Tag Archives: khulafaur rasyidin

Kisah Masa Kecil Umar bin Khattab, Terlahir di Keluarga Bangsawan


Jakarta

Umar terlahir dengan nama lengkap Umar bin Khattāb bin Nufail bin abd al Uzza bin Rabah bin Abdullah bin Qursth bin Razah bin Adiy bin Ka’ab bin Luay bin Ghalib Al-Quraisi Al Adawi. Umar bin Khattab lahir sekitar tahun 586 M.

Nama lengkap ayahnya adalah Al Khattāb bin Nufail dan ibunya bernama Hatamah binti Hasyim bin Mughiroh.

Kakek moyangnya Nufail bin Abd Al Uzza adalah seorang hakim, dimana orang Quraisy memercayainya untuk menyelesaikan berbagai sengketa yang terjadi di antara mereka. Ditambah lagi moyangnya Ka’ab bin Luay, adalah orang yang terpandang di kalangan bangsa Arab. Dari situlah di kemudian hari nanti Umar selalu mendapat posisi yang strategis di kalangan masyarakat Quraisy.


Jika dirunut, nasab Umar bertemu dengan Nabi Muhammad dari Ka’ab dan Luay.

Mengutip buku Jejak Langkah Umar bin Khattab oleh Abdul Rohim dijelaskan bahwa Umar kecil lahir di tengah keluarga bangsawan di Makkah.

Umar Tumbuh Menjadi Anak yang Keras dan Tegas

Sejak kecil Umar tumbuh seperti anak-anak Quraisy pada umumnya. Ia menghabiskan separuh perjalanan hidupnya dimasa Jahiliyah yang penuh dengan adat masyarakat yang tidak beradab.

Umar juga dikenal sebagai anak yang suka belajar dan cerdas, dia tumbuh menjadi anak yang bertanggung jawab. Meskipun hidup di tengah keluarga yang kaya, Umar bukanlah anak yang suka bermewah-mewah.

Umar juga terkenal mempunyai watak yang keras, hal ini karena pola asuh yang diterapkan sejak dini oleh sang ayah yang menempatkannya di dunia gembala. Di dunia inilah sosok Umar mulai terbentuk, mental

kerasnya terbentuk dari perlakuan keras sang ayah yang mewariskan sikap-sikap keras dan tegas pada diri Umar.

Diceritakan oleh Abdurrahman bin Hathib dalam suatu riwayat, “Suatu ketika, aku pernah bersama Umar bin Khattab di bukit Djanan. Umar bercerita, “Dulu, aku menggembalakan unta milik Al-Khattāb di tempat ini. Ia adalah orang yang kasar dan keras tutur katanya. Terkadang aku disuruh Al-Khattāb menggembala unta dan terkadang mengumpulkan kayu bakar.”

Suatu hari ketika Umar bin Khattãb sudah menjadi seorang khalifah pun memori tentang perjalanan kecilnya yang keras sebagai seorang penggembala kambing ia ceritakan kepada kaum muslimin, dengan tujuan untuk mengukur dirinya sendiri.

Muhammad bin Umar AI Makzumi merawikan dari ayahnya, ia bercerita “Suatu hari Umar mengumandangkan adzan shalat, setelah orang-orang berkumpul dan melakukan shalat berjamaah, ia naik ke atas mimbar. Setelah mengucapkan puji syukur kepada Allah dan shalawat kepada Nabi, ia menyampaikan kepada hadirin,

“Wahai hadirin sekalian, tadi malam aku bermimpi menggembala kambing dan unta milik beberapa bibi dari Bani Mahkzum. Mereka memberi bekal segenggam kurma dan kismis. Aku masih mengenang masa lalu ku itu.”

Setelah itu Umar turun dari mimbar. “Wahai Amirul mukminin mengapa Anda mencela dirimu sendiri?” kata Abdurahman bin Auf.

Umar menjawab “Celakalah Anda wahai bin Auf! Sungguh aku telah mencoba melupakan kenangan itu, tapi hati kecilku berkata padaku, “Anda adalah Amirul mukminin, siapa lagi yang paling hebat selain diri Anda.” Karenanya maka aku ingin mengenalkan tentang jiwaku tentang hakikatku sebenarnya.”

Dalam riwayat yang lain, Umar mengatakan, “Kutemui ganjalan dalam hatiku, maka aku ingin merasa kecil darinya.”

Dari riwayat-riwayat tersebut tergambar jelas bahwa pekerjaan menggembala kambing dan unta yang keras telah menempa hidup Umar bin Khattab sehingga memunculkan sikap yang luhur yang dimiliki Umar, seperti bertanggung jawab, tegar dan berani menghadapi sesuatu.

Pada masa Jahiliyah, Umar bin Khattab tidak hanya pernah menjadi seorang penggembala. Ia juga terampil dalam berbagai olahraga seperti berkuda.

Di samping itu Umar juga ahli dalam menciptakan syair dan mendendangkannya. Ini sangat sesuai dengan budaya yang terkenal di jazirah Arab dengan keunggulan sastranya dan para penyairnya. Pada masa Jahiliyyah, Umar juga tidak bisa dilepaskan dengan budaya kesusastraan tersebut.

Rasa ingin tahu yang tinggi serta minat belajar yang sejak kecil tertanam dalam diri Umar, memikat perhatiannya pada masalah sejarah dan urusan-urusan kaum Quraisy. Hal ini membuat Umar gemar mengunjungi pasar-pasar besar bangsa Arab seperti, pasar Ukazh, pasar Majannah, dan pasar Dzu Al-majaz.

Kunjungannya ke berbagai tempat umum ini selain ia gunakan untuk mempelajari sejarah bangsa Arab, ia juga gunakan untuk berdagang dan mengetahui berbagai kejadian yang sedang terjadi, kontes pembangunan keturunan, dan persengketaan di antara suku.

Dari sini juga Umar sering melihat persaingan antarsuku di Pasar Ukazh yang telah menyulut perang saudara selama empat kali.

Umar Mahir Berdagang

Di dunia perdagangan Umar tergolong sebagai pedagang yang sukses, ia meraih keuntungan yang sangat besar dari kunjungan dagangnya di berbagai tempat di jazirah Arab.

Saat musim panas, Umar berdagang ke wilayah Syam, dan pada musim dingin ke daerah Yaman. Hal ini yang menghantarkan Umar menjadi salah satu orang terkaya dan terpandang di kota Makkah.

Sebagai orang kaya di kota Makkah, Umar juga mendapatkan posisi strategis di tengah masyarakat.

Umar juga dikenal sebagai orang yang adil dan mampu menyelesaikan konflik yang terjadi.

Ibnu Sa’ad mengatakan, “Sebelum masa Islam, Umar sudah terbiasa menyelesaikan berbagai sengketa yang terjadi di kalangan bangsa Arab.” Selain menjadi orang yang dipercayai masyarakat untuk menjadi hakim, Umar juga sering dijadikan delegasi bagi suku Quraisy dan menjadi wakil dalam membanggakan keturunan mereka dengan suku-suku yang lainnya.”

Ibnu Jauzi mengatakan “Umar bin Khattab menempati posisi sebagai duta atau delegator. Bila terjadi peperangan di antara suku Quraisy dengan suku-suku yang lain, maka mereka akan mengutus Umar sebagai delegasi yang menangani konflik di antara mereka. Mereka dengan suka rela mempercayakan urusan semacam ini kepada Umar.”

Keterlibatan Umar yang memberikan kontribusi yang sangat signifikan di tengah masyarakat Quraisy membuat Umar sangat dicintai masyarakat Makkah. Dan sebaliknya Umar juga mencintai masyarakatnya. Sehingga apa pun yang menggangu kelangsungan kehidupan masyarakat, dia menjadi tokoh pertama yang akan membela dan mempertahankan apa yang sudah diyakini tersebut.

Keteguhan Umar bin Khattab ini membuat proses dakwah pertama yang dilakukan Nabi Muhammad mengalami kesulitan. Umar menjadi salah satu tokoh yang paling semangat menentang agama Islam.

Umar merasa khawatir terhadap kehadiran Islam pada saat itu, kalau merusak tatanan sosial, politik masyarkat Makkah yang sudah mapan. Bahkan Umar termasuk tokoh yang paling kejam menyiksa para pengikut Islam di awal keberadaanya.

Kisah Kerasnya Umar Menentang Islam

Sebelum mengenal dan memeluk Islam, Umar dikenal sebagai orang yang sangat menentang Islam dan Nabi Muhammad. Umar pernah memukul seorang hamba sahaya perempuan yang telah menganut agama Islam sampai kedua tangannya letih dan cambuk yang ia gunakan terjatuh dari tangannya.

Ia berhenti memukul sahaya perempuan tersebut setelah ia mengalami kelelahan. Saat itu, Abu Bakar lewat dan melihat Umar sedang memukuli hamba sahaya perempuan tersebut. Abu Bakar kemudian membelinya dan memerdekakannya.

Dari kisah ini dapat dilihat bahwa Umar adalah sosok orang yang sangat teguh dalam memegang pendirian dan mempunyai watak yang kasar. Apalagi di dalam situasi
masyarakat yang Jahiliyah saat itu yang penuh akan kerusakan moral tidak tahu akan perbuatan yang haq dan yang batil, membuat Umar nampak sebagai seorang yang sangat kejam dan tidak punya perasaan.

Setelah menerima hidayah dan akhirnya masuk Islam, Umar menjadi pembela Islam yang sangat loyal, dan pengetahuan yang didapatkan dari ajaran Islam tentang akhlak yang baik membuat Umar menjadi sosok yang bisa membedakan akan kebenaran dan
kebatilan. Sehingga Umar dijuluki sebagai Al-Faruq yang artinya sang pembeda.

Setelah memeluk Islam, Umar menjadi salah satu sahabat setia Rasulullah SAW. Hingga pada akhirnya Umar bin Khattab terpilih menjadi Khalifah pada 634 hingga tahun 644. Ia menjadi Khulafaur Rasyidin kedua menggantikan Khalifah Abu Bakar.

(dvs/erd)



Sumber : www.detik.com

Kenapa Malaikat Malu kepada Utsman bin Affan?



Jakarta

Khulafaur Rasyidin adalah julukan kepada empat sahabat yaitu Abu Bakar As-Siddiq, Umar bin Khatab, Utsman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib. Namun diantara para sahabat Rasulullah SAW, ada salah satu sahabat membuat malaikat menjadi malu. Kenapa malaikat malu kepada Utsman bin Affan?

Riwayat dari Anas bin Malik RA bahwa Rasulullah SAW bersabda :

“Umatku yang paling penyayang adalah Abu Bakar, yang paling tegas dalam agama Allah adalah Umar, yang paling jujur dan malu adalah Utsman, yang paling tahu halal dan haram adalah Mu’adz bin Jabal, yang paling ahli qira’ah adalah Ubay, dan yang paling mengetahui faraidh (ilmu tentang warisan) adalah Zaid bin Tsabit. Tiap-tiap umat ada orang yang terpercayanya dan orang yang terpercaya umat ini adalah Abu Ubaidah bin Al-Jarah.”


Dari buku Rasulullah SAW: The Untold Story karya Ali Abdullah, Utsman adalah sahabat pilihan Rasulullah SAW, diantara para sahabat yang dijamin masuk Surga, maka Utsman adalah salah satunya.

Suatu kisah Abu Bakar As-Siddiq datang ke rumah Rasulullah SAW, beliau bersikap biasa saja. Umar bin Khattab pun datang kepada Rasulullah SAW, tetapi beliau juga tetap bersikap biasa saja.

Ketika Utsman bin Affan datang, Rasulullah SAW tampak memberikan perhatian khusus. Beliau duduk dan membenarkan pakaian yang beliau kenakan.

Kisah ini pernah diriwayatkan oleh Aisyah RA:

عَنْ عَائِشَة قالت: كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُصْطَجعًا فِي بَيْتِي، كَاشِفَا عَنْ فَخِذَيْهِ، أَوْ سَاقَيْهِ، فَاسْتَأذِنَ أَبُو بَكْرٍ فَأذِنَ لَهُ، وَهُوَ عَلَى تِلْكَ الحال، فَتَحَدَّثَ ثُمَّ اسْتَأْذَنَ عُمَرُ، فَأَذِنَ لَهُ، وَهُوَ كَذلِكَ، فَتَحَدَّثَ، ثُمَّ اسْتَأْذَنَ عُثْمَانُ، فَجَلَسَ رَسُولُ اللهِ صلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَسَوَّى ثِيَابَهُ – قَالَ مُحَمَّدٌ: ولا أقولُ ذَلِكَ فِي يَوْمٍ وَاحِدٍ فَدَخَلَ فَتَحَدَّثَ، فَلَمَّا خَرَجَ قالتْ عَائِشَة دَخَلَ أَبُو بَكْرٍ فَلَمْ تَهْتَشَ لَهُ وَلَمْ تُبَالِهِ، ثُمَّ دَخَلَ عُمَرُ فَلَمْ تَهْتَشَ لَهُ وَلَمْ تُبَالِهِ، ثُمَّ دَخَلَ عُثْمَانُ فَجَلَسْتَ وَسَوَّيْتَ ثِيَابَكَ فَقَالَ : أَلا أَسْتَحِي مِنْ رَجُلٍ تَسْتَحِي مِنْهُ الْمَلَائِكَةُ.

Artinya: “Dari Aisyah, dia berkata, “Suatu ketika Rasulullah SAW., berbaring di rumahku dalam keadaan tersingkap dua paha atau dua betis beliau. Kemudian Abu Bakar meminta izin menemui beliau. Beliau mengizinkannya masuk, sementara beliau masih dalam keadaan sebagaimana adanya. Lalu Abu Bakar bercakap- cakap dengan beliau. Kemudian Umar datang meminta izin untuk masuk. Beliau mengizinkannya masuk, sementara beliau tetap demikian keadaannya. Mereka pun berbincang-bincang. Kemudian Utsman datang minta izin untuk menemui beliau. Beliau langsung duduk dan membenahi pakaian beliau. Utsman pun masuk dan berbincang-bincang. Ketika Utsman pulang, Aisyah berkata, ‘Abu Bakar masuk menemui engkau, tapi engkau tidak bersiap menyambut dan tidak mempedulikannya. Begitu pula ketika Umar masuk menemui engkau. Engkau juga tidak bersiap menyambut dan tidak mempedulikannya. Ketika Utsman masuk, engkau segera duduk dan membenahi pakaian engkau.’ Rasulullah saw., menjawab, “Tidakkah aku merasa malu kepada seseorang yang malaikat pun merasa malu kepadanya?” (HR. Muslim).

Kenapa malaikat malu kepada Utsman bin Affan?

Dari buku The Great Figure of Utsman bin Affan Kisah Teladan Sang Ahli Sedekah yang Menjalani Sifat Zuhud karya A.R. Shohibul Ulum dijelaskan Nabi Muhammad SAW menghormati Utsman bin Affan bukan karena usia, sebab Utsman lebih mudah dari Rasulullah SAW.

Rasulullah SAW menghormati Utsman karena kemuliaan akhlak Utsman yang berada di atas rata-rata manusia umumnya.

Rasa malu Utsman juga bukan malu yang dibuat-buat atau hanya menjaga image saja. Akan tetapi sifat malunya sudah mendarah daging bersatu dengan jiwanya.

Rasa malunya membuat dia takut berbicara, segan berdialog, dan berdebat lama-lama. Tetapi Utsman tetaplah orang yang gigih dan tidak mudah menyerah. Sehingga rasa malunya inilah yang memberikan kebaikan, keberkahan, kelembutan, dan kasih sayang.

Dan sungguh, “Malu kepada Allah, yaitu dengan menjaga apa yang di kepala, menjaga apa isi perut, dan selalu ingat dengan kematian serta meninggalkan gemerlapnya dunia,” tutur Ibnu Mas’ud ketika menjelaskan makna malu yang hakiki.

Selain itu, Al-Junaid rahimahullah berkata, “Rasa malu yaitu melihat kenikmatan dan keteledoran sehingga menimbulkan suatu kondisi yang disebut dengan malu. Hakikat malu ialah sikap yang memotivasi untuk meninggalkan keburukan dan mencegah sikap menyia-nyiakan hak pemiliknya.”

Karena rasa malu Utsman bin Affan yang begitu dalam, dan juga telah menjaga dirinya sehingga tidak ada bagian dari tubuhnya yang merupakan aurat bisa dilihat orang lain, maka malaikat pun malu kepadanya.

Demikianlah kisah luar biasa dari Utsman bin Affan yang dapat membuat para malaikat merasa malu terhadapnya. Karena rasa malu membuatnya terhindar dari keburukan.

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com

Detik-detik Terbunuhnya Utsman bin Affan saat Baca Al-Qur’an



Jakarta

Utsman bin Affan merupakan salah satu dari 4 sahabat Rasulullah SAW yang dijuluki Khulafaur Rasyidin. Meninggal dalam keadaan syahid kala menghadapi orang-orang Islam Munafik. Di bawah ini kisah Utsman bin Affan terbunuh di rumahnya.

Mengutip buku Biografi Utsman bin Affan karya Prof. Dr. Ali Muhammad Ash-Shallabi, menjelaskan biografi lengkap Utsman bin Affan.

Utsman bin Affan bin Abu Al-‘Ash bin Umayyah bin Abdi Syams bin Abdi Manaf bin Qushay bin Kilab. Nasabnya bertemu dengan Rasulullah pada Abdi Manaf. Sedang ibunya bernama Arwa binti Kuraiz bin Rabi’ah bin Habib bin Abd Syams bin Abdi Manaf bin Qushay.


Utsman bin Affan mendapatkan gelar Dzunnurain (Pemilik dua cahaya), dan semasa hidupnya beliau mempunyai nama panggilan Abu ‘Amru. Kemudian, ketika Utsman bin Affan mempunyai anak dari Ruqayah binti Rasulullah yang diberi nama Abdullah, maka Utsman pun dipanggil Abu Abdillah.

Kisah Terbunuhnya Utsman bin Affan

Penulis M. Syaikuhudin dalam buku Sahabat Rasulullah Utsman bin Affan, mengisahkan kejadian terbunuhnya Utsman bin Affan di rumahnya ketika mengaji bersama istrinya.

Kisah bermula ketika Muhammad bin Abu Bakar As-Siddiq merencanakan pembunuhan terhadap Khalifah Utsman bin Affan. Sedangkan yang melaksanakan pembunuhannya adalah Aswadan bin Hamrab, Al Ghafiki, dan Sudan bin Hamram.

Malam itu, ketika Muhammad bin Abu Bakar bersama kedua temannya memanjat dinding belakang rumah Khalifah Utsman bin Affan. Saat Khalifah sedang membaca Al-Qur’an yang ditemani oleh istrinya bernama Na’ilah.

Sesudah berhasil menyusup masuk ke kamar Khalifah, mereka segera menyergap Utsman bin Affan. Muhammad bin Abu Bakar memulai pertama dengan memegang janggut Khalifah sambil berkata, “Hah Na’sal, Allah telah menghinamu.”

Utsman sempat membalas omongannya, “Saya bukan Na’sal, tetapi saya hamba Allah Amirul Mu’minin.”

Muhammad bin Abu Bakar tetap saja merenggut janggut Utsman bin Affan sambil berkata, “Muawiyah tidak akan dapat menolong anda, begitu juga Abdullah bin Amir dan surat-suratmu itu!”

Utsman bin Affan pun berkata, “Lepaskanlah janggut ku. Ayahmu pun tidak akan memperlakukan aku, seperti yang kamu lakukan ini. Kalau ayahmu melihat perbuatanmu, ia pun tidak akan setuju.”

Muhammad bin Abu Bakar menjawab: “Saya tidak ingin menggenggam janggutmu lebih keras lagi.”

Utsman menjawab dengan sabar dan tabah: “Atas perbuatanmu ini saya meminta pertolongan Allah dan kepada- Nya aku berlindung.”

Mendengar ucapan Utsman, hati Muhammad bin Abu Bakar terharu, cair, dan luluh. Tanpa disadari, tangan yang sedang memegang erat janggut memutih itu mengendor perlahan-lahan dan lepaslah. Tetapi malang, dua orang teman Muhammad yang turut masuk menyerbu tidak dapat menguasai hatinya masing-masing.

Kemudian salah satu dari mereka mengangkat anak panah dan menghunjamkannya ke pangkal telinga Utsman sampai tembus ke tenggorokan, lalu menghantamnya dengan pedang.

Utsman bermaksud hendak menangkis pedang itu dengan tangannya sampai tangannya putus. Begitu juga dengan istrinya Na’ilah, jarinya terputus ketika ia menelungkup kepada suaminya hendak mengambil pedang itu dengan tangannya.

Kemudian, Utsman dihantam pada bagian rusuknya sehingga ia jatuh tersungkur. Seketika itu juga Utsman gugur. Na’ilah yang menyaksikan peristiwa itu berteriak dan menjerit-jerit histeris bersamaan dengan melesatnya tiga orang pemuda itu lari melompat jendela.

Na’ilah terus-menerus menjerit: “Amirul Mukminin terbunuh! Amirul Mukminin terbunuh!”

Segera setelah mendengar berita tentang terbunuhnya Khalifah Utsman, Ali bin Abi Thalib masuk menuju ke kamar Utsman. Duka hatinya yang mendalam terpancar terang sekali

Peristiwa pembunuhan Utsman tersebut terjadi pada tanggal 18 bulan Zulhijah, tahun 35 Hijriyah, yaitu waktu Khalifah Utsman genap berusia 82 tahun setelah menjabat sebagai Khalifah selama 12 tahun. la dimakamkan di kuburan Baqi di Madinah.

Alasan Munculnya Kudeta Terhadap Pemerintahan Utsman bin Affan

Mengutip buku Kitab Sejarah Lengkap Khulafaur Rasyidin karya Ibnu Katsir, dijelaskan mengenai seorang Yahudi bernama Abdullah bin Saba’ yang menjadi sebab kudeta terjadi.

Abdullah bin Saba berpura-pura masuk Islam dan pergi ke daerah Mesir, untuk menyebarkan pemikiran dan propaganda nya sendiri kepada masyarakat disana.

Ia mengatakan, “Bukankah Isa bin Maryam akan kembali ke dunia?”

Jawab orang itu, “Ya!”

Ia berkata lagi, “Rasulullah SAW lebih baik dari Isa. Apakah kamu mengingkari bahwa beliau akan kembali ke dunia, sementara beliau lebih mulia daripada Isa bin Maryam?”

Kemudian ia berkata, “Beliau telah memberikan wasiatnya kepada Ali bin Abi Thalib. Muhammad Nabi terakhir dan Ali penerima wasiat yang terakhir.”

Lanjutnya, “Berarti Ali lebih berhak untuk menjabat sebagai khalifah daripada Utsman bin Affan dan Utsman telah merampas hak yang bukan miliknya.”Maka, mulailah orang-orang mengingkari kepemimpinan Utsman bin Affan.

Demikianlah sejarahnya, Khalifah Utsman bin Affan syahid di rumahnya ketika sedang membaca Al-Qur’an bersama istri tercinta. Beliau pun dikuburkan di kota yang sama dengan tempat tinggalnya, yakni kota Madinah.

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com

Peran Umar bin Abdul Aziz di Balik Kesuksesan Bani Umayyah


Jakarta

Sejarah mencatat nama Khalifah Umar bin Abdul Aziz menjadi sosok penting di balik kejayaan Islam era Bani Umayyah. Peran Umar bin Abdul Aziz selama menjadi Khalifah Bani Umayyah lebih berfokus kepada perbaikan secara internal di saat khalifah sebelumnya berfokus kepada perluasan daerah saja.

Keberhasilan Umar bin Abdul Aziz dalam memerintah membuatnya dijuluki Khulafaur Rasyidin kelima. Berikut uraian lengkapnya.

Biografi Umar bin Abdul Aziz

Menukil buku Sejarah Kebudayaan Islam untuk Madrasah Tsanawiyah Kelas 7 oleh Dr. H. Muradi dkk, Umar bin Abdul Aziz dilahirkan pada tahun 63 H di Halwan, dekat Kairo. Ia lahir ketika sang ayah, Abdul Aziz, menjabat sebagai Gubernur Mesir.


Berdasarkan garis keturunan, Umar memiliki hubungan darah dengan Khalifah Umar bin Khattab. Sebab ibunya bernama Ummu Ashim binti Ashim bin Umar bin Khattab.

Pada masa kecilnya, Umar bin Abdul Aziz tinggal menetap di rumah paman-pamannya di Madinah dan memperoleh pendidikan yang baik dari mereka. Banyak ilmu agama yang diperolehnya, seperti ilmu hadits, Al-Qur’an dan lainnya.

Selain menguasai ilmu hadits, beliau juga menguasai ilmu Al-Qur’an. Umar bin Abdul Aziz sudah mampu menghafal dan mengkajinya sejak kecil.

Setelah ayahnya wafat, Umar bin Abdul Aziz diminta Khalifah Abdul Malik bin Marwan untuk ke Damaskus. Di kota ini, Umar bin Abdul Aziz menikahi Fatimah, putri Khalifah Abdul Malik bin Marwan.

Dari kota inilah ia meniti karier politiknya sebagai pejabat penting pemerintahan, ia dipercaya menjadi gubernur di Hijaz, yakni Makkah dan Madinah. Meskipun kariernya berjalan lancar tanpa cacat, ia mendapat fitnah dari Hajjaj bin Yusuf yang menuduhnya melindungi pemberontak yang berasal dari Iraq. Umar bin Abdul Aziz akhirnya dipecat.

Pemecatan tersebut tidak diambil pusing oleh Umar bin Abdul Aziz. Dirinya tidak sama sekali memiliki ambisi sebagai pemimpin.

Pengangkatan Umar bin Abdul Aziz sebagai Khalifah

Mengutip kembali dari buku yang sama, sebelum wafat, Sulaiman bin Abdul Malik telah menunjuk sepupunya, Umar bin Abdul Aziz, sebagai Khalifah Bani Umayyah. Penunjukkan Umar bin Abdul Aziz dilakukan setelah Sulaiman melakukan diskusi dengan para penasihatnya.

Setelah menjadi khalifah, Umar bin Abdul Aziz merubah seluruh sikap dan gaya hidupnya. Hal ini disebabkan oleh perasaan sedihnya memikirkan masih banyak masyarakat yang miskin dan kelaparan, orang-orang yang sakit, orang-orang yang tertindas dan teraniaya.

Umar bin Abdul Aziz dikenal sebagai seseorang yang menyukai kemewahan dan musik. Tetapi, setelah menjadi khalifah, semua hal itu ditinggalkan, memilih hidup sederhana bahkan harta miliknya dipergunakan untuk kepentingan masyarakat umum.

Sayangnya, Umar bin Abdul Aziz hanya menjabat sebagai khalifah selama 29 bulan. Ia meninggal tragis akibat diracuni oleh budaknya.

Banyak pejabat dari masa kekhalifahan sebelumnya yang dirugikan oleh kebijakan baru Umar bin Abdul Aziz, dan diduga terlibat dalam konspirasi untuk membunuhnya. Dengan janji seribu dinar dan kebebasan, budak Umar setuju untuk meracuni majikannya.

Peran Umar bin Abdul Aziz saat Menjadi Pemimpin

Menukil buku Biografi Umar bin Abdul Aziz karya Muhammad Ash-Shallabi, berbeda dengan khalifah-khalifah sebelumnya yang berfokus pada perluasan wilayah, Umar bin Abdul Aziz fokus pada perbaikan internal. Pada bidang perekonomian berusaha menstabilkan dan mensejahterakan masyarakatnya.

Hal yang pertama ia lakukan saat menjadi khalifah adalah mengembalikan seluruh harta-hartanya yang berjumlah 40.000 dinar ke Baitul Mal. Ia sadar bahwa harta peninggalan ayahnya adalah hak masyarakat sebab harta tersebut di antaranya adalah harta yang didapatkan dari perkampungan Fadak, sebuah desa yang berada di utara Makkah yang sejak Rasulullah wafat dijadikan milik negara.

Namun Marwan bin Hakam (Khalifah keempat Bani Umayyah) telah memasukkan harta tersebut sebagai milik pribadi dan diwariskan ke anak-anaknya. Umar memandang bahwa harta itu bukan milik pribadi melainkan milik negara, sehingga harus dikembalikan ke negara.

Selain itu, agar masyarakat dapat berdagang dengan baik, Umar bin Abdul Aziz juga memberikan fasilitas seperti pembangunan jembatan dan perbaikan jalan umum yang dilewati masyarakat. Pembangun tersebut tidak memungut biaya kepada masyarakat sepeser pun.

Untuk menaikkan produksi di bidang pertanian, ia melarang adanya jual beli tanah kharaj dan menjadikan sebagai harta fai, sebab tanpa kharaj adalah tanah milik masyarakat bukan milik pribadi. Dengan adanya larangan jual beli tanah kharaj membuat masyarakat dapat mengembangkan lahannya sehingga tidak hanya bergantung pada bantuan saja melainkan juga dapat meningkatkan perekonomiannya sendiri.

Kemudian dibangunnya fasilitas untuk menunjang proses pertanian seperti membangun sumber air baru, saluran air untuk membantu pengairan pada pertanian. Para petani dikenakan pajak sesuai dengan kemampuan yaitu melihat kondisi musim, apakah dalam posisi musim subur atau tidak.

Kebijakan tersebut membuahkan hasil yang menguntungkan di pasar global untuk perdagangan, mengingat biaya produk pertanian jadi lebih mudah diakses oleh konsumen. Hal ini menyebabkan lonjakan permintaan pasar dan transaksi keuangan.

Pada bidang perdagangan, selain menghapus pajak petani, Umar bin Abdul Aziz membangun tempat peristirahatan untuk para pedagang. Ia bekerja sama dengan negara-negara tetangga untuk membangun akomodasi bagi muslim yang bepergian, termasuk penginapan, perawatan kesehatan dan bantuan keuangan untuk korban perampokan, bersama dengan bantuan perawatan kesehatan bagi hewan mereka.

Pada pengalokasian pengeluaran Umar bin Abdul Aziz benar-benar mengutamakan untuk keperluan masyarakatnya dan juga mensejahterakan masyarakatnya. Kesejahteraan rakyat adalah yang utama bahkan dalam sejarah Umar bin Abdul Aziz hanya meninggalkan harta warisan 18 dinar untuk 11 orang anaknya.

(hnh/kri)



Sumber : www.detik.com

Kisah Wafatnya Rasulullah SAW, Peristiwa Penuh Duka dalam Sejarah Islam


Jakarta

Rasulullah SAW adalah sosok teladan bagi umat Islam, sebagai nabi terakhir yang membawa wahyu dan petunjuk hidup dari Allah SWT.

Kehilangan ini tidak hanya dirasakan oleh para sahabat dan pengikutnya, tetapi juga meninggalkan dampak yang luas bagi seluruh umat manusia. Berikut adalah kisah wafatnya Rasulullah SAW.

Kisah Wafatnya Rasulullah SAW

Wafatnya Rasulullah SAW pada tanggal 12 Rabiul Awal tahun 11 H, menandakan berakhirnya periode kenabian dan menyisakan warisan ajaran Islam hingga saat ini.


Wasiat Rasulullah SAW saat Melaksanakan Haji Wada’

Diceritakan dalam buku Sejarah & Kebudayaan Islam Periode Klasik karya Faisal Ismail, pada tahun tahun 10 H atau 32 M, Rasulullah SAW melaksanakan ibadah haji yang terkenal dalam sejarah Islam sebagai haji Wada’, bersama kaum muslimin yang berjumlah sekitar seratus ribu orang.

Di hadapan ribuan jamaah haji itu, Rasulullah SAW mengucapkan pidato penting yang mempunyai arti bagi kaum muslimin, yang tidak hanya pada waktu itu, tetapi bagi kaum muslimin sesudahnya, kini, dan yang akan datang. Pidato yang diberikan Rasulullah SAW ini seperti menunjukkan adanya wasiat didalamnya.

“Wahai manusia, dengarkanlah perkataanku ini. Aku tidak dapat memastikan apakah aku akan dapat bertemu lagi atau tidak dengan kamu sekalian di tempat seperti ini sesudah tahun ini. Wahai manusia, sesungguhnya kamu haram menumpahkan darah, dan haram mengganggu hartamu, kecuali ada hak. Riba semuanya telah dibatalkan, kamu hanya berhak atas uang pokok. Dengan demikian, kamu tidak menganiaya dan tidak pula teraniaya. Penumpahan darah yang dilakukan di masa Jahiliah tidak ada diyat (denda)-nya lagi. Sesungguhnya setan telah putus asa untuk disembah di muka bumi, akan tetapi ia masih menginginkan yang lain dari itu. Sebab itu, awaslah selalu terhadapnya. Wahai manusia, Tuhanmu hanyalah satu, dan asalmu dari tanah. Orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling takwa. Orang Arab tidak ada kelebihan atas orang non Arab, dan orang non Arab pun tidak ada pula kelebihannya atas orang Arab, kecuali karena takwanya.”

Rasulullah SAW Sempat Sakit Sebelum Meninggal Dunia

Sekitar tiga bulan setelah menunaikan haji Wada’ itu, Rasulullah SAW mengalami demam yang berat hingga tidak mampu keluar untuk menjadi imam salat. Beliau menyuruh Abu Bakar RA untuk menggantikannya menjadi imam.

Kaum Muslimin saat itu cemas terhadap penyakit yang diderita Rasulullah SAW. Pada suatu hari, Rasulullah SAW dijemput oleh paman beliau, Abbas dan Ali bin Abi Thalib, untuk keluar menemui kaum muslimin yang sedang berkerumun di masjid dengan sorotan wajah sedih yang ikut merasakan penyakit beliau.

Rasulullah SAW duduk di mimbar, tepatnya pada anak tangga pertama, yang dikerumuni oleh kaum muslimin Anshar dan Muhajirin, dan beliau pun menyampaikan sebuah amanat,

“Wahai manusia, aku mendengar kamu sekalian cemas kalau nabimu meninggal dunia. Pernahkah ada seorang nabi yang dapat hidup selama-lamanya? Kalau ada, aku juga akan dapat hidup selama-lamanya. Aku akan menemui Allah, dan kamu akan menyusulku.”

Dalam buku Kisah Manusia Paling Mulia di Dunia karya Neti S, dijelaskan bahwa Rasulullah SAW sakit selama 13 atau 14 hari. Beliau sempat mengerjakan salat bersama para sahabat dalam keadaan sakit selama 11 hari.

Penyakit yang diderita Rasulullah SAW semakin lama semakin berat, dan beliau meminta untuk berada di rumah Aisyah pada hari-hari terakhirnya.

Kemudian dua hari atau sehari sebelum wafat, beliau keluar untuk menunaikan salat Dzuhur dan minta didudukkan di samping Abu Bakar.

Rasulullah SAW juga memerdekakan budak-budaknya, bersedekah dengan enam atau tujuh dinar yang beliau miliki, dan memberikan senjata-senjatanya kepada kaum muslimin.

Menjelang wafat, Rasulullah SAW menyampaikan wasiatnya. Beliau berkata bahwa “laknat Allah atas orang-orang Yahudi dan Nasrani yang menjadikan kuburan nabi-nabi mereka sebagai masjid.”

Beliau juga berkata, “Jagalah shalat! Jagalah shalat! Jangan sekali-kali telantarkan budak-budak kalian.” Wasiat tersebut diulang-ulang hingga beberapa kali.

Reaksi Para Sahabat saat Rasulullah SAW Wafat

Pada hari Senin tanggal 12 Rabiul Awal tahun 11 H, tepatnya pada tanggal 8 Juni 632 M, Rasulullah SAW berpulang ke Rahmatullah di usianya yang menginjak 63 tahun.

Merujuk kembali pada buku Sejarah & Kebudayaan Islam Periode Klasik, berita wafatnya Rasulullah SAW diterima di kalangan sebagian kaum muslimin dengan keraguan dan seakan-akan mereka tidak percaya jika hal itu terjadi.

Umar bin Khattab pun berdiri di depan umum sambil mengatakan:

“Ada orang mengatakan bahwa Muhammad telah wafat. Sesungguhnya, demi Allah, beliau tidak wafat, hanya pergi menghadap Allah, sebagaimana Nabi Musa pun pergi menghadap Allah. Demi Allah, Nabi Muhammad SAW akan kembali.”

Setelah itu, Abu Bakar segera masuk ke kamar Rasulullah SAW untuk menjenguk beliau. Dan terlihat oleh Abu Bakar, beliau sedang terbaring wajahnya yang ditutupi oleh kain, kemudian Abu Bakar pun membuka kain penutup wajah beliau, sambil berkata:

“Alangkah baiknya engkau di waktu hidup dan di waktu mati. Jika seandainya engkau tidak melarang kami menangis, akan kami curahkan seluruh air mata kami.”

Kemudian Abu Bakar keluar, mendatangi orang-orang yang sedang berkerumun, mencoba menenangkan mereka dan menghilangkan kebingungan yang mereka rasakan dengan mengatakan di hadapan mereka,

“Wahai manusia, barang siapa memuja Muhammad, Muhammad telah mati. Tetapi siapa yang memuja Allah, Allah hidup selama-lamanya, tiada mati-matinya.”

Abu Bakar juga membacakan ayat Al-Qur’an untuk memperingatkan semua orang, yang tercantum dalam surah Ali Imran ayat 144,

وَمَا مُحَمَّدٌ اِلَّا رَسُوْلٌۚ قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِهِ الرُّسُلُۗ اَفَا۟ىِٕنْ مَّاتَ اَوْ قُتِلَ انْقَلَبْتُمْ عَلٰٓى اَعْقَابِكُمْۗ وَمَنْ يَّنْقَلِبْ عَلٰى عَقِبَيْهِ فَلَنْ يَّضُرَّ اللّٰهَ شَيْـًٔاۗ وَسَيَجْزِى اللّٰهُ الشّٰكِرِيْنَ ۝١٤٤

Arab Latin: wa mâ muḫammadun illâ rasûl, qad khalat ming qablihir-rusul, a fa im mâta au qutilangqalabtum ‘alâ a’qâbikum, wa may yangqalib ‘alâ ‘aqibaihi fa lay yadlurrallâha syai’â, wa sayajzillâhusy-syâkirîn

Artinya: Muhammad itu hanyalah seorang rasul, telah berlalu beberapa orang rasul sebelumnya. Sekiranya Muhammad itu mati atau dibunuh orang, apakah kamu akan kembali menjadi kafır (murtad). Barang siapa kembali menjadi kafır, ia tidak akan mendatangkan bahaya kepada Tuhan sedikit pun.”

Mendengar pernyataan dari Abu Bakar yang tegas ini, umat Islam yang sedang berkerumun itu menjadi sadar dan menerima bahwa Rasulullah SAW memang telah wafat.

Saat itu, banyak orang yang berkumpul untuk menyalatkan beliau. Rasulullah SAW dimakamkan, dengan diantar dan disaksikan oleh kaum muslimin yang melepasnya ke tempat peristirahatan terakhir dalam suasana damai, menghadap Allah SWT.

Kepemimpinan Umat Islam pasca Wafatnya Rasulullah SAW

Mengutip buku Mencintai Keluarga Nabi Muhammad SAW yang ditulis oleh Nur Laelatul Barokah, sepeninggalan Rasulullah SAW, kepemimpinan umat Islam dilanjutkan oleh Abu Bakar Ash-Shiddiq, Umar Bin Khattab, Utsman bin Affan dan Ali Bin Abi Thalib. Mereka dikenal dengan nama Khulafaur Rasyidin.

Berbeda dengan Abu Bakar, Umar dan Utsman, Ali Bin Abi Thalib dilantik menjadi Amirul Mukminin atau pemimpin umat Islam di depan umum. Hal ini merupakan permintaan Ali Bin Abi Thalib sebagai bukti bahwa dia ditunjuk oleh semua golongan kaum muslim.

(inf/inf)



Sumber : www.detik.com