepada pihak lain) dengan menggunakan dia, lalu Dia menjatuhkan balasan-Nya kepadanya.”

Berkaitan dengan itu, ada doa yang bisa dibaca agar seseorang terhindar dari kezaliman. Berikut bunyi bacaannya yang dikutip dari buku Panduan Lengkap Shalat, Doa, Zikir & Shalawat tulisan Ustaz Enjang Burhanudin Yusuf M Pd.

Doa agar Dijauhkan dari Kezaliman

رَبِّ اغْفِرْلِي وَلِوَالِدَيَّ وَلِمَنْ دَخَلَ بَيْتِيَ مُؤْمِنًا وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَلَا تَزِدِالظَّالِمِيْنَ إِلا تَبَارًا

Arab latin: Robbighfirlii waliwaalidayya wa liman dakhola baitiya mukminaw wa lil mukminiina wal mukminaat, wa laa tazidizh zhoolimiina illaa tabaaroo.

Artinya: “Ya Tuhanku, ampunilah aku, ibu-bapakku, dan siapa pun yang memasuki rumahku dengan beriman dan semua orang yang beriman laki-laki dan perempuan. Dan janganlah Engkau tambahkan bagi orang-orang yang zalim itu selain kehancuran.”

Azab bagi Manusia yang Berbuat Zalim

Dijelaskan dalam buku Ensiklopedia Al-Qur’an dan Hadis Per Tema; Bagian 3 Jalan Menuju Keselamatan tulisan Alita Aksara Media, mereka yang berbuat zalim akan mendapat kegelapan pada hari kiamat kelak. Hal ini sesuai dengan bunyi sabda Nabi Muhammad SAW:

“Kezaliman adalah kegelapan pada hari kiamat.” (HR Bukhari dan Muslim)

Selain itu, Allah SWT juga menjauhkan hidayahnya dari para pelaku zalim. Padahal, hidayah merupakan petunjuk yang diberikan Allah kepada umatnya, dalam surat Al Maidah ayat 51 Allah berfirman:

۞ يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَا تَتَّخِذُوا۟ ٱلْيَهُودَ وَٱلنَّصَٰرَىٰٓ أَوْلِيَآءَ ۘ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَآءُ بَعْضٍ ۚ وَمَن يَتَوَلَّهُم مِّنكُمْ فَإِنَّهُۥ مِنْهُمْ ۗ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يَهْدِى ٱلْقَوْمَ ٱلظَّٰلِمِينَ

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.”

Kezaliman seseorang dapat mendatangkan bencana dan malapetaka. Hal ini dijelaskan dalam surat Hajj ayat 45.

فَكَأَيِّن مِّن قَرْيَةٍ أَهْلَكْنَٰهَا وَهِىَ ظَالِمَةٌ فَهِىَ خَاوِيَةٌ عَلَىٰ عُرُوشِهَا وَبِئْرٍ مُّعَطَّلَةٍ وَقَصْرٍ مَّشِيدٍ

Artinya: “Berapalah banyaknya kota yang Kami telah membinasakannya, yang penduduknya dalam keadaan zalim, maka (tembok-tembok) kota itu roboh menutupi atap-atapnya dan (berapa banyak pula) sumur yang telah ditinggalkan dan istana yang tinggi.”

(aeb/erd)



Sumber : www.detik.com

Apakah Doa Orang yang Terzalimi Akan Terkabul?


Jakarta

Orang yang terzalimi memiliki keutamaan di hadapan Allah SWT. Menurut hadits, doa orang terzalimi mustajab.

Mustajabnya doa orang terzalimi ini dijelaskan dalam hadits Mu’adz bin Jabal RA. Saat diutus berdakwah ke Yaman, Mu’adz mendapat pesan dari Rasulullah SAW,

“Dan waspadalah terhadap doa orang yang terzalimi. Karena tidak ada hijab penghalang antara doanya itu dan Allah.” (HR Al-Bukhari)


Doa orang yang terzalimi sama mustajabnya dengan doa pemimpin yang adil dan doanya orang yang berpuasa. Diriwayatkan dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda,

“Tiga orang yang doanya tidak tertolak: pemimpin yang adil, orang yang berpuasa sampai ia berbuka, dan doa orang yang terzalimi, Allah akan mengangkatnya di bawah naungan awan pada hari kiamat, pintu-pintu langit akan dibukakan untuknya seraya berfirman: Demi keagungan-Ku, sungguh Aku akan menolongmu meski setelah beberapa saat.” (HR Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ahmad)

Dijelaskan dalam buku Nasehat Sang Fajar karya DR. Khalid Abu Syadi, Allah SWT mengangkat doa orang yang terzalimi meskipun mereka adalah orang jahat. Allah SWT menegaskan seseorang yang berbuat kezaliman, maka kezalimannya itu akan berbalik menimpa dirinya sendiri. Sebagaimana firman-Nya dalam surah Yunus ayat 23,

فَلَمَّآ اَنْجٰىهُمْ اِذَا هُمْ يَبْغُوْنَ فِى الْاَرْضِ بِغَيْرِ الْحَقِّ ۗيٰٓاَيُّهَا النَّاسُ اِنَّمَا بَغْيُكُمْ عَلٰٓى اَنْفُسِكُمْ مَّتَاعَ الْحَيٰوةِ الدُّنْيَاۖ ثُمَّ اِلَيْنَا مَرْجِعُكُمْ فَنُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُوْنَ ٢٣

Artinya: “Namun, ketika Allah menyelamatkan mereka, seketika itu mereka berbuat kezaliman di bumi tanpa (alasan) yang benar. Wahai manusia, sesungguhnya (bahaya) kezalimanmu akan menimpa dirimu sendiri. (Itu hanya) kenikmatan hidup duniawi. Kemudian, kepada Kamilah kembalimu, lalu akan Kami kabarkan kepadamu apa yang selama ini kamu kerjakan.”

Doa Orang yang Terzalimi

Dalam Al-Qur’an terdapat bacaan doa orang terzalimi yang bisa dipanjatkan. Doa ini termaktub dalam surah Al Qasas ayat 21. Berikut bacaan doanya.

رَبِّ نَجِّنِيْ مِنَ الْقَوْمِ الظّٰلِمِيْنَ

Rabbi najjinī minal-qaumiẓ-ẓālimīn(a).

Artinya: “Ya Tuhanku, selamatkanlah aku dari kaum yang zalim.”

Doa Agar Tak Menzalimi Orang

Ada juga doa yang dipanjatkan agar tak menzalimi orang lain. Doa ini terdapat dalam Al-Qur’an surah Al Mu’minun ayat 94,

رَبِّ فَلَا تَجْعَلْنِيْ فِى الْقَوْمِ الظّٰلِمِيْنَ ٩٤

Rabbi fa lâ taj’alnî fil-qaumidh-dhâlimîn

Artinya: “Ya Tuhanku, janganlah Engkau jadikan aku termasuk kaum yang zalim.”

Kisah Mustajabnya Doa Orang Terzalimi

Ada sejumlah kisah tentang mustajabnya doa orang yang dizalimi. Diceritakan dalam Ihfazullahi Yahfazuka karya ‘Aidh Abdullah Al-Qarny yang diterjemahkan Masrukhin, pada era Dinasti Abbasiyah tepatnya kepemimpinan Harun Ar-Rasyid, terdapat sejumlah petinggi negara yang disebut Al Baramikah. Allah SWT memberinya amanah berupa harta.

Sayangnya, para petinggi itu justru hidup dalam kedurjanaan dan kemaksiatan. Hingga pada akhirnya Allah SWT mencabut semua yang diberikan kepada mereka. Para petinggi lantas menghadapi kenyataan pahit.

Salah seorang petinggi yang bernama Yahya bin Khalid al-Barmaki pernah ditanya, “Apa yang menyebabkan kalian sampai seperti ini, dalam kegelapan setelah sebelumnya bergelimangan kenikmatan, hidup bersama emas dan sutera, mengenakan pakaian yang indah menakjubkan?”

Sambil menangis ia menjawab, “Ini semua tak lain akibat doa yang dipanjatkan orang-orang yang terzalimi selama ini di tengah malam. Kami lalai akan doa mereka, namun Allah tidak pernah melalaikannya.”

Gambaran mustajabnya doa orang pernah dikatakan Ali bin Husain RA saat ia ditanya, “Berapa jarak antara Arsy Allah dan permukaan bumi?”

Ia menjawab, “Doa yang mustajab dan dikabulkan.”

Wallahu a’lam.

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com

Doa Orang Terzalimi, Benarkah Cepat Dikabulkan Allah?



Jakarta

Orang yang terzalimi memiliki keutamaan di hadapan Allah SWT. Hal ini didasarkan dalam sebuah hadits yang menyebutkan bahwa doa orang terzalimi adalah mustajab.

Hadits mengenai doa orang yang terzalimi disebutkan dalam kitab Mukhtashar Shahih Bukhari yang ditulis oleh M. Nashiruddin Al-Albani (Syekh Al-Albani) dan diterjemahkan Abdul Hayyie al-Kattani dan A. Ikhwani.

Dalam buku tersebut menjelaskan hadits yang diriwayatkan dari Aslam bahwa Umar RA menjadikan seorang budaknya yang bernama Hunay untuk menjaga himaa (tempat penggembala ternak). Umar berkata, “Wahai Hunay, janganlah kau menzalimi orang-orang muslim dan takutlah dari doa orang yang terzalimi, karena sesungguhnya doa orang yang dizalimi terkabulkan.”


Umar RA melanjutkan bicaranya, “Izinkanlah orang-orang yang hanya memiliki sedikit unta dan sedikit domba untuk masuk ke dalam himaa tersebut. Jangan utamakan ternak Ibnu Auf dan ternak Ibnu Affan. Karena jika ternak keduanya rusak, mereka dapat kembali kepada pohon-pohon kurma dan tanaman mereka.”

“Dan sesungguhnya, jika ternak milik orang-orang yang memiliki sedikit unta dan sedikit domba rusak, maka mereka mendatangi saya dengan membawa anak-anak mereka, seraya berkata, ‘Wahai Amirul Mukminin, wahai Amirul Mukminin, apakah saya biarkan mereka terlunta-lunta?'”

“Menyediakan air dan rerumputan lebih ringan bagi saya daripada memberikan emas dan perak. Demi Allah, sesungguhnya mereka melihat saya telah menzalimi saya. Sesungguhnya ini adalah negeri mereka. Pada masa jahiliah, mereka berperang melindunginya dan mereka masuk Islam agar tetap di dalamnya.”

“Demi Zat yang jiwaku berada dalam genggaman-Nya, seandainya bukan karena harta (unta ternak lainnya) yang saya siapkan fi sabilillah, pasti saya tidak akan menjadikan sejengkal tanah mereka sebagai himaa.” (HR Bukhari)

Selain itu, ada hadits lain yang menyebut bahwa doa orang yang terzalimi adalah mustajab. Muhammad bin Isa bin Saurah (Imam at-Tirmidzi) dalam buku Sunan at-Tirmidzi jilid 3 menyebutkan hadits berikut:

٢٠١٤ – (صحيح) حَدَّثَنَا أَبُو كُرَيْبٍ، قَالَ: حَدَّثَنَا وَكِيعٌ، عَنْ زَكَرِيَّا بْنِ إِسْحَاقَ، عَنْ يَحْيَى بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ صَيْفِي، عَنْ أَبِي مَعْبَدٍ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ بَعَثَ مُعَاذَ بْنَ جَبَلٍ إِلَى الْيَمَنِ، فَقَالَ: ((اتَّقِ دَعْوَةَ الْمَظْلُومِ، فَإِنَّهَا لَيْسَ بَيْنَهَا وَبَيْنَ اللَّهِ حِجَابٌ)). وفي الْبَابِ عَنْ أَنَسٍ، وَأَبِي هُرَيْرَةَ، وَعَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ، وَأَبِي سَعِيدٍ. وَهَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ وَأَبُو مَعْبَدٍ اسْمُهُ : نَافِذُ ((صَحِيحُ أَبي دَاوُدَ)) (١٤١٢) : ق).
2014.

Artinya: (Shahih) Dari Abu Kuraib, dari Waki, dari Zakariya bin Ishaq, dari Yahya bin Abdullah bin Shaifi, dari Abu Ma’bad, dari Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah SAW, mengutus Mu’adz ke Yaman, dan beliau bersabda kepadanya, “Takutlah terhadap doa orang yang terzalimi karena tidak ada penghalang antara doanya itu dengan Allah.” Dalam tema ini terdapat riwayat dari Anas, Abu Hurairah, Abdullah bin Umar dan Abu Sa’id. Ini adalah hadits hasan shahih. Nama Abu Ma’bad adalah Nafidz. (Shahiih Abu Dawud, No. 1412: Muttafaq `alaih)

Yusuf Qardhawi dalam Fiqh Al-Jihad yang diterjemahkan Irfan Maulana Hakim dkk menyebutkan sebuah hadits shahih yang berisi anjuran menolong saudara yang dizalimi.

Rasulullah SAW bersabda, “Tolonglah saudaramu yang zalim dan yang dizalimi.” Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, kami menolongnya karena ia dizalimi, lalu bagaimana kami menolong orang zalim?” Beliau menjawab, “Mencegahnya dari kezaliman, karena itu adalah pertolongan untuknya.”

Menolong orang yang terzalimi bukan hanya dilakukan oleh kekuasaan hukum atau pemerintah. Tetapi, hal itu merupakan perkara yang wajib bagi setiap warga negara dan organisasi masyarakat.

Allah SWT akan meminta pertanggungjawaban dari mereka dan memperhitungkan pengurangan dalam memberikan hak kepada Allah. Apabila menolong orang yang terzalimi sudah bisa kita lakukan, maka langkah kita akan teguh ketika langkah manusia-manusia lain itu tergelincir.

Sebab, kezaliman itu adalah kegelapan di hari kiamat nanti. Allah telah mengharamkan kezaliman atas diri-Nya dan menjadikan kezaliman di antara kita sebagai perbuatan yang haram.

Mengutip buku Mutiara Hadis Qudsi yang ditulis oleh Ahmad Abduh Iwadh disebutkan bahwa seorang muslim harus membantu orang yang terzalimi. Apabila seseorang tidak bisa mencegah kezaliman atau tidak bisa memberikan haknya, sesungguhnya engkau tidak akan bisa menanggung beban, apabila engkau telah jatuh dalam kezaliman ini.

Oleh karena itu, hendaklah engkau membantu orang yang terzalimi, yaitu dengan cara memberinya ketegaran dengan perbuatan dan ucapan.

Abu Hurairah RA meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Barang siapa yang melepaskan kesempitan dari seorang mukmin dari kesempitan dunia, niscaya Allah akan melepaskan kesempitan di hari kiamat. Dan barang siapa yang memudahkan kesulitan orang lain, niscaya Allah akan memberikan kemudahan baginya di dunia dan di akhirat. Dan barang siapa yang menutup aib seorang mukmin, niscaya Allah akan menutup aibnya di dunia dan di akhirat. Sesungguhnya Allah akan selalu menolong hamba-Nya, selama hamba-Nya itu menolong saudaranya. Barang siapa yang menempuh jalan untuk mencari ilmu, Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga. Dan tidaklah suatu kaum berkumpul di rumah Allah untuk membaca Al-Quran dan mempelajarinya, kecuali akan turun kepada mereka ketenangan, rahmat akan menyelimuti mereka, malaikat akan menurunkan sayapnya kepada mereka, dan Allah akan selalu mengingat mereka di sisi-Nya.” (HR Muslim)

(lus/inf)



Sumber : www.detik.com

Doa Orang Terzalimi Mustajab, Ini Dalil dan Bacaan Doanya



Jakarta

Ketika mengalami kezaliman, emosi sering kali menguasai diri. Marah, kesal, dan rasa tidak terima menjadi reaksi yang wajar. Namun, di balik semua itu, ada satu hal yang seringkali terlupakan, yakni berdoa.

Rasulullah SAW mengajarkan umatnya untuk tidak mudah terpancing emosi, bahkan saat dizalimi. Sebaliknya, kita dianjurkan untuk berdoa, sebab doa memiliki kekuatan yang luar biasa. Dalam hadits disebutkan:

“Hendaklah kamu waspada terhadap doa orang yang dizalimi. Sesungguhnya doa itu akan naik ke langit amat pantas seumpama api marak ke udara.”
(HR. Hakim).


Doa Orang yang Terzalimi Itu Mustajab

Mengutip buku Berdoalah dalam Sujud Agar Harapmu Lekas Terwujud susunan Ipnu R Noegroho, menjelaskan bahwa doa orang yang teraniaya adalah doa yang mustajab.

Sebagaimana Rasulullah SAW bersabda:

“Ada tiga doa mustajab (dikabulkan) yang tidak ada keraguan di dalamnya, yaitu: doa orang yang teraniaya, doa musafir, dan doa buruk orang tua kepada anaknya.” (HR. Abu Daud dan al-Tirmizi).

Jadi, saat merasa teraniaya atau dizalimi, jangan biarkan amarah menguasai diri. Percayalah, Allah mendengar dan akan menolong, meskipun terkadang pertolongan tersebut tidak datang secara langsung. Seperti dijelaskan dalam firman Allah dalam hadits Qudsi:

“Demi kemuliaan-Ku, Aku akan menolongmu (wahai hamba yang terzalimi), sekalipun tidak segera.” (HR. Tirmizi).

Kezaliman memang menyakitkan, tetapi Allah selalu bersama orang-orang yang sabar dan selalu berdoa kepada-Nya.

Selain dari hadits Rasulullah SAW, mustajabnya doa orang yang terzalimi juga disampaikan oleh Allah SWT melalui ayat-ayat dalam Al-Qur’an.

Al-Qur’an memberikan petunjuk jelas tentang doa bagi orang yang dizalimi. Beberapa ayat menunjukkan betapa Allah mendengarkan doa hamba-Nya yang sedang teraniaya, seperti dalam Surah An-Nisa’ ayat 148.

Pada ayat tersebut, Allah SWT berfirman,

لَا يُحِبُّ اللّٰهُ الْجَهْرَ بِالسُّوْۤءِ مِنَ الْقَوْلِ اِلَّا مَنْ ظُلِمَ ۗ وَكَانَ اللّٰهُ سَمِيْعًا عَلِيْمًا
Arab latin: Lā yuḥibbullāhul-jahra bis-sū’i minal-qauli illā man ẓulim(a), wa kānallāhu samī’an ‘alīmā(n).
Artinya: Allah tidak menyukai perkataan buruk (yang diucapkan) secara terus terang, kecuali oleh orang yang dizalimi. Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.

Bacaan Doa bagi Orang yang Terzalimi

Dirangkum dari arsip detikHikmah dan sumber sebelumnya, saat mengalami penganiayaan atau tertimpa kezaliman, ada beberapa doa yang dianjurkan untuk dibaca.

Salah satunya terdapat dalam Surah Al-Baqarah ayat 286,

لَا يُكَلِّفُ اللّٰهُ نَفْسًا اِلَّا وُسْعَهَا ۗ لَهَا مَا كَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَا اكْتَسَبَتْ ۗ رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذْنَآ اِنْ نَّسِيْنَآ اَوْ اَخْطَأْنَا ۚ رَبَّنَا وَلَا تَحْمِلْ عَلَيْنَآ اِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهٗ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِنَا ۚ رَبَّنَا وَلَا تُحَمِّلْنَا مَا لَا طَاقَةَ لَنَا بِهٖۚ وَاعْفُ عَنَّاۗ وَاغْفِرْ لَنَاۗ وَارْحَمْنَا ۗ اَنْتَ مَوْلٰىنَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكٰفِرِيْنَ

Arab latin: Lā yukallifullāhu nafsan illā wus’ahā, lahā mā kasabat wa ‘alaihā maktasabat, rabbanā lā tu’ākhiżnā in nasīnā au akhṭa’nā, rabbanā wa lā taḥmil ‘alainā iṣran kamā ḥamaltahū ‘alal-lażīna min qablinā, rabbanā wa lā tuḥammilnā mā lā ṭāqata lanā bih(ī), wa’fu ‘annā, wagfir lanā, warḥamnā, anta maulānā fanṣurnā ‘alal qaumil-kāfirīn(a).

Artinya: Allah tidak membebani seseorang, kecuali menurut kesanggupannya. Baginya ada sesuatu (pahala) dari (kebajikan) yang diusahakannya dan terhadapnya ada (pula) sesuatu (siksa) atas (kejahatan) yang diperbuatnya. (Mereka berdoa,) “Wahai Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami salah. Wahai Tuhan kami, janganlah Engkau bebani kami dengan beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Wahai Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tidak sanggup kami memikulnya. Maafkanlah kami, ampunilah kami, dan rahmatilah kami. Engkaulah pelindung kami. Maka, tolonglah kami dalam menghadapi kaum kafir.”

Selain itu, dalam surah Yunus ayat 85-86 dapat juga dibaca saat mengalami kezaliman, seperti halnya saat Nabi Musa AS menghadapi kezaliman Fir’aun,

فَقَالُوْا عَلَى اللّٰهِ تَوَكَّلْنَا ۚرَبَّنَا لَا تَجْعَلْنَا فِتْنَةً لِّلْقَوْمِ الظّٰلِمِيْنَ(85)
وَنَجِّنَا بِرَحْمَتِكَ مِنَ الْقَوْمِ الْكٰفِرِيْنَ(86)

Arab latin: Fa qālū ‘alallāhi tawakkalnā, rabbanā lā taj’alnā fitnatal lil-qaumiẓ-ẓālimīn(a). Wa najjinā biraḥmatika minal-qaumil-kāfirīn(a).

Artinya: Mereka pun berkata, “Kepada Allahlah kami bertawakal. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan kami (sasaran) fitnah bagi kaum yang zalim. Selamatkanlah pula kami dengan rahmat-Mu dari kaum yang kafir.”

Surah Al-Qasas ayat 21 juga bisa dijadikan sebagai doa saat teraniaya,

.رَبِّ نَجِّنِيْ مِنَ الْقَوْمِ الظّٰلِمِيْنَ

Arab latin: Rabbi najjinī minal-qaumiẓ-ẓālimīn(a).

Artinya: “Ya Tuhanku, selamatkanlah aku dari kaum yang zalim.”

Terdapat pula doa untuk dijauhkan dari orang-orang yang zalim, yang tercantum dalam surah Al-Mu’minun ayat 94,

رَبِّ فَلَا تَجْعَلْنِيْ فِى الْقَوْمِ الظّٰلِمِيْنَ

Arab latin: Rabbi falā taj’alnī fil-qaumiẓ-ẓālimīn(a).
Artinya: “Ya Tuhan-ku, janganlah Engkau menjadikan aku bagian dari kelompok yang zalim.”

(dvs/lus)



Sumber : www.detik.com

Kisah Kehancuran Kaum Saba’, Hidup Makmur Tanpa Rasa Syukur


Jakarta

Kaum Saba’ merupakan salah satu dari empat peradaban besar yang terdapat di Arab. Menurut buku Kisah Kota-kota Dalam Al Quran karya Rani Yulianty, diperkirakan kaum Saba’ hidup pada tahun 1000-750 SM. Kisah kaum ini diabadikan dalam Al-Qur’an surah Saba’ ayat 15-19.

Disebutkan dalam buku 40 Kisah Akhir Hidup Kezaliman Makhluk-makhluk Allah yang disadur oleh Kaserun AS Rahman, mereka disebut dengan Saba’ karena mereka adalah orang Arab pertama yang pernah menjadi tawanan. Mereka memiliki mahkota yang dikenakan bagi para penguasa.

Banyak rasul yang diutus kepada mereka untuk mengajak mereka kepada agama tauhid dan menyembah Allah SWT. Akan tetapi, mereka tetap hidup semau mereka dan tidak mau menyambut ajakan para rasul tersebut. Akhirnya, kaum Saba’ mendapat azab berupa banjir besar yang menghancurkan hidup mereka. Berikut kisah kehancuran kaum Saba’.


Kisah Kehancuran Kaum Saba’

Diceritakan dalam buku 99 Kisah Menakjubkan dalam Al-Quran yang ditulis oleh Ridwan Abqary, kaum Saba’ adalah kaum yang hidup makmur dan serba berkecukupan di wilayah Arab Selatan. Allah SWT sudah menurunkan rahmat-Nya kepada seluruh kaum Saba’ dengan hasil pertanian yang subur dan tempat yang sangat cocok untuk berdagang.

Kebun anggur tumbuh subur di mana-mana dengan hasil yang sangat melimpah. Mereka menjual anggur-anggur hasil panen dan mencukupi kebutuhan hidup mereka setiap hari. Sebuah bendungan yang cukup kuat dan kokoh tampak berdiri tegak di wilayah Ma’rib, yang disebut sebagai Bendungan Ma’rib.

Bendungan Ma’rib ini menampung air yang mengalir dari Sungai Adhanah dan digunakan untuk mengairi kebun-kebun anggur milik kaum Saba’. Dengan pengairan yang baik dan tanah yang subur, mereka bisa menikmati hasil panen yang baik setiap tahunnya. Oleh karena itu, seluruh penduduk Saba’ tidak ada yang hidup kekurangan.

Kaum Saba’ adalah kaum yang lengkap, mereka hidup makmur dan bergelimang kemewahan. Selain kenikmatan hidup dari berbagai usaha yang mereka jalankan, mereka pun memiliki pasukan tentara yang sangat kuat.

Dengan keamanan yang kuat, mereka bisa menjaga kehidupan kaum mereka dengan aman. Mereka hidup dengan nikmat dan berkah dunia yang sangat tinggi.

Kaum Saba’ pun terkenal sebagai salah satu kaum yang hebat pada saat itu dan disegani oleh kaum-kaum yang lain. Namun ternyata, keberhasilan dan kehidupan mewah mereka tidak diikuti oleh iman dan ketakwaan terhadap Tuhan yang Mahakuasa.

Kemakmuran yang merupakan limpahan nikmat dari Allah SWT tidak diiringi dengan rasa syukur. Mereka tenggelam dalam harta duniawi dan mulai melupakan Sang Pemberi Rezeki. Air mengalir terus ke kebun-kebun mereka, namun tidak ada ucapan pujian sedikit pun kepada Allah SWT.

Merujuk kembali pada buku 40 Kisah Akhir Hidup Kezaliman Makhluk-Makhluk Allah, kisah kehancuran kaum Saba’ ini terjadi ketika mereka tidak menjalankan perintah Allah SWT, maka Allah SWT mengirimkan pasukan tikus yang melubangi bendungan mereka yang begitu kokoh itu.

Bendungan yang kokoh itu pun runtuh hingga terjadi banjir yang sangat besar dan menghantam seluruh penduduk beserta taman-taman mereka yang bagaikan surga. Bumi yang subur dan indah itu pun rusak dan hancur. Batu-batu yang berasal dari bendungan membanjiri seluruh tanah mereka hingga tidak lagi subur dan tidak bisa ditanami.

Beberapa waktu kemudian, taman bunga dan buah-buahan mereka berganti dengan kebun yang ditumbuhi pohon-pohon berduri. Anggur, kurma, dan buah-buah segar lainnya telah musnah, berganti dengan pohon yang buruk dan berduri.

Mengutip kembali buku Kisah Kota-kota Dalam Al-Quran, hukuman yang dikirimkan kepada Kaum Saba’ dinamakan ‘Sail Al-Arim’ atau banjir Arim. Penamaan ini merupakan ungkapan yang menggambarkan datangnya banjir yang menimpa kaum Saba’ bersamaan dengan runtuhnya monumen penting Negeri Saba’, yaitu bendungan Arim.

Akibatnya, Negeri Saba’ hancur, baik dari segi perekonomian maupun bidang lainnya.

Disebutkan pula dalam buku 40 Kisah Akhir Hidup Kezaliman Makhluk-Makhluk Allah, bahwa hingga saat ini, penduduk Saba’ masih tinggal di desa dan rumah-rumah mereka. Namun, Allah SWT mempersulit dan mempersempit rezeki mereka. Kemakmuran dan nikmat yang mereka rasakan dahulu telah berganti dengan kemiskinan dan kekurangan.

Meski demikian, Allah SWT tidak sepenuhnya menghancurkan mereka dan tidak memecahbelahkan mereka. Wilayah mereka masih tetap terhubung dengan wilayah yang penuh berkah, Makkah Al-Mukarramah di Jazirah Arabia dan Baitul Maqdis di Syam.

(inf/inf)



Sumber : www.detik.com

Kezaliman Firaun, Raja Mesir yang Bengis dan Diazab Allah SWT



Jakarta

Firaun era Nabi Musa AS adalah seorang penguasa zalim yang ingkar kepada Allah SWT. Kisah terkait Firaun disebutkan dalam sejumlah ayat suci Al-Qur’an.

Menukil Qashashul Anbiyaa oleh Ibnu Katsir yang diterjemahkan Umar Mujtahid, penyebab kekejian Firaun dikarenakan bani Israil mempelajari satu hal yang mereka riwayatkan dari Ibrahim AS bahwa suatu saat nanti akan lahir seorang anak dari keturunannya yang akan menghancurkan kekuasaan raja Mesir. Berita tersebut sampai ke telinga Firaun sampai akhirnya ia memutuskan untuk membunuh seluruh bayi laki-laki dari bani Israil.

Menurut riwayat Ibnu Mas’ud RA dan sejumlah sahabat, suatu ketika Firaun bermimpi seakan-akan api datang dari arah Baitul Maqdis dan membakar rumah-rumah Mesir, begitu pula kaum Qibhti. Namun, api tersebut tidak membahayakan bani Israil.


Ketika terbangun, Firaun merasa takut akan mimpinya. Ia lalu mengumpulkan seluruh paranormal dan tukang sihir.

Firaun kemudian bertanya kepada mereka terkait mimpi tersebut. Mereka lalu berkata, “Akan lahir seorang bayi lelaki dari kalangan mereka (bani Israil), ia akan menghancurkan penduduk Mesir.”

Karena itulah, Firaun memerintahkan untuk membunuh anak lelaki dan membiarkan anak perempuannya hidup. Firaun sangat mewaspadai akan hal ini, sampai-sampai ia menunjuk beberapa lelaki dan dukun beranak untuk berpatroli. Mereka akan memeriksa para wanita hamil dan mendata waktu kelahirannya.

Jika ada yang melahirkan anak laki-laki, bayi tersebut langsung disembelih oleh para algojo seketika itu juga. Meski demikian, takdir berkata lain.

Anak laki-laki yang sangat ditakuti Firaun justru tumbuh dewasa di kediamannya. Bahkan memakan makanan dan minuman yang ada di kerajaan Firaun.

Nabi Musa AS, anak angkat Firaun, sendirilah yang kemudian menghancurkan dan menumpas kezalimannya terhadap rakyatnya, terutama kepada Bani Israil.

Akhirnya, raja zalim tersebut diazab oleh Allah SWT dengan ditenggelamkan di Laut Merah bersama pengikutnya yang sama sesatnya. Sebagaimana firman-Nya dalam surah Al Baqarah ayat 50,

وَاِذْ فَرَقْنَا بِكُمُ الْبَحْرَ فَاَنْجَيْنٰكُمْ وَاَغْرَقْنَآ اٰلَ فِرْعَوْنَ وَاَنْتُمْ تَنْظُرُوْنَ ٥٠

Artinya: “(Ingatlah) ketika Kami membelah laut untukmu, lalu Kami menyelamatkanmu dan menenggelamkan (Fir’aun dan) pengikut-pengikut Fir’aun, sedangkan kamu menyaksikan(-nya).”

Wallahu a’lam

(aeb/kri)



Sumber : www.detik.com