Tag Archives: kisah rasulullah

Kisah Rasulullah SAW dengan Burung yang Berdzikir dan Unta yang Menangis



Jakarta

Allah SWT memberikan banyak mukjizat kepada Rasulullah SAW, salah satunya yakni dapat mengerti bahasa binatang. Dalam sebuah riwayat, dikisahkan saat Rasulullah SAW bertemu seekor burung buta yang berdzikir serta seekor unta yang menangis kelaparan.

Ada beberapa kisah tentang Rasulullah SAW yang dapat memahami percakapan binatang. Semua kisah ini dapat memberi pelajaran sekaligus menegaskan bahwa Allah SWT memiliki kuasa atas alam semesta dan isinya.

Merangkum buku Kisah Mengagumkan dalam Kehidupan Rasulullah SAW oleh Khoirul Anam, diceritakan sebuah kisah yang berasal dari sahabat Anas ibn Malik r.a. yang menuturkan bahwa suatu hari ia pergi ke gurun bersama Rasulullah SAW dan bertemu seekor burung buta.


Anas ibn Malik dan Rasulullah SAW menyaksikan seekor burung yang sedang berkicau. Beliau bertanya kepada Anas Ra, “Apakah kau tahu, apa yang dikatakan burung ini?”

Anas lantas menjawab, “Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui.”

“Burung itu mengatakan, Ya Allah, Engkau telah menghilangkan penglihatanku dan Engkau menciptakanku dalam keadaan buta. Maka, berilah rezeki kepadaku, karena aku lapar,” kata Rasulullah SAW.

Tiba- tiba, Rasulullah SAW dan Anas r.a. melihat burung lain datang membawa belalang di mulutnya dan memasukkannya ke mulut burung yang buta itu. Setelah makan, burung itu kembali berkicau.

“Apakah kau tahu apa yang dikatakan burung ini barusan?” tanya Rasulullah SAW lagi.

“Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui,” kata Anas r.a

“Burung ini mengatakan, Segala puji bagi Allah yang tidak melupakan siapa pun yang mengingat-Nya,” jelas beliau.

Dalam riwayat lain, disebutkan bahwa burung itu berkata, “Barangsiapa yang tawakal kepada Allah SWT, Dia akan mencukupinya.”

Kisah yang nyaris serupa dialami sahabat Abdullah ibn Ja’far. la menuturkan bahwa suatu hari ia menemani Rasulullah SAW dalam suatu perjalanan.

Di tengah perjalanan, Rasulullah SAW ingin buang hajat. Biasanya, beliau suka dinding yang tinggi atau rerimbunan pohon kurma yang berdekatan sebagai tirainya. Maka, beliau pergi ke balik sebuah dinding (bangunan) milik orang Anshar.

Ternyata, di dalamnya ada seekor unta jantan. Ketika Rasulullah SAW melihatnya, unta itu merintih seraya meneteskan air mata.

Melihat keadaannya, Rasulullah SAW mendekatinya dan menghapus air matanya. Unta itu pun terdiam dan tak lagi merintih.

Rasulullah SAW bertanya, “Siapakah pemilik unta ini?”

Kemudian datang seorang pemuda Anshar dan berkata, “Ia milikku, wahai Rasulullah SAW.”

“Apakah kamu tidak takut kepada Allah yang telah mengaruniakan unta ini kepadamu? Sungguh, unta ini mengadu kepadaku bahwa kau membuatnya lapar dan susah.”

(dvs/erd)



Sumber : www.detik.com

Cerita Rasulullah SAW tentang 2 Orang Penghuni Surga dan Neraka



Jakarta

Semasa hidupnya, Rasulullah SAW banyak mengisahkan cerita yang bisa menjadi pelajaran. Cerita ini didapatkan Rasulullah SAW melalui wahyu dari Allah SWT.

Seperti kisah dua orang di masa lampau yang kemudian menjadi penghuni surga dan neraka. Seorang yang masuk neraka karena tidak sabar pada ujian dan mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh diri. Sementara seorang lainnya menjadi penghuni surga karena rasa takutnya kepada Allah SWT.

Cerita Rasulullah SAW ini dituliskan dalam buku 115 Kisah Menakjubkan Dalam Hidup Rasulullah oleh Fuad Abdurrahman.


Rasulullah SAW sering bercerita kepada umatnya tentang kisah umat-umat terdahulu, umat para nabi sebelum beliau. Rasulullah SAW mengetahui semua kisah itu melalui wahyu dari Allah SWT.

Suatu hari Rasulullah SAW dikelilingi para sahabat. Tak lama kemudian beliau bercerita, “Ada seorang laki-laki sebelum kalian yang menderita sakit. Karena tidak sabar menahan penyakitnya, ia memotong urat nadinya hingga mengalirlah darahnya tanpa henti. Akhirnya, laki-laki itu mati.”

Kemudian Allah SWT berfirman, “Hambaku ini mempercepat kematiannya (bunuh diri) sehingga haram baginya surga.”

Dalam hadits dari Abu Zaid Tsabit bin Adh-Dhahhak Al-Anshari, Rasulullah SAW bersabda tentang larangan dan balasan bagi orang yang bunuh diri,

وَمَنْ قَتَلَ نَفْسَهُ بِشَيْءٍ، عُذِّبَ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

Artinya: “Barang siapa membunuh dirinya sendiri dengan sesuatu, maka nanti pada hari kiamat ia akan disiksa dengan sesuatu itu.” (Muttafaq Alaih)

Sakit merupakan ujian dari Allah SWT yang harus dijalani. Bahkan dalam Al-Qur’an ditegaskan bahwa Allah SWT memberikan obat dari setiap penyakit.

Dalam Al-Qur’an Surat Yunus ayat 57, Allah SWT berfirman,

يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ قَدْ جَآءَتْكُم مَّوْعِظَةٌ مِّن رَّبِّكُمْ وَشِفَآءٌ لِّمَا فِى ٱلصُّدُورِ وَهُدًى وَرَحْمَةٌ لِّلْمُؤْمِنِينَ

Artinya: “Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman.”

Lalu dalam kesempatan berbeda, Rasulullah SAW bercerita lagi, “Ada seorang laki-laki yang berlebih-lebihan memperlakukan dirinya sendiri. Ketika ia merasa bahwa kematiannya telah dekat, ia berpesan kepada anak-anaknya: ‘Nanti, jika aku telah mati meninggalkan kalian, bakarlah tubuhku hingga menjadi abu. Lalu biarkan angin menerbangkan abu jasadku itu. Demi Allah, sekiranya Allah berkenan menyiksaku, tentu aku akan disiksa dengan siksaan yang tidak pernah ditimpakan kepada selainku.”

Rasulullah SAW melanjutkan, “Setelah ia mati, anak-anaknya benar-benar melaksanakan wasiatnya. Kemudian Allah SWT memerintahkan bumi agar mengumpulkan seluruh abu jasadnya yang telah berhamburan di muka bumi. Lalu, bumi menjalankan perintah-Nya, dan tiba-tiba tubuh laki-laki itu berdiri tegak seperti sedia kala.

Allah SWT bertanya kepadanya, “Apa yang menyebabkanmu melakukan itu?

Laki-laki itu menjawab, “Karena rasa takutku kepadaMu, wahai Tuhanku.”

Akhirnya, apa yang terjadi dengan laki-laki tersebut? Rasulullah SAW mengakhiri ceritanya, “Kemudian Allah mengampuni dosa orang itu (karena rasa takutnya kepada Allah)” (HR Bukhari-Muslim).

Kisah ini menjadi penegasan bahwa Allah SWT maha pengampun dan akan memberikan ampunan pada hamba-Nya yang bertakwa.

Sebagaimana termaktub dalam Surat Az-Zumar ayat 53,

۞ قُلْ يٰعِبَادِيَ الَّذِيْنَ اَسْرَفُوْا عَلٰٓى اَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوْا مِنْ رَّحْمَةِ اللّٰهِ ۗاِنَّ اللّٰهَ يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ جَمِيْعًا ۗاِنَّهٗ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

Artinya: “Katakanlah (Nabi Muhammad), “Wahai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas (dengan menzalimi) dirinya sendiri, janganlah berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

Kemudian dalam Surat An-Nisa ayat 48, Allah SWT berfirman,

اِنَّ اللّٰهَ لَا يَغْفِرُ اَنْ يُّشْرَكَ بِهٖ وَيَغْفِرُ مَا دُوْنَ ذٰلِكَ لِمَنْ يَّشَاۤءُ ۚ وَمَنْ يُّشْرِكْ بِاللّٰهِ فَقَدِ افْتَرٰٓى اِثْمًا عَظِيْمًا

Artinya: “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni (dosa) karena mempersekutukan-Nya (syirik), tetapi Dia mengampuni apa (dosa) yang selain (syirik) itu bagi siapa yang Dia kehendaki. Siapa pun yang mempersekutukan Allah sungguh telah berbuat dosa yang sangat besar.”

(dvs/erd)



Sumber : www.detik.com

Kisah Rasulullah SAW dan Uang 8 Dirham Miliknya



Jakarta

Rasulullah SAW menjalani hidup dengan sederhana. Bahkan ada kisah yang menceritakan dirinya dalam keadaan apa adanya, namun dalam kondisi serba terbatas, Rasulullah SAW merupakan sosok yang dermawan.

Banyak kisah yang menggambarkan kedermawanan Rasulullah SAW. Seperti diriwayatkan Imam Bukhari dari Ibnu Abbas yang menceritakan,

“Rasulullah SAW adalah orang yang paling dermawan. Dan beliau lebih dermawan lagi di bulan Ramadan saat beliau bertemu Jibril. Jibril menemuinya setiap malam untuk mengajarkan Al-Qur’an. Dan kedermawanan Rasulullah SAW melebihi angin kencang yang bertiup.”


Salah satu kisah dermawan Rasulullah SAW diceritakan dalam buku 115 Kisah Menakjubkan Dalam Hidup Rasulullah karya Fuad Abdurrahman.

Dikisahkan suatu hari Rasulullah SAW hendak belanja. Beliau membawa bekal uang delapan dirham untuk membeli pakaian dan peralatan rumah tangga.

Sebelum tiba di pasar, beliau melihat seorang wanita sedang menangis.

“Mengapa kau menangis? Apakah kau sedang ditimpa musibah?” tanya Rasulullah SAW.

Wanita itu mengatakan bahwa ia adalah seorang budak. Ia menangis karena kehilangan uang dua dirham dan takut akan dipukuli majikannya.

Setelahnya, Rasulullah SAW mengeluarkan dua dirham dan diberikan kepada budak wanita itu. Kini, uang beliau tinggal enam dirham lagi untuk berbelanja kebutuhan sehari-hari.

Rasulullah SAW bergegas membeli sebuah gamis, pakaian kesukaannya. Namun, saat hendak beranjak pulang, seorang laki-laki tua berteriak, “Barangsiapa memberiku pakaian, Allah SWT akan mendandaninya kelak.”

Rasulullah SAW memperhatikan orang itu. Ternyata pakaiannya compang-camping dan sudah rusak dimana-mana. Pakaian tersebut tak pantas lagi dikenakan. Untuk itu, Rasulullah SAW memberikan gamis yang baru dibelinya itu dengan suka rela kepadanya.

Rasulullah SAW lalu meneruskan langkahnya untuk membeli kebutuhan lainnya.

Lagi-lagi beliau harus bersabar. Kali ini, budak wanita tadi mendatanginya dan mengeluh bahwa ia takut pulang. Ia khawatir akan dihukum majikannya karena terlambat pulang.

Pada masa itu, seorang budak wanita diperlakukan dengan semena-mena. Hukuman fisik sudah lazim diterima. Akhirnya, Rasulullah SAW dengan senang hati mengantarkan budak wanita itu ke rumah majikannya.

Sampai di rumah orang itu, Rasulullah SAW mengucapkan salam, tetapi tidak ada yang menjawab. Beliau kembali mengucapkan salam. Baru pada kali ketiga, penghuni rumah menjawabnya. Tampaknya, semua penghuni rumah adalah perempuan.

“Kenapa salam pertama dan keduaku tidak kalian jawab?” tanya Rasulullah SAW.

“Kami sengaja diam karena ingin didoakan olehmu, wahai Rasulullah, dengan tiga kali salam,” jawab penghuni rumah.

Kemudian beliau menyerahkan budak wanita itu kepada pemiliknya dan menjelaskan persoalannya seraya berpesan, “Jika budak wanita ini salah dan perlu dihukum, biarlah aku yang menerima hukumannya.”

Mendengar penuturan Rasulullah SAW yang begitu tulus dan ikhlas, penghuni rumah terkesima dan terharu. la berkata, “Budak ini sekarang bebas karena Allah.”

Tentu saja Rasulullah SAW sangat senang mendengarnya.

Beliau bersyukur sambil berkata, “Tidak ada delapan dirham yang begitu besar berkahnya daripada delapan dirham ini. Dengannya Allah SWT telah memberi rasa aman kepada orang yang ketakutan, memberi pakaian orang yang telanjang, dan membebaskan seorang budak.”

Rasulullah SAW tidak mendapatkan barang kebutuhannya namun beliau justru bersyukur karena bisa memberikan manfaat yang lebih besar kepada banyak orang. Masya Allah!

(dvs/rah)



Sumber : www.detik.com

Cara Rasulullah Berbagi Susu untuk Fakir dan Sahabat yang Kelaparan



Jakarta

Rasulullah SAW adalah sosok yang dermawan, beliau selalu berbagi ketika mendapat rezeki. Termasuk berbagi susu segar kepada Abu Hurairah.

Sebagai seorang sahabat, Abu Hurairah memiliki banyak pengalaman bersama Rasulullah SAW. Salah satunya yakni pengalaman diberi susu segar oleh Rasulullah SAW ketika ia sedang dalam keadaan sangat lapar.

Kisah ini banyak diabadikan melalui riwayat para sahabat. Kemudian dituliskan juga dalam buku 115 Kisah Menakjubkan Dalam Hidup Rasulullah karya Fuad Abdurrahman.


Suatu hari ketika sedang berjalan-jalan, Rasulullah SAW melihat Abu Hurairah RA duduk di pinggir jalan dengan tubuh yang tampak lunglai. Beliau tahu, sahabatnya itu sedang kelaparan.

Beliau tersenyum seraya memanggil, “Hai Aba Hirr (panggilan Abu Hurairah)!”

“Labbaika, Ya Rasulullah,” jawab Abu Hurairah.

“Ikutilah aku,” kata Rasulullah SAW mengajak sahabatnya ini.

Abu Hurairah mengikuti Rasulullah SAW yang berjalan menuju ke rumahnya. Setelah diberi izin, Abu Hurairah masuk ke rumah mengikuti Rasulullah SAW.

Di dalam rumah, Rasulullah SAW melihat satu wadah penuh susu dan beliau bertanya kepada istrinya, “Dari mana susu ini?”

“Seseorang mengirimkannya untukmu sebagai hadiah,” jawab istrinya.

Rasulullah SAW memanggil Abu Hurairah, “Hai, Aba Hirr!”

“Labbaika, Ya Rasulullah,”

“Panggillah ahlu shuffah (kaum fakir yang menetap di serambi Masjid Nabawi),”

Rasulullah SAW memiliki jiwa dermawan yang sangat tinggi, beliau akan berbagi dengan ahlu shuffah ketika mendapatkan rezeki. Ketika mendapatkan hadiah, beliau akan memakan sebagian dan memberikan sebagian lainnya kepada para sahabat, terutama ahlu shuffah.

Ketika diperintahkan untuk memanggil ahlu shuffah, Abu Hurairah berkata dalam hati, “Aku berhak mendapat seteguk lebih dulu untuk mengembalikan tenagaku. Toh nanti, kalau ahlu shuffah datang, tentu aku yang akan disuruh melayani mereka. Pasti nanti aku akan mendapatkan sisanya.”

Perkataan ini hanya terucap di dalam hati. Abu Hurairah tidak berani memintanya kepada Rasulullah SAW.

Ia lantas bergegas pergi memanggil ahlu shuffah, sesuai yang diperintahkan Rasulullah SAW.

Saat tiba di rumah Rasulullah SAW, mereka langsung menempati tempat duduk masing-masing.

“Hai, Aba Hirr!”

“Labbaika, Ya Rasulullah.”

“Terima (susu) ini dan bagikan kepada mereka!” perintah Rasulullah SAW.

Abu Hurairah pun langsung menerima wadah susu itu. Lalu, ia memberikan kepada orang pertama untuk diminum sampai puas. Lalu, orang kedua, ketiga, keempat, sampai semuanya mendapat jatah susu.

Setelah itu, wadah dikembalikan kepadanya, dan ia langsung memberikannya kepada Rasulullah SAW.

Beliau menerimanya sambil tersenyum.

“Hai, Aba Hirr!”

“Labbaika, Ya Rasulullah.”

“Kini, tinggal aku dan engkau.”

“Benar, ya Rasulullah.”

“Duduklah dan minumlah,” pinta beliau.

Abu Hurairah pun duduk dan minum susu itu. Rasulullah SAW beberapa kali menyuruhnya untuk meminumnya, “Minumlah!” sehingga Abu Hurairah terus-terusan minum sampai kekenyangan.

“Demi Allah yang mengutusmu dengan kebenaran, aku sudah kenyang,” ujar Abu Hurairah.

“Kalau begitu, berikan kepadaku!”

Abu Hurairah pun memberikan wadah itu. Rasulullah SAW memuji Allah SWT, membaca basmalah, lalu meminum susu itu.

Sekilas susu tersebut terlihat tidak banyak, tetapi nyatanya bisa dinikmati oleh banyak orang sehingga memberi rasa kenyang.

Kisah ini sekaligus menjadi pelajaran bahwa rezeki yang diberkahi Allah SWT akan mampu mencukupi kebutuhan. MasyaAllah!

(dvs/rah)



Sumber : www.detik.com

Kisah Rasulullah SAW yang Anjurkan dan Contohkan Berbuat Baik pada Hewan



Jakarta

Hewan termasuk makhluk ciptaan Allah SWT yang harus mendapatkan kasih sayang. Manusia hidup berdampingan dengan berbagai hewan, jadi sudah sepatutnya untuk berbuat baik dan melindungi hewan yang hidup di sekitar kita.

Semasa hidupnya, Rasulullah SAW dikenal sebagai sosok yang menyayangi hewan, termasuk kucing.

Saking cintanya dengan hewan, Rasulullah SAW bersabda,


“Barang siapa yang menganiaya binatang, maka ia akan mendapat laknat dari Allah, malaikat, dan semua manusia.” (HR Thabrani)

Hadits ini menegaskan bahwa manusia harus menyayangi hewan dan dilarang untuk menganiayanya.

Dalam buku 115 Kisah Menakjubkan Dalam Hidup Rasulullah karya Fuad Abdurrahman, dituliskan banyak kisah Rasulullah SAW yang mencontohkan sikap berbuat baik kepada hewan.

Suatu hari Rasulullah SAW dan para sahabat menempuh perjalanan. Di tengah perjalanan, Rasulullah memisahkan diri sebentar dari rombongan untuk suatu keperluan.

Para sahabat melihat dua ekor anak burung hammarah (burung merah), lalu mengambilnya. Tidak lama kemudian, induknya datang dan tampak gelisah karena tidak menemukan kedua anaknya. Ketika Rasulullah SAW datang dan melihat induk burung itu, beliau bertanya, “Siapakah yang telah menyusahkan burung ini? Segera kembalikan anak-anaknya!”

Di lain kesempatan, ketika melihat sarang burung yang dibakar, beliau bertanya, “Siapakah yang telah membakar sarang ini?”

Para sahabat menjawab, “Kami.”

“Hanya Rabb Al-Nar (Sang Pemilik Api, yakni Allah) yang pantas mengazab dengan api.”

Kebaikan Rasulullah SAW terhadap hewan juga dapat dilihat dari kisah Rasulullah SAW ketika melihat seseorang menginjak perut seekor kambing, menajamkan pisaunya, dan memperlihatkan pisau itu di depan mata si kambing ketika hendak menyembelih.

Rasulullah SAW bersabda, “Apakah kau ingin membunuhnya dengan dua kematian? Asahlah pisaumu itu sebelum kau merebahkannya!”

Dalam hadits lain, beliau berpesan kepada para sahabat, “Sesungguhnya Allah SWT telah menetapkan kebaikan atas segala sesuatu. Jika kalian membunuh (menyembelih), perbaguslah caranya. Tajamkanlah pisau kalian dan senangkanlah sembelihan kalian.” (HR Muslim).

Imam Al-Thabrani meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW pernah memiringkan bejana untuk seekor kucing agar ia bisa meminum airnya, kemudian beliau berwudhu dengan sisa air dari bejana itu.

Suatu saat Rasulullah SAW bercerita kepada para sahabat bahwa dulu ada seorang pelacur yang merasa sangat kehausan sehingga ia bergegas mendekati sumur untuk mendapatkan air. Namun, di dekat sumur, pelacur itu melihat seekor anjing berjalan lemah mengitari sumur. Sepertinya, anjing itu pun kehausan.

Ia ingin minum air dari sumur itu tetapi tidak bisa mengambilnya. Akhirnya, ia hanya bisa menjulur-julurkan lidahnya.

Pelacur itu merasa iba sehingga ia segera membuka sepatunya, mengikat sepatu itu dengan selendangnya, lalu menurunkannya ke dalam sumur. Ujung lain selendang itu ia ikatkan pada tubuhnya. Setelah sepatunya terisi air, ia menariknya, lalu minum air dari sepatu itu dan kemudian memberi minum anjing itu hingga hausnya hilang.

Karena kebaikannya itulah Allah SWT mengampuni dosa-dosanya sebagai pelacur. Amal salehnya (bersedekah pada anjing) telah menghapus dosa-dosa yang ia lakukan di masa silam (HR Muslim).

Dari kisah-kisah tersebut, dapat dipetik pelajaran bahwa menyayangi hewan adalah tanda seorang mukmin.

(dvs/lus)



Sumber : www.detik.com

Kisah Jabir bin Abdullah Bersama Unta Tuanya


Jakarta

Jabir bin Abdullah adalah salah satu sahabat Rasulullah SAW. Nama lengkapnya adalah Jabir bin Abdullah bin Haram bin Tsa’labah bin Ka’ab.

Mengutip buku Sejarah Hidup Para Penyambung Lidah Nabi yang ditulis oleh Imron Mustofa, Jabir bin Abdullah dilahirkan 16 tahun sebelum peristiwa hijrah, nasabnya berakhir pada Khajraj. Di tengah-tengah masyarakat waktu itu, ia dikenal dengan julukan Abu Abdillah Al-Anshari dan merupakan ahli fikih dan mufti Madinah pada masanya.

Jabir RA dikenal sebagai sahabat yang banyak meriwayatkan hadits dan ia dikaruniai umur yang panjang oleh Allah SWT hingga bisa menyaksikan kehidupan cucu Rasulullah SAW.


Dalam buku Fikih Sirah karya Said Ramadhan Al-Buthy disebutkan bahwa Rasulullah SAW sangat mengerti cobaan berat yang dipikul Jabir bin Abdullah RA dan keluarganya.

Ayah Jabir bin Abdullah merupakan salah seorang pejuang Islam yang syahid di medan Perang Uhud. Sehingga, sebagai anak sulung, Jabir RA harus memikul tanggung jawab untuk merawat dan menafkahi beberapa saudaranya.

Oleh karena itu, kehidupan Jabir bin Abdullah terbilang berat, dan hanya memiliki sedikit harta. Salah satu kisah perhatian Rasulullah SAW kepada Jabir yaitu saat Jabir tertinggal di belakang rombongan sahabat bersama untanya yang kurus dan lemah. Berikut kisah lengkap Jabir bin Abdullah dan untanya.

Kisah Jabir bin Abdullah dan Unta Tuanya

Mengutip kembali kisah dalam buku Sejarah Hidup Para Penyambung Lidah Nabi, kisah Jabir bin Abdullah dan Rasulullah SAW ini diawali saat Jabir bin Abdullah keluar bersama Rasulullah SAW pada Perang Dzat Ar-Riqa’, dari Nakhl dengan mengendarai seekor unta yang lemah.

Ketika Rasulullah SAW kembali dari Perang Dzat Ar-Riqa’, teman-temannya dapat berjalan dengan lancar. Sementara Jabir tertinggal di belakang, hingga beliau menyusulnya.

Beliau bersabda kepadanya, “Apa yang terjadi denganmu, wahai Jabir?” Jabir menjawab, “Wahai Rasulullah, untaku berjalan sangat pelan.”

Rasulullah SAW bersabda, “Suruh ia duduk.” Jabir pun mendudukkan untanya dan beliau juga mendudukkan untanya. Setelah itu Rasulullah SAW memerintahkan, “Berikan tongkatmu kepadaku!”

Lalu, Jabir pun mengerjakan perintah Rasulullah SAW dan beliau mengambil tongkat yang dimintanya, kemudian beliau menusuk lambung unta Jabir beberapa kali kemudian menyuruhnya, “Naikilah untamu!”

Jabir segera menaiki untanya. Kemudian, Jabir dibuat terkejut dengan untanya yang lemah secara tiba-tiba bisa menyalip unta Rasulullah SAW.

Jabir berkata, “Demi Allah, yang mengutus beliau dengan membawa kebenaran, untaku mampu menyalip unta beliau.”

Jabir dan Rasulullah SAW pun berbincang, kemudian Rasulullah SAW berkata, “Wahai Jabir, apakah engkau bersedia menjual untamu kepadaku?” Jabir menjawab, “Tidak wahai Rasulullah, tetapi aku menghibahkannya kepadamu.” Beliau menawarnya, “Juallah untamu ini kepadaku!”

Jabir menjawab, “Kalau begitu, hargailah untaku ini.” Rasulullah SAW bersabda, “Bagaimana kalau satu dirham?” Jabir menjawab, “Tidak, wahai Rasulullah. Kalau harganya seperti itu, engkau merugikan aku.”

Rasulullah SAW kembali menawarnya, “Dua dirham?” Jabir menjawab, “Aku tidak mau seharga itu, wahai Rasulullah.” Rasulullah SAW terus menaikkan penawaran hingga harga unta itu mencapai satu uqiyah (kira-kira setara dengan 40 dirham).

Jabir berkata, “Wahai Rasulullah, apakah engkau ridha dengan harga itu?” Beliau menjawab, “Ya.” Jabir berkata, “Kalau begitu unta ini menjadi milikmu.”

“Ya, aku telah terima,” jawab Rasulullah SAW. Lalu, Rasulullah SAW bertanya kepadanya, “Wahai Jabir, apakah engkau sudah menikah?” “Sudah, wahai Rasulullah,” jawab Jabir.

Rasulullah SAW kembali bertanya, “Dengan gadis ataukah janda?” “Dengan janda,” jawabnya. Rasulullah SAW bertanya kembali, “Kenapa engkau tidak menikahi gadis hingga engkau bisa bercanda dengannya dan ia bisa bercanda denganmu?”

Jabir menceritakan kepada Rasulullah SAW, “Ayahku gugur di Perang Uhud dan menginggalkan tujuh orang anak perempuan. Aku menikahi seorang wanita yang dewasa sehingga bisa mengurus dan mengasuh mereka.”

“Setibanya di Shirar (sebuah tempat kira-kira 5 km dari kota Madinah) nanti, aku perintahkan penyiapan unta untuk disembelih, kemudian kita adakan jamuan daging unta pada hari tersebut, hingga istrimu mendengar kabar tentang kita dan ia melepaskan bantalnya,” perintah Rasulullah SAW kepada Jabir.

“Aku tidak memiliki bantal wahai Rasulullah,” jawab Jabir. Rasulullah SAW berkata, “Engkau akan memilikinya, insya Allah. Karena itu, jika engkau telah tiba di rumahmu, maka lakukanlah perbuatan orang cerdik.”

Kedermawanan Rasulullah SAW kepada Jabir bin Abdullah

Sesampainya di Shirar, Rasulullah SAW memerintahkan para sahabat untuk menyiapkan unta yang kemudian akan disembelih. Jabir dan para sahabat mengadakan jamuan makan pada hari itu.

Sore harinya, Rasulullah SAW masuk ke dalam rumahnya dan para sahabat pun masuk rumah masing-masing. Jabir menceritakan sabda Rasulullah SAW ini kepada istrinya.

Kemudian, istrinya menyuruh Jabir untuk mangikuti sabda Nabi SAW tersebut dan berkata, “Lakukanlah itu, dengar dan taatlah.”

Esok paginya, Jabir membawa untanya, menuntun, dan mendudukkannya di depan pintu masjid Rasulullah SAW. Kemudian, ia duduk di dekat masjid.

Ketika Rasulullah SAW keluar dan melihatnya, beliau bersabda, “Apa ini?” Para sahabat menjawab, “Ini unta yang dibawa Jabir.” Beliau bertanya, “Di mana Jabir?”

Jabi pun dipanggil untuk menemui Rasulullah SAW, kemudian Rasulullah SAW berkata, “Wahai anak saudaraku, ambillah untamu, karena ia menjadi milikmu!”

Kemudian beliau memanggil Bilal dan berkata kepadanya, “Pergilah bersama Jabir, dan berikan kepadanya uang satu uqiyah!”

Jabir pergi bersama Bilal, dan kemudian Bilal memberinya uang satu uqiyah dan memberikan sedikit tambahan kepadanya. Betapa terpukaunya Jabir bin Abdullah pada kebaikan Rasulullah SAW.

Jabir menuturkan, “Demi Allah, pemberian beliau tersebut terus berkembang dan bisa dilihat tempatnya di rumahku, hingga aku mendapat musibah di Perang Al-Harrah belum lama ini.”

(inf/inf)



Sumber : www.detik.com

Kisah Pohon Kurma Berpindah dari Halaman Orang Munafik



Jakarta

Di zaman Rasulullah SAW banyak kisah yang membuktikan kebesaran kuasa Allah SWT. Salah satunya melalui kisah pohon kurma yang berpindah.

Rasulullah SAW selalu mengajarkan kepada keluarga, sahabat dan seluruh umat Islam untuk memakan rezeki yang halal dan menjauhi segala hal yang haram. Hal ini sebagaimana perintah Allah SWT dalam surat An-Nahl ayat 114,

فَكُلُوا۟ مِمَّا رَزَقَكُمُ ٱللَّهُ حَلَٰلًا طَيِّبًا وَٱشْكُرُوا۟ نِعْمَتَ ٱللَّهِ إِن كُنتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ


Artinya: Maka makanlah yang halal lagi baik dari rezeki yang telah diberikan Allah kepadamu; dan syukurilah nikmat Allah, jika kamu hanya kepada-Nya saja menyembah.

Dalam sebuah kisah yang dikutip dari buku 115 Kisah Menakjubkan dalam Kehidupan Rasulullah SAW karya Fuad Abdurahman, diceritakan seorang sahabat Rasulullah SAW bernama Abu Dujanah, ia adalah orang yang menyaksikan pindahnya pohon kurma dari halaman rumah orang munafik, ke halaman rumahnya,

Abu Dujanah memiliki nama asli Samak ibn Kharsyah. Ia adalah sang pemilik ikat kepala merah dan pemegang pedang Rasulullah SAW pada Perang Uhud. Setiap kali usai berjamaah salat Subuh, Abu Dujanah buru-buru keluar dan tidak mengikuti doa Rasulullah SAW.

Suatu hari Rasulullah SAW menegurnya, “Apakah kau tidak butuh kepada Allah?”

“Tentu saja, ya Rasulullah,” jawab Abu Dujanah. “Tetapi, mengapa kau tidak diam dulu sampai tuntas doaku?”

“Maafkan aku, wahai Rasulullah, aku ada keperluan.” jawab Abu Dujanah. “Apa keperluanmu?” kata Rasulullah SAW.

Sejenak Abu Dujanah terdiam, lalu menuturkan, “Ya Rasulullah, rumahku berdekatan dengan rumah tetanggaku. Di rumahnya ada sebatang pohon kurma yang condong ke rumahku. Jika angin berhembus di malam hari, buah kurma yang matang berjatuhan di halaman rumahku.

Bila anak-anakku bangun pagi dan merasa lapar, mereka akan makan apa yang mereka lihat di halaman rumah. Karena itulah, aku bergegas pulang sebelum mereka bangun untuk mengumpulkan kurma-kurma itu dan memberikannya ke tetanggaku.

Suatu hari, aku melihat seorang anakku memasukkan kurma ke mulutnya. Aku mengeluarkannya dengan jariku dan kukatakan kepadanya, “Hai Anakku, jangan membuka aib ayahmu kelak di akhirat!’ Ia menangis karena merasa sangat lapar. Aku berkata kepadanya, ‘Aku tidak akan membiarkan barang haram memasuki perutmu!’ Lalu, aku segera memberikan kurma-kurma itu kepada pemiliknya.”

Mendengar penjelasannya, mata Rasulullah tampak berlinang dan beliau bertanya tentang siapa pemiliknya. Abu Dujanah mengatakan bahwa kurma itu milik seorang munafik. Maka, Rasulullah SAW memanggilnya dan berkata, “Juallah pohon kurma di rumahmu itu dengan sepuluh kurma di surga yang akarnya berupa intan berlian putih beserta bidadari sebanyak bilangan kurma yang matang.”

Orang munafik itu menjawab, “Aku bukan pedagang. Aku mau menjual pohon kurma itu jika kau membayarnya dengan harga yang tinggi dan kontan.”

Abu Bakar menawarnya, “Maukah pohon kurmamu itu ditukar dengan sepuluh pohon kurma di tempat lain?”

Ternyata itu adalah pohon kurma terbaik di seluruh Madinah. Si pemilik mau menjualnya karena ditukar dengan sepuluh pohon kurma. Ia berkata, “Kalau begitu, baiklah, aku mau menukarnya.”

Abu Bakar berkata lagi, “Ya, aku membelinya!” Lalu,pohon kurma itu diberikan kepada Abu Dujanah.

Rasulullah bersabda, “Aku akan menanggung penggantinya, hai Abu Bakar.” Tentu saja Abu Bakar dan Abu Dujanah merasa senang mendengar ucapan beliau.

Orang munafik itu pulang ke rumah dan berkata kepada istrinya, “Sungguh kita telah mendapatkan keuntungan yang sangat besar hari ini!”

Lalu ia menceritakan apa yang baru saja terjadi, “Aku mendapat sepuluh pohon kurma yang ditukar dengan satu pohon kurma di samping rumah ini untuk selama-lamanya. Kita masih bisa makan kurma yang jatuh dari pohon kurma itu dan aku tidak akan mengembalikan sedikitpun kepada pemiliknya.”

Malam harinya, ketika Abu Dujanah tidur, dengan kuasa Allah, pohon kurma itu pindah ke samping rumah Abu Dujanah. Keesokan harinya, orang munafik itu terkejut heran melihat pohon kurma itu tidak lagi ada di samping rumahnya.

Wallahu a’lam

(dvs/lus)



Sumber : www.detik.com