Tag Archives: kisah sahabat nabi

Kisah Keislaman Abu Dzar yang Berhasil Bawa Kaum Ghifar Jadi Muslim


Jakarta

Abu Dzar RA adalah sahabat Rasulullah SAW yang termasuk golongan pertama memeluk Islam sebagaimana dijelaskan dalam sebuah riwayat. Ia sosok yang meyakini bahwa Allah SWT adalah Tuhan Yang Maha Esa dan Nabi Muhammad SAW adalah utusan Allah SWT.

Imam Al Baihaqi meriwayatkan dari Imam Al Hakim dengan sanadnya dari Abu Dzar RA, berkata, “Aku adalah orang keempat yang masuk Islam. Sebelumku telah masuk Islam tiga orang, dan aku yang keempat. Aku mendatangi Rasulullah SAW seraya mengucapkan Assalamu’alaika wahai Rasulullah. Aku bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan Muhammad utusan Allah. Pada waktu itu aku menyaksikan keceriaan pada raut muka Rasulullah SAW.”

Kisah masuk Islam Abu Dzar RA dijelaskan secara detail dalam Shahih Sirah Nabawiyah karya Ibnu Katsir yang diterjemahkan oleh M. Nashiruddin Al Albani. Abu Dzar RA adalah seorang dari kalangan kaum Ghifar yang dikenal sebagai orang-orang yang gemar merampok.


Suatu hari, Rasulullah SAW mengirimkan utusan untuk menemui Abu Dzar RA dengan tujuan mengajak ia memeluk Islam. Namun, ia tak langsung berangkat ke Makkah melainkan mengutus saudaranya mencari informasi tentang Rasulullah SAW.

Telah diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Ibnu Abbas RA berkata, “Ketika utusan Rasulullah SAW tiba pada Abu Dzar, dia berkata pada saudaranya, ‘Pergilah ke arah lembah ini, dan mintalah keterangan dari orang yang menganggap dirinya sebagai seorang nabi yang diberikan wahyu dari langit. Dengarkanlah dari ucapannya, kemudian datanglah padaku.’ Lalu saudaranya berangkat hingga ia menemui dan mendengarkan ucapan Rasulullah SAW. Kemudian ia kembali ke Abu Dzar dan berkata padanya, ‘Aku melihat nabi mengajarkan akhlak mulia dan memberikan kalimat yang bukan dari syair.’

Abu Dzar RA ternyata tidak puas dengan laporan ini dari saudaranya, ia penasaran dan berangkat sendiri ke Makkah.

Abu Dzar RA berkata, ‘Apa yang kamu berikan tidak membuatku puas.’

Lalu dia menyiapkan perbekalan dan menuangkan air pada bejana minumnya dan pergi ke Makkah.”

Abu Dzar Mencari Keberadaan Rasulullah SAW

Setibanya di Makkah, Abu Dzar RA mendatangi masjid untuk mencari Rasulullah SAW. Padahal saat itu dia tidak mengenalnya dan enggan menanyakannya.

Hingga pada suatu malam Ali bin Abi Thalib RA melihatnya dan tahu bahwa dia itu orang asing. Lalu Ali RA mengikutinya, keduanya tidak saling berbicara. Hal ini terjadi selama tiga hari berturut-turut. Abu Dzar RA belum juga menemukan keberadaan Rasulullah SAW.

Di hari ketiga, Ali bin Abi Thalib RA bertanya, “Tidakkah engkau ceritakan padaku apa yang mendorong kedatanganmu?”

Abu Dzar RA berkata, “Jika kamu memberiku janji untuk membantuku, maka aku akan melakukannya.” Lalu ia melakukannya dan menceritakan maksud kedatangannya kepada Ali.

Ali RA berkata, “Sesungguhnya Rasulullah itu benar, dan ia itu utusan Allah. Besok ikutilah aku, walaupun aku takut sesuatu akan menimpamu.”

Abu Dzar RA berkata, “Demi dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sesungguhnya aku ingin berteriak di tengah-tengah mereka.”

Kemudian ia keluar lalu mendatangi masjid, dan menyeru dengan suara yang nyaring, “Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah.” Kemudian kaumnya bangkit karena marah dan memukuli hingga dia terkapar.

Abu Dzar RA mendapatkan siksaan dari para penduduk kaum kafir Quraisy. Meskipun demikian, Abu Dzar RA terus mengulangi perbuatannya, hingga penduduk Makkah akhirnya berhenti menyiksa karena mengetahui bahwa Abu Dzar RA keturunan dari suku Ghifar.

Dengan tubuh yang berlumuran darah, Abu Dzar RA mendatangi sumur zamzam untuk meminum airnya dan membersihkan darah yang melekat pada tubuhku. Kemudian memasuki Ka’bah.

Abu Dzar RA tinggal di Makkah tanpa perbekalan apa pun. Ia setiap hari hanya mengonsumsi air zamzam. Meskipun demikian, ia tidak merasakan lemah ataupun kelaparan.

Pertemuan Abu Dzar dengan Rasulullah SAW

Selama 30 hari Abu Dzar RA bertahan di Makkah demi menunggu Rasulullah SAW. Sampai pada akhirnya, Rasulullah SAW bersama Abu Bakar RA mendatangi Ka’bah untuk thawaf dan salat.

Abu Dzar RA berkata, “Lalu aku mendatanginya. Aku merupakan orang yang pertama memberikan penghormatan dengan penghormatan ahli Islam. Rasulullah SAW menjawab, “Alaikassalam wa rahmatullah. Siapa kamu?”

Aku menjawab, “Aku berasal dari Ghifar.”

Rasulullah SAW berkata, “Kapan kamu berada di sini?”

Abu Dzar RA menjawab, “Aku berada disini sejak tiga puluh hari yang lalu.

Rasulullah SAW bertanya, “Siapa yang memberimu makan?”

Abu Dzar RA menjawab, “Aku tidak mempunyai sesuatu pun selain air zamzam. Namun, aku tetap gemuk hingga perutku membesar, dan tidak merasakan letih dan lemah akibat lapar.”

Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya itu merupakan berkah, dan itu adalah makanan yang paling berharga.”

Setelah pertemuan tersebut, Abu Dzar RA disambut dan diterima dengan baik. Abu Bakar berkata, “Izinkanlah aku wahai Rasulullah untuk menanggung makan malamnya.”

Abu Bakar RA membuka pintu dan memetik buah kismis sebagai suguhan bagi Rasulullah dan Abu Dzar RA.

Abu Dzar RA berkata, “Sesungguhnya ini makanan yang paling pertama aku makan.”

Setelah memeluk Islam, Abu Dzar RA kembali ke kaumnya di Madinah. Ia kemudian mengajak ibu dan saudaranya memeluk Islam. Hingga akhirnya hampir seluruh kaum Ghifar menjadi muslim, bahkan sebelum kedatangan Rasulullah SAW di Madinah.

Wallahu a’lam.

(dvs/kri)



Sumber : www.detik.com

Wajah Ahli Puasa Terbakar, hingga Aisyah Disihir


Jakarta

Ada sejumlah kisah tentang mimpi yang nyata. Salah satunya adalah kisah seorang ahli puasa yang wajahnya menghitam karena mengakhirkan berbuka puasa. Wajahnya menghitam setelah bermimpi wajahnya terbakar.

Ada juga kisah Thalhah bin Ubaidillah yang bermimpi melihat dua sahabat yang masuk surga. Selain itu, ada kisah tentang istri Rasulullah SAW, Siti Aisyah ra yang disihir. Aisyah mendapatkan petunjuk lewat mimpi tentang siapa yang melakukan sihir.

Simak kisah selengkapnya berikut ini.


Kisah Ahli Puasa yang Wajahnya Menghitam

Kisah ini dikutip dari buku Perjalanan Ruh terjemahan Masrukhin dan M Yusni Amru Al-Ghozali dari Al-Ruh karya Ibnu Qayyim Al-Jauzy.

Dikisahkan oleh Al-Qairuwani, dia menerima kabar dari seorang syekh yang memiliki banyak keutamaan. Syekh itu menerima kabar dari seorang ahli fiqih.

Dikisahkan, dahulu kala mereka mempunyai sahabat seorang lelaki ahli puasa. Lelaki tersebut banyak berpuasa, bahkan berpuasa tanpa henti.

Namun, lelaki itu terbiasa mengakhirkan berbuka. Padahal Rasulullah mengajarkan agar setiap orang berpuasa untuk menyegerakan berbuka.

Pada suatu malam, lelaki itu tidur kemudian bermimpi melihat dua orang hitam yang seolah menarik lengan atasnya dan bajunya untuk dibawa ke perapian dengan api menyala. Dia lalu dilemparkan ke dalamnya hingga wajahnya terbakar.

Ahli puasa itu bertanya, “Kenapa kalian melakukan ini?”

“Karena engkau menyalahi sunnah Rasulullah SAW. Sesungguhnya ia memerintahkan untuk mendahulukan berbuka, sedangkan engkau mengakhirkannya,” kata kedua orang hitam itu.

Keesokan paginya, wajah lelaki ahli puasa itu menghitam seperti terbakar api. Dia pun menutup wajahnya di hadapan orang-orang.

Kisah Thalhah Bermimpi Dua Sahabat Masuk Surga

Dilansir dari situs Kemenag Kepulauan Riau, ada kisah tentang mimpi seorang sahabat Nabi, yaitu Thalhah Bin Ubaidillah. Thalhah pada suatu malam bermimpi tentang dua orang sahabat yang sudah meninggal.

Dua orang sahabat ini termasuk orang bertakwa dari suku Qudha’ah. Mereka ringan tangan membantu dengan harta maupun tenaga untuk dakwah Islam. Keduanya juga berjihad dengan ikut berperang, sehingga dijamin masuk surga.

Kemudian salah satunya mati syahid dalam perang tersebut. Satu orang lainnya pulang membawa kemenangan. Kemudian dia meninggal satu tahun kemudian karena sakit.

Dalam mimpi, Thalhah melihat dua sahabat tersebut dipanggil untuk masuk ke dalam surga. Tetapi sahabat yang mati karena sakit diizinkan masuk lebih awal, baru kemudian terdengar suara memanggil sahabat yang mati syahid untuk masuk surga.

Lalu terdengar suara yang berkata kepada Thalhah, “Kembalilah karena belum waktumu masuk surga.” Setelahnya, Thalhah terbangun dari tidurnya.

Thalhah pun menceritakan mimpi itu kepada sahabat-sahabat lainnya. Para sahabat tidak percaya karena meyakini sahabat yang mati syahid seharusnya masuk surga terlebih dahulu.

Rasulullah yang mendengar kabar itu memanggil Thalhah. Rasulullah membenarkan mimpi Thalhah hingga membuat para sahabat heran.

“Mengapa sahabat yang meninggal terakhir masuk surga lebih dahulu dari pada temannya yang meninggal karena mati syahid?” tanya para sahabat.

Rasulullah saw balik bertanya: “Bukankah temannya itu masih hidup setahun setelah kematiannya?” Mereka menjawab: “Betul.”

Rasulullah lalu bertanya: “Dan bukankah ia masih mendapati Ramadhan, lalu ia berpuasa, melakukan salat ini dan itu selama satu tahun itu?” Mereka menjawab: “Betul.”

Maka Rasulullah berkata: “Maka jarak antara mereka lebih jauh daripada jarak antara langit dan bumi” (HR. Ahmad, Ibnu Majah, dan Ibnu Hibban).

Hal ini juga sesuai dengan sebuah riwayat tentang Rasulullah yang ditanya sahabat: “Siapakah manusia yang paling baik?” Rasulullah menjawab: “Siapa saja yang panjang umurnya dan baik amalannya.” (HR. Ahmad dan At-Tirmidzi).

Kisah Aisyah Disihir

Dikisahkan bahwa istri Rasulullah pernah disihir. Imam Malik meriwayatkannya dari Abu Ar-Rijal, dari ‘Amrah, dari Aisyah, bahwa istri Rasulullah tersebut bermimpi ada seorang pelayan masuk ke kamar Aisyah yang sedang sakit.

Pelayan tersebut memberi tahu bahwa Aisyah sedang disihir. Aisyah bertanya siapakah yang menyihir dirinya. Pelayan itu menjawab, “Seorang budak perempuan yang di kamarnya ada anak kecil yang mengencinginya.”

Saat terbangun dari mimpi, Aisyah memanggil budak perempuannya. Budak perempuan tersebut berkata, “(Aku akan datang) setelah aku cuci dahulu kencing di bajuku.”

Merasa hal tersebut sesuai dalam mimpinya, Aisyah lalu bertanya padanya, “Apakah engkau menyihirku?” Budak perempuan itu pun mengakuinya.

Aisyah bertanya lagi, “Apa yang membuatmu melakukan itu?” Budak perempuan itu berkata, “Aku ingin segera dimerdekakan.”

Aisyah kemudian memerintahkan saudara lelakinya untuk menjual budak perempuan itu kepada orang Badui yang bersikap buruk pada budak yang dimilikinya. Maka dijuallah budak tersebut.

Aisyah kemudian bermimpi lagi. Dalam mimpi dia mandi dari air tiga sumur. Dia mengambil air dari masing-masing sumur itu dan mandi dengannya. Seketika ia sembuh dari sakitnya.

Itulah tadi beberapa kisah mimpi yang nyata, mulai dari wajah ahli puasa yang menghitam terbakar, mimpi Thalhah tentang dua sahabat masuk surga, serta kisah Aisyah yang disihir oleh budaknya. Wallahu a’lam.

(bai/inf)



Sumber : www.detik.com

Kisah Sahabat Pertama Rasulullah SAW yang Masuk Islam


Jakarta

Rasulullah SAW diutus oleh Allah SWT untuk menyempurnakan agama Islam. Rasulullah SAW berdakwah dan mengajak para sahabat dan juga siapa saja untuk masuk Islam.

Menurut catatan sejarah, Rasulullah SAW adalah pria dengan kepribadian luar biasa, sehingga bisa menarik berbagai orang untuk dekat dan mengikutinya. Merekalah yang disebut sebagai sahabat Rasulullah SAW. Dan orang pertama masuk Islam dan menjadi sahabat Nabi Muhammad SAW adalah Abu Bakar As-Siddiq.

Biografi Abu Bakar As-Siddiq

Mengutip dari buku Biografi 10 Sahabat Nabi yang Dijamin Masuk Surga karya Sujai Fadil dijelaskan secara menyeluruh mengenai Abu Bakar As-Siddiq dan bagaimana dia mendapatkan julukan As-Siddiq.


Berdasarkan pendapat shahih nama asli Abu Bakar Abdullah bin ‘Utsman bin ‘Amir bin ‘Amr bin Ka’ab bin Sa’ad bin Taiym bin Murrah bin Ka’ab bin Lu’ay Al Qurasyi At Taimi. Beliau memiliki kunyah atau sebuah nama panggilan yang biasa digunakan oleh masyarakat Arab untuk panggilan kehormatan.

Beliau mendapatkan julukan As-Siddiq karena pernah membenarkan kabar bahwa Nabi Muhammad SAW naik ke langit tujuh dalam momen Isra Miraj dengan penuh percaya diri.

Orang-orang kafir bertanya kepadanya, “Teman kamu itu (Muhammad) mengaku-ngaku telah pergi ke Baitul Maqdis dalam semalam.”

Abu Bakar pun menjawab, “Jika ia berkata demikian, maka itu benar.” Karena itu Allah SWT menyebutnya sebagai As-Siddiq.

Allah SWT berfirman dalam surah Az-Zumar ayat 33,

وَالَّذِيْ جَاۤءَ بِالصِّدْقِ وَصَدَّقَ بِهٖٓ اُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْمُتَّقُوْنَ ٣٣

Artinya: “Orang yang membawa kebenaran (Nabi Muhammad) dan yang membenarkannya, mereka itulah orang-orang yang bertakwa.”

Ayat di atas menjelaskan maksud dari orang yang membawa kebenaran adalah Nabi Muhammad SAW, dan orang yang membenarkannya adalah Abu Bakar As-Siddiq.

Julukan As-Siddiq juga didapatkan Abu Bakar sebab beliau adalah orang pertama yang membenarkan dan beriman kepada Allah SWT.

Selain itu, mengutip buku Biografi Abu Bakar ash-Shiddiq Khalifah Pertama yang Menentukan Arah Perjalanan Umat Islam Sepeninggal Rasulullah karya Dr. Muhammad Husain Haikal, sebelum masuk Islam Abu Bakar punya nama lain yakni Abdul Kab’bah.

Baru setelah masuk Islam, Rasulullah SAW merubah namanya menjadi Abdullah, semakin dewasa Abdul Kab’ah berubah menjadi Atik.

Dalam riwayat Aisyah RA menceritakan bahwa suatu hari Rasulullah SAW pernah melihat Abu Bakar sambil berkata, “Inilah Atik Allah dari Api Neraka.”

Pada kesempatan lainnya Rasulullah SAW melihat Abu Bakar dan berkata, “Barang siapa yang senang melihat kepada orang yang lolos (Atik) dari api neraka, maka lihatlah kepadanya (Abu Bakar).”

Ciri-ciri Abu Bakar As-Siddiq

Mengutip buku 150 Kisah Abu Bakar Al-Shiddiq karya Ahmad Abdul `Al Al-Thahtawi dijelaskan oleh Aisyah RA mengenai ciri-ciri fisik Abu Bakar As-Siddiq.

Dari ‘Aisyah RA bahwasanya ada seorang laki-laki yang bertanya kepadanya, “Gambarkanlah kepada kami ciri- ciri fisik Abu bakar.”

Kemudian, ‘Aisyah menjawab, “Dia adalah seorang lelaki yang berkulit putih, berbadan kurus, dadanya tidak terlalu lebar, punggungnya tidak bungkuk, tulang pinggangnya kecil sehingga tidak dapat menahan kain yang dipakainya, wajahnya kurus, kedua matanya cekung, dahinya lebar, dan urat- urat tangannya tampak jelas. Begitulah ciri-ciri fisik beliau.”

Keutamaan Abu Bakar As-Siddiq

Masih mengutip buku Biografi 10 Sahabat Nabi yang Dijamin Masuk Surga karya Sujai Fadil disebutkan keutamaan-keutamaan Abu Bakar As-Siddiq:

1. Abu Bakar As-Siddiq adalah manusia terbaik setelah Nabi Muhammad SAW dari golongan umat beliau.

كنا نخير بين الناس في زمن النبي ﷺ ، فنخير أبا بكر ، ثم عمر بن

الخطاب ، ثم عثمان بن عفان

Artinya: “Kami pernah memilih orang terbaik di masa Nabi Muhammad SAW. Kami pun memilih Abu Bakar, setelah itu Umar bin Khattab, lalu ‘Utsman bin Affan RA.” (HR Bukhari)

2. Abu Bakar As-Siddiq adalah orang yang menemani Rasulullah SAW di gua ketika dikejar kaum Quraisy.

3. Ketika kaum muslimin hendak hijrah Abu Bakar As-Siddiq menyumbangkan seluruh hartanya.

4. Abu Bakar As-Siddiq dipilih menjadi khalifah berdasarkan nash.

5. Umat Nabi Muhammad SAW diperintahkan untuk meneladani Abu Bakar As-Siddiq

Nabi Muhammad SAW bersabda,

اقتدوا باللذين من بعدي أبي بكر وعمر

Artinya: “Ikutilah jalan orang-orang sepeninggalku yaitu Abu Bakar dan Umar.” (HR Ahmad, Tirmidzi, Ibnu Majah, hadits ini shahih)

6. Abu Bakar As-Siddiq adalah orang yang paling dicintai Nabi Muhammad SAW

‘Amr bin Al Ash RA bertanya kepada Nabi Muhammad SAW,

أي الناس أحب إليك ؟ قال : عائشة . قال : قلت : من الرجال ؟ قال : أبوها

Artinya: “Siapa orang yang kau cintai? Rasulullah menjawab, ‘Aisyah.’ Aku bertanya lagi, ‘Kalau laki-laki?’ Beliau menjawab, ‘Ayahnya Aisyah’ (yaitu Abu Bakar).” (HR Muslim)

Itulah kisah sahabat pertama Rasulullah SAW yakni Abu Bakar As-Siddiq RA. Beliau adalah orang yang paling dicintai oleh Nabi Muhammad SAW.

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com

Dikenal Jujur dan Amanah, Miqdad bin Amr Putuskan Mundur dari Jabatan


Jakarta

Miqdad bin Amr dikenal sebagai sahabat Nabi SAW yang jujur dan amanah. Karena itulah ia diberikan jabatan oleh Nabi SAW menjadi amir. Namun, suatu ketika, ia memutuskan untuk mundur dari jabatannya.

Merangkum buku Kisah Seru 60 Sahabat Rasul karya Ummu Akbar dan kitab Rijal Haula ar-Rasul karya Khalid Muhammad Khalid edisi Indonesia terbitan Shahih, berikut kisah lengkapnya.

Miqdad bin Amr merupakan seorang cendekiawan dengan hati yang tulus. Hal itu tercermin dari ucapannya yang selalu bermakna dan penuh dengan prinsip-prinsip.


Miqdad termasuk golongan awal yang memeluk Islam dan menjadi orang ketujuh menyatakan keislamannya secara terbuka. Akibatnya, ia mendapatkan perlakukan diskriminatif dan kejam dari kaum kafir Quraisy. Namun, ia tidak pernah goyah dalam keyakinannya.

Disebutkan dalam buku 365 Hari Bersama Sahabat Nabi SAW karya Biru Tosca, bahwa Miqdad mendapat pujian dari banyak kaum muslimin atas aksinya di medan Perang Badar yang disebut tidak kenal takut.

Miqdad juga pernah membakar semangat para kaum muslimin saat peperangan Badar yang pada saat itu mereka kalah jumlah dari musuh.

Ia berkata, “Wahai Rasulullah, teruslah laksanakan apa yang diperintahkan Allah, dan kami akan bersama engkau. Demi Allah, kami tidak akan berkata seperti apa yang dikatakan bani Israil kepada Nabi Musa, ‘Pergilah kamu bersama Tuhanmu dan berperanglah,’ sedang kami akan mengatakan kepada engkau, ‘Pergilah Engkau bersama Tuhanmu dan berperanglah, dan kami ikut berjuang di sampingmu.’ Demi yang telah mengutus engkau membawa kebenaran! Seandainya engkau membawa kami melalui lautan lumpur, kami akan berjuang bersamamu dengan tabah hingga akhir.”

Abdullah bin Mas’ud, salah seorang sahabat Rasulullah SAW bahkan pernah berkata, “Saya telah menyaksikan perjuangan Miqdad, sehingga saya lebih suka menjadi sahabatnya daripada segala isi dunia ini.”

Kisah Miqdad bin Amr Putuskan Mundur dari Jabatannya

Pada suatu ketika, Miqdad diangkat oleh Nabi SAW sebagai amir atau pemimpin (gubernur) di suatu daerah. Ia pun menerima dan menjalankan amanah yang diberikan kepadanya dengan sangat baik.

Setelah menjalankan tugasnya Miqdad pun kembali dan bertemu Rasulullah SAW, Rasulullah SAW bertanya kepada Miqdad, “Bagaimana rasanya menjadi seorang amir?”

Miqdad pun menjawab pertanyaan Rasulullah SAW dengan jujur, “Menjadi seorang amir membuat aku menganggap diriku lebih tinggi dari seluruh manusia lain. Demi yang telah mengutus engkau membawa kebenaran, mulai dari sekarang, aku tidak akan tergoda untuk mengambil jabatan amir selama-lamanya.”

Sejak ia menjabat jabatan, Miqdad memang mengaku bahwa dirinya dikelilingi oleh banyak pujian dan kemewahan. Miqdad yang dikenal jujur dan amanah, menyadari betul bahwa itulah risiko yang harus ia tanggung ketika menjabat menjadi pemimpin. Bukannya tergoda untuk melanggengkan kekuasaannya, ia malah bertekad untuk menghindari segala jabatan yang ditawarkan.

Bahkan ketika Rasulullah SAW menawarkannya jabatan lagi, kali ini ia menolak dengan tegas tawaran tersebut. Meski tidak memiliki jabatan, kecintaan Miqdad kepada Islam tidak pernah sedikit pun berkurang.

Bahkan tanpa jabatan pun, Miqdad selalu mengambil tanggung jawab penuh di lingkungannya. Ia selalu menggunakan sikap kepemimpinannya untuk membela orang-orang yang tertindas.

Ada sebuah kisah, pada suatu waktu, Miqdad keluar bersama rombongan tentara. Situasi pun berubah menjadi menegangkan sebab mereka tahu musuh akan segera mengepung dan menyerang pasukan mereka.

Komandan pasukan pun memerintahkan para pasukannya untuk tidak menggembalakan hewan tunggangannya. Ini bertujuan agar keberadaan mereka tidak diketahui musuh. Akan tetapi, ada seorang prajurit yang tidak mengetahui larangan ini sehingga ia melanggarnya.

Ketika hal tersebut diketahui oleh komandan, prajurit tersebut pun diberikan hukuman yang sangat berat. Miqdad yang saat itu kebetulan melihat kejadian tersebut melihat prajurit tersebut sedang menangis memohon ampun.

Karena penasaran, ia pun menghampirinya dan menanyakan apa yang telah terjadi. Setelah mendengar cerita dari prajurit tersebut, Miqdad pun memahami apa yang telah terjadi lalu segera mengajak prajurit tersebut untuk menemui komandan pasukan.

Di sanalah, Miqdad meluruskan segala persoalan yang menimpa prajurit tersebut. Penjelasan Miqdad yang terlihat begitu jujur dan tidak mengada-ngada itu membuat komandan pun sadar akan kesalahannya.

Komandan pun akhirnya meminta maaf kepada prajurit bawahannya. Permohonan maaf sang komandan yang tulus mampu itu akhirnya diterima oleh prajurit dan mau memaafkannya.

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com

Sosok Sahabat Nabi yang Ingin Jadi Miskin agar Masuk Surga Lebih Awal



Jakarta

Abdurrahman bin Auf namanya, ia adalah salah satu sahabat Nabi Muhammad SAW yang ingin menjadi miskin. Padahal, Abdurrahman dikaruniai harta yang melimpah oleh Allah SWT.

Mengutip buku Kisah 10 Pahlawan Surga yang disusun oleh Abu Zaein, perawakan Abdurrahman bin Auf dikatakan berpostur tinggi, berkulit putih dan halus. Ia berasal dari Bani Zuhrah, keturunan paman-paman Rasulullah SAW dari pihak ibu.

Dahulu, namanya adalah Abd Amr bin Abd Auf bin Al-Harits. Setelah masuk Islam, Nabi Muhammad SAW mengganti namanya menjadi Abdurrahman bin Auf.


Selain dikenal sebagai sosok pedagang sukses dan kaya raya, Abdurrahman bin Auf memiliki keluasan ilmu. Ia bahkan menghafal Al-Qur’an dan mencatat setiap wahyu yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW.

Tidak hanya kaya, Abdurrahman bahkan memberikan 200 uqiyah emas (1 uqiyah setara dengan 31 gram) untuk memenuhi kebutuhan logistik selama perang Tabuk. Ketika ada seruan berinfak dari Rasulullah SAW ia tidak pernah ragu menyumbangkan hartanya.

Meski memiliki harta yang berlimpah, Abdurrahman bin Auf berharap miskin. Dikutip dari buku Di Balik Takdir oleh Afsheena Moon, suatu ketika Nabi Muhammad SAW berkata bahwa Abdurrahman akan masuk surga terakhir karena terlalu kaya dan menyebabkan dirinya dihisab paling lama.

Mendengar hal itu, Abdurrahman bin Auf berpikir keras. Ia mencari cara bagaimana agar dirinya kembali menjadi miskin supaya bisa masuk surga lebih awal. Sebab, kekayaan yang dimilikinya membuat ia khawatir akan masuk surga paling akhir.

Abdurrahman bin Auf bahkan menyedekahkan separuh hartanya pada zaman nabi. Setelah itu, ia bersedekah lagi sampai 40.000 dinar yang mana kebanyakan harta bendanya diperoleh dari hasil perdagangan.

Menyadur dari buku 99+ Moslem Booster tulisan Malik al-Mughis, Abdurrahman bin Auf bertekad menjadi orang miskin. Setelah perang Tabuk, kurma di Madinah menjadi busuk karena ditinggalkan para sahabat untuk berperang. Ia berpikir ini menjadi salah satu cara untuk menjadikannya miskin.

Bahkan, Abdurrahman bin Auf menjual seluruh hartanya. Hasil dari penjualan itu ia gunakan untuk membeli kurma-kurma busuk di Madinah dengan harga yang tinggi.

Para sahabat merasa senang karena kurma-kurma busuk mereka laku dibeli. Sementara itu, Abdurrahman bin Auf merasa gembira karena mengira kali ini tujuannya untuk menjadi miskin pasti berhasil.

Tanpa disangka, datang kabar dari Negeri Yaman bahwa di sana penyakit menular yang berbahaya telah menyebar. Para tabib menganjurkan Raja Yaman mencari kurma-kurma busuk. Mereka meyakini kurma busuk itu sebagai penawar dari penyakit tersebut.

Lalu, datanglah seorang utusan Raja Yaman menghadap Abdurrahman bin Auf. Ia lalu membeli kurma-kurma busuk dari Abdurrahman. Utusan tersebut bahkan membayar Abdurrahman bin Auf 10 kali lipat dari harga kurma biasa.

Hal itu menggagalkan usaha Abdurrahman bin Auf untuk menjadi miskin. Alih-alih miskin, ia justru jadi lebih kaya 10 kali lipat dari sebelumnya.

Wallahu’alam bishawab.

(aeb/lus)



Sumber : www.detik.com

Kisah Sahabat Nabi yang Usil dan Buat Rasulullah Tertawa



Jakarta

Rasulullah SAW semasa hidupnya dikelilingi oleh para sahabat yang selalu setia menemani beliau. Salah satu sahabat Nabi SAW adalah Nu’aiman, pria yang dikenal jahil dan jenaka.

Nu’aiman merupakan sosok yang suka bercanda dan humoris. Karena kepribadiannya ini, tak jarang Nabi Muhammad SAW tertawa dibuatnya.

Mengutip buku Kisah-Kisah Inspiratif Sahabat Nabi tulisan Muhammad Nasrulloh, tingkah lucu Nu’aiman juga membuat siapapun didekatnya tersenyum. Nama lengkap Nu’aiman adalah Nu’aiman bin Ibnu Amr bin Raf’ah.


Kisah mengenai jahilnya Nu’aiman diceritakan dalam beberapa riwayat. Salah satunya diceritakan Abu as-Syaikh al-Ashbahani dalam Akhlaq an-Nabi wa Abdabuhu yang diterjemahkan Abdullah Mu’alim dengan bersandar pada riwayat Hisyam ibn Urwah dari ayahnya.

Kala itu, ada salah seorang Arab pedalaman yang berkunjung ke Masjid Nabawi dengan mengendarai unta. Ia lalu masuk menemui sang Rasul sementara itu, Hamzah ibn Abdul Muthalib yang juga berada di sana tengah duduk bersama Nu’aiman serta beberapa Muhajirin dan Anshar.

Mereka berkata kepada Nu’aiman, “Hebat, untanya itu gemuk. Maukah kamu menyembelihnya karena kita benar-benar ingin makan daging? Andaikan kamu melakukannya, pastilah Rasulullah SAW akan berutang untuk membayarnya, dan kita pun bisa makan daging,”

Mendengar itu Nu’aiman menjawab, “Tapi jika aku melakukannya dan kalian memberitahukan perbuatanku kepada Rasulullah SAW, pastilah beliau memarahiku,”

“Kamu (kami anggap) tidak melakukan apa-apa!” timpal mereka.

Nu’aiman kemudian bangkit dari duduknya dan tanpa pikir panjang menyembelih unta tersebut. Setelahnya, ia pergi dengan terburu-buru dan melewati seseorang bernama Miqdad bin Amru yang baru selesai menggali lubang.

“Wahai Miqdad, sembunyikanlah aku di dalam lubang ini. Tutupilah aku dan jangan tunjukkan tempatku kepada siapa pun karena aku telah melakukan sesuatu,” kata Nu’aiman.

Miqdad yang mendengar itu lalu menuruti Nu’aiman. Lalu, ketika orang Arab pedalaman itu selesai dengan urusannya dan keluar, dia berteriak histeris melihat untanya sudah mati.

Teriakan itu didengar oleh Rasulullah SAW. Beliau kemudian bertanya siapa yang melakukan hal tersebut.

Para sahabat kompak menjawab bahwa Nu’aiman yang melakukannya. Nabi SAW lalu bertanya lagi, “Ke manakah dia pergi?”

Setelah itu, Rasulullah SAW, Hamzah dan para sahabatnya yang lain pergi mencari Nu’aiman. Mereka juga mendatangi Miqdad dan bertanya di mana keberadaan Nu’aiman.

Miqdad hanya diam, Nabi Muhammad SAW lalu bersabda, “Beritahukanlah kepadaku di mana dia?”

“Aku tidak tahu apa-apa tentangnya,” jawab Miqdad sambil menunjuk ke tempat persembunyian Nu’aiman.

Maka beliau mengungkap persembunyian Nu’aiman dan bersabda, “Wahai musuh bagi dirinya sendiri, apakah yang telah mendorongmu melakukan perbuatanmu itu?”

Nu’aiman menjawab, “Demi Dia yang mengutusmu membawa kebenaran yang telah menyuruhku melakukannya adalah Hamzah dan teman-temannya. Mereka mengatakan begini dan begitu.”

Beliau pun meminta orang Arab pedalaman itu untuk merelakan untanya. Beliau bersabda, “Unta ini menjadi urusan kalian (harus kalian bayar),” Dan mereka pun memakannya.

Apabila Rasulullah SAW mengingat kelakuan Nu’aiman itu maka beliau tertawa sampai-sampai gigi gerahamnya terlihat.

Kisah tentang sosok Nu’aiman lainnya juga diceritakan dalam buku M Quraish Shihab Menjawab: 1001 Soal Keislaman Yang Patut Anda Ketahui dikisahkan. Nu’aiman bin Rufa’ah kerap pergi ke pasar untuk mengambil makanan atau buah yang disenanginya.

Lalu, tiba-tiba ia datang kepada Rasulullah SAW untuk memberikannya sambil berkata, “Ini hadiah dari saya untukmu,”

Tak lama setelahnya, penjual itu datang dan menagih uang atas makanan atau buah yang diambilnya. Nu’aiman lalu meminta Nabi SAW membayarnya, sang rasul lalu berkata, “Bukankah engkau telah menghadiahkannya kepadaku?”

Nu’aiman menjawab, “Benar, tetapi saya tidak memiliki harganya dan saya ingin agar engkau membayarnya (dan aku memakannya).”

Mendengar jawaban Nu’aiman, Rasulullah SAW tertawa. Lalu, ia membayar apa yang Nu’aiman ambil.

(aeb/rah)



Sumber : www.detik.com

Kisah Jabir bin Abdullah Bersama Unta Tuanya


Jakarta

Jabir bin Abdullah adalah salah satu sahabat Rasulullah SAW. Nama lengkapnya adalah Jabir bin Abdullah bin Haram bin Tsa’labah bin Ka’ab.

Mengutip buku Sejarah Hidup Para Penyambung Lidah Nabi yang ditulis oleh Imron Mustofa, Jabir bin Abdullah dilahirkan 16 tahun sebelum peristiwa hijrah, nasabnya berakhir pada Khajraj. Di tengah-tengah masyarakat waktu itu, ia dikenal dengan julukan Abu Abdillah Al-Anshari dan merupakan ahli fikih dan mufti Madinah pada masanya.

Jabir RA dikenal sebagai sahabat yang banyak meriwayatkan hadits dan ia dikaruniai umur yang panjang oleh Allah SWT hingga bisa menyaksikan kehidupan cucu Rasulullah SAW.


Dalam buku Fikih Sirah karya Said Ramadhan Al-Buthy disebutkan bahwa Rasulullah SAW sangat mengerti cobaan berat yang dipikul Jabir bin Abdullah RA dan keluarganya.

Ayah Jabir bin Abdullah merupakan salah seorang pejuang Islam yang syahid di medan Perang Uhud. Sehingga, sebagai anak sulung, Jabir RA harus memikul tanggung jawab untuk merawat dan menafkahi beberapa saudaranya.

Oleh karena itu, kehidupan Jabir bin Abdullah terbilang berat, dan hanya memiliki sedikit harta. Salah satu kisah perhatian Rasulullah SAW kepada Jabir yaitu saat Jabir tertinggal di belakang rombongan sahabat bersama untanya yang kurus dan lemah. Berikut kisah lengkap Jabir bin Abdullah dan untanya.

Kisah Jabir bin Abdullah dan Unta Tuanya

Mengutip kembali kisah dalam buku Sejarah Hidup Para Penyambung Lidah Nabi, kisah Jabir bin Abdullah dan Rasulullah SAW ini diawali saat Jabir bin Abdullah keluar bersama Rasulullah SAW pada Perang Dzat Ar-Riqa’, dari Nakhl dengan mengendarai seekor unta yang lemah.

Ketika Rasulullah SAW kembali dari Perang Dzat Ar-Riqa’, teman-temannya dapat berjalan dengan lancar. Sementara Jabir tertinggal di belakang, hingga beliau menyusulnya.

Beliau bersabda kepadanya, “Apa yang terjadi denganmu, wahai Jabir?” Jabir menjawab, “Wahai Rasulullah, untaku berjalan sangat pelan.”

Rasulullah SAW bersabda, “Suruh ia duduk.” Jabir pun mendudukkan untanya dan beliau juga mendudukkan untanya. Setelah itu Rasulullah SAW memerintahkan, “Berikan tongkatmu kepadaku!”

Lalu, Jabir pun mengerjakan perintah Rasulullah SAW dan beliau mengambil tongkat yang dimintanya, kemudian beliau menusuk lambung unta Jabir beberapa kali kemudian menyuruhnya, “Naikilah untamu!”

Jabir segera menaiki untanya. Kemudian, Jabir dibuat terkejut dengan untanya yang lemah secara tiba-tiba bisa menyalip unta Rasulullah SAW.

Jabir berkata, “Demi Allah, yang mengutus beliau dengan membawa kebenaran, untaku mampu menyalip unta beliau.”

Jabir dan Rasulullah SAW pun berbincang, kemudian Rasulullah SAW berkata, “Wahai Jabir, apakah engkau bersedia menjual untamu kepadaku?” Jabir menjawab, “Tidak wahai Rasulullah, tetapi aku menghibahkannya kepadamu.” Beliau menawarnya, “Juallah untamu ini kepadaku!”

Jabir menjawab, “Kalau begitu, hargailah untaku ini.” Rasulullah SAW bersabda, “Bagaimana kalau satu dirham?” Jabir menjawab, “Tidak, wahai Rasulullah. Kalau harganya seperti itu, engkau merugikan aku.”

Rasulullah SAW kembali menawarnya, “Dua dirham?” Jabir menjawab, “Aku tidak mau seharga itu, wahai Rasulullah.” Rasulullah SAW terus menaikkan penawaran hingga harga unta itu mencapai satu uqiyah (kira-kira setara dengan 40 dirham).

Jabir berkata, “Wahai Rasulullah, apakah engkau ridha dengan harga itu?” Beliau menjawab, “Ya.” Jabir berkata, “Kalau begitu unta ini menjadi milikmu.”

“Ya, aku telah terima,” jawab Rasulullah SAW. Lalu, Rasulullah SAW bertanya kepadanya, “Wahai Jabir, apakah engkau sudah menikah?” “Sudah, wahai Rasulullah,” jawab Jabir.

Rasulullah SAW kembali bertanya, “Dengan gadis ataukah janda?” “Dengan janda,” jawabnya. Rasulullah SAW bertanya kembali, “Kenapa engkau tidak menikahi gadis hingga engkau bisa bercanda dengannya dan ia bisa bercanda denganmu?”

Jabir menceritakan kepada Rasulullah SAW, “Ayahku gugur di Perang Uhud dan menginggalkan tujuh orang anak perempuan. Aku menikahi seorang wanita yang dewasa sehingga bisa mengurus dan mengasuh mereka.”

“Setibanya di Shirar (sebuah tempat kira-kira 5 km dari kota Madinah) nanti, aku perintahkan penyiapan unta untuk disembelih, kemudian kita adakan jamuan daging unta pada hari tersebut, hingga istrimu mendengar kabar tentang kita dan ia melepaskan bantalnya,” perintah Rasulullah SAW kepada Jabir.

“Aku tidak memiliki bantal wahai Rasulullah,” jawab Jabir. Rasulullah SAW berkata, “Engkau akan memilikinya, insya Allah. Karena itu, jika engkau telah tiba di rumahmu, maka lakukanlah perbuatan orang cerdik.”

Kedermawanan Rasulullah SAW kepada Jabir bin Abdullah

Sesampainya di Shirar, Rasulullah SAW memerintahkan para sahabat untuk menyiapkan unta yang kemudian akan disembelih. Jabir dan para sahabat mengadakan jamuan makan pada hari itu.

Sore harinya, Rasulullah SAW masuk ke dalam rumahnya dan para sahabat pun masuk rumah masing-masing. Jabir menceritakan sabda Rasulullah SAW ini kepada istrinya.

Kemudian, istrinya menyuruh Jabir untuk mangikuti sabda Nabi SAW tersebut dan berkata, “Lakukanlah itu, dengar dan taatlah.”

Esok paginya, Jabir membawa untanya, menuntun, dan mendudukkannya di depan pintu masjid Rasulullah SAW. Kemudian, ia duduk di dekat masjid.

Ketika Rasulullah SAW keluar dan melihatnya, beliau bersabda, “Apa ini?” Para sahabat menjawab, “Ini unta yang dibawa Jabir.” Beliau bertanya, “Di mana Jabir?”

Jabi pun dipanggil untuk menemui Rasulullah SAW, kemudian Rasulullah SAW berkata, “Wahai anak saudaraku, ambillah untamu, karena ia menjadi milikmu!”

Kemudian beliau memanggil Bilal dan berkata kepadanya, “Pergilah bersama Jabir, dan berikan kepadanya uang satu uqiyah!”

Jabir pergi bersama Bilal, dan kemudian Bilal memberinya uang satu uqiyah dan memberikan sedikit tambahan kepadanya. Betapa terpukaunya Jabir bin Abdullah pada kebaikan Rasulullah SAW.

Jabir menuturkan, “Demi Allah, pemberian beliau tersebut terus berkembang dan bisa dilihat tempatnya di rumahku, hingga aku mendapat musibah di Perang Al-Harrah belum lama ini.”

(inf/inf)



Sumber : www.detik.com

Abdullah ibn Al-Zubair, Muhajirin Pertama yang Lahir di Madinah


Jakarta

Pada masanya, masyarakat Madinah dibuat bahagia karena telah lahir seorang bayi pertama dari kaum Muhajirin. Bayi ini kemudian menjadi seorang sahabat Nabi SAW, yang juga merupakan anak dari seorang sahabat Nabi SAW, Al-Zubair ibn Al-Awwam ibn Khuwailid ibn Asad.

Nama lengkapnya adalah Abdullah ibn Al-Zubair bin Awwam bin Khuwailid bin Asas bin Abdil Uzza bin Qushay Al-Asadi. Ia dipanggil dengan julukan Abu Bakar, ada juga yang menyebutnya Abu Khubaib.

Kelahiran Abdullah ibn Al-Zubair

Mengutip buku Tarikh Khulafa Imam As-Suyuthi, Abdullah ibn Al-Zubair dilahirkan di Madinah dua puluh bulan setelah hijrahnya Rasulullah SAW. Ada juga yang mengatakan bahwa ia dilahirkan pada tahun 1 H.


Ia adalah anak Muhajirin pertama yang dilahirkan di Madinah setelah hijrah.

Dalam buku Ensiklopedia Biografi Sahabat Nabi diceritakan bahwa ketika Asma binti Abu Bakar melahirkan Abdullah ibn Al-Zubair, seluruh kaum muslim bersukacita. Mereka berkeliling di jalan-jalan kota Madinah.

Mereka merasa bahagia karena orang Yahudi pernah berkata, “Kami telah menyihir kalian.” Karenanya, tidak akan lahir seorang anak pun bagi mereka. Namun, Allah SWT mematahkan sihir dan celaan mereka ketika Asma melahirkan Abdullah ibn Al-Zubair.

Beberapa saat setelah kelahirannya, Rasulullah SAW mengolesi langit-langit mulutnya dengan sebutir kurma yang telah beliau kunyah, lalu memberinya nama Abdullah ibn Al-Zubair, yang kemudian dijuluki sebagai Abu Bakar, sesuai dengan nama kakeknya.

Abdullah ibn Al-Zubair adalah seorang sahabat nabi yang gemar berpuasa dan melakukan salat malam. Ia adalah seorang yang sangat memelihara silaturahmi dan sangat pemberani.

Ia membagi malamnya menjadi tiga bagian. Ia memiliki kebiasaan berdiri, rukuk, dan sujud semalaman dalam salat hingga pagi menjelang. Abdullah ibn Al-Zubair telah meriwayatkan hadits dari Rasulullah SAW sebanyak 33 buah.

Kehidupan Abdullah ibn Al-Zubair Dihabiskan dengan Sang Ibu

Merujuk sumber sebelumnya, saat telah memasuki usia dewasa, Abdullah ibn Al-Zubair selalu ikut serta dalam peperangan oleh ayahnya, Al-Zubair ibn Al-Awwam. Ayahnya mendidiknya menjadi perwira yang berani dan disiplin.

Namun Al-Zubair, ayahnya, berperangai kasar. Ia bersikap keras kepada wanita, terutama istrinya. Hingga suatu hari, Abdullah mendengar ibunya meminta tolong karena dipukul ayahnya. Ketika ia akan masuk kamar untuk menenangkan ibunya, ayahnya mengancam, “Jika kau berani masuk, ibumu aku talak.”

Abdullah tidak peduli dengan ancaman ayahnya. la masuk ke kamar ibunya sehingga jatuhlah talak kepada Asma. Setelah bercerai dengan Al-Zubair, Asma hidup bersama putranya, Abdullah ibn Al-Zubair.

Dengan segala upaya, ia mendidik dan menanamkan nilai-nilai kehormatan dan kemuliaan pada diri Abdullah. Ia sangat tidak suka jika Abdullah tumbuh menjadi orang yang mudah menyerah dan gampang patah. la harus menjadi laki-laki yang kuat dan teguh pendirian.

Kekhalifahan Abdullah ibn Al-Zubair

Merangkum kembali buku Tarikh Khulafa, di era kekhilafahan Abdullah ibn Al-Zubair, seluruh wilayah tunduk kepadanya, kecuali Syam dan Mesir. Kedua wilayah ini menyerahkan bai’at kepada Mu’awiyah bin Yazid.

Namun, masa itu tidak berlangsung lama, ketika Mu’awiyah meninggal, penduduk Syam dan Mesir mengalihkan kesetiaan mereka kepada Abdullah ibn Al-Zubair.

Abdullah ibn Al-Zubair juga merupakan penunggang kuda yang sangat tangkas pada masanya. Ia mengabadikan banyak kisah kepahlawanannya.

Abu Ya’la di dalam Musnadnya meriwayatkan dari Abdullah bin Zubair bahwa suatu ketika Rasulullah SAW berbekam. Setelah selesai Rasulullah SAW berkata kepadanya,

“Wahai Abdullah, bawalah darah ini dan pendamlah di suatu tempat yang tidak seorang pun melihatmu.”

Abdullah pun pergi lalu meminum darah bekas bekaman Rasulullah SAW itu. Setelah ia kembali, Rasulullah SAW bertanya, “Apa yang kaulakukan dengan darah itu, wahai Abdullah?” Ia menjawab, “Aku ingin menyembunyikannya di tempat yang paling tersembunyi dan telah kutaruh ia di tempat yang paling tersembunyi itu.”

Rasulullah SAW bertanya lagi, “Apakah engkau telah meminumnya?” Ia menjawab, “Ya.” Rasulullah SAW bersabda, “Manusia akan celaka karenamu dan engkau akan celaka karena manusia.” Orang-orang melihat bahwa kekuatan yang dimilikinya adalah berkat darah tersebut.

Abu Ya’la juga meriwayatkan dari Nauf Al-Bikali, bahwa ia berkata, “Sesungguhnya, kutemukan di Kitab Allah yang diturunkan bahwa Abdullah ibn Al-Zubair adalah khalifah yang paling tangkas menunggang kuda.”

Dalam riwayat lain, Mujahid berkata “Tidak ada pintu ibadah yang sukar ditembus oleh seseorang (artinya sangat sulit untuk dilakukan), kecuali Abdullah ibn Al-Zubair melakukannya. Suatu ketika, banjir menenggelamkan Ka’bah, tetapi ia tetap melakukan thawaf dengan berenang.”

Disebutkan pula bahwa orang yang pertama kali menutup Ka’bah dengan kain sutra adalah Abdullah ibn Al-Zubair. Kelambunya ia buat dari bulu dan kulit.

Abdullah ibn Al-Zubair juga memiliki seratus orang pelayan. Setiap pelayan memiliki logat bahasa sendiri dan Abdullah ibn Al-Zubair berbicara menggunakan logat bahasa mereka masing-masing.

Jika sedang melihatnya bicara tentang dunianya, Umar bin Qais selalu berkata, “Orang ini sama sekali tidak menginginkan Allah.” Namun, jika sedang melihatnya bicara tentang agama, ia selalu berkata, “Orang ini sama sekali tidak menginginkan dunia.”

(inf/inf)



Sumber : www.detik.com

Kisah Abdullah bin Amr yang Jasadnya Tetap Utuh setelah 46 Tahun Lamanya


Jakarta

Dalam sejarah Islam, terdapat kisah menakjubkan tentang Abdullah bin Amr, seorang sahabat Nabi Muhammad SAW yang gugur sebagai syahid dalam Perang Uhud. Jasad Abdullah bin Amr yang tetap utuh bahkan puluhan tahun setelah kematiannya menjadi salah satu keistimewaannya sebagai sahabat nabi.

Sebelum perang, Abdullah bin Amr merasa yakin bahwa ia akan gugur dalam pertempuran tersebut. Kisah jasad Abdullah bin Amr yang tetap utuh menjadi sebuah keajaiban yang menggambarkan betapa tinggi kedudukan beliau di sisi Allah SWT, bahkan setelah syahid. Inilah kisah jasad Abdullah bin Amr yang tetap utuh setelah 46 tahun lamanya.

Dibalik Kematian Abdullah bin Amr

Dikisahkan dalm buku Biografi 60 Sahabat Rasulullah SAW yang ditulis oleh Khalid Muhammad Khalid, ketika 73 orang kaum Anshar membaiat Rasulullah SAW dalam Baiat Aqabah II, Abdullah bin Amr bin Haram adalah salah seorang dari mereka.


Demikian juga, ketika Rasulullah SAW memilih beberapa yang terbaik dari mereka, Abdullah bin Amr adalah salah satu yang terpilih. Rasulullah SAW menunjuknya sebagai orang pilihan dari kaumnya, Bani Salamah.

Abdullah bin Amr menyerahkan dirinya, harta, dan keluarganya untuk mengabdi kepada Islam. Termasuk saat Perang Badar dan Perang Uhud, ia menunjukkan keberanian yang luar biasa.

Sebelum Perang Uhud, Abdullah bin Amr merasa yakin bahwa ia akan gugur dalam pertempuran tersebut. Hatinya terbang karena bahagia. Ia panggil anaknya, Jabir bin Abdullah, lalu berpesan kepadanya,

“Aku merasa yakin akan gugur dalam perang ini. Bahkan, mungkin aku akan menjadi muslim pertama yang menjadi syuhada. Demi Allah, aku tak meninggalkan seorang pun yang lebih aku cintai sesudah Rasulullah, melebihi dirimu. Sungguh aku memiliki utang maka bayarlah utangku dan berbuat baiklah kepada para saudaramu!”

Setelah Perang, Abdullah bin Amr adalah salah seorang yang pertama kali terbunuh. Jabir bin Abdullah, anaknya, turut serta ketika kaum muslimin mencari jasad para syuhada, termasuk jasad ayahnya di antara para syuhada.

Ia menemukan ayahnya di tengah-tengah tubuh para syuhada, yang jasadnya telah diperlakukan dengan kejam oleh kaum musyrikin sebagaimana yang dialami oleh para pahlawan lainnya.

Ketika Jabir dan beberapa keluarga menangisi sang syuhada Islam, Abdullah bin Amr bin Haram, Rasulullah SAW melihat mereka, lalu bersabda,

“Kalian tangisi atau tidak maka ia telah berada dalam naungan sayap-sayap para malaikat.”

Iman Abdullah bin Amr sangatlah kokoh. Cintanya kepada syahid di jalan Allah SWT adalah puncak harapan dan keinginannya. Suatu ketika, Rasulullah SAW memberitahukan suatu kabar besar yang menggambarkan keinginannya untuk menjadi syuhada.

Suatu hari Rasulullah SAW bersabda kepada Jabir putra Abdullah bin Amr,

“Wahai Jabir, Allah tidak pernah berfirman kepada seorang pun, kecuali dari balik tabir. Namun, Dia telah berfirman kepada ayahmu secara langsung. Dia berfirman kepada ayahmu:

“Wahai hamba-Ku, mintalah kepada-Ku, Aku pasti memberimu!”

Abdullah bin Amr berkata: “Wahai Tuhan, aku minta kepada-Mu agar Engkau kembalikan aku ke dunia untuk sekali lagi berperang di jalan-Mu.”

Allah SWT menjawab: “Sesungguhnya, Aku telah berfirman bahwa mereka tidak akan dikembalikan ke dunia.”

Abdullah bin “Amr berkata: ‘Kalau begitu, sampaikanlah nikmat yang Engkau anugerahkan kepada kami kepada orang-orang sesudahku!”

Selanjutnya, Allah SWT menurunkan surat Ali Imran ayat 169-170 berikut:

وَلَا تَحْسَبَنَّ الَّذِينَ قُتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ أَمْوَاتًا بَلْ أَحْيَاءٌ عِنْدَ رَبِّهِمْ يُرْزَقُونَ فَرِحِينَ بِمَا آتَاهُمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ وَيَسْتَبْشِرُونَ بِالَّذِينَ لَمْ يَلْحَقُوا بِهِمْ مِنْ خَلْفِهِمْ أَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ

“Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup di sisi Tuhannya dengan mendapat rezeki. Mereka dalam keadaan gembira disebabkan karunia Allah yang diberikan-Nya kepada mereka dan mereka bergirang hati terhadap orang-orang yang masih tinggal di belakang yang belum menyusul mereka bahwa tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati’.”

Jasad Abdullah bin Amr yang Tetap Utuh

Kisah jasad Abdullah bin Amr yang tetap utuh terjadi ketika kaum muslimin mulai mengenali para syuhada, keluarga Abdullah bin Amr pun berhasil menemukan jasadnya, istri Abdullah kemudian mengangkat jasad sang suaminya dan menaruhnya di atas unta, bersama dengan jasad saudara laki-lakinya yang juga syahid dalam pertempuran tersebut.

Sang istri membawa keduanya ke Madinah untuk dimakamkan di sana sebagaimana yang dilakukan oleh keluarga syuhada lainnya.

Namun, seorang utusan Rasulullah SAW menyusul mereka dan menyerukan perintah Rasulullah SAW,

“Makamkanlah para korban yang gugur di tempat mereka gugur!” Akhirnya, setiap dari mereka pun kembali dengan membawa pahlawan syahidnya. Nabi sendiri memimpin pemakaman para sahabat yang menjadi syuhada. Mereka yang telah menepati apa yang mereka janjikan dengan Allah, mengorbankan nyawa yang berharga dengan mendekatkan diri dan tawadhu kepada Allah dan Rasul-Nya.

Ketika tiba giliran Abdullah bin Amr untuk dimakamkan, Rasulullah SAW menyeru,

“Makamkanlah Abdullah bin ‘Amr dan ‘Amr bin Jamûh dalam satu liang karena saat di dunia mereka berdua saling mencintai dan saling setia!”

Sebagaimana dijelaskan dalam buku Kisah Karomah Para Wali Allah yang ditulis oleh Abul Fida’ Abdurraqib bin Ali Al-Ibi, Abdullah bin Amr memiliki ciri khas berkulit merah, berkepala botak, dan berpostur tinggi. Begitu pun dengan Amr bin Jamuh yang juga memiliki postur tubuh tinggi, sehingga keduanya dapat dikenali. Makam mereka terletak di area yang rawan terkena banjir. Akibatnya, ketika terjadi banjir, kuburan mereka terbongkar.

Ketika kubur mereka dibongkar, jasad mereka ditemukan masih dalam keadaan utuh. Kain kafan mereka masih dalam kondisi sempurna, bahkan luka di wajah Abdullah bin Amr masih tampak.

Saat anaknya, Jabir, mencoba menggeser tangannya dari luka, darah mengalir dengan deras. Namun, ketika tangannya dikembalikan ke posisi semula, darah berhenti mengalir. Jabir merasa bahwa ayahnya seolah tidur dengan tenang, tanpa ada perubahan.

Kain selimut yang digunakan sebagai kafan untuk menutupi wajahnya, masih dalam keadaan utuh. Begitu pula dengan mantel yang menyelimuti kedua kakinya. Padahal, sudah berlalu empat puluh enam tahun sejak saat itu.

Awalnya, Jabir berkeinginan untuk memindahkan makam ayahnya ke tempat lain. Namun, para sahabat Rasulullah SAW keberatan. Mereka berkata,

“Jangan melakukan perubahan sedikit pun dan jangan memindahkan mereka ke tempat lain. Hal itu karena tempat kubur mereka bisa dilewati oleh pipa sehingga bisa membahayakan.”

Mengenai kisah ini, Ibnu Sa’ad mengatakan,

“Kami mendapatkan cerita dari Amr bin Al-Haitsam Abu Qathan, dari Hisyam Ad-Dastawa’i, dari Abu Az-Zubair, dari Jabir Radhiyallahu Anhu, ia berkata, ‘Mayat para pahlawan yang gugur dalam Perang Uhud harus dibongkar ketika Khalifah Mu’awiyah membuat saluran mata air yang melewati tanah pekuburan mereka. Ketika kami bongkar, mayat-mayat mereka masih dalam keadaan utuh, padahal sudah berlangsung empat puluh tahun yang lalu. “

Ibnu Ishaq juga mengemukakan tentang kisah jasad Abdullah bin Amr yang tetap utuh ini, ia mengatakan,

“Aku mendapatkan cerita dari beberapa orang tua kaum Anshar. Mereka berkata, ‘Ketika Khalifah Mu’awiyah mengeluarkan kebijakan membuat mata air yang saluran pipanya harus melewati tanah pekuburan para pahlawan syahid yang gugur pada Perang Uhud, kami terpaksa melakukan pembongkaran terhadap kubur Amr bin Al-Jamuh dan Amr bin Abdullah Al-Anshari. Kami mendapati mayat mereka berdua masih utuh, termasuk kain kafan mereka yang masing-masing hanya berupa dua lembar selimut dan sepotong mantel. Sepertinya mereka baru saja dikubur kemarin’.”

(inf/inf)



Sumber : www.detik.com