Tag Archives: khodijah

11 Sosok Wanita Mulia yang Dijuluki Ummul Mukminin


Jakarta

Terdapat sejumlah wanita salihah yang dijuluki sebagai ummul mukminin pada zaman Rasulullah SAW. Mereka bukan hanya wanita biasa, tetapi juga teladan dalam akhlak dan keimanan bagi seluruh muslimah.

Mengutip buku Rahasia Rumah Tangga Rasullah karya Yola Hemdi, ummul mukminin, atau ummahatul mukminin, memiliki arti “ibunda orang-orang beriman.” Ini adalah sebuah julukan terhormat yang diberikan kepada setiap istri Nabi Muhammad SAW.

Julukan ini menunjukkan bahwa istri-istri Nabi Muhammad SAW adalah wanita-wanita yang terpilih dan dimuliakan oleh Allah SWT. Kehormatan ini tetap melekat pada mereka hingga Rasulullah SAW wafat, dan mereka tidak menikah lagi setelah ditinggalkan Nabi Muhammad SAW karena status mereka sebagai ibunda kaum beriman.


Sosok Wanita yang Dijuluki sebagai Ummul Mukminin

Dikutip dari buku Hidup bersama Rasulullah Muhammad SAW karya Daeng Naja, berikut adalah nama-nama wanita yang dijuluki sebagai ummul mukminin.

1. Khadijah binti Khuwalid

Ummul Mukminin Khadijah merupakan wanita dari suku Quraisy yang terkenal akan kemuliaannya, baik dari segi nasab maupun akhlak. Nasabnya terhubung langsung dengan Nabi Muhammad SAW, karena mereka memiliki kakek yang sama, yang menjadikannya istri Nabi dengan kekerabatan paling dekat.

Ia lahir 68 tahun sebelum hijrah dan mengalami masa jahiliah, namun hal tersebut tidak mengurangi kemuliaan pribadinya. Khadijah adalah seorang wanita pertama yang beriman kepada Rasulullah SAW.

Mereka menikah saat Khadijah berusia 40 tahun, sedangkan Nabi Muhammad SAW berusia 25 tahun. Dari pernikahan ini, mereka dikaruniai enam anak, yaitu Qasim, Abdullah, Zainab, Ruqayyah, Ummu Qultsum, dan Fatimah.

2. Saudah binti Zam’ah

Ummul Mukminin Saudah binti Zam’ah adalah seorang wanita Quraisy yang berasal dari Bani ‘Amir. Sebelum menikah dengan Nabi Muhammad SAW, ia adalah janda dari sahabat Nabi, As-Sakran bin Amr, dan memiliki lima anak.

Pernikahan Nabi Muhammad SAW dengan Saudah terjadi sebagai balasan terhadap duka yang dialaminya setelah wafatnya Khadijah.

Saat itu, Khoulah binti Hakim menyarankan agar Nabi Muhammad SAW menikah, dengan menyebutkan dua nama wanita, Saudah dan Aisyah. Nabi Muhammad SAW kemudian memilih Saudah, yang lebih tua dibandingkan Aisyah.

Keputusan ini untuk menunjukkan penolakan terhadap tuduhan negatif yang dilontarkan terhadap Nabi Muhammad SAW tentang hubungannya dengan wanita muda, yaitu Aisyah.

3. Aisyah binti Abu Bakar

Aisyah merupakan salah satu istri Nabi Muhammad SAW yang paling dikenal di kalangan umat Islam. Ia memiliki sejumlah keistimewaan yang tidak dimiliki oleh ummul mukminin lainnya.

Aisyah adalah satu-satunya istri Muhammad SAW yang dihormati oleh Allah SWT dengan turunnya wahyu untuk membela kehormatannya. Ia lahir tujuh tahun sebelum hijrah, sebagai putri dari Abu Bakar Ash-Shiddiq, sahabat terdekat Nabi Muhammad SAW.

Sebelum menikahi Aisyah, Nabi Muhammad SAW melihatnya dalam mimpi selama tiga malam berturut-turut, yang dianggap sebagai wahyu. Dalam mimpinya, Nabi Muhammad SAW melihat Aisyah dibawa oleh malaikat menggunakan pakaian sutra putih dan dalam mimpi tersebut disebutkan bahwa ia adalah istrinya. Dengan demikian, pernikahan Nabi Muhammad SAW dengan Aisyah adalah atas perintah Allah SWT melalui mimpi.

4. Hafshah binti Umar bin Al-Khattab

Ummul Mukminin Hafshah adalah seorang putri dari Umar bin Khattab, ia lahir 18 tahun sebelum hijrah. Sebelum menikah dengan Nabi Muhammad SAW, ia adalah istri Khunais bin Khudzafah, pahlawan Perang Badar.

Hafshah dan Nabi Muhammad SAW menikah pada tahun ketiga hijrah, ketika usianya mencapai 21 tahun. Mereka hidup bersama dalam rumah tangga selama delapan tahun.

5. Zainab binti Khuzaimah

Ummul Mukminin Zainab binti Khuzaimah dikenal karena sifat dermawannya, hingga dijuluki sebagai “ibu orang-orang miskin.” Ia adalah janda dari Abdullah bin Jahsy, yang gugur sebagai pahlawan dalam Perang Uhud.

Setelah menjadi janda, Nabi Muhammad SAW menikahinya pada bulan Ramadan tahun ketiga hijrah. Sayangnya, pernikahan mereka tidak berlangsung lama karena Zainab wafat delapan bulan setelah pernikahan.

6. Ummu Salamah

Ummul Mukminim Ummu Salamah adalah wanita dari bani Makhzum, putri dari Umayyah bin Al-Mughirah, yang dikenal sebagai sosok dermawan dalam kalangan Quraisy. Sebelum menikah dengan Nabi Muhammad SAW, ia adalah istri dari Abu Salamah, seorang muhajirin pertama yang memeluk Islam.

Nabi Muhammad SAW menikahi Ummu Salamah pada tahun keempat hijrah, ketika usianya mencapai 28 tahun. Pernikahan ini juga merupakan bentuk penghormatan kepada Ummu Salamah dan suaminya yang merupakan orang pertama dalam menyambut dakwah Islam.

7. Zainab binti Jahsy

Ummul Mukminin Zainab binti Jahsy lahir 32 tahun sebelum hijrah dan merupakan saudari dari Abdullah bin Jahsy. Ibunya adalah Umaimah binti Abdul Muthalib, bibi Rasulullah SAW.

Sebelum menikah dengan Nabi Muhammad SAW, Zainab adalah istri dari anak angkat Nabi. Ia menikah dengan Nabi pada usia 37 tahun dan menjalani rumah tangga bersama selama enam tahun, hingga Nabi Muhammad SAW wafat.

Di antara keistimewaan Zainab adalah bahwa Allah SWT menjadi walinya dalam pernikahan tersebut.

8. Juwairiyah binti Al-Harits

Ummul Mukminin Juwairiyah binti Al-Harits lahir 14 tahun sebelum hijrah dan memiliki kedudukan mulia di kalangan kaumnya. Hikmah dari pernikahan Nabi SAW dengan Juwairiyah adalah untuk mendekatkan hati bani Mustaliq terhadap dakwah Islam.

Melalui pernikahan ini, banyak tawanan dari suku bani Mustaliq dibebaskan, yang menunjukkan dukungan dan penghormatan para sahabat terhadap keluarga Nabi Muhammad SAW. Aisyah pun memuji Juwairiyah sebagai sosok yang penuh keberkahan bagi kaumnya.

9. Shafiyah binti Huyai

Sebelum memeluk Islam, Ummul Mukminin Shafiyah binti Huyai berasal dari bani Nadhir dan merupakan keturunan yang dihormati di kalangan Yahudi. Ayahnya, Huyai bin Akhtab, adalah tokoh penting dan seorang ulama Yahudi.

Setelah memeluk agama Islam, Nabi Muhammad SAW menikahinya pada tahun kedelapan hijrah. Hubungan mereka berlangsung selama empat tahun, dan pernikahan ini menunjukkan bahwa Islam mengangkat derajat seseorang yang sebelumnya mulia, sehingga terjaga martabat mereka.

10. Ummu Habibah

Ummul Mukminin Ummu Habibah, yang bernama Ramlah binti Abu Sufyan, lahir 25 tahun sebelum hijrah. Ia adalah putri dari tokoh Quraisy, Abu Sufyan bin Harb.

Bersama suaminya saat itu, Ubaidullah bin Jahsy, ia hijrah ke Habasyah. Namun, suaminya kemudian murtad dan berpindah agama, memeluk Nasrani.

Ummu Habibah pun menghadapi pilihan sulit antara mengikuti suaminya, bertahan hidup di Habasyah, atau kembali ke Makkah di bawah pengaruh ayahnya yang masih kafir. Kemudian kabar baik datang ketika Rasulullah SAW melamarnya melalui An-Najasyi, dan pernikahan mereka berlangsung selama sekitar empat tahun.

11. Maimunah binti Al-Harits

Ummul Mukminin Maimunah adalah wanita terakhir yang dinikahi oleh Nabi Muhammad SAW. Maimunah adalah saudari dari Ummu Al-Fadhl, istri dari paman Nabi Muhammad SAW, Al-Abbas bin Abdul Muthalib.

Nabi Muhammad SAW menikahi Maimunah pada tahun ketujuh hijrah, satu tahun setelah Perjanjian Hudaibiyah. Hikmah dari pernikahan ini adalah untuk memperkuat hubungan dengan bani Hilal dan meneguhkan keislaman mereka.

Demikianlah para ummul mukminin, sosok-sosok wanita terhormat sebagai teladan yang dimuliakan oleh Allah SWT dan contoh yang baik bagi semua muslimah.

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com

Kala Siti Khadijah Menghibur Suami yang Dilanda Kekhawatiran


Jakarta

Siti Khadijah RA dikenal sebagai sosok istri yang penuh cinta dan selalu mendukung Nabi Muhammad SAW, terutama saat Nabi dilanda kekhawatiran besar. Ketika wahyu pertama turun, Nabi Muhammad SAW mengalami kegelisahan yang mendalam dan merasa gentar atas pengalaman spiritual tersebut.

Di tengah situasi inilah, Siti Khadijah RA hadir dengan penuh kasih sayang, menenangkan hati suaminya dengan kata-kata yang penuh keyakinan dan dukungan. Melalui kelembutan dan kebijaksanaannya, Khadijah RA membuktikan bahwa ia bukan hanya istri, tetapi juga sahabat sejati.

Sosok Siti Khadijah Istri Rasulullah SAW

Siti Khadijah RA adalah istri pertama Nabi Muhammad SAW. Beliau menikahi Nabi ketika berusia 40 tahun, sedangkan Nabi Muhammad SAW saat itu berusia 25 tahun. Sebelumnya, Khadijah RA sudah pernah menikah dua kali, yaitu dengan suami pertama yang bernama Aby Halah al-Tamimy dan suami kedua bernama Oteaq Almakzomy seperti yang diungkapkan Rizem Aizid dalam bukunya Sejarah Peradaban Islam Terlengkap. Kedua suaminya tersebut meninggal dunia, sehingga menjadikan Khadijah RA sebagai seorang janda.


Selama 15 tahun sejak pernikahannya dengan Nabi Muhammad SAW, Siti Khadijah RA menyaksikan momen penting dalam hidup Rasulullah SAW. Pada usia 40 tahun, Nabi Muhammad SAW diangkat menjadi Nabi dan Rasul. Siti Khadijah RA mendampingi beliau di masa-masa awal kenabian dengan penuh cinta dan pengorbanan. Khadijah RA wafat pada 621 Masehi–sumber lain menyebut 619 Masehi–yang bertepatan dengan tahun peristiwa Isra Mi’raj Rasulullah SAW, dan meninggalkan kesedihan mendalam bagi Nabi.

Begitu besar rasa cinta Nabi Muhammad SAW kepada Khadijah RA, sehingga selama Khadijah RA hidup, beliau tidak menikah dengan wanita lain. Baru setelah kepergian Khadijah RA, Rasulullah SAW memutuskan untuk menikah lagi. Khadijah RA tidak hanya berperan sebagai istri, tetapi juga sebagai pendukung yang setia di masa-masa sulit, yang selalu menguatkan hati Rasulullah SAW dengan kasih dan keikhlasan.

Kesetiaan Siti Khadijah kepada Suaminya

Kesetiaan Siti Khadijah RA kepada Rasulullah SAW adalah salah satu contoh cinta dan pengabdian yang tulus serta tak tergoyahkan. Sebagai istri pertama Nabi, Khadijah RA selalu mendampingi dan menyokongnya dalam segala hal, baik di saat bahagia maupun sulit.

Dikutip dari buku Ajaibnya Sabar dan Doa Istri karya Ustadz Rusdianto, Siti Khadijah RA tidak pernah menunjukkan keluhan, bahkan ketika tekanan dan cobaan semakin berat dalam perjalanan dakwah Rasulullah SAW. Keikhlasannya dalam mendampingi sang suami membuat Allah SWT kagum dan mencintainya.

Selama perjalanan dakwah, Siti Khadijah RA memainkan peran besar dalam membantu Rasulullah SAW menyebarkan ajaran Islam. Setelah menerima wahyu pertama di Gua Hira, Rasulullah SAW bergegas pulang dalam kondisi cemas dan tubuhnya gemetar.

Menyadari ketakutan yang dirasakan sang suami, Khadijah RA langsung menyambutnya dengan penuh ketenangan, menenangkan hatinya dan memberikan keyakinan dengan berkata, “Bergembiralah, wahai Suamiku. Allah tidak akan membiarkanmu selama-lamanya.” Perkataannya yang lembut dan menenangkan ini membawa kedamaian di hati Nabi SAW yang saat itu penuh kegelisahan.

Tidak berhenti di situ, Siti Khadijah RA juga membawa Nabi Muhammad SAW menemui Waraqah bin Naufal, sepupunya yang dikenal sebagai ahli kitab dan memiliki pengetahuan mendalam tentang agama samawi.

Siti Khadijah RA tidak hanya mendukung Nabi SAW secara emosional, tetapi juga mengorbankan hartanya demi keberlangsungan dakwah Islam. Kedermawanan Khadijah RA begitu besar hingga Nabi Muhammad SAW sendiri mengakui dalam sebuah pujiannya, “Siti Khadijah beriman kepadaku saat orang-orang mengingkariku. Ia membenarkanku ketika orang-orang mendustakanku. Dan ia memberikan hartanya untukku saat tidak ada yang peduli.”

Khadijah RA selalu menjadi sosok yang dapat diandalkan dan menjadi “air kesejukan” bagi Rasulullah SAW di setiap masa sulit. Dengan kesetiaan yang tak pernah luntur, Khadijah RA setia berada di sisi Nabi SAW hingga akhir hayatnya. Kesetiaannya tidak hanya ucapan, tetapi diwujudkan dalam setiap tindakan, mulai dari memberikan dukungan emosional hingga pengorbanan materi.

Siti Khadijah RA tidak pernah menunjukkan rasa penyesalan atau keraguan sedikit pun dalam mengorbankan dirinya untuk Islam. Ia tetap tegar, tulus, dan penuh cinta, yang membuat Rasulullah SAW menghormatinya seumur hidupnya.

Siti Khadijah RA tidak hanya dicintai oleh Nabi SAW sebagai seorang istri, tetapi juga dihormati sebagai sosok yang berjasa besar dalam awal perjalanan dakwah Islam. Maka, tidak heran jika Allah SWT dan Rasulullah SAW begitu mencintai dan mengenang Siti Khadijah RA sebagai wanita istimewa dan teladan bagi seluruh umat Islam.

Keistimewaan Siti Khadijah

Siti Khadijah RA adalah wanita yang memiliki tempat istimewa di hati Nabi Muhammad SAW dan di hadapan Allah SWT. Sebagai istri yang setia, ia menjadi pendamping Nabi SAW dalam suka dan duka, memberikan dukungan penuh dalam berbagai ujian dan perjuangan yang dihadapi Rasulullah SAW.

Keteguhan dan keimanan Siti Khadijah RA tercermin dalam segala bentuk dukungannya. Ketika Nabi Muhammad SAW menghadapi situasi sulit atau merasa tertekan, Siti Khadijah RA menjadi sosok yang menenangkan beliau. Ia adalah contoh teladan seorang istri salihah yang mendampingi suami dengan cinta dan penuh keyakinan.

Keistimewaan Siti Khadijah RA juga tampak dalam penghormatan yang diberikan Allah SWT kepadanya. Dalam sebuah riwayat dari Anas RA, ketika Malaikat Jibril mendatangi Nabi yang sedang bersama Siti Khadijah RA, Jibril menyampaikan salam dari Allah SWT untuk Siti Khadijah RA.

Jibril berkata, “Sesungguhnya Allah SWT menyampaikan salam kepada Siti Khadijah.” Mendengar itu, Siti Khadijah RA menjawab dengan penuh rasa syukur, “Sesungguhnya, Allah-lah As-Salaam (Maha Pemberi Kesejahteraan). Sebaliknya, kuucapkan salam kepadamu. Semoga Allah SWT melimpahkan kesejahteraan, rahmat, dan berkah-Nya kepadamu.”

Salam dari Allah SWT ini menandakan betapa tinggi derajat Siti Khadijah RA di hadapan-Nya. Rasulullah SAW pernah bersabda bahwa Siti Khadijah RA adalah salah satu dari empat wanita penghuni surga yang paling mulia. Ia merupakan wanita yang teramat istimewa dan dijamin sebagai penghuni surga, sebuah kehormatan yang hanya diberikan kepada hamba-hamba pilihan Allah SWT.

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com

Sosok Wanita Pertama yang Masuk Islam dan Dukung Penuh Dakwah Nabi


Jakarta

Banyak sekali kisah inspiratif tentang para sahabat dan keluarga Nabi Muhammad SAW sebagai pelopor pemeluk Islam. Orang yang pertama kali memeluk Islam adalah dari kalangan wanita. Ini sosoknya.

Wanita pertama yang memeluk Islam adalah Sayyidah Khadijah RA. Beliau adalah istri Nabi Muhammad SAW. Berikut sosok dan kisahnya dalam mendukung dakwah Rasulullah SAW.

Sayyidah Khadijah: Wanita Pertama yang Masuk Islam

Mengutip dari buku Wanita-wanita Teladan di Zaman Rasulullah karya Desita Ulla R, Sayyidah Khadijah RA adalah sosok wanita istimewa dalam sejarah Islam. Sayyidah Khadijah RA adalah wanita pertama yang memeluk Islam.


Sayyidah Khadijah RA berasal dari keluarga terhormat, bani Quraish, dengan garis keturunan yang sama dengan Rasulullah SAW, yakni dari keluarga bani Asad dan bani Quraish. Hal ini memberinya kehormatan dan kedudukan sosial yang tinggi di Makkah.

Selain memiliki nasab yang mulia, Sayyidah Khadijah RA juga dikenal sebagai pebisnis sukses. Dalam dunia perdagangan, ia menjalankan usahanya dengan penuh kecerdasan dan kejujuran, yang membuatnya sangat dihormati oleh masyarakat.

Selain kekayaan materi yang ia miliki, Sayyidah Khadijah RA juga dikenal karena sifat jujur dan budi pekerti yang luhur. Ia sangat menjaga kehormatannya, tidak tergoda untuk bergaul bebas dalam lingkungan perdagangan yang didominasi laki-laki, tapi tetap dapat menjalankan bisnisnya dengan sukses.

Kehormatan dan kepribadian Sayyidah Khadijah RA yang menawan membuatnya sangat dihormati, baik dalam keluarga maupun masyarakat luas. Banyak orang Makkah yang menghormatinya. Bahkan para wanita sering mengunjunginya di rumah untuk mendapatkan nasihat atau sekadar berdiskusi.

Peran Sayyidah Khadijah dalam Dakwah Nabi Muhammad

Sayyidah Khadijah memiliki peran penting dalam mendampingi dan mendukung perjuangan dakwah Rasulullah SAW. Bahkan dalam kondisi sulit saat Rasulullah SAW menghadapi cemoohan, tuduhan sihir, dan gangguan dari kaum kafir, Sayyidah Khadijah RA tetap setia berada di sisi beliau.

Mereka yang membenci Rasulullah SAW sering kali melempari beliau dengan batu, menebarkan duri di jalan, dan bahkan menumpahkan kotoran hewan di depan rumah beliau untuk menghina. Di tengah perlakuan kasar dan kejam ini, Sayyidah Khadijah RA berdiri teguh menemani Rasulullah SAW dalam menghadapi ujian berat tersebut dengan sabar dan tabah.

Sayyidah Khadijah RA selalu memberikan dukungan emosional dan spiritual kepada Rasulullah SAW, terutama saat beliau menghadapi masa-masa krisis. Saat Rasulullah SAW pertama kali menerima wahyu dari Allah SWT melalui Malaikat Jibril, beliau sangat ketakutan dan gemetar.

Dalam keadaan bingung dan cemas, Nabi SAW menceritakan pengalaman itu kepada Sayyidah Khadijah RA. Sayyidah Khadijah RA dengan penuh kasih menghibur Rasulullah SAW, memberikan ketenangan, dan memastikan bahwa beliau tidak sendiri.

Keteladanan Sayyidah Khadijah

Sayyidah Khadijah RA adalah sosok perempuan yang akhlaknya layak dijadikan teladan. Sebagai istri Rasulullah SAW, Sayyidah Khadijah RA menunjukkan dedikasi dan penghormatan yang sangat tinggi terhadap suami dan agamanya.

Pengabdian Sayyidah Khadijah RA kepada Allah SWT dan Rasul-Nya tidak bisa ditandingi. Ia selalu mendampingi Rasulullah SAW dalam keadaan sulit maupun senang, menunjukkan sifat kesetiaan yang jarang ditemukan.

Sayyidah Khadijah RA mendapatkan gelar kehormatan “Ath Thahirah” yang berarti perempuan suci, gelar yang sudah disematkan sebelum Islam datang. Gelar ini diberikan masyarakat Makkah sebagai penghargaan atas kemuliaan dan kesucian sifatnya. Selain itu, Sayyidah Khadijah RA juga dikenal sebagai “Sayyidatuna Nisa’ Quraisy,” pemuka wanita Quraisy, karena sikap dan tindakannya yang selalu mencerminkan keagungan.

Sayyidah Khadijah RA dikenal dermawan dan penuh kasih. Rumahnya terbuka bagi siapa saja yang membutuhkan tempat tinggal dan perlindungan, baik untuk perempuan miskin maupun kaum lemah lainnya. Sayyidah Khadijah RA tidak hanya membantu dengan harta, tetapi juga dengan perhatian dan kasih sayang. Kebaikan hatinya membuat penduduk Makkah kagum dan memberikan gelar kehormatan “Sayyidatuna Nisa’ Quraisy.”

Setelah menikah dengan Rasulullah SAW, Sayyidah Khadijah RA mendapatkan gelar “Ummul Mukminin,” yang berarti ibu orang-orang beriman. Gelar ini diberikan karena posisinya sebagai perempuan beriman yang sangat mulia.

Selain itu, Sayyidah Khadijah RA juga dijuluki “Sayyidatuna Nisa’ al Alamin,” yang artinya pemuka wanita di seluruh dunia. Gelar ini sangat istimewa, hanya disematkan pada perempuan agung dalam sejarah Islam, seperti Maryam binti Imran dan Asiyah binti Muzahim.

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com