Tag Archives: kisah nabi

Kisah Nabi Ibrahim Melawan Raja Namrud yang Mengaku Tuhan


Jakarta

Raja Namrud adalah raja yang memiliki kekuasaan selama 400 tahun lamanya dan wilayah yang sangat besar hampir seluruh dunia. Hal ini menyebabkan dirinya berlaku sombong, kafir, dan menyamakan dirinya dengan Tuhan.

Menurut para ahli tafsir, ulama ahli nasab, dan pakar sejarah, Raja Namrud adalah raja Babilonia yang memiliki nama lengkap Namrud bin Kan’an bin Kausy bin Sam bin Nuh. Sementara itu, ulama lainnya mengatakan namanya adalah Namrud bin Falih bin Abir bin Shaleh bin Arfakhsyadz bin Sam bin Nuh.

Mujahid dan para ulama lainnya mengatakan, kecongkakkan Raja Namrud semakin jadi karena ia termasuk dalam empat raja yang pernah menguasai hampir seluruh muka bumi. Dua raja merupakan dari golongan orang mukmin, Raja Dzul Qarnain dan Sulaiman, lalu dua lainnya dari golongan kafir termasuk, Raja Namrud.


Raja Namrud hidup pada masa Nabi Ibrahim AS. Karena kecongkakkannya, Nabi Ibrahim AS pun menantang Raja Namrud dengan mengeluarkan bukti-bukti bahwa dirinya keliru dan bukanlah Tuhan sebagaimana yang diklaimnya.

Kisah Nabi Ibrahim AS Melawan Raja Namrud

Dikutip dari Kisah Para Nabi oleh Imam Ibnu Katsir, Nabi Ibrahim AS mengajak Raja Namrud untuk mengakui bahwa satu-satunya Tuhan adalah Allah SWT dan beribadah hanya kepada-Nya. Namun, Raja Namrud menolak dan malah mengklaim dirinya sebagai Tuhan.

Kisah ini terabadikan dalam surah Al-Baqarah ayat 258-260,

أَلَمْ تَرَ إِلَى ٱلَّذِى حَآجَّ إِبْرَٰهِۦمَ فِى رَبِّهِۦٓ أَنْ ءَاتَىٰهُ ٱللَّهُ ٱلْمُلْكَ إِذْ قَالَ إِبْرَٰهِۦمُ رَبِّىَ ٱلَّذِى يُحْىِۦ وَيُمِيتُ قَالَ أَنَا۠ أُحْىِۦ وَأُمِيتُ ۖ قَالَ إِبْرَٰهِۦمُ فَإِنَّ ٱللَّهَ يَأْتِى بِٱلشَّمْسِ مِنَ ٱلْمَشْرِقِ فَأْتِ بِهَا مِنَ ٱلْمَغْرِبِ فَبُهِتَ ٱلَّذِى كَفَرَ ۗ وَٱللَّهُ لَا يَهْدِى ٱلْقَوْمَ ٱلظَّٰلِمِينَ

Artinya: “Apakah kamu tidak memperhatikan orang yang mendebat Ibrahim tentang Tuhannya (Allah) karena Allah telah memberikan kepada orang itu pemerintahan (kekuasaan). Ketika Ibrahim mengatakan: “Tuhanku ialah Yang menghidupkan dan mematikan,” Orang itu berkata: “Saya dapat menghidupkan dan mematikan”. Ibrahim berkata: “Sesungguhnya Allah menerbitkan matahari dari timur, maka terbitkanlah dia dari barat,” lalu terdiamlah orang kafir itu; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.”

Raja Namrud mengaku sebagai Tuhan yang dapat menghidupkan atau mematikan orang. Hal yang dimaksud olehnya adalah ia bisa menentukan nasib orang lain dengan membiarkannya hidup atau memberinya hukuman mati.

Namun tentunya bukan ini yang dimaksud oleh Nabi Ibrahim AS. Allah SWT dapat menghidupkan orang dari yang tidak ada menjadi ada dan mematikan yang ada menjadi tidak ada.

Pada ayat berikutnya dijelaskan bahwa Nabi Ibrahim AS menunjukkan kekuasaan Allah SWT yang bisa mengatur tata surya dan mengatur siang dan malam. Lalu beliau menantang Raja Namrud untuk menunjukkan kemampuannya menerbitkan Matahari dari barat.

Dengan kesesatan, kebodohan, dan kebohongan dakwahnya, ia tidak bisa berkata apa-apa untuk menjawab Nabi Ibrahim AS. Barulah Allah SWT berfirman seperti di ayat yang terakhir bahwa Allah SWT tidak akan memberi petunjuk kepada orang-orang zalim.

Kekejaman Raja Namrud kepada Nabi Ibrahim AS

Abdurrazaq telah meriwayatkan dari Ma’mar, dari Zaid bin Aslam, bahwa suatu waktu Raja Namrud mengadakan sebuah jamuan makan yang dihadiri oleh rakyatnya. Nabi Ibrahim AS pun datang memenuhi undangan tersebut.

Namun, hari itu terjadi perdebatan antara Nabi Ibrahim AS dengan Raja Namrud. Akhirnya Nabi Ibrahim AS tidak diberi makanan sedikitpun hingga pesta itu selesai.

Saat perjalanan pulang, Nabi Ibrahim AS mengambil pasir lalu ditaruhnya di kedua kantongnya, seraya berkata, “Kehadiranku akan membuat repot keluargaku.”

Sesampainya dirumah ia tertidur karena terlalu lelah dan lemas. Saat bangun betapa terkejutnya dirinya sebab menemui Sarah, istrinya sudah memasak. Sarah mengatakan bahwa bahan masakan itu ditemukannya di kantong-kantong suaminya.

Padahal seingat Nabi Ibrahim AS, dirinya hanya membawa pasir di kedua kantongnya. Namun, akhirnya Nabi Ibrahim AS menyadari bahwa hal tersebut adalah rezeki yang diberikan oleh Allah SWT.

Laknat Allah SWT untuk Raja Namrud

Zaid bin Aslam berkata, “Allah mengutus malaikat kepada raja yang sombong itu agar ia beriman kepada Allah, tetapi ia menolaknya. Malaikat mengajaknya untuk yang kedua kali, tetapi ia menolaknya hingga malaikat mengajaknya untuk yang ketiga kali dan lagi-lagi ia tetap menolaknya. Akhirnya malaikat berkata: ‘Kumpulkan bala tentaramu dan aku akan mengumpulkan bala tentaraku’.”

Esoknya, Raja Namrud benar-benar mengumpulkan bala tentaranya dan seluruh pasukan. Namun, yang datang bukanlah tentara perang melainkan pasukan nyamuk yang sangat banyak.

Nyamuk-nyamuk itu lantas menghisap darah bala tentara Raja Namrud dan bahkan mengoyak daging-daging mereka hingga tersisa hanyalah tulang belulang.

Salah satu nyamuk datang kepada Raja Namrud yang tidak ikut berperang dan masuk ke hidungnya selama 400 tahun. Selama 400 tahun itu jugalah Raja Namrud selalu memukuli kepalanya dengan tongkat besi agar nyamuk itu keluar.

Itulah azab yang dikirim oleh Allah SWT untuk Raja Namrud hingga akhirnya binasa karena seekor nyamuk. Naudzubillahi min dzalik.

(rah/rah)



Sumber : www.detik.com

Kisah Nabi Yusuf AS Digoda Istri Tuannya dan Dituduh Bermaksiat



Jakarta

Nabi Yusuf AS adalah utusan Allah yang berasal dari keturunan Nabi Yaqub AS. Kisah mengenai dirinya diceritakan dalam Al-Qur’an pada surat Yusuf.

Mengutip kitab Qashash al-Anbiya susunan Ibnu Katsir, dikatakan ketika kecil Nabi Yusuf AS diberi banyak perhatian oleh sang ayah. Karenanya, saudara kandungnya merasa dengki.

Mereka berencana membuang Nabi Yusuf AS ke dasar sumur agar dipungut oleh musafir. Benar saja, setelah rencana itu berhasil Nabi Yusuf duduk di dalam sumur sambil menunggu pertolongan.


Lalu datanglah musafir ke sumur tersebut yang merupakan rombongan pedagang dari Syam dan hendak pergi ke Mesir. Salah satu dari mereka mengambil air sumur dengan mengulurkan tali timba ke dalam lalu menariknya kembali.

Di saat itu juga, Nabi Yusuf AS menggelantungkan diri pada tali tersebut. Melihat hal itu, para musafir merasa senang karena dapat menjadikan beliau sebagai barang dagangan.

Akhirnya, para pedagang itu menjual Yusuf AS sebagai budak sesampainya di Mesir dengan harga murah. Namun, yang membeli Nabi Yusuf justru merupakan seseorang yang terkenal dan terhormat yaitu seorang menteri dengan jabatan tinggi bernama al-Aziz dan istrinya Zulaikha.

Usai dibeli, Yusuf AS tinggal di rumah tuannya untuk melayani mereka. Ketika usianya dewasa, ketampanan Nabi Yusuf AS mulai terlihat.

Satu waktu, istri tuannya yang bernama Zulaikha itu merayu dan mengajak Yusuf AS untuk melakukan hal yang tidak senonoh. Padahal, Zulaikha merupakan wanita cantik, berkedudukan tinggi, dan kaya raya.

Dikisahkan, Zulaikha menutup pintu kamar yang di dalamnya hanya ada Yusuf AS dan dirinya. Ia kerap menggoda namun Nabi Yusuf AS terus menghindar dan pergi dari kamar tersebut.

Ketika lari menuju pintu untuk menjauh, istri dari tuannya itu justru menarik baju Yusuf AS dari belakang hingga robek. Pada saat yang bersamaan pula, al-Aziz datang dan memergoki keduanya.

Zulaikha yang enggan diketahui perbuatannya lantas menuduh Nabi Yusuf AS. Merasa terpojok dengan tuduhan tersebut, Yusuf AS membela diri dan berkata sejujurnya.

Suasana itu membuat al-Aziz bingung, kemudian ada seorang yang berpendapat, “Jika baju gamisnya (Yusuf AS) koyak di depan, wanita itu benar dan Yusuf termasuk orang-orang yang dusta,”

Maksudnya, Yusuf AS berusaha melarikan diri. Sementara istrinya terus mengejar hingga menarik baju Yusuf AS dari belakang.

Mendengar hal tersebut dan melihat baju Yusuf AS yang robek, al-Aziz menegur sang istri. Ia lalu meminta Nabi Yusuf AS tidak menceritakan peristiwa itu kepada siapa pun.

(aeb/nwk)



Sumber : www.detik.com

Kisah Mualaf Dua Pemuka Kafir Quraisy yang Hendak Membunuh Rasulullah



Jakarta

Shafwan ibn Umayyah dan Umair ibn Wahab termasuk dua orang sahabat Rasulullah SAW. Tak banyak yang tahu bahwa keduanya adalah mantan pemuka kafir Quraisy yang pernah berniat membunuh Rasulullah SAW sebelum akhirnya memutuskan memeluk Islam.

Mengutip buku 115 Kisah Menakjubkan dalam Kehidupan Rasulullah SAW oleh Fuad Abdurahman, diceritakan bahwa semasa Rasulullah SAW menyebarkan agama Islam, banyak kalangan yang membenci dan menentang. Termasuk kaum kafir Quraisy yang mengingkari adanya Allah SWT dan tidak percaya bahwa Nabi Muhammad SAW adalah utusan-Nya.

Tidak sedikit pula yang berkeinginan membunuh Rasulullah SAW.


Suatu hari, dua pemuka kafir Quraisy duduk berbincang-bincang di samping Kakbah. Mereka adalah Shafwan ibn Umayyah dan Umair ibn Wahab.

Dengan sangat hati-hati Shafwan berkata, “Hai Umair, Muhammad telah membunuh ayah, paman, dan saudara kita dalam Perang Badar. Apakah kau siap pergi ke Madinah dan membunuhnya?”

“Aku ingin melakukannya, tetapi bagaimana dengan keluargaku jika aku mati atau tertangkap?” tanya Umair bimbang.

“Tenang saja. Demi Latta dan Uzza, akulah yang akan menjaga anak-anak dan keluargamu. Aku akan memenuhi kebutuhan mereka. Aku binasa jika mereka binasa. Darah mereka adalah darahku. Hidup mereka adalah hidupku. Begitu juga mati mereka adalah matiku,” beber Shafwan yang meyakini bahwa keluarga Umair akan aman bersamanya.

Umair berkata, “Baiklah kalau begitu, aku siap membunuhnya. Besok aku akan pergi ke Madinah. Aku minta, jangan bocorkan rencana ini kepada siapa pun. Hanya kita berdua yang tahu.”

“Ya, aku tidak akan mengatakannya kepada siapa pun,” kata Shafwan.

Setelah bersepakat dan berjabat tangan, Umair beranjak pergi meninggalkan Shafwan. la segera mempersiapkan hewan tunggangan dan perbekalan untuk pergi ke Madinah.

Sebagai senjata yang akan digunakan untuk membunuh Rasulullah, Umair tak lupa membaluri pedangnya dengan racun yang mematikan. Saking bahaya racun ini, pedang yang mengilap itu berubah warna menjadi abu-abu kehitaman.

Keesokan harinya, Umair pergi ke Madinah untuk melampiaskan dendamnya yang membara. la akan mencari Muhammad dan menebaskan pedangnya ke tubuh beliau.

Umair sama sekali tidak tahu bahwa saat keduanya merundingkan rencana jahat itu, Allah SWT mewahyukan kepada Rasulullah SAW tentang apa yang mereka rencanakan di samping Kakbah. Ini adalah janji Allah SWT yang akan senantiasa menjaga nabi dan Rasul utusan-Nya.

Setelah menempuh perjalanan jauh yang melelahkan, Umair tiba di Madinah. Tanpa buang waktu, ia segera mencari-cari Rasulullah SAW, tak sabar untuk segera
menebaskan pedang beracunnya pada tubuh beliau. Namun setelah berkeliling Madinah, ia tidak kunjung menemukan Rasulullah SAW. Maka Umair pun berjalan menuju Masjid Nabawi.

Dalam perjalanan menuju Masjid Nabawi, Umar ibn Khathab melihatnya dan mencurigai gerak-gerik Umair sehingga ia langsung menghunuskan pedangnya dan menghadang Umair.

Umar menanyai maksud kedatangannya ke Madinah. Karena gerak-gerik dan jawabannya mencurigakan, Umar lantas meringkus dan menyeretnya ke hadapan Rasulullah SAW yang tengah berada di masjid.

Rasulullah bertanya, “Hai Umair, apa tujuanmu datang ke sini?”

“Aku datang untuk menebus kerabatku yang tertangkap dalam Perang Badar” jawab Umair seraya berbohong.

“Kamu dusta! Sepuluh hari yang lalu kau dan Shafwan duduk di samping Kakbah merencanakan keburukan terhadapku. Shafwan berkata kepadamu begini dan begini. Kau bilang kepadanya ini dan itu. Aku tahu, saat ini kau datang untuk membunuhku Sungguh, Allah tidak akan menguasakanmu untuk membunuhku,” ujar Rasulullah SAW yang sudah tahu semua rencana jahat Umair.

Mendengar ucapan Rasulullah SAW, Umair terkejut, sebab rencana mereka itu sangat rahasia. Hanya ia dan Shafwan yang mengetahuinya.

Umair bertanya, “Dari mana engkau mengetahui kejadian dan rencana yang hanya diketahui di antara aku dan Shafwan?”

“Allah Yang Mahatahu telah mengabarkannya kepadaku,” jawab Rasulullah SAW.

Mendengar ucapan Rasulullah SAW ini, Umair kemudian percaya bahwa Rasulullah SAW benar-benar utusan Allah SWT. Maka, tanpa ragu lagi ia mengucapkan dua kalimat syahadat sebagai tanda bahwa kini ia menjadi orang beriman.

Kelak, beberapa tahun kemudian, Shafwan ibn Umayyah pun ikut memeluk Islam. Kisahnya bermula ketika ia dan Rasulullah SAW melihat-lihat pampasan perang
berupa binatang ternak. Shafwan memandangi ternak (ganimah) yang memenuhi celah bukit.

Rasulullah SAW memperhatikannya, lalu bertanya, “Hai Abu Wahab, sepertinya kau sangat takjub melihat hewan ternak yang memenuhi celah bukit itu?”

“Ya,” jawab Shafwan singkat.

Maka, Rasulullah SAW berkata, “Seluruh ternak itu untukmu beserta apa yang ada di celah bukit itu.”

Mendengar ujaran Rasulullah SAW, Shafwan merasa sangat senang dan hampir tidak percaya. Lalu ia berkata, “Tidak mungkin seseorang memberikan (harta) sebanyak ini,
kecuali seorang Nabi. Aku bersaksi, tidak ada Tuhan selain Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya.”

Demikian kisah Shafwan dan Umair yang awalnya sangat membenci Rasulullah SAW namun atas kuasa Allah SWT, keduanya justru menjadi muslim yang beriman. Kisah ini menjadi bukti bahwa Allah SWT Maha Membolak-balikkan Hati dan juga melindungi para nabi dan rasul. Masya Allah!

(dvs/erd)



Sumber : www.detik.com

Kisah Burung Hudhud dan Nabi Sulaiman ‘Taklukan’ Ratu Balqis


Jakarta

Kisah burung hudhud dan Nabi Sulaiman AS salah satu kisah yang menarik untuk disimak. Burung ini berperan dalam penaklukan kerajaan besar di Yaman yang saat itu dipimpin oleh seorang ratu bernama Balqis pada masa Nabi Sulaiman AS.

Cerita ini bahkan diabadikan Allah SWT dalam Al-Qur’an agar bisa menjadi pelajaran bagi seluruh umat manusia di setiap zaman. Kisahnya termuat dalam surah An-Naml ayat 20-28.

Kerja Sama Burung Hudhud dan Nabi Sulaiman AS

Dikutip dari buku Tafsir Qashashi Jilid III oleh Syofyan Hadi, saat itu Nabi Sulaiman AS sedang melakukan pemeriksaan terhadap para pekerja dan pegawainya. Pekerja yang dimaksud tersebut terdiri dari golongan manusia, hewan, maupun jin.


Nabi Sulaiman AS lantas menyadari ketidakhadiran burung Hudhud dalam pertemuan itu. Beliau lalu berkata bahwa pegawai dan pekerja yang tidak hadir dalam pertemuan itu akan dihukum.

Tak lama, burung hudhud datang namun tetap terlambat. Nabi Sulaiman AS lantas bertanya penyebab keterlambatannya tersebut. Burung hudhud pun menjawab bahwa ia membawa sebuah berita penting.

Burung hudhud bersaksi dia baru saja datang dari negeri yang sangat jauh. Tak hanya itu, negeri itu pun juga sangat luas, makmur, dan aman. Diketahui negeri itu bernama Negeri Saba’.

Negeri Saba’ dipimpin oleh seorang ratu bernama Balqis. Sang ratu merupakan seorang yang sesat dimana ia dan penduduknya adalah penyembah matahari.

Ats-Tsa’labi dalam buku Kisah Para Nabi: Sejarah Lengkap Kehidupan Para Nabi mengatakan, Negeri Saba’ dipimpin oleh seorang perempuan setelah kekuasaan yang dipimpin seorang laki-laki sebelumnya menyebabkan kerusakan di mana-mana.

Sehingga menyebabkan diangkatnya anak putri raja sebelumnya, yaitu Ratu Balqis binti as-Sarih al-Had-had, menjadi ratu menggantikan ayahnya.

Mengetahui pengakuan dari burung Hud-Hud, Nabi Sulaiman AS kemudian menulis sepucuk surat kepada ratu dari negeri Saba’ tersebut. Surat itu berisi sebuah perintah agar Ratu Balqis dan seluruh rakyatnya untuk menyerahkan kekuasaan pada Nabi Sulaiman AS serta tunduk kepada aturan Allah SWT dan taubat dari kemusyrikan.

Di sinilah peran Burung Hud-Hud yang kedua ditampakkan. Dirinya selain menjadi pembawa berita adanya kerajaan yang penuh kemusyrikan, ia juga berperan sebagai pengantar surat yang menghubungkan Nabi Sulaiman AS dengan Ratu Balqis.

Negosiasi Nabi Sulaiman AS dan Ratu Balqis

Setelah diberi tahu hal itu, Ratu Balqis menawarkan jalan damai kepada Nabi Sulaiman AS sehingga ia ingin memberi beliau hadiah. Namun, Nabi Sulaiman AS menolaknya.

Nabi Sulaiman AS mengatakan bahwa beliau hanya ingin ratu tersebut beserta rakyatnya mau menyembah Allah SWT dan meninggalkan kemusyrikannya. Apalagi Nabi Sulaiman AS sudah memiliki kerajaan yang sangat kaya, megah, dan besar, membuatnya lebih tidak menginginkan hadiah tersebut.

Mendengar kemegahan kerajaan Nabi Sulaiman AS, Ratu Balqis pun tertarik untuk datang kesana.

Nabi Sulaiman AS lantas menanyakan kepada salah satu pekerjanya siapa yang bisa memindahkan singgasana Ratu Balqis ke kerajaannya sebelum ratu tersebut datang. Jin ifrit pun menyanggupinya bahkan hanya dengan kecepatan kedipan mata.

Ratu Balqis Beriman pada Allah SWT

Setibanya di kerajaan Nabi Sulaiman AS, Ratu Balqis pun amat tercengang melihat kemegahan serta kekayaan yang dimiliki beliau. Lebih terkejutnya Ratu Balqis saat tahu bahwa singgasananya sudah berada di sana.

Setelah melihat segala kelebihan yang berada di kerajaan Nabi Sulaiman AS, Ratu Balqis menyadari bahwa kesombongannya selama ini terhadap kekayaannya tidak berarti apa-apa.

Lalu, dirinya mengakui kekalahannya pada Nabi Sulaiman AS dan bersaksi akan beriman kepada Allah SWT. Setelah itu Nabi Sulaiman AS memperistri Ratu Balqis dan keduanya hidup bahagia bersama.

(rah/rah)



Sumber : www.detik.com

Kisah Wafatnya Nabi Musa yang Sempat Tampar Malaikat Maut


Jakarta

Kisah wafatnya Nabi Musa AS adalah salah satu peristiwa yang penting untuk dipelajari umat Islam. Nabi Musa AS wafat di usia 120 tahun. Sebelum wafatnya, Nabi Musa AS sempat menampar Malaikat Izrail hingga disebut matanya sampai terlepas.

Dikutip dari buku Etika Bisnis Islam oleh Dwi Santosa Pambudi, Nabi Musa AS merupakan keturunan dari Nabi Ibrahim AS dari nasab ayahnya. Nabi Musa AS memiliki istri bernama Shafura yang juga merupakan putri seorang nabi, yakni Nabi Syuaib AS.

Nabi Musa AS adalah nabi yang hidup di zaman kekuasaan raja Mesir, Fir’aun, di mana masyarakatnya penuh dengan kesesatan. Nabi Musa AS diutus oleh Allah SWT untuk menegakkan ketauhidan dan mengajarkan kitab Taurat.


Namun, atas izin Allah SWT, Nabi Musa AS berhasil mengalahkan Fir’aun yang sombong dan sesat dengan mukjizat yang Allah SWT berikan kepadanya yakni, tongkat yang mampu membelah laut merah.

Hingga ajalnya tiba, ada kisah menarik saat menjelang wafatnya Nabi Musa AS yang dipertemukan dengan Malaikat Maut. Seperti apa kisahnya?

Kisah Wafatnya Nabi Musa AS

Kisah wafatnya Nabi Musa AS ini diambil dari buku Kisah-Kisah dalam Hadis Nabi oleh Muhammad Nasrulloh. Saat itu, Nabi Musa AS telah tiba waktunya untuk menghadap Allah SWT. Kemudian Allah SWT mengutus malaikat maut untuk mencabut nyawa Nabi Musa AS.

Malaikat Izrail lantas diubah bentuknya oleh Allah SWT menjadi sesosok manusia ketika hendak mendatangi Nabi Musa AS. Kedatangan Malaikat Izrail yang tiba-tiba ini mengagetkan Nabi Musa AS. Sebab keterkejutannya itu, Nabi Musa AS pun memukul Malaikat Izrail hingga matanya juling dan terlepas. Sebagaimana hadits yang diriwayatkan Abu Hurairah, ia berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda:

“Malaikat maut diutus kepada Musa AS. Ketika ia menemuinya, Musa AS mencungkil matanya. Malaikat maut lantas kembali kepada Tuhannya dan berkata, “Engkau mengutusku kepada hamba yang tidak ingin mati.”

Rupanya, Nabi Musa AS mengira bahwa Malaikat Izrail yang menyamar sebagai manusia ini adalah seorang yang tidak dikenal yang hendak menyerangnya. Sehingga Nabi Musa AS berusaha melindungi diri.

Malaikat Izrail pun kembali untuk menghadap Allah SWT. Ia memberitakan bahwa Nabi Musa AS tidak ingin dicabut nyawanya. Kemudian Allah SWT mengutus Malaikat Izrail untuk turun kembali menemui Nabi Musa AS dan menanyakan perihal waktu kematiannya.

Lalu untuk kedua kalinya, Malaikat Izrail mendatangi Nabi Musa AS dalam wujud manusia lagi. Namun, kali ini Nabi Musa AS sudah mengenalinya.

Dalam pertemuan keduanya dengan Malaikat Maut, Nabi Musa AS dipersilakan Malaikat Izrail untuk memilih hidup lama atau dicabut nyawanya. Kemudian, Nabi Musa AS memilih untuk dicabut nyawanya saat itu juga.

Dikisahkan dari Ibnu Katsir dalam buku Kisah Para Nabi, Nabi Musa AS kemudian bertanya kepada Malaikat Izrail. Nabi Musa AS bertanya, “Tanyakanlah kepada Tuhanku, apabila waktu itu telah habis bagaimana selanjutnya?”

Malaikat Izrail pun menjawab, “Kemudian ia harus mati.”

Maka Nabi Musa AS pun berkata, “Kalau begitu hari ini saja, karena waktu tersebut tidak terlalu lama.”

Begitulah kisah Nabi Musa AS wafat. Buku Riwayat 25 Nabi dan Rasul oleh Gamal Komandoko menjelaskan bahwa Nabi Musa AS dicabut nyawanya oleh Malaikat Izrail ketika usianya 120 tahun.

Permintaan terakhir Nabi Musa AS sebelum meninggal adalah menginginkan untuk dimakamkan di dekat Baitul Maqdis. Nabi Musa AS pernah berdoa, “Ya Allah, dekatkanlah aku dengan tanah suci (Baitul Maqdis) hingga sampai sejauh lemparan batu saja.” Hingga Allah SWT mengabulkan permintaan Nabi Musa AS dengan memakamkan Nabi Musa AS tidak jauh dari Baitul Maqdis.

(rah/rah)



Sumber : www.detik.com

Kisah Nabi Saleh AS dan Pembangkangan Kaum Tsamud



Jakarta

Nabi Saleh termasuk ke dalam 25 nabi dan rasul yang wajib diketahui oleh kaum muslimin. Ia diutus kepada kaum Tsamud yang tidak taat pada ajaran Allah SWT.

Semasa hidupnya, Nabi Saleh AS berjuang mengajak kaum Tsamud beriman kepada Allah. Kaum tersebut menyembah berhala seperti kaum sebelumnya, yaitu kaum ‘Aad.

Menukil buku Hikmah Kisah Nabi dan Rasul susunan Ridwan Abdullah Sani, tempat tinggal kaum Tsamud berada di daerah antara Hijaz dan Syam. Dahulu, kawasan tersebut dikuasai oleh kaum Ad yang mana merupakan pendahulu kaum Tsamud.


Allah SWT memberikan segala karunia-Nya terhadap kaum Tsamud. Mulai dari kekayaan alam yang luar biasa, tanah yang subur, hingga binatang ternak yang mampu berkembang biak dengan baik.

Sayangnya, kemakmuran yang dimiliki tidak membuat mereka taat kepada Allah SWT. Sebaliknya, mereka enggan mengimani apa yang Nabi Saleh AS yakini.

Bahkan, kaum Tsamud menantang Nabi Saleh untuk menunjukkan mukjizatnya. Pada buku yang sama, dikisahkan mereka meminta Saleh AS untuk mengeluarkan unta dari sebuah batu bersar.

Jika Nabi Saleh AS dapat melakukan hal demikian, kaum Tsamud berjanji akan beriman kepada Allah SWT. Atas kuasa Allah dan permohonan Nabi Saleh AS kepada-Nya, terjadilah mukjizat.

Nabi Saleh AS lantas berkata kepada kaum Tsamud seperti termaktub dalam surat Hud ayat 64,

وَيٰقَوْمِ هٰذِهٖ نَاقَةُ اللّٰهِ لَكُمْ اٰيَةً فَذَرُوْهَا تَأْكُلْ فِيْٓ اَرْضِ اللّٰهِ وَلَا تَمَسُّوْهَا بِسُوْۤءٍ فَيَأْخُذَكُمْ عَذَابٌ قَرِيْب٦٤

Artinya: “Wahai kaumku, inilah unta betina dari Allah sebagai mukjizat untukmu. Oleh karena itu, biarkanlah dia makan di bumi Allah dan janganlah kamu memperlakukannya dengan buruk yang akan menyebabkan kamu segera ditimpa azab.”

Dengan izin Allah, keluarlah unta betina dari sebuah batu besar. Alih-alih menempati janji mereka, kaum Tsamud justru mengingkari dan membunuh unta tersebut.

Hal tersebut mengakibatkan turunnya azab Allah SWT yang akan turun dalam waktu 3 hari. Sebagai seorang utusan, Saleh AS memperingatkan kaum Tsamud untuk terakhir kalinya.

Sayangnya, mereka tidak menghiraukan hal tersebut. Hukuman Allah akan dijatuhkan pada hari keempat setelah 3 hari waktu tenggang yang dijanjikan. Dalam surat Hud ayat 65, Allah berfirman:

فَعَقَرُوْهَا فَقَالَ تَمَتَّعُوْا فِيْ دَارِكُمْ ثَلٰثَةَ اَيَّامٍ ۗذٰلِكَ وَعْدٌ غَيْرُ مَكْذُوْبٍ٦٥

Artinya: “Mereka lalu menyembelih unta itu. Maka, dia (Saleh) berkata, “Bersukarialah kamu semua di rumahmu selama tiga hari Itu adalah janji yang tidak dapat didustakan.” (QS Hud: 65)

Mengutip Kisah para Nabi oleh Ibnu Katsir, azab kepada kaum Tsamud dimulai ketika Allah SWT memerintahkan para malaikat-Nya untuk melemparkan bebatuan kepada sejumlah orang yang berniat untuk membunuh Nabi Saleh AS.

Ketika hari Jumat pagi, seluruh wajah kaum Tsamud berubah menjadi merah. Pada sore harinya, mereka berkata, “sudah dua hari berlalu dari waktu yang ditentukan.” Pada hari selanjutnya, seluruh wajah mereka berubah warna menjadi hitam. Ketika waktu sore tiba, mereka berkata, “Sepertinya waktu yang ditentukan sudah tiba.”

Keesokan hari ketika matahari telah terbit, terdengar suara yang sangat keras dari atas sehingga memecahkan jantung mereka, dan dari bawah mereka bumi terguncang dengan sangat keras. Maka tidak lama kemudian, nyawa-nyawa pun melayang.

Kekuasaan Allah SWT dalam memberikan azab kepada kaum Tsamud dijelaskan dalam Al-Qur’an surah Hud ayat 68 yang berbunyi sebagai berikut:

كَأَن لَّمْ يَغْنَوْا۟ فِيهَآ ۗ أَلَآ إِنَّ ثَمُودَا۟ كَفَرُوا۟ رَبَّهُمْ ۗ أَلَا بُعْدًا لِّثَمُودَ

Artinya: “Seolah-olah mereka belum pernah berdiam di tempat itu. Ingatlah, sesungguhnya kaum Tsamud mengingkari Tuhan mereka. Ingatlah, kebinasaanlah bagi kaum Tsamud.” (QS Hud: 68)

Naudzubillah min dzalik.

(aeb/erd)



Sumber : www.detik.com

Kisah Abu Regal, Kaum Tsamud yang Dikubur Bersama Sebongkah Emas



Jakarta

Azab Allah SWT yang pedih pasti menimpa siapapun yang ingkar. Demikian pula pada kaum Tsamud di masa Nabi Saleh AS.

Kaum Tsamud binasa karena mereka mengingkari ajaran yang dibawa Nabi Saleh AS. Azab yang pedih menimpa kaum ini hingga hancur tak bersisa. Namun ada satu orang yang lolos dari azab, ia adalah Abu Regal.

Dikisahkan Imam Ibnu Katsir dalam bukunya yang berjudul Kisah Para Nabi, Imam Ahmad meriwayatkan, dari Abdurrazzaq, dari Ma’mar, dari Abdullah bin Utsman bin Khaitsam, dari Abu Zubair, dari Jabir, ia berkata,


“Ketika Rasulullah lewat di daerah Hijr, beliau bersabda, “Janganlah kalian meminta mukjizat, sebab kaum Nabi Saleh pernah memintanya, dan dikeluarkanlah seekor unta dari tebing ini, namun kaum itu melanggar perintah Tuhan mereka dengan menyembelihnya. Unta itu meminum persediaan air mereka dalam satu hari dan sebagai gantinya kaum itu dapat meminum persediaan susu unta itu dalam satu hari, namun mereka tetap membunuhnya, maka mereka pun diazab dengan suara yang menggelegar dari atas langit, hingga mereka semua binasa kecuali satu orang yang bersembunyi di dalam wilayah Haram (sekarang Masjidil Haram).”

Kemudian para sahabat bertanya, “Siapakah orang itu wahai Rasulullah?” beliau menjawab, “la adalah Abu Regal.

“Namun setelah ia keluar dari wilayah Haram ia juga dikenakan azab yang sama dengan azab yang menimpa kepada kaumnya. “

Sanad hadits ini shahih, namun tidak ada satupun dari enam kitab para imam hadits yakni Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Nasai, Abu Dawud, dan Ibnu Majah yang menyebutkannya dalam kitab mereka.

Sebongkah Emas di Makam Abu Regal

Abu Regal mendapatkan azab yang sama dengan kaum Tsamud. Namun karena jasadnya ditemukan, maka ia dimakamkan oleh orang-orang sekitar.

Diriwayatkan oleh Abdurrazzaq, dari Ma’mar, dari Ismail bin Umayyah, ia berkata, “Suatu hari Rasulullah SAW lewat di makam Abu Regal, lalu beliau berkata, “Apakah kalian tahu makam siapa ini?” Para sahabat menjawab, “Allah dan Rasul-Nya tentu lebih tahu.”

Lalu Nabi menjelaskan, “Ini adalah makam Abu Regal, salah seorang dari kaum Tsamud. Dahulu (ketika diturunkannya azab kepada kaum Tsamud) ia melarikan diri dan kemudian bersembunyi di wilayah Haram, sehingga ia terhindar dari dari azab tersebut.

Ketika ia keluar dari sana (Tanah Haram) maka ia pun mendapatkan azab yang sama dengan azab yang dijatuhkan kepada kaumnya, lalu ia dikebumikan di sini, dan dikubur juga bersamanya sebongkah emas.”

Maka para sahabat pun kemudian berlomba-lomba menggali makam itu dengan pedang mereka untuk mencari emas tersebut, dan akhirnya mereka benar-benar menemukan emas itu di sana.

Abdurrazzaq setelah meriwayatkan hadits ini berkata, “Ma’mar menyampaikan bahwa Az-Zuhri mengatakan, Abu Regal itu adalah Abu Tsagif. Hadits dengan sanad ini adalah hadits mursal, yakni hadits yang disandarkan oleh para tabi’in -mereka adalah orang yang mendengarkan hadist dari sahabat- kepada Nabi SAW baik berupa perkataan, perbuatan, ataupun sifat.

Lalu Abdurrazzaq melanjutkan, “Ada riwayat lain yang serupa dengan sanad yang berbeda, seperti disebutkan oleh Muhammad bin Ishaq dalam kitab sirahnya, dari Ismail bin Umayyah, dari Bujair bin Abi Bujair, dari Abdullah bin Umar, ia berkata,

“Ketika kami bersama Rasulullah menuju Kota Thaif dan lewat di sebuah makam, aku mendengar beliau bersabda, “Sesungguhnya ini adalah makam Abu Regal, alias Abu Tsaqif, dan ia adalah salah seorang dari kaum Tsamud. Wilayah Haram mencegahnya dari azab ketika itu, namun ketika ia keluar dari wilayah Haram maka ia pun mendapatkan azab yang sama dengan azab yang ditimpakan kepada kaumnya di tempat ini, lalu ia dikuburkan disini.

Bukti bahwa ia dikuburkan di sini adalah sebongkah emas yang dikuburkan bersamanya. Apabila kalian menggalinya maka kalian akan menemukan emas itu. Maka para sahabat berlomba-lomba menggali makam tersebut dan mengeluarkan emas tersebut”

Riwayat inilah yang disebutkan oleh Abu Dawud, melalui Muhammad bin Ishaq, dan para perawi lainnya seperti sanad di atas. Wallahu alam.

(dvs/erd)



Sumber : www.detik.com

Saat Umar Menangis Lihat Nabi Tidur Hanya Beralaskan Tikar



Jakarta

Sahabat nabi, Umar bin Khattab RA, pernah sampai menangis karena melihat kesederhanaan Rasulullah SAW. Hal ini diceritakan dalam salah satu riwayat hadits dari Anas bin Malik RA.

Dikutip dari Ibnul Jauzi dalam Al-Wafa, Anas RA bercerita, saat itu Rasulullah SAW tengah tiduran hanya beralaskan tikar dan mengenakan selimut. Bantal yang digunakan sebagai penyangga kepalanya terbuat dari kulit yang diisi serabut.

Seorang sahabat kemudian turut masuk ke kamar Rasulullah SAW, berikut dengan Umar bin Khattab RA.


Saat itulah, Rasulullah SAW membalikkan badannya sehingga Umar bin Khattab RAmelihat pakaian Rasulullah SAW tersingkap pada bagian punggungnya. Umar bin Khattab RA melihat ada bekas-bekas pada punggung beliau karena alas tidurnya yang terlalu keras. Setelahnya, Umar bin Khattab RA menangis.

Rasulullah SAW yang melihat itu pun bertanya pada Umar bin Khattab RA, “Apa yang membuatmu menangis?”

Umar bin Khattab RA menjawab, “Demi Allah, saya menangis setelah mengetahui bahwa engkau lebih mulia dari raja-raja dan kaisar. Mereka hidup sesuai dengan kemauannya di dunia (mewah dan kaya),”

“Sementara engkau adalah Rasulullah SAW (utusan Allah). Seperti yang saya lihat, engkau tidur di tempat yang seperti ini (sangat sederhana),” lanjut Umar bin Khattab.

Setelahnya, Rasulullah SAW bertanya lagi, “Bukankah kamu suka kalau mereka mendapat kesenangan dunia sementara kita mendapat kesenangan akhirat?”

Umar bin Khattab menjawab lagi, “Tentu, wahai rasul.”

“Memang demikianlah adanya,” kata Rasulullah SAW. (HR Ahmad)

Tidak hanya tempat tidurnya, kesederhanaan Rasulullah SAW juga tampak pada seluruh perabotan rumah tangga yang dimilikinya. Salah satunya yang diceritakan oleh Abu Rifa’ah tentang kursi di rumah Rasulullah SAW.

“Saya mendatangi Rasulullah SAW, beliau duduk di atas kursi yang terbuat dari serabut, yang kakinya terbuat dari besi.”

Alas karpet yang dimiliki Rasulullah SAW terbuat dari kulit yang diisi serabut. Kondisinya bahkan sudah usang hingga membuat salah seorang kaum Anshar membawakan permadani berisi wol untuk beliau.

Namun, Rasulullah SAW menolak pemberikan permadani tersebut dan meminta Aisyah RA untuk mengembalikannya. Aisyah RA awalnya sempat menolak, namun Rasulullah SAW mengulangi perintahnya sampai tiga kali dan berkata,

“Wahai Aisyah, demi Allah, kalau aku mau, niscaya Allah akan memberikan gunung emas dan gunung perak kepadaku.” Aisyah pun mengembalikan permadani tersebut. (HR Al Baihaqi)

(rah/erd)



Sumber : www.detik.com

Mitos atau Fakta? Auj bin Unuq, Raksasa yang Hidup di Zaman Nabi Nuh



Jakarta

Mungkin sebagian dari umat muslim masih asing dengan nama Auj bin Unuq. Namun, dalam artikel ini akan dipaparkan kisah tentang Auj bin Unuq.

Dikutip dari buku Kisah Para Nabi karya Imam Ibnu Katsir, bahwa Auj bin Unuq atau Ibnu Inaq ini telah hidup sejak masa Nabi Nuh AS hingga masa Nabi Musa AS.

Auj merupakan seorang kafir yang sangat kejam, jahat, sombong dan tidak berperikemanusiaan.


Banyak yang mengatakan bahwa Auj dilahirkan oleh ibunya yang bernama Unuq binti Adam dari sebuah perzinaan (lahir tanpa melalui pernikahan).

Ada juga yang mengatakan bahwa Auj memiliki tinggi tiga ribu tiga ratus tiga puluh hasta plus dua pertiga hasta. Dengan badannya yang sangat tinggi itu, dia dapat mengambil ikan dari dasar laut dan memanggangnya di dekat matahari.

Dikatakan pula bahwa Auj bin Unuq ini mengejek dan mengolok-olok Nabi Nuh AS dengan perkataan yang buruk. Salah satu perkataannya yaitu ketika sedang berada di bahtera Nabi Nuh, dia berkata, “Mangkuk apa yang kamu buat ini?”

Masih terdapat riwayat-riwayat lain yang mengatakan tentang keburukan Auj bin Unuq. Namun sangat sedikit sumber yang mengisahkannya karena kisah ini merupakan mitos yang bertentangan dengan dalil, baik secara akal ataupun naqal (Al-Qur’an dan hadits).

Auj bin Unuq Mitos atau Fakta?

Secara akal, jika anak Nabi Nuh yang dibinasakan karena kekufurannya padahal ayahnya adalah seorang Nabi, bagaimana mungkin Auj bin Unuq yang lebih kufur dan dzalim tidak dibinasakan.

Secara naqal, Allah SWT berfirman dalam surat As Safaat ayat 80-82,

Artinya: “Sungguh, demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sungguh, dia termasuk di antara hamba-hamba Kami yang beriman. Kemudian Kami tenggelamkan yang lain.”

Di antara doa Nabi Nuh yang dikabulkan juga disebutkan dalam Al-Qur’an,

“Ya Tuhanku, janganlah Engkau biarkan seorang pun di antara orang-orang kafir itu tinggal di atas bumi.”

Mitos Auj bin Unuq ini juga bertentangan dengan hadits. Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah menciptakan Adam dengan tinggi 60 hasta. Kemudian semakin lama tinggi manusia semakin berkurang, hingga saat ini.”

Hadits tersebut merupakan hadits yang shahih, terpercaya, dapat diandalkan, dan terjaga.

Hadits tersebut juga menunjukkan bahwa tidak ada keturunan Nabi Adam yang memiliki tubuh lebih tinggi dari Nabi Adam.

Dalam bukunya, Ibnu Katsir berpandangan bahwa kisah Auj bin Unuq adalah mitos belaka dan cerita yang hanya dikarang oleh beberapa orang zindik dan pelaku dosa (musuh-musuh Nabi Muhammad SAW).

Sayangnya, informasi mengenai kehidupan Auj bin Unuq sangat terbatas dan tidak banyak yang diketahui tentang dirinya.

Dari kisah tersebut, maka sudah sepantasnya sebagai umat muslim yang beriman untuk memilah dan mencari sumber yang shahih berdasarkan dalil (Al-Qur’an dan hadits).

(dvs/dvs)



Sumber : www.detik.com

Kisah Azab Kaum Nabi Nuh AS yang Sombong dan Musyrik


Jakarta

Saat nama Nabi Nuh AS disebut, mungkin sebagian muslim teringat dengan mukjizatnya yang berupa bahtera dan banjir bandang sebagai bentuk azab dari Allah SWT. Bagaimana kisah azab kaum Nabi Nuh AS?

Nabi Nuh AS merupakan nabi yang ketiga dalam daftar 25 nabi Allah SWT. Nama lengkap Nabi Nuh AS adalah Nuh bin Lamik bin Matwasyalakh bin Syits bin Adam AS.

Ibnu Katsir dalam bukunya yang berjudul Kisah Para Nabi menyebut, ulama memperkirakan bahwa Nabi Nuh AS lahir 126 tahun setelah Nabi Adam Wafat. Namun menurut ahli kitab terdahulu menyebutkan bahwa waktu itu jaraknya 146 tahun.


Kisah Awal Sesatnya Kaum Nabi Nuh AS

Kisah sesatnya kaum Nabi Nuh AS berawal dari meninggalnya salah satu orang sholeh dan dicintai kaumnya bernama Wadd yang membuat semua orang di sana merasa sedih dan meratap. Lalu, iblis pun mengubah bentuknya menyerupai manusia dan berkata,

“Sesungguhnya, aku mengetahui apa yang kalian rasakan atas kematian orang ini (Wadd). Bagaimana menurut pendapat kalian jika aku membuat sebuah gambar yang serupa dengannya sehingga ia selalu berada di tengah-tengah perkumpulan kalian dan kalian pun selalu ingat kepadanya?”

Lalu mereka menjawab, “Ya,”

Setelah itu iblis membuat gambar yang serupa dengan wajah Wadd. Ia juga membuat patung yang serupa dengan Wadd yang diletakkan di rumah masing-masing perkumpulan tersebut.

Mereka lantas terus mengingat-ingat Wadd dan diturunkan kepada anak cucu mereka, sehingga membuat patung tersebut menjadi Tuhan yang disembah selain Allah SWT.

Diutusnya Nabi Nuh AS untuk Kaumnya

Di tengah-tengah kesesatan kaum tersebut, Allah SWT mengutus salah satu hambanya yang bernama Nuh sebagai rasul pertama yang diutus Allah SWT kepada penduduk bumi.

Nabi Nuh AS menyuruh kaumnya untuk menyembah Allah SWT. Dalam surah Al-A’raf ayat 59 dikatakan bahwa Nabi Nuh AS berkata kepada kaumnya, “Wahai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan bagi kamu sekalian selain Dia. Sesungguhnya, (kalau kamu sekalian tidak menyembah Allah), aku takut kalian akan ditimpa azab yang besar (Kiamat).”

Namun, perjuangan Nabi Nuh AS untuk mengembalikan kaumnya dari jalan yang sesat ini tidak membuahkan hasil. Bahkan, mereka semakin tenggelam dalam kesesatan dan kesombongan.

Mereka semakin giat untuk menyembah berhala, mengejek Nabi Nuh As dan ajarannya, dan bahkan berbuat jahat kepada pengikut beliau yang telah beriman.

Dakwah Nabi Nuh AS bersama kaumnya berlangsung sangat lama. Menurut surah Al-Ankabut ayat 14 dijelaskan bahwa beliau berdakwah selama 950 tahun lamanya.

وَلَقَدْ اَرْسَلْنَا نُوْحًا اِلٰى قَوْمِهٖ فَلَبِثَ فِيْهِمْ اَلْفَ سَنَةٍ اِلَّا خَمْسِيْنَ عَامًا ۗفَاَخَذَهُمُ الطُّوْفَانُ وَهُمْ ظٰلِمُوْنَ

Artinya: Sungguh, Kami benar-benar telah mengutus Nuh kepada kaumnya, lalu dia tinggal bersama mereka selama seribu tahun kurang lima puluh tahun. Kemudian, mereka dilanda banjir besar dalam keadaan sebagai orang-orang zalim.

Kaum tersebut selalu mewariskan kepada anak cucu mereka untuk tidak beriman kepada ajaran Nabi Nuh AS. Dan hal tersebut terus berlangsung sangat lama.

Seiring berjalannya waktu, Nabi Nuh AS pun telah putus asa untuk berdakwah pada kaumnya yang zalim dan sesat itu. Beliau menyadari bahwa sudah tidak ada kebaikan atau kemaslahatan yang bisa diharapkan dari diri mereka.

Beliau sadar bahwa kaum tersebut sudah kelewat batas dan tidak wajar. Berbagai metode dan cara dakwah yang sudah beliau coba juga tidak ada yang mempan kecuali hanya sedikit orang.

Lantas, Nabi Nuh AS berdoa kepada Allah SWT, “Ya Tuhanku, sesungguhnya kaumku telah mendustakan aku. Oleh sebab itu, adakanlah suatu keputusan antara diriku dan mereka. Lalu selamatkanlah aku dan orang-orang Mukmin yang bersama dengan diriku.” (QS Asy-Syu’ara: 117-118)

Lalu Allah SWT pun memerintahkan Nabi Nuh AS dan orang-orang mukmin untuk membuat bahtera yang besar. Allah SWT berfirman dalam surah Hud ayat 37,

وَاصْنَعِ الْفُلْكَ بِاَعْيُنِنَا وَوَحْيِنَا وَلَا تُخَاطِبْنِيْ فِى الَّذِيْنَ ظَلَمُوْا ۚاِنَّهُمْ مُّغْرَقُوْنَ

Artinya: “Buatlah bahtera dengan pengawasan dan petunjuk wahyu Kami dan janganlah engkau bicarakan (lagi) dengan-Ku tentang (nasib) orang-orang yang zalim. Sesungguhnya mereka itu akan ditenggelamkan.”

Kisah Azab Kaum Nabi Nuh AS

Setelah bahtera itu selesai, seluruh umat Nabi Nuh AS dan binatang yang berpasang-pasangan diperintahkan untuk masuk ke dalam bahtera tersebut.

Kemudian bumi pun memancarkan air hingga memenuhi selokan-selokan dan jalan-jalan, dan bahkan gunung-gunung. Seluruh kaum Nabi Nuh AS yang kafir dan tidak beriman tenggelam walaupun sudah naik ke atas gunung tertinggi. Termasuk anak istri Nabi Nuh AS yang tidak beriman kepada Allah SWT juga ikut tenggelam dalam air banjir tersebut.

Ibnu Ishaq mengatakan, bahwa banjir tersebut berlangsung selama dua tahun, dua bulan, 26 hari, sebelum diperintahkan oleh Allah SWT untuk turun dari bahtera tersebut.

Setelah air surut, semua yang selamat dari banjir turun dari kapal dan bersyukur kepada Allah SWT. Nabi Nuh AS lantas berinisiatif untuk menyembelih binatang-binatang yang halal untuk dikurbankan kepada Allah SWT.

(rah/rah)



Sumber : www.detik.com