Tag Archives: khutbah

Larangan Bicara di 3 Waktu Ini dalam Islam, Apa Saja?


Jakarta

Islam sangat menekankan adab menjaga lisan, termasuk larangan berbicara pada waktu-waktu tertentu yang dianggap tidak tepat. Dalam kondisi tertentu, berbicara bisa menjadi sumber kekeliruan, mengganggu ibadah, atau bahkan mengurangi pahala.

Allah SWT berfirman dalam surah Qaf ayat 18,

مَا يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ اِلَّا لَدَيْهِ رَقِيْبٌ عَتِيْدٌ


Artinya: “Tidak ada suatu kata pun yang terucap, melainkan ada di sisinya malaikat pengawas yang selalu siap (mencatat).”

Ayat ini menjadi pengingat bahwa setiap ucapan memiliki konsekuensi. Karena itu, umat Islam diajarkan untuk menahan diri dari berbicara pada situasi tertentu.

Waktu-waktu yang Dilarang untuk Berbicara dalam Islam

Berikut tiga waktu yang secara jelas dilarang untuk berbicara dalam ajaran Islam.

1. Larangan Berbicara saat Khutbah Jumat

Salah satu waktu yang dilarang untuk berbicara menurut ajaran Islam adalah ketika khatib sedang menyampaikan khutbah Jumat. Hal ini dijelaskan dalam buku Fikih Sunnah Jilid 2 karya Sayyid Sabiq. Para ulama sepakat bahwa mendengarkan khutbah merupakan kewajiban. Oleh sebab itu, berbicara saat khutbah berlangsung tidak diperbolehkan, bahkan jika tujuannya baik seperti menegur orang lain agar diam.

Larangan ini ditegaskan dalam sabda Rasulullah SAW:

“Barang siapa yang berbicara pada hari Jumat ketika imam sedang berkhutbah, maka dia seperti keledai yang membawa kitab. Dan orang yang berkata kepada orang lain, ‘diamlah’, maka Jumatnya tidak sempurna.” (HR Ahmad dan Abu Daud)

2. Larangan Berbicara saat Buang Hajat

Dijelaskan dalam buku Fiqih Wanita: Edisi Lengkap karya Syaikh Kamil Muhammad, berbicara ketika sedang buang air kecil atau besar tidak dianjurkan dalam Islam. Walaupun pembicaraan itu berkaitan dengan hal baik seperti menjawab salam atau adzan, tetap disarankan untuk diam selama berada di kamar mandi.

Ibnu Umar RA meriwayatkan:

“Ada seseorang yang melewati Nabi SAW yang ketika itu sedang buang air kecil. Orang tersebut memberi salam, namun Rasulullah tidak membalasnya.” (HR Jamaah kecuali Bukhari)

3. Larangan Berbicara saat Salat

Berbicara saat menjalankan salat juga termasuk dalam hal yang dilarang. Dalam buku Panduan Shalat Lengkap dan Praktis Wajib dan Sunnah karya Ahmad Sultoni dijelaskan bahwa percakapan di tengah salat dapat membatalkan salat. Umat Islam diperintahkan untuk menjaga kekhusyukan dan menghindari ucapan yang bukan bagian dari ibadah.

Zaid bin Al-Arqam RA menceritakan:

“Dahulu kami biasa berbicara saat salat. Seseorang berbicara dengan temannya di dalam salat. Lalu turunlah firman Allah: ‘Berdirilah untuk Allah dengan khusyuk.’ Setelah itu kami diperintahkan diam dan dilarang berbicara dalam salat.” (HR Jamaah kecuali Ibnu Majah)

(inf/kri)



Sumber : www.detik.com

Teks Ceramah tentang Kemerdekaan dalam Islam: Bersyukur atas Nikmat Merdeka


Jakarta

Tanggal 17 Agustus 2025 adalah momen sakral bagi seluruh rakyat Indonesia. Hari Kemerdekaan bukan hanya perayaan, tetapi juga pengingat perjuangan para pahlawan yang gigih merebut kebebasan.

Bagi umat Islam, kemerdekaan memiliki makna mendalam. Sejalan dengan nilai-nilai Islam yang mengajarkan pentingnya kebebasan, keadilan, dan persatuan.


2 Teks Ceramah tentang Kemerdekaan

Sebagai seorang penceramah, penting untuk menyampaikan pesan-pesan yang relevan dan menyentuh hati. Mengutip laman Kemenag, berikut adalah draf teks ceramah kemerdekaan dalam Islam yang bisa menjadi referensi, memadukan semangat patriotisme dengan ajaran agama.

Wajib Mensyukuri Kemerdekaan

Oleh: Dr. H. Khoirul Huda Basyir, Lc. M.Si

اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِيْ أَمَرَناَ أَنْ نُصْلِحَ مَعِيْشَتَنَا لِنَيْلِ الرِّضَا وَالسَّعَادَةِ، وَنَقُوْمَ بِالْوَاجِبَاتِ فِيْ عِبَادَتِهِ وَتَقْوَاهُ
أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لَا نَبِيَّ بَعْدَهُ. اللهم صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ المُجَاهِدِيْنَ الطَّاهِرِيْنَ، أَمّا بَعْدُ:
فَيَا عِبَادَ الله اُوْصِيْنِي نَفْسِي وَإِيَّاكُمْ بِتَقْوَى اللهِ، فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. قَالَ اللهُ تَعَالَى فِيْ كِتَابِهِ الْكَرِيْم، بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ. يَا أَيُّهَا الّذين آمنوا اتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah

Bangsa Indonesia akan memperingati Hari Ulang Tahun (HUT) ke 80 kemerdekaan Republik Indonesia. Mengenang atau memperingati sesuatu yang bersejarah dan monumental dalam perjalanan suatu bangsa tentu adalah hal yang sangat penting dan mampu menjadi media kesyukuran manusia atas anugrah kenikmatan Allah SWT. Al Quran Upaya mengajarkan kepada manusia agar selalu mengingat keagungan Allah disertai bersyukur atas nakmatNya dalam satu tarikan nafas. Allah berfirman:

فَاذْكُرُوْنِيْٓ اَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْا لِيْ وَلَا تَكْفُرُوْنِ ࣖ

“Maka ingatlah kepada-Ku, Aku pun akan ingat kepadamu, bersykurlah kepada-Ku dan janganlah kamu ingkar kepada-Ku”. (Al Baqarah:152).

Salah satu kenikmatan terbesar yang diperoleh bangsa Indonesia adalah anugrah kemerdekaan, yaitu terbebasnya rakyat Indonesia dari belenggu dan kungkungan penjajah, saat di mana seluruh warga bangsa dapat menghirup udara kemerdekaan dan menentukan arah kehidupan di atas tanah airnya sendiri secara bebas. Dalam perspektif ajaran Islam, tentunya ada sekian banyak alasan mengapa bangsa Indonesia wajib mensyukuri nikmat kemerdekaan. Setidaknya ada tiga hal utama yang perlu selalu kita ingat dan tegaskan dalam kesyukuran kemerdekaan bangsa ini:

1. Kemerdekaan Indonesia merupakan rahmat Allah SWT

Penegasan pengakuan ini bahkan diabadikan secara eksplisit oleh para pejuang dan pendiri negara ini, sebagaimana tertuang dalam pembukaan UUD 1945 alenia ke tiga yang menyatakan: “Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya”.

Kesadaran kolektif para pejuang kemedekaan ini dengan tegas mengisyaratkan bahwa kemerdekaan Indonesia dapat diperoleh karena rahmat Allah SWT, sebab secara lahiriah dan dalam perhitungan kekuatan militer, hampir mustahil bangsa ini mampu menaklukkan dan mengusir para penjajah dari bumi pertiwi tanpa ada campur tangan dari Allah SWT karena tidak sebandingnya peralatan tempur maupun pasukan perang yang dimiliki bangsa Indonesia dibanding dengan kekuatan penjah. Bagaimana bambu runcing dapat mengalahkan senjata meriam dan kendaraan tempur tank yang super canggih kala itu kalau bukan rahmat dan ma’unah Allah SWT. Sebagai bangsa kita juga amat bersyukur dan bangga betapa kemerdekaan Indonesia berhasil ditegakkan atas perjuangan dan pengorbanan rakyat Indonesia sendiri, bukan merupakan hadiah dari penjajah atau bangsa-bangsa lain.

2. Mengenang Jasa Syuhada dan Pahlawan Kusuma Bangsa

Generasi yang hidup dan menghirup udara kemerdekaan saat ini sebagian besar adalah generasi yang tidak merasakan langsung bagaimana berat dan pedihnya perjuangan merebut dan menegakkan kemerdekaan. Kita adalah generasi pewaris yang tinggal mengisi kemerdekaan, sementara para pahlawan dan pejuang kusuma bangsa telah berkorban dengan harta dan jiwanya demi tegaknya kemerdekaan ini, dan kebanyakan dari mereka justru tidak sempat menikmati alam kemerdekaan sebagaiman kita nikmati saat ini.

Untuk itu sudah seharusnya kita berkewajiban untuk selalu mengenang dengan penuh kesyukuran akan jasa dan perjuangan mereka. Kesyukuran ini penting supaya kita tidak pernah lupa dengan sejarah sekaligus untuk menggelorakan spirit patriotisme kapada anak-anak bangsa dalam merawat NKRI. Mensyukuri jasa dan kebaikan para pejuang hakikatnya adalah mensyukuri nikmat Allah SWT sebagaimana sabda baginda Nabi Muhammad SAW:

إن أشكرَ الناس لله عز وجل أشكرُهم للناس

“Sesungguhnya manusia yang paling bersyukur kepada Allah adalah yang paling banyak bersyukur kepada sesamanya”.

3. Wujud Nyata Mencintai Tanah Air

Mencintai tanah air adalah naluri fitri manusia karena dari tanah manusia tercipta dan dari air serta udara yang dihirup manusia lahir, hidup dan tumbuh. Terdapat ungkapan dari para ulama:

حب الوطن من الايمان

“Mencintai tanah air adalah sebagian dari iman”.

Pernyataan ini meskipun bukan dari Al Quran dan Hadis tapi kandungan makna dan pesan yang tersirat di dalamnya sejalan dengan ajaran Islam. Orang yang mencintai tanah air pasti akan merawat dan menjaganya dengan baik, dan dengan itu ia akan mampu menghadirkan kemaslahatan dan kesejahteraan kepada sesama, dan itu adalah tugas utama manusia sebagai khalifatullah fil ardl.

Dalam konteks perjuangan kemerdekaan Indonesia, semboyan حب الوطن من الايمان bahkan digelorakan oleh para ulama dan kyai untuk memantik patriotisme umat Islam dalam melawan dan mengusir penjajah dari bumi pertiwi. Tercatat dalam sejarah, adalah Hadlaratus Syaikh KH. Hasyim Asya’ari, Rais Akbar Jamiyyah Nahdlatul Ulama kala itu yang menyerukan semboyan ini dan kemudian ditegaskan dengan Resolusi Jihad yang di antara pesan utamanya adalah kewajiban bagi umat Islam untuk jihad fi sabilillah, berperang melawan penjajah dan menegakkan kedaulatan dan kemerdekaan tanah air Indonesia. Dalam pandangan Islam, sebagaiamana dinyatakan oleh Prof. Dr. Quraish Shihab, bahwa mencintai tanah air kedudukannya dengan membela agama, hal ini diisyaratkan dalam Al-Quran surat Al Mumtahanah, ayat 8:

لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ

“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.”

Selain daripada itu, dalam faham Ahlussunnah waljamaah, hubungan agama dan negara haruslah bersifat simbiosisme mutualisme atau kebersalingan untuk menjaga, menopang dan memperkuat kedudukan satu dengan yang lain. Al Imam Abu Hamid Muhammad bin Muhammad Al Ghozali menyatakan:

اَلدِّيْنُ والْمُلْكُ تَوْأَمَانِ، فَالدِّيْنُ أَصْلٌ وَالسُّلْطَانُ حَارِسٌ، فَمَا لَا أَصْلَ لَهُ فَمَهْدُوْمٌ وَمَا لَا حَارِسَ لَهُ فَضَائِعٌ

“Agama dan kekuasaan adalah saudara kembar. Agama adalah fondasi dan penguasa adalah penjaga. Sesuatu yang tidak ada fondasinya pasti mudah roboh dan sesuatu yang tidak ada penjaganya pasti cepat sirna”.

Agama akan tumbuh bersemai di wilayah negara yang damai sebagaimana negara akan eksis dan diliputi keberkahan jika ditopang oleh spiritualitas dan ajaran agama yang kuat.

Untuk itu, marilah kita ingatkan kembali kepada diri kita dan segenap tumpah darah indonesia agar menjadikan momentum peringatan kemedekaan Republik Indonesia dengan terus bersyukur melalui upaya kita semua merawat NKRI, menghargai keragaman dan kemajmukan warga bangsa serta terus memberikan doa kebaikan dan keberkahan bagi negeri Indonesia dan para pemimpinnya, kiranya Allah SWT senantiasa melindungi, memberkahi dan menjauhkan dari segala bencana, persetruan dan perpecahan terutama saat menghadapi tahun politik di mana rakyat Indonesia akan melaksanakan hajat konstitusinya, pesta demokrasi melalui pemilihan umum untuk memilih para pemimpinya. Aamiin.

Oleh: Dr. KH. Ahmad Zayadi, M.Pd. (Direktur Penerangan Agama Islam, Kemenag RI)

Pada hari yang mulia ini, marilah kita bersama-sama meningkatkan ketakwaan kita kepada Allah SWT. dengan sebenar-benarnya takwa. Takwa adalah inti dari setiap ibadah, ruh dari setiap amal dan bekal terbaik menuju akhirat. Sebagaimana Firman Allah,

وَتَزَوَّدُوْ فَاِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوٰىۖ

Artinya: “Berbekallah kalian, dan sebaik baik bekal adalah taqwa.” (QS. Al-Baqarah: 197).

Shalawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muḥammad SAW., sosok mulia yang telah memerdekan manusia dari penghambaan atas materi dan hawa nafsu kepada penghambaan kepada Ilāhī Rabbī.

Kita saat ini telah memasuki bulan Agustus, bulan bersejarah bagi bangsa Indonesia. Bulan ini menjadi pengingat bahwa kemerdekaan yang kita nikmati hari ini adalah anugerah besar dari Allah SWT, hasil perjuangan panjang para pahlawan yang yang rela berkorban demi tegaknya kedaulatan dan martabat bangsa. Sebagaimana firman Allah SWT dalam Surah An-Nahl ayat 53:

وَمَا بِكُمْ مِّنْ نِّعْمَةٍ فَمِنَ اللّٰهِ ثُمَّ اِذَا مَسَّكُمُ الضُّرُّ فَاِلَيْهِ تَجْـئَرُوْنَۚ

“Segala nikmat yang ada padamu (datangnya) dari Allah. Kemudian, apabila kamu ditimpa kemudaratan, kepada-Nyalah kamu meminta pertolongan.” (QS. An-Nahl: 53)

Secara kebahasaan, kemerdekaan dalam bahasa Arab dikenal dengan kata al-istiqlāl (الاستقلال), yang bermakna negara-negara merdeka. Dalam konteks kebangsaan, istiqlāl mencerminkan kemerdekaan suatu bangsa dari segala bentuk dominasi, baik kolonialisme fisik maupun hegemoni budaya dan ekonomi.

Sementara itu, dalam terminologi Islam, istiqlāl tidak berhenti pada kedaulatan semata, tetapi juga bermuara pada kesadaran kolektif untuk membangun peradaban yang merdeka dalam berpikir, berkarya, dan berakhlak. Inilah yang kemudian berkelindan dengan konsep al-ḥurriyyah (الحُرِّيَّة) atau kebebasan, yang lebih menekankan pada dimensi personal dan spiritual.

Hurriyyah dalam Islam bukanlah kebebasan tanpa batas, tetapi kebebasan yang bertanggung jawab-bebas dari perbudakan hawa nafsu, tekanan struktural yang menindas, dan pemikiran yang membelenggu kebenaran. Dengan kata lain, istiqlāl adalah bentuk kebebasan kolektif dalam skala sosial dan kenegaraan, sementara hurriyyah adalah kebebasan internal yang membebaskan manusia untuk taat dan tunduk hanya kepada Allah SWT. Keduanya adalah fondasi utama dalam membangun bangsa yang tidak hanya maju secara lahiriah, tetapi juga diridhai oleh Allah secara batiniah.

Ibnu ‘Āsyūr dalam kitab Maqāṣid al-Syarī’ah al-Islāmiyyah menjelaskan bahwa kebebasan memiliki dua sisi. Pertama, kebebasan dari perbudakan fisik, yaitu kemerdekaan dalam arti literal. Kedua, kebebasan dalam makna batiniah, yaitu kemampuan seseorang untuk mengatur hidupnya sendiri dengan sadar, tanpa tekanan dan paksaan.

Syariat Islam sangat menjunjung tinggi prinsip kebebasan dalam banyak aspek. Islam menjamin kebebasan berkeyakinan (ḥurriyyah al-i’tiqād), kebebasan berbicara dan menyampaikan pendapat (ḥurriyyah al-aqwāl), kebebasan dalam belajar, mengajar, dan berkarya (ḥurriyyah al-‘ilmi wa at-ta’līm wa at-ta’līf), serta kebebasan dalam bekerja dan berwirausaha (ḥurriyyah al-a’māl). Semua bentuk kebebasan ini diarahkan bukan untuk membebaskan manusia dari nilai, tetapi justru untuk meneguhkan nilai-nilai luhur yang berlandaskan tauhid.

Imam Asy-Syafi’i rahimahullah dalam kitab al-Umm menegaskan makna spiritual dari kebebasan dengan menyatakan:

إِنَّ ٱلْـحُرِّيَّةَ ٱلْـحَقِيقِيَّةَ هِيَ ٱلتَّـحَرُّرُ مِنْ عُبُودِيَّةِ ٱلنَّفْسِ وَٱلشَّهَوَاتِ، وَٱلتَّوَجُّهُ ٱلْـكَامِلُ إِلَى ٱللّٰهِ وَحْدَهُ

Artinya: “Sesungguhnya kemerdekaan yang hakiki adalah pembebasan diri dari perbudakan hawa nafsu dan syahwat, serta mengarahkan diri sepenuhnya kepada Allah semata.”

Jamaah yang dimuliakan Allah,
Kemerdekaan yang diraih harus diisi dengan semangat membangun bangsa yang maju dan diridhai Allah. Ikhtiar pertama adalah membangun peradaban berbasis ilmu. Hal ini ditegaskan dalam firman Allah:

وَإِذَا قِيلَ ٱنشُزُوا۟ فَٱنشُزُوا۟ يَرْفَعِ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ مِنكُمْ وَٱلَّذِينَ أُوتُوا۟ ٱلْعِلْمَ دَرَجَٰتٍ

Artinya: “Berdirilah,” (kamu) berdirilah. Allah niscaya akan mengangkat orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat…” (QS. Al-Mujadalah: 11)

Ilmu adalah fondasi dari kemajuan. Tiada bangsa yang mampu melangkah ke depan tanpa menjadikan ilmu sebagai pilar utama. Sejak wahyu pertama turun dengan kata Iqra’, Islam menempatkan ilmu pada posisi tertinggi dalam membentuk peradaban.

Ikhtiar kedua adalah menegakkan akhlak kolektif dan etos kerja. Ini merupakan syarat transformasi sosial sebagaimana difirmankan Allah:

إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّىٰ يُغَيِّرُوا مَا بِأَنفُسِهِمْ

Artinya: “Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum, sebelum mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.” (QS. Ar-Ra’d: 11)

Perubahan besar dimulai dari perubahan kecil dalam diri dan lingkungan sekitar. Ini memerlukan kerja kolektif yang konsisten dan berkelanjutan. Allah juga berfirman:

وَقُلِ ٱعْمَلُوا۟ فَسَيَرَى ٱللَّهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُولُهُ وَٱلْمُؤْمِنُونَ

“Katakanlah: Bekerjalah kamu, maka Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu….” (QS. At-Taubah: 105)

Dari aspek moral, Rasulullah SAW bersabda:

لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لِأَخِيهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ

“Tidak sempurna iman seseorang di antara kalian hingga ia mencintai untuk saudaranya apa yang ia cintai untuk dirinya sendiri.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Mari kita isi kemerdekaan ini bukan hanya dengan perayaan simbolik, tetapi dengan tindakan nyata untuk semua orang, yakni upgrade ilmu dan keterampilan, meningkatkan produktivitas dan kualitas serta etos kerja; sekaligus tindakan kolektif yakni memelihara persatuan dan menanamkan nilai-nilai akhlak mulia.

Pesan penting dari para pejuang kemerdekaan bangsa ini, ialah bahwa persatuan dan akhlak mulia ini harus di ikhtiarkan secara sungguh-sungguh. Persatuan, kemajuan bangsa, dan kemuliaan akhlak lahir dari kebersamaan, al-barokatu ma’al jamaah.

Kemerdekaan adalah tanggung jawab, dan bangsa yang besar adalah bangsa yang mampu menjaga amanah itu. Kemerdekaan juga menjadi modal bagi Warga Negara Indonesia untuk terus melestarikan jejak kebaikan dari para pendiri bangsa dan para pendahulu untuk terus membangun kerukunan demi terwujudnya kebaikan bersama, mewujudkan al-maslahah al-ammah.

Semoga Indonesia menjadi bangsa yang tidak hanya unggul dalam teknologi dan ekonomi, tetapi juga menjadi بَلْدَةٌ طَيِّبَةٌ وَرَبٌّ غَفُورٌ yakni negeri yang baik dalam tatanan nilai, sistem, dan arah peradabannya serta mendapatkan limpahan ampunan dan keridhaan dari Allah SWT.

Wallahu a’lam.

(hnh/inf)



Sumber : www.detik.com

Meneguhkan Islam Rahmatan lil ‘Alamin



Jakarta

Umat Islam akan merayakan Hari Raya Idul Fitri 2023 atau Lebaran 2023 setelah sebulan penuh menunaikan ibadah puasa. Idul Fitri 2023 jatuh pada tanggal Sabtu, 22 April 2023 dimana di hari itu, umat Islam dianjurkan untuk mendirikan sholat sunnah Idul Fitri.

Adapun dalil yang menjadi dasar anjuran pelaksanaan khutbah Idul Fitri adalah hadits Ibnu Abbas:

شَهِدْتُ العِيدَ مَعَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمْ، فَكُلُّهُمْ كَانُوا يُصَلُّونَ قَبْلَ الخُطْبَةِ


Artinya, “Saya melaksanakan sholat id bersama Rasulullah saw, Abu Bakar, Umar, dan Utsman ra. Semuanya melaksanakan sholat sebelum khutbah berlangsung.” (Muttafaq ‘alaih).

Dalam rangkaian sholat Idul Fitri terdapat khutbah yang hukumnya sunnah muakad. Berikut contoh naskah khutbah Idul Fitri dengan tema ‘Meneguhkan Islam Rahmatan lil ‘Alamin’. Naskah khutbah dari H. Basyir Fadlullah, Ketua LDNU Kabupaten Purbalingga Jateng:

Naskah Khutbah Idul Fitri 1444 H

Khutbah I
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
اللهُ أَكْبَرُ (3×) اللهُ أَكْبَرُ (3×) اللهُ أكبَرُ (3×)
اللهُ أَكْبَرُ كُلَّمَا هَلَّ هِلاَلٌ وَأبْدَر
اللهُ أَكْبَرُ كُلَّماَ صَامَ صَائِمٌ وَأَفْطَر
اللهُ أَكْبَرُ كُلَّماَ تَرَاكَمَ سَحَابٌ وَأَمْطَر
وَكُلَّماَ نَبَتَ نَبَاتٌ وَأَزْهَر
وَكُلَّمَا اَطْعَمَ قَانِعُ اْلمُعْتَر.
اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ وَ للهِ اْلحَمْدُ. اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِى جَعَلَ لِلْمُسْلِمِيْنَ عِيْدَ اْلفِطْرِ بَعْدَ صِياَمِ رَمَضَانَ وَعْيدَ اْلأَضْحَى بَعْدَ يَوْمِ عَرَفَةَ.
اللهُ أَكْبَرُ (3×) اَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ لَهُ اْلمَلِكُ اْلعَظِيْمُ اْلأَكْبَرُ وَأَشْهَدٌ أَنَّ سَيِّدَناَ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الشَّافِعُ فِى اْلمَحْشَرْ نَبِيَّ قَدْ غَفَرَ اللهُ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ وَمَا تَأَخَّرَ. اللهُمَّ صَلِّ عَلىَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ الَّذِيْنَ اَذْهَبَ عَنْهُمُ الرِّجْسَ وَطَهَّر. اللهُ أَكْبَرُ. اَمَّا بَعْدُ. فَيَا عِبَادَاللهِ اِتَّقُوااللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ اِلاَّ وَاَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ

‘Aidin ‘aidaat yang dirahmati Allah.

Pada hari raya yang berbahagia ini mari kita merenung sejenak tentang kondisi bangsa kita akhir-akhir ini mulai mengarah pada kondisi terjadinya intoleransi. Hal itu ditunjukkan dengan munculnya kecenderungan memaksakan kehendak dengan cara ekstrem, bahkan teror, demi mewujudkan apa yang mereka yakini sebagai yang paling benar. Hal ini bermula dari mudahnya seseorang menghukumi kafir orang lain, mudah menghukumi sesat orang lain, dan meyakini tidak ada kemungkinan kebenaran di pihak lain.

Tidak bisa dipungkiri bahwa kondisi tersebut bersumber dari kesalahpahaman tentang ajaran Islam, yang kemudian membuka peluang timbulnya paham keislaman yang melenceng dari semangat rahmatan lil ‘alamin. Akibatnya, munculah intoleransi yang menjurus kepada tindakan radikal, ekstrem, dan teror.

Perselisihan dalam umat Islam akhirnya juga tak jarang dimanfaatkan pihak lain yang mengingikan umat Islam tidak bersatu dan tidak mengingikan Islam sebagai agama pembawa rahmat dan pembawa kesejahteraan bagi seluruh alam. Pihak lain ini mengusung agenda menjauhkan dari negara yang berdasarkan spiritualitas dalam menjalankan, kebernegaraan dengan terus dijejali oleh kehidupan serba matrialis (duniawi) dan liberal (bebas).

‘Aidin ‘aidaat yang dirahmati Allah.

Karena itu, pemahaman awal yang perlu ditanamkan adalah bahwa Islam hadir sebagai agama kasih sayang yang dapat memberikan kesejahteraan bagi seluruh alam. Sebagaimana firman Allah:

وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِيْنَ

Artinya: “Dan tidak saya utus Engkau (Muhammad) kecuali sebagai rahmat bagi seluruh alam. (QS. al Anbiya: 107)

Misi Islam yang mulia ini tidak akan terwujud kecuali dengan landasan berpikir dan bertindak bijak, adil, dan proporsional . Allah telah berfirman:

وَكَذَلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا لِتَكُوْنُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُوْنَ الرَّسُوْلُ عَلَيْكُمْ شَهِيْدًا

Artinya: “Dan demikian Kami telah menjadikan kamu umat yang adil agar kamu menjadi saksi atas manusia dan agar Rasul menjadi saksi atas kamu.” (QS. al-Baqarah: 143)

Lantas bagaimana agar bisa berpikir dan bertindak bijak, adil dan proposional? Jawabannya adalah dengan mengikuti manhaj atau sistem yang telah disepakati oleh mayoritas para ulama dan ada jaminan ketersambungan sanad keilmuannya sampai kepada Rosululloh SAW. Inilah sebenarnya yang dimaksud dengan petikan teks hadits berbunyi “ma ana alaihi wa ashabi” yang kemudian masyhur di sebut dengan golongan Ahlussunnah wal Jamaah atau sering disingkat dengan aswaja.

Dalam kitab Syarhul ‘Aqidati at Thahawiyyah Halaman 43 diterangkan bahwa Rasulullah SAW telah menjelaskan yang dimaksud dengan pengikut Rasulullah SAW dan para sahabatnya adalah kelompok Ahlussunnah wal Jamaah.

فَبَيَّنَ صلى الله عليه وسلم أَنَّ عَامَةَ الْمُخْتَلِفِيْنَ هَالِكُونَ مِنَ الْجَانِبَيْنِ إِلَّا أَهْلُ السُّنَّةِ وَالْجَمَاعَةِ

Artinya: “Maka Nabi Muhammad SAW menjelaskan, sesungguhnya seluruh orang-orang yang berselisih itu binasa kecuali kelompok Ahlussunnah wal Jamaah.”

Bagi warga NU sendiri, pola yang diambil dalam mengikuti manhaj Ahlussunnah wal Jamaah adalah dengan model bermadzhab. Bermadzhab yang berarti taklid atau mengikuti metode dan produk hukumnya para imam mujtahid. Sebagaimana telah menjadi kesepakatan para ulama tentang bermadzhab. Dalam kitab al-Kaukab as-Sathi’ fi Jam’il Jawami’ disebutkan:

حُكْمُ التَّقْلِيْدِ حَرَامٌ عَلَى مُجْتَهِدٍ وَوَاجِبٌ عَلَى غَيْرِ مُجْتَهِدٍ كَمَا قَالَ اَلسُّيُوطِي: ثُمَّ اَلنَّاسُ مُجْتَهِدٌ وَغَيْرُهُ فَغَيْرُ الْمُجْتَهِدِ يَلْزَمُهُ اَلتَّقْلِيْدُ مُطْلَقاً عَامِيًا كَانَا أَوْ عَالِمًا.

Artinya: “Hukum taklid adalah haram bagi seorang mujtahid dan wajib bagi bukan seorang mujtahid, sebagaimana as-Suyuthi telah berkata bahwa manusia itu ada yang mujtahid ada yang bukan, dan yang bukan mujtahid wajib baginya taklid secara mutlak baik orang umum maupun orang yang ‘alim

‘Aidin ‘aidaat yang dirahmati Allah,

Mengikuti paham Aswaja dengan pola bermadzhab mempunyai kelebihan; pertama akan meminimalisir ketersesatan. NU memahami betul bahwa kadar kemampuan umat Islam sebagai individu seorang muslim sangat beragam kemampuan, apalagi wilayah garapan NU adalah masyarakat awam yang berada di pelosok pedesaan, tentunya tanpa mengharamkan individu umat Islam menjadi seorang mujtahid. Disebutkan dalam kitab Miaznul Kubro yang teksnya berbunyi:

فِيْ الْمِيْزَانِ الشَّعْرَانِيِّ مَا نَصُّهُ: كَانَ سَيِّدِيْ عَلِيٌّ الْخَوَاصُّ رَحِمَهُ اللهُ إِذَا سَأَلَهُ اِنْسَانٌ عَنِ التَّقْيُّدِ بِمَذْهَبٍ مُعَيَّنٍ. هَلْ هُوَ وَاجِبٌ أَوْ لاَ يَقُوْلُ لَهُ يَجِبُ عَلَيْكَ التَّقَيُّدُ بِمَذْهَبٍ مَا دَامَتْ لَمْ تَصِلْ إِلَى الشَّرِيْعَةِ اْلأُوْلَى خَوْفًا مِنَ الْوُقُوْعِ فِيْ الضَّلاَلِ وَعَلَيْهِ عَمَلُ النَّاسِ الْيَوْمَ

Artinya: Imam Al-Sya’roni dalam Kitab Mizanul Kubro menegaskan, Tuanku Ali al-Khawash ditanya tentang bermadzhab, apakah wajib atau tidak? Beliau menjawab, kamu wajib bermadzhab selagi belum mampu untuk memahami syari’ah secara sempurna, khawatir terjerumus ke dalam kesalahan dan kesesatan. Itulah yang diamalkan oleh manusia saat ini.

Kelebihan yang kedua, adalah bahwa Aswaja NU berkiblat kepada para Imam Mujtahid yang dalam menyusun methode dan produk hukum tersebut bersumber dari semua potensi yang ada. Potensi yang dimaksud adalah sumber dalil atau petunjuk yang didapati dari ad-dalail as-sam’iyyah berupa Al-Qur’an, al-Hadits dan perkataan ulama, ad-dalail al ‘aqliyyah berupa; rasio dan panca indera, dan ad-dalail al ‘irfaniyyah berupa;Kasyaf dan Ilham. Dengan memanfaatkan sumber dalil dari semua potensi yang ada menjadikan hati hati dan bijaksana dalam menyelesaikan setiap persoalan.

Seperti di dalam kitab Ithaafu al-Saadati al-Muttaqiin juz 2, halaman 6, Imam Taajuddin al-Subki (semoga Allah merahmatinya) telah berkata:

اِعْلَمْ أَنَّ أَهْلَ السُّنَّةِ وَالْجَمَاعَةِ كُلَّهُمْ اِتَّفَقُوا عَلَى مُعْتَقِدٍ وَاحِدٍ فِيْمَا يَجِبُ وَيَجُوْزُ وَيَسْتَحِيْلُ، وَاِنْ اِخْتَلَفُوا فِي الطُّرُقِ اَلْمَبَادِئِ اَلْمُوْصِلَةِ لِذَلِكَ أَوْ فِي لُمِيَّةِ مَا هُنَالِكَ وَبِالْجُمْلَةِ فَهُمْ بِاْلِاسْتِقْرَاءِ ثَلَاثُ طَوَائِفٍاَلُأوْلَى: أَهْلُ الْحَدِيْثِ وَمُعْتَمِدُ مَبَادِيهِمْ اَلْأَدِلَّةُ اَلسَّمْعِيَّةُ: أَعْنِى اَلْكِتَابُ ، اَلسُّنَّةُ وَاْلِإجْمَاعُ. اَلثَّانِيَةُ: أَهْلُ النَّظْرِاَلْعَقْلِي وَالصِّنَاعَةِ اَلْفِكْرِيَّةِ وَهُمْ اَلْأَشْعَرِيَّةُ وَالْحَنَفِيَّةُ وَشَيْخُ الْأَشْعَرِيَّةِ أَبُو الْحَسَنِ اِلْأَشْعَرِي، وَشَيْخُ الْحَنَفِيَّةِ أَبُوْ مَنْصُوْرٍ اَلْمَاتُرِيْدِيِّ اَلثَّالِثَةُ: أَهْلُ الْوُجْدَانِ وَالْكَشْفُ وَهُمْ اَلصُّوْفِيَّةُ ، وَمَبَادِيْهِمْ مَبَادِئُ أَهْلِ النَّظْرِ وَالْحَدِيْثِ فِي الْبِدَايَةِ ، وَالْكَشْفُ وَالْإِلْهَامُ فِي النِّهَايَةِ.

Artinya: “Ketahuilah bahwa Ahlussunnah wal Jamaah itu adalah mereka yang telah bersepakat terhadap akidah yang satu didalam apa yang wajib, jaiz dan mustahil. Jika mereka terdapat perselisihan itu hanya dalam metode atau didalam sebab dan illatnya.Secara umum dapat digolongkan menjadi tiga yaitu; pertama; ahlul hadits. Prinsip dasar mereka adalah penggunaan dalil-dalil wahyu (naqli) yaitu; al Qur’an, as Sunnah, dan Ijma’. Kedua: ahlun nadzri (kelompok yang menggunakan dalil akal) mereka adalah pengikut asy’ariy dan hanafiy. Guru besar pengikut asy;ariy adalah Abul Hasan al Asy’ariy dan guru besar pengikut Hanafi adalah Abu Manshur al Maaturidi. Ketiga: kelompok yang konsern mengolah rasa (wujdan) dan membuka tabir (kasyaf). Mereka adalah ahlut tasawuf .Pada awalnya mereka adalah seorang yang berkemampuan dasar-dasar ahlun nadzri dan ahlul hadits dan pada akhirnya menjadi seorang yang berkemampuan mukasyafah (membuka tabir) dan mendapatkan ilham (petunjuk)”.

Kelebihan yang ketiga; adalah adanya ketersambungan sanad keilmuannya dari ulama NU sampai kepada Rosululloh SAW lewat para Mujtahid dan muridnya,

Hal ini disandarkan pula kepada instruksi pendiri NU/Rois ‘Akbar K.H. Hasyim Asy’ari yang terdapat dalam pengantar Anggaran Dasar 1947 yang berbunyi:

أَيَا أَيُّهَا الْعُلَمَاءُ وَالسَّادَةُ اَلْأَتْقِيَاءُ مِنْ أَهْلِ السُّنَّةِ وَالْجَمَاعَةِ أَهْلُ مَذَاهِبِ الْأَرْبَعَةِ أَنْتُمْ قَدْ أَخَذْتُمْ اَلْعُلُوْمَ مِمَّنْ قَبْلِكُمْ وَمَنْ قَبْلُكُمْ مِمَّنْ قَبْلِهِ بِاتِّصَالِ السَّنَدِ إِلَيْكُمْ وَتَنْظُرُوْنَ عَمَّنْ تَأْخُذُوْنَ دِيْنَكُمْ فَأَنْتُمْ خِزْنَتُهَا وَأَبْوَابُهَا وَلَا تُؤْتُوا اَلْبُيُوْتَ إِلَّا مِنْ أَبْوَابِهَا فَمَنْ أَتاَهَا مِنْ غَيْرِ أَبْوَابِهَا سُمِّيَ سَارِقًا.

Artinya: Wahai para ulama dan tuan-tuan yang takut kepada Allah dari golongan Ahlusunnah wal Jama’ah, golongan madzhab imam yang empat. Engkau sekalian telah menuntut ilmu dari orang-orang sebelum kalian dan begitu seterusnya secara tersambung sampai pada kalian. Dan engkau sekalian tidak gegabah memperhatikan dari siapa mempelajari agama. Maka karenanya kalianlah gudang bahkan pintu ilmu tersebut. Janganlah memasuki rumah melainkan melalui pintunya. Barangsiapa memasuki rumah tidak melalui pintunya maka disebut pencuri

Kelebihan yang keempat, adalah para imam mujtahid dengan para muridnya hingga para ulama NU pengikutnya telah memperlihatkan akhlak/etika yang baik hubungan antara guru dengan murid. Seorang guru tidak mempersoalkan bila diberi masukkan oleh muridnya namun seorang murid tetap menghormati gurunya. Perselisihan mereka tidak sampai pada saling sesat menyesatkan tidak juga saling mengkafirkan. Para mujtahid dan para muridnya sangat hati-hati untuk mengklaim dirinya paling benar, berani menyesatkan apalagi mengkafirkan. Perselisihan mereka memperkaya hasanah keilmuan karena dituangkan dalam karya tulis yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiyah. Mereka mampu saling menempatkan posisinya secara proposional sebagai guru dan murid sehingga berdampak pada tetap terjalinnya persaudaraan antar umat Islam.

‘Aidin ‘aidaat yang dirahmati Allah.

Dengan demikian manhaj Aswaja NU akan terus menjadi pilihan mayoritas umat Islam dunia tidak hanya Indonesia. Umat di luar Islam pun akan lebih dapat merasa nyaman hidup berdampingan dalam menjalankan kehidupan beragamanya di samping pula memang adanya sikap toleransi atas pluralitas beragama dalam berdakwah serta bijak dalam menyikapi budaya setempat. Menjalani kehidupan keberagamaan yang saling memberi kenyamanan antar umat tentunya sangat mempengaruhi dalam menjalani kehidupan bernegara.

Keberadaan negara sendiri dalam pandangan Aswaja NU menjadi wajib karena negara berfungsi mewujudkan kesejahteraan bagi warganya sejalan dengan misi agama Islam itu sendiri yaitu sebagai agama kasih sayang yang dapat mensejahterakan seluruh alam. NU menemukan bentuk negara dan system kepemerintahannya yang diyakini sangat sesuai dengan watak ke-Indonesiaan yang beragam suku, ras, etnis, budaya dan agama. Mendapatkan keyakinannya itu dijalani dengan sabar dengan mengedepankan hal hal yang prioritas terlebih dahulu daripada mendapatkan kesemuannya namun mendatangkan kerusakan. Perubahan dilakukan secara evolutif (bertahap) bukan revolusif (seketika). Dan sampailah pada keyakinan bahwa NKRI sebagai bentuk negara dan demokrasi pancasila sebagai system kepemerintahannya sangat sesuai dengan Indonesia dan tidak keluar dari manhaj Aswaja NU.

‘Aidin ‘aidaat yang dirahmati Allah.

Maka bersatu dengan menjadi anggota NU itu sangat penting karena menjadi anggota NU adalah sebuah kebutuhan. NU sendiri adalah wadah berkumpulnya para ulama Ahlussunnah wal Jamaah, wadahnya para pemegang tongkat estafet risalah Rasulullah SAW;

اَلْعُلَمَاءُ وَرَثَةُ الْأَنْبِيَاءِ

Artinya: “Ulama adalah pewaris para nabi.”

NU adalah wadahnya hamba-hamba Allah SWT yang takut pada-Nya;

إِنَّمَا يَخْشَى اللهَ مِنْ عِبَادِهِ اَلْعُلَمَاءُ

Artinya: “Sesungguhnya yang takut kepada Allah dari hamba-hambanya adalah ulama.” (QS. Al-Fathir: 68)

Dan NU adalah wadahnya para ulama untuk membina umat pengikutnya agar tidak tersesat serta senantiasa bersama-sama dalam satu keyakinan.

عَلَيْكُمْ بِالْجَمَاعَةِ وإِيَّاكُمْ وَاْلفِرْقَةَ فَإِنَّ الشَّيْطَانَ مَعَ الْوَاحِدِ وَهُوَ مِنَ الْإِثْنَيْنِ أَبْعَدُ وَمَنْ أرَادَ بُحْبُوْحَةَ الْجَنَّةِ فَلْيَلْزِمْ اَلْجَمَاعَةَ

Artinya: “Tetaplah bersama al-Jama’ah dan jauhi perpecahan karena setan akan menyertai orang yang sendiri. Dia (setan) dari dua orang akan lebih jauh, maka barang siapa menginginkan tempat lapang di surga hendaklah ia berpegang teguh pada (keyakinan) al-Jama’ah”(HR. al-Tirmidzi).

‘Aidin ‘aidaat yang dirahmati Allah.

Demikian khutbah Idul Fitri kali ini semoga bermanfaat.

Mari kita bersama-sama berdoa sembari mengangkat tangan, semoga Allah senantiasa memberikan tambahan nikmat, rahmat kasih sayang dan anugerah-Mu kepada kita semua. Semoga memberikan tambahan kekuatan lahir dan batin kepada kita semua guna mewujudkan keadilan dan kemakmuran.

Ya Allah, semoga kita semua dijadikan umat yang hidup rukun, saling kasih, tetap teguh lahir batin untuk menanggulangi kezaliman dan kecurangan serta kebakhilan. Serta dijadikan termasuk golongan orang-orang shalih yang sanggup menyelesaikan tugas-tugas pembangunan lahir dan batin.

Ya Allah semoga Engkau mengampuni semua dosa dan kesalahan serta kekhilafan kami serta Engkau jaga, lindungi kami dari tipu daya iblis, setan dan sekutunya.

يَا الله يَارَبَّ الْعَالَمِيْنَ. اِجْعَلْنَا مِنَ الْعَائِدِيْنَ الْفَائِزِيْنَ وَاجْعَلْنَا مِنْ عِبَادِكَ الْمَغْفُوْرِيْنَ السَّالِمِيْنَ وَاَدْخِلْنَا فِى زُمْرَةِ الصَّالِحِيْنَ الْمَرْزُوْقِيْنَ وَبَاعِدْنَا مِنْ مَكَايِدِ الشَّيَاطِيْنَ وَالنَّفْسِ الْاَمَّارَةِ بِالسُّوْءِ.
اَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ. قَدْ اَفْلَحَ مَنْ تَزَكَّى وَذَكَرَ اسْمَ رَبِّهِ فَصَلَّى. بَلْ تُؤْثِرُوْنَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا وَالآخِرَةُ خَيْرٌ وَاَبْقَى. فَاسْتَغْفِرُوْا وَتُوْبُوْا اِلَى اللهِ إِنَّهُ هُوَ التَّوَّابُ الرَّحِيْمُ.

Khutbah II
اللهُ أَكْبَرُ (3×) اللهُ أَكْبَرُ (4×) اللهُ أَكْبَرُ كبيرا وَاْلحَمْدُ للهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ الله بُكْرَةً وَ أَصِيْلاً لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ وَللهِ اْلحَمْدُ. اْلحَمْدُ للهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ لَهُ تَعْظِيْمًا لِشَأْنِهِ وَاَشْهَدُ اَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى اِلىَ رِضْوَانِهِ اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا. اَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا اَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَزَجَرَ.وَاعْلَمُوْا اَنَّ اللهّ أَمَرَكُمْ بِاَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ، وَالْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.
اَللّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ، اَلْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ، بِرَحْمَتِكَ يَااَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ. اَللّهُمَّ اَعِزِّ الْإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ. وَاَعْلِ جِهَادَهُمْ بِالنَّصْرِ الْمُبِيْنَ. وَدَمِّرْ اَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَاَهْلِكِ الْكَفَرَةَ وَالْمُشْرِكِيْنَ. اَللّهُمَّ اكْفِنَا شَرَّ الظَّالِمِيْنَ. وَاكْفِنَا شَرَّ الْمُنَافِقِيْنَ. وَسَلِّمْنَا مِنْ مَكَايِدِ الشَّيَاطِيْنَ.
اَللّهُمَّ رَبَّنَا آتِنَا فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا إِنَّكَ اَنْتَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ وَتُبْ عَلَيْنَا إِنَّكَ اَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيْمُ. وَالْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.

(H. Basyir Fadlullah, Ketua LDNU Kabupaten Purbalingga Jateng)

Itulah naskah khutbah Idul Fitri 1444 H yang bisa jadi referensi.

(lus/erd)



Sumber : www.detik.com

Tata Cara Khutbah Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha



Jakarta

Rasulullah SAW biasa merangkaikan salat Id di dua hari raya, yakni Idul Fitri dan Adha dengan khutbah di setelahnya. Berikut tata cara pelaksanaan khutbah hari raya sesuai sunnah.

Sayyid Sabiq dalam buku Fiqih Sunnah mengemukakan hukum khutbah hari raya, yakni sunnah. Ia mengambil hadits riwayat Abdullah bin Sa’ib sebagai dalil dasar, yang mana Rasulullah SAW bersabda:

“Kami sekarang akan menyampaikan khutbah. Barang siapa yang ingin duduk untuk mendengarnya, duduklah, tetapi siapa yang hendak pergi, dia boleh pergi.” (HR Nasa’i, Abu Dawud & Ibnu Majah)


Syaikh Abdurrahman Al-Juzairi dalam buku Al-Fiqh ‘Ala Al-Madzahib Al-Arba’ah juga menyebut khutbah dua hari raya hukumnya sunnah menurut pendapat sejumlah ulama mazhab, kecuali Malikiyah yang berpemahaman khutbah ini hanya dianjurkan saja, tidak sampai disunnahkan.

Untuk pelaksanaannya sendiri, khutbah hari raya dilakukan setelah salat Id selesai didirikan. Sebagaimana riwayat Ibnu Umar, ia berkata:

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ وَأَبُو بَكْرٍ وَعُمَرُ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا يُصَلُّوْنَ الْعِيْدَيْنِ قَبْلَ الْخُطْبَةِ

Artinya: “Rasulullah SAW, Abu Bakar dan Umar, melaksanakan salat dua Id sebelum khutbah.” (HR Bukhari & Muslim)

Ibnu Abbas juga meriwayatkan, “Aku pernah keluar (rumah) bersama Rasulullah SAW pada hari Idul Fitri atau Idul Adha, lalu beliau salat dan berkhutbah.”

Menukil buku Al-Tadzhib fi Adillati Matn Al-Ghayah wa al-Taqrib oleh Musthafa Dib Al-Bugha, misal saja imam atau khatib berkhutbah terlebih dahulu sebelum salat Id karena lupa, maka baginya disunnahkan untuk mengulangi khutbah hari raya setelah salat Id.

Tata Cara Khutbah Idul Fitri & Idul Adha

Masih dari buku Al-Fiqh ‘Ala Al-Madzahib Al-Arba’ah, dijelaskan bahwa rukun khutbah hari raya sama dengan rukun khutbah Jumat. Bedanya hanya terletak pada kalimat pembukanya saja, lantaran khutbah Id dianjurkan untuk dimulai dengan takbir, sedang khutbah Jumat diawali dengan tahmid.

Khutbah salat Id dilaksanakan dua kali. Sebelum memulainya, khatib ada baiknya agar duduk untuk istirahat (setelah salat). Setelah mengerjakan khutbah pertama, khatib duduk sejenak di antara dua khutbah, seperti pada khutbah Jumat.

Dalam memulai khutbah juga terdapat bacaan khusus yang dibaca, sesuai riwayat Ubaidillah bin Abddullah, “Yang sunnah pada saat membuka khutbah adalah mengucapkan sembilan takbir terus menerus pada khutbah pertama dan tujuh takbir terus menerus pada khutbah kedua.” (HR Baihaqi)

Sementara isi khutbahnya sendiri yang dinukil dari buku Al-Fiqh ‘Ala Al-Madzahib Al-Arba’ah, bahwa mazhab Syafi’i sebagai aliran yang paling banyak dianut masyarakat Indonesia menyatakan, dalam khutbah terdapat 4 rukun isinya yang mesti dipenuhi; bersholawat, berwasiat kepada jamaah yang mendengarkan untuk selalu bertakwa kepada Allah SWT, membacakan ayat Al-Qur’an, serta memanjatkan doa untuk kaum mukmin.

Sebagaimana dalam buku Syama’il Rasulullah karya Ahmad Mustafa Mutawalli juga dijelaskan, “Selesai salat (Id), beliau menghadap ke arah jamaah (yang tetap duduk dalam shaf) untuk memberikan nasihat, menyampaikan perintah atau larangan.”

(rah/rah)



Sumber : www.detik.com

Khutbah Jumat di Bulan Syawal Tema Hakikat Kemenangan



Jakarta

Jumat pekan ini, (28/4/2023), umat Islam sudah memasuki bulan Syawal. Berikut contoh naskah khutbah Jumat di bulan Syawal dengan tema “Hakikat Kemenangan di Bulan Syawal.”

Pemerintah RI menetapkan 1 Syawal 1444 H jatuh pada Sabtu, 22 April 2023. Itu artinya masyarakat muslim Indonesia melangsungkan Hari Raya Idul Fitri, setelah menjalankan puasa selama sebulan penuh. Idul Fitri juga kerap disebut sebagai hari kemenangan. Namun, kemenangan seperti apa?

Penjelasannya akan diterangkan dalam materi khutbah Jumat di bulan Syawal yang membahas “Hakikat Kemenangan di Bulan Syawal” yang dinukil dari buku Khutbah Jumat Sejuta Umat oleh Muhammad Khatib.


Teks Khutbah Jumat Tema “Hakikat Kemenangan di Bulan Syawal”

الْحَمدُ لِلّٰهِ الَّذِى وَعَدَ الَّذِيْنَ اَمَنُوْا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ جَنَّاتٍ تَجْرِى مِنْ تَحْتِهَا الأَنْهَارُ . أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ شَهَادَةً مُعْتَرِفٍ بِالْعَجْزِ و َالْاصْرَارِ وَ أَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الْمَبْعُوْثُ بِالرِّسَالَةِ الْمُنِيْرَةِ إِلَى جَمِيْعِ الْخَلَائِقِ وَالبَشَرِ . اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نُوْرِ الْأَنْوَارِ وَسِرِّ الْأَسْرَارِ، وَتِرْيَاقِ الْأَغْيَارِ وَمِفَتَاحُ بَابِ الْيَسَارِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدِ الْمُخْتَارِ عَلَى اࣤلِهِ الأَطْهَارِ وَأَصْحَابِهِ الْأَخْيَارِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الْقَرَارِ

أَمَّا بَعْدُ : فَيَا أَيُّهَ الْإِخْوَانِ رَحِمَكُمُ اللهُ أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ فِي اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ

Jemaah Jumat yang dirahmati Allah SWT,

Pada kesempatan yang mulia ini, tidak lupa, saya berpesan kepada kita sekalian. Marilah kita tetap dan selalu berusaha meningkatkan ketakwaan kepada Allah SWT dengan cara melaksanakan semua perintah-Nya dan menjauhi semua larangan-Nya, terlebih lagi setelah kita selesai melaksanakan ibadah puasa selama bulan Ramadan. Dimana inti tujuanya adalah membentuk manusia yang bertaqwa.

Jemaah Jumat yang dirahmati Allah SWT,

Kini kita tengah berada di bulan Syawal. Ramadan meninggalkan kita. Tidak ada kepastian apakah di tahun mendatang kita masih bisa berjumpa dengannya, menggapai keutamaan-keutamaannya, memenuhi nuansa ibadah yang dibawanya, ataukah justru Allah SWT telah memanggil kita. Kita juga tidak pernah tahu dan tidak pernah mendapat kepastian apakah ibadah-ibadah kita selama bulan Ramadan diterima oleh Allah SWT atau tidak. Dua hal yang belum pasti inilah yang membuat sebagian besar ulama terdahulu berdoa selama enam bulan sejak Syawal hingga Rabiul Awal agar ibadahnya selama bulan Ramadan diterima, lalu dari Rabiul Awal hingga Syaban berdoa agar dipertemukan dengan bulan Ramadan berikutnya.

Jemaah Jumat yang dirahmati Allah SWT,

Secara etimologi, arti kata ‘Syawal’ adalah peningkatan. Hal itu merupakan target ibadah puasa. Pasca Ramadan, diharapkan orang-orang yang beriman meraih derajat ketakwaan, seorang muslim yang terlahir kembali seperti kertas yang masih bersih. Sehingga di bulan Syawal ini kualitas keimanannya mengalami peningkatan. Tidak hanya kualitas ibadah tetapi juga kualitas pribadinya, yang selama di bulan Ramadan dilatih secara lahir batin. Tentunya kita tidak ingin ibadah yang kita lakukan dengan susah payah di bulan suci tidak membuahkan apa-apa yang bermanfaat untuk diri kita. Kita semua mengharapkan adanya perubahan yang signifikan, sekarang dan seterusnya. Menjadi orang-orang yang selalu taat dan patuh kepada Allah SWT dan meninggalkan semua larangan-Nya. Bukankah kemuliaan seseorang itu tergantung pada ketaqwaannya?

اِنَّ اَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللّٰهِ اَتْقٰىكُمْ ۗ

Artinya: “Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah SWT adalah orang yang paling bertakwa.” (QS Al-Hujurat: 13)

Akan tetapi, fenomena yang kita lihat di masyarakat justru sebaliknya. Syawal, seakan-akan bulan yang ditunggu-tunggu agar terlepas dari belenggu dan bebas melakukan kegiatan apa saja seperti sediakala. Di antara indikatornya yang sangat jelas, adanya perayaan Idul Fitri dengan pesta atau dengan kegiatan yang bertentangan dengan nilai-nilai keislaman, dibukanya kembali tempat-tempat hiburan yang sebulan sebelumnya ditutup. Kemaksiatan seperti itu justru langsung ramai sejak hari pertama bulan Syawal. Na’udzubillah!

Lalu setelah itu, masjid-masjid akan kembali sepi dari jemaah salat lima waktu. Lantunan ayat suci Al-Qur’an juga tidak lagi terdengar, yang ada justru umpatan, luapan emosional, dan kemarahan kembali membudaya. Bukankah ini semua bertolak belakang dengan arti Syawal? Bukankah ini seperti mengotori kain putih yang tadinya telah dicuci dengan bersih kembali penuh noda.

Jemaah Jumat yang dirahmati Allah SWT,

Apa yang terjadi sekarang ini juga menunjukkan kepada kita, bahwa ibadah puasa yang dijalankan selama sebulan penuh jelas gagal. Karena tidak mampu mengantarkan seseorang meraih derajat ketakwaan dan mengubah menjadi muslim sejati yang menjadi tujuan utama puasa. Padahal banyak sekali pelajaran berharga yang bisa kita jadikan ukuran seberapa tinggi nilai prestasi ibadah kita. Kata para ulama keberhasilan seseorang di bulan Ramadan itu diukur dengan amal perbuatannya setelah bulan Ramadan. Orang yang berhasil mendapat ampunan dan mendapatkan pahala yang besar akan semakin rajin beribadah dan semakin baik akhlaknya. Sebaliknya orang yang tidak mendapatkan ampunan akhlak perbuatannya tidak akan berubah bahkan mengalami kerugian di bulan Ramadan.

Banyak orang yang mengatakan, ketika kita masuk bulan Syawal berarti kita menuju kemenangan dalam melawan hawa nafsu. Kita dikatakan kembali suci. Namun, benarkah kita meraih kemenangan tersebut? Benarkah kita kembali suci setelah beribadah puasa sebulan penuh?

Tentu saja, pertanyaan-pertanyaan tersebut kembali kepada diri kita, apakah selama bulan Ramadan kita betul-betul tulus dalam beribadah, apakah puasa yang kita jalankan betul-betul atas dasar iman dan semata-mata hanya mencari ridha Allah SWT? Jika kita tidak demikian, maka kita termasuk orang-orang yang gagal dalam meraih kemenangan bulan Ramadan.

Hadirin jemaah Jumat rahimakumullah,

Di bulan Syawal ini, marilah kita intropeksi diri dan melakukan evaluasi terhadap nilai amal ibadah, dengan tujuan agar setelah Ramadan berlalu kita menjadi lebih baik daripada sebelum Ramadan. Alangkah naifnya kita ini, sudah diberi kesempatan di bulan suci yang penuh ampunan dan rahmat, masih saja tidak berubah atau mungkin lebih parah. Hari ini harus lebih baik daripada kemarin. Kegagalan masa lalu harus kita jadikan pelajaran berharga dan tidak akan kita ulangi lagi. Kita harus ingat peringatan Rasulullah SAW dalam sabdanya: “Barangsiapa yang hari ini lebih buruk dari hari kemarin, maka celakalah ia.”

Kemudian apa yang mesti kita lakukan untuk memulai lembaran baru di bulan Syawal ini?
Berangkat dari kaidah umum dari hadits Nabi SAW tersebut, dan mengingat makna bulan Syawal, maka yang harus kita adalah istiqamah yaitu menetapi agama Allah SWT dan berjalan lurus di atas ajarannya. Sebagaimana yang di perintahkan:

فَاسْتَقِمْ كَمَآ اُمِرْتَ وَمَنْ تَابَ مَعَكَ وَلَا تَطْغَوْاۗ اِنَّهٗ بِمَا تَعْمَلُوْنَ بَصِيْرٌ – ١١٢

Artinya: “Maka, tetaplah (di jalan yang benar), sebagaimana engkau (Nabi Muhammad) telah diperintahkan. Begitu pula orang yang bertobat bersamamu. Janganlah kamu melampaui batas! Sesungguhnya Dia Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” (QS Hud: 112)

Bentuk istiqamah dalam amal ibadah adalah dengan mengerjakan secara terus-menerus. Sebagaimana yang dijelaskan dalam hadits Nabi SAW, bahwa beliau SAW bersabda:

إِنَّ أَحَبَّ الْأَعْمَالِ إِلَى اللَّهِ مَا دَامَ وَإِنْ قَلَّ

Artinya: “Sesungguhnya amal yang paling dicintai Allah SWT adalah yang terus menerus (kontinu) meskipun sedikit.” (HR Bukhari & Muslim)

Istiqamah berarti berpendirian teguh atas jalan yang lurus. Berpegang pada akidah Islam dan melaksanakan syariat dengan teguh. Tidak mudah goyah dalam keadaan bagaimana pun. Sifat yang mulia ini menjadi tuntutan Islam seperti yang diperintahkan oleh Allah SWT dan Rasul-Nya.

“Katakanlah (Wahai Muhammad), ‘Sesungguhnya Aku hanyalah seorang manusia seperti kamu, diwahyukan kepada Aku bahwa Tuhan kamu hanyalah Tuhan yang satu; maka hendaklah kamu teguh di atas jalan yang betul lurus (yang membawa kepada mencapai keredhaan-Nya).” (QS Fushilat:6)

Istiqamah merupakan daya kekuatan yang diperlukan sepanjang hayat manusia dalam melaksanakan tuntutan Islam, mulai dari amalan hati, amalan lisan dan anggota tubuh badan. Jelasnya, segala amalan yang dapat dirumuskan dalam pengertian ibadah baik fardhu ‘ain atau fardhu kifayah keduanya memerlukan istiqamah. Istiqamah juga merupakan sikap jati diri yang teguh dan tidak berubah oleh pengaruh apapun. Sikap ini akan memotivasi seseorang untuk terus berusaha dalam mencapai kesuksesan di segala bidang. Bidang agama, politik, ekonomi, pendidikan, penyelidikan, perusahaan perniagaan, dan lain-lain.

Istiqamah dalam meneguhkan iman dan melaksanakan kebajikan akan mendatangkan kebahgiaan hidup, baik di dunia maupun di akhirat. Seperti yang dinyatakan di dalam Al-Qur’an.

“Sesungguhnya orang-orang yang berkata, “Tuhan kami adalah Allah SWT,” kemudian tetap (dalam pendiriannya), akan turun malaikat-malaikat kepada mereka (seraya berkata), “Janganlah kamu takut dan bersedih hati serta bergembiralah dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan kepadamu.” Kamilah pelindung-pelindungmu dalam kehidupan dunia dan akhirat. Di dalamnya (surga) kamu akan memperoleh apa yang kamu sukai dan apa yang kamu minta. (Semua itu) sebagai karunia (penghormatan bagimu) dari (Allah SWT) Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS Fussilat: 30-32)

Hadirin Jemaah Jumat rahimakumullah,

Jika demikian halnya maka amal-amal yang telah kita biasakan di bulan Ramadan, hendaknya tetap dipertahankan selama bulan Syawal dan bulan-bulan berikutnya. Membaca Al-Qur’an setiap hari, salat malam yang sebelumnya kita lakukan dengan Tarawih, di bulan Syawal ini hendaknya kita tidak meninggalkan salat Tahajud dan Witirnya. Infak dan sedekah yang telah kita lakukan juga kita pertahankan.

Demikian pula nilai-nilai keimanan yang tumbuh kuat di bulan Ramadan. Kita tak takut lapar dan sakit karena kita bergantung pada Allah SWT selama puasa Ramadan. Kita tidak memerlukan pengawasan siapapun untuk memastikan puasa kita berlangsung tanpa adanya hal yang membatalkan sebab kita yakin akan pengawasan Allah SWT (ma’iyatullah). Kita juga dibiasakan berlaku ikhlas dalam puasa tanpa perlu mengumumkan puasa kita pada siapapun. Nilai keimanan yang meliputi keyakinan, ma’iyatullah, keikhlasan, dan lainnya ini hendaknya tetap ada dalam bulan Syawal dan seterusnya. Bukan malah menipis kemudian hilang seketika!

Jemaah Jumat yang dirahmati Allah SWT,

Memang tidak banyak amal khusus di bulan Syawal dibandingkan bulan-bulan lainnya. Akan tetapi, Allah SWT telah memberikan kesempatan berupa satu amal khusus di bulan ini berupa puasa Syawal. Ini juga bisa dimaknai sebagai tolok ukur dalam rangka meningkatkan ibadah dan kualitas diri kita di bulan Syawal ini. Dan keistimewaan puasa sunnah ini adalah, kita akan diganjar dengan pahala satu tahun jika kita mengerjakan puasa enam hari di bulan ini setelah sebulan penuh kita berpuasa Ramadan.

Rasulullah SAW bersabda:

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامُ الدَّهْرِ

Artinya: “Barangsiapa berpuasa di bulan Ramadan, kemudian mengikutinya dengan enam hari di bulan Syawal, maka ia seperti berpuasa setahun.” (HR Muslim)

Bagaimana pelaksanaannya? Apakah puasa Syawal harus dilakukan secara berurutan atau boleh tidak?

Sayyid Sabiq di dalam Fiqih Sunnah menjelaskan bahwa menurut pendapat Imam Ahmad, puasa Syawal boleh dilakukan secara berurutan, boleh pula tidak berurutan. Dan tidak ada keutamaan cara pertama atas cara kedua. Sedangkan menurut madzhab Syafi’i dan Hanafi, puasa Syawal lebih utama dilaksanakan secara berurutan sejak tanggal 2 Syawal hingga 7 Syawal. Lebih utama.

Jadi, tidak ada madzhab yang tidak membolehkan puasa Syawal di hari selain tanggal 2 sampai 7, selama masih di bulan Syawal. Ini artinya, bagi kita yang belum melaksanakan puasa Syawal, masih ada kesempatan mengerjakannya. Akan tetapi, hendaknya kita tidak berpuasa khusus di hari Jumat tanpa mengiringinya di hari Kamis atau Sabtu karena adanya larangan Rasulullah SAW yang juga diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan dinilai shahih oleh Al-Albani.

Jemaah Jumat yang dirahmati Allah SWT,

Demikianlah khutbah yang bisa saya sampaikan pada kesempatan kali ini, semoga menjadi spirit bagi kita semua untuk lebih meningkatkan mutu ibadah, baik ibadah spiritual maupun ibadah sosial. Kita memohon kepada Allah SWT, semoga keberkahan Ramadan terus menyertai kita, meskipun kita telah meninggalkannya. Amin.

بَارَكَ اللهُ لِى وَلَكُمْ فِي القُرْآنِ العَظِيمِ وَنَفَعَنِي وإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الآيَاتِ وَذِكْرِالْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلْ مِنِّي وَمِنْكُمْ تِلَاوَتَهُ اِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيمُ ، أَقُوْلُ قَوْلِى هٰذَا وَاسْتَغْفِرُ اللَّهَ الْعَظِيمَ لِي وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ .

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com

Khutbah Terakhir Nabi Muhammad Saat Haji di Arafah, Ini Pesannya



Jakarta

Khutbah terakhir Nabi Muhammad SAW sebelum wafat diserukan pada tahun ke-10 Hijriyah di Padang Arafah. Pada saat itu, beliau sedang menjalani ibadah haji yang disebut sebagai Haji Wada yang artinya perpisahan.

Haji Wada menjadi ibadah haji satu-satunya sekaligus terakhir kalinya yang beliau laksanakan pada tahun 10 H atau 632 M. Tiga bulan setelah melaksanakan haji tersebut, beliau dinyatakan wafat.

Diceritakan dalam buku Samudra Keteladanan Muhammad karya Nurul H. Maarif, Rasulullah SAW pada saat melaksanakan Haji Wada menyampaikan khutbah terakhirnya, yaitu berisi wasiat yang menggetarkan jiwa umat muslim.


Kala itu, Rasulullah SAW memanggil segenap kaum muslim setelah mengerjaan wukuf di Padang Arafah. Ia menyerukan kepada kaum muslimin yang hadir untuk berkumpul mengelilinginya.

Beliau menyerukan khotbahnya dari atas punggung untanya yang bernama Qashwa dan diulangi oleh Rabi’ah bin Umayyah bin Ghalaf dengan keras. Khotbah terakhir ini kemudian disebut sebagai khutbah wada’.

Lantas seperti apa isi khutbah terakhir Nabi Muhammad SAW?

Isi Khutbah Terakhir Nabi Muhammad

Dilansir dari buku Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad karya Moenawar Khalil, berikut isi khutbah terakhir Nabi Muhammad yang diriwayatkan dalam kitab-kitab tarikh.

“Segala puji bagi Allah, kami memuji kepada-Nya, kami memohon pertolongan kepada-Nya, kami memohon ampun kepada-Nya dan kami bertobat kepada-Nya. Kami berlindung kepada Allah dari segala kejahatan diri kami dan dari kejelekan-kejelekan perbuatan kami. Siapa-siapa yang diberi petunjuk oleh Allah, tidak ada orang yang dapat menunjukinya. Aku mengaku bahwa tidak ada tuhan melainkan Allah sendirinya, tidak ada orang yang menyekutui-Nya, dan aku mengaku bahwa Muhammad adalah hamba-Nya dan pesuruh-Nya.”

“Aku berpesan kepada kalian, wahai hamba Allah, supaya berbakti kepada Allah dan aku menganjurkan kepadamu supaya menaati-Nya. Aku memulai pembicaraanku ini dengan yang baik.”

“Aku akan menerangkan kepadamu karena sesungguhnya aku tidak mengetahui, barangkali aku tidak akan bertemu lagi dengan kamu sesudah tahun ini di tempatku berdiri.”

“Hai manusia, sesungguhnya segala darahmu dan segenap hartamu haram atas mu sampai kamu datang menghadap Tuhanmu, seperti haramnya harimu ini, dalam bulan mu ini, di negerimu ini, sesungguhnya kelak kamu akan menghadap Tuhanmu, kemudian Dia akan menanyakan kepadamu tentang amal-amal perbuatanmu. Adakah sudah kusampaikan? Ya Allah, saksikanlah.”

“Siapa pun yang diamanati dengan suatu amanat, hendaklah ia menyampaikan amanat itu kepada orang yang bersangkutan. Semua riba telah dihapuskan, tetapi kamu berhak menerima modal-modalnya kembali. Janganlah kamu menganiaya dan jangan pula lah kamu dianiaya. Allah telah memutuskan, riba tidak ada lagi, dan riba Abbas bin Abdul Muthalib telah dihapuskan semuanya. Semua darah yang tumpah pada masa jahiliah telah dihapuskan. Permulaan darah yang kuhapuskan itu ialah darah Ibnu Rabi’ah bin al-Harits bin Abdul Muthalib.”

“Semua bekas peninggalan masa jahiliah telah dihapuskan kecuali sidanah (urusan menjaga keamanan Ka’bah) dan siqayah (urusan perairan di Mekah). Pembunuhan jiwa yang dilakukan dengan sengaja ada tuntutan balas (hukum bunuh), sedangkan pembunuhan seperti disengaja, yaitu terbunuh dengan tongkat atau batu, maka padanya didenda seratus ekor unta. Oleh sebab itu, siapa-siapa yang menambah, ia termasuk golongan orang jahiliah.”

“Hai manusia, setan itu telah putus asa, ia akan disembah di negeri kamu ini untuk selama-lamanya, tetapi jika ia diikuti selain yang demikian, ia suka dengan amalan yang demikian, yaitu amalan-amalan yang kamu pandang remeh atau amalan-amalan yang kamu pandang rendah. Oleh sebab itu, hendaklah kamu berhati-hati terhadap agamamu, agar kamu jangan mengikut kemauan setan.”

“Hai manusia, an-nasi (melambatkan waktu) menambah kepada kekufuran, dengan an-nasi itulah orang-orang kafir tersesat. Mereka menghalalkan satu tahun dan mereka mengharamkan pada tahun yang lain, untuk menginjak-injak apa-apa yang telah diharamkan Allah. Mereka halalkan apa-apa yang diharamkan Allah dan mereka haramkan apa-apa yang dihalalkan Allah. Masa itu beredar sejak Allah menjadikan langit dan bumi, dan bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan yang tersebut dalam Kitab Allah, sejak Allah menciptakan langit dan bumi. Di antara dua belas bulan itu ada empat bulan yang diharamkan (yang mempunyai kehormatan), tiga yang berturut-turut dan satu yang tunggal, yaitu Dzulqa’idah, Dzulhijjah, dan Muharram, dan Rajab yang terletak di antara bulan Jumadil akhir dan Sya’ban. Bukankah telah kusampaikan? Ya Allah, saksikanlah.”

“Hai manusia, bagimu ada hak atas istri-istrimu dan bagi mereka ada hak atas dirimu. Hak kamu atas mereka ialah bahwa mereka tidak mengizinkan seseorang yang tidak engkau sukai menginjak kakinya di atas tikar-tikar mu dan mereka tidak mempersilahkan seseorang yang tidak kamu sukai masuk ke dalam rumahmu, melainkan dengan izinmu, dan mereka tidak boleh berbuat serong dengan laki-laki lain secara terang-terangan. Jika tetap dilakukan, Allah telah mengizinkan kamu meninggalkan mereka di tempat tidur dan memukul mereka dengan pukulan yang tidak membahayakan.”

“Jika mereka telah berhenti berbuat demikian, kewajibanmulah memberi mereka makanan dan pakaian dengan segala sopan santun. Berilah pelajaran-pelajaran yang baik kepada perempuan-perempuan itu karena mereka adalah pembantu-pembantumu. Mereka tidak mempunyai sesuatu untuk diri mereka, kamu telah mengambil mereka sebagai amanah dari Allah, dan telah kamu halalkan kehormatan mereka dengan nama Allah. Oleh sebab itu, takutlah kamu kepada Allah tentang perempuan-perempuan itu dan hendaklah kamu memberi pelajaran yang baik kepada mereka. Bukankah telah kusampaikan? Ya Allah, saksikanlah.”

“Perhatikanlah perkataanku ini, wahai manusia, karena telah kusampaikan. Sesungguhnya, telah aku tinggalkan kepadamu sesuatu yang jika engkau berpegang dengannya niscaya kamu tidak akan sesat selama-lamanya, suatu urusan yang terang nyata, yaitu Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya.”

“Hai manusia, dengarlah apa yang kukatakan agar kamu hidup bahagia.”

“Hai manusia, dengarlah apa yang akan kukatakan kepadamu dan kamu perhatikanlah ia, kamu akan mengerti bahwa tiap-tiap orang Islam bersaudara dengan orang Islam yang lain dan setiap orang Islam itu bersaudara, tidaklah halal bagi seseorang dari saudaranya kecuali apa-apa yang telah diberikan kepadanya, yang timbul dari hati yang baik dari saudaranya itu. Janganlah kamu menganiaya dirimu sendiri. Bukankah telah kusampaikan? Ya Allah, saksikanlah.”

“Hai manusia, janganlah kamu kembali menjadi kafir sesudahku, yang segolongan memerangi golongan yang lain. Ketahuilah, yang datang hendaklah menyampaikan kepada yang tidak datang. Mungkin saja orang yang menyampaikannya lebih memelihara dirinya daripada orang yang mendengarkannya. Bukankah telah kusampaikan? Ya Allah, saksikanlah.”

“Hai manusia, Tuhanmu satu dan orang tuamu satu, kamu semua dari Adam, sedang Adam itu dari tanah. Semulia-mulia kamu pada sisi Allah ialah yang paling takwa di antara kamu. Tidak ada kelebihan orang Arab atas orang-orang yang bukan Arab, melainkan karena takwa kepada-Nya. Bukankah sudah kusampaikan? Ya Allah, saksikanlah. Hendaklah yang datang menyampaikan kepada yang tidak datang.”

“Hai manusia, Allah telah membagikan kepada masing-masing waris bagian-bagian yang diwarisinya, maka tidak boleh bagi ahli waris menuntut wasiatnya dan tidak boleh berwasiat lebih dari sepertiga. Bagi anak hasil dari zina adalah milik ayahnya dan yang berzina dikenakan hukum rajam. Barangsiapa yang mendakwahkan atau mengaku orang lain yang bukan bapaknya sebagai bapaknya atau menetapkan majikan yang bukan majikannya, ia berhak menerima laknat Allah, laknat malaikat, dan laknat manusia seluruhnya, tidak akan diterima dari padanya tebusan darinya dan tidak pula penggantian. Kesejahteraan dan rahmat Allah serta berkah-Nya semoga dilimpahkan kepadamu.”

Demikianlah isi khutbah Nabi Muhammad SAW di hadapan kurang lebih 140.000 kaum muslimin. Rabi’ah berulang kali mengulangi khutbah beliau sehingga segenap umat muslim yang hadir dapat mendengar dan mengerti.

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com

Teks Lengkap Khutbah Wukuf 2023: Padang Arafah, Padang Ma’rifat



Jakarta

Sesuai keputusan pemerintah Arab Saudi, pada Selasa, 27 Juni 2023 atau 9 Dzulhijjah, jemaah haji Indonesia dan seluruh dunia akan menjalani prosesi wukuf di Arafah. Khutbah wukuf dijadwalkan pada pukul 12.30 – 13.00 Waktu Arab Saudi (WAS).

Isi khutbah wukuf Arafah 2023 mengusung tema, “Padang Arafah, Padang Ma’rifat, Sajadah Berhampar Berkah.”

Khutbah wukuf 2023 dibacakan oleh Habib Ali Hasan Al-Bahar, Lc, Ma. Berikut ini isi lengkap khutbah wukuf Arafah 2023 seperti dikutip dari teks publikasi Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah 2023, Selasa (27/6/2023).


Isi Lengkap Khutbah Wukuf di Arafah 2023

Khutbah Pertama

الحمد لله الملك المعبود
الرحيمه الودودهو الكريمه المقصود القائل ف كتابه و شاهد و
ُ مشهود ثمه الصالة و السالم عىل من بوجوده جد و الوجود و
سعد الوجود و تحقق أسىم معان الوجود سيدنا محمد
صاحب المقام المحمود و اللواء المعقود والحوض المورود
و عىل آله و صحبه ذوي الكرم والجود ومن تبعهمه بإحسان
اىل يوم الخلوده
والحمد لله وحده صدق وعده ونرص عبده وأعز جنده و
هزم األحزاب وحده

أ وصيكمه و نف بتقوى هللا فقد فاز المتقون

لبيك اللهمه لبيك لبيك لا شر يك لك لبيك إن الحمد و النعمة
لك والملك لا شر يك لك

Jemaah wukuf, jemaah haji, para tamu Allah yang dimuliakan oleh Allah SWT,

Ribuan tahun silam, Nabi Ibrahim AS diperintahkan untuk mengumandangkan panggilan haji. Beliau mengatakan, “Suara saya tidak bisa sampai kepada mereka.” Allah mengatakan kepada Ibrahim, “Cukup bagimu memanggil dan Aku yang akan menyampaikan dari atas Bukit Jabal Abi Qubais.”

Beliau mengumandangkan panggilan haji. Dikatakan, siapapun yang akan menjadi jamaah haji semenjak masih berbentuk janin di rahim ibunya, sudah mengucapkan talbiyah setiap datang bulan Dzulhijjah.

وأذ ن ف الناس بالحج يأتوك رجاال وعىل كل ضامر يأتين من
كل فج عميق …

لبيك اللهمه لبيك …

Jemaah wukuf, jemaah haji yang dimuliakan oleh Allah SWT,

Suku Quraisy, suku yang disebut namanya dalam Al-Qur’an dan menjadi salah satu nama surat dalam Al-Qur’an. Suku yang paling dekat dengan Ka’bah, paling melayani Ka’bah, paling dekat dan paling melayani dan memperhatikan tamu-tamu Allah. Sungguh mendapatkan keberkahan karena melayani Tanah Suci dan para tamu Allah SWT.

Kerajaan Arab Saudi sebagai tuan rumah, pelayan Dua Tanah Suci, pelayan tamu-tamu Allah SWT semua kemampuan telah dicurahkan untuk memastikan pelayanan terhadap tamu-tamu Allah dipersembahkan dengan baik… Terima kasih pada Kerajaan Arab Saudi Raja Salman dan Putra Mahkota Muhammad Bin Salman dan masyarakat Arab Saudi … Telah mengukir sejarah dalam pelayanan terhadap dua Tanah Suci dan terhadap para tamu Allah SWT.

Jemaah haji yang dirahmati Allah Subhanahu Wata’ala,

Tidak boleh kita lupa…. Peranan pemerintah Indonesia yang memberikan perhatian istimewa terhadap jemaah haji, terutama pada tahun Ini yang mengambil tema: haji ramah lansia, tentu akan menjadi penyebab datangnya berkah yang berlimpah untuk penanggung jawab tertinggi, sampai semua lapisan yang membantu.

Dalam salah satu riwayat dikatakan,

ما أَكْرَم شَابٌ شَيْخاً لِسِنّهِ إِلا قَيَّضَ اللَّه لَهُ مَنْ يُكْرِمُهُ عِنْد سِنّه] .«رواه»[الترمذي

“Seorang pemuda(i) tidak memuliakan orang yang lebih tua karena umurnya, kecuali Allah akan memastikan baginya orang lain yang akan memuliakannya ketika sudah tua,”

Jemaah haji para tamu Allah yang mulia,

Memang perjalanan haji adalah perjalanan yang sangat luar biasa….

Ibrahim bin Adham tokoh sufi kenamaan, ketika berangkat haji dengan berjalan kaki. Beliau menjumpai seorang yang kedua kakinya terputus dan berjalan dengan mengesot.

IImam Ibrahim Bin Adham melihat orang tersebut beliau penuh iba…Lalu orang tersebu bertanya kepada Ibrahim bin Adham, dari manakah asalmu? “Dari Iraq,” jawab Ibrahim bin Adham.

Berapa lama kamu menempuh perjalanan dari Iraq ke Tanah Suci? Beliau mengatakan 3 bulan. Lalu si orang yang berkebutuhan khusus itu mengatakan, “Berarti setiap tahun kamu haji?” Kemudian Ibrahim bin Adham bertanya kalau kamu berapa lama menemput perjalan menuju tanah suci?

Beliau menjawab: “Aku berpisah dengan keluargaku 5 tahun yang lalu.” Luar biasa dalam keadaan berkebutuhan khusus, berjalan dengan cara mengesot. Lima tahun waktu yang ditempuh untuk sampai ke Tanah Suci.

Haji bisa juga bermakna hujjah yang berarti bukti… Perjalanan haji adalah bukti pencarian ridho dari hakikat cinta kita….

Cinta dan penghambaan kepada Allah SWT, siap meninggalkan Tanah Air meninggalkan keluarga, meninggalkan semua yang selalu melekat dan membuat kita berbeda… Semua kita tinggalkan sebagai bukti cinta dan penghambaan kepada Allah SWT.

Di Padang Arafah, padang yang mengantar untuk ma’rifat untuk mengingat dan mengenal jati diri…

Nabi Adam AS setelah diturunkan dari surga dengan penuh kesadaran… Wukuf/berhenti dengan merenung yang dalam… terus mengucapkan,

رب ظلمنا أنفسنا وإنه لمه تغفر لنا و ترحمنا لنكونن من الخاشين

Artinya: “Wahai Tuhan kami kami telah mendzalimi diri kami jika Engkau tidak memaafkan kami dan tidak merahmati kami, maka kami benar-benar termasuk orang yang merugi.”

Nabi Ibrahim AS, bapak para nabi dan rasul, bapak tauhid. Haji adalah napak tilas dari keteladan beliau dan keluarga Beliau. Beliau adalah ayah yang semua ayah wajib tauladan kepada beliau… Di padang Arafah mendapatkan kalimat yang diuji kepada beliau…. Beliau berhasil meraih kesuksesan dengan diangkat sebagai imam.

Holy Quran 2:124
——————

وَاِذِ ابْتَلٰٓى اِبْرٰهٖمَ رَبُّهٗ بِكَلِمٰتٍ فَاَتَمَّهُنَّ ۗ قَالَ اِنِّيْ جَاعِلُكَ لِلنَّاسِ اِمَامًا ۗ قَالَ وَمِنْ ذُرِّيَّتِيْ ۗ قَالَ لَا يَنَالُ عَهْدِى الظّٰلِمِيْنَ

Lanjutan khutbah wukuf di Arafah 2023, klik selanjutnya >>

Nabi Muhhamad SAW dalam haji perpisahan (haji wada) menyampaikan pesan-pesan begitu istimewa dari Jabal Rahmah. Ya dari Jabal Rahmah. Bukti kasih sayang pada hari Arafah…. hari Arafah adalah:

يوم عرفة يوم الرحمن يوم المعرفة والعرفان

Di hadapan beliau tidak kurang 100 ribu sahabat yang mulia Radiyallah Anhum wa Ardhohum, para sahabat yang mengelilingi Beliau laksana bintang-bintang yang indah.

Dalam kesempatan itu Nabi Muhammad menyampaikan nilai-nilai kesetaraan, yang jauh mendahului Piagam PBB: “Semua kamu dari Adam dan Adam berasal dari tanah…”

“Tidak ada kemulian bagi orang Arab atas Non Arab (ajam) kecuali hanya karena ketaqwaannya tidak ada kemuliaan bagi yang berkulit putih atas yang bekulit hitam kecuali hanya karena ketaqwaan.

(13: إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ] (الحجرات

وقف النبي -صلى الله عليه وسلم – ينادي : يا أبا بكر، يا قرشي يا سيد، أنتَ وبلال الحبشي أخوان، لا فرق بينكما عند الله إلا بالتقوى، وقف هناك يقول : يا عمر يا أبا حفص، يا فاروق الإسلام أنتَ وصهيب الرومي أخوان، وقف هناك . يقول : يا علي أنتَ وسلمانالفارسيأخوان

Beliau SAW berdiri dan memanggil, “Wahai Abu Bakar, Wahai orang Quraisy, Wahai pemimpin, kamu dan bilal yang berasal dari Ethiopia adalah saudara tidak ada perbedaan di antara kamu berdua, kecuali dalam ketaqwaan.”

Beliau SAW juga berdiri disana mengatakan, “Wahai Umar Abu Hafsh Wahai Faruq (pemisah antara yang hak dengan yang bathil, kamu dan shuhaib alrumi (berdarah romawi) adalah bersaudara.”

Beliau juga berdiri di sana mengatakan: “Wahai Ali dan Salman Alfarisi (berdarah Persia) adalah saudara.”

Padang Arafah menjadi saksi dihapusnya segala bentuk diskriminasi yang berarti telah mendahului piagam PBB ratusan tahun.

Dari Padang Arafah beliau mengumumkan bahwa praktik ekonomi yang dzalim berupa riba’ rentan. Beliau mengumumkan dengan tegas bahwa praktek ekonomi yang buruk itu telah dihapus dan praktek riba yang secara lantang beliau nyatakan telah dihapus adalah riba yang dilakukan oleh paman beliau Sayyidina Abbas RA.

Ini menandakan bahwa beliau menjadikan keluarga beliau sebagai teladan. Beliau tegas mengingatkan tentang wanita harus diposisikan sebagaimana semestinya sebagai ciptaan Allah SWT yang mulia dan saudara kandung bagi laki-laki.

Jamaah wukuf yang dirahmati Allah Subhanahu Wata’ala,

Hari Arofah Hari Rahman…. hati kasih sayang Allah yang Maha Penyayang.

Dari ‘Aisyah radhiyallahu’anha dari Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,

( ما من يوم أكت من أن يعتق هللا فيه عبداه من النار م
عرفة ، وإنه ليدنو ثمه يبا بهمه المالئكة فيقول :ما أراد
هؤالء ؟ )

“Tidak ada hari yang lebih banyak Allah membebaskan seorang hamba pada hari itu dari neraka selain hari Arafah. Sesungguhnya Allah mendekat kemudian membangga-banggakan mereka di hadapan para malaikat seraya berkata, ‘Apa yang mereka inginkan?'”

Dari Ibnu ‘Umar bahwasanya Nabi SAW bersabda,

إن الله تعالى يباهي ملائكته عشية عرفة بأهل عرفة ) فيقول : انظروا إلى عباديأتونيشعثاغبرا )

“Sesungguhnya Allah ta’ala membangga-banggakan penduduk Arafah kepada para malaikat-Nya ketika sore hari, lalu Allah berfirman: Lihatlah kepada hamba-hamba-Ku mereka datang dalam kondisi lusuh dan berdebu.” (HR Ahmad)

إن الله – تعالى – تطوّل – أي تفضل – عَلَى أَهْلِ عَرَفة يُبَاهِي بهم الْمَلَائِكَةَ يَقُولُ : يَا مَلَائِكَتِي ، انْظُرُوا إِلَى عِبَادِي شُعْنًا ، غُبْرًا أَقْبَلُوا يَضْرِبُونَ إِلَيَّ مِنْ كُلِّ فَجٍّ عَمِيقٍ ، فأشهدكم أَنِّي قَدْ أَجَبْتُ دَعَاءَهُمْ ، وَشَفَعْتُ رَغْبَتَهُمْ ، وَوَهَبْتُ مُسِينَهُمْ لِمُحْسِنِهِمْ ، وَأَعْطَيْتُ مُحْسِنِيهُمْ جَمِيعَ مَا سَأَلُونِي غَيْرَ التَّبِعَاتِ الَّتِيبَيْنَهُمْ رواه أبو يعلى

Artinya: “Sesungguhnya Allah SWT memberikan banyak anugerah kepada orang-orang yang wukuf di Arafah seraya membanggakan mereka di hadapan para Malaikat dan berfirman: “Wahai para malaikatku, lihatlah kepada para hambaku yang lusuh penuh dengan debu, mereka menghadap kepadaku dari segala penjuru yang jauh. Maka aku saksikan kepada kalian bahwa aku telah mengabulkan doa mereka, memberikan harapan mereka, memberikan orang yang berlaku buruk kepada yang berlaku baik pada mereka dan aku telah memberikan kepada orang-orang yang berbuat baik pada mereka segala apa yang mereka minta kepadaku selain hal-hal yang masih bersangkutan di antara mereka.”

Hari Arafah adalah hari yang paling sulit bagi setan… dia menjadi sangat kecil lemah hina dina di hari Arafah

ا رؤى الشيطان يوما هو فيه أصغر ولا ادحر ولا أحقر ولا أغيظ منه في يوم عرفة وما ذاك الا لما رأى من تنزل الرحمة الذنوب العظام . رواه الإمام مالكعنالله.وتجاوز

Artinya: “Tidak ada hari di mana setan nampak lebih kerdil, terusir, dan marah melebihi di hari Arafah. Tidaklah hal itu terjadi melainkan karena dia melihat limpahan rahmat dan pengampunan Allah dari dosa-dosa besar.” (HR Imam Malik)

Siapa yang tidak yakin dengan wukuf, dosa-dosanya diampuni, maka dia adalah orang yang sengsara.

إذاه كان يوم عرفة لمه يبق أحد ف قلبه ذرة من إيمان إال غفر
له .فقيل :يا رسول هللا المعروف خاصة؟ أي – لمن وقف
ف عرفة خاصة – أم للناس عامة؟ قال :بل للناس عامة
رواه أبو داود

Artinya: “Jika tiba hari Arafah, tidaklah seseorang masih mempunyai setitik iman dalam hatinya melainkan ia akan diampuni. Lantas ada yang bertanya: “Ya Rasulullah, apakah terkhusus bagi yang wukuf di Arafah saja atau untuk semua manusia?” Rasulullah menjawab: “Untuk semua manusia.” (HR Abu Daud)

Lanjutan khutbah wukuf di Arafah 2023, klik selanjutnya >>

Doa terbaik adalah doa yang dipanjatkan pada hari Arafah

خير الدعاء دعاء يوم عرفة، وأفضل ما قلته أنا والنبيون من قبلي : لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ يُحْيِي وَيُمِيْتُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ . رواه الإمام مالك

Artinya: “Sebaik-baik doa adalah doa pada Hari Arafah. Dan sebaik-baik perkataan yang aku ucapkan begitu juga para nabi sebelumku adalah: Laa ilaaha illallaahu wahdahu laa syariika lahu, lahul mulku wa lahul hamdu yuhyii wa yumiitu wa huwa ‘alaa kulli syai’in qodiir (Tiada tuhan selain Allah yang Maha Esa, tiada sekutu baginya. Kerajaan dan pujian hanyalah miliknya. Maha menghidupkan dan mewafatkan. Dan Dia berkuasa atas segalanya).” (HR Imam Malik)

Jamaah Haji yang dirahmati Allah Subhanahu Wata’ala,

Dikisahkan pada masa Nabi Musa, seorang wanita meminta Nabi Musa AS, mendoakannya agar bisa memiliki anak. Lalu Nabi Musa meminta kepada Allah SWT. Lalu Allah menjawab bahwa Allah tidak akan memberikan kepada wanita itu keturunan.

Lalu Nabi Musa menyampaikan kepada wanita tersebut dan ditawarkan oleh Nabi Musa AS untuk meminta hajat yang lain saja. Wanita tersebut terus meminta kepada Nabi Musa AS dan Nabi Musa menyampaikan jawaban yang sama. Lama wanita itu tidak terlihat. Setelah sekian lama, Nabi Musa melihat wanita tersebut sedang menggendong bayi, lalu Nabi Musa bertanya kepada Allah,

“Bagaimana wanita tersebut bisa memiliki anak, sementara Engkau menyampaikan bahwa Engkau tidak akan mengaruniakan kepadanya anak.” Allah menjawab: “Wahai Musa, wanita itu tidak berhenti memanggil-manggil Nama-Ku dan meminta, tidak berhenti dia meminta. Aku pantang menolak orang yang terus meminta kepada-Ku.”

Untuk umat Nabi Musa bisa mendapatkan pengkabulan. Doa seperti itu, apalagi untuk Umat Nabi Muhammad, pasti akan mendapatkan yang lebih.

Hari Arafah, hari dikabulkan semua doa…

Jamaah wukuf jamaah haji yang dirahmati Allah Subhanahu Wata’ala

Jangan sampai dosa kita, kita anggap lebih besar dari pengampunan Allah SWT. Pada masa Nabi Musa AS dikatakan bahwa doa mereka tidak diterima karena ada di tengah tengah mereka seorang yang bermaksiat sudah 40 tahun dan belum taubat. Lalu Nabi Musa dengan lantang mengatakan siapa di antara kamu yang bermaksiat sampai 40 tahun belum taubat, menjadi penyebab doa kita tidak dikabulkan.

Semua menunduk, si pelaku maksiat 40 tahun itu di dalam hatinya mengatakan: “Ya Allah Ampunilah Aku…tutupilah aibku… aku bertaubat kepada-Mu Ya Allah.”

Nabi Musa memaksa untuk mengaku. Namun tidak ada yang mengaku. Lalu Nabi Musa mengatakan kepada Allah: “Ya Allah, tidak ada yang mengaku, beritahukan kepadaku siapa orangnya.”

Allah mengatakan kepada Nabi Musa: “40 tahun dia dalam keadaan maksiat dan aku tutupi. Apakah sekarang dia sudah bertaubat lalu aku buka aibnya? Itu tidak mungkin wahai Musa.”

Nabi Ibrahim AS berdoa untuk tanah yang Beliau berada di situ…

واجعل هذاه البلد آمنا

Ya Allah balaslah pencarian ridho kami terhadap kasih sayang-Mu
ya Allah Ampunilah dosa kami.

yang belum kami akui dan yang belum kami ingat.
Kami datang ke Arafah hanya bermodalkan tetesan air mata.
Ya Allah limpahkan keridhaan-Mu.
Ya Allah Ridhoilah semua yang datang ke Padang Arafah.
Jangan putuskan kami dari nikmat keberkahan Hari Arafah.
Janji ampunan dan engkau memberikan kepada kami ridho-Mu.
Ya Allah aku tawakkalkan kedaulatan negeri kami yang dinamakan oleh para pendiri bangsa dengan nama Republik Indonesia dan kedaulatan bangsanya di atas segala kuasa-Mu.

Ya Allah kami tawakkalkan kedaulatan bangsa kami di atas kedaulatan-Mu.
Ya Allah dibawah terik matahari padang Arafah ini, aku munajatkan kesejukan hati dan pikiran bagi para pemimpin bangsaku.

Ya Allah berkahi rasa kecukupan dan kemakmuran bagi rakyat Indonesia.
Ya Allah berikanlah Indonesia, bukalah pemikiran dan tadjid baru bagi para ulama kami senantiasa membimbing umat kami dan sekalian Rakyat Indonesia menuju jalannya pencerahan agama dan pencerahan konstitusi.

Ya Allah, selimutilah rakyat kami dengan selimut yang berwujud kedamaian. Damaikanlah hati para pemimpin kami di Indonesia, dan damaikanlah dunia ini dari segala bentuk perpecahan.

Ya Allah, kami memandang bumi-Mu dengan pandangan masjid sehingga kami semangat dalam berikhtiyar, menempuh jalan-jalan kebaikan sesuai dengan syariat yang diterima oleh Nabi Muhammad dan diterima oleh ulama kami.

Ya Allah teguhkan hati kami, hati rakyat Indonesia dalam semangat keteguhan mencintai bangsa kami dan negara kami, sesuai tuntunan. Hubbul wathan minal iman.

Ya Allah, lapangkanlah rezeki bagi rakyat Indonesia dan seluruh umat Islam di seluruh belahan dunia. Lapangkanlah kemudahan sebagaimana Engkau telah mentakdirkan Arafah sebagai tanah yang lapang menampung seluruh umat Islam sebagai bukti Hujjah (bukti) haji.

sebagaimana Rosulullah bersabda:

الحج عرفةه

Haji adalah Arafah

Lapangkanlah kehidupan bangsa Indonesia sebagaimana engkau lapangkan padang Arafah

Holy Quran 39:73
——————

وَسِيْقَ الَّذِيْنَ اتَّقَوْا رَبَّهُمْ اِلَى الْجَنَّةِ زُمَرًا ۗحَتّٰىٓ اِذَا جَاۤءُوْهَا وَفُتِحَتْ اَبْوَابُهَا وَقَالَ لَهُمْ خَزَنَتُهَا سَلٰمٌ عَلَيْكُمْ طِبْتُمْ فَادْخُلُوْهَا خٰلِدِيْنَ

Khutbah Kedua

الحمد لله الذي لا تنحصر أفراده بتعداد ولا يمل تكراره بكثرة ترداد ثم الصلاة والسلام على سيدنا محمد أفضل الخلق وسيد العباد و على آله الطيبين الطاهرين وأصحابه الغر الميامين و من تبعهم بإحسان الى يوم التناد

أوصيكم وإياي بتقوى الله فقد فاز المتقون

اتقوا الله حق تقاته ولا تموتن إلا وأنتم مسلمون

إن الله أمركم بأمر بدأ فيه بنفسه و ثنّى بملائكته المسبحة بقدسه وثلث بكم أيها المؤمنون من بريته جنه و إنسه فقال تعالى : إن الله وملائكته يصلون على النبي يا أيها الذين آمنوا صلوا عليهوسلّمواتسليم

اللهم صلَّ عَلَى سَيّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى سَيّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ و بَارِك عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى الِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ فِي الْعَالَمِينَ

إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ

ورضي ا الله تعالى عن سادتنا أبي بكر وعمر و عثمان و على وعن بقية الصحابة و القرابة أجمعين

رب أنزلني منزلا مباركا وأنت خير المنزلين رب اجعلني مقيم الصلاة ومن ذريتي ربناوتقبلالدعاء

اللهم أنت السلام ومنك السلام فحينا ربنا بالسلام و حتي بلادنا اندونيسيا بالسلام و السلامة

اللهم بحق سورة قريش و أسرار سورة قريش و أنوار سورة قريش وبهداية سورة قريش وبتوفيق سورة قريش و بمعونة سورة قريش ويبرحمة سورة قريش و ببركة سورة فريش و وبحق سيد العرب والعجم سيدنا محمردصلىاللهعلي وسلم

(rah/nwk)



Sumber : www.detik.com

Contoh Ceramah Singkat Tentang Sabar yang Menyentuh Hati


Jakarta

Setiap orang memiliki tingkat kesabaran yang berbeda-beda, kadangkala ada saatnya di mana kesabaran kita diuji dan menahan diri dari hal-hal yang merugikan diri sendiri.

Seringkali kita mendengar orang-orang menyerukan kesabaran lewat ceramah. Salah satu topik ceramah yang bisa sering didengar adalah ceramah tentang sabar. Baik ceramah singkat atau pun yang panjang tentang sabar.

Berikut contoh ceramah singkat tentang sabar yang menyentuh hati, cocok buat referensu buat Kultum atau Khutbah.


Pengertian Sabar

Dikutip dari situs Muhammadiyyah, arti bahasa dari sabar adalah menahan diri (الحبس ) dan mencegah (الكف )

Sabar atau Sabr adalah menahan diri dari rasa sedih (berkeluh kesah) dan menahan lisan dari menggerutu (mengeluh) dan menahan anggota badan agar tidak menampar pipi, merobek baju, dan sebagainya.

Sabar dalam arti syariat Islam

Menahan diri (tekun, telaten, rajin) dalam melaksanakan apa saja yang dikehendaki oleh Allah atau menahan diri (bertahan) untuk tidak melakukan apa saja yang dilarang oleh Allah.

Artinya: Dia sabar melakukan apa yang diperintahkan Allah dan dia sabar untuk bertahan tidak mau melakukan apa yang dilarang Allah. Allah menjadikan di dalam hal itu pahala yang besar bagi orang yang mengharap ridha-Nya, dan membalas mereka dengan menjadikannya sebagai penghuni surga karena mereka bersabar dalam menggapai ridha Allah.

Di dalam kata sabar ada makna pencegahan, kekuatan, dan menahan (penolakan). Tasabbara rajul artinya dia menanggung kesabaran, berjihad melawan hawa nafsunya (dirinya) dan mengarahkan nafsu dirinya ke arah akhlak yang baik.

Dan sabbaraha apabila dia mengarahkan dirinya untuk bersabar yaitu tetap kokoh berlandaskan ajaran agama apabila datang dorongan nafsu syahwat menggodanya, dan dia tetap kokoh berlandaskan al-Quran dan as-Sunnah karena siapa yang berpegang teguh kepada keduanya maka dia bersabar atas musibah dan bersabar untuk tekun rajin beribadah, dan bersabar dalam menjauhi hal-hal yang diharamkan.

Macam-macam Sabar

1. Sabar untuk tetap rajin, tekun dalam ketaatan kepada Allah.
2. Sabar untuk menahan diri dari berbuat durhaka kepada Allah.
3. Sabar untuk tetap tegar dalam menghadapi takdir-takdir Allah yang menyakitkan.

Ceramah Singkat Tentang Sabar

Ceramah singkat tentang sabar di bawah ini bisa menjadi salah satu referensi dalam menyampaikan kuliah tujuh menit (kultum).

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Alhamdulillahi-lladzii hadaana lihadzaa, wama kunna linahtadiya laula an hadanallah, Asyhadu alla ilaha illallah wahdahu la syarikalah, wa Asyhadu anna Muhammadan ‘abduhu wa Rasuluh, La nabiya ba’dah.

Hadirin Yang dirahmati Allah,
Dalam kehidupan sehari-hari tidak jarang kita menghadapi yang namanya musibah. Peristiwa yang menyedihkan, mengecewakan atau mungkin menimbulkan luka batin.

Musibah ini dapat berupa kehilangan orang-orang tercinta, harta benda, mengalami bencana alam, kecelakaan, disakiti, dilukai dan difitnah orang lain. Macam-macam musibah bisa kita alami dalam hidup ini.

Atas berbagai musibah yang datang menerpa dalam hidup kita, maka kita harus meyakini bahwa semua bisa terjadi atas izin, sepengetahuan dan kuasa Allah SWT. Tidak ada satupun peristiwa terjadi di alam semesta ini tanpa diketahui Allah SWT.

Allah SWT berfirman dalam surat Al An’am 59 :

وَعِنْدَهُ مَفَاتِحُ الْغَيْبِ لَا يَعْلَمُهَا إِلَّا هُوَ ۚ وَيَعْلَمُ مَا فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ ۚ وَمَا تَسْقُطُ مِنْ وَرَقَةٍ إِلَّا يَعْلَمُهَا وَلَا حَبَّةٍ فِي ظُلُمَاتِ الْأَرْضِ وَلَا رَطْبٍ وَلَا يَابِسٍ إِلَّا فِي كِتَابٍ مُبِينٍ

Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji-pun dalam kegelapan bumi, dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfudz)”

Dari ayat di atas jelaslah bahwa segala sesuatu di alam semesta ini diketahui Allah SWT, bahkan sehelai daun yang gugur pun, Allah mengetahuinya, karena DIA Maha Mengetahui.

Atas dasar itulah, maka dalam menghadapi musibah kita harus bersikap sabar karena musibah tersebut pasti atas sepengetahuan Allah SWT.

Hadirin Yang dirahmati Allah,
Sabar adalah suatu sikap menahan emosi dan keinginan, serta bertahan dalam situasi sulit dengan tidak mengeluh (wikipedia).

Sabar secara bahasa berarti al habsu yaitu menahan diri. Sedangkan secara syar’i, sabar adalah menahan diri dalam tiga perkara : (1) ketaatan kepada Allah, (2) hal-hal yang diharamkan, (3) takdir Allah yang dirasa pahit (musibah).

Saat mengalami musibah, Allah SWT memerintahkan kita untuk menghadapinya dengan dua hal yaitu sabar dan sholat. Dalam surat Al Baqarah ayat 153 Allah SWT berfirman :

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱسْتَعِينُوا۟ بِٱلصَّبْرِ وَٱلصَّلَوٰةِ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ مَعَ ٱلصَّٰبِرِينَ

Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar. (tafsirweb.com).

Jelaslah dalam ayat tersebut kita diperintahkan untuk sabar dan sholat, bahkan disebutkan sabar dulu baru kemudian sholat.

Hadirin Yang dirahmati Allah,
Bukan hanya saat mengalami musibah kita dituntut untuk sabar. Seperti dalam pengertian sabar secara syar’i yang saya sampaikan di atas, maka kita juga dituntut untuk sabar dalam ketaatan kepada Allah SWT dan hal-hal yang diharamkan.

Mengapa terhadap dua hal itu kita juga dituntut untuk sabar? Karen tidak mudah menjalaninya, bahkan bagi sebagian orang itu sangat berat.

Taat kepada Allah SWT dan menjauhi hal-hal yang diharamkan itu bukan perkara ringan semudah membalik telapak tangan. Bagi orang-orang yang ingkar kepada Allah SWT dan tidak ikhlas menjalani kehidupan, itu sangatlah berat.

Mengapa? Karena taat kepada Allah SWT itu berarti kita banyak mengorbankan kelezatan dunia dan berlaku prihatin, tidak mengumbar hawa nafsu atau kesenangan duniawi.

Contoh kecil kita diperintahkan untuk berpuasa di bulan Ramadhan. Bukankah puasa ini kita menahan diri dari perkara-perkara yang menyenangkan? Makanan dan minuman yang lezat tidak boleh dikonsumsi saat siang hari.

Kemudian mengumbar syahwat juga dilarang. Padahal semuanya itu adalah perkara-perkara menyenangkan bagi kita manusia.

Hadirin Yang dirahmati Allah,
Lalu bagaimana cara kita untuk bisa bersabar sesuai dengan pengertian syar’i tersebut? Saat mengalami musibah, maka kita dituntun untuk mengucapkan kalimat “innalillahi wa inna ilaihi roji’uun”.

Dalam surat Al Baqarah 155 Allah SWT berfirman :

.وَلَنَبْلُوَنَّكُم بِشَىْءٍ مِّنَ ٱلْخَوْفِ وَٱلْجُوعِ وَنَقْصٍ مِّنَ ٱلْأَمْوَٰلِ وَٱلْأَنفُسِ وَٱلثَّمَرَٰتِ ۗ وَبَشِّرِ ٱلصَّٰبِرِينَ ٱلَّذِينَ إِذَآ أَصَٰبَتْهُم مُّصِيبَةٌ قَالُوٓا۟ إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّآ إِلَيْهِ رَٰجِعُونَ

Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: “Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun”. (tafsirweb.com)

Dengan mengucapkan “innalillahi wa inna ilaihi roji’uun” maka kita akan segera sadar bahwa segala sesuatu yang ada didunia ini, pada hakekatnya bukanlah milik kita, tapi milik Allah semata.

Kemudian dalam menjalankan ketaatan kepada Allah dan menjauhi perkara-perkara yang diharamkan, maka tidak lain caranya adalah dengan ikhlas. Menjalani ketaatan kepada Allah dengan ikhlas, menjauhi perkara-perkara yang diharamkan juga dengan ikhlas.

Kita ikhlas bahwa semua itu adalah tuntunan dari Allah SWT kepada kita agar kita tidak tersesat di dunia ini dan selamat di akhirat nanti. Semua itu semata-mata kita lakukan hanya untuk mengharap ridho dari Allah SWT.

Hadirin Yang dirahmati Allah,
Demikian ceramah singkat ini saya sampaikan, mohon maaf atas segala kekurangan, semoga kita semua digolongkan sebagai hamba-hamba-NYA yang beriman dan bertaqwa serta akan mendapat balasan kebaikan didunia dan akhirat berupa jannah. Aamiin ya robbal ‘alamiin.

Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakaatuuh

(row/row)



Sumber : www.detik.com

Khutbah Jumat Pertama Nabi Muhammad, Berisi Wasiat bagi Umat Islam



Jakarta

Khutbah Jumat pertama Nabi Muhammad SAW dilaksanakan ketika beliau bersama para sahabat dalam perjalanan hijrah dari Makkah menuju Madinah. Tepatnya pada minggu kedua bulan Rabiul Awwal atau minggu terakhir di bulan September 622 Masehi.

Hari tersebut turut menjadi pertama kalinya umat Islam melaksanakan sholat Jumat.

Menilik sejarahnya, sholat Jumat sebenarnya telah disyariatkan sejak periode Makkah sebelum Rasulullah SAW hijrah ke Madinah. Akan tetapi, sholat Jumat kala itu belum bisa dilaksanakan sebab jumlah kaum muslim masih sedikit serta kerasnya intimidasi dari kaum kafir Quraisy di Makkah.


Pada akhirnya, sholat Jumat untuk pertama kalinya dilaksanakan di Wadi Ranuna, kurang lebih 3 kilometer dari Masjid Quba menuju Madinah. Di tempat itulah Nabi SAW memberikan khutbah Jumat pertama kalinya.

Isi Khutbah Jumat Pertama Nabi Muhammad SAW

Dalam khutbah Jumat pertamanya, Rasulullah SAW menyampaikan beberapa wasiat penting bagi umat Islam. Berikut isi khutbah Jumat pertama Nabi Muhammad SAW yang dikutip dari buku Himpunan Wasiat Agung Nabi Muhammad SAW, Abu Bakar, Umar, Usman, dan Ali karya Miftahul Asror Malik.

“Segala puji bagi Allah Subhanahu wa ta’ala. Aku memuji, meminta pertolongan, ampunan, dan petunjuk kepada-Nya. Aku beriman kepada-Nya dan tidak mengkufuri-Nya. Aku memusuhi orang yang mengkufuri-Nya. Aku bersaksi bahwa tiada tuhan kecuali Allah, tiada sekutu bagi-Nya, dan Muhammad ialah hamba dan rasul-Nya. Dia mengutusnya dengan membawa petunjuk, cahaya, dan nasihat setelah lama tidak diutus rasul, ilmu yang sedikit, umat manusia yang tersesat, zaman terputus, sedangkan hari kiamat dan ajal semakin dekat.

Barangsiapa yang taat kepada Allah subhanahu wa ta’ala dan Rasul-Nya, sesungguhnya ia telah mendapatkan petunjuk. Dan barang siapa yang bermaksiat kepada Allah dan Rasul-Nya, sesungguhnya ia telah melampaui batas dan tersesat dengan kesesatan yang sangat jauh.

Aku berpesan kepada kalian untuk bertakwa kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Itulah wasiat terbaik bagi seorang Muslim. Dan, seorang Muslim hendaknya selalu ingat akhirat dan menyeru kepada ketakwaan kepada Allah subhanahu wa ta’ala.

Berhati-hatilah terhadap yang diperingatkan Allah subhanahu wa ta’ala. Sebab, itulah peringatan yang tiada tandingannya. Sesungguhnya ketakwaan kepada Allah yang dilaksanakan karena takut kepada-Nya, ia akan memperoleh pertolongan Allah atas segala urusan akhirat.

Barang siapa di antara kalian yang selalu memperbaiki hubungan dirinya dengan Allah subhanahu wa ta’ala, baik di secara rahasia maupun di tengah keramaian, dan ia melakukan itu dengan niat tidak lain kecuali hanya mengharapkan ridha Allah, maka baginya kesuksesan di dunia dan tabungan pahala setelah mati, yaitu ketika di akhirat setiap orang membutuhkan balasan atas apa yang telah dia kerjakan di dunia.

Dan, jika ia tidak melakukan semua itu, pastilah ia berharap agar waktu hidupnya menjadi lebih panjang. Allah memperingatkan kamu terhadap siksa-Nya. Dialah dzat yang firman-Nya benar dan menepati janji-Nya.

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman di dalam Al Quran Surat Qaf ayat 29:

مَا يُبَدَّلُ ٱلْقَوْلُ لَدَىَّ وَمَآ أَنَا۠ بِظَلَّٰمٍ لِّلْعَبِيدِ

Arab-Latin: Mā yubaddalul-qaulu ladayya wa mā ana biẓallāmil lil-‘abīd.

Artinya: “Keputusan di sisi-Ku tidak dapat diubah dan Aku sekali-kali tidak menganiaya hamba-hamba-Ku.”

Bertakwalah kalian kepada Allah dalam urusan dunia dan akhirat kalian, baik dalam kerahasiaan maupun terang-terangan. Karena sesungguhnya barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan menghapus kesalahan-kesalahannya dan akan melipat gandakan pahalanya. Barangsiapa bertakwa kepada Allah, sungguh ia telah akan mendapatkan keberuntungan yang besar.

Sesungguhnya bertakwa kepada Allah dapat melindungi kalian dari kemarahan, hukuman, dan murka-Nya. Takwa kepada Allah bisa membuat wajah menjadi cerah, membuat Allah ridha, dan meninggikan derajat kalian.

Ambillah bagian kalian dan jangan melalaikan hak Allah. Allah SWT telah mengajarkan kepada kalian dalam kitab-Nya dan menunjukkan jalan-Nya, agar Dia orang-orang yang mempercayai-Nya dan mendustakan-Nya.

Maka, berbuat baiklah sebagaimana Allah berbuat baik kepada kalian. Dan musuhilah para musuh Allah. Berjihadlah di jalan Allah dengan sebenar-benarnya jihad. Dia telah memilih kalian dan menamakan kalian sebagai orang-orang Islam. Agar orang yang binasa itu binasanya dengan bukti yang nyata dan orang-orang yang hidup itu hidupnya dengan bukti yang nyata pula.

Sungguh tiada daya upaya, kecuali hanya dengan pertolongan Allah SWT. Maka, perbanyaklah dzikir kepada Allah dan beramallah untuk kehidupan akhiratmu. Sesungguhnya barang siapa yang menjaga hubungan baik dengan Allah, maka Allah pun akan menjaga hubungan orang itu dengan manusia lainnya.

Karena Allah Subhanahu wa ta’ala memberikan ketetapan atas manusia, sedangkan manusia tidak dapat menentukan keputusan atas-Nya. Allah SWT memiliki apapun yang ada pada manusia, sedang manusia tidak bisa memiliki apapun yang ada pada-Nya. Allah SWT Maha Besar. Tiada daya dan upaya kecuali dengan kekuatan Allah Yang Maha Agung.”

Usai sholat dan melakukan khutbah Jumat pertama kali, Rasulullah SAW bersama para sahabat kemudian melanjutkan perjalanan menuju Madinah. Mereka tiba pada hari Senin 16 Rabiul Awwal atau bertepatan dengan 20 September 622 M.

(dvs/dvs)



Sumber : www.detik.com

Khutbah Jumat 10 Muharram: Sejarah Anjuran Puasa Asyura



Jakarta

Salat Jumat pekan ini, 28 Juli 2023, bertepatan dengan hari Asyura. Dengan momentum tersebut, berikut adalah contoh khutbah Jumat mengenai keutamaan bulan Muharram dan sejarah anjuran puasa Asyura yang dapat dijadikan referensi oleh khatib.

Dalam sebuah hadits disebutkan, puasa pada bulan Muharram adalah puasa yang paling utama setelah puasa Ramadan. Abu Hurairah RA mengatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda,

أَفْضَلُ الصَّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ شَهْرُ اللَّهِ الْمُحَرَّمُ، وَأَفْضَلُ الصَّلَاةِ بَعْدَ الْفَريضَةِ صَلَاةُ اللَّيْل


Artinya: “Puasa yang paling utama setelah puasa Ramadan adalah puasa pada bulan Allah Muharram. Dan salat yang paling utama setelah salat fardhu adalah salat malam.” (HR Muslim dalam Shahih-nya bab Fadhlu Shaum Al-Muharram)

Mengutip buku Khutbah Jumat Sepanjang Tahun yang disusun oleh Muhammad Khatib, Kamis (27/7/2023), berikut naskah khutbah Jumat 10 Muharram tentang Sejarah Anjuran Puasa Asyura.

Teks Khutbah Jumat 10 Muharram: Sejarah Anjuran Puasa Asyura

Khutbah 1

الحمدُ لِلَّهِ الذِي جَعَلَ الْأَعْيَادَ بِالْإِفْرَاحِ وَالسُّرُورِ وَاضَاعَفَ لِلْمُتَّقِينَ جَزِيلَ الْأُجُورِ وَكَمِلُ الصِّيَافَة والصّلة للأرْحَامِ بِسَفِيهم المَسْكُورِ، فَسَبْحَانَ مَنْ أَحَلَّ الفطور احْمَدُهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى مِنْ الهُ اعادَ الأَعْيَادَ وَأَدْخِرُهَا بِكُلِّ عَمَلٍ مَبْرُورٍ و واطال الأَجَالَ إِلَيْهَا لِيَنَالُوا بِفَضْلِهَا الْجَزَاء الْمُوفُورِ اشهد ان لا اله الا اللهُ وَحْدَهُ لا شَرِيكَ لَهُ العفو الْغَفُورُ وَاشهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ المشهور صَلَّى اللهُ عَلَى سَيّدِنَا مُحَمدٍ وَعَلَى اللِه وَاصْحَابِ الذِينَ كَانُوا يَرْجُونَ تِجَارَةً لَن تَبُورًا امَّا بَعْدُ : فَيَا أَيُّهَا الْإِخْوَانُ الْكِرَامِ أَوصِيكُمْ وَايَّايَ تَقْوَى اللَّهِ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنتُمْ مسلمون .

Jamaah Jumat yang dirahmati Allah,

Pada kesempatan yang penuh berkah ini saya berpesan, khususnya pada saya pribadi dan umum pada jamaah. Marilah kita semua berupaya meningkatkan takwa kepada Allah SWT, dengan cara mengerjakan semua perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Takwa merupakan alasan kita hidup di dunia, sekaligus tujuan dalam rangka meraih surga serta ridha Allah. Tepatlah kiranya, bila kita selalu diingatkan agar selalu meningkatkan takwa.

Jamaah Jumat yang dirahmati Allah,

Tidak terasa saat ini kita memasuki bulan Muharram, bulan pertama dalam kalender Hijriah. Muharram merupakan bulan yang dimuliakan Allah SWT.

ان عدة الشهورِ عِندَ اللهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًافي كِتَابِ اللهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَواتِ وَالْأَرْضَ مِنهااربعة حرم

Artinya: “Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu,” (QS. At-Taubah: 36)

Di antara dua belas bulan dalam kalender Hijriah, ada empat bulan yang disebut “Asyhurul Hurum” (bulan yang haram), yaitu bulan Zulkaidah, Zulhijjah, Muharram, dan Rajab. Bulan-bulan ini memiliki kemuliaan. Di antaranya Allah mengharamkan umat Islam untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang dilarang (membunuh dan berperang). Kecuali diserang oleh orang-orang kafir.

Imam At-Thabari menafsirkan ayat di atas dengan riwayat Ibnu Abbas RA: “Allah menjadikan bulan-bulan ini sebagai bulan suci dan mengagungkan kemuliaannya. Barang siapa yang berbuat dosa pada bulan ini, maka balasannya menjadi lebih besar, dan barang siapa yang beramal saleh pada bulan ini, maka pahalanya juga lebih besar.”

Jemaah Jumat yang dirahmati Allah,

Disebut bulan mulia karena bulan ini disebut “syahrullah” (bulan Allah), Rasulullah SAW bersabda,

أفضل الصيام بَعْدَ رَمَضَانَ شَهْرُ اللَّهِ المُحَرَّمُ وأفضلُ الصَّلَاةِ بَعْدَ الْفَرِيضَةِ صَلَاةُ اللَّيْلِ.

Artinya: “Puasa yang paling utama setelah Ramadan adalah puasa di bulan Allah (yaitu) Muharram. Sedangkan salat yang paling utama setelah salat fardhu adalah salat malam”. (HR. Muslim)

Hadits ini mengindikasikan adanya keutamaan khusus yang dimiliki bulan Muharram, karena penamaannya disandarkan kepada lafzhul Jalalah (lafazh Allah). Para ulama menerangkan: Ketika makhluk disandarkan pada lafzhul Jalalah, itu pertanda ada pemuliaan pada makhluk tersebut, sebagaimana istilah Baitullah (rumah Allah) bagi masjid, atau lebih khusus Ka’bah dan naqatullah (unta Allah) istilah agi unta Nabi Saleh dan lain sebagainya.

Keutamaan bulan Muharram tidak disangsikan lagi. Namun, keutamaan itu tidak berarti bila tidak diisi dengan berbagai amalan-amalan ibadah yang berbobot, sehingga keutamaan itu benar-benar bernilai, baik secara individual maupun sosial.

Di antara ibadah yang paling dianjurkan adalah berpuasa. Amalan ini didasarkan pada beberapa hadits, di antaranya sabda Nabi: “Aku berharap pada Allah dengan berpuasa Asyura ini dapat menghapus dosa selama setahun sebelumnya.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Ketika Nabi SAW tiba di Madinah, beliau melihat orang-orang Yahudi berpuasa di hari Asyura’. Beliau bertanya, “Hari apa ini?” Mereka menjawab, “Hari yang baik, hari di mana Allah menyelamatkan Bani Israil dari musuhnya, sehingga Musa pun berpuasa pada hari ini sebagai bentuk syukur kepada Allah.” Akhirnya Nabi SAW menjawab, “Kami (kaum Muslimin) lebih layak menghormati Musa daripada kalian.” Kemudian, Nabi SAW berpuasa dan memerintahkan para sahabat untuk berpuasa. (HR. Bukhari).

Dikisahkan bahwa Aisyah RA mengatakan, “Ketika Rasulullah tiba di Madinah, beliau berpuasa pada hari Asyura dan memerintahkan umatnya untuk berpuasa. Tapi ketika puasa bulan Ramadan menjadi puasa wajib, dan kewajiban puasa pada hari Asyura dihilangkan. Umat Islam boleh berpuasa pada hari itu jika dia mau, atau boleh juga tidak berpuasa jika ia mau.

Puasa Muharram dapat dilakukan dengan beberapa pilihan. Pertama, berpuasa tiga hari, yaitu sehari sebelumnya dan sehari sesudahnya, yaitu puasa tanggal 9, 10, dan 11 Muharram. Kedua, berpuasa pada hari itu dan satu hari sesudah atau sebelumnya, yaitu puasa tanggal 9 dan 10 atau 10 dan 11. Ketiga, puasa pada tanggal 10 saja, hal ini karena ketika Rasulullah memerintahkan untuk puasa pada hari Asyura, para sahabat berkata: “Itu adalah hari yang diagungkan oleh orang-orang Yahudi dan Nasrani, beliau bersabda: ‘Jika datang tahun depan insya Allah kita akan berpuasa hari kesembilan, akan tetapi beliau meninggal pada tahun tersebut.” (HR Muslim)

Hadirin jemaah Jumat rahimakumullah

Mengingat besarnya pahala yang diberikan oleh Allah melebihi bulan lainnya, hendaknya kita tidak hanya berpuasa sunnah, tapi juga memperbanyak amalan-amalan ketaatan kepada Allah pada bulan Muharram ini, dengan membaca Al-Qur’an, berdzikir, shadaqah, puasa, dan lainnya.

Selain memperbanyak amalan ketaatan, jangan lupa berusaha menjauhi maksiat kepada Allah, sebab dosa pada bulan Muharram lebih besar dibanding dosa-dosa di bulan lain. Ibnu Qatadah rahimahullah berkata, “Sesungguhnya kedzaliman pada bulan Muharram lebih besar kesalahan dan dosanya daripada kedzaliman yang dilakukan di luar bulan Muharram.

Demikianlah khotbah yang bisa sampaikan pada kesempatan kali ini. Semoga Allah senantiasa memberikan kita taufik, sehingga kita dapat tetap teguh memegang kebenaran, bersegera memperbaiki diri, dan menjauhi perbuatan maksiat yang bisa menodai hati kita. Amin…

بارك الله لي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيمِ وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُم بِمَا فِيهِ مِنَ الْآيَاتِ وَذِكْرِ الْحَكِيمِ وتقبل مني وَمِنكُمْ تِلَاوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ العليم . أقولُ قَوْلِي هَذَا وَ اسْتَغْفِرُ اللهَ العظيم لي وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِينَ وَ المُسلِمَاتِ وَالمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ فَاسْتَغْفِرُوهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com