Tag Archives: khutbah

3 Contoh Mukadimah Khutbah Jumat Beserta Latinnya


Jakarta

Mukadimah khutbah Jumat diposisikan sebagai hal penting dalam pelaksanaan salat Jumat sebab menjadi salah satu rukun salat tersebut. Berikut contoh mukaddimah khutbah yang bisa diterapkan khatib Jumat.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), mukadimah berarti kata pendahuluan atau kata pengantar. Oleh karena itu, mukadimah khutbah Jumat berarti bagian yang digunakan untuk membuka khutbah tersebut.

Bagian pembuka khutbah Jumat ini sama pentingnya dengan isi dari khutbah itu sendiri. Khutbah Jumat termasuk dalam salah satu rukun yang harus dikerjakan ketika mendirikan salat Jumat.


Menurut buku Khutbah Jum’at Pilihan: Dilengkapi Khutbah Idul Fitri dan Idul Adha karya Adam Joyo Pranoto, rukun khutbah Jumat ada lima, yaitu membaca hamdalah, membaca sholawat nabi, berwasiat takwa kepada Allah SWT, membaca ayat suci Al-Qur’an, dan berdoa untuk kaum muslimin.

Dalam sebuah pidato tidak lengkap apabila tidak dibuka dengan sebuah mukadimah atau pembukaan. Oleh karena itu, detikHikmah sudah rangkumkan beberapa contoh mukadimah khutbah Jumat yang bisa langsung dipraktikkan.

3 Contoh Mukadimah Khutbah Jumat dan Latinnya

1. Mukadimah Khutbah Jumat 1

Diambil dari buku Materi Khotbah Jumat Setahun karya H. Ahmad Yani, berikut adalah salah satu contoh mukadimah khutbah Jumat.

الْحَمْدُ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ شُرُورٍ اَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللَّهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْهُ فَلَا هَادِيَ لَهُ. وَاشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلا اللَّهُ وَحْدَهُ لَاشَرِيكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلَّمْ وَبَارِك عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى الهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ إِلَى يَوْمِ الدِّينَ وَامَّا بَعْدُ فَيَاعِبَادَ الله أَوْصِيكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللَّهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ. قَالَ اللَّهُ تَعَالَى فِي الْقُرْآنِ الْكَرِيمِ. أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّحِيمِ : يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنتُمْ مُسْلِمُونَ

Arab Latin: Alhamdulillahi nahmaduhu wa nasta’inuhu wa nastagjfiruhu wa na’uudhubillahi min syuruuri anfusinaa wa min sayyiaati a’malinaa mayyahdihillahu falaa mudhilla lahu wa mayyudhlil falaa haadiyalah

Wa asyhadu ala ilaaha illallah wahdahulaa syarikalah, wa asyhadu anna muhammadan ‘abduhu wa rasuuluhu, allahumma shalli wa sallim wa baarik ‘ala nabiyyinaa muhammadin wa ‘ala alihi wa ashaabihi wa man tabi’ahum ila yaumiddiin

Wa amma ba’du fayaa’ibaadallahu uushiikum wa iyyaaya bi taqwaallahi wa thaa’atihi la’allakum tuflihuun. Qaalallahu ta’alaa filquranil kariim. A’uudzubillahi minasyaithanirrajiim: yaa ayyuhalladziina amanu-taqullaha haqqa tuqaatihi walaa tamuutunna illa wa antum muslimuun.

2. Mukadimah Khutbah Jumat 2

الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ الْمَلِكِ الْعَظِيمِ الَّذِي يَحْكُمُ بِالْحَقِّ وَيَقْضِي بِالْعَدْلِ وَيَهْدِى النَّاسِ إِلَى الصِّرَاطِ الْمُسْتَقِيمِ , أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَاشَرِيكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلّمْ وَبَارِكْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ إِلَى يَوْمِ الدِّينَ. أَمَّا بَعْدُ فَيَاعِبَادَ اللَّهَ أَوْصِيكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللَّهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ. قَالَ اللَّهُ تَعَالَى فِي الْقُرْآنِ الكَرِيمِ. أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّحِيمِ : يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ

Arab Latin: Alhamdulillahi rabbil ‘aalamiin almalikil ‘adhiimil ladzii wahkumu bilhaqqi wa yaqdhii bil’adli wayahdin-naasi ilashirathal mustaqiim

Asyhadu ala ilaaha illallah wahdahulaa syarikalah, wa asyhadu anna muhammadan ‘abduhu wa rasuuluhu, allahumma shalli wa sallim wa baarik ‘ala nabiyyinaa muhammadin wa ‘ala alihi wa ashaabihi wa man tabi’ahum ila yaumiddiin

Amma ba’du fayaa’ibaadallahu uushiikum wa iyyaaya bi taqwaallahi wa thaa’atihi la’allakum tuflihuun. Qaalallahu ta’alaa filquranil kariim. A’uudzubillahi minasyaithanirrajiim: yaa ayyuhalladziina amanu-taqullaha haqqa tuqaatihi walaa tamuutunna illa wa antum muslimuun.

3. Mukadimah Khutbah Jumat 3

الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَنْعَمَنَا بِنِعْمَةِ الْإِيمَانِ وَالْإِسْلَامِ وَأَكْرَمَنَا بِخِلَافَتِهِ مِنْ جَمِيعِ العَالَمِ. أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَاشَرِيكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ اللَّهُمَّ صَلَّ وَسَلَّمْ وَبَارِكْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ إِلَى يَوْمِ الدِّينَ. أَمَّا بَعْدُ فَيَاعِبَادَ اللَّهُ أَوْصِيكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللَّهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ . قَالَ اللَّهُ تَعَالَى فِي الْقُرْآنِ الْكَرِيمِ. اَعُوذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّحِيمِ : يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنتُمْ مُسْلِمُونَ

Arab Latin: Alhamdulillahil ladzii an’amanaa bini’matil iimaani wal islaami wa akrammanaa bikhilaafatihi min jamii’il ‘aalam.

Asyhadu ala ilaaha illallah wahdahulaa syarikalah, wa asyhadu anna muhammadan ‘abduhu wa rasuuluhu, allahumma shalli wa sallim wa baarik ‘ala nabiyyinaa muhammadin wa ‘ala alihi wa ashaabihi wa man tabi’ahum ila yaumiddiin

Amma ba’du fayaa’ibaadallahu uushiikum wa iyyaaya bi taqwaallahi wa thaa’atihi la’allakum tuflihuun. Qaalallahu ta’alaa filquranil kariim. A’uudzubillahi minasyaithanirrajiim: yaa ayyuhalladziina amanu-taqullaha haqqa tuqaatihi walaa tamuutunna illa wa antum muslimuun.

(rah/rah)



Sumber : www.detik.com

Khutbah Jumat Tema Iman, Islam dan Perdamaian


Jakarta

Khutbah Jumat kali ini akan membahas tentang iman, Islam, dan perdamaian. Dalam naskah ini dijelaskan bahwa agama dan perdamaian saling mendukung satu sama lain.

Keberadaan perdamaian menjadi kunci untuk melaksanakan agama dengan sepenuhnya, begitu pula sebaliknya. Tanpa kehadiran agama, kehidupan yang damai dapat menjadi sekuler.

Maka dari itu, kita sebagai muslim diminta untuk meningkatkan ketakwaan kepada Allah SWT. Agar iman kita bisa tumbuh serta menjadi manusia yang damai, sehingga dapat memberikan hal positif untuk banyak orang.


Berikut naskah khutbah tentang Iman, Islam dan Perdamaian yang disusun oleh Sekretaris MUI Provinsi Lampung, H Muhammad Faizin. Dilansir dari laman Kemenag, Kamis (14/12/2023).

Khutbah I

الحَمْدُ للهِ الَّذِيْ أَنْزَلَ السَّكِيْنَةَ عَلَى قُلُوْبِ اْلمُسْلِمِيْنَ المُؤْمِنِيْنَ وَجَعَلَ الضِّياَقَ عَلَى قُلُوْبِ الْمُنَافِقِيْنَ وَالْكَافِرِيْنَ. أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ الْمَلِكُ اْلحَقُّ اْلمُبِيْنُ. وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الصَّادِقُ الْوَعْدِ الأَمِيْنِ. اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلمِّ عَلَى سَيِّدِنَا وَمَوْلَانَا مُحَمَّدٍ المَبْعُوْثِ رَحْمَةً لِلْعَالَمِيْنَ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَالتَّابِعِيْنَ لَاحَوْلَ وَلَاقُوَّةَ إِلَّا بِاللهِ اْلعَلِيِّ اْلعَظِيْمِ. أَمَّا بَعْدُ أَيُّهاَ اْلحَاضِرُوْنَ اْلمُسْلِمُوْنَ حَفِظَكُمُ اللهُ أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ. قَالَ اللهُ تَعَالىَ فِي كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ: وَمَن يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَل لَّهُ مَخْرَجًا وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ ۚ وَمَن يَتَوَكَّلْ عَلَى ٱللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُۥٓ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ بَٰلِغُ أَمْرِهِۦ ۚ قَدْ جَعَلَ ٱللَّهُ لِكُلِّ شَىْءٍ قَدْرًا

Jamaah Jumat Rahimakumullah,

Pada kesempatan mulia ini, khatib berwasiat pada diri khatib sendiri dan seluruh jamaah untuk senantiasa meningkatkan ketakwaan kepada Allah SWT dengan menjalankan perintah dan menjauhi larangan-Nya. Ketakwaan menjadi bekal utama dan sangat berharga saat kita bertemu dengan Allah SWT kelak, dan orang yang paling bertakwa akan mendapatkan posisi yang paling mulia di sisi Allah SWT.

Selain menguatkan ketakwaan, sudah menjadi kewajiban kita untuk senantiasa mengungkapkan dan meningkatkan rasa syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan karunia Iman dan Islam, serta berbagai kenikmatan kehidupan lainnya di dunia ini. Kenikmatan yang kita syukuri ini telah dijanjikan oleh Allah SWT akan ditambah. Sebaliknya jika kita mengufuri nikmat Allah, maka balasan berupa siksa pedih dari Allah akan kita terima.

Kemudian dengan mensyukuri nikmat iman dan Islam ini, tidak hanya akan memberikan nilai positif bagi diri kita sendiri, namun juga akan memberikan kemaslahatan bagi orang lain. Di antara buah dari keteguhan iman dan Islam adalah terwujudnya kebaikan dan kemaslahatan bagi orang lain yang terwujud dalam bentuk perdamaian di kehidupan masyarakat.

Iman, Islam, dan perdamaian merupakan satu kesatuan yang tidak bisa terpisahkan. Jika seseorang memiliki iman dan Islam yang baik, maka bisa dipastikan kedamaian akan menghiasi dan menaungi kehidupannya bersama masyarakat.

Jamaah Jumat Rahimakumullah,

Dilihat dari kata ‘Islam’ itu sendiri, para ulama memaknainya dengan arti perdamaian sehingga Islam dan perdamaian adalah dua entitas yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Orang akan tergolong mengingkari nilai keislaman itu sendiri jika tidak mengedepankan perdamaian dengan sesama umat Islam dan juga seluruh manusia pada umumnya.

Allah SWT berfirman dalam Surat Al-Bararah ayat 208:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ

“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu”

Jamaah Jumat Rahimakumullah,

Melalui ayat ini, Allah mengingatkan kepada manusia untuk tidak setengah-setengah dalam masuk ke dalam agama Islam. Allah mengingatkan untuk masuk pada agama Islam dengan kaffah (menyeluruh) yang di dalamnya juga terkait bagaimana mengimplementasikan nilai-nilai yang diajarkan oleh Islam seperti perdamaian. Dengan terwujudnya perdamaian dalam kehidupan, maka segala sektor kehidupan akan dapat berjalan dengan baik seperti pembangunan dan termasuk juga ketenangan dalam beribadah.

Kita bisa merasakan sendiri bagaimana nikmatnya beribadah di tengah-tengah perdamaian yang jauh dari konflik dan peperangan. Jika saat ini kita berada dalam situasi perang, maka bisa dipastikan kita tidak bisa beribadah dengan tenang seperti ini. Oleh karenanya nikmat perdamaian yang merupakan pengejawantahan dari nilai-nilai Islam ini harus terus kita pertahankan.

Bukan hanya mendapatkan efek positif dalam kehidupan dunia, perdamaian juga merupakan sebuah sikap yang memiliki nilai pahala. Rasulullah sendiri menyebutkan bahwa ketika seseorang mampu mewujudkan perdamaian, maka pahalanya akan bisa melebihi pahala shalat, zakat, dan sedekah. Sebagaimana ditegaskan oleh Rasulullah saw melalui hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan At-Tirmidzi:

أَلَا أُخْبِرُكُمْ بِأَفْضَلَ مِنْ دَرَجَةِ الصَّلَاةِ، وَالصِّيَامِ، وَالصَّدَقَةِ؟ ” قَالُوا: بَلَى. قَالَ: ” إِصْلَاحُ ذَاتِ الْبَيْنِ. وَفَسَادُ ذَاتِ الْبَيْنِ هِيَ الْحَالِقَةُ

“Maukah jika aku kabarkan kepada kalian sesuatu yang lebih utama dari derajat puasa, shalat dan sedekah? Para sahabat berkata, Tentu ya Rasulullah. Beliau bersabda: Mendamaikan orang yang sedang berselisih. Rusaknya orang yang berselisih adalah pencukur (mencukur amal kebaikan yang telah dikerjakan).”

Dari hadits ini kita bisa mengetahui bahwa Nabi Muhammad sangat mendorong kita untuk mampu menjadi juru perdamaian. Hal ini selaras dengan misi nabi yang merupakan penyempurna akhlakul karimah. Orang yang mengedepankan perdamaian memiliki akhlak yang baik dengan memberi tauladan untuk menebar kasih sayang dan menghindari permusuhan.

Terlebih di negara kita ini yang telah ditakdirkan oleh Allah SWT menjadi sebuah bangsa yang penuh dengan keanekaragaman suku, agama, budaya, dan adat istiadat. Prinsip perdamaian dalam perbedaan harus terus kita pegang dan semai bersama. Bukan hanya saat ini saja, namun para generasi penerus juga harus mampu meneruskannya. Bukan kepada sesama umat Islam saja, namun kepada seluruh masyarakat yang ada dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kita perlu mengingat firman Allah SWT dalam Al-Qur’an surat Al-Hujurat ayat 13:

يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ اِنَّا خَلَقْنٰكُمْ مِّنْ ذَكَرٍ وَّاُنْثٰى وَجَعَلْنٰكُمْ شُعُوْبًا وَّقَبَاۤىِٕلَ لِتَعَارَفُوْا ۚ اِنَّ اَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللّٰهِ اَتْقٰىكُمْ ۗاِنَّ اللّٰهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ

“Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Mahateliti.”

Jamaah Jumat Rahimakumullah,

Oleh karenanya di penghujung khutbah ini, khatib berpesan, mari kita terus pupuk perdamaian dalam kehidupan terlebih dengan orang-orang yang ada di sekitar kita. Perdamaian yang mampu kita wujudkan ini menjadi sebuah bukti nyata bahwa kita adalah orang yang benar-benar Islam dan juga orang yang benar-benar beriman. Amin ya rabbal alamin.

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ اْلكَرِيْمِ وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ مِنِّي وَمِنْكُمْ تِلَاوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ اْلعَلِيْمُ وَأَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا فَأسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْم

Khutbah II

اَلْحَمْدُ لِلهِ الَّذِيْ أَمَرَنَا بِاْلاِتِّحَادِ وَاْلاِعْتِصَامِ بِحَبْلِ اللهِ الْمَتِيْنِ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ إِيَّاهُ نَعْبُدُ وَإِيَّاُه نَسْتَعِيْنُ. وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ اَلْمَبْعُوْثُ رَحْمَةً لِلْعَالَمِيْنَ. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ. اِتَّقُوا اللهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ وَسَارِعُوْا إِلَى مَغْفِرَةِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ. إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ يَاأَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا . وَصَلَّى الله عَلَى سَيِّدَنَا وَمَوْلَانَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ

اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَ الْمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْاَمْوَاتْ إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ وَيَا قَاضِيَ الْحَاجَاتِ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّحِمِيْنَ. اللَّهُمَّ إِنَّا نَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ جَهَنَّمَ وَنَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ وَنَعُوذُ بِكَ مِنْ فِتْنَةِ الْمَسِيحِ الدَّجَّالِ وَنَعُوذُ بِكَ مِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ

اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ . رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

عِبَادَ اللهِ إِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيتَآئِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَآءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَادْعُوْهُ يَسْتَجِبْ لَكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ

(hnh/lus)



Sumber : www.detik.com

Sesama Muslim Harus Saling Tolong Menolong


Jakarta

Naskah khutbah Jumat kali ini akan membahas soal manusia yang tidak bisa lepas dari orang lain. Karena hakikatnya, manusia adalah makhluk sosial yang saling membutuhkan.

Membantu sesama adalah hal yang diperintahkan oleh Allah SWT. Dalam surat Al-Maidah ayat 2, Allah SWT berfirman,

…وَتَعَاوَنُوْا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوٰىۖ وَلَا تَعَاوَنُوْا عَلَى الْاِثْمِ وَالْعُدْوَانِ ۖ وَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ شَدِيْدُ الْعِقَابِ


Artinya: “…Tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan. Bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah sangat berat siksaan-Nya.

Mengutip buku “333 Mutiara Kebaikan” yang ditulis oleh Syaikh Abu Hamzah Abdul Hamid, disebutkan bahwa tolong-menolong di antara sesama Muslim seharusnya dilakukan karena umat Islam ibarat satu bangunan yang saling mendukung. Jika salah satu bagian dari bangunan tersebut tidak kuat, maka seluruh bangunan dapat mudah roboh.

Hal ini sesuai dengan hadis dari Abu Musa RA, Rasulullah SAW bersabda, “Seorang mukmin dengan mukmin yang lain bagai sebuah bangunan yang sebagiannya mengokohkan sebagian yang lain.” (HR Bukhari)

Sedangkan dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, dari Qutaibah, dari Abu Awanah, dari Al-A’masy, dari Abu Shalih, dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW yang bersabda,

١٤٢٥ – (صَحِيحٌ) حَدَّثَنَا فَتَيَبةُ، قَالَ: حَدَّثَنَا أَبُو عَوَانَةَ، عَنِ الْأَعْمَشِ، عَنْ أَبِي صَالِحٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللهِ ﷺ: ((مَنْ نَفْسَ عَنْ مُؤْمِن كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا نَفَّسَ اللَّهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الْآخِرَةِ، وَمَنْ سَتَرَ عَلَى مُسْلِمٍ سَتَرَهُ اللهُ في الدُّنْيَا وَالْآخِرَة وَاللَّهُ فِي عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ فِي عَوْنِ أَخِيْهِ)).

Artinya: “Barangsiapa menghilangkan satu kesulitan dari seorang mukmin ketika di dunia, maka Allah akan menghilangkan darinya satu kesulitan di akhirat. Barangsiapa yang menutupi keburukan seorang muslim, Allah akan menutupi keburukannya di dunia dan di akhirat. Allah senantiasa menolong seorang hamba selama hamba itu menolong saudaranya.” (HR Muslim)

Naskah Khutbah Jumat soal Tolong Menolong

Berikut adalah naskah khutbah Jumat tema membantu sesama yang ditulis oleh Amien Nurhakim, Alumnus UIN Jakarta dan Pesantren Luhur Ilmu Hadis Darus-Sunnah, Ciputat, Tangerang Selatan. Naskah ini dikutip detikHikmah dari laman Kemenag.

Khutbah I

الحَمْدُ لِلّٰهِ الْمَلِكِ الدَّيَّانِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى مُحَمَّدٍ سَيِّدِ وَلَدِ عَدْنَانَ، وَعَلَى اٰلِهِ وَصَحْبِهِ وَتَابِعِيْهِ عَلَى مَرِّ الزَّمَانِ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ الْمُنَـزَّهُ عَنِ الْجِسْمِيَّةِ وَالْجِهَةِ وَالزَّمَانِ وَالْمَكَانِ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الَّذِيْ كَانَ خُلُقُهُ الْقُرْآنَ أَمَّا بَعْدُ، عِبَادَ الرَّحْمٰنِ، فَإنِّي أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللهِ المَنَّانِ، الْقَائِلِ فِي كِتَابِهِ الْقُرْآنِ: وَتَعَاوَنُوْا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوٰىۖ وَلَا تَعَاوَنُوْا عَلَى الْاِثْمِ وَالْعُدْوَانِ ۖوَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗ اِنَّ اللّٰهَ شَدِيْدُ الْعِقَابِ

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,

Pada hari yang mulia ini, khatib menyeru kepada jamaah sekalian untuk senantiasa menjaga dan meningkatkan ketakwaan kita kepada Allah dengan semaksimal mungkin, takwa dalam artian menjauhi segala larangan yang ditetapkan Allah subhânahu wa ta’âla dan menjalankan perintah-Nya. Karena dengan ketakwaan, setiap persoalan hidup yang kita alami akan ada jalan keluarnya dan akan ada pula rezeki yang datang kepada kita tanpa disangka-sangka.

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,

Ketika awal kita ada di dunia ini, kita membutuhkan seseorang yang menjadi perantara kelahiran, yaitu ibu. Saat itu, kita membutuhkan seorang bidan yang membantu mengeluarkan kita dari perut ibu. Dari kecil hingga tumbuh dewasa kita membutuhkan orang tua, ketika kesulitan dan memiliki hajat, kita membutuhkan tetangga dan warga sekitar, ketika punya problem kehidupan kita juga membutuhkan seorang pendengar, hingga ketika ajal menjemput, kita pun membutuhkan orang yang menguburkan jasad kita.

Dari sini, kita dapat memahami bahwa manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendirian, kita semua saling membutuhkan satu sama lain. Oleh karena itu, pesan yang ditanamkan sejak kecil hingga dewasa adalah jangan bosan-bosan menolong orang lain yang membutuhkan.

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,

Islam adalah agama yang sangat menganjurkan umatnya untuk saling tolong menolong dan merekatkan tali persaudaraan. Tolong menolong di sini tidak terikat oleh apa pun. Bantulah dengan tulus siapa pun orangnya, entah dia kaya atau miskin, berpendidikan tinggi atau tidak mengenyam pendidikan sama sekali, bahkan muslim atau non-muslim, selama itu dalam ranah sosial dan kebaikan, maka tidak ada salahnya kita membantu mereka, karena bagaimana pun mereka adalah saudara dalam kemanusiaan. Kecuali, jika bantu membantu itu hal kejahatan dan keburukan, maka Islam melarang hal ini. Allah menegaskan dalam Al-Quran surah Al-Maidah ayat 2:

وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَىٰ ۖ وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۖ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ

“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.”

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,

Menolong orang lain, khususnya mereka yang sedang kesulitan sungguh memiliki banyak manfaat, baik bagi diri sendiri maupun orang yang kita tolong, bahkan kondisi masyarakat pun akan mendapatkan manfaat dari sikap dan perbuatan baik ini.

Dengan menolong orang muslim yang sedang membutuhkan pertolongan, maka kita telah mencerminkan pesan persaudaraan yang ditamsilkan oleh Nabi shallallâhu ‘alaihi wasallam dalam sebuah hadis riwayat Imam Muslim:

مَثَلُ الْمُؤْمِنِينَ فِي تَوَادِّهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ مَثَلُ الْجَسَدِ إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بِالسَّهَرِ وَالْحُمَّى

“Orang-orang mukmin dalam hal saling mencintai, mengasihi, dan menyayangi bagaikan satu tubuh. Apabila ada salah satu anggota tubuh yang sakit, maka seluruh tubuhnya akan ikut terjaga (tidak bisa tidur) dan panas (ikut merasakan sakitnya)”

Lebih tegas terkait keutamaan menolong sesama Muslim, Rasulullah bersabda dalam hadis riwayat Imam Muslim:

مَنْ نَـفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُـرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا، نَـفَّسَ اللهُ عَنْهُ كُـرْبَةً مِنْ كُـرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ، وَمَنْ يَسَّرَ عَلَـى مُـعْسِرٍ، يَسَّـرَ اللهُ عَلَيْهِ فِـي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ، وَمَنْ سَتَـرَ مُسْلِمًـا، سَتَـرَهُ اللهُ فِـي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ، وَاللهُ فِـي عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ فِي عَوْنِ أَخِيهِ

“Siapa yang melapangkan satu kesusahan dunia dari seorang Mukmin, maka Allah melapangkan darinya satu kesusahan di hari Kiamat. Siapa memudahkan (urusan) orang yang kesulitan, maka Allah memudahkan baginya (dari kesulitan) di dunia dan akhirat. Siapa menutupi (aib) seorang Muslim, maka Allâh akan menutup aibnya di dunia dan akhirat. Allah senantiasa menolong seorang hamba selama hamba tersebut menolong saudaranya.”

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,

Dalam hadits lain Rasulullah memerintahkan umatnya untuk menolong orang yang dizalimi bahkan orang yang ingin berbuat zalim juga. Dalam hadis Nabi disebutkan:

انْصُرْ أَخَاكَ ظَالِمًا أَوْ مَظْلُومًا

“Tolonglah saudaramu ketika dia berbuat zalim atau ketika dia dizalimi.”

Dalam hadits yang disebutkan tadi, mungkin kita bertanya-tanya, bagaimana mungkin kita menolong orang zalim padahal Allah telah melarang bantu membantu dalam hal keburukan. Hal ini pun pernah ditanyakan juga para sahabat, Rasulullah pun menjawab:

تَأْخُذُ فَوْقَ يَدَيْهِ

“Pegang tangannya (tahan ia dari perbuatan zalim).”

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah.

Dari hadits-hadits di atas, kiranya dapat menjadi pelajaran bagi kita semua agar bermurah hati menolong sesama Muslim karena mereka adalah saudara kita. Pun tanpa menafikan kita juga harus menolong siapa saja orang-orang di sekitar kita yang sedang dalam kesulitan. KH. Abdurrahman Wahid atau Gus Dur berpesan:

“Tidak penting apa agama atau sukumu. Kalau kamu bisa melakukan sesuatu yang baik untuk semua orang. Orang tidak akan pernah tanya apa agamamu,”

بَارَكَ الله لِيْ وَلَكُمْ فِي اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنْ آيَةِ وَذِكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِي هٰذَا فَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

Khutbah II

الْحَمْدُ لِلّٰهِ وَ الْحَمْدُ لِلّٰهِ ثُمَّ الْحَمْدُ لِلّٰهِ. أَشْهَدُ أنْ لَآ إلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الَّذِيْ لَا نَبِيَّ بَعْدَهُ. اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اٰلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ القِيَامَةِ

أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا النَّاسُ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. فَقَالَ اللهُ تَعَالَى: إِنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يٰأَ يُّها الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدَنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِ سَيِّدَنَا مُحَمَّدٍ. اللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ، اَلْأَحْياءِ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ والقُرُوْنَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتَنِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا إِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عامَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ

اللّٰهُمَّ أَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ وَأَرِنَا الْبَاطِلَ بَاطِلًا وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ. رَبَّنَا اٰتِنَا فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. وَاَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ

عٍبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتاءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشاءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ، وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ، وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَر

(hnh/lus)



Sumber : www.detik.com

Khutbah Jumat Isra Mi’raj dan 4 Maknanya di Kehidupan Sosial


Jakarta

Isra Mi’raj adalah peristiwa bersejarah dalam Islam. Rasulullah SAW melakukan perjalanan dari Makkah ke Sidaratul Muntaha untuk menjemput langsung perintah salat.

Mengutip Az-Zubaidi dalam kitab Mukhtasar Al-‘Ain, Imam An-Nawawi mengatakan Rasulullah SAW menggunakan buraq saat Isra Mi’raj. Ia adalah hewan tunggang berwarna putih, lebih pendek dari bagal dan lebih tinggi dari pada keledai sebagaimana hadits Rasulullah SAW.

Isra Mi’raj diperingati setiap 27 Rajab yang tahun ini jatuh pada Kamis, 8 Februari 2024. Menyongsong tibanya hari tersebut, khatib salat Jumat bisa menyampaikan khutbah tentang peristiwa Isra Mi’raj.


Naskah khutbah Jumat kali ini akan mengajak hadirin untuk meningkatkan ketakwaan kepada Allah SWT dan mengingat nikmat yang telah diberikan-Nya, terutama sebagai umat Islam yang hidup di tengah negeri damai. Pembicara juga menyoroti pentingnya menjaga hubungan sosial yang harmonis, membangun relasi yang baik dengan Allah SWT, dan menjunjung tinggi nilai-nilai kejujuran dalam kehidupan sehari-hari.

Peristiwa Isra’ Mi’raj digunakan sebagai momentum untuk merenungkan nilai-nilai luhur Islam. Seperti menjalin hubungan yang harmonis dengan sesama, mendekatkan diri kepada Allah SWT, menghargai waktu dan disiplin, serta menebarkan kedamaian dan persaudaraan di tengah-tengah masyarakat.

Mengutip laman Masjid Istiqlal, Kamis (1/2/2024), berikut naskah khutbah Jumat soal Isra Mi’raj yang disusun oleh Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah Kemenag RI, Dr. KH. Adib Muhammad, M.Ag.

Menyingkap Pesan Rahmatan Lil Alamin dari Perjalanan Isra Mi’raj

Hadirin sidang Jum’at rahimakumulllah

Marilah kita senantiasa memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah subhanahu wata’ala. Bersyukur atas segala nikmat yang telah kita rasakan, termasuk nikmat menjadi umat Muslim yang hidup di tengah negeri tercita yang sebentar lagi menyelenggarakan hajatan besar Pemilu Serentak, semoga semuanya berjalan dengan aman, lancar, tenteram dan damai. Semoga keadaan yang kondusif ini tetap terus dapat dipertahankan bahkan ditingkatkan demi terwujudnya persatuan dan kesatuan yang semakin kokoh.

Shalawat dan salam semoga senantiasa terlimpah curahkan kepada Baginda Nabi Besar Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam keluarga, serta sahabat dan seluruh pengikutnya ila akhiriz zaman. Semoga kita tergolong bagian dari ummat yang dicintainya, sehingga kelak akan mendapat syafaatnya di yaumil qiyamah, amiin.

Jamaah kaum Muslimin rahimakumullah

Dalam kesempatan ini juga mari kita sama sama tingkatkan ketaqwaan kita kepada Allah subhanahu wata’ala. Mari kita tingkatkan kesadaran dalam diri kita akan kehadiran Allah subhanahu wata’ala. Karena hanya dengan kesadaran inilah kita akan terjaga dari segala bentuk penyimpangan, sekaligus terus termotivasi untuk menunaikan kebaikan-kebaikan. Marilah kita tingkatkan ketaqwaan kita, karena taqwa adalah satu-satunya bekal yang akan menyelamatkan kita dalam menempuh perjalanan menuju Allah subhanahu wata’ala.

Salah satu bentuk implementasi ketaqwaan itu, kita harus banyak banyaklah bersyukur kepada Allah, kita terlahir sebagai umat muslim yang hidup di tengah negeri yang damai. Kita sebagai bangsa dengan penduduk mayoritas muslim terbesar di dunia yang terbukti mampu menunjukkan kedewasaannya dalam berdemokrasi.

Negeri dengan komponen bangsa yang beraneka ragam suku, bahasa dan agama tetapi saling berdampingan dan saling menghormati satu sama lain. Negeri yang telah didirikan dan dibangun oleh para pahlawan bangsa dengan tetesan darah dan air mata. Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Khatib sampaikan perihal ini, karena akhir-akhir ini mulai banyak dari kita yang kurang menyadari akan nikmat tersebut. Padahal Allah subhanahu wata’ala telah berfirman: Artinya: dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya azab-Ku sangat pedih” (QS Ibrahim [14]: 7).

Kaum Muslimin hadaniyallah waiyyakum ajmain

Kita kini telah memasuki bulan Rajab bulan di mana terdapat peristiwa agung yang senantiasa diperingati kaum muslimin yaitu peringatan Isra dan Mi’raj, salah satu peristiwa yang sangat penting dalam sejarah dakwah Islam. Peristiwa diisra dan dimi’rajkannya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Isra mi’raj adalah peristiwa bersejarah, perjalanan spiritual yang pernah dialami Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang memiliki nilai-nilai luhur yang akan tetap aktual sepanjang zaman. Oleh karena itu adalah hal yang sangat wajar kalau peristiwa penting ini selalu diperingati oleh umat Islam di seluruh penjuru bumi, termasuk di negeri kita tercinta ini.

Terlebih dalam suasana kehidupan kita saat ini yang diwarnai dengan berbagai intrik menjelang pelaksanaan pemilu serentak ini yang jika tidak segera diantisipasi maka dapat mengancam sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Mari kita jadikan peristiwa isra mi’raj ini sebagai momentum mengaktualisasikan kembali nilai-nilai Islam rahmatan lilalamin dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang semakin damai, tertib dan bermartabat. Kehidupan berbangsa yang damai dan tentram adalah prasyarat utama menuju bangsa yang maju dan sejahtera.

Kaum Muslimin Rahimakumullah

Penegasan tentang Islam sebagai agama rahmatan lilalamin menjadi sangat relevan, terutama dalam kondisi bangsa yang Tengah menghadapi tantangan besar yaitu gelaran pemilu serentak yang saat ini kita selenggarakan.

Sedikitnya ada 4 (empat) nilai fundamental yang sangat penting untuk kita maknai dari peristiwa Isra’ Mi’raj sebagai salah satu cerminan Islam rahmatan lilamin tersebut dalam konteks kehidupan beragama maupun berbangsa pada saat ini:

Pertama, peristiwa Isra’, yang berarti perjalanan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam di malam hari dari Masjidil Haram di Mekkah menuju Masjidil Aqsha di Palestina. Peristiwa itu memberikan isyarat kepada kita, bahwa manusia perlu membangun komunikasi sosial/horizontal.

Pada peristiwa Isra’, perjalanan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersifat horizontal: dari bumi yang satu ke bumi lainnya, yang disimbolkan dari masjid ke masjid, yakni dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha.

Maka, masjid yang merupakan “simbol” pusat kegiatan keagamaan umat Islam, harus pula ditransformasikan nilai-nilainya di tengah kehidupan sosial atau kemasyarakatan secara nyata.

Umat Islam harus mampu membangun relasi sosial (hablun minan-nas) yang rukun dan harmonis di tengah-tengah kehidupannnya. Karena bukankah telah disebutkan sendiri oleh Nabi al-dinu mu’amalah (bahwa agama, salah satu inti ajarannya adalah bagaimana seseorang harus berinteraksi atau berhubungan baik dengan sesamanya).

Dengan kata lain, kualitas keislaman seseorang tidak cukup hanya diukur ketika ia berada di dalam masjid. Akan tetapi, bagaimana nilai-nilai ibadah dan kekhusyukan yang telah dilakukannya di dalam masjid itu, diwujudkan pula di luar masjid, yakni ketika berada di lingkungan kerja maupun di tengah-tengah masyarakatnya, melalui jalinan interaksi, silaturahmi, dan komunikasi yang baik dengan sesama. Inilah yang disebut dengan “kesalehan sosial”.

Sebab, tidak jarang sewaktu berada di dalam masjid seseorang tampak khusyuk beribadah, namun begitu keluar masjid, nilai-nilai kekhusyukan ibadahnya itu ia tanggalkan.

Akibatnya, di tempat kerja maupun di lingkungan masyarakatnya ia masih kerap melakukan perilaku-perilaku yang justru bertentangan dengan nilai-nilai ibadah yang telah dilakukannya, seperti melakukan korupsi, kecurangan, penipuan, membicarakan aib dan kejelekan orang lain, menebarkan fitnah, hingga memelihara perpecahan dan konflik berkepanjangan.

Model beragama seperti itu jelas merupakan wujud keberagamaan yang semu. Sebab salah satu wujud keberagamaan yang hakiki, ditandai dengan kemampuan seseorang menjalin komunikasi dan interaksi sosial yang baik dengan sesamanya, sesuai dengan akhlak-akhlak luhur yang telah diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.

Sebagaimana hal ini telah diajarkan pula oleh Raden Makhdum Ibrahim (Sunan Bonang) dalam salah satu “piwulang” nya kepada Raden Sa’id (Sunan Kalijaga): “marsudi urip rukun, nuju nur alam cahyaning sejati” (bahwa menjalin hubungan baik dengan sesama, adalah wujud kematangan spiritual dan kesempurnaan iman seseorang).

Di samping itu, peristiwa Isra’ dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha juga memberi isyarat bahwa, mestinya antara satu masjid dengan masjid lainnya harus ada sinergi atau kerjasama yang harmonis dalam membangun kegiatan dakwah dan pendidikan keagamaan kepada masyarakat secara luas. Jangan sampai, masjid justru hanya dijadikan sebagai ajang untuk membentuk ideologi sektoral secara eksklusif dan sempit, yang justru merusak jalinan ukhuwwah antar umat Islam.

Misalnya, dengan mudah orang lalu mengkafirkan atau membid’ah-kan kelompok lain yang berbeda, apalagi masjid lalu dijadikan sebagai tempat untuk menanamkan ideologi politik “keislaman sempit” yang anti-Pancasila dan NKRI sebagaimana yang saat ini marak di berbagai tempat. Ma’asyiral muslimin rahimakumullah.

Kedua, peristiwa Mi’raj, di mana Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dari Masjidil Aqsha kemudian naik ke Sidratil Muntaha, berjumpa dengan Allah subhanahu wata’ala. Perjalanan spiritual itu memberikan pelajaran penting bagi kita bahwa manusia dalam menjalani kehidupannya harus melakukan upaya “transedensi”, yakni mendekatkan diri kepada Tuhannya:

Allah subhanahu wata’ala, sehingga terhindar dari jebakan-jebakan materi-duniawi yang seringkali membuat manusia kalap dan lupa diri, hingga berani melakukan tindakan-tindakan penyelewengan atau pun pelanggaran hukum yang banyak merugikan orang lain. Sebagai makhluk yang disebut homo religius, manusia harus mampu membangun relasi atau hubungan yang harmonis dengan Tuhan-nya. Dengan begitu, maka sifat-sifat Tuhan sebagai Dzat yang Maha Pengasih dan Sumber Kebaikan, harus dapat diterjemahkan dalam kehidupan nyata sehari-hari.

Nilai-nilai kejujuran harus terus ditegakkan, untuk melawan segala bentuk de-moralisasi. Kita tentunya sangat prihatin dan sedih, ketika kejujuran tidak lagi dianggap penting.

Fenomena seperti “nyontek massal” yang masih sering dilakukan para pelajar pada saat Ujian Nasional, ataupun “budaya” korupsi yang dilakukan semakin terang-terangan, adalah potret buram bagi dunia pendidikan maupun birokrasi pemerintahan kita, bahkan fenomena ini telah menjalar ke tengah-tengah kehidupan masyarakat yang sarat dengan praktik-praktik manipulatif.

Nilai falsafah Jawa yang menyatakan “sopo sing jujur bakale mujur” (orang yang jujur akan beruntung) telah dicampakkan sedemikian rupa, dan diganti dengan slogan “sopo sing jujur malah kajur” (orang yang jujur akan hancur). Padahal kita tahu, bahwa kejujuranlah yang akan membawa kita pada ketenangan dan kedamaian. Kita mungkin saja bisa membohongi puluhan, ratusan, ribuan, bahkan jutaan orang, namun, kita tidak akan bisa membohongi hati nurani kita sendiri, apalagi membohongi Allah subhanahu wata’ala.

Ketiga, dalam peristiwa Mi’raj dari Masjidil Aqsha ke Sidratil Muntaha, Nabi SAW berjumpa langsung dengan Allah SWT. Ini merupakan puncak pengalaman spiritual sekaligus nikmat yang sangat indah dan tak tertandingi oleh nikmat-nikmat apapun. Namun, di sinilah nampak sifat keluhuran dan keluarbiasaan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, di mana setelah bertemu dengan Tuhannya, beliau justeru masih mau turun lagi ke dunia untuk menyampaikan pesan-pesan Tuhan demi keselamatan umatnya.

Seandainya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam adalah orang yang egois dan hanya memikirkan kepentingan dan keselamatan dirinya sendiri, niscaya beliau enggan untuk turun lagi ke dunia. Itulah cermin bahwa beliau adalah seorang manusia paripurna (insan kamil) sekaligus seorang sufi sejati, yang tidak hanya berpredikat shalih (berkepribadian baik secara personal), tetapi juga seorang mushlih (menjadikan orang lain menjadi baik).

Peristiwa ini mengandung pelajaran yang sangat penting, bahwa kita tidak boleh terjebak pada kesalehan ritual-spiritual yang bersifat personal semata. Sebab kesalehan yang sejati adalah manakala seseorang bisa membangun relasi yang harmonis dan seimbang: baik antara dirinya dengan Tuhannya (hablun min Allah); antara dirinya dengan sesamanya (hablun min al-nas); maupun antara dirinya dengan alam dan lingkungan sekitarnya (hablun ma’a al-bi’ah).

Keempat, dalam peristiwa Isra’ Mi’raj, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mendapat perintah yang sangat penting, berupa perintah shalat. Sedemikian pentingnya shalat, sehingga perintah itu diterima langsung oleh Nabi tanpa melalui perantara Malaikat Jibril.

“Shalat adalah tiang agama, barang siapa yang menegakkan shalat berarti ia menegakkan agama, barang siapa yang meninggalkan shalat berarti ia menghancurkan agama.” Demikian sabda Nabi. Namun hal yang sesungguhnya paling penting adalah bagaimana kita menjiwai dan menerapkan pesan-pesan moral yang terkandung dalam ritual shalat tersebut.

Jangan sampai kita memahami shalat hanya sebatas rutinitas dan “seremonial” belaka, tanpa memahami makna apa-apa di dalamnya. Al-Qur’an mengkritik orang-orang yang melakukan shalat sebagai “pendusta agama” dan bahkan dianggap celaka, manakala mereka melalaikan atau tidak melaksanakan pesan-pesan moral yang terkandung di balik shalat yang dilakukannya (sebagaimana disebutkan dalam QS. al-Ma’un: 3-4).

Jama’ah Jum’at yang berbahagia. Shalat mengajarkan kita akan pentingnya disiplin dan menghargai waktu. Maka, salah satu ciri dari kualitas shalat seseorang adalah sejauh mana ia disiplin dan menghargai waktu, yang kemudian diterapkan dalam kehidupan nyata sehari-hari.

Di dalam shalat juga terkandung pesan ke-tawadlu’-an (rendah hati), sebab betapa di dalam shalat kita rela meletakkan kepala kita, yang merupakan mahkota atau anggota tubuh yang paling mulia, merunduk ke tempat sujud, sejajar dengan kaki kita. Maka kesombongan dan sikap kesewenang-wenangan jelas bukanlah sifat orang yang baik shalatnya.

Shalat juga mengajarkan kita akan pentingnya menebarkan nilai-nilai kedamaian, keharmonisan, dan persaudaraan. Karena bukankah setiap kali kita mengakhiri shalat, kita selalu mengucapkan salam (assalamu’alaikum warahmatullah) sambil menoleh ke kanan dan ke kiri?!

Maka indikator lain dari orang yang baik shalatnya adalah ia senantiasa menebarkan rasa kedamaian, persaudaraan, dan kasih sayang di tengah-tengah masyarakatnya.

Semoga kita semua dapat mengambil hikmah dan berbagai pelajaran penting dari peristiwa Isra’ Mi’raj sebagai wujud nilai Islam rahmatan lilalamin serta betul-betul mengaktualisasikannya dalam kehidupan bermasyarakat secara nyata.

(hnh/kri)



Sumber : www.detik.com

Contoh Khutbah Jumat tentang Bersyukur, Singkat dan Mudah Dihafal


Jakarta

Hari Jum’at merupakan hari istimewa bagi umat muslim, di mana hari tersebut menjadi simbol berkumpul dalam sosialisasi umat muslim. Di hari Jumat, para lelaki muslim diwajibkan untuk melaksanakan sholat Jumat.

Sebelum pelaksanaan sholat, terdapat khutbah Jumat yang disampaikan oleh khatib. Penyampaian khutbah bisa mengambil berbagai macam tema, salah satunya adalah tentang bersyukur. Berikut beberapa contoh khutbah Jum’at tentang bersyukur.

Contoh Khutbah Jumat Singkat tentang Bersyukur

Khutbah jumat terdiri dari khutbah pertama dan kedua. Berikut beberapa contoh khutbah Jumat singkat tentang bersyukur mengutip laman NU Online dan Universitas Islam Malang.


1. Bersyukur atas Nikmat Lahir dan Batin

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah

Mengawali khutbah pada siang hari yang penuh keberkahan ini, khatib berwasiat kepada kita semua terutama kepada diri khatib pribadi untuk senantiasa berusaha meningkatkan kualitas keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah subhanahu wata’ala dengan melakukan semua kewajiban dan meninggalkan seluruh yang diharamkan.

Kaum Muslimin jama’ah shalat Jumat rahimakumullah. Sudah selayaknya kita bersyukur kepada Allah atas segala nikmat yang Ia anugerahkan kepada kita. Tiada satu pun selain-Nya yang mampu menghitungnya. Nikmat terbagi menjadi dua macam, nikmat lahir dan nikmat batin. Allah ta’ala berfirman:

وَأَسْبَغَ عَلَيْكُمْ نِعَمَهُ ظَاهِرَةً وَبَاطِنَةً (لقمان: 20) Artinya: “Dan Allah telah menyempurnakan nikmat-nikmat-Nya yang lahir dan batin untukmu.” (QS. Luqman: 20)

Nikmat lahir adalah nikmat yang terlihat oleh mata seperti harta, penghormatan orang, ketampanan, kecantikan, diberi taufiq (kemudahan) untuk melakukan amal ketaatan, kesehatan, keturunan, harta, kedudukan, sungai, hujan, tanaman, hewan ternak, air dingin dan banyak lagi lainnya. Sedangkan nikmat batin adalah nikmat yang didapati oleh seseorang dalam dirinya seperti memiliki ilmu tentang Allah, kokohnya keyakinan kepada Allah dan dijauhkan dari penyakit dan berbagai marabahaya.

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah. Kewajiban setiap mukallaf (baligh dan berakal) adalah bersyukur kepada Allah atas nikmat-nikmat tersebut. Bersyukur kepada Allah adalah dengan tidak menggunakan nikmat-nikmat dari Allah untuk bermaksiat kepada-Nya, tidak kufur kepada Allah dan para utusan-Nya. Barang siapa melakukan syukur seperti ini, maka ia adalah seorang hamba yang telah bersyukur kepada Tuhannya. Sedangkan orang yang mengucap syukur kepada Allah dengan lidahnya sebanyak apapun namun masih menggunakan nikmat Allah untuk berbuat maksiat kepada-Nya, maka hakikatnya ia belumlah bersyukur kepada Tuhannya sebagaimana yang diwajibkan.

Dan hendaklah diketahui bahwa kita semua di hari kiamat akan dimintai pertanggungjawaban atas nikmat yang Allah anugerahkan kepada kita. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

لَا تَزُوْلُ قَدَمَا عَبْدٍ يومَ القيامةِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ عُمْرِِهِ فِيْمَ أَفْنَاهُ وَعَنْ عِلْمِهِ فِيْمَ فَعَلَ وَعَنْ مَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ، وَفِيْمَ أَنْفَقَهُ وَعَنْ جِسْمِهِ فِيْمَ أَبْلَاهُ. (رواه الترمذيّ وصحّحه)
Artinya: “Seorang hamba tidak akan berpindah dari suatu fase ke fase yang lain di hari kiamat hingga ditanya tentang umurnya dalam hal apa dihabiskan, tentang ilmunya dalam hal apa digunakan, tentang hartanya dari mana ia perolah dan dalam hal apa disalurkan dan tentang jasadnya dalam hal apa difungsikan.” (HR. at-Tirmidzi dan ia menilainya shahih).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda:
أَوَّلُ مَا يُحَاسَبُ بِهِ الْعَبْدُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَنْ يُقَالَ لَهُ أَلَمْ أُصِحَّ لَكَ جِسْمَك وَأُرْوِكَ مِن الْمَاءِ الْبَارِدِ. (رواه الحاكم وصحّحه)

Artinya: “Hal pertama yang seorang hamba akan dihisab tentangnya di hari kiamat adalah dikatakan kepadanya: Bukankah telah Aku sehatkan badanmu dan aku hilangkan dahagamu dengan air yang dingin?” (HR. al Hakim dan ia menilainya shahih).

Karenanya, mari kita hisab diri kita. Mari kita renungkan, sudahkah kita bersyukur atas berbagai nikmat yang Allah kurniakan kepada kita sebagaimana mestinya? Saudara-saudara seiman, di antara nikmat batin adalah nikmat teragung yang tidak sebanding dengan nikmat apapun, yaitu nikmat iman kepada Allah dan nikmat-nikmat yang mengikutinya, yaitu berserah diri kepada Allah, mencintai orang-orang shaleh, kokohnya keyakinan kita kepada Allah, mengagungkan ilmu agama dan semacamnya.

Iman kepada Allah dan Rasul-Nya adalah modal utama bagi seorang muslim, sehingga ia adalah nikmat yang paling agung, paling utama dan paling tinggi yang diberikan kepada manusia. Orang yang diberi dunia (harta, jabatan dan semacamnya) namun tidak diberi iman, maka seakan ia tidak diberi nikmat apapun.

Sebaliknya, orang yang diberi iman dan tidak diberi dunia, maka seakan ia tidak terhalang dari satu nikmat pun. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

إِنَّ اللهَ عزَّ وجَلَّ يُعْطِي الدُّنْيَا مَنْ يُحِبُّ وَمَنْ لَا يُحِبُّ وَلَا يُعْطِي الدِّيْنَ إِلَّا لِمَن أَحَبَّ (رواه أحــمد)

Artinya: “Sesungguhnya Allah ‘azza wa jalla memberikan (nikmat) dunia kepada orang yang Ia cintai dan kepada orang yang tidak Ia cintai, dan tidak memberikan nikmat agama kecuali kepada orang yang Ia cintai.” (HR. Ahmad)

Di antara nikmat ada juga yang merupakan akibat atau buah dari nikmat iman. Nikmat ini tampak pada anggota badan seseorang, seperti melaksanakan kewajiban, menjauhi perkara haram dan memperbanyak amal sunnah. Nikmat iman sebenarnya adalah nikmat batin, akan tetapi pengaruhnya terlihat pada anggota badan. Iman adalah syarat diterimanya amal shaleh. Tanpa iman, bentuk amal kebaikan sebanyak apapun tidak akan diterima oleh Allah ta’ala.

Orang yang mati dalam keadaan tidak iman akan datang di hari kiamat tanpa memiliki sedikit pun kebaikan, karena ia tidak mengenal Allah dan tidak beriman kepada-Nya. Sedangkan seorang muslim yang tidak bersyukur kepada Allah atas nikmat-nikmat-Nya, lalu meninggal sebagai pelaku dosa besar, maka ia tergantung pada kehendak Allah.

Jika Allah menghendaki, Ia akan menyiksanya dan jika Allah menghendaki, Ia akan mengampuninya. Sedangkan orang yang diberi taufiq untuk bersyukur kepada Allah atas nikmat-nikmat-Nya yang lahir dan batin, dengan melaksanakan perintah Allah, sehingga ia melaksanakan kewajiban dan menjauhi perkara haram serta menggunakan anugerah nikmat untuk menaati Tuhannya, maka balasan dari Tuhannya adalah kenikmatan yang abadi, yang tidak akan punah dan sirna. Allah ta’ala berfirman:

إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ أُولَئِكَ هُمْ خَيْرُ الْبَرِيَّةِ (7) جَزَاؤُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ جَنَّاتُ عَدْنٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ ذَلِكَ لِمَنْ خَشِيَ رَبَّهُ (8)

Maknanya: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, mereka itulah sebaik-baik makhluk. Balasan mereka dari Tuhannya adalah surga ‘Adn yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Allah ridha terhadap mereka dan mereka pun ridha kepada-Nya. Itu adalah (balasan) bagi orang yang takut kepada Tuhannya.” (QS. al Bayyinah: 7-8).

Mereka adalah makhluk yang paling berbahagia, karena Allah ridha terhadap mereka sebagaimana mereka ridha kepada-Nya. Ridha Allah adalah salah satu sifat-Nya, yang tidak menyerupai ridla makhluk. Karena makna ridha Allah adalah kehendak untuk memberikan nikmat.

Sedangkan ridha para hamba kepada Tuhannya adalah berimannya mereka kepada Allah, menerima ketetapan-Nya dan menyerahkan segala hal kepada-Nya. Mereka tidak memprotes dan menyalahkan Allah dalam satu pun musibah yang menimpa mereka.

Sebaliknya mereka bersabar untuk tetap melaksanakan kewajiban dan menjauhi perkara haram serta menahan diri dari menggunakan nikmat Allah dalam perbuatan maksiat kepada-Nya. Mereka juga bersabar atas ujian-ujian yang menimpa mereka, sehingga balasan untuk mereka adalah ridho Allah terhadap mereka. Sungguh beruntung mereka. Alangkah berbahagianya mereka.

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah. Demikian khutbah singkat pada siang hari yang penuh keberkahan ini. Semoga bermanfaat dan membawa barakah bagi kita semua. Amin.

(Ust. Nur Rohmad, S.Ag., M.Pd.I, Anggota Tim Aswaja NU Center PWNU Jawa Timur dan Ketua Komite Dakwah Khusus MUI Kab. Mojokerto.)

2. Bersyukur atas Nikmat Sehat

Jamaah Jumat yang Dirahmati Allah

Jumat adalah hari terbaik, karenanya menjadi saat yang tepat untuk terus mengingatkan takwallah. Pesan tersebut selalu disampaikan khatib agar senantiasa meningkatkan takwa dengan menjalankan perintah dan menjauhi larangan-Nya. Hal ini memberikan pesan bahwa betapa penting dan berharganya menjaga takwallah. Sadar bahwa diri senantiasa dalam pantauan Allah di segala keadaan dan suasana. Karenanya, alfakir berpesan kepada diri sendiri dan jamaah yang berbahagia untuk terus menjaga dan memupuk takwallah tersebut.

Hadirin yang Berbahagia

Kenikmatan hidup paling mahal adalah sehat, karena apa pun yang kita miliki di dunia tak akan bisa dinikmati jika sakit. Dalam suasana yang serba tidak menentu seperti sekarang, nikmat sehat menjadi hal yang mahal harganya. Karenanya, kita perlu mensyukuri nikmat sehat yang ada. Apalagi dalam sebuah ayat disebutkan sebagai berikut:

وَإِنْ تَعُدُّوا نِعْمَتَ اللهِ لَا تُحْصُوها، إِنَّ الْإِنْسانَ لَظَلُومٌ كَفَّارٌ

Artinya: Dan jika kalian menghitung nikmat Allah, niscaya kalian tidak akan mampu menghitungnya. Sungguh manusia sangat zalim dan banyak mengingkari nikmat. (QS al-Nahl: 18)

Nikmat sehat bukan suatu kemewahan seperti emas dan perak. Tetapi menjadi mahal ketika kesehatan telah berubah menjadi sakit. Nikmat sehat merupakan mahkota tubuh. Saat terbaring sakit, kita baru sadar bahwa kesehatan sangat berharga. Yang mengabaikan kesehatan dirinya adalah orang yang menabung masalah untuk masa depan. Seorang filosof Inggris mengatakan: Jika dengan memperoleh pengetahuan malah merusak kesehatan kita, maka kita bekerja untuk hal yang tidak berguna.

Tidak berlebihan dan sangat tepat kalau dalam suatu hadits diriwayatkan sebagai berikut:

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: نِعْمَتَانِ مَغْبُونٌ فِيهِمَا كَثِيرٌ مِنْ النَّاسِ، اَلصِّحَّةُ وَالْفَرَاغُ

Artinya: Diriwayatkan dari Ibnu Abbas RA, dia berkata: Nabi SAW bersabda: Ada dua kenikmatan yang kebanyakan manusia tertipu (lalai) padanya, yaitu kesehatan dan waktu luang. (HR al-Bukhari).

Dalam Mukhtashar Minhâjul Qâshidîn intisari kitab Ihya` Ulûmiddîn diriwayatkan, ada orang mengadukan kemiskinannya dan menampakkan kesusahannya kepada seorang alim. Lalu si alim berkata: Apakah engkau senang menjadi buta dengan mendapatkan 10 ribu dirham?

“Tidak,” jawabnya.

“Apakah engkau senang menjadi bisu dengan mendapatkan 10 ribu dirham?” tanya ulang si alim.

“Tidak,” jawabnya.

“Apakah engkau senang menjadi orang yang tidak punya kedua tangan dan kedua kaki dengan mendapatkan 20 ribu dirham?,” lanjut si alim.

“Tidak,” jawabnya.

“Apakah engkau senang menjadi orang gila dengan mendapatkan 10 ribu dirham?” Si alim terus bertanya.

“Tidak,” jawabnya.

“Apakah engkau tidak malu mengadukan Tuanmu sedangkan Dia memiliki harta 50 ribu dinar padamu?,” pungkas si alim.

Dari kisah tersebut, kita dapat memetik pelajaran bahwa nikmat sehat atau kesehatan jauh lebih berharga dibanding uang yang banyak ataupun harta yang melimpah.

Jamaah yang Dirahmati Allah,

Betapa pentingnya nikmat kesehatan, hingga Rasulullah SAW pun bersabda:

مَنْ أَصْبَحَ مِنْكُمْ مُعَافًى فِي جَسَدِهِ آمِنًا فِي سِرْبِهِ عِنْدَهُ قُوتُ يَوْمِهِ فَكَأَنَّمَا حِيزَتْ لَهُ الدُّنْيَا

Artinya: Siapa saja di antara kalian masuk waktu pagi dalam keadaan sehat badannya, aman dalam rumahnya, punya makanan pokok pada hari itu, maka seolah-olah seluruh dunia dikumpulkan untuknya. (HR Ibnu Majah).

Dalam Islam menjaga kesehatan menjadi bagian penting dari prinsip-prinsip pemeliharaan pokok syariat (maqâsidusy syarî’ah). Hal itu terdiri dari; pemeliharaan agama (hifdzud dîn), pemeliharaan diri atau kesehatan (hifdzun nafs), pemeliharaan akal (hifdzul ‘aql), pemeliharaan keturunan (hifdzun nasab), dan pemeliharaan harta (hifdzul mâl).

Sebaliknya, Islam melarang berbagai tindakan yang membahayakan kesehatan atau keselamatan jiwa, sebagaimana tersebut dalam firman Allah SWT yang artinya: Dan janganlah kalian menjatuhkan diri kalian dalam kerusakan. (QS Al-Baqarah: 195); dan ayat yang artinya: Dan janganlah kalian membunuh diri kalian. Sungguh Allah Maha Penyayang kepada kalian. (QS An-Nisa’: 29).

Badan kita punya hak yang harus dipenuhi agar terjaga kesehatan maupun keseimbangannya. Di antara hak badan adalah memberikan makanan pada saat lapar, memenuhi minuman saat haus, memberikannya istirahat saat lelah, membersihkannya saat kotor, dan mengobatinya saat sakit. Ajaran Islam sangat menekankan kesehatan.

Diriwayatkan dari Al-Abbas bin Abdul Muthallib RA, ia berkata: Aku pernah datang menghadap Rasulullah SAW dan bertanya: Ya Rasulullah, ajarkan kepadaku suatu doa yang akan aku baca dalam doaku. Nabi menjawab: Mintalah kepada Allah ampunan dan kesehatan. Kemudian aku menghadap lagi pada kesempatan lain dan saya bertanya: Ya Rasulullah, ajarkan kepadaku suatu doa yang akan aku baca dalam doaku. Nabi menjawab: Wahai Abbas, wahai paman Rasulullah SAW, mintalah kesehatan kepada Allah, di dunia dan akhirat. (HR at-Tirmidzi).

Demikianlah khutbah singkat ini, semoga bermanfaat mengingatkan kita agar selalu menjaga kesehatan dan mensyukurinya dengan sebaik-baiknya.

3. Bersyukur atas Nikmat selama Setahun

اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ. اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِيْ أَعْطَىنَا بِالصَّبْرِ وَالشُّكْرِ. أَشْهَدُ اَنْ لَا اِلٰهَ اِلَّا اللّٰهُ الصَّبُوْرُ الشَّكُوْرُ وَأَشْهَدُ اَنَّ حَبِيْبَنَا وَ نَبِيَّنّا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الَّذِيْ أَخْرَجَنَا مِنَ الظُّلُمَاتِ اِلَى النُّوْرِ. اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلٰى اٰلِهِ وَصَحْبِهِ اَجْمَعِيْنَ اَمَّا بَعْدُ فَيَاأَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ. اِتَّقُوا اللّٰهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوْتُنَّ اِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ. قَالَ اللّٰهُ تَعَالَى فِي الْقُرْاٰنِ الْعَظِيْمِ. أَعُوْذُ بِاللّٰهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ وَاِذْ تَاَذَّنَ رَبُّكُمْ لَىِٕنْ شَكَرْتُمْ لَاَزِيْدَنَّكُمْ وَلَىِٕنْ كَفَرْتُمْ اِنَّ عَذَابِيْ لَشَدِيْدٌ

Segala puji merupakan milik Allah swt, Tuhan semesta alam. Segala anugerah yang telah kita nikmati sampai detik ini, tidak lain adalah pemberian dari-Nya. Khususnya, nikmat iman, nikmat Islam, juga nikmat sehat wal afiat. Dengan kenikmatan-kenikmatan itu, sudah sepatutnya kita datang dan bertemu pada siang hari ini dalam rangka menunaikan ibadah kepada-Nya. Tidak lain, inilah bentuk syukur kita atas semua hal itu.

Selanjutnya, khatib mengajak kita semua untuk senantiasa bershalawat kepada Nabi Muhammad, Allāhumma shalli wa sallim wa bārik ‘alā sayyidinā Muhammad. Semoga shalawat kita juga dapat mengalir kepada keluarganya, sahabatnya, tabi’in, dan juga kepada kita semua selaku umatnya. Amin ya rabbal alamin. Allah swt memerintahkan kita untuk meningkatkan ketakwaan kita kepada-Nya dengan senantiasa mendekatkan diri kepada-Nya melalui ibadah-ibadah, melaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi segala hal yang dilarang oleh-Nya.

Sebagai bagian dari peningkatan takwa itu, kita perlu senantiasa bersyukur atas segala nikmat karunia yang telah Allah swt anugerahkan kepada kita semua, sehingga kita bisa dapat menjalani kehidupan dengan baik. Jamaah Jumat yang dimuliakan Allah swt,

Saat ini, kita telah memasuki penghujung bulan Desember sekaligus akhir dari tahun 2022. Begitu banyak hal yang telah kita lalui sepanjang tahun 2022 ini, mulai dari hal yang terasa berat, tidak enak, hingga nikmat-nikmat yang memberikan rasa bahagia bagi kita. Satu hal yang perlu kita garis bawahi adalah semua hal tersebut patut kita syukuri.

Iya, sekalipun bisa dipastikan sepanjang tahun itu tidak semuanya bahagia dan ada saja hal yang membuat kita kecewa, kesal, dan sedih, pasti saja ada hal penting yang belum kita ketahui di balik itu semua. Selain memang, kesedihan, kekecewaan, dan kekesalan yang kita terima itu jauh lebih sedikit daripada kenikmatan yang telah kita terima. Sebab, banyak hal yang tanpa kita sadari, itu adalah nikmat besar yang seringkali luput dari pengamatan.

Padahal, itulah yang biasa kita rasakan saban hari sejak kali pertama terlahir di dunia sampai hari ini. Misalnya, udara yang kita hirup sebagai napas diperoleh secara gratis. Kita tidak dapat membayangkan seumpama oksigen itu harus kita bayar.

Kita juga kerap lupa dengan nikmat sehat yang selama ini kita nikmati. Saat kita ditimpa sakit, barulah kita memohon-mohon berdoa kepada Allah agar lekas disembuhkan, sedang saat sehat, kita sendiri lupa tidak mensyukurinya.

Nabi Muhammad saw sampai menyebut hal itu dalam hadisnya, bahwa banyak orang tertipu akan dua kenikmatan, yaitu nikmat sehat dan nikmat waktu. Jamaah Jumat yang berbahagia, Allah swt secara tegas memerintahkan kita untuk bersyukur kepada-Nya melalui firman-Nya dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 152 berikut.

فَاذْكُرُوْنِيْٓ اَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْا لِيْ وَلَا تَكْفُرُوْنِ

Artinya: “Maka, ingatlah kepada-Ku, Aku pun akan ingat kepadamu. Bersyukurlah kepada-Ku dan janganlah kamu ingkar kepada-Ku.”

Dalam Tafsir Al-Baghawi, disebutkan bahwa bersyukur itu dilakukan ketaatan, sedangkan tidak kufur berarti tidak bermaksiat. Sementara menurut Imam Al-Qurthubi, bahwa syukurnya seorang hamba ini harus diucapkan dengan lisan dan diikrarkan dalam hati bahwa menggunakan nikmat itu untuk ketaatan.

Jamaah Jumat yang dimuliakan Allah swt, Dalam ayat lain, Allah menegaskan bahwa dengan bersyukur, niscaya nikmat kita akan ditambah. Hal itu termaktub dalam Al-Qur’an Surat Ibrahim ayat 7 berikut.

وَاِذْ تَاَذَّنَ رَبُّكُمْ لَىِٕنْ شَكَرْتُمْ لَاَزِيْدَنَّكُمْ وَلَىِٕنْ كَفَرْتُمْ اِنَّ عَذَابِيْ لَشَدِيْدٌ

Artinya: “(Ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan, “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), sesungguhnya azab-Ku benar-benar sangat keras”.”

Dalam kitab tafsirnya, Imam Al-Baghawi mengutip sebuah pendapat, bahwa syukur itu mengikat yang sudah ada dan memburu yang tiada. Ia juga menyampaikan bahwa syukur yang sesungguhnya adalah dengan senantiasa menjalankan ketaatan atas segala perintah Sang Pemberi nikmat itu.

Sementara hal yang ditambahkan adalah pahalanya. Sementara itu, Imam Al-Qurthubi dalam kitab tafsirnya menjelaskan bahwa hakikat syukur adalah mengakui bahwa nikmat itu tidak lain ditujukan bagi Sang Pemberi nikmat itu sendiri, yaitu Allah swt, dan tidak menggunakannya untuk selain taat kepada-Nya.

Jamaah Jumat yang dimuliakan Allah swt, Oleh karena itu, dari penjelasan para ulama di atas, dapat kita ambil pengertian bahwa bersyukur berarti adalah menggunakan segala nikmat yang kita peroleh untuk menunaikan ketaatan kita, yaitu menghamba kepada-Nya, beribadah karena-Nya. Dalam hal ini, kita perlu meningkatkan ketaatan kita mulai hari ini dan ke depannya sebagai tanda syukur kita atas segala nikmat yang telah Allah swt anugerahkan kepada kita.

Dan menjadikan ini sebagai bagian dari resolusi tahun 2023 kita. Saking mulianya bersyukur, Rasulullah saw bersabda, bahwa orang yang makan dan bersyukur itu sederajat dengan orang berpuasa dan sabar atas puasanya itu.

Dari hal itu, khatib mengajak jamaah semuanya untuk bersyukur atas segala anugerah yang telah kita peroleh dengan senantiasa meningkatkan ketaatan kita kepada-Nya, menggunakan nikmat-nikmat tersebut untuk beribadah kepada-Nya. Semoga kita semua diberikan kekuatan dan kemampuan untuk mensyukuri seluruh nikmat-Nya sehingga kita tergolong sebagai ‘ibadiyas syakur, hamba-hamba Allah yang banyak bersyukur.

(Ustadz Syakir NF, Imam Masjid Baitul Maqdis, Padabeunghar, Pasawahan, Kuningan, Jawa Barat.)

4. Rasa Syukur

Maasyiral Muslimin rahimakumullah,

Marilah kita bersama sama memanjatkan tasyakkur ke hadirat Allah SWT, atas segala limpahan karunia Allah SWT, atas karunia waktu luang, nikmat kesehatan, karunia ilmu pengetahuan, kenikmatan rizki, keutuhan keluarga, kita bersyukur atas adanya rasa tersebut dalam hati.

Kita bersyukur kepada Allah bilamana dalam hati dan perbuatan kita ada manifestasi dari rasa syukur. Adalah sebuah keindahan kalau kita dalam perbuatan kita ada nilai nilai syukur.

Kita berlindung kepada Allah atas sikap lupa dan alpa. Kita sungguh berlindung kapada Allah atas kufur tipis tipis, YAITU tidak menyadari betapa besar, hal apa saja yang Allah karuniakan kepada kita. Betapa Allah kasih sayang kepada keluarga kita, kepada lingkungan kita.

Ma’asyirol Muslimin Rahimakumullah

Kita bisa kerja, kita bisa beribadah, kita bisa memiliki kemerdekaan, karena orang lain dan tentu karunia Allah. Kita bisa kerja karena kampus kita ada dan memberi gaji dan tunjangan karena pimpinan. KITA bisa tenang beribadah, Karena tak ada orang lain yang membuat kekacauan. Kita pantas bersyukur atas ketenteraman lingkungan itu semua. Alhamdulillah.

Bersyukur atas yang kecil kecil, tak usah menunggu hal yang besar besar, yang fantastis. Bersyukur kepada orang lain yang menjadi perantara karunia Allah, karena itu yang menjadi ajaran. MAN LAM YASKURINNAS, LAM YASKURILLAH. MAN LAM YASKURIL KHOLIL, LAM YASKURIL KATSIR.

Baiknya keluarga kita, pasangan kita, anak anak kita, kebaikan negara kita, orang orang baik di Universitas kita adalah karunia kita yang patut kita syukuri. Kita berada di Indonesia, sudah termasuk negara muslim paling demokratis, aman di dunia, patut kita syukuri.

Maasyiroh Muslimin Hadirin, Rahimakumullah

Sebagai kaum beriman kita disarankan untuk tetap waspada. Syaitan ada dimana mana. Kita bisa saja tergelincir. Sikap kita akan membawa aura lingkungan kita. Sikap sabar adalah bentuk rasa syukur.

Para Nabi, para Rasul, para Waliyullah, para ulama besar, itu adalah orang orang yang sabar. Kita orang biasa biasanya- termasuk diri saya- sering mengeluh, sering menuntut. Akhirnya lupa. Itu lawan dari bersyukur.

Tak ada Nabi dan Rasul yang hidup tanpa beban yang berat, namun semua Nabi dan Rasul adalah orang orang yang tak bersedih dengan situasi apa saja. Mereka itu ahli syukur terutama hati dan amal perbuatan, bukan hanya lisan. Kemuliaan mereka ada di akhlak kesyukurannya.

Manusia itu tempat salah dan lupa. Itulah makanya Allah memberi kitab oenuntun di setiap jamannya. Allah juga mngutus rasul dan nabi serta orang orang alim untuk mengingatkan kita. Karena kita AL INSAANU MAHALUL KHOTO’ WAN NISYAN. Kita sering alpa.

Di luar sana ada kemiskinan ekstrim, di luar sana ada kesulitan sosial dan di sini kita baik baik saja. FABIAYYI AALA-I ROBBIKUMA TUKADDZIBAAN. Nikmat apa lagi yang pantas kita dustakan

Salah satu hal yang terbaik selain syukur nikmat, saya mengajak diri saya, bersedia memperbaiki kesalalah kesalahan kita, menjaga hati, menjaga diri dan menjaga niat, menghindarkan diri dari sikap menerabas tatanan agar mendapatkan keinginannya.

Tokoh tokoh pahlawan yang merintis kemerdekaan atau muassis kampus Kita bukan orang-orang yang suka mengeluh dan mereka juga berkali kali gagal dalam usaha usaha yang mulia, oleh sebab itu kita perlu mendidik diri kita harus berani berjuang. Kata Gus Dur “hidup adalah perjuangan, setiap perjuangan butuh pengorbanan, dan semua pengorbanan besar pahalanya”.

Orang orang sukses dari dulu dan sampai sekarang itu tak pernah dicapai dengan mudah. No pain, no gain. Ada perjuangan dan doa di sana.

Bahkan Imam Syafii RA selalu berpesan kepada para kita bahwa tidak ada kenikmatan hidup tanpa kita bersusah payah sebelumnya. Segala sesuatu yang didapat dengan mudah apalagi dengan menghilangkan atau mengurangi hak hak orang lain, bisa hilang keberkahannya.

Sesungguhnya kita ini mungkin sdh diberi yang terbaik, sudah diberi banyak, kadang kita saja yang tak bisa mensyukurinya.

وَاِنْ تَعُدُّوْا نِعْمَةَ اللّٰهِ لَا تُحْصُوْهَاۗ اِنَّ اللّٰهَ لَغَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ

Penelitian Ahli Psikologi juga mengungkapkan, rasa syukur ini, membuat orang dekat dengan rasa bahagia R. Riset mengatakan “Bukanlah banyaknya harta dan kekayaan dan jabatan satu satunya alat bahagia”. Tapi kebahagiaan itu, bermula dari rasa tenteram atas apa yang Allah berikan kepada kita.

Sebagai penutup saya mengajak diri saya pribadi dan kepada jamaah sekalian untuk mengisi tanggung jawab sebagai rasay syukur,

Pertama tanggung jawab, kasih sayang, ketulusan dan memberi hal dan melaksanakan kewajiban pada diri sendiri dan keluarga, anak, istri, suami, terutama orang tua.

Kedua; tanggung jawab sebagai makhluk dan abdillah, kepada Allah SWT melaksanakan perintahnya dan menjahui larangaNya. Syukur tertinggi itu syukur amaliyah.

Ketiga;tanggung tanggung jawab sosial kepada tetangga, saudara terutama yang membutuhkan dengan berbagi walau dengan sumbangan tak seberapa, social responsibility, Zakat, Infaq, Shadaqoh adalah jalannya.

Keempat;tanggung jawab kepada bangsa dan negara, merawat kerukunan sebagai rasa syukur.

Kelima;tanggung jawab kepada alam dan lingkungan semesta dengan cinta alam dan melindunginya. Merawat Jagad dan mencintai manusia dan alam adalah bentuknya.

Semoga Allah SWT selalu melimpahkan taufiq, hidayah dan inayah kepada kita.

(Prof. M. Masud Said, Ph.D)

Syarat Melaksanakan Sholat Jumat

Syekh Imam Taqiyudin Abi Bakar Muhammad Al-Huseini dalam kitab Kifayatul Akhyar mengatakan, ada 6 syarat dalam melaksanakan khutbah Jumat. Mengutip buku Khutbah Jumat 7 Menit oleh KH. Marzuqi Mustamar, berikut keenam syaratnya:

1. Waktu melaksanakan khutbah adalah ketika masuk waktu dzuhur atau tergelincirnya matahari
2. Mendahulukan dua khutbah terlebih dahulu daripada sholat Jumat
3. Khotib melaksanakan khutbah dalam keadaan berdiri
4. Duduk di antara dua khutbah dengan Thuma’ninah
5. Seorang khotib harus suci dari hadats dan najis pada badan, pakaian, serta tempat
6. Mengeraskan suara ketika berkhutbah.

Rukun Khutbah Jumat

Seorang khotib haruslah memperhatikan beberapa rukun yang ditetapkan syara’. Hal ini agar ibadah sholat Jumat sah. Berikut beberapa rukun berkhutbah.

1. Memuji Allah di khutbah pertama dan kedua
2. Membaca sholawat kepada Nabi Muhammad SAW di khutbah pertama dan kedua
3. Berwasiat takwa kepada Allah di khutbah pertama dan kedua
4. Membaca ayat suci Al Qur’an pada salah satu dari kedua khutbah. Minimal membaca satu ayat
5. Berdoa untuk kaum mukmin di khutbah kedua.

Itulah empat contoh khutbah sholat Jumat tentang bersyukur. Semoga beberapa contoh ini bisa menginspirasimu dalam membuat teks khutbah.

(row/row)



Sumber : www.detik.com

3 Kultum Ramadhan Singkat tentang Puasa dan Keutamaannya


Jakarta

Ramadhan akan tiba dalam hitungan hari. Untuk menyambut bulan suci tersebut, khatib bisa menyampaikan kultum Ramadhan singkat.

Kultum bertema Ramadhan seperti keutamaan, amalan, ibadah sunnah, dan sebagainya mulai banyak disampaikan. Berikut contoh kultum Ramadhan singkat yang diambil dari buku Kumpulan Kultum Terlengkap & Terbaik Sepanjang Tahun karya Shohibul Ulum dan Kumpulan Kultum Ramadhan: Berkaca pada 2 Jiwa karya Prito Windiarto dan Taupiq Hidayat.

Contoh Teks Kultum Ramadhan Singkat

1. Kultum Singkat Menyambut Ramadhan

Ramadhan. Bulan suci ini menyapa kembali. Kemuliaan di hadapan. Kedatangannya disambut beraneka rasa oleh orang-orang.


Pertama, ada orang yang menyambutnya biasa-biasa saja. Ramadhan baginya tak lebih dari rutinitas tahunan. Tak ada perubahan apa-apa. Biasa saja. Hadirnya bulan kemuliaan baginya tak memberikan pengaruh sedikit pun, selain kenyataan ia harus berpuasa. Menahan lapar dahaga. Bagi orang seperti ini apa yang akan dilewatkan selama Ramadhan tidak akan membekas makna, tidak akan memberi pengaruh setitik pun.

Kedua, orang yang menanggapi secara sinis. Orang ini merasa berat ketika datangnya bulan suci. Ia malas melakukan ibadah. Baginya puasa itu berat karena selama Ramadhan ia tak lagi bisa makan-makan secara bebas dan berbuat sesuka hati. Orang dalam golongan ini menganggap datangnya Ramadhan adalah musibah. Naudzubillahimindzalik.

Ketiga. Orang yang begitu antusias menyambutnya. Ia begitu merasa istimewa di bulan berkah ini. Ia menyapa Ramadhan dengan kegembiraan. Meski begitu, pada kenyataannya ada dua golongan atas sambutan penuh kegembiraan ini.

Ada yang antusias menyambut, sekadar karena Ramadhan serasa seru. Ada pesta petasan, ngabuburit, sahur bersama keluarga, berbuka dengan makanan yang enak. Puasa dijadikan ajang diet, melangsingkan perut, dan sebagainya. Golongan ini antusias menyambut Ramadhan karena suasana menyenangkan.

Golongan kedua, antusias menyambut Ramadhan karena keimanan dan keilmuan. Ia senang karena paham Ramadhan adalah bulan keberkahan. Bulan kemuliaan. Saat ganjaran kebaikan dilipatgandakan. Ia menyambutnya dengan khusyuk. Bukan sekadar karena banyak “hal menarik” selama Ramadhan. Baginya itu hanya sebagai tambahan. Yang terutama adalah karena pemahaman bahwa betapa berharganya bulan ini, sayang jika terlewatkan tanpa makna yang terhadirkan.

Semoga kita senantiasa termasuk golongan orang yang menyambut Ramadhan dengan antusias berlandaskan keimanan dan keilmuan, sehingga kita bisa mengisi Ramadhan ini dengan banyak kebajikan.

2. Kultum Ramadhan Singkat: Cerminan Takwa, Tujuan Puasa

Perintah puasa dimaksudkan untuk membentuk pribadi yang bertakwa kepada Allah sebagaimana disebutkan di dalam Al-Qur’an, surah Al-Baqarah ayat 183, yang artinya, “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” Dari ayat tersebut, diketahui bahwa tujuan dari dijalankannya ibadah puasa adalah agar kita, hamba-Nya menjadi orang-orang yang bertakwa. Lantas, bagaimana cerminan atau indikasi dari sifat takwa tersebut?

Ibadah puasa yang dijalankan dengan benar akan menghasilkan orang-orang yang setidaknya memiliki 3 (tiga) kesalehan sebagai cerminan dari ketakwaan kepada Allah SWT. Ketiga kesalehan tersebut adalah;

Pertama, kesalehan personal. Kesalehan personal merupakan kesalehan invidual yang berupa penghambaan pribadi kepada Allah seperti menjalankan salat, puasa itu sendiri, zikir, iktikaf di dalam masjid, tadarus Al-Qur’an, dan sebagainya. Kesalehan seperti ini sesungguhnya lebih mudah dicapai di bulan Ramadhan karena selama bulan ini Allah mengondisikan situasi dan kondisi sedemikian kondusif, seperti memberi penghargaan kepada siapa saja atas ibadah yang dilakukannya berupa pahala 70 kali lebih besar daripada di luar bulan Ramadhan. Selain itu, Allah juga menjanjikan pengampunan atas dosa-dosa yang telah dilakukan pada masa lampau.

Kedua, kesalehan sosial. Kesalehan sosial adalah kesalehan seseorang terhadap orang lain dalam kerangka ibadah kepada Allah. Puasa yang dijalankan dengan benar dan dihayati sepenuhnya akan menghasilkan orang-orang yang peka terhadap persoalan sosial seperti kemiskinan, pengangguran, kebodohan, dan sebagainya. Mereka juga akan memiliki solidaritas sosial terhadap orang-orang yang membutuhkan uluran bantuan, baik berupa barang maupun jasa.

Ketiga, kesalehan lingkungan. Kesalehan lingkungan adalah kesalehan dalam hubungannya dengan ekologi atau lingkungan dalam kerangka ibadah kepada Allah. Dalam Al-Qur’an surah Ar-Rum ayat 41, Allah mengingatkan kita bahwa kerusakan- kerusakan di bumi sebenarnya disebabkan ulah manusia sendiri. Misalnya, pencemaran udara disebabkan kita terlalu banyak memproduksi sampah berupa asap sebagai efek samping dari kegiatan kita yang terlalu banyak mengonsumsi, baik melalui cerobong-cerobong pabrik, asap kendaraan bermotor, asap rokok, dan sebagainya. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pencemaran udara menyebabkan jumlah orang yang menderita penyakit saluran napas, terutama asma dan bronkitis meningkat.

Secara jelas, puasa akan membentuk kesalehan lingkungan karena selama berpuasa banyak hal yang berpotensi merusak atau mencemari lingkungan dapat kita kurangi. Sebagai contoh, pada bulan Ramadhan kita dapat mengurangi kebiasaan-kebiasaan yang tidak ramah lingkungan dengan berkurangnya aktivitas-aktivitas, seperti seperti menurunnya mobilitas dengan kendaraan bermotor karena merasa lemas pada siang hari. Ini artinya pemakaian BBM pun berkurang. Lantas, semakin menurunnya konsumsi makanan, minuman, dan rokok, maka sampah-sampah dan asap yang mencemari lingkungan juga berkurang.

Ketiga kesalehan di atas, yakni kesalehan personal, kesalehan sosial, dan kesalehan lingkungan akan benar-benar menjadi kesalehan yang nyata, apabila selepas bulan Ramadhan, yakni selama 11 bulan berikutnya, kita benar-benar dapat meneruskan apa yang sudah kita capai dan raih selama Ramadhan tersebut.

3. Kultum Ramadhan Singkat: Bulan Penuh Cinta

Ramadhan sebagai bulan untuk kian mendekatkan diri kepada Allah adalah momentum tepat untuk merenungi dua ajaran dasar dalam Islam. Pertama, Allah adalah Tuhan seluruh alam. Artinya, hamba Allah bukan hanya manusia, melainkan seluruh makhluk lain binatang, tumbuhan, gunung, tanah, udara, laut, dan sebagainya.

Ajaran yang kedua adalah rahmatan lil ‘alamin atau menebar kasih sayang kepada seluruh alam, sebagai misi utama ajaran Islam. Manusia tak hanya dituntut berbuat baik dengan manusia lainnya, tetapi juga makhluk lainnya. Itulah mengapa saat Perang Badar yang peristiwanya tepat pada bulan Ramadhan, Rasulullah melarang pasukan Muslim merusak pohon dan membunuh binatang sembarangan. Hal ini menjadi bukti bahwa Islam sangat menyayangi alam.

Dengan menyadari dua ajaran dasar tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa manusia dan alam memiliki hubungan integral dan timbal balik. Manusia memang diberi kelebihan untuk bisa memanfaatkan alam, tetapi ia sekaligus berkewajiban pula melestarikan dan melindunginya. Saat alam hanya diposisikan sebagai objek yang dimanfaatkan, eksploitasilah yang akan muncul. Eksploitasi yang timbul dari sifat serakah nantinya akan berdampak pada kerusakan. Lantas, ujungnya adalah bencana alam.

Sebagaimana tercantum dalam surah Ar-Rum ayat 41, Allah mengabarkan bahwa di balik kerusakan yang melanda bumi maupun di laut ada ulah manusia sebagai penyebabnya. Bencana alam yang terjadi tentu bukan salah alam, karena alam bergerak atas dasar sunnatullah (hukumnya) sendiri. Jadi, bencana alam itu tidak datang secara tiba-tiba, melainkan melalui faktor, yakni sifat dan perilaku manusia. Hal ini juga berlaku untuk hewan atau binatang yang ada di bumi. Apabila ada hewan yang sudah mulai langka dewasa ini, hal ini adalah akibat ulah tangan manusia yang tamak dan ingin menumpuk kekayaan semata tanpa memedulikan keberlangsungan hidup satwa, terutama yang dilindungi.

Dalam Nashaihul ‘Ibad, Syekh Nawawi al-Bantani menuliskan kisah yang unik, menggelitik dan bermakna. Betapa tidak, dalam kisah tersebut terungkap gambaran lain seorang ahli tasawuf, sang pengarang kitab legendaris Ihya Ulumuddin, Imam al-Ghazali. Seorang imam besar yang terselamatkan dari panasnya api neraka oleh seekor lalat.

Konon pada suatu ketika ada seseorang berjumpa dengan Imam al-Ghazali dalam sebuah mimpi. Lantas ia pun bertanya, “Bagaimana Allah memperlakukanmu?”

Imam al-Ghazali pun berkisah. Di hadapan Allah ia ditanya mengenai bekal apa yang hendak diserahkan kepada-Nya. Al- Ghazali menjawab dengan menyebut satu per satu seluruh prestasi ibadah yang pernah ia jalani di kehidupan dunia. Namun, Allah menolak semua itu kecuali satu kebaikannya, yaitu ketika bertemu dengan seekor lalat. Dan, karena lalat itu pula Imam al-Ghazali diizinkan memasuki surga-Nya.

Dikisahkan pada suatu hari, Imam al-Ghazali tengah sibuk menulis kitab. Hal yang lazim dalam dunia kepenulisan adalah dengan menggunakan tinta dan sebatang pena. Pena itu harus dicelupkan dulu ke dalam tinta baru kemudian dipakai untuk menulis, jika habis dicelup lagi dan menulis lagi, begitu seterusnya. Di tengah kesibukan menulisnya itu, tiba-tiba terbanglah seekor lalat dan hinggap di mangkuk tinta Imam al-Ghazali. Sang Imam yang merasa kasihan lantas berhenti menulis untuk memberi kesempatan si lalat melepas dahaga dari tintanya itu.

Dari kisah tersebut, kita tahu bahwa betapa luas kasih sayang Imam al-Ghazali terhadap sesama makhluk, termasuk lalat yang pada saat itu datang “mengganggu” kenikmatannya dalam kegiatan menulis. Hikmah yang bisa kita petik dalam kisah ini adalah mengenai kasih sayang yang tiada batas. Kasih sayang manusia terhadap makhluk lain, sekalipun itu hewan. Tak menutup kemungkinan kasih sayang yang dianggap sepele ini dapat menghantarkan manusia menuju ke surga-Nya.

Ditambah kenyataan bahwa Ramadhan adalah wahana mendidik kita untuk bersikap sederhana, seharusnya kita pun mesti pandai menahan diri dari dorongan-dorongan yang muncul dari nafsu tamak kita. Kerusakan lingkungan banyak disebabkan oleh ketidakmampuan manusia menahan sifat tercela ini. Godaan nikmat duniawi, gairah menumpuk harta, dan semacamnya sering kali menjerumuskan manusia untuk berbuat zalim, tak hanya kepada manusia, tapi juga lingkungan sekitarnya.

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com

10 Khutbah Idul Fitri 2024 Singkat yang Menyentuh Hati


Jakarta

Setelah melaksanakan salat Idul Fitri, disunahkan untuk mendengarkan khutbah Idul Fitri. Khutbah Idul Fitri dilakukan seperti yang Rasulullah SAW contohkan.

Dikutip dari buku Ringkasan Dalil Ringkasan Fiqih Mazhab Syafii karya Musthafa Dib Al-Bugha, mengenai anjuran khutbah ini dilandaskan pada hadits riwayat Muslim berikut yang berbunyi, “Aku menyaksikan pelaksanaan salat Idul Fitri bersama Rasulullah SAW Abu Bakar RA, ‘Umar RA, dan ‘Utsman RA. Mereka semua salat Id sebelum khutbah.” (HR Bukhari Muslim)

Meskipun salat dan khutbah Idul Fitri bersifat terpisah yang tidak mensyaratkan satu sama lain. Muslim dianjurkan untuk mendengarkan khutbah setelah salat agar rangkaian salat Idul Fitri jadi lebih sempurna.


Dikutip dari buku Kumpulan Naskah Khutbah Idul Fitri & Idul Adha susunan Direktorat Penerangan Agama Islam serta laman resmi Kemenag (Kementerian Agama), Berikut beberapa contoh khutbah Idul Fitri dengan berbagai tema yang bisa menjadi referensi.

10 Khutbah Idul Fitri 2024 Singkat Terbaik dan Menyentuh Hati

1. Khutbah Idul Fitri 2024 Pertama

Pertama-tama kita ucapkan syukur Kepada Allah SWT atas nikmat-karunia yang telah kita terima, yang tidak terbilang banyaknya. Kita mohon bimbinganNya, karena barangsiapa dibimbing Allah maka tiada seorang pun mampu menyesatkannya, dan barang siapa disesatkan Allah, maka tiada seorang pun mampu membimbingnya. Kita saksikan bahwa tiada suatu tuhan apapun selain Allah, Tuhan Yang Maha Esa, Al-Ahad, yaitu Tuhan yang sebenar-benarnya. Dan kita saksikan bahwa Muhammad adalah utusan Allah dan hamba-Nya.

Kemudian kita mohonkan sholawat dan salam Allah untuk junjungan kita itu, beserta seluruh keluarga dan sahabatnya. Sesudah itu semua, “Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benar takwa, dan jangan sampai kamu mati kecuali kamu adalah orang-orang yang berserah diri, tunduk patuh Kepada-Nya.” (QS Ali-Imran ayat 102)

Inilah hari raya kita semua. Hari raya kemanusiaan universal, hari raya kesucian primordial manusia, hari raya fitrah, hari raya manusia sebagai makhluk yang hanif, makhluk yang merindukan kebenaran dan kebaikan, yang berbahagia karena kebenaran dan kebaikan. Hari raya puncak perolehan keruhanian kita setelah berpuasa selama sebulan, hari raya kembali ke fitrah, kesucian asal ciptaan Allah untuk manusia, Idul Fitri.

Kita kembali ke fitrah kesucian adalah atas bimbingan Allah, Tuhan Yang Maha Esa, melalui latihan menahan diri yang kita jalankan dengan penuh ketulusan, yang kita genapkan bilangannya selama sebulan. Maka di hari ini, kita kumandangkan takbir, tahmid dan tahlil, sebagai pernyataan rasa syukur kita kepada Allah SWT atas segala petunjuk-Nya itu.

2. Khutbah Idul Fitri 2024 Kedua

Kini Ramadan telah berlalu meninggalkan kita. Sudahkah kita bertakwa kepada Allah dan menunaikan kewajiban kita dalam bulan suci Ramadan itu? Sudahkah kita menghormati hak-hak orang lain dan bergaul bersama mereka dengan santun dan berakhlakul karimah? Puasa itu mencerahkan hati, mendidik diri, meneguhkan komitmen keyakinan, mengajarkan kita nilai dari sebuah ni’mat Allah dan menumbuhkan kepekaan sosial dalam diri kita.

Sudahkah semua itu terwujud? Sudahkah hati kita tercerahkan dengan sinar kebenaran? Mampukah kita mendisiplinkan diri, meneguhkan keyakinan akan nilai-nilai kebenaran yang kita miliki? Sudahkah kita menyadari betapa berharganya sebuah ni’mat Allah sehingga kita selalu terdorong untuk mensyukurinya? Adakah kepekaan sosial dan empati terhadap penderitaan orang lain telah cukup bersemi di hati kita.

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar, Walillahilhamd, kaum muslimin yang berbahagia, pertanyaan-pertanyaan tadi sangat penting sebagai bahan renungan kita semua, sejauh mana puasa telah berpengaruh pada diri, hidup dan kehidupan kita. Jawaban dari pertanyaan- pertanyaan tersebut tercermin dalam sikap dan perilaku kita. Seseorang tidak mungkin mengklaim telah memperoleh pencerahan, kalau ia ternyata jenuh dengan suasana Ramadan, menghitung hari demi hari mengharap Ramadan cepat berlalu.

Ia tak berhak mengharap ganjaran pahala dari Allah SWT, pembebasan dari api neraka kalau ternyata jauh di dalam hatinya ia hanya menganggap Ramadan sebuah beban! Ia juga tak layak mendambakan pengampunan Allah Rabbul ‘alamin kalau hatinya masih sekeras batu tak bergeming melihat penderitaan mereka yang tertindas.

3. Khutbah Idul Fitri 2024 Ketiga

Saat ini berhari raya mensyukuri petunjuk-Nya yang diberikan kepada kita lewat Ai-Qur’an yang dinuzulkan di bulan Ramadan sebagai pedoman abadi kepada umat manusia Pedoman-Nya itu adalah petunjuk jalan kedamaian yang menjamin keselamatan dan kesejahteraan manusia yang mendambakan keridaan-Nya. Tiap bulan Ramadan keimanan kita digugah untuk memperbaharui komitmen kita terhadap petunjuk-petunjuk-Nya tersebut. Kita diberi peluang emas untuk memekarkan keimanan dengan membenahi diri, menyucikan batin, meningkatkan kuantitas dan kualitas ibadah, segala amal dan wawasan ketakwaan kita.

Dalam paket ibadah puasa kita menumbuh-suburkan dalam diri suatu kesadaran sosial. Dengan demikian manusia akan menemukan jati dirinya dan fitrah kemanusiaan sebagai makhluk yang dipersiapkan untuk senantiasa mengabdi. Dalam rangka semangat pengabdian itu ibadah puasa menuntun kita hidup jujur, hidup tulus, menahan diri dan mengendalikan emosi, mematuhi hukum, dengan hidup tertib dan berdisiplin tinggi, penuh dedikasi, serta menghayati persamaan dan kebersamaan dalam hidup kita. Bulan Ramadan membekali kita dengan nilai luhur tersebut, dan itulah perwujudan ketakwaan yang bermula dan berkembang dari keimanan.

Allahumma ya Allah Yang Maha pengasih. Limpahkanlah taufiq, hidayah dan inayah-Mu kepada bangsa dan Negara kami, kepada para pemimpin dan seluruh rakyat kami agar senantiasa berada dalam keselamatan, keamanan dan ketentraman, serta terhindar dari segala gangguan. Jadikanlah ya Allah sisa-sisa umur kami sebagai tambahan bagi kebaikan, kebaikan masyarakat, bangsa dan Negara kami, kebaikan kesejahteraan seluruh rakyat kami, dan kebaikan bagi tegak kokohnya agama Islam yang Engkau ridhai di bumi Indonesia yang berdasarkan Pancasila ini.

4. Khutbah Idul Fitri 2024 Keempat

Setelah sebulan kita melaksanakan ibadah puasa, maka sejak fajar tadi pagi kita telah berpisah dengan Ramadan. Kita belum tahu apakah kita masih bertemu dengan Ramadan tahun mendatang. Yang pasti hari ini kita berada di ldul Fitri, yakni hari yang suci, penuh berkah dan ampunan. Dikatakan suci karena hari ini kita telah berada dalam suasana ampunan Allah, suci dari noda dan dosa.

Kendati itu semua sangat tergantung kepada tingkat keikhlasan amal perbuatan kita kepada Allah selama Ramadan. Sebulan penuh lamanya kaum muslimin menahan lapar dan dahaga, bukan sebab ketiadaan makanan dan minuman, akan tetapi karena memenuhi perintah Allah SWT.

Melalui ibadah puasa kaum muslimin menjalani latihan mental, untuk menguasai, mampu dan mengenal diri, dan mampu mengendalikan serta menahan diri dari tipu daya syaithoniyah. Kita melatih diri untuk mampu meninggalkan semua hal yang dapat merusak tata pergaulan masyarakat harmoni dan juga sebagai kesempatan untuk meningkatkan takwa dan tafakur kepada Dzat yang Maha Besar.

5. Khutbah Idul Fitri 2024 Kelima

Hari ini kita kaum muslimin sedunia kembali merayakan ldul Fitri dengan perasaan syukur ke hadirat Allah SWT Kita sambut dan kita rayakan ldul Fitri ini dengan takbir dan tahmid sebagai pengakuan kita terhadap kebesaran dan kekuasaan Allah SWT, Tuhan Yang Maha Tunggal dan tiada sekutu bagi-Nya. Kita sambut dan kita rayakan hari yang mulia ini dengan rukuk dan sujud/salat ldul Fitri, sebagai pernyataan syukur kita terhadap rahmat dan nikmat-Nya dengan penuh kekhusyukan dan keikhlasan, lantaran kita telah mampu mengalahkan musuh besar kita yakni nafsu-nafsu rendah serta syahwat yang sering menjerumuskan kehidupan kita ke lembah kehinaan selama menunaikan ibadah puasa sebulan penuh.

Apabila kita membuka lembaran-lembaran Al-Qur’an terdapat 86 kali kata mal (harta) tercantum dalam berbagai bentuknya. Hal ini menunjukkan bahwa harta harus ditujukan untuk kepentingan kelompok dan diarahkan bagi kemaslahatan umum atau dengan kata lain harta harta harus mempunyai fungsi sosial; sebagai makhluk sosial lain baik langsung atau tidak langsung. Dengan demikian wajar jika Allah menetapkan paling tidak sebagian dari harta yang dititipkan Allah kepada manusia, agar dinafkahkan untuk kepentingan umum dengan jalan zakat, infak dan sedekah.

Fungsi sosial tersebut semakin terasa pentingnya apabila disadari bahwa sesama mukmin itu adalah bersaudara. Persaudaraan ini menuntut solidaritas, yang intinya adalah menyerahkan tanpa menanti imbalan dan memberi tanpa tanpa menunggu permintaan karena demikian itulah hubungan persaudaran. Rasulullah SAW bersabda, “Tidak sempurna iman seseorang dari kamu sehingga ia menyukai bagi saudaranya apa yang ia sukai bagi dirinya sendiri.” (HR Ahmad, Bukhari dan Tirmidzi).

6. Khutbah Idul Fitri 2024 Keenam

Pertama-tama marilah kita berserah diri dan bersyukur ke hadirat Allah SWT dengan rahman dan rahim-Nya telah mencurahkan rahmat dan nikmat yang sangat banyak sehingga kita dapat berada dalam kebahagiaan di pagi ldul Fitri yang mulia ini. Bersama umat Islam sedunia, hari ini kita ikuti menikmati kegembiraan dan ketenangan batin sebagai pertanda kita telah selesai menyelesaikan suatu ujian berupa ibadah Ramadan. Sebagaimana layaknya sebuah ujian kita semua berharap agar termasuk pada kelompok orang yang berhasil lulus dengan predikat takwa.

Kata ldul Fitri bisa bermakna kembali kepada fitrah atau kesucian, dan ldul Fitri juga adalah simbol kesuksesan, yakni kesuksesan menyucikan diri dari berbagai sifat-sifat yang tidak terpuji. Dengan kesucian jiwa, pikiran dan tingkah laku orang yang berpuasa, maka akan menambah indah dan berseri kehidupannya, terhindar dari berbagai maksiat dan kejahatan. Hatinya bersih jiwanya damai, pikiran positif dan cemerlang, rasa solidaritasnya kuat, bersikap jujur, ikhlas dan tangguh dalam menghadapi berbagai hal yang melanda hidupnya, karena selama bulan suci Ramadan dilatih untuk itu.

Kesucian dalam arti yang luas; kesucian jiwa, perilaku, pikiran, pekerjaan, lingkungan, persahabatan, pergaulan dan berbagai dimensi sosial kehidupan lainnya. Bila prinsip kesucian ini betul-betul dihayati dan dilaksanakan dalam berbagai aspek kehidupan tentulah akan menimbulkan dampak yang sangat positif. Sebaliknya perilaku yang kotor, yakni yang tidak sesuai dengan etika dan aturan agama maupun negara, misalnya kekerasan, kecurangan, fitnah, perpecahan, intimidasi, korupsi, kolusi dan nepotisme, tentu bisa dihindari. Bila masing-masing kita menonjolkan dan mengedepankan kesucian itu pastilah berbagai hal yang mengancam kerukunan hidup umat beragama, integrasi bangsa, krisis ekonomi dan sebagainya dapat kita hindarkan.

7. Khutbah Idul Fitri 2024 Ketujuh

Melalui mimbar ini khatib mengajak kita semua, khususnya diri khatib sendiri, untuk selalu bertakwa kepada Allah SWT di manapun kita berada dan dalam keadaan apapun kita. Takwa adalah sebaik-baik bekal yang hidup yang akan membawa kita mencapai kebahagiaan sejati di dunia maupun di akhirat. Bagi kita yang telah menjalankan shaum secara penuh di bulan suci Ramadan dan melaksanakannya bukan karena motivasi lain kecuali semata-mata karena iman dan ingin memperoleh ridha Allah SWT, maka insya Allah, Allah akan mengampuni segala dosa-dosa yang telah lalu.

Ibadah shaum pada hakikatnya merupakan suatu proses pendidikan, yakni upaya yang secara sengaja dilakukan untuk mengubah perilaku setiap muslim, sehingga menjadi orang yang meningkat ketakwaannya. Shaum telah mendidik setiap muslim untuk mengubah perilakunya ke arah yang lebih baik sehingga menjadi manusia yang bertakwa. Melalui ibadah shaum kita sebagai manusia yang memiliki nafsu dan cenderung ingin selalu mengikuti hawa nafsu dilatih untuk berubah menjadi manusia yang selalu berperilaku sesuai dengan fitrah aslinya.

Fitrah asli manusia adalah cenderung taat dan mengikuti perintah dan aturan Allah SWT Melalui proses pendidikan yang terkandung dalam ibadah shaum diharapkan setiap muslim menjadi manusia yang kehadirannya di manapun dalam masyarakat yang bersifat plural ini dapat memberi manfaat kepada sesama dan menjadi rahmat bagi semesta alam (rahmatan lil alamin).

8. Khutbah Idul Fitrii 2024 Kedelapan

Kumandang takbir, tahlil, dan tahmid tak henti-hentinya didengungkan oleh kaum Muslimin di seluruh penjuru dunia seiring dengan telah diselesaikannya puasa Ramadan selama satu bulan penuh, sebagai bentuk pernyataan syukur kepada Allah SWT. Allah berfirman yang artinya, “Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendak/ah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.” (QS Al-Baqarah ayat 185).

Satu bulan penuh, kita menggembleng diri dengan membiasakan memelihara hati agar tetap jernih, menjaga akal agar tetap sehat, mengasah pikiran agar tetap logik, mengawal langkah agar tetap lurus, dan mengatur kata-kata agar tetap selaras dengan perbuatan. Ghibah kita jauhi, hasud, dengki atau iri hati kita hindari, fitnah dan adu domba kita tinggalkan, keangkuhan dan kesombongan kita buang. Satu bulan penuh, kita telah menyibukkan diri dengan mengerjakan berbagai macam ibadah, dari mulai yang wajib hingga sunat, tidak saja di siang hari tapi bahkan sampai larut malam.

Mari kita rayakan ldul Fitri dengan semangat takwa. Pererat tali silaturahmi, taburkan kasih-sayang sesama insani, tumbuh-kembangkan solidaritas dan ukhuwah serta tebarkan maaf antar sesama, niscaya ketakwaan kita akan semakin bertambah. Setelah Allah menurunkan maghfirah-Nya pada bulan Ramadan, kini kita lebur kesalahan kita dengan sesama manusia. itulah Idul Fitri yang berarti kembali ke fitrah (yang suci) bak bayi yang baru dilahirkan dari kandungan ibunya.

9. Khutbah Idul Fitri 2024 Kesembilan

Setelah sebulan lamanya kita berpuasa, maka sekarang tiba-lah masanya kita tumpahkan rasa senang dan rasa haru. Kita ungkapkan sepenuh hati rasa gembira dan rasa syahdu, sembari mengagungkan nama Allah Azza wa Jalla. Betapa harunya kita, sebab Allah SWT telah menciptakan bulan Ramadan khusus untuk kita, umatnya Nabi Muhammad SAW. Di dalamnya ada 1 malam, yakni malam Lailatul Qadar, yang lebih utama daripada 1.000 bulan. Satu kali melakukan ibadah fardhu, maka pahalanya seperti mengerjakan 70 ibadah fardhu. Kita melakukan ibadah sunnah-pun dicatat pahalanya seperti mengerjakan ibadah fardhu.

Oleh sebab itu, beruntunglah kita di pagi hari ini, datang berduyun-duyun dari tempat tinggal kita, menuju masjid tempat yang suci ini untuk menjalankan salat Idul Fitri secara berjemaah. Kita bermunajat untuk mengetuk bilik-bilik rahmat-Nya Allah SWT. Pada hari ini tanggal 1 Syawal 1445 Hijriah ini, kita rayakan lebaran bersama-sama penuh suka cita dengan mengumandangkan takbir, “Allahu Akbar x3 wa lillahil hamd.”

Marilah kita tanamkan bulat-bulat di dalam hati kita, bahwa ke depannya hidup kita akan menjadi lebih baik. Amal ibadah kita akan semakin meningkat sebagai manifestasi rasa syukur kita kepada Allah SWT. Marilah kita lapangkan dada kita agar kita semua menjadi golongan orang-orang yang kembali fitri dan menjadi orang-orang yang hidupnya bahagia. Minal Aidin wal faizin. Semoga Allah menerima niat baik dan amalan kita, serta Allah jadikan hari-hari kita selama setahun kedepan menjadi lebih baik. Taqabbalallahu minna wa minkum. Fi kulli ‘aamin wa antum bi khoir. Amiin, Amiin. Ya robbal alamin.

10. Khutbah Idul Fitri 2024 Kesepuluh

Tiada ungkapan yang patut kita ucapkan di tengah lantunan takbir, tahmid, tahlil yang berkumandang serta kebahagiaan Hari Raya Idul Fitri kali ini, kecuali rasa syukur kepada Allah SWT, biqauli ‘Alhamdulillahirabbil ‘alamin. Dialah yang telah menganugerahkan nikmat-nikmat kehidupan dunia yang jika coba kita hitung satu-persatu, maka niscaya tak sanggup kita menghitungnya.

Setidaknya ada empat sikap moderat yang perlu kita semai dalam Idul Fitri ini dan menjadi ciri apakah seseorang moderat atau tidak. Yang pertama adalah sikap toleran yakni saling menghargai dan menghormati dalam bingkai aspek kemanusian. Sikap toleran merupakan sikap positif yang mampu memunculkan kedamaian karena berupaya menjaga hati orang lain di tengah perbedaan-perbedaan yang merupakan bagian dari fakta sosial yang tidak bisa terelakkan.

Sikap kedua adalah menguatkan komitmen kebangsaan. Kita perlu menyadari bahwa Indonesia bukanlah negara agama. Indonesia juga bukan negara sekuler yang anti pada agama. Kita hidup di tengah beragamnya suku, budaya, dan agama yang semua itu menjadi sebuah kekayaan Indonesia yang harus dipertahankan. Kehadiran pemerintah dalam hal ini sangat penting agar semangat kebangsaan, keberagaman, dan keberagamaan bisa terus bersemai.

Sikap ketiga yang perlu kita semai pada momentum Idul Fitri adalah menerima kearifan lokal yang sudah melekat dalam tradisi dan budaya masyarakat. Tradisi dan budaya luhur yang ada harus kita pertahankan sebagai identitas mulia bangsa Indonesia. Pada momentum lebaran, banyak tradisi yang mampu menjadikan kita lebih moderat dalam beragama. Di antaranya adalah budaya halal bi halal yakni berkunjung dan bersilaturahmi untuk saling memaafkan pada Hari Raya Idul Fitri. Halal bi halal warisan para ulama ini sangat luhur dan hanya ada di Indonesia.

Selanjutnya sikap yang keempat adalah anti kekerasan. Idul Fitri menjadi momentum tepat untuk menghaluskan hati dan menyingkirkan benih-benih kekerasan yang bercokol dalam diri. Nilai-nilai kemanusiaan yang muncul dari Idul Fitri seperti kebersamaan, saling memaafkan, kebahagiaan, dan kerukunan akan mampu memunculkan kecintaan yang pada akhirnya setiap individu akan anti terhadap kekerasan. Kita tidak diperbolehkan melakukan kekerasan terlebih mengatasnamakan agama karena pada dasarnya, agama mengajarkan cinta dan kasih sayang.

(rah/rah)



Sumber : www.detik.com

Khutbah Idul Adha 2024 tentang Kurban dan Kisah Nabi Ibrahim


Jakarta

Khutbah Idul Adha termasuk rangkaian salat Id. Berikut contoh naskah khutbah yang bisa disampaikan oleh khatib.

Dijelaskan dalam buku Fikih karya Yusak Burhanudin dan Muhammad Najib, khutbah Idul Adha disampaikan setelah salat Id. Dalam buku-buku fikih disebutkan, khutbah tidak wajib tapi mengerjakannya akan mendapatkan pahala dari Allah SWT.

Berikut contoh khutbah Idul Adha mengenai kurban dan kisah Nabi Ibrahim AS yang dikutip dari buku Kumpulan Naskah Khutbah Idul Fitri & Idul Adha terbitan Kemenag RI.


Contoh Khutbah Idul Adha

Puji dan syukur marilah kita panjatkan ke hadirat Allah SWT. Salawat dan salam semoga tercurahkan keharibaan Rasulullah SAW, para sahabat dan keluarganya, serta umat Islam generasi penerus yang mampu melanjutkan nilai-nilai pengorbanan.

Hari ini kita merayakan ldul Adha. Kita diajak untuk menyertai secara kejiwaan peristiwa haji di Tanah Suci dengan menyembelih hewan kurban di Tanah Air. Berkurban bukan semata-mata dituntut untuk membahagiakan fakir miskin dengan daging yang dibagi-bagikan, tetapi hendaknya kita mampu mengambil ‘ibroh tentang makna dan manifestasi nilai pengorbanan dalam kehidupan personal dan komunal.

Berkumpulnya kita di tempat ini pada hakikatnya untuk mengenang peristiwa yang bersejarah, yakni ketika Allah SWT memerintahkan Nabi Ibrahim AS untuk melakukan penyembelihan terhadap putra kesayangannya, Nabi Ismail AS. Peristiwa ini menakjubkan dan penuh dengan hikmah sehingga patut menjadi teladan sepanjang masa, karena perintah Allah SWT ini tergolong aneh, sulit diterima akal sehat.

Paling tidak, terdapat empat hikmah dari ajaran kurban.

Pertama, ibadah kurban menegakkan ibadah tertua, seiring dengan perjalanan hidup manusia yaitu dari era Nabi Adam AS kemudian berlanjut pada masa Nabi Ibrahim AS dan diteladani oleh Rasullah SAW sampai kiamat tiba.

Kedua, ibadah kurban menegakkan ujian iman. Hal ini dijelaskan dalam Al-Qur’an surah Al-Baqarah ayat 124.

وَاِذِ ابْتَلٰٓى اِبْرٰهٖمَ رَبُّهٗ بِكَلِمٰتٍ فَاَتَمَّهُنَّ ۗ قَالَ اِنِّيْ جَاعِلُكَ لِلنَّاسِ اِمَامًا ۗ قَالَ وَمِنْ ذُرِّيَّتِيْ ۗ قَالَ لَا يَنَالُ عَهْدِى الظّٰلِمِيْ

Artinya: “(Ingatlah) ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat, lalu dia melaksanakannya dengan sempurna. Dia (Allah) berfirman, ‘Sesungguhnya Aku menjadikan engkau sebagai pemimpin bagi seluruh manusia.’ Dia (Ibrahim) berkata, ‘(Aku mohon juga) dari sebagian keturunanku.’ Allah berfirman, ‘(Doamu Aku kabulkan, tetapi) janji-Ku tidak berlaku bagi orang-orang zalim’.”

Ujian yang dilalui Nabi Ibrahim AS berawal dari kediktatoran penguasa pada era itu, Raja Namrud. Kemudian pertentangan akidah dengan ayahnya yang musyrik, membersihkan Ka’bah dari berhala, dan ujian yang paling berat adalah ketika diperintah Allah SWT untuk menyembelih putranya, Ismail AS.

Ketiga, ibadah kurban pada hakikatnya mengandung dua dimensi nilai, yaitu nilai ilahiyah dan nilai insaniyah. Nilai ilahiyah atau bukti ketundukan kepada Allah SWT dijelaskan dalam Al-Qur’an surah Al-Hajj ayat 37.

لَنْ يَّنَالَ اللّٰهَ لُحُوْمُهَا وَلَا دِمَاۤؤُهَا وَلٰكِنْ يَّنَالُهُ التَّقْوٰى مِنْكُمْۗ كَذٰلِكَ سَخَّرَهَا لَكُمْ لِتُكَبِّرُوا اللّٰهَ عَلٰى مَا هَدٰىكُمْ ۗ وَبَشِّرِ الْمُحْسِنِيْنَ

Artinya: “Daging (hewan kurban) dan darahnya itu sekali-kali tidak akan sampai kepada Allah, tetapi yang sampai kepada-Nya adalah ketakwaanmu. Demikianlah Dia menundukkannya untukmu agar kamu mengagungkan Allah atas petunjuk yang Dia berikan kepadamu. Berilah kabar gembira kepada orang-orang yang muhsin.”

Adapun nilai insaniyah atau bukti kemesraan dengan sesama manusia ditegaskan dalam Al-Qur’an surah Al-Hajj ayat 36.

وَالْبُدْنَ جَعَلْنٰهَا لَكُمْ مِّنْ شَعَاۤىِٕرِ اللّٰهِ لَكُمْ فِيْهَا خَيْرٌۖ فَاذْكُرُوا اسْمَ اللّٰهِ عَلَيْهَا صَوَاۤفَّۚ فَاِذَا وَجَبَتْ جُنُوْبُهَا فَكُلُوْا مِنْهَا وَاَطْعِمُوا الْقَانِعَ وَالْمُعْتَرَّۗ كَذٰلِكَ سَخَّرْنٰهَا لَكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ

Artinya: “Unta-unta itu Kami jadikan untukmu sebagai bagian dari syiar agama Allah. Bagimu terdapat kebaikan padanya. Maka, sebutlah nama Allah (ketika kamu akan menyembelihnya, sedangkan unta itu) dalam keadaan berdiri (dan kaki-kaki telah terikat). Lalu, apabila telah rebah (mati), makanlah sebagiannya dan berilah makan orang yang merasa cukup dengan apa yang ada padanya (tidak meminta-minta) dan orang yang meminta-minta. Demikianlah Kami telah menundukkannya (unta-unta itu) untukmu agar kamu bersyukur.”

Keempat, ibadah kurban menghadapkan kita pada dua pilihan, apakah mau berkorban atau jadi korban. Ketika kita memilih pada pilihan cerdas yaitu mau berkorban berarti kita harus istiqamah pada pendirian kita. Pilihan cerdas dan tegas itu akan membawa tiga konsekuensi,

Pertama, akidah tak kenal toleransi. Hal ini dikisahkan dalam Al-Qur’an surah Maryam ayat 45-48, yaitu dialog antara Nabi Ibrahim AS dengan ayahnya yang berujung dengan pengusiran Nabi Ibrahim AS dari rumah orang tuanya.

Kedua, pentingnya pembinaan generasi. Nabi Ibrahim AS adalah sosok orang tua teladan yang melahirkan generasi sukses. Istri keduanya, Siti Hajar melahirkan Ismail sebagai generasi Bani Ismail yang berakhir kepada Nabi Muhammad SAW. Adapun istri pertamanya, Siti Sarah melahirkan lshaq sebagai generasi Bani lsrail yang berakhir kepada Nabi lsa AS.

Ketiga, hidup yang dihadapi penuh dengan pengorbanan, di antaranya pengorbanan materi yang mampu menumbuh suburkan akidah, pengorbanan perasaan agar terlepas dari perpecahan, dan pengorbanan jiwa agar mampu mewariskan kebaikan kepada generasi penerus.

Dari uraian tentang hikmah ajaran kurban di atas seyogyanya kita mampu memanifestasikan nilai-nilai pengorbanan itu dalam kehidupan kita. Andaikan saja dalam sebuah keluarga, ada ayah yang serupa dengan Ibrahim, ibu yang mirip dengan Siti Hajar dan Siti Sarah, serta anak-anak yang menyerupai Ismail dan lshaq. Niscaya keluarga itu adalah keluarga yang didambakan yang apabila berkembang menjadi komunitas yang lebih luas, bagaikan menjadi suatu bangsa, dapat dipastikan bangsa hebat itu mampu mengatasi krisis multi dimensi.

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com

Ada Khutbah dan Dakwah, Ini Perbedaannya Menurut Syariat Islam


Jakarta

Timbul pertanyaan mengenai perbedaan khutbah dan dakwah menurut syariat Islam. Padahal dakwah sebagai syiar adalah perintah Rasulullah SAW untuk menyebarkan agama Islam. Jika kita tidak bisa menjadi penceramah, kita dapat berdakwah dengan menunjukkan nilai-nilai islami yang baik.

Perintah untuk berdakwah disampaikan oleh Allah SWT langsung melalui firmannya surah Al-Nahl ayat 125:

اُدْعُ اِلٰى سَبِيْلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِيْ هِيَ اَحْسَنُۗ اِنَّ رَبَّكَ هُوَ اَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيْلِهٖ وَهُوَ اَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِيْنَ


Artinya: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik, dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui siapa yang mendapat petunjuk.”

Mengutip buku Ketika Notaris Berdakwah karya H.R. Daeng Naja dijelaskan bahwa ayat di atas memerintahkan kepada umat Islam untuk berdakwah, dalam kaidah usul fikih maka dakwah merupakan kewajiban yang bersifat umum.

Pengertian Khutbah

Arif Yosodipuro dalam buku Buku Pintar Khatib dan Khutbah Jumat menjelaskan pengertian khutbah berasal dari bahasa Arab yang akar katanya sama seperti khatib, yakni khatab, yakhtubu, dan khutbatan. Maka Khutbatan dalam bahasa Indonesia artinya ceramah atau pidato.

Bersama khutbah ada khatib yang artinya orang yang melakukan khutbah, orang berkhutbah dengan menyampaikan pesan-pesan Islami kepada umat Islam.

Khutbah memiliki urutannya, bila salah satunya terlewat atau tidak diamalkan, maka khutbah dinyatakan tidak sempurna. Berikut ini rukun khutbahnya:

· Hamdalah

· Syahadat

· Shalawat

· Berwasiat

· Membaca Al-Qur’an

· Berdoa untuk jemaah

Pengertian Dakwah

Rahmat Ramdhani dalam buku Pengantar Ilmu Dakwah menjelaskan pengertian dakwah secara bahasa dan etimologis.

Dalam bahasa Al-Qur’an dakwah berasal dari kata Daaa (Yaduu )بدعو (Da’watan )دعوة (. Secara bahasa/etimologis kata dakwah berarti menyeru, memanggil, mengundang, mengajak, mendorong, dan memohon.

Secara etimologis dakwah merupakan usaha menyampaikan sesuatu kepada orang lain (baik perorangan atau kelompok) mengenai agama Islam.

Sementara itu, mengutip buku Ilmu Dakwah Suatu Pengantar karya Daniel Rusyad disebutkan dakwah memiliki nama lainnya dalam Al-Qur’an, diantaranya, yaitu:

Tabligh

Berarti menyampaikan, disabdakan oleh Rasulullah SAW, “Sampaikanlah dariku walaupun hanya satu ayat.” (HR. Bukhari)

Nabi di dalam Khutbatul Wada’, “Fal-yuballighis syaahid al ghaaiba, rubba muballigin aw’a min saami’in” (hendaknya mereka yang hadir menyampaikan pesan ini kepada yang tidak hadir, betapa banyak orang yang menyampaikan (muballigh) itu menjadi lebih memahami dari mereka yang hanya mendengarkan).

Tadzkir

“Insan” dan “Manusia” mempunyai akar kata yang sama dengan “Nisyan”, keduanya berasal dari kata fiil tsulatsi “nasiya-yansa” berarti lupa. Maka wajar bila manusia memiliki sifat pelupa.

Untuk itu tadzkir yang berarti mengingatkan. Oleh karena itu, jika tabligh berhubungan kepada yang belum mengenal Islam, maka tadzkir ditujukan kepada mereka yang lupa pesan dari dakwah yang pernah sampai kepadanya.

Nasihat

Nushulul insan lil insan bil bayaan, artinya seseorang menasihati orang lain dengan lisannya, maka penasihat itu harus memberikan nasihat, motivasi, atau dorongan kepada jiwa maupun psikisnya. Nasihat memiliki posisi yang mulia di dalam Islam.

Diriwayatkan Imam Muslim dari Tamim bin Aus ad Dariy berkata, bahwa Nabi bersabda, “Ad dien an nashihah (agama adalah nasihat), Ad dien an nashihah, Ad dien an nashihah” (beliau ucapkan tiga kali). Kami berkata, “Bagi siapa ya Rasulullah?” Nabi bersabda, “Bagi Allah, kitab-kitab-Nya, rasul-Nya, bagi para pemimpin umat Islam dan rakyatnya.”

Dikatakan pula bahwa bai’at para sahabat kepada Nabi didasari perintah untuk saling menasihati. Diriwayatkan Imam Bukhari dari Jarir bin Abdullah berkata, “Saya telah membaiat Nabi di atas (perintah untuk) mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan nasihat untuk setiap muslim”.

Irsyad

Irsyad berasal dari kata “Arsyada-Yursyidu” artinya adalah petunjuk. Irsyad juga bermakna hidayah, berarti memberikan petunjuk kepada orang yang tersesat, atau jalan hidayah baginya.

Hasil dari irsyad adalah pola pikir, sikap, perilaku, dan mental yang sesuai dengan ajaran luhur agama Islam.

Amar Ma’ruf Nahi Munkar

Secara etimologis dua kata di atas berarti menyuruh pada perkara ma’ruf dan melarang perkara munkar.

Ma’ruf berarti diketahui kebaikan dan keunggulannya, atau sesuatu yang diperintahkan oleh Allah SWT untuk dikerjakan, sedangkan munkar tidak diketahui manfaat dan faedah yang terkandung di dalamnya.

Sebagian ulama berpendapat amar ma’ruf nahi munkar ditunjukan untuk semua umat Islam yang sama-sama memahami perkara ma’ruf dan munkar.

Selain itu, Rahmat Ramdhani dalam buku Pengantar Ilmu Dakwah menjelaskan bahwa Khutbah yang pelakunya disebut khatib artinya berpidato. Merupakan dakwah/tabligh yang disampaikan secara lisan pada upacara keagamaan seperti Khutbah Jumat.

Perbedaan Khutbah dan Dakwah

Berdasarkan penjelasan di atas, khutbah adalah ceramah atau pidato yang memiliki urutan tertentu dan disampaikan dalam acara keagamaan pada waktu yang telah ditetapkan. Sementara itu, dakwah merujuk pada aktivitas menyeru, memanggil, mengundang, mengajak, mendorong, dan memohon yang dapat dilakukan kapan saja dan di mana saja.

Maka dapat disimpulkan, bahwa lingkup dakwah sangat luas, bahkan khutbah termasuk ke dalam dakwah, dan dakwah tidak hanya menyampaikan kebenaran Islam melalui lisan, bisa juga dengan berbuat kebaikan, dan menjauhi larangannya.

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com

5 Tema Khotbah yang Menarik untuk Pemuda Zaman Sekarang


Jakarta

Tema merupakan pokok dasar dari khotbah (pidato yang utamanya menguraikan ajaran agama). Walaupun kebanyakan tema tidak disebutkan, tema itu harus jelas.

Agar sebuah khotbah menarik, sebaiknya tema disesuaikan dengan hal-hal aktual dalam kehidupan. Simak referensi tema khotbah untuk pemuda di bawah ini.

Tema Khotbah yang Menarik untuk Pemuda Islam

Menurut buku Menyapa Umat Islam di Zaman Modern Melalui Mimbar Khotbah Jumat karya Ulyan Nasri, materi dari tema yang harus diperhatikan khatib yaitu dilihat dari aspek agama, pribadi, dan sosial. Materi yang disampaikan juga harus memuat masalah aktual, serta memberikan solusi yang efektif.


Berikut adalah beberapa contoh tema khotbah menarik untuk pemuda Islam yang bisa menjadi referensi versi detikHikmah:

1. Ta’aruf

Tema ta’aruf (sikap saling mengenal) bisa dijadikan tema khotbah untuk para pemuda saat ini.

Tujuan materi ini sebagai bahan untuk saling mengenal, menghormati sesama, terlebih untuk menjauhkan dari hal-hal yang mendekati zina jika kedua lawan jenis berpacaran sebagaimana banyak dilakukan pemuda zaman sekarang.

2. Solidaritas

Tema solidaritas berisi tentang anjuran untuk membangkitkan dan menguatkan sifat baik.

Contohnya, saling bekerja sama dalam kebaikan, hingga saling mendukung dalam proses menuju kesatuan dan persatuan umat saling membantu sesama.

Dikutip dari buku 35 Khutbah Jumat Terpopuler oleh Marolah Abu Akrom, persiapan menuju kemudian termasuk tema menarik dan populer untuk pemuda.

Seperti diketahui bahwa hakekat hidup di dunia itu hanya sebentar, karena hidup yang sebenarnya adalah di akhirat. Kita akan abadi selama-lamanya di sana.

Namun, faktanya banyak manusia lebih mementingkan dunia daripada di akhirat nanti. Terlebih, ada anggapan yang mengatakan puas-puaslah masa muda untuk nakal.

Padahal, kita tidak tahu kapan ajal akan menjemput, tak melulu yang tua yang akan meninggal duluan. Bisa jadi, kita meninggal dalam usia muda.

4. Penggunaan Internet dan Sosial Media

Saat ini, internet dan media sosial telah menjadi bagian dari kehidupan kita sehari hari terutama para pemuda.

Di internet kita bisa mengakses, mendapat, dan berbagi berbagai bentuk informasi dengan sangat luas. Semua hal bisa kita bagikan dan temukan di internet.

Tentunya hal ini bisa berdampak pada kehidupan kita. Sisi baiknya, jika kita mendapat dan mengakses informasi yang baik hal ini bisa membantu meningkatkan ketaqwaan.

5. Menjadi Diri yang Istiqomah

Materi ini mencakup bagaimana untuk berkonsistensi dalam menjalani kebaikan dan ketaatan. Hal ini merupakan pondasi penting dalam kehidupan beriman.

Materi ini tentunya akan membantu pemuda untuk mempersiapkan diri mereka dari hidup yang penuh dengan tantangan dan ujian.

Dengan istiqomah, kita bisa lebih tahan dalam menghadapi cobaan, tetap teguh dalam keyakinan, dan tidak mudah terpengaruh oleh godaan (dosa) atau kesulitan.

Sebagai catatan, hindarilah tema khotbah yang akan mengekang kebebasan dan tanggung jawab (al-hurriyah). Sebagaimana disebutkah dalam Al Qur’an (lihat surah al-Kahfi:29).

Kriteria Penyusunan Naskah Khotbah

Dikutip dari Buku Pintar Khatib dan Khotbah Jumat oleh Arif Yosodipuro, berikut adalah hal-hal yang perlu diperhatikan sebelum menyusun naskah khotbah:

  • Tema khotbah yang aktual dan berbobot.
  • Tidak sering ditulis orang.
  • Runtut dalam penulisan.
  • Bahasanya jelas dan lugas sehingga bisa dipahami jemaah.
  • Khatib memiliki referensi yang cukup (dari berbagai sumber yang kredibel).
  • Memperhatikan tanda baca dan pedoman penulisan.

Dengan memilih tema khotbah yang menarik untuk pemuda, akan menjangkau hati dan pikiran mereka secara lebih efektif. Semoga tema khotbah-khotbah tersebut, bisa jadi sumber inspirasi dan motivasi bagi pemuda dalam perjalanan rohani mereka.

(khq/inf)



Sumber : www.detik.com