Tag Archives: khalid bin walid

Saat 700 Muslim Lawan 3.000 Quraisy di Perang Uhud



Jakarta

Jumlah pasukan kaum muslimin ketika terjadi perang Uhud adalah 700 orang yang melawan tiga ribu orang pasukan Quraisy. Mulanya, dikutip dari buku Sang Panglima Tak Terkalahkan Khalid Bin Walid karangan Hanatul Ula Maulidya, jumlah pasukan muslim ada seribu orang yang keluar dari kota Madinah menuju medan perang.

Berkurangnya jumlah pasukan kaum Muslimin ini terjadi karena salah satu pemimpin Bani terbesar dari kaum Quraisy, Abdullah bin Ubay, membelot dan berhasil membawa kurang lebih 300 orang pasukan muslimin. Mereka gentar mengetahui jumlah musuh yang besar.

Meskipun sempat dihinggapi perpecahan, namun 700 orang pasukan muslim akhirnya tegap berangkat untuk menghadapi perang Uhud.


Terjadinya Perang Uhud

Perang Uhud menjadi tonggak sejarah dan mengandung banyak pelajaran berharga bagi umat Islam pada masa itu hingga masa kini. Perang ini terjadi pada bulan Syawal tahun ke-3 Hijriah.

Perang ini terjadi karena keinginan balas dendam kaum Quraisy yang menerima kekalahan pada perang sebelumnya yaitu perang Badar. Hal ini lantaran ketika perang Badar, kaum muslimin berhasil membunuh banyak pemimpin kaum Quraisy.

Meskipun dengan ketimpangan jumlah pasukan yang luar biasa, pasukan muslim pimpinan Nabi Muhammad SAW terlihat unggul ketika peperangan berlangsung. Pasukan Quraisy yang dipimpin oleh Abu Sufyan terlihat mulai kewalahan ketika menghadapi pasukan muslim.

Menurut buku Islam at War karya George F. Nafziger, keunggulan pasukan muslim dikarenakan strategi Rasulullah SAW yang menempatkan 150 pasukan pemanah di atas bukit untuk melindungi pasukan yang berada di bawah bukit. Rasulullah AW menginstruksikan kepada pasukan pemanah dalam perang Uhud ini untuk tidak berpindah dari posisi mereka dan selalu waspada, apapun yang terjadi.

Praktis, ketika melihat pasukan Quraisy yang kewalahan dan mulai banyak korban, pasukan pemanah kaum muslim berbondong-bondong untuk turun dan berebut tidak ingin kehabisan harta rampasan perang. Meskipun sempat diinstruksikan berulang kali oleh Rasulullah SAW untuk kembali ke posisinya, imbauan ini tidak dihiraukan.

Oleh karena itu, korban dari kaum muslim banyak berjatuhan karena kaum Quraisy yang tadinya sudah mundur kemudian kembali lagi karena aman dari ancaman pemanah. Korban yang tercatat dalam perang Uhud adalah yang terbanyak selama Nabi Muhammad SAW masih hidup, yaitu berjumlah 72 orang.

Bahkan, sahabat Nabi Muhammad SAW yang dikenal sebagai Singa Allah, yaitu Hamzah bin Abdul Muthalib ikut gugur. Ia dibunuh oleh Wahsyi bin Harb, seorang budak Quraisy asal Ethiopia yang dalam lanjutan kisah hidupnya kemudian masuk Islam.

Melalui buku yang sama, dijelaskan bahwa Khalid bin Walid yang memimpin pasukan Quraisy untuk menyergap kelengahan kaum muslim yang teralihkan dengan harta rampasan perang. Khalid bin Walid dengan cepat dan seksama menginstruksikan untuk pasukan Quraisy menyerang dari arah belakang pasukan muslim.

Strategi cepat ini membuat pasukan muslim kalah dalam perang Uhud. Namun, ini adalah momen yang diperhatikan Nabi Muhammad SAW dengan saksama karena strategi dan pengambilan keputusan cepat yang dilakukan oleh Khalid bin Walid.

Singkat cerita Khalid bin Walid kemudian menjadi tangan kanan Rasulullah SAW setelah masuk Islam. Kemudian ia dikenal sebagai panglima paling berhasil dan menjadi andalan bagi Rasulullah SAW.

Itulah ringkasan mengenai perang Uhud yang mengisahkan bagaimana 700 orang pasukan muslim harus menghadapi kaum Quraisy yang berjumlah lebih dari empat kali mereka. Dengan memahami kisah ini, sebagai umat Islam kita bisa meniru semangat dan perjuangan yang tanpa putus ketika bersandar kepada Allah SWT.

(rah/rah)



Sumber : www.detik.com

Kisah Pemenggalan Malik bin Nuwairah, Si Pemimpin yang Enggan Bayar Zakat



Jakarta

Malik bin Nuwairah merupakan kepala suku dari Bani Tamim. Ia merupakan salah satu tokoh pembangkang pada masa khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq.

Pria yang tinggal di Buthah itu menolak membayar zakat. Selain itu, ia juga memerangi para pengikut-pengikut Islam yang ada di dalam sukunya, seperti dikisahkan dalam buku Kisah Empat Khalifah tulisan Fazl Ahmad.

Seusai wafatnya Nabi Muhammad SAW, mulailah muncul sosok pembangkang di Islam, seperti nabi palsu hingga sosok Malik bin Nuwairah. Kesesatan Malik ini diperangi oleh Abu Bakar dengan mengutus Khalid bin Walid, seorang panglima perang Islam yang tersohor pada masanya.


Kala itu, setelah mendengar Khalid akan datang menggempur pasukannya, Malik langsung membubarkan pasukannya. Sahabat Rasulullah yang dijuluki Pedang Allah itu bermain cerdik demi mengatasi kelicikan Malik, akhirnya dengan kepintarannya Khalid berhasil menangkap Malik.

Mengutip dari buku Lelaki Penghuni Surga oleh Ahmed Arkan, sebagian kaum Anshar tidak ingin menuruti Khalid untuk menyerang Malik. Khalid lantas berkata:

“Hal ini harus dilakukan karena ini adalah kesempatan yang tak boleh terlewatkan. Walaupun aku tidak mendapatkan instruksi, namun aku adalah pimpinan kalian dan akulah yang bertanggung jawab. Oleh karena itu, aku tidak bisa memaksakan kalian untuk mengikutiku, yang jelas aku harus ke Al-Buthah,” ujarnya.

Sebagai informasi, kala itu Malik tengah berdiam diri di suatu tempat yang dinamai Al-Buthah. Khalid dengan semangatnya yang berkobar untuk memerangi para pembangkang lalu melakukan perjalanan selama dua hari ke Buthah.

Menyaksikan hal itu, kaum Anshar lalu mengikuti dan menyusul Khalid untuk memerangi Malik di Buthah. Sesampainya di sana, Khalid memanggil Maik bin Nuwairah yang sedang berdiam diri.

Kemudian, Khalid menyatakan bahwa apa yang dilakukan Malik tidaklah baik. Terlebih zakat wajib ditunaikan oleh tiap umat Islam.

“Tidakkah engkau tahu bahwa zakat itu seiring dengan salat?” tanya Khalid.

Alih-alih merasa bersalah dan berdosa, Malik justru menjawab dengan enteng, “Begitulah yang dikatakan oleh sahabat kalian (Abu Bakar),”

“Berarti Abu Bakar adalah sahabat kami dan bukan sahabatmu?” kata Khalid kembali melontarkan pertanyaan dengan geram.

Melihat hal itu, Khalid kemudian meminta Dhirar ibnul Azur, salah satu bala tentaranya yang ia bawa untuk memenggal leher Malik. Mematuhi perintah sang panglima, Dhirar segera memenggal leher Malik tanpa pikir panjang. Terlebih, sikap Malik terlihat sangat melecehkan panglima perangnya dan merendahkan Islam.

Sayangnya, berita pemenggalan leher Malik sampai ke telinga Umar bin Khattab. Mendengar hal itu, Umar merasa kurang senang dengan keputusan sang panglima perang yang dinilai terburu-buru untuk menghabisi nyawa Malik bin Nuwairah.

Lantas, Umar berkata kepada Abu Bakar:

“Copotlah Khalid dari jabatannya! Sesungguhnya pedangnya terlampau mudah mencabut nyawa orang,” beber Umar.

Abu Bakar yang tidak setuju lalu menjawab, “Aku tidak akan menyarungkan pedang yang dihunus Allah terhadap orang kafir,”

Muttammim bin Nuwairah juga turut melaporkan perbuatan Khalid yang memenggal Malik. Umar lantas membantunya agar Abu Bakar membayarkan diyat untuk keluarga Malik dari harta pribadinya.

Diyat adalah uang darah. Nantinya saudara atau kerabat terdekat dari seseorang yang membunuh harus mengumpulkan dana untuk membantu keluarga yang terlibat dalam pembunuhan.

Meski Abu Bakar telah menyatakan tidak akan mencabut jabatan Khalid, Umar bin Khattab masih memaksa dan terus menyakinkannya. Akhirnya, Khalid dibawa ke Madinah dengan mengenakan baju perang yang berkarat karena banyak terkena darah.

Ketika menghadap Abu Bakar, Khalid pun meminta maaf atas tindakannya memenggal kepala Malik bin Nuwairah. Melihat Khalid yang seperti itu, Abu Bakar lantas memaafkannya dan tidak mencopot jabatan Khalid.

(aeb/lus)



Sumber : www.detik.com

Perang Uhud Dipimpin oleh Nabi Muhammad Langsung, Begini Kisahnya



Jakarta

Perang Uhud dipimpin langsung oleh Rasulullah SAW. Perang tersebut menjadi kenangan penting dalam sejarah islam.

Sebab, pada peperangan tersebut kaum muslimin yang hanya berjumlah 1.000 pasukan harus melawan kaum kafir Quraisy sebanyak 3.000 pasukan. Dijelaskan dalam buku Sang Panglima Tak Terkalahkan “Khalid Bin Walid” karya Hanatul Ula Maulidya, pasukan Quraisy terdiri dari 200 pasukan berkuda, 700 pasukan berkendara unta, dan sisanya pasuka pemanah serta pejalan.

Sementara itu, 1.000 pasukan muslimin terdiri dari gabungan orang Makkah dan Madinah. Namun, dalam perjalanan menuju Gunung Uhud, Abdullah bin Ubay salah satu pemimpin bani terbesar di kaum Quraisy membelot dan membawa 300 pasukan muslimin, karenanya sisa dari prajurit muslim yang ada hanya 700 orang.


Meski Abdullah bin Ubay berkhianat, Nabi SAW tetap fokus pada kaum muslimin dan tidak mengambil pusing pembelotan tersebut. Rasulullah SAW sebagai pemimpin dari perang tersebut melakukan persiapan matang untuk menghadapi kaum kafir Quraisy.

Mahdi Rizqullah Ahmad dkk dalam Biografi Rasulullah menjelaskan, Perang Uhud meletus pada tanggal 15 bulan Syawal tahun ketiga Hijriah. Perang ini terjadi sekitar setahun setelah Perang Badar, dan umat Islam meraih kekalahan dari Perang Uhud.

Nabi Muhammad SAW menempatkan 50 pasukan pemanah di atas Gunung Uhud untuk melakukan serangan jikalau pasukan berkuda kaum Quraisy menyerbu. Beliau juga berpesan kepada para prajurit muslim agar tidak meninggalkan tempatnya apapun yang terjadi saat perang.

Sementara itu, pasukan kafir Quraisy dipimpin oleh Abu Sufyan bin Harb. Perang Uhud berlangsung selama 7 hari, pada awal pertempuran perang masih dikuasai oleh pasukan muslimin.

Sayangnya, karena ada kesalahan yang dilakukan oleh pasukan pemanah di atas bukit maka kaum muslimin mengalami kekalahan. Kekalahan itu bermula ketika beberapa dari prajurit muslim berteriak,

“Harta rampasan, harta rampasan… Kita sudah menang! Apalagi yang kita tunggu?”

Teriakan tersebut lantas membuat pasukan pemanah yang berada di atas bukit ikut turun ke bawah untuk mengambil harta rampasan perang. Karena itu pula, komandan pasukan pemanah kaum muslim yaitu Abdullah bin Jubair berkata,

“Apakah kalian lupa pesan Nabi Muhammad kepada kalian?”

Peringatan dari sang komandan tidak digubris. Akibatnya, pasukan pemanah yang turun untuk mengambil harta rampasan itu justru dimanfaatkan oleh prajurit kafir Quraisy untuk menyerang pasukan muslim.

Hal itu pula yang jadi penyebab kaum kafir Quraisy yang dikomandoi Khalid bin Walid menguasai keadaan dan mengepung pasukan muslimin dari berbagai arah. Menurut buku Islam at War karya George F. Nafziger, Strategi Khalid membuat pasukan muslim kalah dalam Perang Uhud.

Singkat cerita, Khalid bin Walid kemudian menjadi tangan kanan Rasulullah SAW setelah masuk Islam. Dirinya bahkan dikenal sebagai panglima yang berhasil dan menjadi andalan Nabi Muhammad SAW.

(aeb/kri)



Sumber : www.detik.com

Kisah Khalid bin Walid Penggal Kepala Jin Uzza



Jakarta

Khalid bin Walid adalah sahabat nabi yang mendapat julukan pedang Allah SWT. Ia dikisahkan pernah memenggal kepala jin Uzza.

Kisah Khalid bin Walid memenggal jin Uzza ini merupakan perintah dari Rasulullah SAW tepatnya setelah menaklukkan Kota Makkah.

Manshur Abdul Hakim menceritakan dalam buku Khalid bin Al-Walid Saifullah Al-Maslul, setelah menaklukkan Kota Makkah Rasulullah SAW mengutus Khalid bin Al Walid untuk menghancurkan berhala Al Uzza yang disembah oleh kaum musyrik Makkah pada zaman Jahiliyah. Berhala itu dihancurkan pada tanggal 25 Ramadan pada tahun tersebut.


Ibnu Ishaq berkata, “Kemudian Rasulullah SAW mengutus Khalid untuk menghancurkan berhala Al-Uzza, yang terletak di sebuah rumah di perkebunan kurma yang disembah oleh suku Quraisy, Kinanah dan Mudhar Penjaga dan pengurus berhala itu adalah dari Bani Syaiban dari kabilah Bani Sulaim sekutu kabilah Bani Hasyim.”

Lebih lanjut diceritakan, ketika penjaganya mendengar Khalid sedang berjalan menuju berhala, maka ia mengalungkan pedangnya di atas berhala, kemudian ia menaiki bukit sambil melantunkan bait syair.

Wahai Al Uzza, hertahanlah dengan kuat jangan lemah
Atas serangan Khalid, lemparkanlah tutup dan bersiaplah Wahai Al Uzza, jika kamu tidak bisa membunuh Khalid
Maka kembaliku dengan dosa akan segara atau kamu yang menang

Ketika Khalid sampai pada berhala, maka ia langsung merobohkannya dan kembali lagi kepada Rasulullah SAW. Al Waqidi dan lainnya meriwayatkan bahwa ketika itu Khalid mendatangi berhala pada tanggal 25 Ramadan.

Rasulullah SAW kemudian bertanya, “Apa yang telah kamu lihat?” Khalid menjawab, “Aku tidak melihat apa-apa.” Lalu Rasulullah SAW memerintahkan untuk kembali lagi.

Ketika Khalid kembali ke tempat itu, tiba-tiba keluar dari rumah berhala seorang wanita hitam yang menguraikan rambutnya sambil berteriak-teriak meratapi kesedihannya. Kemudian Khalid mengacungkan pedangnya ke atas sambil berkata melantunkan bait syair.

Wahai Al-Uzza, kekafiranmu dan ketidaksucianmu
Sesungguhnya aku melihat Allah telah menghinamu

Kemudian Khalid menghancurkan rumah tersebut dan mengambil harta yang ada di dalamnya, lalu ia kembali mengabari Rasulullah SAW.

Maka Rasulullah bersabda, “Itulah Al-Uzza yang tidak akan disembah lagi untuk selamanya.”

Abu Ath-Thufail turut meriwayatkan hal yang sama.

Rasulullah SAW menghancurkan semua berhala yang berada di sekitar Ka’bah dan kabilah-kabilah terdekat. Beliau mengutus para sahabatnya dalam rombongan pasukan kecil untuk menghancurkan berhala-berhala seperti yang dilakukan Khalid terhadap berhala Al-Uzza.

Hanatul Ula Maulidya dalam buku Sang Panglima Tak Terkalahkan “Khalid Bin Walid” juga menceritakan hal yang sama mengenai kisah Khalid bin Walid.

Setibanya di tempat Uzza berada, Khalid bin Walid menghancurkan kepala Uzza menggunakan pedangnya. Kemudian Khalid membakar reruntuhan patung terbesar itu dengan semangat yang berkobar seolah-olah ia ingin membakar dan memusnahkan kekufuran dari muka bumi.

Setelah Khalid bin Walid berhasil menghancurkan Uzza, Khalid mendapat tugas baru dari Nabi Muhammad SAW untuk berangkat ke pemukiman Bani Khuza’ah (Bani Judzaimah) untuk menyebarkan agama Islam.

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com

Kisah Masuk Islamnya Khalid bin Walid, Panglima Islam Tersohor pada Masanya



Jakarta

Dalam sejarah kemiliteran Islam, sosok Khalid bin Walid RA dikenal akan kehebatannya dalam panglima perang. Saking hebatnya Khalid RA, ia menyandang julukan Pedang Allah yang Terhunus.

Mengutip buku Ensiklopedia Sahabat Rasulullah oleh Wulan Mulya Pratiwi dkk, Khalid bin Walid RA lahir pada tahun 592 M. Ayahnya bernama Walid bin al-Mughirah, sementara ibunya ialah Lubabah binti al-Harith.

Khalid bin Walid RA termasuk kerabat Rasulullah SAW karena bibinya yang bernama Maimunah merupakan istri dari Nabi Muhammad. Selain itu, Khalid RA juga merupakan sepupu dari Umar bin Khattab RA, bahkan keduanya memiliki kemiripan wajah dan postur tubuh.


Mulanya, Khalid RA memusuhi Nabi SAW seperti suku Quraisy kebanyakan yang memegang teguh agama lama mereka. Bahkan dirinya turut serta dalam memerangi kaum muslimin, salah satunya ketika Perang Uhud.

Saat Perang Uhud, Khalid bin Walid RA sebagai panglima pasukan berkuda suku Quraisy berhasil mengalahkan pasukan muslim. Akibatnya, tentara Islam kalah telak.

Seiring berjalannya waktu, Allah SWT memberi hidayah pada Khalid bin Walid RA hingga akhirnya ia memeluk Islam. Dijelaskan dalam buku Para Panglima Perang Islam susunan Rizem Aizid, setelah masuk Islam Khalid RA menjadi juru tulis Nabi SAW yang bergelar Abu Sulaiman.

Melalui Kitab Al-Maghzi Muhammad karya Al-Waqidi, disebutkan Khalid RA mengatakan bahwa Allah SWT memberinya hidayah.

“Aku telah menyaksikan tiga perang, yang semuanya melawan Muhammad. Di setiap pertempuran yang kusaksikan, aku pulang dengan perasaan bahwa aku berada di sisi yang salah, dan bahwa Muhammad pasti akan menang,” ucapnya.

Hatinya semakin tersentuh setelah menerima surat dari saudaranya yang terlebih dulu masuk Islam, yaitu Walid bin Al Walid. Ia mengingatkan Khalid RA bahwa banyak kesempatan baik yang terlewat olehnya. Dengan demikian, Khalid RA memutuskan untuk memeluk Islam.

Ketika di bulan Safar 8 H, pada masa gencatan senjata setelah Perjanjian Hudaibiyah, Khalid RA bersama Amr bin Al Ash RA dan Utsman bin Thalhah RA menemui Nabi SAW untuk memeluk Islam.

Ia berkata kepada Rasulullah SAW untuk memohon ampunan kepada Allah SWT. Sang nabi lantas berdoa:

“Ya Allah, aku memohon agar Engkau mengampuni Khalid bin Al-Walid atas tindakannya menghalangi jalan-Mu pada masa lalu,”

Setelah masuk Islam, Khalid bin Walid RA banyak memimpin berbagai pertempuran antara lain Perang Mu’tah, Fathu Makkah, Pertempuran Hunain, Pengepungan Thaif, Pertempuran Tabuk, dan Haji Wada’.

Perang Mu’tah menjadi awal mula karier kemiliteran Khalid bin Walid RA setelah masuk Islam. Kala itu, ia melawan suku Ghassan.

Sebelumnya, Khalid RA tidak ditugaskan untuk memimpin Perang Mu’tah. Namun karena kematian para pemimpin perang, akhirnya Tsabit bin Arqam RA meminta Khalid RA untuk memimpin pasukan muslim.

Sebagai sosok yang dikenal hebat dalam pertempuran, Khalid RA lantas menyusun strategi untuk melakukan tipu muslihat. Khalid RA memberi perintah agar barisan pasukan belakang berpindah ke depan, lalu pasukan sayap kiri berpindah ke sayap kanan, begitu sebaliknya.

Pasukan yang berada di barisan belakang terus menerus bergerak menuju bagian depan sehingga debu-debu berterbangan. Hal ini tentu mengganggu penglihatan pasukan musuh.

Strategi Khalid RA yang brilian itu mengakibatkan pasukan musuh mengira kaum muslimin mendapat tambahan bala tentara baru. Karenanya, pasukan musuh tidak berani berbuat gegabah dalam menggempur kaum muslimin.

Taktik yang Khalid RA lakukan membuat pasukan muslim memenangkan perang tersebut. Begitu pula pada pertempuran-pertempuran lainnya yang diikuti Khalid RA setelah memeluk Islam.

(aeb/kri)



Sumber : www.detik.com

Kisah Pertempuran Yamamah dan Syahidnya Para Penghafal Al-Qur’an



Jakarta

Pertempuran Yamamah terjadi pada masa Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq RA. Kala itu, ia mengutus Khalid bin Walid untuk memimpin pertempuran tersebut.

Mengutip buku Para Panglima Perang Islam oleh Rizem Aizid, Pertempuran Yamamah terjadi pada bulan Desember 632 M di Jazirah Arab, wilayah Yamamah. Peperangan ini melawan Musailamah Al Kadzdzab yang mengaku sebagai nabi palsu.

Padahal, setelah Nabi SAW wafat tidak ada nabi lagi selain beliau. Rasulullah SAW adalah nabi terakhir sekaligus penutup seperti yang tercantum dalam sebuah hadits.


“Akan ada pada umatku 30 pendusta semuanya mengaku nabi, dan saya penutup para nabi dan tidak ada nabi setelahku.” (HR Abu Dawud)

Dijelaskan dalam buku Orang-orang yang Memusuhi Nabi Muhammad SAW susunan Kaha Anwar, Musailamah Al Kadzdzab lahir sebelum Rasulullah SAW. Begitu pun setelah sang nabi wafat, dirinya masih hidup dan meninggal di usia 150 tahun.

Musailamah berasal dari Bani Hanifah yang mendiami Yamamah, daerah yang terletak di sebelah timur Hijaz. Kawasan tersebut terkenal indah dan subur sehingga sering disebut dalam syair Arab.

Musailamah telah lama mengaku dirinya sebagai rasul, bahkan jauh sebelum Nabi SAW diangkat menjadi nabi. Orang-orang Makkah telah mengetahui terkait hal ini.

Musailamah bahkan sering pergi ke luar daerah untuk menyampaikan ajarannya. Menukil buku Get Smart PAI oleh Udin Wahyudin, sebagai pendusta besar, Musailamah bahkan disebut sebagai orang munafik dan penyembah berhala.

Kesesatan Musailamah semakin menjadi. Dirinya bahkan menyatakan telah membebaskan mereka dari kewajiban salat Subuh dan Maghrib.

Setelah Rasulullah SAW wafat, banyak umat Islam yang murtad. Tak sedikit juga yang mengaku-ngaku sebagai nabi palsu.

Kesesatan tersebut diberantas oleh Khalifah Abu Bakar RA, salah satunya melalui Pertempuran Yamamah. Pada perang itu, jumlah pasukan Islam lebih sedikit sementara musuh berkisar 3 kali lipat lebih banyak.

Rizem Aizid melalui karya lainnya yang berjudul Dua Pedang Pembela Nabi SAW mengatakan bahwa Pertempuran Yamamah berlangsung sengit. Sejak mendeklarasikan diri sebagai nabi, tidak sedikit orang yang murtad dan mempercayai Musailamah.

Musailamah bahkan menghapuskan kewajiban untuk melaksanakan salat dan memberikan kebebasan untuk mengonsumsi alkohol hingga berhubungan dengan yang bukan mahram. Dirinya juga menyebut sebagai utusan Allah bersama Nabi SAW.

Kala itu, 12.000 tentara muslim mengalahkan 40.000 orang murtad. Meski perang berhasil dimenangkan, banyak para penghafal Al-Qur’an yang gugur pada Pertempuran Yamamah.

Para penghafal Qur’an selalu berada di barisan paling depan. Ada yang menyebut jumlah penghafal yang syahid mencapai 700 orang.

Syahidnya para penghafal Qur’an dalam Pertempuran Yamamah itulah yang membuat Aku Bakar RA berinisiatif membukukan Al-Qur’an. Dikhawatirkan, firman-firman Allah SWT hilang bersama dengan wafatnya mereka yang jihad.

(aeb/kri)



Sumber : www.detik.com

Kisah Wafatnya Khalid bin Walid, Panglima Perang Islam yang Tidak Pernah Kalah


Jakarta

Khalid bin Walid adalah salah satu sahabat Nabi Muhammad SAW yang terkenal akan kepiawaiannya dalam peperangan. Khalid termasuk panglima perang Islam yang tersohor pada masanya.

Mengutip buku Para Panglima Perang Islam susunan Rizem Aizid, kehebatan Khalid bin Walid ini dibuktikan dengan tidak adanya kekalahan dalam perang yang ia pimpin. Khalid bahkan dijuluki sebagai Pedang Allah yang Terhunus.

Taktik perangnya yang jitu dan ide-idenya yang luar biasa membuat sosok Khalid bin Walid sangat hebat. Ia juga menjadi juru tulis Nabi Muhammad SAW dengan gelar Abu Sulaiman.


Khalid bin Walid lahir pada 592 M. Ia adalah anak dari pasangan Walid bin Mughirah dan Lababah ash-Shaghri binti al-Harits bin Harb. Sang ayah berasal dari Bani Makhzhum, marga terkemuka di kalangan suku Quraisy.

Khalid masuk Islam usai Perang Uhud. Semenjak menjadi panglima Islam, dirinya terus memperluas wilayah Islam dan membuat pasukan Romawi serta Persia kalang kabut.

Beberapa perang yang dipimpin Khalid bin Walid seperti Perang Mu’tah, Fatu Makkah, Perang Riddah, Perang Yamamah, dan penaklukan Persia-Romawi.

Wafatnya Khalid bin Walid Akibat Sakit

Menukil buku Dahsyatnya Ibadah, Bisnis, dan Jihad Para Sahabat Nabi yang Kaya Raya susunan Ustaz Imam Mubarok Bin Ali, Khalid bin Walid wafat di Hims pada 21 Hijriah. Diriwayatkan dari Abu az-Zinad, ketika ajal hendak menjemputnya ia menangis sambil berkata,

“Aku telah mengikuti perang ini dan itu dengan gagah berani, hingga tidak ada sejengkal bagian pun di tubuhku, kecuali ada bekas sabetan pedang atau tusukan anak panah. Namun, mengapa aku mati di atas kasurku, tanpa bisa berbuat apa-apa, seperti halnya seekor keledai? Mata para pengecut tidak bisa terpejam,”

Dikisahkan dalam buku Khalid bin Walid: Panglima Perang Termasyhur tulisan Indah Julianti, meski Khalid bin Walid dikenal sebagai panglima perang Islam tersohor, ia meninggal akibat sakit yang dideritanya. Pada awal 18 Hijriah, wabah epidemik menyebar di Syria dan menyerang para penduduk, termasuk Khalid.

Bahkan, anak-anak Khalid bin Walid ikut terkena wabah tersebut dan menyisakan tiga orang putra, yaitu Sulaiman, Muhajir dan Abdurrahman. Khalid menghembuskan napas terakhir di kediamannya.

(aeb/rah)



Sumber : www.detik.com

Ikut 100 Perang, Panglima Islam Ini Menangis karena Tak Syahid di Medan



Jakarta

Seorang panglima perang Islam menangis karena tak syahid di medan pertempuran. Ia dikenal sebagai panglima besar tersohor pada masanya.

Sosok panglima Islam yang menangis karena tidak syahid di medan perang adalah Khalid bin Walid. Khalid bahkan menyandang gelar Pedang Allah yang Terhunus atau Saifullah al-Maslul. Menukil dari buku Para Panglima Perang Islam susunan Rizem Aizid, saking hebatnya ia dapat menyatukan Arabia untuk pertama kalinya dalam sejarah.

Khalid lahir pada 592 M. Ayahnya berasal dari bani Makhzhum, salah satu marga terkemuka di suku Quraisy pada masa itu.


Semasa hidupnya, Khalid bin Walid terus memimpin pasukan Islam menuju kemenangan dan melakukan perluasan wilayah. Bahkan, tentara Romawi dan Persia dibuat kalang kabut olehnya.

Meski waktunya dihabiskan dalam peperangan, Khalid tidak mengalami syahid di medan tempur. Dikatakan dalam buku Khalid bin Walid: Panglima Islam Termasyhur susunan Indah Julianti, panglima perang besar Islam itu wafat karena sakit di atas ranjangnya.

Kala itu, wabah epidemik menyebar di Syria dan menyerang penduduk termasuk Khalid. Penyakit ini juga menewaskan anak-anak beliau.

Dikisahkan dalam buku Dahsyatnya Ibadah, Bisnis, dan Jihad Para Sahabat Nabi yang Kaya Raya karya Ustaz Imam Mubarok bin Ali, jelang wafatnya Khalid bin Walid menangis karena harus meninggal di atas tempat tidur. Padahal, ia berharap dirinya bisa syahid di medan perang, terlebih sepanjang hidupnya ia habiskan untuk jihad di jalan Allah SWT.

Khalid berkata, “Aku telah turut serta dalam 100 perang atau kurang lebih demikian. Tidak ada satu jengkal pun di tubuhku, kecuali terdapat bekas luka pukulan pedang, hujaman tombak, atau tusukan anak panah. Namun lihatlah aku sekarang, akan wafat di atas tempat tidurku. Maka janganlah mata ini terpejam (wafat) sebagaimana terpejamnya mata orang-orang penakut. Tidak ada suatu amalan yang paling aku harapkan daripada laa ilaaha illallaah, dan aku terus menjaga kalimat tersebut (tidak berbuat syirik).”

Mengacu pada karya Rizem Aizid yang bertajuk Dua Pedang Pembela Nabi SAW, perkataan perkataan Khalid bin Walid ini dikutip dari Kitab Khulashah Tadzhib Tahdzibul Kamal oleh Shafiyuddin al-Anshari.

Wafatnya Khalid bin Walid ini sekitar empat tahun setelah diberhentikan dari jabatannya oleh Khalifah Umar bin Khattab. Panglima perang Islam tersohor itu meninggal pada usia 57 tahun, tahun 642 M dan dimakamkan di Homs, Suriah, tempat tinggalnya sejak pemecatannya dari karir militernya.

(aeb/kri)



Sumber : www.detik.com