Tag Archives: khutbah

5 Contoh Naskah Khutbah Idul Adha 2024, Singkat dan Bermanfaat


Jakarta

Sebentar lagi, umat Islam akan merayakan hari raya Idul Adha. Tahun ini, Idul Adha dirayakan pada tanggal 17 Juni 2024.

Salah satu kegiatan yang dilakukan pada Idul Adha adalah menunaikan salat id. Setelah sembahyang, biasanya khatib akan menyampaikan khutbah Idul Adha.

Contoh Khutbah Idul Adha 2024

Dirangkum detikHikmah, berikut contoh khutbah Idul Adha yang bisa dibaca sebagai referensi untuk Idul Adha:


1. Judul: Makna Kurban dan Kemanusiaan

Khutbah 1

اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَاللَّهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ وَلِلَّهِ الْحَمْدُ،ـ الْحَمْدُ للهِ الَّذِيْ يَـخْلُقُ مَا يَشَاءُ وَيَـخْتَارُ، أَحْمَدُهُ سُبْحَانَهُ الْوَاحِدُ الْعَزِيْزُ الْغَفَّارُ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَّا إلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ إِمَامُ الْمُتَّقِيْنَ وَقُدْوَةُ الْأَبْرَارِ، اللهم صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ، صَلَاةً دَائِمَةً مَّا تَعَاقَبَ اللَّيْلُ وَالنَّهَارُ

مَّا بَعْدُ، فَيَا إِخْوَةَ الْإِسْلَامِ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ عَزَّ وَجَلَّ الْقَائِلِ فِي مُحْكَمِ كِتَابِهِ: إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ، فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ، إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْأَبْتَـرُ

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah, Idul Adha, yang juga dikenal sebagai Hari Raya Kurban, adalah salah satu momen paling penting dalam agama Islam. Pada hari tersebut, umat Muslim di seluruh dunia merayakan pengorbanan Nabi Ibrahim AS dan menghormati tradisi ibadah kurban

Kurban adalah ibadah yang dilakukan dengan menyembelih hewan tertentu, seperti sapi, kambing, atau domba, sebagai penghormatan kepada Allah SWT. Ibadah kurban ini dilakukan sebagai tindakan ibadah yang menggambarkan kesediaan dan pengabdian seorang Muslim kepada Allah. Kurban juga mencerminkan kesadaran dan rasa syukur umat Muslim terhadap nikmat yang diberikan oleh Allah dalam kehidupan mereka. Sebagaimana firman dalam Q.S Al-Kautsar Ayat 2:

فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْۗ

Artinya: “Maka, laksanakanlah salat karena Tuhanmu dan berkurbanlah.”

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah, Ibadah kurban memiliki dasar hukum yang kuat dalam Islam. Hal ini didasarkan pada Al-Quran, di mana Allah memerintahkan Nabi Ibrahim AS untuk mengurbankan putranya, Ismail AS, sebagai ujian kepatuhan dan pengabdian. Namun, sebagai pengganti yang diterima Allah, Nabi Ibrahim AS diberi domba untuk dikurbankan. Kisah ini mencerminkan kesetiaan Nabi Ibrahim AS kepada Allah dan menegaskan pentingnya kurban sebagai ibadah yang dianjurkan dalam agama Islam.

فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يٰبُنَيَّ اِنِّيْٓ اَرٰى فِى الْمَنَامِ اَنِّيْٓ اَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرٰىۗ قَالَ يٰٓاَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُۖ سَتَجِدُنِيْٓ اِنْ شَاۤءَ اللّٰهُ مِنَ الصّٰبِرِيْنَ

Artinya: Ketika anak itu sampai pada (umur) ia sanggup bekerja bersamanya, ia (Ibrahim) berkata, “Wahai anakku, sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Pikirkanlah apa pendapatmu?” Dia (Ismail) menjawab, “Wahai ayahku, lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu! Insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang sabar.”

Profesor Quraish Shihab dalam kitab Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Quran, Volume 11, halaman 281 mengatakan term “اَرٰى” [saya melihat] , اَذْبَحُكَ [saya menyembelihmu] dan تُؤْمَرُۖ [diperintahkan], dalam gramatika bahasa Arab menggunakan bentuk fiil mudhari yang berarti menunjukkan masa kini dan akan datang. Ayat ini mengisyaratkan bahwa apa yang Nabi Ibrahim lihat seakan-akan masih terlihat hingga saat penyampaian itu.

Sedangkan penggunaan bentuk tersebut untuk kata “menyembelihmu” untuk mengisyaratkan bahwa perintah Allah yang dikandung mimpi ini belum selesai dilaksanakan, tetapi hendaknya segera dilaksanakan. Karena itu pula jawaban sang anak kata kerja masa kini juga, untuk mengisyaratkan bahwa Nabi Ismail siap untuk melaksanakan perintah Allah yang sedang maupun yang akan ia terimanya. [Profesor Quraish Shihab, Tafsir Al Misbah; Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Quran, Volume 11, [Ciputat, Penerbit Lentera Hati, 2017], halaman 281].

Ibadah kurban memiliki makna dan simbolisme yang mendalam dalam Islam. Dalam melakukan kurban, umat Muslim menunjukkan ketaatan, keikhlasan, dan pengorbanan diri kepada Allah. Kurban juga mengingatkan kita tentang nilai-nilai seperti kesederhanaan, berbagi, dan kepedulian sosial. Selain itu, kurban mengajarkan kita tentang arti penting memberikan yang terbaik dari yang kita miliki untuk kepentingan umat manusia dan menghormati nilai-nilai kasih sayang dan belas kasihan. Ini sebagaimana dikatakan oleh Syekh Wahbah az-Zuhaili, dalam Kitab Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, Jilid III, halaman 595;

والحكمة من تشريعها: هو شكر الله على نعمه المتعددة, وعلى بقاء الإنسان من عام لعام, ولتكفير السيئات عنه: إما بارتكاب المخالفة, أو نقص المأمورات, وللتوسعة على أسرة المضحي وغيرهم

Artinya: “Hikmah disyariatkan kurban ialah sebagai upaya mensyukuri nikmat Allah atas limpahan banyaknya nikmat, dan juga untuk rasa syukur manusia karena masih dianugerahkan umur yang panjang sabn tahun, dan untuk melebur dosa dari orang yang berkurban, ada kalanya dosa tersebut karena melaksanakan larangan Allah atau lalai dalam melakukan ketaatan, serta bertujuan untuk melapangkan rezeki atas keluarga orang yang berkurban dan selainnya.

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah, selanjutnya ibadah kurban merupakan bentuk solidaritas sosial yang kuat terhadap sesama umat manusia. Saat seseorang melaksanakan kurban, mereka tidak hanya memikirkan kepentingan pribadi, tetapi juga berbagi dengan mereka yang kurang beruntung. Hewan kurban yang disembelih akan dibagikan pada yang membutuhkan, termasuk fakir miskin, anak yatim, dan orang-orang yang terpinggirkan dalam masyarakat. Melalui tindakan ini, ibadah kurban memperkuat ikatan sosial antara sesama manusia dan membantu mengurangi kesenjangan sosial.

Selanjutnya, ibadah kurban mengajarkan nilai kebersamaan dan berbagi. Saat umat Muslim melaksanakan ibadah kurban, mereka melakukan tindakan tersebut bersama-sama sebagai komunitas. Ini menciptakan ikatan sosial yang erat dan memperkuat rasa persaudaraan antara sesama Muslim.

Tidak hanya itu, melalui pembagian daging kurban kepada masyarakat yang membutuhkan, ibadah kurban juga mengajarkan pentingnya berbagi dan membantu mereka yang kurang beruntung. Hal ini mengingatkan kita untuk tidak egois dan memperhatikan kebutuhan orang lain di sekitar kita, sehingga mampu menciptakan masyarakat yang lebih harmonis dan adil.

Di sisi lain, pelbagai nilai empati dan perhatian, bukan saja pada manusia, tetapi juga hewan. Dalam Islam ditanamkan doktrin untuk menghormati hewan. Pasalnya, ada adab yang harus dijaga dan diamalkan. Saat kita mengikuti ibadah kurban, kita harus memahami bahwa hewan kurban tersebut adalah makhluk ciptaan Allah yang juga memiliki hak-haknya. Islam mengajarkan bahwa hewan harus diperlakukan dengan baik dan disembelih dengan cara yang humanis.

Dalam tataran ini, melalui ibadah kurban, manusia belajar untuk memahami rasa sakit dan penderitaan makhluk lain, sehingga dapat merasakan kebutuhan dan kepedulian terhadap mereka. Ini mengembangkan sifat empati dalam diri kita dan mendorong kita untuk berperilaku dengan bijaksana terhadap lingkungan dan makhluk di sekitar kita. Simak hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim yang bersumber dari Abu Ya’la, Rasulullah bersabda;

إِنَّ اللهَ كَتَبَ الْإِحْسَانَ عَلَى كُلِّ شَىْءٍ، فَإِذَا قَتَلْتُمْ فَأَحْسِنُوا الْقِتْلَةَ، وَإِذَا ذَبَحْتُمْ فَأَحْسِنُوا الذِّبْحَ، وَلْيُحِدَّ أَحَدَكُمْ شَفْرَتَهُ وَلْيُرِحْ ذَبِيْحَتَهُ

Artinya: “Sesungguhnya Allah telah mewajibkan berbuat ihsan atas segala sesuatu. Apabila kalian membunuh, maka bunuhlah dengan baik. Apabila kalian menyembelih, maka sembelihlah dengan baik dan hendaklah salah seorang di antara kalian menajamkan pisaunya dan senangkanlah hewan yang akan disembelih.”

Terakhir, ibadah kurban memiliki dimensi spiritual yang mendalam. Selain tujuan sosial dan humanisnya, ibadah kurban juga bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah dan meningkatkan ketakwaan. Ia mengingatkan kita tentang kewajiban kita untuk memberikan yang terbaik dari apa yang kita miliki sebagai ungkapan syukur atas nikmat-nikmat Allah yang melimpah.

Dalam kurban, kita mengorbankan sesuatu yang berharga bagi kita sebagai bentuk pengabdian dan ketaatan kita pada Allah. Dengan melakukan ibadah kurban dengan niat yang tulus dan ikhlas, kita memperoleh pahala dan mendekatkan diri kepada Allah. Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Nabi Saw dalam sabda;

مَا عَمِلَ آدَمِيٌّ مِنْ عَمَلٍ يَوْمَ النَّحْرِ أَحَبَّ إِلَى اللهِ مِنْ إِهْرَاقِ الدَّمِ، إِنَّهُ لَيَأْتِي يَوْمَ القِيَامَةِ بِقُرُونِهَا وَأَشْعَارِهَا وَأَظْلاَفِهَا، وَأَنَّ الدَّمَ لَيَقَعُ مِنَ اللهِ بِمَكَانٍ قَبْلَ أَنْ يَقَعَ مِنَ الأَرْضِ، فَطِيبُوا بِهَا نَفْسًا

Artinya: “Tidak ada amalan yang dilakukan oleh manusia pada hari Nahr yang lebih dicintai oleh Allah selain daripada mengucurkan darah (hewan kurban). Sesungguhnya, ia (hewan kurban) akan datang pada hari kiamat dengan tanduk, bulu, dan kukunya.”

أَقُوْلُ قَوْلِيْ هٰذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
(Sumber: NU Online )

Khutbah 2

اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ وَلِلَّهِ الْحَمْدُ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا وَنَبِيَّنَا مُحَمَّدًا عَبْدُ اللَّهِ وَرَسُولُهُ، فَاللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا وَنَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ المَيَامِيْنَ، وَالتَّابِعِينَ لَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّينِ

أَمَّا بَعْدُ، فَأُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ وَاتَّقُوا اللَّهَ تَعَالَى فِي هَذَا الْيَوْمِ الْعَظِيمِ، وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ عَظِيْمٍ، أَمَرَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَالسَّلَامِ عَلَى نَبِيِّهِ الْكَرِيْمِ فَقَالَ: إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا، اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا وَنَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ الطَّيِّبِيْنَ، وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ، أَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِيٍّ، وَعَنْ سَائِرِ الصَّحَابَةِ الصَّالحينَ

اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ، الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيعٌ قَرِيبٌ مُجِيبُ الدَّعَوَاتِ، اللَّهُمَّ اجْعَلْ عِيدَنَا هَذَا سَعَادَةً وَتَلاَحُمًا، وَمَسَرَّةً وَتَرَاحُمًا، وَزِدْنَا فِيهِ طُمَأْنِينَةً وَأُلْفَةً، وَهَنَاءً وَمَحَبَّةً، وَأَعِدْهُ عَلَيْنَا بِالْخَيْرِ وَالرَّحَمَاتِ، وَالْيُمْنِ وَالْبَرَكَاتِ، اللَّهُمَّ اجْعَلِ الْمَوَدَّةَ شِيمَتَنَا، وَبَذْلَ الْخَيْرِ لِلنَّاسِ دَأْبَنَا، اللَّهُمَّ أَدِمِ السَّعَادَةَ عَلَى وَطَنِنَا، وَانْشُرِ الْبَهْجَةَ فِي بُيُوتِنَا، وَاحْفَظْنَا فِي أَهْلِينَا وَأَرْحَامِنَا، وَأَكْرِمْنَا بِكَرَمِكَ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ، رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً، وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً، وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ، وَأَدْخِلْنَا الْجَنَّةَ مَعَ الْأَبْرَارِ، يَا عَزِيزُ يَا غَفَّارُ. عِبَادَ اللهِ، إنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإحْسَانِ، وَإِيْتَاءِ ذِي الْقُرْبَى ويَنْهَى عَنِ الفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ، فَاذكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ، عِيْدٌ سَعِيْدٌ وَكُلُّ عَامٍ وَأَنْتُمْ بِخَيْرٍ

2. Judul: Dua Dimensi Ibadah dalam Kurban

Khutbah 1

اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ. اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ. اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ. الحَمْدُ للهِ وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى سَيِّدَنَا مُحَمَّدٍ رَسُولِ اللَّهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ وَالَاه. أَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الَّذِيْ لَانَبِيّ بعدَهُ. أَمَّا بَعْدُ فَإنِّي أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللهِ الْقَائِلِ فِي كِتَابِهِ الْقُرْآنِ. يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

Allah SWT berfirman dalam Al-Quran Surat Al-Kautsar ayat 1-3:

إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ. فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ. اِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْاَبْتَرُ

Artinya: “Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah salat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah. Sungguh, orang-orang yang membencimu dialah yang terputus (dari rahmat Allah).”

Ayat ini menjadi renungan bagi kita, betapa banyak nikmat Allah yang telah dianugerahkan kepada kita sampai dipastikan tidak akan bisa kita menghitungnya satu persatu. Kenikmatan ini harus kita syukuri dalam wujud menggunakannya untuk ibadah, mendekatkan diri kepada Allah. Pendekatan diri kepada Allah bisa dilakukan dengan mengerjakan salat dan menyembelih hewan kurban sebagaimana ditegaskan dalam ayat kedua surat ini.

Selain sebagai ibadah yang memiliki dimensi vertikal yakni mendekatkan diri kepada Allah, kurban juga memiliki dimensi horizontal atau sosial yakni berbagi rezeki dengan orang lain. Jika dalam Hari Raya Idul Fitri, kita membahagiakan orang lain dengan zakat, maka saatnya di Idul Adha ini kita gembirakan hati orang lain dengan ibadah kurban.

Hadirin wal Hadirat Jamaah Salat Idul Adha Rahimakumullah. Semoga kita memiliki kepekaan sosial untuk saling berbagi dan mampu memberikan manfaat banyak bagi orang di sekitar kita, karena sebaik-baik manusia adalah mereka yang bisa memberi manfaat bagi orang lain. Amin.
(Sumber: NU Online)

بَارَكَ الله لِي وَلَكُمْ فِى اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَافِيْهِ مِنْ آيَةِ وَذِكْرِ الْحَكِيْمِ َأَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا فَأسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْم

Khutbah 2

اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ. اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ. اَللهُ أَكْبَرُ الْحَمْدُ لِلَّهِ وَ الْحَمْدُ لِلَّهِ ثُمَّ الْحَمْدُ لِلَّهِ . أَشْهَدُ أنْ لا إلَهَ إلا اللهُ وَحْدَهُ لا شَرِيكَ لَهُ وأشهدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الَّذِيْ لَانَبِيّ بعدَهُ . اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ القِيَامَةِ. أَمَّا بَعْدُ فَيَاأَيُّهَا النَّاسُ أُوْصِيْكُمْ وَ نَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. فَقَالَ اللهُ تَعَالَى اِنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ يٰأَيُّهَا الَّذِيْنَ أٰمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَ سَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا اللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءِ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ . اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ والقُرُوْنَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتَنِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. عِبَادَاللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ
(Sumber: NU Online)

3. Judul: Hikmah Kurban Ikhlas di Dunia dan Akhirat

Di akhir khutbah ini, dengan penuh khusyu’ dan tadharru’, kita berdoa kepada Allah SWT semoga perjalanan hidup kita senantiasa terhindar dari segala keburukan yang menjerumuskan umat Islam. Semoga dengan doa ini pula, kiranya Allah SWT berkenan menyatukan kita dalam kebenaran agama-Nya dan memberi kekuatan untuk memtaati perintahnya dan menjauhi larangan-Nya. Amin Ya Rabbal ‘Alamain.
(Sumber: Situs MUI Digital oleh KH M Cholil Nafis, Ph D, Ketua MUI Bidang Dakwah dan Ukhuwah)

4. Judul: Keutamaan Kurban bagi Orang Beriman

لحَمْدُ للهِ الَّذِي هَدَى الْمُتَّقِيْنَ الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيْمَ وَفَضَّلَهُمْ بِالْفَوْزِ الْعَظِيْمِ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلهَ إِلَّا اللهُ الرَّحْمنُ الرَّحِيْمُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا أَفْضَلُ الْمُرْسَلِيْنَ، اللّهُمَّ فَصَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ ذِي الْقَلْبِ الْحَلِيْمِ وَآلِهِ الْمَحْبُوْبِيْنَ وَأَصْحَابِهِ الْمَمْدُوْحِيْنَ وَمَنْ تَبِعَ سُنَّتَهُ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنَ، وَبَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ أُوْصِيْنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ وَنَجَا الْمُطِيْعُوْنَ.

فَقَالَ الله تَعَالىٰ :يٰۤـاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا اتَّقُوا اللّٰهَ حَقَّ تُقٰتِهٖ وَلَا تَمُوْتُنَّ اِلَّا وَاَ نْـتُمْ مُّسْلِمُوْنَ.

فَـصَـلِّ لـِرَّبِّـكَ وَانْـحَـرْ.

اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَر اَللهُ أَكْبَرُ وَللهِ اْلحَمْدُ.

Kaum muslimin yang dirahmati Allah.

Puji syukur kita panjatkan kepada Allah SWT yang masih memberikan limpahan nikmat-Nya kepada kita. Di antara limpahan nikmat tersebut adalah nikmat umur panjang dan nikmat kesehatan. Ini adalah nikmat terbesar yang diberikan Allah. Kita yakin dan percaya tanpa adanya dua nikmat ini, kita pasti tak akan bisa atau mampu melangkahkan kaki, mengayunkan tangan datang ke tempat ini untuk bersujud kepada Allah SWT.

Maka, selagi Allah SWT memberikan dua nikmat ini kepada kita, maka jangan sia-siakan untuk meningkatkan ibadah kita kepada Allah SWT.

Shalawat dan salam mari kita haturkan kepada Rasulullah SAW.

اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَر اَللهُ أَكْبَرُ وَللهِ اْلحَمْدُ.

Kaum muslimin yang dirahmati Allah, wujud dari rasa syukur terhadap nikmat yang telah Allah berikan adalah dengan bertakwa kepada Allah SWT, yaitu dengan menjalankan segala yang diperintahkan Allah dan menjauhi segala larangan-Nya.

Kemudian menjalankan segala yang diperintahkannya itu, juga mesti diiringi dengan rasa keimanan yang tinggi, bahwa tiada satu pun yang berhak disembah kecuali Allah SWT. Kemudian juga diiringi dengan rasa diawasi oleh Allah sehingga diri ini merasa malu ketika enggan menjalankan segala yang diperintahkan. Kemudian rasa takut, karena di balik perintah tersebut pasti ada yang akan ditimpakan ketika kita enggan menjalankan perintah tersebut.

Jika ketakwaan ini sudah tertanam dan mendarah daging dalam diri kita, yakinlah terhadap janji yang Allah berikan kepada kita berupa kelapangan dan keberkahan rezeki, kemudahan dalam segala urusan. Serta, jalan keluar atau kemudahan terhadap persoalan kehidupan yang kita jalani akan kita dapatkan.

Allah berfirman dalam surat At-Talaq:

وَمَنْ يَّـتَّـقِ اللّٰهَ يَجْعَلْ لَّهٗ مَخْرَجًا.

“Barang siapa betakwa kepada Allah, niscaya Dia akan membukakan jalan keluar baginya.”

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

وَّيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ

وَمَنْ يَّتَوَكَّلْ عَلَى اللّٰهِ فَهُوَ حَسْبُهٗ…

“Dan Dia memberikan rezekinya dari arah yang tidak disangka-sangka. Dan barang siapa yang bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan keperluannya.” (QS. At-Thalaq: 2-3)

Allah SWT tidak memandang dan menilai seseorang dari suku dia berasal, atau dari kepemilikan harta, kedudukan, pangkat, dan jabatan. Begitu pula dari rupa dan paras seseorang. Tapi Allah SWT menilai dari ketakwaan kita.

Tanpa disangka-sangka Allah SWT kembali mempertemukan kita di hari Idul Adha atau dalam istilah lainnya juga dikenal dengan udhiyah yang artinya hewan yang disembelih pada hari raya Idul Adha.

Idul Adha merupakan ibadah sembelihan hewan kurban yang kita laksanakan sebagai bentuk wujud rasa syukur kita kepada Allah yang telah memberikan nikmat yang banyak kepada kita, yang diawali dengan salat dua rakaat yang telah kita kerjakan barusan ini.

Allah SWT berfirman:

فَـصَـلِّ لـِرَّبِّـكَ وَانْـحَـرْ.

“Maka dirikanlah salat dan berkurbanlah.” (QS.Al-kautsar: 2).

Selain dari ayat di atas, syariat Idul kurban juga dapat kita lihat dalam surat Al-Hajj ayat 36

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

وَا لْبُدْنَ جَعَلْنٰهَا لَـكُمْ مِّنْ شَعَآئِرِ اللّٰهِ لَـكُمْ فِيْهَا خَيْرٌۖفَا ذْكُرُوا اسْمَ اللّٰهِ عَلَيْهَا صَوَآ فَّۚفَاِ ذَا وَجَبَتْ جُنُوْبُهَا فَكُلُوْا مِنْهَا وَاَ طْعِمُوا الْقَا نِعَ وَا لْمُعْتَـرَّۗكَذٰلِكَ سَخَّرْنٰهَا لَـكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ.

“Dan unta-unta itu Kami jadikan untukmu bagian dari syiar agama Allah, kamu banyak memperoleh kebaikan padanya. Maka sebutlah nama Allah (ketika kamu akan menyembelihnya) dalam keadaan berdiri (dan kaki-kaki telah terikat). Kemudian apabila telah rebah (mati), maka makanlah sebagiannya dan berilah makan orang yang merasa cukup dengan apa yang ada padanya (tidak meminta-minta) dan orang yang meminta. Demikianlah Kami tundukkan (unta-unta itu) untukmu agar kamu bersyukur.” (QS. Al-Hajj :36)

Selain Al-Quran seperti yang disebutkan dua ayat di atas, tata pelaksanaan ibadah kurban juga didasari oleh hadis dari Rasulullah. Bahkan salah satu dari hadisnya memberikan peringatan bagi kita yang enggan menjalankan ibadah kurban.

Dari Abi Hurairah RA berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Siapa yang memiliki kelapangan tapi tidak menyembelih kurban, janganlah mendekati tempat salat kami.” (HR. Ahmad, Ibnu Majah dan Al-Hakim).

Hadis di atas, setidaknya memberikan sinyal yang menunjukan kepada kita betapa pentingnya ibadah kurban itu kita laksanakan.

Oleh karena itu khatib mengajak kita semua kalau pada saat kita tidak mampu untuk berkurban, maka setelah ini kita mulai meniatkan dan membulatkan tekat kita untuk melaksanakan kurban di tahun besok. Kita harus menargetkan dan memaksakan diri kita, “Tahun depan saya harus berkurban.”

Kalau tidak bisa kita lakukan secara tunai, maka dapat kita lakukan dengan cara membayarnya secara berangsur-angsur. Sebab dia merupakan ibadah yang paling dicintai Allah. Di hari kiamat nanti Allah syafaat bagi mereka yang berkurban.

Dari Aisyah RA bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Tidaklah seorang anak Adam melakukan pekerjaan yang paling dicintai Allah pada hari nahr kecuali mengalirkan darah (menyembelih hewan kurban). Hewan itu nanti pada hari kiamat akan datang dengan tanduk, rambut, dan bulunya. Dan darah itu di sisi Allah SWT segera menetes pada suatu tempat sebelum menetes ke tanah.” (HR. Tirmizy 1493 dan Ibnu Majah 3126).

Selain daripada itu, ibadah kurban termasuk merupakan ibadah yang utama. Sisi keutamaannya pada kita adalah dengan bersandingnya dua perintah yaitu salat dan berkurban sekaligus dalam surat Al-Kautsar ayat 2.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah ketika menafsirkan ayat ini menguraikan bahwa Allah SWT memerintahkan Nabi Muhammad SAW untuk mengumpulkan dua ibadah yang agung ini yaitu shalat dan menyembelih kurban. Hal ini menunjukkan sikap taqarrub, tawadhu’, merasa butuh kepada Allah SWT, husnuzhan, keyakinan yang kuat dan ketenangan hati kepada Allah SWT, janji, perintah, serta keutamaan-Nya.

Oleh sebab itulah, dalam surat lain Allah SWT menggandengkan keduanya dalam firman-Nya:

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

*قُلْ اِنَّ صَلَا تِيْ وَنُسُكِيْ وَ مَحْيَايَ وَمَمَا تِيْ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ.*

“Katakanlah (Muhammad), ‘Sesungguhnya salatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan seluruh alam’,” (QS. Al-An’am: 162)

Walhasil, salat dan menyembelih kurban adalah ibadah paling utama yang dapat mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Beliau juga menegaskan: “Ibadah harta benda yang paling mulia adalah menyembelih kurban, sedangkan ibadah badan yang paling utama adalah salat.”

Wahai orang-orang beriman yakinlah ibadah kurban yang kita kerjakan ini, tidak akan membuat kita rugi. Karena Allah pasti memberikan balasan, kebaikan, serta keselamatan dan keberkahan bagi kita yang selalu menjalankan segala yang diperintahkannya.

Khutbah II

*اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ.*

*اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى إلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا*

*أَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِى بَكْرٍ وَعُمَر وَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ*

*اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَالدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَاوَاِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ*
(Sumber: laman Muhammadiyah)

5. Judul: Kurban dan Perwujudan Kesalehan Sosial

الخطبة الأولى
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الله اكبر 9×
الله اكبر كبيرا والحمد لله كثيرا وسبحان الله بكرة وأصيلا، لاإله إلا الله، هو الله اكبر، الله اكبر ولله الحمد.
الحمد لله الذي جعل هذا اليوم عيدا للمسلمين وجعل عبادة الحج وعيد الأضحى من شعائر الله وإحيائَها من تقوى القلوب.
أشهد أن لا إله إلاالله وحده لا شريك له، وأشهد أن محمدا عبده ورسوله المبعوث رحمة للعالمين بشيرا ونذيرا وداعيا إلى الله وسراجا منيرا.
اللهم صل على سيدنا محمد وعلى أله وأصحابه أجمعين.
أما بعد… فيا عباد الله أوصيكم وإياي بتقوى الله، فقد فاز المتقون.
قال الله تعالى بعد أعوذ بالله من الشيطان الرجيم، بسم الله الرحمن الرحيم: ذَلِكَ وَمَنْ يُعَظِّمْ شَعَائِرَ اللَّهِ فَإِنَّهَا مِنْ تَقْوَى الْقُلُوبِ (الحج/22: 32) صدق الله العظيم

Kaum Muslimin yang dimuliakan Allah SWT,

Puji syukur marilah kita panjatkan ke hadirat Allah SWT yang segala rahmat dan nikmat-Nya senantiasa dilimpahkan kepada kita. Sehingga pada hari ini, tanggal 10 Żulhijjah kita dapat merayakan Idul Adha dengan tenang dan khidmat dan melaksanakan salat id dengan khusu’, semoga amal ibadah kita diterima oleh Allah SWT, amin.

Salah satu dari bulan-bulan yang dimuliakan Allah adalah bulan Żulhijjah yang berarti “bulan yang di dalamnya terdapat pelaksanaan ibadah haji” atau dalam bahasa kita sering disebut dengan “bulan besar”, karena di dalam bulan ini terdapat peristiwa besar. Kebesaran peristiwa itu ditandai dengan berkumpulnya jutaan umat Islam dari seluruh penjuru dunia di padang Arafah untuk melakukan wukuf, sebagai bagian dari rangkaian ibadah haji. Para hujjāj (orang yang berhaji) berkumpul dalam “Muktamar/Kongres Akbar” untuk mendekatkan diri kepada Allah dalam menyempurnakan Rukun Islam.

Bagi kita yang tidak melaksanakan Haji disunahkan berpuasa. Karena puasa sunnah yang kita laksanakan itu dapat menghapus dosa-dosa kita satu tahun yang lalu dan satu tahun yang akan datang. Tidak hanya ibadah puasa yang sangat dianjurkan, bahkan ibadah apapun sangat dianjurkan dilaksanakan pada 10 hari pertama di bulan Żulhijjah ini, misalnya sedekah, salat, dan lain-lain sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW:

ما من أيام العمل الصالح فيها أحب إلى الله من هذه الأيام يعني أيام العشر قالوا: يا رسول الله! ولا الجهاد في سبيل الله؟ قال: ولا الجهاد في سبيل الله إلا رجل خرج بنفسه وماله فلم يرجع من ذلك شيء

“Tidak ada perbuatan yang lebih disukai oleh Allah, daripada perbuatan baik yang dilakukan pada sepuluh hari pertama di bulan Zulhijjah. Para sahabat bertanya: Ya Rasulullah, walaupun jihad di jalan Allah? Sabda Rasulullah: Walau jihad pada jalan Allah kecuali seorang lelaki yang keluar dengan dirinya dan harta bendanya, kemudian kembali tanpa membawa apa-apa.” (HR Bukhari)

Kemudian pada tanggal 10 Żulhijjah, hari ini dan 3 hari berikutnya 11, 12 dan 13 Żulhijjah, yang dikenal dengan hari Tasyriq, kita merayakan dan berada dalam suasana Idul Adha yang ditandai dengan penyembelihan hewan kurban seperti sapi dan kambing. Gema takbir, tahlil, tahmid, dan taqdis membahana di jagad raya menyuarakan rasa syukur kita kepada Allah empat hari ke depan.

Telah banyak hikmah yang disampaikan oleh para khatib dan dai terkait dengan Idul Adha ini, mulai dari tentang ibadah haji, ibadah kurban, kesabaran dan ketaatan seorang ayah dan anaknya, dan lain-lain. Pada kesempatan khutbah ini khatib akan menyampaikan tema khutbah Idul Adha yaitu “Kurban dan Perwujudan Kesalehan Sosial”.

Pemahaman umum di masyarakat kita selama ini yang hanya mengaitkan ibadah kurban sebagai kesalehan ritual yang sifanya personal-transendental tentu tidak salah. Bagi kita umat Islam, berkurban dengan menyembelih hewan ternak merupakan salah satu bentuk mendekatkan diri kepada Allah (taqarrub ilallah) di samping ibadah lainnya.

Namun, kalau hanya memahami kurban sampai di dimensi ini maka pesan Islam sebagai agama yang peduli kepada sesama, sebagaimana disebutkan dalam hadis nabi “sebaik-baik kamu adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain”, tidak akan terwujud.

Padahal sebenarnya ibadah kurban juga memiliki dimensi lain yaitu dimensi kesalehan sosial yang sifatnya komunal-konkret. Pemaknaan akan dimensi sosial ini tergambar dari komponen pembagian daging hewan kurban kepada fakir miskin. Di sini ditujukan untuk menimbulkan nuansa kepedulian kepada sesama. Sayangnya pesan kedua ini tidak banyak dipikirkan oleh kebanyakan kaum Muslim.

Barangkali, kebanyakan kaum Muslim hanya terpaku pada pemberdayaan keimanan diri sendiri. Seolah-olah menjadi orang yang religius atau paling agamis, sudah dirasa cukup baginya. Namun sebagaimana hadis di atas “bahwa sebaik-baik manusia adalah manusia yang dapat bermanfaat bagi orang lain,” maka pemberdayaan masyarakat menjadi sebuah kata kunci disini.

Maka Idul Adha ini sejatinya tak hanya sekedar untuk menyembelih hewan kurban, namun ia juga merupakan momentum untuk memberi dan berbagi sebagai simbol ketakwaan dan penerapan kesalehan sosial. Terlebih di masa pandemi yang belum betul-betul berakhir, ditambah keadaan perkenomian global yang tidak stabil sebagai dampak dari konflik di berbagai belahan dunia yang ikut berdampak terhadap perkenomian Indonesia yang mengakibakan harga komoditas menjadi lebih mahal.

Idul Adha (Hari Raya Kurban) sejatinya merupakan kesinambungan jalan kesalehan spiritual dan sosial dari Idul Fitri. Jika Idul Fitri merupakan manifestasi kemenangan atas nafsu yang kemudian dipungkasi dengan membayar zakat fitrah, maka Idul Adha merupakan manifestasi dari bukti cinta, patuh, takwa, ketulusan berkorban, dan kerendahan hati yang kemudian dipungkasi dengan menyembelih hewan kurban dan membagi-bagikannya kepada yang berhak menerimanya.

Dalam konteks yang lebih luas, kesalehan sosial menunjuk pada perilaku yang peduli kepada sesama. Sejatinya mereka yang saleh secara individual berarti beriman dan bertakwa kepada Allah. Wujud dari keberimanan dan ketakwaan kepada Allah otomatis akan merefleksikan kesalehan sosial, yaitu peduli kepada mereka yang miskin, bodoh dan terbelakang. Wujud dari itu, maka mereka akan selalu berpikir, berikhtiar, dan berjuang untuk mengubah nasib mereka yang belum beruntung dalam hidupnya.

Kesalehan sosial bisa diwujudkan dengan mengubah nasib orang-orang yang belum beruntung tadi dan dapat dikatakan belum menikmati kemerdekaan. Menurut hemat kami, yang paling penting dan utama ialah dalam bidang pendidikan dengan menghimpun dana untuk menyediakan beasiswa yang cukup kepada anak-anak miskin untuk melanjutkan pendidikan di dalam dan luar negeri.

Selain itu, memberi skill (keahlian) kepada para pemuda yang karena satu dan lain hal tidak bisa melanjutkan pendidikan. Maka walaupun mereka tidak memiliki pendidikan yang tinggi, tetapi untuk survive dalam hidup, mereka mesti diberi keahlian kerja dan bisnis.

Wujud lain dari kesalehan sosial, bisa dilakukan oleh mereka yang memegang kedudukan di pemerintahan dan parlemen, untuk terus berpikir dan membuat kebijakan untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.

Dengan demikian, iman dan taqwa kepada Allah melahirkan kesalehan individual dalam bentuk ibadah haji, salat Idul Adha dan penyembelihan kurban. Itu belum cukup, harus ditindaklanjuti dengan mewujudkan kesalehan sosial sesuai dengan peran kita masing-masing.

Oleh karena itu kepada umat Islam yang mampu sangat dianjurkan berkurban. Bahkan Nabi memperingatkan secara keras bagi orang yang mampu tapi tidak berkurban untuk tidak mendekati tempat salat orang Islam. Nabi bersabda:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «مَنْ وَجَدَ سَعَةً فَلَمْ يُضَحِّ، فَلَا يَقْرَبَنَّ مُصَلَّانَا»

“Barangsiapa yang pada saat Idul Adha mempunyi kemampuan tetapi ia tidak mau berkurban maka janganlah ia mendekati tempat salat kami.” (Hadis riwayat Ahmad).

Hadis Nabi ini seolah-olah ingin menyampaikan pesan bahwa salatmu akan sia-sia saja, jika kamu tidak berkurban sementara kamu mampu untuk itu. Inilah salah satu manifestasi atau bentuk konkrit agar umat Islam memiliki kesadaran atau kesalehan sosial yang tinggi dan peduli kepada sesama. Seluruh ibadah kita memiliki aspek vertikal atau hablum minallah, berhubungan dengan Allah, dan aspek horizontal atau hablum minannas, berdampak kepada manusia.

Qurban juga bisa merupakan solusi praktis bagaimana Islam memberikan obat bagi penyembuhan masalah sosial berupa kemiskinan. Karena dari kemiskinanlah lahir beragam penyakit sosial lainnya dan kriminalitas. Daging hewan kurban tersebut kemudian dibagi-bagikan terutama kepada fakir miskin. Dalam Al-Quran surat al-Hajj ayat 28 Allah berfirman:

لِيَشْهَدُوا مَنَافِعَ لَهُمْ وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ فِي أَيَّامٍ مَعْلُومَاتٍ عَلَى مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِ الْأَنْعَامِ فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْبَائِسَ الْفَقِيرَ

“…maka makanlah sebagian darinya dan (sebagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang sengsara lagi fakir.”

Yang diterima Allah sebenarnya bukanlah daging dan darah hewan kurban itu. Namun ketakwaan dan niat ikhlas kita lah yang sampai kepada Allah dan ia yang akan menjadi bekal dan amal saleh kita. Allah berfirman dalam surat Al-Hajj (22) ayat 37:

لَنْ يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَاؤُهَا وَلَكِنْ يَنَالُهُ التَّقْوَى مِنْكُمْ…

“Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai keridhaan Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya…”

Betapa besar ganjaran pahala bagi orang yang berkurban sampai-sampai Nabi mengatakan bahwa pada setiap helai hewan yang kita kurbankan terdapat kebaikan, sebagaimana sabda Beliau:

عَنْ زَيْدِ بْنِ أَرْقَمَ، قَالَ: قَالَ أَصْحَابُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا هَذِهِ الْأَضَاحِيُّ؟ قَالَ: «سُنَّةُ أَبِيكُمْ إِبْرَاهِيمَ» قَالُوا: فَمَا لَنَا فِيهَا يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ: «بِكُلِّ شَعَرَةٍ، حَسَنَةٌ» قَالُوا: ” فَالصُّوفُ؟ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ: «بِكُلِّ شَعَرَةٍ مِنَ الصُّوفِ، حَسَنَةٌ»

“Sahabat bertanya Ya Rasulallah, apakah kurban itu? Rasulullah menjawab: Itu suatu sunah ayahmu Ibrahim. Mereka bertanya lagi: Apa yang akan kita peroleh dari kurban itu? Beliau menjawab: Pada setiap helai bulunya terdapat kebaikan.” (Hadis riwayat Ahmad dan Ibnu Majah).

Semoga khutbah yang singkat ini bermanfaat dalam mendorong peningkatan kualitas dan kuantitas amal kesalehan ritual kita dalam melaksanakan semua ibadah, serta mendorong penguatan kepekaan kesalehan sosial kita berupa kepedulian, perhatian, solusi, kebijakan, dan aksi nyata kepada mereka-mereka yang membutuhkan, amin.
(Sumber: dokumen Fakultas Syariah UIN Raden Mas Said Surakarta oleh Dr. Ismail Yahya, S. Ag., MA, Dekan Fakultas Syariah UIN Raden Mas Said Surakarta)

Itu dia beberapa contoh naskah khutbah Idul Adha 2024. Semoga khutbah-khutbah di atas bisa membantu kita mempersiapkan diri menyambut Idul Adha 2024 yang akan datang.

(khq/khq)



Sumber : www.detik.com

Tata Cara Khutbah Idul Adha 2024 dan Contohnya


Jakarta

Khutbah menjadi salah satu ciri khas yang membedakan salat Idul Adha dengan salat sunah lainnya. Khutbah Idul Adha dilaksanakan setelah selesai melaksanakan salat Idul Adha.

Khutbah Idul Adha adalah panduan berharga untuk mengantarkan jamaah pada pemahaman yang lebih mendalam tentang makna di balik ibadah kurban. Melalui khutbah yang penuh hikmah, umat Islam diajak untuk meneladani keteladanan Nabi Ibrahim AS dan Ismail AS.

Tata Cara Khutbah Idul Adha

Dikutip dari buku Fikih Madrasah Ibtidaiyah Kelas IV oleh Yusak Burhanudin dan Muhammad Najib, salat Idul Adha dilaksanakan sebelum khutbah. Maka dari itu, khatib akan melaksanakan khutbah Idul Adha setelah salat sunah dua rakaat Idul Adha.


Saat membawakan khutbah Idul Adha, khatib disyaratkan untuk berdiri (bila mampu). Saat membuka khutbah pertama khatib disunahkan membaca takbir sebanyak sembilan kali.

Setelah menyampaikan khutbah pertama, khatib disunahkan duduk sebentar. Hal ini sesuai dalam hadits, Ubaidullah bin Abdullah bin Utbah yang berkata:

السنة أن يخطب الإمام في العيدين خطبتين يفصل بينهما بجلوس

“Sunah seorang Imam berkhutbah dua kali pada salat hari raya (Idul Fitri dan Idul Adha), dan memisahkan kedua khutbah dengan duduk.” (HR Asy-Syafi’i)

Saat memulai khutbah yang kedua, khatib membukanya dengan takbir tujuh kali.

Dikutip dari buku Panduan Lengkap Ibadah Sehari-hari oleh Ustad Syaifurrahman El-Fati, isi khutbah Idul Adha hendaklah mengenai perintah ibadah haji dan berkurban serta hikmah-hikmahnya.

Adapun rukun khutbah Idul Adha yakni:

  1. Memuji Allah
  2. Membaca shalawat
  3. Berwasiat tentang takwa
  4. Membaca ayat Al-Qur’an pada salah satu khutbah
  5. Mendoakan kaum Muslimin pada khutbah kedua

Ketika khutbah sedang berlangsung, jemaah diimbau untuk tenang dan mendengarkan secara seksama. Dengan mendengarkan dengan seksama, jamaah dapat memahami makna pengorbanan Nabi Ibrahim AS dan Ismail AS, hikmah di balik ibadah kurban, serta pesan-pesan moral yang disampaikan khatib.

Contoh Khutbah Idul Adha

Dikutip dari laman resmi Majelis Ulama Indonesia, berikut ini adalah contoh khutbah Idul Adha 2024 oleh KH M Cholil Nafis, Ph D, Ketua MUI Bidang Dakwah dan Ukhuwah:

الله ُأَكْبَرُ – الله ُأَكْبَرُ – الله ُأَكْبَرُ

الله ُأَكْبَرُ كَبِيْرًا, وَالحَمْدُ لِلّهِ كَثِيْراً, وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاَ, لاَإِلهَ إِلاَّالله ُوَحْدَهُ صَدَقَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَأَعَزَّ جُنْدَهُ وَهَزَمَ الأَحْزَابَ وَحْدَهُ, لَاإِلهَ إِلاَّالله ُوَلاَ نَعْبُدُ إِلاَّ إِيّاَهُ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ وَلَوْكَرِهَ المُشْرِكُوْنَ وَلَوْكَرِهَ الكاَفِرُوْنَ وَلَوْكَرِهَ المُناَفِقُوْنَ. الحمدُ لله ربِّ العالمين، الحمدُ لله الذي بنعمته تتمُّ الصالحات، وبعَفوِه تُغفَر الذُّنوب والسيِّئات، وبكرَمِه تُقبَل العَطايا والقُربَات، وبلُطفِه تُستَر العُيُوب والزَّلاَّت، الحمدُ لله الذي أماتَ وأحيا، ومنَع وأعطَى، وأرشَدَ وهدى، وأضحَكَ وأبكى؛ ﴿ وَقُلِ الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي لَمْ يَتَّخِذْ وَلَدًا وَلَمْ يَكُنْ لَهُ شَرِيكٌ فِي الْمُلْكِ وَلَمْ يَكُنْ لَهُ وَلِيٌّ مِنَ الذُّلِّ وَكَبِّرْهُ تَكْبِيرًا)
فَيَآأَيُّهَاالمُؤْمِنُوْنَ وَالمُؤْمِناَتِ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ المُتَّقُوْنَ. وَاتَّقُوْا الله َحَقَّ تُقاَتِهِ وَلاَتَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ. وَاعْلَمُوْا أَنَّ يَوْمَكُمْ هَذَا يَوْمٌ فَضِيْلٌ وَعِيْدٌ شَرِيْفٌ جَلِيْلٌ. قَالَ اللهُ تَعَالى فِيْ كِتَابِهِ الكَرِيْمِ. أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الَّرجِيْمِ بِسْمِ اللهِ الَّرحمن الرحيم. إِنّا أَعْطَيْنَاكَ الكَوْثَرَ. فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ. إِنَّ شَانِئَكَ هُوَالأَبْتَرُ.

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar Waliilahil Hamd.

Marilah kita senantiasa bersyukur dan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT, atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya. Kita masih diberi nikmat iman dan Islam, kesehatan dan kesempatan untuk melaksanakan berbagai ibadah kepada Allah SWT, termasuk melaksanakan salat Idul Adha pada pagi hari ini.

Kemudian shalawat serta salam, kita haturkan ke pangkuan baginda Nabi Besar Muhammad SAW, seorang manusia mulia dan nabi terakhir yang dipilih Allah SWT untuk menjadi teladah (uswah) bagi seluruh umat manusia sepanjang masa.

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar Wa lillahil Hamd. Kaum muslimin jama’ah Idul Adha rahimakumullah.

Pada pagi hari ini, kaum Muslimin yang menunaikan ibadah haji sebagai tamu Allah SWT, dhuyufurrahman, telah berkumpul melaksanakan wuquf di ‘Arafah dan sedang berada di Mina untuk melaksanakan Jumratul ‘Aqabah. Mereka dengan pakaian ihramnya, berasal dari berbagai belahan dunia.

Mereka datang dengan latar belakang bangsa, ras, warna kulit, budaya dan strata sosial yang berbeda satu sama lain. Namun, mereka memiliki tujuan yang sama, yaitu memenuhi panggilan Allah SWT untuk menjadi tamu-Nya dan bertauhid meng-Esakan Allah SWT semata.

Bagi kaum Muslimin yang belum memiliki kemampuan menjadi tamu Allah SWT, mereka melaksanakan salat Idul Adha dan ibadah kurban, sesuai dengan kemampuannya di manapun mereka berada. Ibadah kurban yang dilaksanakan kaum muslimin, sebagai salah satu upaya mendekatkan diri (taqarrub) kepada Allah SWT.

Deskripsi kehidupan kaum muslimin ini, menggambarkan interelasi kuat antara orang yang menunaikan ibadah haji, dengan saudara-saudaranya yang tidak pergi ke Baitullah. Oleh karena itu, kita melaksanakan salat Idul Adha dan ibadah kurban pada hakikatnya sebagai bentuk kesadaran memenuhi perintah Allah SWT dan Rasulullah SAW.

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar Wa lillahil Hamd. Kaum Muslimin sidang jama’ah Idul Adha rahimakumullah.

Ibadah kurban merupakan salah satu ibadah penting dalam ajaran Islam. Ibadah ini memiliki pondasi kuat dan memiliki akar sejarah panjang dalam tradisi rasul-rasul terdahulu. Ajaran kurban dan praktiknya telah ditunjukkan secara sinergik oleh para nabi dan rasul hingga Nabi Muhammad SAW.

Nabi Ibrahim AS dikenal sebagai peletak batu pertama ibadah ini. Peristiwa penyembelihan yang dilakukan Nabi Ibrahim AS terhadap putranya Nabi Ismail AS merupakan dasar bagi adanya ibadah kurban.

Nabi Ibrahim AS dengan penuh iman dan keikhlasan bersedia untuk menyembelih anak kesayangannya, Ismail, hanya semata-mata untuk memenuhi perintah Allah SWT. Peristiwa yang mengharukan ini, dilukiskan dengan indah oleh Allah SWT dalam Al-qur’an surat As-Saffat ayat 102:

فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَعْيَ قَالَ يَابُنَيَّ إِنِّيْ أَرَى فِيْ المَنَامِ أَنِّيْ أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرَى قَالَ يَآأَبَتِ افْعَلْ مَاتُؤْ سَتَجِدُنِيْ إِنْ شَآءَ اللهُ مِنَ الصَابِرِيْنَ

“Tatkala anak itu sampai umurnya dan sanggup berusaha bersama-sama Ibrahim. Ibrahim berkata: Wahai anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu. la menjawab, wahai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan oleh Allah kepadamu, insyaallah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar”.

Ini adalah ujian ketaatan Nabi Ibrahim kepada Allah. Di kemudian hari, pengorbanan ini menjadi anjuran bagi umat Islam untuk menyembelih hewan kurban, setiap 10 Dzulhijah dan pada hari tasyrik, yaitu 11, 12, dan 13 Dzulhijjah.

Deskripsi historis ini menggambarkan bahwa, keteguhan hati, keyakinan akan kebenaran perintah Allah, keikhlasan, ketaatan, dan kesabaran adalah esensi yang melekat dari ibadah kurban. Nilai-nilai ini telah diimplementasikan dengan baik oleh Nabi Ibrahim dan Ismail AS dalam peristiwa yang mengharukan itu.

Kesanggupan Nabi Ibrahim AS menyembelih anak kandungnya sendiri Nabi Ismail AS, bukan semata-mata didorong oleh perasaan taat setia yang membabi buta (taqlid). Tetapi meyakini bahwa perintah Allah SWT itu harus dipatuhi.

Bahkan, Allah SWT memberi perintah seperti itu sebagai peringatan kepada umat yang akan datang bahwa adakah mereka sanggup mengorbankan diri, keluarga dan harta benda yang disayangi demi menegakkan perintah Allah SWT. Dan adakah mereka juga sanggup memikul amanah sebagai khalifah Allah SWT di muka bumi.

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar Walillahil Hamd Kaum muslimin yang berbahagia.

Dalam studi fiqh, kurban sering disebut dengan istilah udhhiyah, karena penyembelihan binatang ternak dilakukan pada saat matahari pagi sedang naik (dhuha). Oleh karenanya, Ibn Qayyim al-Jauziyah memahami makna kurban dengan tindakan seseorang menyembelih hewan ternak pada saat dhuha, guna menghasilkan kedekatan dan ridha Allah SWT.

Binatang kurban yang disebut udlhiyah atau nahar adalah simbolisasi tadlhiyah yakni pengorbanan. Baik udlhiyah maupun tadlhiyah posisinya sama sebagai ibadah untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT(taqarruban wa qurbanan). Jika menyembelih udlhiyah merupakan ibadah material yang ritual, maka taldhiyah/pengorbanan di jalan Allah SWT merupakan ibadah keadaban yang memajukan sektor-sektor kehidupan yang lebih luas.

Dalam ibadah kurban, nilai yang paling esensial adalah sikap batin berupa keikhlasan, ketaatan dan kejujuran. Tindakan lahiriyah tetap penting, kalau memang muncul dari niat yang tulus. Sering kita digoda setan agar tidak melaksanakan ibadah kurban karena khawatir tidak ikhlas.

Imam al Ghazali dalam kitab Ihya’ Ulumiddin-nya berkata, bahwa setan selalu membisiki kita: “Buat apa engkau beribadah kalau tidak ikhlas, lebih baik sekalian tidak beribadah”.

Ibadah kurban bukan hanya mementingkan tindakan lahiriyah, berupa menyedekahkan hewan ternak kepada orang lain terutama fakir miskin, tetapi yang lebih penting adalah nilai ketulusan guna mendekatkan diri kepada Allah SWT. Dalam beberapa ayat Al-qur’an, Allah SWT memperingatkan bahwa yang betul-betul membuahkan kedekatan dengan-Nya (kurban), bukanlah fisik hewan kurban. Melainkan nilai takwa dan keikhlasan yang ada dalam jiwa kita. Dalam surat al-Hajj ayat 37, Allah SWT menyebutkan:

لَنْ يَّنَالَ اللّٰهَ لُحُوْمُهَا وَلَا دِمَاۤؤُهَا وَلٰكِنْ يَّنَالُهُ التَّقْوٰى مِنْكُمْۗ

“Tidak akan sampai kepada Allah daging (hewan) itu, dan tidak pula darahnya, tetapi yang akan sampai kepada-Nya adalah takwa dari kamu”.

Penegasan Allah SWT ini mengindikasikan dua hal. Pertama, penyembelihan hewan ternak sebagai kurban, merupakan bentuk simbolik dari tradisi Nabi Ibrahim AS, dan merupakan syi’ar dari ajaran Islam. Kedua, Allah SWT hanya menginginkan nilai ketakwaan, dari orang yang menyembelih hewan ternak sebagai ibadah kurban.

Indikasi ini sejalan dengan peringatan Rasulullah SAW: “Sesungguhnya Allah SWT tidak melihat bentuk luarmu dan harta bendamu, tetapi Dia melihat hatimu dan perbuatanmu.” (HR Bukhari dan Muslim).

Usaha mendekatkan diri kepada Tuhan terutama melalui kurban, kita lakukan secara terus menerus. Karena itulah agama Islam disebut sebagai jalan (syari’ah, thariqah, dan shirat) menuju dan mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Melakukan kurban bersifat dinamis dan tiada pernah berhenti, menempuh jalan yang hanya berujung kepada ridha Allah SWT. Dengan demikian, wujud yang paling penting dari kurban adalah seluruh perbuatan baik.

Sehubungan dengan perintah untuk berkurban di atas, maka Rasulullah SAW setiap tahun selalu menyembelih hewan kurban dan tidak pernah meninggalkannya. Meskipun dari sisi ekonomi beliau termasuk orang yang menjalani hidup sederhana, tidak mempunyai rumah yang indah nan megah, apalagi mobil yang mewah. Bahkan tempat tidurnya hanya terbuat dari tikar anyaman daun kurma.

Oleh karena itu, orang Muslim yang telah mempunyai kemampuan untuk berqurban tetapi tidak mau melaksanakannya boleh dikenakan sanksi sosial, ialah diisolasi dari pergaulan masyarakat muslim. Sebagaimana disabdakan oleh Rasulullah SAW dalam hadits yang diriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah ra:

مَنْ كَانَ لَهُ سَعَةٌ وَلَمْ يُضَحِّ فَلاَ يَقْرِبَنَّ مُصَلاَّناَ

“Barangsiapa yang mempunyai kemampuan menyembelih hewan kurban tetapi tidak melaksanakannya, maka janganlah sekali-kali ia mendekati tempat salat kita” (HR. Imam Ahmad dan Ibnu Majah)

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar Walillahil Hamd. Kaum muslimin yang berbahagia.

Kalau ibadah kurban dilaksanakan dengan ikhlas demi mengharap ridha Allah SWT, akan memberi hikmah dan manfaat bagi pelakukanya, baik di dunia maupun di akhirat. Di antaranya:

Meningkat keimanan kepada Allah SWT. Ibadah kurban yang dilaksanakan oleh orang muslim dapat melatih kepatuhan dan kepasrahan total kepada Allah SWT. Orang-orang yang dekat dengan Allah akan memperoleh predikat muqarrabin, muttaqin serta mendapat kemuliaan dan kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.

Membersihkan diri dari sifat-sifat bahimiyyah. Pada saat hewan kurban jatuh ke bumi maka saat itulah sifat kebinatangan harus sirna, seperti rakus, serakah, kejam dan penindas.

Menanamkan rasa kasih sayang dan empati kepada sesama. Ibadah kurban dalam Islam tidak sama dengan persembahan (offering) dalam agama-agama selain Islam.

Islam tidak memerintahkan pemujaan dalam penyembelihan hewan, tetapi Islam memerintahkan agar dagingnya diberikan kepada orang miskin agar ikut menikmati lezatnya daging hewan. Sehingga timbul rasa empati, berbagi, memberi, dan ukhuwah islamiyah antar sesama.

Melatih kedermawanan. Ibadah kurban dilakukan setiap tahun secara berulang-ulang sehingga orang yang memberi kurban terbiasa untuk berderma kepada yang lain. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat Jumlah penduduk miskin pada Maret 2022 sebesar 26,16 juta orang.

Garis Kemiskinan pada Maret 2022 tercatat sebesar Rp 505.469,00/kapita/bulan dengan komposisi Garis Kemiskinan Makanan sebesar Rp 374.455,00 (74,08 persen) dan Garis Kemiskinan Bukan Makanan sebesar Rp 131.014,00 (25,92 persen).

Di akhir khutbah ini, dengan penuh khusyu’ dan tadharru’, kita berdoa kepada Allah SWT semoga perjalanan hidup kita senantiasa terhindar dari segala keburukan yang menjerumuskan umat Islam. Semoga dengan doa ini pula, kiranya Allah SWT berkenan menyatukan kita dalam kebenaran agama-Nya dan memberi kekuatan untuk memtaati perintahnya dan menjauhi larangan-Nya. Amin Ya Rabbal ‘Alamain.

جَعَلَنَا اللهُ وَإِيَّاكُمْ مِنَ السُّعَدَآءِ المَقْبُوْلِيْنَ وَأَدْخَلَنَا وَإِيَّاكُمْ فِيْ زُمْرَةِ عِباَدِهِ المُتَّقِيْنَ. قَالَ تَعَالى فِي القُرآنِ العَظِيْمِ أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ . قُلْ إِنَّمَا أَنَاْ بَشَرٌ مِثْلُكُمْ يُوْحَى إِلَيَّ أَنَّمَآ إِلهُكُمْ إِلهٌ وَاحِدٌ فَمَنْ كَانَ يَرْجُوْلِقَآءَ رَبَّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلاً صَالِحًا وَلاَيُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِيْ القُرْآنِ العَظِيْمِ وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَافِيْهِ مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الحَكِيْمِ. وَتَقَبَّلَ مِنِّي وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ العَلِيْمِ. وَقُلْ رَبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَأَنْتَ خَيْرُ الرَّاحِمِيْنَ.
الخطبة الثانية لعيد الأضحى
الله أكبر – الله أكبر – الله أكبر

الله أكبر كَبِيْرًا وَالحَمْدُ لِلّهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاً لاَ إِلَهَ إِلاّاَلله ُوَحْدَهُ صَدَقَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَأَعَزَّ جُنْدَهُ وَهَزَمَ الأَحْزَابَ وَحْدَهُ لاَ إِلَهَ إِلاّاَلله ُوَلاَ نَعْبُدُ إِلاَّ إِيَّاهُ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ وَلَوْكَرِهَ المُشْرِكُوْنَ وَلَوْكَرِهَ الكاَفِرُوْنَ وَلَوْكَرِهَ المُناَفِقُوْنَ. الحَمْدُ لِلّهِ حَمْداً كَثِيْرًا كَماَ أَمَرَ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَإِلَهَ إِلاَّ الله ُوَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ إِرْغاَماً لِمَنْ جَحَدَ بِهِ وَكَفَرَ. وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَناَ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ سَيِّدُ الخَلَآئِقِ وَالبَشَرِ. صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ مَصَابِيْحَ الغُرَرِ. أَمَّا بَعْدُ: فَيآأَيُّهاَالحاَضِرُوْنَ. أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ المُتَّقُوْنَ. وَافْعَلُوْاالخَيْرَ وَاجْتَنِبُوْآ عَنِ السَّيِّآتِ. وَاعْلَمُوْآ أَنَّ الله َأَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَنَّابِمَلَآئِكَةِ المُسَبِّحَةِ بِقُدْسِهِ. فَقاَلَ تعالى فِيْ كِتاَبِهِ الكَرِيْمِ أَعُوْذُ باِلله ِمِنَ الشَّيْطاَنِ الرَّجِيْمِ. بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَحِيْمِ. إِنَّ اللهَ وَمَلَآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيْ يَآأَيُّهاَالَّذِيْنَ آمَنُوْآ صَلُّوْآ عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. فَأَجِيْبُوْآالله َاِلَى مَادَعَاكُمْ وَصَلُّوْآ وَسَلِّمُوْأ عَلَى مَنْ بِهِ هَدَاكُمْ. اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصِحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ. وَعَلَى التَّابِعِيْنَ وَتَابِعِيْ التَّابِعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. وَارْضَ الله ُعَنَّا وَعَنْهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَاأَرْحَمَ الراَحِمِيْنَ. اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالمُؤْمِناَتِ وَالمُسْلِمِيْنَ وَالمُسْلِمَاتِ الأَحْيآءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ إِنَّكَ سَمِيْعُ قَرِيْبٌ مُجِيْبٌ الدَّعَوَاتِ. اللَّهُمَّ انْصُرْأُمَّةَ سَيّدِناَ مُحَمَّدٍ. اللَّهُمَّ اصْلِحْ أُمَّةَ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ. اللّهُمَّ انْصُرْ أُمَّةَ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ. اللّهمَّ انْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ. وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ الدِّيْنَ. وَاجْعَلْ بَلْدَتَناَ إِنْدُوْنِيْسِيَّا هَذِهِ بَلْدَةً تَجْرِيْ فِيْهَا أَحْكاَمُكَ وَسُنَّةُ رَسُوْلِكَ ياَ حَيُّ ياَ قَيُّوْمُ. يآاِلهَناَ وَإِلهَ كُلِّ شَيْئٍ. هَذَا حَالُناَ ياَالله ُلاَيَخْفَى عَلَيْكَ. اللَّهُمَّ ادْفَعْ عَنّاَ الغَلآءَ وَالبَلآءَ وَالوَبآءَ وَالفَحْشآءَ وَالمُنْكَرَ وَالبَغْيَ وَالسُّيُوفَ المُخْتَلِفَةَ وَالشَّدَآئِدَ وَالِمحَنَ ماَ ظَهَرَ مِنْهَا وَماَ بَطَنَ مِنْ بَلَدِناَ هَذاَ خاَصَّةً وَمِنْ بُلْدَانِ المُسْلِمِيْنَ عاَمَّةً ياَ رَبَّ العَالمَيْنَ. اللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلاَمَ وَالمُسْلِمِيْنَ وَأَهْلِكِ الكَفَرَةَ وَالمُبْتَدِعَةِ وَالرَّافِضَةَ وَالمُشْرِكِيْنَ وَدَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ. وَاجْعَلِ اللَّهُمَّ وِلاَيَتَنَا فِيْمَنْ خَافَكَ وَاتَّقَاكَ. رَبَّناَ اغْفِرْ لَناَ وَلِإِخْوَانِناَ الَّذِيْنَ سَبَقُوْناَ بِالإِيمْاَنِ وَلاَ تَجْعَلْ فِيْ قُلُوْبِناَ غِلاًّ لِلَّذِيْنَ آمَنُوْا رَبَّناَ اِنَّكَ رَؤُوفٌ رَحِيْمٌ. رَبَّناَ آتِناَ فِيْ الدُّنْياَ حَسَنَةً وَفِيْ الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِناَ عَذَابَ النَّارِ وَالحَمْدُ لِلّهِ رَبِّ العاَلمَيْنَ

(hnh/lus)



Sumber : www.detik.com

Contoh Khutbah Idul Adha Singkat, Padat, dan Mengharukan


Jakarta

Pada Hari Raya Idul Adha, umat Islam dari berbagai belahan dunia berbondong-bondong menuju masjid atau lapangan untuk menunaikan ibadah salat Id. Setelah salat Id, umat Islam mendengarkan khutbah Idul Adha yang disampaikan khatib.

Berikut contoh khutbah Idul Adha mengenai sejarah kurban yang mengharukan, dinukil dari buku Kumpulan Naskah Khutbah Idul Fitri & Idul Adha terbitan Kemenag RI.

Contoh Khutbah Idul Adha tentang Sejarah Kurban

Alhamdulillah kita panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala nikmat dan karunia-Nya, sehingga kita semua dapat melaksanakan salat ldul Adha di masjid yang penuh berkah ini dalam keadaan sehat walafiat. Ada tiga macam nikmat, apabila ketiga macam nikmat tersebut bertemu secara bersamaan, hidup ini menjadi semakin sempurna, yaitu nikmat iman, kesehatan dan kesempatan.


Tidak semua orang mendapatkan ketiga nikmat tersebut. Alhamdulillah kita di sini mendapatkannya, karena hanya dengan ketiga nikmat itulah kita bisa berkumpul di sini dengan tetap berpegang teguh kepada kalimat tauhid, La ilaha illallah, Muhammad Rasulullah.

Maka dari itu kita harus lebih meningkatkan rasa syukur kepada Allah SWT yaitu dengan menambah ketakwaan kita kepada-Nya yang kita wujudkan dengan terus berusaha untuk senantiasa menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya.

Dalam perjalanan hidup manusia tentu dituntut adanya semangat pengorbanan. Tanpa semangat itu, mustahil keberhasilan atau kesuksesan dapat diraih. Salah satu contoh pengorbanan yang luar biasa telah dilakukan oleh sosok Nabi Ibrahim AS bersama keluarganya, Siti Hajar RA dan Ismail AS.

Kisah Nabi Ibrahim AS sarat akan pesan-pesan moral. Nabi Ibrahim AS adalah simbol bagi manusia yang rela mengorbankan apa saja untuk memperoleh rida Allah SWT.

Pengorbanan yang tulus dari sosok khalilullah Nabi Ibrahim AS bersama keluarganya ini dijadikan oleh Allah SWT sebagai patron untuk menjadi teladan bagi seluruh umat manusia sepanjang. Hal ini sebagaimana termaktub dalam Al-Qur’an surah Al-Mumtahanah https://www.detik.com/hikmah/quran-online/al-mumtahanah ayat 4.

قَدْ كَانَتْ لَكُمْ اُسْوَةٌ حَسَنَةٌ فِيْٓ اِبْرٰهِيْمَ وَالَّذِيْنَ مَعَهٗۚ اِذْ قَالُوْا لِقَوْمِهِمْ اِنَّا بُرَءٰۤؤُا مِنْكُمْ وَمِمَّا تَعْبُدُوْنَ مِنْ دُوْنِ اللّٰهِ ۖ كَفَرْنَا بِكُمْ وَبَدَا بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةُ وَالْبَغْضَاۤءُ اَبَدًا حَتّٰى تُؤْمِنُوْا بِاللّٰهِ وَحْدَهٗٓ اِلَّا قَوْلَ اِبْرٰهِيْمَ لِاَبِيْهِ لَاَسْتَغْفِرَنَّ لَكَ وَمَآ اَمْلِكُ لَكَ مِنَ اللّٰهِ مِنْ شَيْءٍۗ رَبَّنَا عَلَيْكَ تَوَكَّلْنَا وَاِلَيْكَ اَنَبْنَا وَاِلَيْكَ الْمَصِيْرُ

Artinya: “Sungguh, benar-benar ada suri teladan yang baik bagimu pada (diri) Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengannya ketika mereka berkata kepada kaumnya, ‘Sesungguhnya kami berlepas diri dari kamu dan dari apa yang kamu sembah selain Allah. Kami mengingkari (kekufuran)-mu dan telah nyata antara kami dan kamu ada permusuhan dan kebencian untuk selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja’. Akan tetapi, (janganlah engkau teladani) perkataan Ibrahim kepada ayahnya, ‘Sungguh, aku akan memohonkan ampunan bagimu, tetapi aku sama sekali tidak dapat menolak (siksaan) Allah terhadapmu’. (Ibrahim berkata,) ‘Ya Tuhan kami, hanya kepada Engkau kami bertawakal, hanya kepada Engkau kami bertobat, dan hanya kepada Engkaulah kami kembali’.”

Semangat berkurban yang tulus yang dicontohkan oleh Nabi Ibrahim AS yaitu ketika ia diperintahkan untuk mengorbankan (menyembelih) putranya yang tercinta, Nabi lsmail AS.

Padahal Nabi lsmail AS itu dianugerahkan oleh Allah SWT kepada Nabi Ibrahim AS ketika ia telah mencapai usia lanjut (dalam suatu riwayat usianya 80 tahun), dan telah lama sekali mendambakan keturunan. Namun, demi memperoleh rida Allah SWT dan mendapatkan kebahagiaan yang hakiki, seorang ayah dan anak itu tunduk dan patuh, seperti yang direkam dalam Al-Qur’an surah As-Saffat https://www.detik.com/hikmah/quran-online/as-saffat/ayat-101-120 ayat 100-111.

رَبِّ هَبْ لِيْ مِنَ الصّٰلِحِيْنَ. فَبَشَّرْنٰهُ بِغُلٰمٍ حَلِيْمٍ. فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يٰبُنَيَّ اِنِّيْٓ اَرٰى فِى الْمَنَامِ اَنِّيْٓ اَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرٰىۗ قَالَ يٰٓاَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُۖ سَتَجِدُنِيْٓ اِنْ شَاۤءَ اللّٰهُ مِنَ الصّٰبِرِيْنَ. فَلَمَّآ اَسْلَمَا وَتَلَّهٗ لِلْجَبِيْنِۚ. وَنَادَيْنٰهُ اَنْ يّٰٓاِبْرٰهِيْمُ. ۙقَدْ صَدَّقْتَ الرُّؤْيَا ۚاِنَّا كَذٰلِكَ نَجْزِى الْمُحْسِنِيْنَ. اِنَّ هٰذَا لَهُوَ الْبَلٰۤؤُا الْمُبِيْنُ. وَفَدَيْنٰهُ بِذِبْحٍ عَظِيْمٍ. وَتَرَكْنَا عَلَيْهِ فِى الْاٰخِرِيْنَ ۖ. سَلٰمٌ عَلٰٓى اِبْرٰهِيْمَ. كَذٰلِكَ نَجْزِى الْمُحْسِنِيْنَ

Artinya: “(Ibrahim berdoa,) ‘Ya Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku (keturunan) yang termasuk orang-orang saleh’. Maka, Kami memberi kabar gembira kepadanya dengan (kelahiran) seorang anak (Ismail) yang sangat santun. Ketika anak itu sampai pada (umur) ia sanggup bekerja bersamanya, ia (Ibrahim) berkata, ‘Wahai anakku, sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Pikirkanlah apa pendapatmu?’ Dia (Ismail) menjawab, ‘Wahai ayahku, lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu! Insyaallah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang sabar’. Ketika keduanya telah berserah diri dan dia (Ibrahim) meletakkan pelipis anaknya di atas gundukan (untuk melaksanakan perintah Allah), Kami memanggil dia, ‘Wahai Ibrahim, sungguh, engkau telah membenarkan mimpi itu’. Sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat kebaikan. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Kami menebusnya dengan seekor (hewan) sembelihan yang besar. Kami mengabadikan untuknya (pujian) pada orang-orang yang datang kemudian, ‘Salam sejahtera atas Ibrahim’. Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat kebaikan. Sesungguhnya dia termasuk hamba-hamba Kami yang mukmin.”

Begitulah tentang kisah seorang ayah dan anak, yang amat mengharukan yang tentunya dapat dijadikan teladan bagi umat manusia tentang bagaimana menaati perintah Allah SWT demi memperoleh rida-Nya. Memang biasanya manusia akan diuji dengan apa yang paling ia cintai dalam hidupnya.

Jika bukan karena iman yang tangguh yang dimiliki oleh Ibrahim dan Ismail maka tentu sangat sulit nurani Ibrahim sebagai seorang ayah mengorbankan putra tercintanya, begitupun Ismail tidak bersedia mempertaruhkan nyawanya. Namun, karena ini adalah perintah Allah SWT dan mereka ingin mendapatkan rida-Nya maka perintah tersebut dilaksanakannya.

Makna kurban berasal dari bahasa Arab dari akar kata qaraba-yaqrabu-qurban, artinya dekat/pendekatan. Melakukan kurban adalah melakukan sesuatu yang mendekatkan diri kepada Allah SWT, yakni mendekatkan diri kepada tujuan hidup untuk mencapai mardlatillah.

Ali Syariati mengatakan dalam buku “AI-Hajj” bahwa lsmail adalah sekedar simbol dari segala yang dimiliki dan dicintai manusia dalam hidup ini. “lsmail”-nya Nabi Ibrahim AS adalah putranya sendiri dan setiap orang memiliki “Ismail” yang identik dengan harta, jabatan, dan materi yang berlimpah.

Kecintaan kepada “Ismail” itulah yang kerap membuat iman seseorang goyah atau lemah untuk mendengar dan melaksanakan perintah Allah SWT. Kecintaan kepada “lsmail” yang berlebihan juga akan membuat seseorang menjadi egois, mementingkan diri sendiri, dan serakah tidak mengenal batas kemanusiaan.

Pelajaran yang sangat berharga adalah dengan melihat keteladanan pengorbanan yang telah ditunjukkan oleh Nabi Ibrahim AS. Apapun lsmail kita, apapun yang kita cintai, jangan sampai membuat kita lupa akan tujuan hidup yang hakiki, yaitu memperoleh rida Allah SWT, karena dalam rida-Nya lah kita akan memperoleh kebahagiaan sejati, kebahagiaan yang kekal dan abadi, seperti yang dikatakan kaum Sufi, “Ya Illahi anta maqsudi wa ridlaka mathlubi (Ya Tuhanku, Engkaulah tujuanku dan rida-Mu lah yang kucari).”

(rah/rah)



Sumber : www.detik.com

10 Kultum Menarik Mulai dari Tema Kejujuran



Jakarta

Kultum singkat adalah kependekan dari “kuliah tujuh menit,” sebuah bentuk ceramah atau pesan keagamaan yang disampaikan secara ringkas, biasanya disampaikan dalam waktu sekitar tujuh menit.

Kultum singkat hadir sebagai sarana bagi pendengar untuk mendapatkan inspirasi dan nilai-nilai moral tanpa memakan banyak waktu, cocok untuk disampaikan dalam berbagai situasi, seperti di masjid, sekolah, atau acara keagamaan.

Kultum singkat menjadi pilihan tepat bagi remaja dan masyarakat yang mencari inspirasi serta pesan kehidupan secara padat dan menarik. Tidak hanya membahas tentang agama, kultum juga merangkum berbagai topik kehidupan, mulai dari motivasi, etika, hingga panduan untuk menjalani hidup lebih bermakna.


10 Contoh Kultum Singkat

Dengan format yang ringkas, kultum memungkinkan kita untuk mendalami pesan-pesan berharga secara efisien. Berikut ini 10 contoh materi kultum singkat yang bisa Anda gunakan untuk berbagai tema dan acara yang dikutip dari buku Kumpulan Kultum Terlengkap Sepanjang Tahun karya Hasan el-Qudsy.

1. Sukses Berbisnis Niat

الْحَمْدُ لِلَّهِ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحَابَتِهِ وَمَنْ وَالَاهُ أَمَّا بَعْدُ

Jamaah yang dimuliakan Allah,

Sukses berbisnis niat? Apakah niat bisa dibisniskan? Lalu dengan siapa niat dibisniskan? Niat, sebagaimana telah kita ketahui, adalah penentu kualitas suatu amal. Di samping itu, pada hakikatnya niat juga merupakan aktivitas jiwa. Karenanya niat bisa menjadi “komoditi” yang dibisniskan. Tentunya bisnis ini hanya bisa berlaku dan legal apabila dilakukan dengan Allah semata.

Lalu bagaimana membisniskannya? Perlu diketahui bahwa barang siapa berniat, serius untuk mengerjakan suatu amalan yang bersangkutan dengan ketaatan kepada Allah, ia mendapatkan pahala. Demikian pula jikalau seseorang itu berniat hendak melakukan sesuatu yang baik, tetapi tidak jadi dilakukan, maka dalam hal ini, orang itu pun tetap menerima pahala. Ini berdasarkan hadits yang berbunyi: “Niat seseorang itu lebih baik daripada amalannya.” (HR. ath-Thabarâni, no. 5942, 6/185). Maksudnya, meniatkan sesuatu yang tidak jadi dilakukan sebab adanya halangan yang tidak dapat dihindarkan itu adalah lebih baik daripada suatu amalan yang benar-benar dilaksanakan, tetapi tanpa disertai niat yang benar.

Di samping itu, dalam amalan yang hukumnya mubah atau jawaz (yakni yang boleh dilakukan dan boleh pula tidak), seperti tidur, makan-minum, jalan-jalan, atau bertamasya, maka jika perbuatan tersebut disertai niat agar kuat untuk beribadah atau bisa melihat keagungan kekuasaan Allah dan menyenangkan keluarga, tentulah amalan tersebut mendapat pahala. Sedangkan kalau tidak disertai niat apa-apa, misalnya hanya supaya kenyang saja, atau bersenang-senang, maka tidak akan mendapatkan pahala apa-apa. Ini sesuai dengan hadits Nabi, “Sesungguhnya tiada suatu nafkah yang engkau berikan dengan niat untuk mendapatkan keridhaan Allah, melainkan engkau pasti akan diberi pahalanya, sekalipun sesuatu yang engkau berikan untuk makanan isterimu.” (HR. al-Bukhari, no. 3643, Muslim, no. 3076).

Bahkan satu pekerjaan yang mubah dapat dilipat-lipatkan niatnya, sehingga pahala yang diperoleh akan sesuai dengan lipatan niat yang telah ia niatkan. Misalkan ketika kita mau pergi ke masjid, bisa diniatkan untuk iktikaf, berzikir, ketemu sesama saudara muslim, mendengar ceramah agama, menaruh infak di masjid dan lain sebagainya. Begitu pula ketika kita mau makan, bisa kita niatkan agar mampu shalat, mampu bekerja, mampu menolong orang lain, mampu memberi ceramah, atau beribadah secara umum. Maka, sesuai jumlah amal yang kita niatkan, sejumlah itu pula pahala yang akan kita dapatkan. Jadi, pandai-pandailah kita meniatkan suatu amalan, walaupun tidak semua yang telah kita niatkan bisa terlaksana semuanya karena beberapa hal, maka ia tetap mendapatkan pahala. Begitulah rahasia berbisnis niat.

Dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata: Dari Rasulullah tentang apa yang diriwayatkan dari Allah, bahwa Allah berkalam, “Sesungguhnya Allah mencatat kebaikan dan kejelekan.” Kemudian beliau (Rasulullah) menerangkan, “Barang siapa yang berniat melakukan kebaikan, tetapi tidak jadi mengerjakannya, maka Allah mencatat niat itu sebagai satu kebaikan penuh di sisi-Nya. Jika ia meniatkan perbuatan baik dan mengerjakannya, maka Allah mencatat di sisi-Nya sebagai sepuluh kebaikan sampai tujuh ratus kali lipat, hingga kelipatan yang sangat banyak. Kalau ia berniat melakukan perbuatan jelek, tetapi tidak jadi melakukannya, maka Allah mencatat hal itu sebagai satu kebaikan yang sempurna di sisiNya. Jika ia meniatkan perbuatan jelek itu, lalu melaksanakannya, maka Allah mencatatnya sebagai satu kejelekan.” (HR.Muslim).

Jamaah yang berbahagia,

Kegagalan atau keberhasilan kita dalam berbisnis niat ini tentunya kembali kepada kepiawaian kita. Kepiawaian kita ini tergantung pada kedalaman ilmu kita. Semakin dalam ilmu agama seseorang, maka dia semakin tahu bagaimana menginvestasikan dan membisniskan niat. Di sinilah letak kecerdasan spiritual sangat mempengaruhi kualitas dan kuantitas niat seseorang. Tidak jarang orang yang gagal dalam bisnis ini, tetapi juga tidak sedikit mereka yang berhasil. Keberhasilan tersebut, selain adanya unsur kepiawaian, juga lebih banyak dipengaruhi keikhlasan dan kebersihan jiwa. Sehingga keberhasilan bisnis yang sudah dicapai selama hidup, tidak sia-sia dengan riya’, ujub, sum`ah, atau virus lainnya yang bisa merusak kesuksesan amal dan niat. Wallâhul Musta’ân.

2. Bagaimana Mencintai Rasulullah SAW

الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي جَعَلَ طَاعَةَ رَسُوْلِهِ طَاعَةَ اللَّهِ وَمَعْصِيَتَهُ مَعْصِيَةً اللَّهِ أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَ رَسُوْلُهُ اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلَّمْ وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحَابَتِهِ وَ مَنْ وَلَاهُ أَمَّا بَعْدُ:

Di setiap bulan Rabiul awal, sudah menjadi tradisi mayoritas umat Islam Indonesia melaksanakan peringatan Maulid Nabi. Berbagai kegiatan dan acara dilakukan untuk perhelatan. Yang menjadi pertanyaan adalah apakah peringatan tersebut benarbenar mencerminkan kecintaan kaum muslimin kepada Nabi mereka? Ataukah itu hanya cinta sesaat yang sering kali pudar dan sirna bersamaan dengan selesainya peringatan tersebut? Lalu apakah hanya setahun sekali kita mengungkapkan rasa cinta kepada Rasullullah ? Pertanyaan-pertanyaan seperti inilah yang seharusnya kita renungkan pada setiap pelaksanaan peringatan Maulid Nabi.

Jamaah yang berbahagia,

Tidak dipungkiri bahwa kita semua merasa mencintai Rasulullah. Dari cinta itu kita semua berharap mendapat syafaat beliau kelak di akhirat. Namun sekedar pengakuan tentu tidaklah cukup. Setiap cinta membutuhkan bukti, dan bukti cinta kita kepada Rasulullah adalah menjadikan Rasulullah sebagai rujukan dan suri teladan dalam kehidupan kita seharihari. Mendahulukan cinta kepada Allah dan Rasul-Nya daripada yang lainnya merupakan landasan keimanan kita. Dalam surat Ali Imran, ayat 31-32 disebutkan,

قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللَّهُ غَفُوْرٌ رَّحِيمُ (31) قُلْ أَطِيعُوا اللَّهَ وَالرَّسُوْلَ فَإِنْ تَوَلَّوْا فَإِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْكَافِرِينَ

“Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosadosamu.” Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Katakanlah: “Taatilah Allah dan Rasul-Nya. Jika kamu berpaling, maka sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir.”

Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, Rasulullah bersabda,

لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُونَ أَحَبُّ إِلَيْهِ مِنْ وَالِدِهِ وَوَلَدِهِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ

“Tidak beriman seseorang di antara kalian, hingga aku lebih dicintai olehnya daripada bapak-bapaknya, anak-anaknya, dan manusia seluruhnya.”

Ma’âsyiral muslimîn rahimakumullâh,

Klaim atau pengakuan cinta kepada Rasulullah perlu realisasi nyata dalam perilaku kita sehari-hari. Mustahil kita akan mendapatkan buah cinta kepada Rasulullah berupa syafaat kelak di akhirat, kalau perbuatan kita sehari-harinya jauh dari apa yang diinginkan oleh Rasulullah. Hal ini nantinya akan terbongkar kelak di akhirat, di mana ketika semua umat Muhammad diberi kesempatan untuk meminum telaga Kautsar milik beliau apabila seseorang telah meminumnya, niscaya tidak akan merasa dahaga selama-lamanya namun ternyata ada sekelompok umatnya yang tertolak dikarenakan mereka melakukan ibadah-ibadah yang tidak pernah Rasulullah ajarkan. (HR. Muslim).

Dengan demikian, yang dimaksud oleh sabda Rasulullah “Anta ma’a man ahbabta” (Kamu akan dikumpulkan bersama orang yang kamu cintai) (HR. al-Bukhari), adalah kebersamaan yang diiringi pelaksanaan amal yang mampu menjadikan kita bersama dengan orang yang kita cintai. Ketika kita mencintai Rasulullah, maka kita harus beramal sesuai apa yang telah diajarkan oleh Rasulullah, sehingga kelak di akhirat kita dapat bersama beliau.

Oleh karena itu, saya mengajak diri saya dan kaum muslimin untuk mencintai Rasullah secara benar, dengan cara mengikuti apa yang telah diajarkannya dan menjadikan sunnahsunnahnya sebagai pegangan dan teladan dalam kehidupan sehari-hari. Jauh dari bidah dan kultus individu yang dilarang oleh Rasulullah. Karena perbuatan bidah ini lebih disukai iblis daripada perbuatan maksiat lainnya, sebagaimana diungkapkan oleh Sufyân ats-Tsauri,

الْبِدْعَةُ أَحَبُّ إِلَى إِبْلِيسَ مِنَ الْمَعْصِيَةِ الْمَعْصِيَةُ يُتَابُ مِنْهَا وَالْبِدْعَةُ لَا يُتَابُ مِنْهَا. (شرح أصول الاعتقاد للالكاني

“Perbuatan bidah itu lebih disukai iblis daripada perbuatan maksiat. Karena kemaksiatan terkadang ditobati, sementara bidah tidak ditobati.” (Syarh Ushûl al-l’tiqâd, karya al-Lâlikâ’i, 1/132).

Kenapa demikian? Karena pelakunya merasa tidak bersalah, maka otomatis ia merasa tidak perlu untuk bertobat darinya. Bahkan justru sebaliknya, ia akan tetap melaksanakan amalan tersebut terus menerus, dan menyebarkannya, bertolak dari keyakinannya akan kebenaran amalan tersebut. Wal ‘iyâdzubillah.

3. Antara Iman dan Amal

الْحَمْدُ لِلَّهِ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحَابَتِهِ وَمَنْ وَالَاهُ أَمَّا بَعْدُ

Kaum muslimin rahimakumullâh,

Iman berasal dari bahasa Arab, âmana, yang berarti mempercayai atau membenarkan (tashdiq). Dalam pengertian syarak, iman diartikan sebagai pembenaran dalam hati, diucapkan dengan lisan, dan dipraktikkan dengan anggota badan terhadap ajaran Islam. Dengan demikian, keimanan seseorang bisa dikatakan benar apabila mencakup 3 unsur. Pertama, adalalah keyakinan yang teguh dan kuat di dalam hati. Artinya bahwa hati betul-betul menerima, mengakui, dan meyakini segala hal yang harus diimani sesuai perintah agama. Keyakinan ini harus utuh dan tanpa ada sedikit pun pencampuran dan keraguan dalam imannya. Sebagaimana dijelaskan dalam surat al-Baqarah, ayat 42, “Janganlah engkau mencampuraduk kebenaran dengan kebatilan, dan janganlah engkau menyembunyikan kebenaran, padahal engkau mengetahuinya.” Kedua, keyakinan dalam hati ini diikrarkan dengan pengakuan dan ucapan lisan atau isyarat. Pengikraran ini disimbolkan dengan pengucapan dua kalimat syahadat. Ketiga, adalah realisasi dan pembuktian keimanan, atau dalam bahasa Al-Qur’an adalah “wa amilush shalihât”, amal yang saleh dan perilaku yang baik. Atau dengan kata lain, mengamalkan al-Islam secara kaffah.

Seorang dikatakan benar-benar beriman, ketika lahiriahnya sesuai dengan batiniahnya, benar dalam keimanan, dan ikhlas dalam melakukan amalan. Merekalah yang dikatakan sebagai golongan ‘ash-Shadiqûn’ (orang-orang yang benar dalam keimanannya), sebagaimana Allah firmankan, “Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah, mereka itulah orang-orang yang benar.” (al-Hujurât: 15). Oleh karena itu, syarat diterimanya amalan adalah keberadaan iman. Para ulama mengatakan bahwa antara iman dan Islam tidak mungkin bisa dipisahkan. Pembedaan antara keduanya tidak lain hanyalah pembagian dalam pembahasan. Adapun orang yang mengklaim beriman dengan lisannya, tetapi iman itu tidak meresap ke dalam hatinya, maka dia merupakan orang munafik. Ciri-ciri munafik itu ialah antara kata mulutnya selalu beda dengan kata hatinya, dan orang-orang munafik adalah para penghuni dasar api neraka (an-Nisa’: 145).

Jamaah yang berbahagia,

Sebagaimana telah kita kita ketahui, Islam adalah adDin yang berintikan iman dan amal. Jika iman itu diibaratkan “pokok”nya, maka dari pokok itulah keluar cabang-cabangnya. Cabang-cabang tersebut, dalam kaca mata Islam, meliputi semua bidang kehidupan. Maka seorang mukmin harus sadar dengan segala konsekuensi keimanannya. Karena ketika iman lemah, maka yang menjadi pendorong adalah hawa nafsu yang akan menggiring dirinya kepada maksiat, meski tidak sampai membuatnya senantiasa berbuat maksiat dan melanggar seluruh konsekuensi iman tersebut. Tentunya, semakin kuat dan sempurna iman seseorang, semakin besar pengaruhnya untuk melakukan amal perbuatan yang sesuai dengan keimanannya.

Oleh karena itu, ketika seseorang mengucapkan kedua kalimat syahadat, ia harus sadar dan tahu apa yang terdapat di balik kedua kalimat syahadat itu. Di dalamnya terkandung semua perintah dan larangan. Bahkan semua tuntutan agama terkandung di dalamnya. Inilah sebabnya kaum kafir Quraisy enggan menerima dan mengucapkan kedua kalimat syahadat. Mereka sadar atas semua konsekuensi dari kedua kalimat tersebut.

Orang yang sudah mengucapkan kedua kalimat syahadat, secara syar’i dia dihukumi muslim. Harta, darah, dan kehormatannya dijaga oleh Islam. Oleh karena itu, kedua kalimat syahadat adalah dasar teori dan praktek dari semua yang tercakup dalam Islam. Sehingga ketika seseorang tidak mau mengikrarkan kedua kalimat syahadat, maka baginya tidak ada kewajiban untuk melaksanakan Islam. Namun apabila seseorang telah mengikrarkannya, maka dia mempunyai sebuah kewajiban untuk mengimplementasikan Islam secara menyeluruh dalam kehidupannya (al-Baqarah: 208).

Kedua kalimat syahadat ini seharusnya menjadi roh kehidupan dunia, sebagaimana dikatakan Sayyid Quthb, bahwa kalimat tauhid adalah pedoman kehidupan. Keimanan terhadap kalimat tauhid akan menciptakan keselarasan antara manusia dan sunnatullah di alam ini. Oleh karena itu, apabia dunia ini dipenuhi kekufuran terhadap kalimat tauhid, maka yang terjadi adalah kehancuran dan kerusakan, karena sudah tidak ada lagi keserasian dengan alam yang semua takluk dan tunduk kepada pengakuan kalimat tauhid. Wal ‘iyâdzu billâh.

4. Kedudukan Akhlak dalam Islam

الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَدَبَ رَسُولَهُ فَأَحْسَنَ تَأْدِيبَهُ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى مَنْ أُرْسِلَ لِتَأْدِيبِ أُمَّتِهِ لِتُصْبَحَ خَيْرَ الْأُمَّةِ. صَلَوَاتُ اللَّهِ وَسَلَامُهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحَابَتِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ أَمَّا بَعْدُ.

Ma’âsyiral muslimin rahimakumullâh,

Akhlak atau budi pekerti dalam Islam menempati posisi yang sangat tinggi. Hal ini terlihat dari pujian Allah kepada Rasulullah karena ketinggian akhlaknya. Sebagaimana dijelaskan dalam surat al-Qalam, ayat 4: “Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.” Bahkan beliau sendiri menegaskan bahwa kedatangannya adalah untuk menyempurnakan akhlak yang ada pada diri manusia, “Aku hanyalah diutus (oleh Allah) untuk menyempurnakan akhlak.” (HR. Ahmad dan disahihkan al-Albâni). Di samping itu, akhlak menjadi tolok ukur kesempurnaan iman seorang hamba, sebagaimana disabdakan oleh Rasulullah

أَكْمَلُ الْمُؤْمِنِينَ إِيْمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا وَخِيَارُكُمْ خِيَارُكُمْ لِنِسَائِهِمْ خُلُقًا

“Kaum mukminin yang paling sempurna imannya adalah yang akhlaknya paling baik di antara mereka, dan yang paling baik di antara kalian adalah yang paling baik kepada istri-istrinya.” (HR. Tirmidzi, Ahmad, dan disahihkan oleh al-Albâni). Dalam riwayat Muslim disebutkan, “Sesungguhnya sebaik-baik kalian ialah yang terbaik akhlaknya.”

Bahkan kelak di hari kiamat, akhlak ternyata menjadi sesuatu yang sangat berharga. Karena ternyata amal perbuatan yang paling berat di hari Kiamat adalah akhlak yang baik. Rasulullah bersabda, “Sesuatu yang paling berat dalam mizan (timbangan amal) adalah akhlak yang baik.” (HR. Abu Daud dan Ahmad, disahihkan al-Albâni). Tidak hanya itu, orang yang berakhlak mulia, kelak di surga akan berdampingan dengan baginda Rasulullah. Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya orang yang paling saya kasihi dan yang paling dekat padaku majelisnya di hari Kiamat ialah yang terbaik budi pekertinya.” (HR. Tirmidzi dan Ahmad).

Dengan memerhatikan dalil di atas, sudah sepantasnya setiap muslim mengambil akhlak yang baik sebagai perhiasannya. Karena akhlak ataupun budi pekerti memegang peranan penting dalam kehidupan manusia. Akhlak yang baik akan membedakan antara manusia dengan hewan. Manusia yang berakhlak mulia, dapat menjaga kemuliaan dan kesucian jiwanya, dapat mengalahkan tekanan hawa nafsu syahwat setan, dan berpegang teguh kepada sendi-sendi keutamaan. Akhlak yang baik akan mengangkat manusia ke derajat yang tinggi dan mulia. Sedang akhlak yang buruk akan membinasakan seorang insan dan juga akan membinasakan umat manusia. Sebagaimana Allah isyaratkan dalam kalam-Nya, “Dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya). Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaan. Sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu. Dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.” (asy-Syams: 7-10).

Oleh karena itu, akhlak merupakan salah satu pilar agama yang tidak dapat dipisahkan. Bahkan tidak ada iman dan Islam kecuali dengan akhlak, karena akhlak mulia merupakan cerminan dari kualitas keimanan dan kebenaran Islam seseorang. Semakin baik iman dan Islam seseorang, maka semakin baik pula akhlaknya.

Jamaah yang berbahagia,

Di antara pokok akhlak dalam Islam adalah sifat malu. Sebagaimana Rasulullah sabdakan, “Sesungguhnya setiap agama memiliki akhlak dan akhlak Islam adalah malu.” (HR. Ibnu Majah). Dalam riwayat Muslim dijelaskan, “Malu itu tidak mendatangkan sesuatu melainkan kebaikan semata.” Malu yang dimaksud dalam hal ini adalah malu mengerjakan sesuatu yang yang tidak pantas menurut pandangan norma umum masyarakat dan tidak bertentangan dengan syariat. Adapun malu mengerjakan kebaikan, maka hal tersebut amat tercela dan tidak dibenarkan oleh agama. Dengan memiliki sifat malu, sebagaimana disebutkan oleh Imam Nawawi dalam kitabnya, Riyadhush Shâlihîn, seseorang akan mampu menahan dirinya dari perkaraperkara yang jelek dan menghalangi dirinya dari perbuatan maksiat, serta mencegahnya dari melalaikan kewajiban.

Orang yang masih memiliki rasa malu, tidak mungkin korupsi, mengambil hak orang lain, telanjang di depan umum, atau melakukan tindakan yang tidak pantas. Karena semua perbutannya akan selalu terlihat oleh Allah. Namun apabila rasa malu sudah hilang, maka yang ada adalah perilaku hewan. Tidak ada bedanya antara manusia dengan hewan. Semua menjadi halal. Sungguh benar apa yang sabdakan Rasulullah, Jika kamu tidak malu, berbuatlah sekehendakmu.” (HR. Bukhari). Semoga kita semua mampu meningkatkan kualitas akhlak kita dan mampu memperkokoh perasaan malu kepada Allah Amin.

5. Ibadah Anti Korupsi

الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ، وَبِهِ نَسْتَعِينُ عَلَى أُمُورِ الدُّنْيَا وَالدِّينِ وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى سَيِّدِ الْمُرْسَلِينَ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِينَ أَمَّا بَعْدُ

Kaum muslimin rahimakumullâh,

Akhir-akhir ini, kejahatan korupsi mendapat sorotan tajam dan perhatian khusus dari seluruh elemen masyarakat. Tidak ketinggalan para tokoh agama turut prihatin dan menjadi sorotan balik oleh sebagian pihak. Bukan karena korupsinya para tokoh agama, melainkan peran ajaran agama yang mereka ajarkan.

Perlu kita renungi kembali sebagai bangsa yang mayoritas penduduk muslimnya terbesar di dunia. Renungan yang mampu mengembalikan jati diri kita sebagai manusia yang berketuhanan. Tuhan mengajari kita berbagai ritual ibadah. Tentu Tuhan tidak bermaksud dengan ritual tersebut “hanya” untuk memuaskan rongga batin yang sangat sulit diukur dan dibuat data statistik. Layaknya laporan keuangan yang mudah dimanipulasi dalam simbol angka yang penuh teka-teki. Ritual ibadah yang dimaksudkan Tuhan tidak hanya untuk diri-Nya saja, tetapi ritual yang mampu membawa kepada perubahan diri dan sosial. Karena Tuhan tidak membutuhkan apa pun dari diri kita. Allah Mahakaya, dan seluruh makhluk di alam semesta semuanya fakir, butuh kepadanya (Fâthir: 15). Artinya kita jangan sampai mempunyai pemahaman yang salah ketika melaksanakan ibadah, bahwa itu berarti Allah butuh kepada kita. Tentu, tidak. Ibadah itu dimaksudkan untuk kita sendiri. Baik untuk kehidupan dunia dan akhirat. Untuk akhirat, jelas kita semua mengharapkan kehidupan yang lebih baik dari kehidupan dunia ini, yaitu surga yang penuh dengan kebaikan. Adapun untuk kehidupan di dunia, maka hal inilah yang perlu kita sikapi kembali.

Jamaah yang dimuliakan Allah,

Di antara sekian ritual ibadah yang diwajibkan bagi seluruh umat Islam yang telah balig tanpa terkecuali dan dalam kondisi apa pun, adalah ibadah shalat lima waktu. Ibadah yang dikatakan sebagai tiang agama (HR. Turmudzi, no. 2825). Siapa yang mendirikan shalat, berarti ia menegakkan tiang agama, dan barang siapa menyia-nyiakan shalat, berarti ia merobohkan agama. Shalat juga dikatakan sebagai pembeda antara muslim sejati dan muslim KTP. Artinya, dalam KTP boleh saja sama tertulis beragama Islam, tetapi yang membedakan di antara mereka adalah kualitas shalatnya.

Kenapa shalat begitu penting dalam kehidupan beragama bagi umat Islam? Hal itu karena Islam ingin menanamkan kepada umatnya tentang nilai “muraqabatullah” (baca: pengawasan Allah) kepada hamba-Nya. Selalu ingatatas pengawasan Tuhannya yang tidak pernah tidur (Thâhâ: 14). Minimal nilai itu muncul dalam lima waktu. Antara rentang-rentang lima waktu itulah manusia diharapkan mampu melakukan swamuraqabah (baca: pengawasan sendiri) yang bersumber dari”muraqabatullah” ketika ia melakukan shalat. Karena manusia itu lemah (an-Nisa’: 28) dan mudah tergoda serta tertipu dengan berbagai fatamorgana dunia (Ali Imran: 14), maka diperlukan akses “muraqabatullah” sesering mungkin, minimal lima kali dalam sehari. Individu yang mampu mengakses “muraqabatullah” dengan baik dan sempurna dalam shalatnya, kemudian mampu mentranformasikannya ke dalam swamuraqabah dan sosialmuraqabah (baca: pengawasan sosial) dalam pekerjaannya, maka sudah bisa dipastikan ibadah itu akan menjelma menjadi ibadah anti korupsi. Bagaimana tidak, ketika seseorang punya niat untuk melakukan korupsi, ia akan selalu merasa diawasi, baik oleh dirinya, masyarakatnya, dan Tuhannya.

Dengan demikian, ibadah tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan spiritualitas pribadi, tetapi juga bagaimana mampu menjelma dalam hubungan pola interaksi sosial. Maka, shalat bukan sekedar kepuasan ritual batin, atau bahkan hanya ritual politik panggung, guna menepis anggapan Islam KTP atau abangan. Yang terakhir ini kelihatannya mudah kita temui pada saat pemilu digelar, di mana para tokoh politik ber”hijau” ria untuk mencitrakan dirinya sebagai calon-calon pembela umat yang pantas untuk dipilih. Namun ketika sudah terpilih, mereka tidak sungkan-sungkan untuk menggelar sederetan sandiwara pembohongan dan penggarongan harta rakyat. Berangkat dari pencitraan diri yang dibuat-buat, bukan ikhlas karena Tuhan-Nya, maka tidak mengherankan jika banyak kita temukan fenomena pejabat kelihatan rajin shalat bahkan haji tiap tahun, tetapi rajin juga korupsi dan memanipulasi angka anggaran negara. Sesungguhnya orang yang demikan itu pada hakikatnya adalah fi shalâtihim sâhûn (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya (al-Mâ’ûn: 5). Lalai kalau Allah selalu melihatnya dan mencatat seluruh amal perbuatannya.

Oleh karena itu, sudah seharusnya kita berlatih menjadikan ibadah kita sebagai sarana untuk mendidik kepribadian diri, keluarga, dan sosial masyarakat. Sehingga ibadah tidak berhenti hanya sebatas ritual tanpa makna.

Contoh Kultum Singkat 6-10 >>>

6. Kejujuran dalam Berbisnis

الْحَمْدُ لِلَّهِ وَكَفَى وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ الْمُصْطَفَى وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَهْلِ الصِّدْقِ وَالْوَفَاءِ أَمَّا بَعْدُ:

Jamaah yang berbahagia,

Allah berkalam,

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar.” (atTaubah: 119).

Dalam ayat tadi, Allah memerintahkan orang-orang beriman untuk bertakwa dan bersama orang-orang yang sidik. Makna sidik dalam bahasa kita dimaknai jujur, dapat dipercaya, dan ia merupakan lawan kata dari kata kidzb yang berarti kebohongan. Perkataan bisa dikatakan benar atau jujur apabila sesuai kenyataan yang terjadi. Bisa dikatakan bohong apabila perkataan tersebut tidak sesuai dengan realita yang terjadi. Begitu pula dengan keyakinan dan perilaku seseorang. Untuk itu, antara kejujuran dan kebohongan tidak mungkin bersatu dalam satu obyek. Karena apabila terjadi, akan menjelma menjadi sebuah kemunafikan. Yaitu perilaku yang lahirnya terlihat jujur, namun batinnya dipenuhi dengan kebohongan. Dalam hadits Rasulullah dijelaskan bahwa, “Tanda orang munafik itu tiga walaupun ia puasa dan salat serta mengaku dirinya muslim. Yaitu jika ia berbicara, ia berdusta, jika berjanji, ia menyalahi, dan jika dipercaya, ia khianat.” (HR. Muslim).

Sayyid ath-Thantawi (2061), ketika mengomentari ayat di atas (at-Taubah: 119) menjelaskan bahwa kebenaran atau kejujuran itu meliputi segala aspek kehidupan, baik dalam niat, ucapan, dan perilaku. Niat atau motivasi yang ada dalam diri seseorang dikatakan benar apabila sesuai dengan tuntunan syariat. Begitu pula halnya dengan ucapan dan perilaku. Karena pada dasarnya seorang mukmin sejati meyakini bahwa, “Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggunganjawabnya.” (al-Isra’: 36).

Ma’âsyiral muslimîn rahimakumullâh,

Seorang pebisnis muslim yang taat, tentu akan selalu berusaha jujur dalam segala kehidupannya. Dimulai dari niat ketika berbisnis, modal yang digunakan, transaksi yang dipakai, bahkan sampai cara pemasaran dan pengelolaan laba. Dengan kata lain, dari hulu sampai hilir, ia akan selalu berusaha jujur, agar yang dilakukan dalam bisnisnya sesuai dengan ketentuan syariat. Jika seorang pebisnis telah mampu meletakkan kerangka kejujuran dalam semua lini usahanya secara profesional dan istiqamah, maka label syariah baru pantas disematkan kepadanya.

Selain diperintahkan berbuat jujur, dalam ayat di atas juga terkandung perintah kepada seorang mukmin untuk membentuk komunitas kejujuran. Sebagaimana Allah perintahkan: “wa kûnû maash-shâdiqîn” yang artinya: “dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar.” (at-Taubah: 119). Ayat ini mengisyaratkan bahwa kejujuran perlu dibangun bersama dan membutuhkan komunitas untuk menyuarakan dan membentuk opini. Dengan kata lain, seorang mukmin tidak cukup dirinya telah berbuat jujur, tetapi ia bersama orang lain, ia harus menjalankan kejujuran. Sehingga kejujuran menjadi gerakan masa dan mampu membentuk komunitas kejujuran. Karena kejujuran individual akan sangat mudah terobang-ambing, bahkan bisa jatuh, jika komunitas lingkungannya tidak mendukungnya. Seperti yang terjadi pada saat sekarang ini. Banyak orang yang dulunya dikenal jujur dan menyuarakan kejujuran, tiba-tiba tenggelam lenyak, bahkan terbawa arus kebohongan, tidak lain karena ia jauh dari komunitas kejujuran. Oleh karena itu, Allah memerintahkan orang yang jujur untuk bergabung dangan orang yang jujur, agar dapat saling menguatkan dan saling mengingatkan dalam kejujuran.

Dalam membentuk komunitas kejujuran, strategi yang dilakukan oleh Rasulullah adalah memulai dari diri sendiri, kemudian mengajak keluarga atau teman terdekat dan masyarakatnya. Jika komunitas kejujuran sudah terbentuk dalam masyarakat, maka setiap individu akan merasa mudah dalam menjalankan bisnisnya. Roda perekonomian akan bergerak dengan cepat. Karena seseorang tidak lagi curiga ketika menyerahkan pengelolaan modal kepada pihak lain yang kekurangan modal. Pihak yang menyerahkan akan selalu merasa aman karena pihak yang diserahi selalu bertindak jujur. Inilah, menurut penulis, salah satu isyarat yang terdapat dalam surat al-Lail, ayat 6-7, bahwa Allah akan memberikan kemudahan bagi orang yang memiliki karakter jujur.

Ketika seorang pelaku bisnis dapat berbuat jujur, sesungguhnya ia telah menanamkan modal saham terbesarnya dalam berbisnis. Berbagai kemudahan akan ia dapatkan dalam kehidupannya. Di samping itu, kejujuran akan membawa keberkahan hidup dan harta. Karena tanpa keberkahan, harta tidak akan banyak membawa manfaat bagi si empunya.

7. Kenapa Harus yang Halal?

الْحَمْدُ لِلَّهِ وَالشُّكْرُ لِلَّهِ وَلَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ، وَالصَّلَاةُ وَ السَّلَامُ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ، نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِينَ.

أَمَّا بَعْدُ:

Jamaah yang berbahagia,

Mencari dan mengonsumsi rezeki yang halal adalah kewajiban setiap muslim. Karena ia menjadi salah satu syarat mutlak diterimanya semua amal ibadah. Sungguh, Allah tidak akan menerima kecuali sesuatu yang baik. Rasulullah bersabda, “Wahai para manusia, sesungguhnya Allah Mahasuci dan tidak akan menerima kecuali yang suci.” (HR. Muslim). Dalam kitab Jâmi’ul ‘Ulûm wal-Hikam karya Ibnu Rajab, disebutkan bahwa Ibnu ‘Abbas berkata, “Allah tidak akan menerima shalat seseorang yang di dalam perutnya ada sesuatu yang haram.” Disebutkan juga, bahwa salah satu ulama salaf yang bernama Wahb bin al-Ward berkata, “Sekalipun kamu berdiri bagaikan tiang, itu tidak ada gunanya bagimu sampai kamu memerhatikan apa saja yang kamu masukkan ke dalam perutmu, halalkah atau haramkah?”

Selain menjadi salah satu syarat diterimanya ibadah, mengonsumsi rezeki yang halal juga menjadi penyebab terkabulnya doa. Sebaliknya, berlarut-larut dalam perbuatan haram akan menghalangi seseorang dari terkabulnya doa. Walaupun dia dalam kondisi orang yang termasuk mudah terkabul doanya, misalnya seorang musafir. Rasulullah menyebutkan dalam sebuah hadits, tentang seorang lelaki yang berpergian jauh, hingga penampilannya menjadi kusut, lalu ia menengadahkan kedua tangannya ke langit sambil berdoa, “Ya Rabb, Ya Rabb,” sedangkan makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram, dan dahulu ia diberi makan dari makanan yang haram, maka mana mungkin permohonannya dikabulkan? (HR. Muslim).

Jamaah yang berbahagia,

Mengonsumsi yang halal tentu membahwa manfaat yang besar baik di dunia maupun akhirat. Di akhirat, jelas akan terselamatkan dari api neraka. Karena tidak ada daging yang tumbuh dari harta haram kecuali daging tersebut lebih berhak masuk ke dalam neraka, sebagaimana Rasulullah sabdakan, “Setiap daging yang tumbuh dari barang haram, maka neraka lebih layak baginya.” (HR. ath-Thabarâni).

Adapun manfaat di dunia, sebagaimana diterangkan oleh para ulama, di antaranya adalah, Pertama, harta halal akan melahirkan amal saleh dan amal yang bermanfaat bagi diri maupun sesama. Ibnu Katsir ketika menafsirkan ayat:

يَا أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوا مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا إِنِّي بِمَ تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ

“Hai rasul-rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik, dan kerjakanlah amal yang saleh. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (al-Mu’minûn: 51). Beliau menjelaskan, “Pada ayat ini, Allah memerintahkan para rasul ‘alaihimussalâm agar makan makanan yang halal, dan beramal saleh. Disandingkannya dua perintah ini mengisyaratkan bahwa makanan halal adalah pembangkit amal saleh. Dan sungguh, mereka benar-benar telah menaati kedua perintah ini.” (Tafsir Ibnu Katsir, 5/477).

Berangkat dari pemahaman ini, sekiranya kita perlu introspeksi diri, jika suatu saat badan terasa berat dan malas untuk melakukan sebuah amal kebaikan, bisa saja hal tersebut karena makanan dan minuman yang kita konsumsi adalah dari harta yang haram.

Hadirin wal hadirat yang dimuliakan Allah,

Manfaat lain dari mengonsumsi rezeki yang halal adalah dapat menjadi obat berbagai penyakit. Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Ibnu Jarîr ath-Thabari ketika menafsirkan kalam Allah,

وَآتُوا النِّسَاءَ صَدُقَاتِهِنَّ نِحْلَةً فَإِنْ طِبْنَ لَكُمْ عَنْ شَيْءٍ مِّنْهُ نَفْسًا فَكُلُوهُ هَنِيئًا مَرِيئًا

“Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang baik lagi baik akibatnya.” (an-Nisa: 4). Ibnu Jarîr mengatakan, “Makna kalam Allah: فَكُلُوهُ هَنِيْئًا مَرِيْئًا adalah: “Maka makanlah pemberian itu, niscaya menjadi obat yang menawarkan.” (Tafsir Ibnu Jarîr, 7/560). Adapun dalam tafsir al-Qurthubi dijelaskan bahwa: “Al-hanî ialah yang baik lagi enak dimakan dan tidak memiliki efek negatif, sedangkan al-mari ialah yang tidak menimbulkan efek samping pasca dimakan, mudah dicerna, dan tidak menimbulkan penyakit atau gangguan.” (Tafsir al-Qurthubi, 5/27).

Dengan alasan-alasan yang telah disebutkan, maka tidak ada alasan lagi bagi seorang mukmin untuk tidak mencari rezeki yang halal dan mengonsumsi rezeki yang halal. Karena yang halal itu berkah dan selalu memberikan ketenangan pada jiwa.

8. Ilmu Pengetahuan Dalam Perspektif Islam

الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي خَلَقَ الْإِنْسَانَ عَلَّمَهُ الْبَيَانَ وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى صَاحِبِ الْبُرْهَانِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ نَهَجَ مَنْهَجَهُ إِلَى يَوْمِ الْفُرْقَانِ، أَمَّا بَعْدُ:

Ma’âsyiral muslimîn rahimakumullâh,

Dalam surat ar-Rahmân, Allah menjelaskan bahwa diriNya adalah pengajar (‘allamahul bayân) bagi umat manusia. Sedang ayat pertama yang diturunkan Allah adalah surat al-‘Alaq, “Bacalah dengan nama Rabb-mu yang menjadikan.” Ayat inilah yang memastikan bahwa Muhammad adalah seorang nabi dan rasul. Ayat ini juga yang diperdengarkan pertama kali kepada telinga beliau. Wahyu pertama ini menegaskan kepada umat manusia tentang kedudukan ilmu dalam agama Islam. Kalau kita perhatikan bersama, dalam surat tersebut, Allah memerintahkan kita untuk membaca dan belajar. Allah juga mengajarkan kita dengan qalam yang sering kita artikan sebagai ‘pena. Namun sebenarnya kata qalam juga dapat dipahami sebagai sesuatu yang dapat dipergunakan untuk mentransfer ilmu kepada orang lain. Termasuk di dalamnya adalah alat percetakan, komputer, internet, dan lain sebagainya. Di luar itu, surat al-‘Alaq juga mengisyaratkan tentang pentingnya ilmu dan kewajiban untuk mentransferkan ilmu tersebut kepada generasi berikutnya.

Dalam ajaran Islam, baik dalam ayat Al-Qur’an maupun hadits, ilmu pengetahuan memiliki kedudukan paling tinggi melebihi hal-hal lain. Bahkan salah satu sifat Allah adalah Dia memiliki ilmu, yang Maha Mengetahui. Asy-Syauqi, seorang penyair besar Islam mengungkapkan bahwa kekuatan suatu bangsa berada pada ilmu. Saat ini kekuatan tidak bertumpu pada kekuatan fisik dan harta, tetapi kekuatan dalam hal ilmu pengetahuan. Bahkan orang yang tinggi derajatnya di hadapan Allah adalah mereka yang berilmu. Karena dengan ilmu itu seseorang dapat mengetahui mana yang benar dan mana yang salah. Dengan ilmu yang benar, seseorang mampu memperoleh keimanan yang benar. Tanpa ilmu yang benar, keimanan seseorang akan mudah untuk dipermainkan. Begitu pula ilmu yang tidak didasari keimanan yang benar, akan mudah membuat orang memperjualbelikan ilmunya dengan nilai-nilai materi yang tidak ada nilainya di sisi Allah. Antara iman dan ilmu adalah satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan, apabila kita berharap dari ilmu tersebut lahir sebuah kemaslahatan bagi seluruh umat manusia.

Kaum muslimîn rahimakumullâh,

Dalam sebuah hadits, Nabi Muhammad ﷺ menganjurkan kita untuk menuntut ilmu sampai ke liang lahat. Tidak ada Nabi lain yang begitu besar perhatiannya kepada kewajiban menuntut ilmu sedetail Nabi Muhammad. Maka tidak heran jika sejarah mencatat masa keemasan peradaban Islam, di mana umat Islam telah mampu memegang peradaban penting dalam ilmu pengetahuan. Semua cabang ilmu pengetahuan waktu itu didominasi para ulama Islam. Menyebar mulai kota Madinah, Baghdad, Kairo, sampai Spanyol, dan Cordova di benua Eropa. Berbagai perguruan tinggi dibangun untuk memperkuat pembelajaran dan penelitian keilmuan. Di masa itu, dunia Eropa masih dipenuhi dengan kegelapan dan tidak ada satu pun perguruan tinggi didirikan.

Tugas kita sekarang adalah mengembalikan kejayaan tersebut. Dengan kembali memupuk semangat belajar, penelitian dan pengembangan keilmuan yang berdasarkan kepada nilai-nilai AlQur’an dan As-Sunnah. Karena tanpa nilai tersebut, ilmu tidak akan mampu menciptakan kesejahteraan dan kebahagiaan untuk umat manusia, seperti yang terjadi sekarang. Secara materi, ilmu pengetahuan begitu pesat perkembangannya, namun ternyata ilmu tersebut tidak mampu ‘memanusiakan’ manusia secara jujur dan adil. Ketimpangan tersebut bermula dari ketimpangan niat yang dimiliki para ilmuwan ketika belajar.

Jamaah yang berbahagia,

Ada sementara orang yang niat mencari ilmu itu adalah: al-‘ilmu lil ‘ilmi, yaitu mencari ilmu karena ilmu semata-mata. Dia sangat senang dan mabuk dengan ilmu. Orang semacam ini cenderung menjadi budak ilmu dan tidak memerhatikan etika dan akhlak. Ada juga yang disebut dengan al-‘ilmu lillah, yaitu orang yang menuntut ilmu karena perintah Allah, dengan tujuan agar dapat mengamalkan ilmu sebagai bentuk pengabdian dan pendekatan diri kepada Allah. Ilmuwan semacam ini akan menggunakan ilmunya untuk membangun kehidupan manusia seutuhnya. Semuanya dengan tujuan agar dapat melindungi iman, memperkuat syariat, dan mengumandangkan kalimatullah. Mereka adalah ilmuwan yang bertakwa. Mereka akan mendapat derajat yang tinggi di sisi Allah, sebagaimana Allah janjikan dalam Al-Qur’an yang artinya, “..niscaya Allah akan meninggikan orangorang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (al-Mujadilah: 11)

9. Pendidikan Generasi Muslim

الْحَمْدُ لِلَّهِ وَكَفَى، وَ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى النَّبِيِّ الْمُصْطَفَي، وَ عَلَى آلِهِ وَصَحَابَتِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الْمُصَفَّى أَمَّا بَعْدُ:

Jamaah yang dimuliakan Allah,

Setiap manusia yang diciptakan oleh Allah telah diberi misi dan tanggung jawab masing-masing untuk meneruskan kehidupan di atas muka bumi ini, di mana setiap tugas dan tanggung jawab tersebut merupakan amanah yang harus dilaksanakan dengan sebaik mungkin. Termasuk di dalamnya adalah memastikan terciptanya generasi muslim yang beriman, bertakwa, dan berkualitas. Tentunya menjalankan amanah bukanlah sesuatu yang mudah. Rasulullah bersabda, “Seberatberat agama ialah memelihara amanah. Sesungguhnya tidak ada agama bagi orang yang tidak memelihara amanah, bahkan tidak ada salat dan zakat baginya (tidak diterima).” (HR. al-Bazzar).

Jika kita perhatikan kehidupan anak-anak sekarang, banyak aspek akhlak dan moral anak-anak yang memprihatinkan. Seperti masalah aurat yang serba terbuka, kelahiran anak di luar nikah, pergaulan bebas, narkoba, serta budaya pornografi dan pornoaksi. Semua ini menunjukkan lemahnya pendidikan agama dan kendornya ikatan akidah dan akhlak pada diri anak, di samping sulitnya anak mendapatkan suri teladan yang benar dari lingkungannya.

Salah satu konsep hidup yang ditegaskan oleh Rasulullah adalah keteladanan dan pendidikan terhadap anak-anak. Pendidikan anak bermula dari individu-individu yang menjadi ibu dan bapak itu sendiri. Seorang bapak maupun ibu harus mengerti tujuan kita dihidupkan Allah di dunia ini, apa tugas dan kewajiban mereka, dan bagaimana pertanggungjawabannya kelak di sisi Allah? Tanpa memahami perkara-perkara ini, mustahil lahir sebuah generasi yang bertakwa dan mampu memiliki kecemerlangan di dalam kehidupan dunia dan akhirat.

Ma’asyiral muslimîn rahimakumullâh,

Anak merupakan amanah dari Allah yang hendaknya dipelihara dan dibimbing sesuai dengan pesanan dan panduan syariat Allah dan Rasul-Nya. Jika ini tidak dilaksanakan dengan betul, maka ia bisa menjadi penyebab orang tuanya terseret ke lembah neraka di akhirat dan mendapat malu di dunia. Amaran ini dinyatakan oleh Allah dalam firman-Nya dalam surah atTahrim, ayat 6: “Peliharalah diri kamu dan ahli keluarga kamu dari neraka.”

Zaman telah berubah, perkembangan dan kemajuan kehidupan sedikit banyak telah mengubah nilai-nilai murni kehidupan dan keimanan kita. Maka sebagai ibu bapak, kita hendaklah banyak memberi bekal keimanan kepada anak-anak kita agar tidak hanyut dan lenyap ditelan perkembangan zaman. Sejak kecil, anak-anak seharusnya menerima asupan nutrisi pendidikan agama yang cukup. Mulai dari dalam kandungan, setelah lahir, hingga dewasa. Pendidikan agama sejak dini sangat besar pengaruhnya dalam membentuk kepribadian anak. Hal ini diakui sendiri oleh ilmu pengetahuan modern yang mengatakan, bahwa masa yang paling dominan untuk membentuk kepribadian manusia adalah masa kanak-kanak. Rasulullah bersabda yang maksudnya, “Sesungguhnya setiap anak dilahirkan atas fıtrah (kesucian agama yang sesuai dengan naluri) sehingga lancar lidahnya, maka kedua orang tuanyalah yang akan menjadikan dia beragama Yahudi, Nasrani atau Majusi.” (HR. ath-Thabarâni).

Jamaah yang berbahagia,

Berbicara tentang bagaimana cara mendidik anak, kita dapat menengok pendidikan yang dilakukan Luqman kepada anaknya, sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an, yaitu mencakup asas pendidikan tauhid, akhlak (norma dan etika), shalat (ibadah), pendidikan amar makruf nahi mungkar (kepekaan sosial), bersikap tabah dalam menghadapi kehidupan bermasyarakat (interaksi sosial). Pokok-pokok pendidikan dasar ini harus ditanamkan orang tua kepada anak sejak dini. Sudah barang tentu, orang tua harus berusaha menjadi teladan yang bisa ditiru oleh anak. Karena inti utama pendidikan anak adalah keteladanan. Oleh karena itu, saleh atau tidaknya seorang anak menjadi pertanda berhasil atau gagalnya orang tua dalam mendidik anak. Sabda Rasulullah, “Dan bahwasanya anakanak itu termasuk hasil usahamu.” (HR. al-Bukhari).

Adalah menjadi harapan setiap orang tua agar dikaruniai anak-anak yang saleh. Anak saleh adalah investasi tanpa rugi bagi setiap orang tua. Di dunia ia memuliakan, dan di akhirat menyelamatkan dari siksaan Allah. Rasulullah bersabda, “Apabila anak Adam telah meninggal dunia, maka putuslah semua amalnya kecuali tiga perkara: sedekah jariah, ilmu yang bermanfaat, dan anak saleh yang mendoakannya.” (HR. Muslim).

10. Seks dan Islam

الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِينَ. أَمَّا بَعْدُ

Saudaraku yang dimuliakan Allah,

Membahas masalah seks tidak akan pernah habis. Pembahasan masalah ini akan terus mengalir dan menarik selama manusia masih menghuni planet bumi ini. Hal ini karena kebutuhan manusia terhadap seks merupakan kebutuhan mendasar dan fitrah, seperti kebutuhan makan dan minum. Islam adalah agama yang sempurna (al-Ma’idah: 3). Tidak ada masalah dalam kehidupan manusia kecuali Islam telah mengaturnya. Tidak ada secuil permasalahan, termasuk masalah seksual, kecuali Islam telah membahasnya dan memberikan petunjuk yang benar bagi kehidupan manusia. Rasulullah menjelaskan dalam sebuah hadits, “Tidak bersisa satu hal pun yang dapat mendekatkan seseorang kepada surga dan menjauhkannya dari neraka, yang belum dijelaskan kepada kalian.” (HR. al-Haitsami dalam Majma’uz-Zawa’id).

Berbicara tentang seks, Islam sama sekali tidak pernah ragu-ragu, atau menolaknya, apalagi menutup-nutupinya. Permasalahan seks dalam Islam merupakan satu kesatuan dalam syariat. la tidak bisa dipisahkan dari akidah, ibadah, dan akhlak. Oleh karena itu, banyak ayat-ayat Al-Qur’an maupun hadits Rasulullah yang secara gamblang telah membahas masalahmasalah seksualitas. Sebagai contoh, lihat saja kalam Allah dalam surat al-Baqarah, “Dihalalkan bagi kamu pada malam hari puasa bercampur dengan istri-istri kamu, mereka itu adalah pakaian bagimu, dan kamu pun adalah pakaian bagi mereka. (al-Baqarah: 187). Dalam hadits sahih, Rasulullah bersabda, “Apabila ia duduk di antara empat pangkal (kedua tangan dan kedua kaki) dan khitannya (alat kelamin) menyentuh khitan lainnya maka wajiblah mandi.” (HR. Muslim).

Jamaah yang berbahagia,

Ketika Islam memperbolehkan seseorang melakukan hubungan seksual, Islam tidak melepasnya seperti hewan tanpa kontrol. Karena yang akan terjadi adalah pengumbaran hawa nafsu serta merebaknya dekadensi moral. Di sisi lain, Islam juga tidak mencegah atau menghilangkan naluri seksual yang telah diberikan oleh Allah kepada manusia. Islam memandang bahwa keberadaan naluri seksual sangat dibutuhkan sebagai sarana untuk mempertahankan keberadaan dan keberlangsungan manusia di muka bumi sebagai khalifah. Dengan adanya naluri birahi inilah, manusia bisa menjaga eksistensinya di muka bumi. Oleh karenanya, Islam mengatur dan mendudukkan permasalahan kebutuhan seksual ini di bawah kebijaksanaan syariat dan kesucian jiwa. Maka disyariatkan pernikahan antara lakilaki dan perempuan dengan tujuan mendapatkan keturunan, di samping untuk memenuhi kebutuhan seksual secara halal. Dr. Abdullah Nashih Ulwan dalam bukunya “Pendidikan Anak Menurut Islam” menjelaskan bahwa salah satu tujuan pernikahan adalah untuk melindungi kelangsungan manusia. Dengan pernikahan, umat manusia akan semakin banyak dan berkesinambungan. Oleh karena itu, Islam tidak mengenal sistem kerahiban atau kepasturan. Karena hal ini bertentangan dengan fitrah, naluri, dan kecenderungan manusia normal. Sebagaimana Rasulullah terangkan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh al-Baihaqi, “Sesungguhnya Allah telah mengganti pola hidup kerahiban (kependetaan) kita dengan ajaran agama yang lurus dan mudah.” Dalam hadits lain, Rasulullah menyabdakan, “Barang siapa mampu menikah, namun ia tidak menikah, maka tidaklah dia termasuk golonganku.” (HR. al-Baihaqi).

Kaum muslimin yang berbahagia,

Pandangan dan realita seksualitas dalam Islam, jauh berbeda dengan apa yang pernah dialami dan berkembang di dunia barat. Pada abad pertengahan masehi, di barat berkembang sebuah pemahaman di mana masalah seksual dianggap kotor, jijik, dan tidak pantas dibicarakan oleh agama. Maka muncul istilah “Rahbaniyyah” di mana seorang pastur atau pendeta tidak diperbolehkan menikah. Wanita dianggap sebagai makhluk yang kotor, jahat, hina, dan penyebab semua kerusakan di dunia. Akibat dari keengganan agama dalam membahas seksualitas, berbagai penyelewengan seksual dan dekadensi moral di barat berkembang pesat.

Pandangan semacam itu jelas berbeda dengan Islam. Islam sejak awal telah membicarakan seks dan meletakannya sesuai petunjuk Allah sebagai Pencipta fitrah manusia. Di samping itu, dalam pandangan Islam, hidup mati manusia adalah untuk pengabdian diri kepada Allah. Sebagaimana Allah firmankan “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.” (adz-Dzâriyât: 56). Oleh karena itu, sejak awal Islam memandang kegiatan seksual adalah bagian dari pengabdian dan ibadah kepada Allah. Dengan demikian, semua harus tunduk di bawah aturan Allah, sehingga kenikmatan itu membawa keberkahan di dunia dan akhirat.

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com

5 Kultum Singkat tentang Bersyukur beserta Dalilnya


Jakarta

Saat digelar kegiatan keagamaan, kultum singkat seringkali disampaikan. Salah satu topik kultum yang kerap dipilih yaitu tentang bersyukur.

Kultum perlu disampaikan dengan benar, karena umumnya menyertakan dalil Al-Qur’an maupun hadits. Hal itu agar mendukung topik yang dibahas sehingga pendengar bisa memahami isi kultum dengan baik.

Sebagian orang yang tidak biasa memberikan kultum mungkin akan kesulitan untuk membuat materi yang pas. Namun tenang saja, detikers dapat temukan contoh teks kultum singkat tentang bersyukur di bawah ini.


Kultum Singkat tentang Bersyukur

Berikut sejumlah ceramah singkat tentang bersyukur yang dapat dijadikan referensi:

1. Bersyukur

Bismillahirrahmanirrahim, Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Marilah kita panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat dan hidayah-Nya kepada kita semua sehingga kita dapat berkumpul pada pagi hari ini ditempat yang Insyaallah dirahmati Allah dalam keadaan tak kurang suatu apapun sehat jasmani maupun rohani.

Tak lupa sholawat serta salam tak lupa kita haturkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita dari zaman kegelapan atau jahiliyah menuju zaman yang terang benderang seperti saat ini. Semoga kita semua termasuk orang-orang yang mendapat syafaatnya di yaumul akhir.

Teman-teman semua marilah kita selalu bersyukur atas semua nikmat yang diberikan Allah kepada kita semua. Banyak sekali nikmat yang sering tidak kita sadari yang telah Allah berikan kepada kita seperti nikmat makan, nikmat bernafas, nikmat berjalan, bahkan nikmat bias menggerakkan anggota tubuh pun termasuk nikmat yang begitu besar yang perlu kita syukuri. Jika dibandingkan dengan saudara-saudara kita yang sedang sakit saat ini untuk makan pun susah, ada juga yang tidak bisa berjalan semudah kita bahkan menggerakkan anggota badan seperti tangan saja susah.

Dengan demikian masihkah kita tidak bersyukur atas semua nikmat yang Allah berikan kepada kita? Sudah menjadi kewajiban kita untuk selalu bersyukur atas nikmat yang Allah berikan, sesuai dengan firman Allah dalam QS Al-Baqarah ayat 152, yang berbunyi:

فَاذْكُرُونِي أَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوا لِي وَلَا تَكْفُرُونِ

Artinya: Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku.

Bagaimana cara bersyukur? bersyukur dapat dilakukan dengan cara:

1. Dengan Niat
Meyakini dengan sungguh-sungguh di dalam hati bahwa semua nikmat yang kita peroleh semua dari Allah SWT. Baik itu nikmat kesehatan, harta benda, jabatan, atau pangkat, semuanya dari Allah SWT.

2. Dengan Lisan
Setelah kita meyakini dalam hati kita sebaiknya selalu bersyukur kepada Allah SWT dengan mengucapkan alhamdulillah dimana saja dan kapan saja atas nikmat yang sudah diberikan kepada kita.

3. Dengan Menjaga dan Mengamalkan
Nikmat Allah sangat banyak sekali kami tidak mampu untuk menghitungnya. Semuanya hanya titipan saja yang suatu saat pasti akan kembali kepada-Nya. Misalnya, nikmat berupa kesehatan, Suatu saat kita pasti akan mati, kembali kepada Allah dan akan dimintai pertanggungjawaban. Untuk apa saja kesehatan yang sudah kita peroleh apakah untuk melakukan hal-hal yang baik atau sebaliknya.

Jangan sampai kita menjadi orang yang mengingkari nikmat karena kurang bersyukur. Semoga kita semua termasuk mereka yang pandai mensyukuri segala nikmat yang ada Tuhan telah memberi kita.

Demikian kultum yang dapat saya sampaikan, jika ada kekurangan yang datang dari dalam diri saya karena sesungguhnya kesempurnaan hanya milik Allah SWT. Semoga bermanfaat Wassalamu’alaikum wa rahmatullah wabarakatuh

(Dikutip dari publikasi Scribd yang diunggah oleh karindayd).

2. Bersyukur

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Pertama-tama marilah kita panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas limpahan rahmat, nikmat, serta hidayah-Nya kita dapat berkumpul di tempat yang Insyaallah mulia ini.

Kedua kalinya tak lupa sholawat serta salam kita curahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita dari zaman jahiliyah ke zaman islamiyah seperti yang sekarang ini. Pada kesempatan kali ini saya akan menyampaikan kultum tentang Bersyukur.

Syukur yang sebagaimana telah dijabarkan oleh Ibnu Qayyim: Syukur adalah menunjukkan adanya nikmat Allah pada dirinya. Dengan melalui lisan, yaitu berupa pujian dan mengucapkan kesadaran diri bahwa ia telah diberi nikmat. Dengan melalui hati, berupa persaksian dan kecintaan kepada Allah. Melalui anggota badan, berupa kepatuhan dan ketaatan kepada Allah.

Kita sebagai manusia ciptaan Allah SWT harus selalu senantiasa mensyukuri nikmat yang telah diberikan oleh Allah SWT baik itu berupa nikmat yang kecil maupun nikmat yang besar.

Tanpa kita sadari setiap harinya kita selalu menerima nikmat dari Allah SWT seperti nikmat berupa nikmat islam, nikmat kesehatan, dan nikmat kita telah diberikan anggota tubuh yang lengkap dan sempurna seperti yang dijelaskan dalam Surat An Nahl ayat 78, yang artinya: “Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan, dan hati nurani agar kamu bersyukur.”

Adapun cara agar kita senantiasa bersyukur kepada Allah SWT adalah seperti yang dijelaskan dalam hadits berikut: “Pandanglah orang yang berada di bawahmu (dalam masalah harta dan dunia) dan janganlah engkau pandang orang yang berada di atasmu (dalam masalah ini). Dengan demikian, hal itu akan membuatmu tidak meremehkan nikmat Allah padamu.” (HR Bukhari dan Muslim).

Selain itu Syukur juga memiliki berbagai macam manfaat yaitu:
1. Kita dapat dijauhkan dari azab Allah SWT.
2. Dengan bersyukur Allah SWT dapat memberikan ridhonya kepada kita.
3. Dengan bersyukur kita dapat mendapatkan pahala dari Allah SWT.

Kesimpulan dari kultum ini adalah syukur merupakan suatu bentuk ibadah dan sekaligus bentuk ketaatan kita atas perintah Allah SWT.

(Dikutip dari publikasi Scribd yang diunggah oleh tiasrifebr098).

3. Bersyukur

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Nikmat Allah yang diberikan kepada kita sangat berlimpah ruah. Bahkan kadang-kadang tanpa kita pinta pun Allah dengan Rahman Rahim-Nya menganugerahkan semua nikmat itu kepada kita tanpa syarat. Untuk semuanya itu tidak ada kata yang patut diucapkan selain memuji kepada Allah SWT. Shalawat beserta salam selalu terlimpah kepada Nabi Muhammad SAW, kepada keluarganya, dan para sahabatnya.

Kaum muslimin rahimakumullah,
Sebutkan saja nikmat Allah yang kita dapatkan. Nikmat sehat, nikmat bisa makan minum, nikmat pancaindera, nikmat akal, nikmat iman, nikmat Islam, dan masih banyak lagi. Pasti kita tidak akan pernah bisa menghitungnya.

Dapat dipastikan manusia tidak akan bisa menentukan jumlah nikmat Allah, apalagi membalas semuanya. Jika kita telisik lebih mendalam, kenikmatan yang telah Allah berikan kepada kita semua tidaklah akan mampu kita balas, meskipun hanya sebagian kecilnya. Bahkan mungkin semua yang kita miliki tidak akan pernah cukup untuk menebus satu nikmat saja dari Allah.

Namun, betapa banyak dari kita yang tidak menyadari hal itu sehingga lupa atas nikmat-nikmat-Nya. Kadang, ketika nikmat itu hilang dari kita, baru kita merasakan betapa bernilainya kenikmatan tersebut. Yang ada kemudian hanyalah keluh kesah yang menjadi-jadi.

Jika kita masih menjadi pribadi demikian, kita diperintahkan untuk memohon ampun; bertaubat kepada Allah.

Jadi sikap kita terhadap semua nikmat Allah adalah tetap bersyukur kepada-Nya. Karena bisa jadi, satu saja nikmat Allah dicabut dari diri kita, kita langsung mengadu, keluh kesah, dan bahkan memaki Allah. Kita lupa masih ada jutaan, miliaran, bahkan triliunan nikmat Allah yang masih kita rasakan dan nikmati.

Padahal sudah sangat jelas Allah terangkan dalam firman-Nya, “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” (QS Ibrahim: 7)

Rasulullah SAW menjelaskan tentang kriteria mukmin sejati, yang salah satunya adalah mereka orang-orang yang pandai bersyukur atas nikmat Allah. Dan Rasulullah sangat memuji sikap tersebut.

“Seorang mukmin itu sungguh menakjubkan, karena setiap perkaranya itu baik. Namun tidak akan terjadi demikian kecuali pada seorang mukmin sejati. Jika ia mendapat kesenangan, ia bersyukur, dan itu baik baginya. Jika ia tertimpa kesusahan, ia bersabar, dan itu baik baginya.” (HR Muslim)

Dalam hadits di atas, Rasulullah SAW menyatakan kekagumannya terhadap seorang muslim yang mampu bersyukur ketika ia mendapat nikmat dari Allah SWT, dan mampu bersabar kala musibah menimpanya. Rasulullah SAW juga menyebut mereka yang pandai bersyukur sebagai mukmin sejati. Seorang mukmin sejati adalah seseorang yang benar-benar memasrahkan kehidupannya kepada Allah SWT dan bisa memposisikan dirinya layaknya seorang budak yang bisa menghargai perlakuan majikannya. la akan menerima dengan ikhlas segala perlakuan yang diberikan oleh majikan (dalam hal ini Allah SWT) kepadanya.

Syukur dalam Islam memang memiliki peranan penting dalam kaitannya dengan interaksi antara seorang muslim dengan Tuhannya. Allah SWT berfirman, “Kami mewasiatkan kepada manusia (agar berbuat baik) kepada kedua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah dan menyapihnya dalam dua tahun.(Wasiat Kami,) “Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu.” Hanya kepada-Ku (kamu) kembali.” (QS Luqman : 14)

Dalam ayat tersebut, Allah menyebutkan proses kelahiran manusia sebelum memerintahkannya untuk bersyukur. Ini berarti bahwa ketika manusia telah dapat berpikir dan mengenal Tuhannya, yang diperintahkan pertama kali adalah mengungkapkan rasa syukur dan rasa terima kasih kepada Allah dan kemudian orangtua sebagai perantara ia hadir di dunia. Pada dasarnya, semua bentuk syukur ditujukan kepada Allah. Namun, bukan berarti kita tidak boleh bersyukur kepada mereka yang menjadi perantara nikmat Allah. Inilah yang bisa dipahami dari perintah Allah pada ayat di atas.

Masih terkait dengan ayat 14 surat Luqman di atas, Allah memerintahkan bersyukur sebagai wasiat pertama kepada manusia adalah semata karena kasih dan rahmat-Nya. Dia menginginkan kebaikan buat hamba-hamba-Nya, sedangkan kinerja berkesinambungan kebaikan itu ada terletak pada sikap manusia itu sendiri. Mau bersyukur atau tidak? Jika mau bersyukur nikmat Allah tersebut akan semakin bertambah sebagaimana disinggung pada ayat tujuh surat Ibrahim tersebut di atas.

Kaum muslimin rahimakumullah,
Lantas, bagaimana cara kita bersyukur kepada Allah? Ada banyak cara kita bersyukur kepada Allah SWT. Pada dasarnya, syukur kepada Allah harus terejawantahkan dalam hati, lisan, dan perbuatan kita.

Pertama, syukur dengan hati adalah mengakui dan meyakini dengan sebenar-benarnya di dalam hati bahwa segala bentuk nikmat yang telah ia dapatkan hanya berasal dari Allah SWT.

Syukur hati dan keyakinan mereka adalah bahwa Allah SWT telah menjadikan segalanya sesuai dengan kadar (ukuran)nya masing- masing, termasuk pembagian rezeki.

Kedua, syukur dengan lisan adalah dengan selalu memuji pemberi nikmat Allah SWT menyebut nikmat itu serta menampakkan nikmat tersebut atau para ulama menyebutnya tahadduts bin ni’mah.

Tahadduts ni’mah (menyebut-nyebut nikmat Allah) adalah dengan ditampakkan yaitu dilakukan dalam rangka syukur kepada pemberi nikmat (yaitu Allah), bukan dalam rangka menyombongkan diri pada yang lain.

Ketiga adalah bersyukur dengan perbuatan. Hal ini dapat kita lakukan dengan cara menambah keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah SWT. Untuk lebih jelasnya mari kita lihat cara Rasulullah SAW dalam mengungkapkan syukurnya kepada Allah, sebagaimana diceritakan oleh Aisyah RA:

“Rasulullah SAW biasanya jika beliau shalat, beliau berdiri sangat lama hingga kakinya mengeras kulitnya. ‘Aisyah bertanya, “Wahai Rasulullah, mengapa engkau sampai demikian? Bukankah dosa-dosamu telah diampuni, baik yang telah lalu maupun yang akan datang?” Rasulullah menjawab, “Wahai Aisyah, bukankah semestinya aku menjadi hamba yang bersyukur?” (HR Bukhari dan Muslim).

Kita lihat! Rasulullah yang telah ma’shum, senantiasa dijaga Allah dari perbuatan tercela dan diampuni dosanya saja, beliau beribadah dengan penuh penghambaan dan keseriusan. Hal itu hanya beliau jadikan sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah. Apalagi diri kita yang berlumuran dosa dan kesalahan?

Di samping itu, syukur dengan perbuatan adalah ketika kita bisa menggunakan segala anugerah Allah SWT yang telah diberikan kepada kita untuk kerja-kerja nyata; digunakan sebagaimana mestinya; untuk tujuan positif dan memberikan manfaat bagi diri sendiri dan orang banyak. Syukur pada tahapan ini adalah bentuk kesyukuran yang paling tinggi derajatnya.

Kaum muslimin rahimakumullah,
Demikianlah sedikit penjelasan mengenai hakikat syukur kepada Allah SWT. Doa kita semoga kita bukan termasuk orang-orang yang kufur terhadap nikmat-nikmat Allah SWT. Bukan orang-orang yang melupakan dan melalaikan nikmat Allah SWT. Bukan orang-orang yang hanya bisa berkeluh kesah. Bukan orang-orang yang iri dengki terhadap nikmat yang diterima orang lain.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

(Dikutip dari buku Panduan Lengkap Khotbah Sepanjang Masa & Kultum Penuh Inspirasi karya Ibnu Abi Nashir).

4. Rezeki yang Terlupakan

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Pertama-tama marilah kita panjatkan puji syukur kehadirat Ilahi Rabbi yang telah memberikan kita beribu-ribu kenikmatan, baik Nikmat Iman dan Islam ataupun nikmat sehat walafiat, sehingga pada hari ini kita dapat berkumpul tanpa satu halangan apa pun dan tidak kurang satu pun untuk hadir di acara yang Insyaallah dimuliakan oleh Allah SWT.

Sholawat serta salam semoga terlimpahkan kepada Nabi kita, Muhammad SAW yang telah yang telah menuntun kita dari zaman jahiliah menuju zaman penuh pengetahuan agama. Nabi Muhammad Saw., mengajarkan kepada kita akan selalu mengingat Allah SWT, terutama karena kita sebagai hamba yang lemah, yang bahkan tak mampu menghitung nikmat Allah SWT, yang terlihat saja, belum lagi yang tidak terlihat atau terlupakan.

Ya, sebagian kita, bapak ibu sekalian yang saya hormati, kerap menganggap bahwa nikmat atau rezeki yang kita dapatkan hanya secara fisik. Artinya yang dapat dilihat oleh mata. Misalnya uang, rumah, kendaraan, benda-benda berharga, dan lain sebagainya. Bapak ibu juga demikian?

Saya berharap tidak. Rezeki yang diberikan oleh Allah SWT, itu dari ujung kaki sampai ujung rambut. Dari bangun tidur sampai tidur lagi. Coba kita bayangkan, siapa yang bisa menanam rambut di kepala kita? Menanamnya satu per satu, dipotong tumbuh lagi, dipotong tumbuh lagi. Lalu berubah menjadi putih. Salon mana yang bisa, Bu? Kalau ada salon yang bisa seperti itu, itu pasti peluang bisnis yang besar.

Apalagi rezeki yang sering kita lupakan. Rezeki melihat, misalnya. Kita diberi mata, mata bisa melihat, bisa membedakan warna, bisa membedakan benda baik dan buruk, bisa membedakan cantik dan buruk. Ini rezeki, Bapak Ibu sekalian. Ada yang diberi mata tapi tidak bisa melihat? Ada. Rezekinya berupa mata saja.

Ada yang punya mata, bisa melihat tapi tidak bisa membedakan warna? Ada. Itu rezekinya sampa melihat saja. Ada yang punya mata tapi tak bisa membedakan bidang benda? Ada. Dan lain sebagainya.

Itu adalah sebagian rezeki yang tidak terhitung harganya. Bahkan jika rezeki itu berkurang, betapa kita bingung, betapa kita akan menghabiskan seluruh harta benda untuk mengobatinya. Misalnya tiba-tiba mata kita kena katarak (naudzubillah min dzalik). Kita kemudian tanpa pikir panjang akan mencari jalan keluarnya dengan cara melakukan pengobatan. Berapapun biayanya akan ditempuh.

Bahkan ketika ada orang yang meminta mata kita, diberi imbalan miliaran, tetap tidak diberikan. Artinya, rezeki berupa mata tidak akan tergantikan oleh rezeki-rezeki bendawi yang telah dimiliki.

Sekarang telinga. Semua orang punya telinga, betul? Ada yang punya telinga tapi tak bisa mendengar? Ada. Orang-orang kemudian mencari alat bantu pendengaran. Berapa harganya? Mahal!

Justru, rezeki yang kerap kita lupakan adalah rezeki-rezeki yang harganya sangat mahal, bahkan tidak ternilai harganya. Kita justru sibuk menghitung rezeki-rezeki yang kecil. Misalnya gaji bulanan. Andaikan gaji bulanan Anda kurang 100 ribu dari gaji yang seharusnya Anda terima, pastilah ribut. Gajinya 3 juta, kok dipotong 100 ribu. Tentu sudah ribut.

Kita ini, manusia, selalu meributkan hal-hal yang tampak. Sementara yang tak tampak dianggap biasa. Kita dikasih orang uang satu juta dengan cuma-cuma, berapa banyak terima kasih yang kita ucapkan? Bahkan diterima sampai menangis- nangis. Kita bisa menontonnya di televisi, ada uang kaget, ada bedah rumah, dan lain sebagainya.

Lihatlah sikap penerimanya? Pasti menangis-nangis, mengucapkan terima kasih yang tak terhingga. Sementara ia lupa, ada rezeki yang tidak terhitung harganya. Kita ini kerap terbalik cara berpikirnya.

Nah, sekarang bapak ibu sudah tahu, mana rezeki yang receh, mana rezeki yang besar. Dengan rezeki yang besar, yang setiap hari kita rasakan, mestinya kita sadari dan selalu bersyukur. Setiap kali bangun tidur, kita bersyukur. Kita bisa melakukan apa, bersyukur. Dan jika sudah demikian, kita akan menjadi hamba yang pandai bersyukur. Bersyukur tidak hanya sebatas ucapan, melainkan juga berimbas pada peningkatan ibadah kita kepada Allah.

Demikian yang bisa saya sampaikan semoga ada manfaat yang bisa kita ambil untuk kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari.

Wallahul muafiq ila aqwamith thariq. Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

(Dikutip dari buku Materi Tausiyah Ustadz Gaul oleh Ibnu Mas’ad Masjhur).

5. Dengan Syukur, Bahagia Bertabur

Bismillahirrahmanirrahim, assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Marilah kita panjatkan puji syukur kepada Allah, karena telah memberi karunia dan nikmat yang sangat besar kepada kita semua. Semoga keselamatan dan kesejahteraan juga senantiasa dilimpahkan kepada panutan kita, yakni Rasulullah SAW.

Syukur adalah kata yang berasal dari bahasa Arab; syakara, yasykuru, syukran, dan tasyakkara, yang berarti “mensyukuri-Nya, memuji-Nya”. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), syukur diartikan sebagai rasa terima kasih kepada Allah SWT. Syukur juga berarti mengingat akan segala nikmat-Nya.

Syukur adalah pengakuan spiritual atas segala karunia dari Tuhan. Sehingga orang yang bersyukur, akan secara totalitas mengakui segala hal kenikmatan yang dirasakan adalah semata-mata sebagai bentuk ke-Maha Kasih dan Sayang-Nya Allah SWT pada hamba-Nya.

Dengan demikian syukur adalah pengakuan penuh bahwa segala yang diberikan oleh Allah SWT kepada kita, sepenuhnya merupakan kebaikan untuk kita. Maka segala apa yang Allah SWT berikan, akan diterima dengan rela hati, tanpa kecuali. Karena semua yang diberikan-Nya akan selalu ditemukan hikmah.

Satu contoh ilustrasi sederhana, seorang yang tertinggal pesawat, pasti akan sedih dan kecewa. la merasa waktu terbuang percuma, pun tiket hilang tak bisa digunakan, dan kesempatan di depan mata terbang melayang.

Akan tetapi begitu mengetahui pesawat tersebut jatuh, bersyukurlah ia. Tetiba ia merasa menjadi orang yang terpilih, diselamatkan Allah SWT dari peristiwa tersebut. Nah, mestinya kebersyukuran itu telah terungkap sejak awal. Telah yakin sepenuhnya bahwa apapun kejadiannya, Allah SWT hadirkan kebaikan di sana.

Bersyukur adalah perintah Allah SWT. Perintah ini tercantum dalam Surat Al Baqarah ayat 152, Dia berfirman: “Bersyukurlah kepada-Ku dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku”.

Ayat tersebut merupakan perintah Allah agar kita bersyukur atas segala nikmat karunia yang telah Allah berikan, dan melarang kita untuk mengkufuri nikmat.

Demikian juga dalam QS Ibrahim ayat 7: “Jika kamu bersyukur pasti akan Kutambah (nikmat-Ku) untukmu, dan bila kamu kufur, maka sesungguhnya siksa-Ku amat pedih”.

Dua ayat tersebut menunjukkan dua keadaan manusia, bersyukur atau kufur. Keadaan yang memaksa setiap orang dipastikan ada pada salah satunya. Artinya, bila seseorang bersyukur, maka tentu dia tidak kufur, sebaliknya bila seseorang kufur, maka pasti ia tidak bersyukur. Tentu kita berharap menjadi bagian dari hamba-hamba Allah yang bersyukur.

M. Quraish Shihab menegaskan bahwa syukur mencakup tiga dimensi. Pertama, syukur dengan hati, yakni dengan mengakui sepenuh hati bahwa segala kenikmatan yang diterima semata-mata berasal dari Allah SWT.

Kedua, syukur dengan lisan, yakni dengan mengakui anugerah dan memuji pemberinya dengan menggunakan lisan. Caranya bisa dengan mengucapkan terima kasih atas kenikmatan itu jika nikmat yang diberi lewat perantara manusia. Atau mengucap hamdalah “Alhamdulillaahi rabbil aalamiin” juga cara bersyukur atas nikmat Allah melalui lisan.

Ketiga, syukur dengan perbuatan, yakni dengan melakukan segala amal saleh yang Allah perintahkan, dan menjauhkan diri dari segala amal buruk yang dilarang dilakukan.

Marilah kita latih diri kita dan bangun kebiasaan baik untuk mensyukuri segala nikmat dan takdir yang telah Allah SWT beri dengan hati, lisan, dan perbuatan kita. Mari luruskan niat agar syukur kita bukan karena ingin bahagia melainkan mengharap ridha dan kedekatan dengan Allah.

Sekian pidato saya, wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

(Dikutip dari Diorama: Kumpulan Naskah Ceramah dan Khutbah susunan Pajar Hatma Indra Jaya, dkk).

(azn/row)



Sumber : www.detik.com

5 Teks Kultum Singkat tentang Sabar Menghadapi Ujian Hidup


Jakarta

Sabar jadi salah satu tema yang sering dibahas dalam kultum. Topik ini menjadi pengingat agar muslim senantiasa bersabar dalam menghadapi berbagai ujian dan cobaan dari Allah SWT.

Umumnya materi kultum disertai dalil Al-Qur’an maupun hadits yang mendukung topik pembahasan. Dengan begitu, pendengar akan memahami isi dari kultum yang diberikan.

Kalau detikers ditunjuk untuk menyampaikan kultum, bisa cek contoh teks kultum tentang sabar di bawah ini.


Kultum Singkat tentang Sabar

Berikut sejumlah ceramah singkat tentang sabar yang dapat dijadikan referensi:

1. Sabar

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Segala puji kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala nikmatnya yang telah diberikan kepada kita semua. Nikmat sehat, nikmat taufik hidayah inayah, dan nikmat yang paling besar adalah nikmat Iman & Islam. Sholawat serta salam tak lupa kita sanjungkan Nabi Besar, Muhammad SAW.

Pada kesempatan ini saya akan memaparkan sedikit tentang “sabar”. Sabar berasal dari kata “sobaro yasbiru” yang artinya menahan. Menurut istilah, sabar adalah menahan diri dari kesusahan dan menyikapinya sesuai syariah dan akal, menjaga lisan dari celaan, dan menahan anggota badan dari perbuatan dosa.

Sabar adalah pilar kebahagiaan seorang hamba, karena dengan kesabaran seseorang akan terjaga dari kemaksiatan, konsisten menjalankan ketaatan, dan tabah dalam menghadapi berbagai macam cobaan. Sabar merupakan ajaran yang banyak sekali disinggung dalam Al-Qur’an maupun hadis, sehingga manusia senantiasa diarahkan untuk selalu bersabar dalam kehidupannya.

Kesabaran yang sebenarnya adalah kemampuan dalam mengendalikan sikap, sehingga bisa dengan ikhlas dan rela hati menerima kondisi yang sedang dihadapinya demi mendapat balasan yang baik di akhirat. Allah SWT berfirman dalam Surat Al-Baqarah ayat 153:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اسْتَعِيْنُوْا بِالصَّبْرِ وَالصَّلٰوةِ ۗ اِنَّ اللّٰهَ مَعَ الصّٰبِرِيْنَ – 153

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan shalat. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.”

Dalam ayat tersebut, dijelaskan kepada orang-orang yang beriman bahwa Allah akan selalu beserta mereka yang menjadikan sabar dan shalat sebagai penolong. Allah juga menjanjikan kedudukan yang tinggi (di surga) bagi hamba-hambanya yang bersabar. Dalam Surat Al-Furqan ayat 75, Allah berfirman:

اُولٰۤىِٕكَ يُجْزَوْنَ الْغُرْفَةَ بِمَا صَبَرُوْا وَيُلَقَّوْنَ فِيْهَا تَحِيَّةً وَّسَلٰمًا ۙ – 75

Artinya: “Mereka itu akan diberi balasan dengan tempat yang tinggi (dalam surga) atas kesabaran mereka serta di sana mereka akan disambut dengan penghormatan dan salam.”

Demikian pidato ini saya akhiri, kurang lebihnya mohon maaf. Kesempurnaan milik Allah, kesalahan milik saya. Wabillahi taufik wal hidayah, Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

(Dikutip dari catatan detikcom).

2. Bersabar

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Untuk mengawali jumpa kita, marilah kita bersama-sama mengungkapkan puja dan puji syukur kehadirat Allah SWT, karena dengan limpahan rahmat-Nya kita semua bisa hadir perlu mengikuti kegiatan ini tanpa ada halangan suatu apapun.

Sholawat serta salam mudah-mudahan tetap terlimpahkan kepada junjungan nabi besar Muhammad SAW, karena dengan ajarannya kita bisa membedakan yang hak dan yang batil.

Manusia dalam menempuh perjalanan hidup ini, tidak lepas dari liku-liku cobaan hidup. Ujian silih berganti, baik berupa kemiskinan, kesengsaraan dan berupa penyakit. Segala sesuatu yang menimpa pada manusia, sehingga menimbulkan kesusahan dan kesengsaraan, maka tiada lain kecuali untuk menguji sampai sampai dimana kualitas iman kita.

Bila segala cobaan dihadapinya dengan penuh kesabaran, maka baginya pahala dari Allah SWT. Bila Allah mencintai kaumnya, maka diujinya lebih dahulu. Dan jangan salah paham, bila seseorang mukmin dilanda beberapa ujian, baik kesengsaraan, penyakit, dan berbagai macam masalah kehidupan, maka dalam hal ini berarti hamba itu benar-benar dicintai oleh Allah SWT, bila ujian tersebut dihadapi dengan penuh kesabaran. Jadi, bukan berarti Allah SWT membenci kemudian diberinya ujian tersebut. Karena dengan besarnya ujian yang akan diterima, jika sabar menghadapinya.

Berkaitan dengan perlunya sikap sabar yang harus diterapkan, maka Nabi SAW bersabda:

“Bahwasanya bersabar pahala itu tergantung pada besarnya ujian bala’, dan sesungguhnya Allah apabila mencintai suatu kaum, maka kaum itu diujinya lebih dahulu. Barang siapa yang rela mendapat ujian itu, maka mendapat keridhaan Allah, dan barang siapa yang benci, maka kemurkaan Allah baginya.”

Juga sabda beliau dalam Haditsnya terkait keutamaan sabar: “Sabar adalah sebagian dari iman merupakan kepala dari tubuh”.

Dengan ujian yang menimpa pada seseorang, maka haruslah kita terima penuh kesabaran. Bila seseorang mendapat cobaan kemudian dihadapi dengan rasa benci, maka kemurkaan Allah SWT yang akan menimpa.

Sabar itu ada tiga bagian:

1. Pertama sabar mematuhi ketaatan, perintah dan larangan Allah SWT.
2. Kedua sabar terhadap musibah atau cobaan yang menimpa.
3. Ketiga sabar akan ujian kesenangan.

Sabar dalam patuh kepada Allah SWT harus dalam istiqomah atau keteguhan hati. Tidak lupa bahwa hidup itu sementara dan suatu saat nanti semua akan dikembalikan kepada-Nya. Ketika melakukan ibadah perlu kesabaran, karena bila tidak maka tidak akan masuk menjadi amal sholeh.

Sabar terhadap ujian kepahitan dan musibah yang menimpa harus dengan iman yang kuat. Kita semua harus mengimani takdir yang telah digariskan. Manusia hanya berencana dan berusaha, Tuhan yang menentukan.

Terakhir, sabar saat senang. Ini bersabar yang banyak dilupakan orang. Padahal kesenangan dan kebahagiaan harus serta merta juga diiringi kesabaran. Karena kalau tidak, bisa jadi bosan dan akhirnya tidak pernah merasa puas dari apa yang telah dikaruniakan kepadanya.

Kiranya cukup sampai disini materi tentang perlunya bersabar yang bisa kami sampaikan dengan singkat, mudah-mudahan membawa manfaat bagi kita semua, amin.

Sampai jumpa pada kesempatan berikut, dan terima kasih atas perhatian saudara sekalian. Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

(Dikutip dari publikasi Scribd yang diunggah oleh Luluk Ambarwati).

3. Kesabaran

Bismillahirrahmanirrahim, Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Dalam Islam, sabar berasal dari bahasa Arab, yaitu Ash-shabru yang berarti tahan. Dari makna kata tersebut dapat dipahami bahwa sabar adalah sikap tahan lama, tahan banting, dan tak mudah hancur. Dengan kata lain sabar dapat diartikan sebagai sikap yang tidak lemah dan tidak mudah menyerah dalam menghadapi setiap ujian yang diberikan Allah SWT.

Untuk bisa sabar dibutuhkan kelapangan hati juga ketabahan, kedua hal tersebut merupakan satu kesatuan yang harus dilewati untuk bisa berada di jalan Allah.

Ali bin Abi Thalib RA, menjelaskan bahwa “kesabaran dan keimanan sangat berkaitan erat ibarat kepala dan tubuh. Jika kepala manusia sudah tidak ada, maka tubuhnya tidak akan berfungsi. Demikian pula apabila kesabaran hilang maka iman pun akan ikut hilang”. Oleh karena itu kita harus menjadi orang yang sabar Sebagaimana dijelaskan dalam Surat Ali Imran: 200:

“Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga dan bertakwalah kepada Allah, supaya kamu beruntung.”

Oleh karena itu sifat sabar adalah sifat yang harus kita miliki dalam diri kita. Menurut ulama ada tiga macam sabar yang harus kita miliki:

1. Sabar dalam Ketaatan
Yaitu sabar dalam menjalankan kewajibannya, sedekahnya, dan dalam membina hubungan baik dengan sesama umat.

2. Sabar dalam Menjauhi Maksiat
Yaitu sabar dalam menjauhi hal-hal yang dilarang oleh Allah SWT.

3. Sabar Menerima Takdir Allah
Yaitu sabar ketika diberi ujian oleh Allah SWT. Seringkali kita menyangkal setiap hal yang telah Allah gariskan namun tidak sesuai dengan apa yang kita inginkan. Padahal musibah dan ketidaknyamanan hidup sesungguhnya diturunkan Allah untuk menguji kesabaran hambanya.

Seperti yang disebutkan dalam Surat Al-Baqarah ayat 155: “Dan Kami pasti akan mengujimu dengan sedikit ketakutan dan kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Sampaikanlah (wahai Nabi Muhammad,) kabar gembira kepada orang-orang sabar.”

Karena hal itu kita harus siap untuk sabar dalam menghadapi berbagai keadaan. Ada beberapa kiat yang bisa dilakukan agar kita tetap bersabar dalam berbagai keadaan:

1. Niat Karena Allah
Sebab Segala sesuatu yang diniatkan karena Allah maka akan mendapatkan ridha-Nya, dengan harapan kita akan diberi kemudahan, kelancaran dan tentunya kesabaran.

2. Mendekatkan Diri Kepada Allah
Mendekatkan diri kepada Allah bisa kita lakukan dengan berbagai macam cara salah satunya adalah membaca dan memahami Al-Qur’an. Dengan melakukannya mampu membuat kita lebih mengerti bahwa apa yang terjadi di kehidupan kita adalah atas kehendak Allah, sehingga bisa lebih menerima dan bersabar atas segala yang kita peroleh dan harus dijalani.

3. Mengambil Hikmah
Banyak hikmah tersembunyi dari setiap yang kita alami, maka kita disarankan untuk tidak mengeluh. Tetap berhusnudzon kepada Allah, tetap meyakini kita bisa melewati segalanya dengan izin Allah, berharap iman kita bertambah dan akan diganti dengan yang jauh lebih baik.

Karena sesungguhnya Allah tidak akan memberi ujian melampaui apa yang kita mampu sebagai manusia. Seperti yang disebutkan dalam potongan ayat Surat Al-Baqarah ayat 28, yang artinya:

“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Dia mendapat (pahala) dari (kebajikan) yang dikerjakannya dan dia mendapat (siksa) dari
(kejahatan) yang diperbuatnya.”

Kehidupan yang dijalani dengan kesabaran maka akan mendapatkan hasil yang baik, menjadi penguat hati yang utama. Dengan sabar kita bisa menjadi hamba yang tangguh dan selalu dalam bimbingan Allah. Dengan sabar kita bisa menjadi hamba yang berhasil. Maka bersabarlah, karena dengan sabar kita termasuk dalam hamba yang mulia dalam pandangan Allah SWT.

Demikian yang saya dapat sampaikan kurang lebihnya mohon maaf. Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

(Dikutip dari publikasi Scribd yang diunggah oleh Nick J).

4. Sabar

Bismillahirrahmanirrahim, Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Alhamdulillaahi rabbil ‘aalamiin wassholatu wassalamu ‘ala asyrafil anbiya’i wal mursalin sayyidina wamaulana Muhammadin wa ‘ala alihi wa shahbihi ajma’in, amma ba’du.

Pertama-tama marilah kita panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua. Terutama dalam hal nikmat iman. Karena hanya dengan iman dan Islam-lah kita bisa meraih kebahagiaan di dunia dan akhirat.

Kemudian sholawat serta salam tak lupa pula kita haturkan kepada junjungan kita nabi agung Muhammad SAW. Dimana atas jasa beliaulah yang membawa kita dari peradaban manusia jahiliah menuju peradaban yang terang benderang dengan ilmu pengetahuan dan cahaya.

Hadirin dan hadirat rahimakumullah,

Dalam kesempatan ini saya akan menyampaikan ceramah singkat tentang sabar.

Ketahuilah bahwa di dunia ini selalu ada sesuatu yang akan singgah di kehidupan kita, yakni ujian. Mau sekuat apapun usaha kita untuk menghindarinya tentu tak akan pernah bisa. Entah bagaimanapun kita menolak dan mengeluhkan ujian itu, tetap saja ia akan singgah di kehidupan kita.

Untuk itu, agar ujian ini bisa berbuah jadi pahala dan mengangkat derajat kita, maka jalan satu-satunya adalah dengan bersabar. Karena dengan bersabar maka ujian justru akan kita maknai sebagai anugerah. Dan itulah yang menjadi penyebab kebahagiaan kita hidup di dunia dan di akhirat.

Seperti yang disebutkan dalam surah Al-baqarah ayat 155: “Dan kami akan menguji kalian dengan sebagian rasa ketakutan, kekurangan harta, jiwa, buah-buahan, dan kelaparan. Serta sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang telah bersabar.”

Hadirin hadirat rahimakumullah,

Dalam pandangan islam sendiri, sabar terbagi menjadi beberapa bagian:

Pertama, sabar dalam menjalankan segala perintah Allah. Sabar dalam hal ini maksudnya adalah agar kita selalu senantiasa bersabar dan ikhlas dalam menjalankan segala perintah Allah agar bisa istiqomah. Karena Allah telah menjanjikan surga bagi hamba-hambanya yang telah bersabar dan istiqomah dalam menjalankan segala perintah-Nya sesuai dengan syariat.

Kedua, yaitu sabar dalam menjauhi larangan Allah. Yang dimaksud disini adalah agar kita senantiasa menahan diri untuk tidak berbuat segala sesuatu yang telah diharamkan oleh-Nya.

Ketiga, sabar terhadap segala keputusan dan ketetapan Allah. Sabar yang ketiga ini juga termasuk dalam rukun iman yang terakhir, yaitu beriman kepada qada dan qadar. Kita diwajibkan bersabar atas segala sesuatu yang telah ditetapkan Allah. Mau itu baik atau buruk.

Hadirin hadirat rahimakumullah,

Demikianlah ceramah singkat yang bisa saya sampaikan. Semoga apa yang telah saya sampaikan bisa bermanfaat bagi kita semua, Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

(Dikutip dari publikasi Scribd yang diunggah oleh inal2008).

5. Kesabaran adalah Cahaya

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Segala puji bagi Allah Rabb alam semesta. Sholawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad dan segenap keluarganya teriring salam. Allah SWT berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلَاةِ إِنَّ اللَّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan salat. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” (QS Al-Baqarah: 153)

Allah SWT juga berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اصْبِرُوا وَصَابِرُوا وَرَابِطُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu, kuatkanlah kesabaranmu, tetaplah bersiap siaga di perbatasan (negerimu), dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung.” (QS Ali Imran: 200)

Allah SWT juga berfirman:

وَاصْبِرْ فَإِنَّ اللَّهَ لَا يُضِيعُ أَجْرَ الْمُحْسِنِينَ

Artinya: “Dan bersabarlah, karena sesungguhnya Allah tiada menyia- nyiakan pahala orang-orang yang berbuat kebaikan.” (QS Hud: 115)

Sedangkan Rasulullah SAW bersabda, “Kesucian itu separuh dari iman. Alhamdulillah itu memenuhi timbangan. Subhanallah dan Alhamdulillah keduanya memenuhi apa-apa antara langit dan bumi. Shalat itu adalah cahaya. Sedekah itu adalah bukti. Sabar itu adalah cahaya. Al-Qur’an itu menjadi pembela bagimu atau penentang atasmu. Setiap orang pergi pagi sendiri lalu menjual dirinya sehingga dia menjadi pembebasnya atau penghancurnya.” (Diriwayatkan Muslim) 280 Definisi sabar menurut arti bahasa adalah menahan. Sedangkan definisi sabar menurut istilah adalah menahan jiwa agar tidak guncang dan marah, menahan lidah agar tidak banyak mengeluh, dan menahan anggota badan agar tidak membuat berbagai gangguan.

Imam Ahmad berkata, “Sabar di dalam Al-Qur’an terdapat di 90 tempat.” Hukumnya wajib menurut ijma’. Sabar ada tiga macam:

1. Sabar dalam taat kepada Allah SWT. Ini merupakan tingkat tertinggi karena setiap manusia harus menekan jiwanya untuk taat dan mengiringnya menuju semangat melakukan apa-apa yang dicintai oleh Allah sekalipun sangat berat menurut pandangan jiwa. Oleh sebab itu, sabar dalam ketaatan kepada Allah adalah kesabaran tingkat tertinggi dan paling agung kedudukannya.

2. Sabar ketika berhadapan dengan apa-apa yang diharamkan oleh Allah. Hal itu dengan menahan nafsu dari apa-apa yang dilarang dan menahan syahwat dari segala sesuatu yang diharamkan. Maka, termasuk dengan menahannya dari perbuatan zina dan minum khamar, mencuri, menipu, dan semua perkara yang haram hukumnya dalam rangka taat kepada Allah dan mencari pahala dari-Nya.

3. Sabar menghadapi takdir Allah yang menyakitkan. Yaitu dengan menahan jiwa dari sikap marah dan gelisah yang keduanya potensial menghilangkan kesabaran, dan memerintahnya untuk ridho dengan apa-apa yang ditakdirkan atas dirinya baik berupa berbagai macam musibah.

Manusia ketika tertimpa musibah akan berada dalam empat kondisi:

1. Marah. Ini menafikan kesabaran dan bertentangan dengannya. Kemarahan ada tiga sisi:

– Marah dengan hati

Sebagaimana ketika orang yang terkena musibah ini berpandangan bahwa Rabbnya tidak peduli dengan dirinya atau Rabbnya menzaliminya dengan menurunkan musibah kepada dirinya. Ini adalah jalan yang sangat berbahaya dan tanjakan yang sangat sulit. Dengan demikian itu, maka dia melawan Allah berkenaan dengan takdir-Nya. Sedangkan Dia tidak meminta dari apa-apa yang seseorang kerjakan.

– Marah dengan lidah.

Seperti dengan meneriakkan sesuatu yang tertimpa musibah pada bagian badan, hartanya, orang kesayangannya, dan lain sebagainya dengan teriakan kemarahan dan kebinasaan. Juga dengan seruan model jahiliah, meratap, atau cara lainnya.

– Kemarahan dengan anggota badan.

Sebagaimana dengan memukul-mukul dada, menampar pipi, merobek-robek kantung, dan lain sebagainya yang wujudnya adalah perbuatan anggota badan yang menunjukkan kepada sikap marah dan tidak ridho dengan apa-apa yang ditakdirkan oleh Allah.

2. Sabar

Ini adalah wajib, sehingga seseorang menahan nafsunya dan menekannya untuk sabar dengan penuh harap mendapatkan apa-apa yang telah dijanjikan oleh Allah yang dijanjikan untuk orang-orang sabar.

3. Ridho

Ini lebih tinggi daripada kedudukan (maqam) sabar, yakni berlapang dada ketika tertimpa berbagai musibah. Seseorang ridho dengan qadha dan qadar dari Allah.

4. Bersyukur

ang demikian ini adalah bagian dari petunjuk Rasulullah SAW. Karena beliau selalu memuji Tuhannya ketika dalam keadaan suka maupun dalam keadaan duka. Jika beliau menyaksikan apa-apa yang beliau benci, beliau mengucapkan, “Alhamdulillahi ‘alaa kulli haal.” Wallahu a’lam.

Ya Allah, sesungguhnya kami memohon kepada Engkau rasa takut kepada Engkau dalam keadaan tertutup atau dalam keadaan terbuka. Kami memohon kepada Engkau kalimat hak ketika dalam keadaan marah maupun ridhao Kami juga memohon kepada Engkau kemampuan untuk hemat dalam keadaan fakir maupun kaya. Kami juga memohon kepada Engkau kenikmatan yang tidak ada habisnya dan penyejuk mata yang tidak pernah terputus. Kami juga memohon rasa ridhao setelah qadha dan kehidupan yang sejuk setelah kematian. Kami juga memohon kepada Engkau kelezatan menyaksikan wajah-Mu. Kami juga memohon tumbuhnya rasa rindu pertemuan dengan-Mu bukan dalam keadaan sempit yang berbahaya atau dalam keadaan fitnah yang menyesatkan. Ya Allah, hiasilah kami dengan hiasan iman dan jadikanlah kami para pemberi petunjuk yang mendapatkan petunjuk.

Ya Allah, curahkanlah sholawat dan salam kepada Muhammad, segenap keluarganya, dan para sahabatnya teriring dengan salam. Dan segala puji bagi Allah Rabb alam semesta.

(Dikutip dari buku Kumpulan Kultum Setahun karya Fuad bin Abdul Aziz Asy-Syalhub).

(azn/row)



Sumber : www.detik.com

Bacaan Doa Khutbah Kedua dan Penutup Khutbah Jumat


Jakarta

Menyampaikan dua khutbah termasuk syarat sah salat Jumat menurut kesepakatan ulama. Dalam pelaksanaannya, khatib akan membaca doa khutbah kedua sebelum menutup khutbah Jumat.

Imam Syafi’i berpendapat bahwa kedua khutbah Jumat harus berisikan pujian kepada Allah SWT, sholawat atas Nabi Muhammad SAW, wasiat taqwa, dan pembacaaan ayat-ayat suci Al-Qur’an pada salah satu dari kedua khutbah tersebut, sebagaimana diterangkan dalam kitab Al-Fiqh ‘ala al-madzahib al-khamsah karya Muhammad Jawad Mughniyah.

Pembacaan ayat-ayat suci Al-Qur’an akan lebih utama apabila dilakukan pada khutbah pertama dan pembacaan doa dilakukan pada khutbah kedua. Demikian menurut pandangan Imam Syafi’i.


Bacaan doa khutbah kedua umumnya berisi doa untuk kebaikan kaum mukminin. Melansir laman Kementerian Agama RI, berikut contoh doa khutbah kedua.

Doa Khutbah Kedua

الْحَمْدُ لِلهِ الَّذِيْ بِنِعْمَتِهِ تَتِمُّ الصَّالِحَاتُ، وَبِفَضْلِهِ تَتَنَزَّلُ الْخَيْرَاتُ وَالْبَرَكَاتُ، وَبِتَوْفِيْقِهِ تَتَحَقَّقُ الْمَقَاصِدُ وَالْغَايَاتُ أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَاشَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنْ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لَانَبِيَّ بَعْدَهُ

اللهم صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ المُجَاهِدِيْنَ الطَّاهِرِيْنَ. أَمَّا بَعْدُ، فَيَا آيُّهَا الحَاضِرُوْنَ أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ. يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ، وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى

أعوذ بالله من الشيطان الرجيم. بسم الله الرحمن الرحيم. إنَّ اللهَ وملائكتَهُ يصلُّونَ على النبِيِّ يَا أيُّهَا الذينَ ءامَنوا صَلُّوا عليهِ وسَلّموا تَسْليمًا

اللّـهُمَّ صَلّ على سيّدِنا محمَّدٍ وعلى ءالِ سيّدِنا محمَّدٍ كمَا صلّيتَ على سيّدِنا إبراهيمَ وعلى ءالِ سيّدِنا إبراهيم وبارِكْ على سيّدِنا محمَّدٍ وعلى ءالِ سيّدِنا محمَّدٍ كمَا بارَكْتَ على سيّدِنا إبراهيمَ وعلى ءالِ سيّدِنا إبراهيمَ إنّكَ حميدٌ مجيدٌ.

اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدّعَوَاتِ.

اللَّهُمَّ اغْفِرْلَنَا ذُنُوْبَنَا وَ ذُنُوْبَ وَالِدَيْنَا وَارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانَا صِغَارًا

Artinya:

Segala puji bagi Allah atas rahmat-Nya terlaksana amal shaleh, atas rahmat-Nya turun kebaikan dan keberkahan, dan atas rahmat-Nya tercapai maksud dan tujuan. Aku bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah SWT, tidak ada sekutu bagi-Nya, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya, dan tidak ada nabi setelahnya.

Ya Tuhan, semoga sholawat dan salam terlimpah kepada junjungan kami Muhammad beserta keluarga dan para sahabatnya, para mujahidin yang suci. Adapun berikut ini, wahai kalian yang hadir, saya berpesan agar kalian dan saya bertakwa kepada Allah dan mentaati-Nya, agar kalian berhasil. Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebagaimana Dia ditakuti, dan janganlah kamu mati kecuali sebagai orang Islam, dan rezekilah dirimu sendiri, karena rezeki yang paling baik adalah taqwa.

Aku berlindung kepada Allah dari setan yang terkutuk. Dengan menyebut nama Tuhan Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Allah dan para malaikat-Nya melimpahkan sholawat kepada Nabi SAW. Wahai orang-orang yang beriman, sholawatlah dia dan sholawatilah dia.

Ya Allah, berkahilah junjungan kami Muhammad dan keluarga junjungan kami Muhammad, sebagaimana Engkau memberkati junjungan kami Ibrahim dan keluarga junjungan kami Ibrahim, dan berkahilah junjungan kami Muhammad dan keluarga junjungan kami Muhammad, sebagaimana Engkau memberkati junjungan kami Ibrahim dan keluarga kami keluarga tuan kami Ibraham, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia di seluruh alam.

Ya Allah, ampunilah seluruh kaum muslimin dan kaum muslimat, kaum mukminin dan kaum mukminat, baik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal. Sesungguhnya Engkaulah yang Mendengar, Yang Paling Dekat, Yang Menjawab Doa.

Ya Allah, ampunilah dosa kami dan dosa kedua orang tua kami, dan kasihanilah mereka sebagaimana mereka membesarkan kami ketika kami masih kecil.

Mengutip laman SMAIT Raflesia, berikut contoh doa khutbah kedua lainnya yang bisa dipanjatkan khatib.

اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدّعَوَاتِ.
رَبّنَا لاَتُؤَاخِذْ نَا إِنْ نَسِيْنَا أَوْ أَخْطَأْنَا رَبّنَا وَلاَ تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلََى اّلذِيْنَ مِنْ قَبْلِنَا رَبّنَا وَلاَ تًحَمّلْنَا مَالاَ طَاقَةَ لَنَا بِهِ وَاعْفُ عَنّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا أَنْتَ مَوْلاَنَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِيْنَ.
رَبَنَا ءَاتِنَا فِي الدّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النّارِ. والحمد لله رب العالمين.

Latin: Allahummagh fir lilmuslimiina wal muslimaati, wal mu’miniina wal mu’minaatil ahyaa’I minhum wal amwaati, innaka samii’un qoriibun muhiibud da’waati. Robbanaa laa tuaakhidznaa in nasiinaa aw akhtho’naa. Robbanaa walaa tahmil ‘alaynaa ishron kamaa halamtahuu ‘alalladziina min qoblinaa. Robbana walaa tuhammilnaa maa laa thooqotalanaa bihi, wa’fua ‘annaa wagh fir lanaa war hamnaa anta maw laanaa fanshurnaa ‘alal qowmil kaafiriina. Robbana ‘aatinaa fiddunyaa hasanah wa fil aakhiroti hasanah wa qinaa ‘adzaabannaar. Walhamdulillaahi robbil ‘aalamiin.

Artinya: “Ya Allah, ampunilah seluruh kaum muslimin dan kaum muslimat, kaum mukminin dan kaum mukminat, baik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal, Sesungguhnya, Engkau adalah Dzat yang Maha Mendengar, Maha Dekat, Dzat yang mengabulkan doa. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau melakukan kesalahan. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebani kami dengan beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tidak sanggup kami memikulnya. Maafkanlah kami, ampunilah kami, dan rahmatilah kami. Engkaulah pelindung kami, maka tolonglah kami menghadapi orang-orang kafir. Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka.”

Doa Penutup Khutbah Jumat

Setelah membaca doa khutbah kedua bisa dilanjutkan dengan membaca doa penutup khutbah Jumat berikut,

اِنَّ اللّٰهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْاِحْسَانِ وَاِيْتَاۤئِ ذِى الْقُرْبٰى وَيَنْهٰى عَنِ الْفَحْشَاۤءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ

Innallāha ya’muru bil-‘adli wal-iḥsāni wa ītā’i żil-qurbā wa yanhā ‘anil-faḥsyā’i wal-munkari wal-bagyi ya’iẓukum la’allakum tażakkarūn

Artinya: “Sesungguhnya Allah menyuruh berlaku adil, berbuat kebajikan, dan memberikan bantuan kepada kerabat. Dia (juga) melarang perbuatan keji, kemungkaran, dan permusuhan. Dia memberi pelajaran kepadamu agar kamu selalu ingat.”

Doa penutup khutbah Jumat tersebut termaktub dalam Al-Qur’an surah An Nahl ayat 90.

(kri/erd)



Sumber : www.detik.com