Tag Archives: kisah

Sosok Kan’an, Putra Nabi Nuh AS yang Durhaka dan Pura-pura Beriman



Jakarta

Kan’an adalah salah putra dari Nabi Nuh AS. Ia merupakan anak yang durhaka dan menyembunyikan kebencian terhadap sang ayah dengan berpura-pura beriman.

Menukil dari buku Menengok Kisah 25 Nabi & Rasul karya Ustaz Fatih, Nuh AS memiliki empat orang putra. Putra pertamanya bernama Kan’an, putra kedua bernama Yafith, ketiga bernama Sam dan keempat bernama Ham.

Suatu hari, Nabi Nuh AS memerintahkan kaumnya untuk naik ke bahtera. Ia juga membawa hewan-hewan naik ke bahtera tersebut agar selamat dari azab yang Allah SWT ditimpakan.


Kala itu, Allah SWT mengazab kaum Nabi Nuh AS yaitu bani Rasib seperti dijelaskan dalam Qashash al-Anbiyaa oleh Ibnu Katsir yang diterjemahkan Umar Mujtahid. Mereka memperlakukan Nuh AS dengan kasar dan menyekutukan sang Khalik hingga akhirnya Allah SWT menurunkan banjir bandang yang luar biasa dahsyatnya.

Allah SWT berfirman dalam surah Al Ankabut ayat 14-15,

وَلَقَدْ اَرْسَلْنَا نُوْحًا اِلٰى قَوْمِهٖ فَلَبِثَ فِيْهِمْ اَلْفَ سَنَةٍ اِلَّا خَمْسِيْنَ عَامًا ۗفَاَخَذَهُمُ الطُّوْفَانُ وَهُمْ ظٰلِمُوْنَ ١٤
فَاَنْجَيْنٰهُ وَاَصْحٰبَ السَّفِيْنَةِ وَجَعَلْنٰهَآ اٰيَةً لِّلْعٰلَمِيْنَ ١٥

Artinya: “Sungguh, Kami benar-benar telah mengutus Nuh kepada kaumnya, lalu dia tinggal bersama mereka selama seribu tahun kurang lima puluh tahun. Kemudian, mereka dilanda banjir besar dalam keadaan sebagai orang-orang zalim. Maka, Kami selamatkan Nuh dan para penumpang bahtera serta Kami jadikannya sebagai pelajaran bagi alam semesta.”

Kan’an enggan ikut dengan sang ayah meski Nabi Nuh AS sudah memintanya. Ini diceritakan dalam firman Allah SWT dalam surah Hud ayat 42-43,

وَهِىَ تَجْرِى بِهِمْ فِى مَوْجٍ كَٱلْجِبَالِ وَنَادَىٰ نُوحٌ ٱبْنَهُۥ وَكَانَ فِى مَعْزِلٍ يَٰبُنَىَّ ٱرْكَب مَّعَنَا وَلَا تَكُن مَّعَ ٱلْكَٰفِرِينَ قَالَ سَـَٔاوِىٓ إِلَىٰ جَبَلٍ يَعْصِمُنِى مِنَ ٱلْمَآءِ ۚ قَالَ لَا عَاصِمَ ٱلْيَوْمَ مِنْ أَمْرِ ٱللَّهِ إِلَّا مَن رَّحِمَ ۚ وَحَالَ بَيْنَهُمَا ٱلْمَوْجُ فَكَانَ مِنَ ٱلْمُغْرَقِينَ

Artinya: “Dan bahtera itu berlayar membawa mereka dalam gelombang laksana gunung. Dan Nuh memanggil anaknya, sedang anak itu berada di tempat yang jauh terpencil: “Hai anakku, naiklah (ke kapal) bersama kami dan janganlah kamu berada bersama orang-orang yang kafir,”

Anaknya menjawab: “Aku akan mencari perlindungan ke gunung yang dapat memeliharaku dari air bah!”

Nuh berkata: “Tidak ada yang melindungi hari ini dari azab Allah selain Allah (saja) Yang Maha Penyayang.”

Dan gelombang menjadi penghalang antara keduanya; maka jadilah anak itu termasuk orang-orang yang ditenggelamkan.” (QS. Hud: 42-43)

Dikisahkan dalam buku Insan Pilihan Tuhan tulisan M Arief Hakim, Kan’an tidak mendengar sang ayah dan mendaki ke atas gunung untuk menyelamatkan diri tanpa rasa takut. Air terus mengejarnya sampai ke puncak gunung.

Putra Nuh AS berpikir dia akan selamat namun nyatanya air bah menelan Kan’an dan ia tenggelam dalam pusaran air yang dahsyat bersama kaum Nuh AS yang zalim. Dalam keadaan seperti itu, Nabi Nuh AS memohon kepada Allah SWT agar putranya diselamatkan seperti disebutkan pada surah Hud ayat 45,

وَنَادَىٰ نُوحٌ رَّبَّهُۥ فَقَالَ رَبِّ إِنَّ ٱبْنِى مِنْ أَهْلِى وَإِنَّ وَعْدَكَ ٱلْحَقُّ وَأَنتَ أَحْكَمُ ٱلْحَٰكِمِينَ

Artinya: “Dan Nuh berseru kepada Tuhannya sambil berkata: “Ya Tuhanku, sesungguhnya anakku termasuk keluargaku, dan sesungguhnya janji Engkau itulah yang benar. Dan Engkau adalah Hakim yang seadil-adilnya.”

Lalu, Allah SWT menjawab dalam firman-Nya pada surah Hud ayat 46,

قَالَ يَٰنُوحُ إِنَّهُۥ لَيْسَ مِنْ أَهْلِكَ ۖ إِنَّهُۥ عَمَلٌ غَيْرُ صَٰلِحٍ ۖ فَلَا تَسْـَٔلْنِ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِۦ عِلْمٌ ۖ إِنِّىٓ أَعِظُكَ أَن تَكُونَ مِنَ ٱلْجَٰهِلِينَ

Artinya: “Allah berfirman: “Hai Nuh, sesungguhnya dia bukanlah termasuk keluargamu (yang dijanjikan akan diselamatkan), sesungguhnya (perbuatan)nya perbuatan yang tidak baik. Sebab itu janganlah kamu memohon kepada-Ku sesuatu yang kamu tidak mengetahui (hakekat)nya. Sesungguhnya Aku memperingatkan kepadamu supaya kamu jangan termasuk orang-orang yang tidak berpengetahuan.”

Kisah Kan’an, putra Nabi Nuh AS, yang ingkar terhadap ayat-ayat Allah SWT semoga menjadi pelajaran bagi kita semua. Semoga kita tidak termasuk ke dalam golongan orang-orang yang ingkar. Naudzubillah min dzalik.

(aeb/inf)



Sumber : www.detik.com

Cerita Uzair Hidup Lagi setelah Mati 100 Tahun



Jakarta

Ada satu kisah dalam Al-Qur’an yang menceritakan sosok Uzair hidup lagi usai 100 tahun mati. Kisah ini menjadi bukti tanda-tanda kebesaran Allah SWT.

Kisah mengenai Uzair diceritakan dalam Al-Qur’an surah Al Baqarah ayat 259. Allah SWT berfirman:

أَوْ كَٱلَّذِى مَرَّ عَلَىٰ قَرْيَةٍ وَهِىَ خَاوِيَةٌ عَلَىٰ عُرُوشِهَا قَالَ أَنَّىٰ يُحْىِۦ هَٰذِهِ ٱللَّهُ بَعْدَ مَوْتِهَا ۖ فَأَمَاتَهُ ٱللَّهُ مِا۟ئَةَ عَامٍ ثُمَّ بَعَثَهُۥ ۖ قَالَ كَمْ لَبِثْتَ ۖ قَالَ لَبِثْتُ يَوْمًا أَوْ بَعْضَ يَوْمٍ ۖ قَالَ بَل لَّبِثْتَ مِا۟ئَةَ عَامٍ فَٱنظُرْ إِلَىٰ طَعَامِكَ وَشَرَابِكَ لَمْ يَتَسَنَّهْ ۖ وَٱنظُرْ إِلَىٰ حِمَارِكَ وَلِنَجْعَلَكَ ءَايَةً لِّلنَّاسِ ۖ وَٱنظُرْ إِلَى ٱلْعِظَامِ كَيْفَ نُنشِزُهَا ثُمَّ نَكْسُوهَا لَحْمًا ۚ فَلَمَّا تَبَيَّنَ لَهُۥ قَالَ أَعْلَمُ أَنَّ ٱللَّهَ عَلَىٰ كُلِّ شَىْءٍ قَدِيرٌ


Artinya: “Atau apakah (kamu tidak memperhatikan) orang yang melalui suatu negeri yang (temboknya) telah roboh menutupi atapnya. Dia berkata: “Bagaimana Allah menghidupkan kembali negeri ini setelah hancur?” Maka Allah mematikan orang itu seratus tahun, kemudian menghidupkannya kembali. Allah bertanya: “Berapakah lamanya kamu tinggal di sini?” Ia menjawab: “Saya tinggal di sini sehari atau setengah hari”. Allah berfirman: “Sebenarnya kamu telah tinggal di sini seratus tahun lamanya; lihatlah kepada makanan dan minumanmu yang belum lagi beubah; dan lihatlah kepada keledai kamu (yang telah menjadi tulang belulang); Kami akan menjadikan kamu tanda kekuasaan Kami bagi manusia; dan lihatlah kepada tulang belulang keledai itu, kemudian Kami menyusunnya kembali, kemudian Kami membalutnya dengan daging”. Maka tatkala telah nyata kepadanya (bagaimana Allah menghidupkan yang telah mati) diapun berkata: “Saya yakin bahwa Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.”

Menukil buku Ia Hidup Kembali Setelah Mati 100 Tahun yang ditulis Ustaz Ahmad Zacky El-Syafa, Uzair adalah seorang pemuda saleh dan bijak. Suatu hari ia pulang ke kampung halamannya setelah mengembara.

Saat Uzair melewati sebuah bangunan yang sudah rusak, ia memutuskan masuk ke dalam bangunan itu untuk beristirahat. Setelah itu, Uzair memeras anggur dan meletakkannya dalam bejana, ia juga mengeluarkan roti dan memasukkannya dalam bejana yang isinya perasan anggur lalu memakannya.

Kemudian, Uzair merebahkan punggungnya dan meletakkan kedua kakinya pada dinding bangunan. Seraya memandangi atap rumah dan sekitarnya, Uzair menyaksikan bahwa penghuni rumah itu sudah hancur dan binasa, karena di sana terdapat tulang belulang manusia yang berserakan.

Uzair berpikir, bagaimana cara Allah SWT menghidupkan kembali negeri yang sudah hancur? Pikiran tersebut bukan keraguan, melainkan wujud kontemplasi atas kekuasaan Sang Khalik. Sebab, Allah SWT adalah Tuhan yang Maha Kuasa.

Mendengar pikiran Uzair, maka Allah SWT memerintahkan malaikat maut untuk mencabut nyawa Uzair. Pemuda itu lalu tertidur selama seratus tahun lamanya.

Setelah bangun, Allah SWT kembali menghidupkan Uzair. Malaikat lalu bertanya kepadanya, “Berapa lamakah engkau tinggal di sini?”

Uzair menjawab, “Aku tinggal di sini sehari atau setengah hari,”

Malaikat berkata, “Sesungguhnya engkau telah tinggal di sini selama seratus tahun. Lihatlah makanan dan minumanmu,”

Makanan yang berupa roti dan minuman itu masih berupa seperti semula, tidak mengalami perubahan meski seratus tahun telah berlalu. Ini sesuai dengan firman Allah SWT pada surah Al Baqarah ayat 259.

Selanjutnya, malaikat meminta Uzair melihat ke arah keledainya atau hewan yang ia tunggangi. Hewan tersebut telah berubah menjadi tulang belulang.

Kemudian, malaikat menyeru kepada tulang belulang keledai itu sampai akhirnya kembali hidup atas kuasa Allah SWT. Uzair yang menyaksikan hal itu sangat terkejut.

Setelah itu, Uzair bersama keledainya berjalan menuju rumahnya yang lama. Sepanjang perjalanan menuju rumahnya, Uzair melihat banyak orang asing yang tidak mengenalnya.

Sesampainya di rumah, Uzair menemui seorang wanita tua yang usianya sekitar 120 tahun. Berbeda dengan Uzair yang usianya 140 tahun tapi wujud tubuhnya masih seperti pemuda berusia 40 tahun.

Uzair bertanya kepada wanita tua itu apakah benar ia berada di rumahnya. Wanita itu menjawab, “Benar, ini memang rumah Uzair,”

Ia lalu menangis dan berkata, “Aku tidak pernah menemukan seorang pun yang masih mengingat Uzair.”

“Akulah Uzair. Allah SWT mematikan aku selama seratus tahun, kemudian Dia membangkitkan aku kembali,” ujar Uzair.

Wanita itu berkata, “Maha Suci Allah. Sesungguhnya kami telah kehilangan Uzair sejak seratus tahun lalu dan kami tidak pernah mendengar namanya.”

“Aku ini adalah Uzair,” kata Uzair menegaskan.

Wanita itu mengatakan, “Sesungguhnya Uzair adalah orang yang doanya dikabulkan oleh Allah. Ia senantiasa mendoakan untuk kesembuhan bagi orang yang tengah sakit. Maka doakan aku agar Allah menyembuhkan dan mengembalikan pandangan mataku sehingga aku dapat melihatmu. Jika engkau benar-benar Uzair, tentu aku akan mengenalmu.”

Uzair pun lantas berdoa kepada Allah dan mengusapkan tangannya pada kedua kelopak mata wanita itu. Dengan kuasa Allah SWT, mata wanita tersebut yang sebelumnya tidak bisa melihat tiba-tiba sembuh dan melihat kembali. Uzair berkata, “Bangunlah dengan izin Allah.”

Wanita itu bangkit dan berkata, “Aku bersaksi bahwa engkau benar-benar Uzair.”

Dikisahkan dalam buku Agar Doa Dikabulkan Allah karya Manshur Abdul Hakim, wanita tua itu pergi ke tempat bani Israil berkumpul dan bermain. Anak Uzair sudah berusia 118 tahun dan cucu-cucunya sudah tua.

“Ini Uzair telah datang kepada kalian,” kata wanita tersebut.

Mulanya, mereka tidak percaya. Wanita tua itu kembali berkata, “Aku budak perempuan kalian. Ia telah berdoa untukku kepada Tuhan sehingga penglihatanku kembali seperti sedia kala dan kakiku dapat berjalan kembali. Ia mengaku bahwa Allah telah mematikannya selama 100 tahun dan menghidupkannya kembali.”

Mendengar itu, orang-orang melihat Uzair dengan takjub. Sebab, wujud Uzair kembali muda padahal usianya sudah seratus lebih.

Lalu, salah satu anak Uzair berkata, “Bapakku memiliki tanda hitam di antara dua bahunya.”

Uzair kemudian menyingkap bahunya dan tanda itu ada. Akhirnya, Uzair hidup dalam keadaan muda bersama anak-anak dan cucu-cucunya yang sudah tua.

Sebagian mengatakan Uzair seorang nabi. Namun disebutkan dalam Ensiklopedia Al-Qur’an & Hadis Per Tema susunan Yusni Amru Ghazali dkk, terdapat hadits yang menyebut bahwa Nabi Muhammad SAW tidak tahu menahu mengenai apakah Uzair seorang nabi atau bukan.

Dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda,

“Aku tidak tahu apakah Tubba’ adalah orang yang terlaknat atau tidak, dan aku tidak tahu apakah Uzair adalah seorang nabi atau bukan.” (HR Abu Daud)

Wallahu a’lam

(aeb/kri)



Sumber : www.detik.com

Kisah Rasulullah Saksikan Perdebatan Malaikat soal Kafarat dan Derajat



Jakarta

Malaikat pernah saling berdebat tentang dua hal, kafarat (pelebur dosa) dan derajat. Perdebatan ini disaksikan Rasulullah SAW.

Kisah Rasulullah SAW menyaksikan perdebatan malaikat diceritakan dalam sebuah riwayat dari Ibnu Abbas RA yang terdapat dalam Sunan at-Tirmidzi dan Musnad Ahmad.

Rasulullah SAW kala itu didatangi Tuhan dalam wujud paling indah. Beliau awalnya tidak mengetahui apa yang terjadi di alam malaikat. Namun, setelah Tuhan memberikan kuasa-Nya, barulah beliau mengetahuinya.


Beliau SAW bersabda, “Malam ini, aku didatangi Tuhanku dalam wujud yang paling indah kemudian Dia bertanya, ‘Wahai Muhammad, apakah engkau tahu apa yang diperdebatkan oleh al-Mala’ al-A’la?’ Aku menjawab, ‘Tidak.’

Kemudian Dia letakkan tangan di atas pundakku hingga aku merasakan dinginnya tangan itu di dadaku. Tiba-tiba aku bisa mengetahui apa yang ada di langit dan di bumi. Selanjutnya, Dia bertanya, ‘Wahai Muhammad, apakah engkau tahu apa yang diperdebatkan oleh al-Mala’ al-A’la?’

Aku pun menjawab, ‘Iya. Mereka berdebat tentang kafarat (pelebur dosa) dan derajat. Kafarat adalah tetap berada di masjid sesudah salat, berjalan kaki menuju salat berjamaah, dan menyempurnakan wudhu pada waktu yang tidak menyenangkan.’

Dia berfirman, ‘Engkau benar wahai Muhammad. Siapa yang melakukan semua ini maka ia akan hidup dengan baik dan mati dengan baik. Ia bebas dari kesalahan seperti hari ketika ia dilahirkan oleh ibunya.’

Dia berfirman, ‘Wahai Muhammad, jika engkau salat, bacalah: Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepadamu (kemampuan untuk) melakukan kebaikan, meninggalkan kemungkaran, mencintai kaum miskin, Engkau ampuni aku dan kasihi aku lalu Engkau terima tobatku. Jika Engkau menghendaki fitnah terhadap hamba-Mu, ambillah nyawaku aku kepada-Mu tanpa mengalami fitnah.’

Adapun derajat adalah menyebarkan salam, memberikan makanan, dan salat pada malam hari ketika orang-orang sedang tidur’.”

Hadits tersebut turut dinukil Umar Sulaiman Abdullah Al-Asyqar dalam ‘Alam al-Mala’ikah al-Abrar dan Alam al-Jinn wa asy-Syayathin yang diterjemahkan Kaserun AS. Rahman.

Muhaddits Imam Ibnu Katsir menilai hadits tersebut sebagai hadits tentang mimpi yang populer. Ia berkata, “Siapa yang menganggapnya sebagai cerita dalam keadaan jaga maka ia salah.”

Hadits yang terdapat dalam Sunan diriwayatkan dari berbagai jalur. Imam at-Tirmidzi juga meriwayatkannya dari Jahdham bin Abdullah al-Yamamami Bih.

Al-Hasan menyatakannya hadits shahih. Ia menjelaskan, maksud perdebatan malaikat dalam hadits di atas bukanlah perdebatan sebagaimana firman Allah SWT dalam surah Sad ayat 69-70,

مَا كَانَ لِيَ مِنْ عِلْمٍۢ بِالْمَلَاِ الْاَعْلٰٓى اِذْ يَخْتَصِمُوْنَ ٦٩ اِنْ يُّوْحٰىٓ اِلَيَّ اِلَّآ اَنَّمَآ اَنَا۠ نَذِيْرٌ مُّبِيْنٌ ٧٠

Artinya: “Aku tidak mempunyai pengetahuan sedikit pun tentang malaikat langit ketika mereka berbantah-bantahan. Tidaklah diwahyukan kepadaku, kecuali aku hanyalah seorang pemberi peringatan yang nyata.”

Wallahu a’lam.

(kri/erd)



Sumber : www.detik.com

Kala Rasulullah Mengimami Para Nabi Salat di Baitul Maqdis



Jakarta

Ada banyak kisah gaib yang diceritakan dalam hadits shahih. Salah satunya saat Rasulullah SAW mengimami para nabi terdahulu di Baitul Maqdis.

Kisah ini diceritakan Umar Sulaiman Al-Asyqar dalam Qashash al Ghaib fii Shahih Al Hadits An-Nabawi yang diterjemahkan Asmuni dengan bersandar hadits riwayat Muslim dan lainnya.

Diceritakan, peristiwa Rasulullah SAW mengimami para nabi terjadi pada malam Isra Miraj, perjalanan spiritual Nabi Muhammad SAW dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa (Baitul Maqdis) dan berlanjut ke Sidratul Muntaha melewati setiap lapisan langit. Dalam perjalanan itu, Rasulullah SAW menunggangi Buraq yang memiliki kecepatan luar biasa.


Ketika tiba di Baitul Maqdis, Rasulullah SAW menambatkan Buraqnya di tempat yang biasa digunakan para nabi terdahulu. Kemudian beliau masuk masjid dan menunaikan salat dua rakaat.

فَرَكِبْتُهُ حَتَّى أَتَيْتُ بَيْتَ الْمَقْدِسِ، قَالَ: فَرَبَطْتُهُ بِالْحَلْقَةِ الَّتِي يَرْبُطُ بِهَا الْأَنْبِيَاءُ، قَالَ: ثُمَّ دَخَلْتُ الْمَسْجِدَ، فَصَلَّيْتُ فِيْهِ رَكْعَتَيْنِ

Artinya: “Aku menungganginya hingga aku sampai di Baitul Maqdis.” Beliau bersabda, “Lalu aku menambatkannya pada tambatan yang sering dijadikan tempat tambatan oleh para nabi.” Beliau bersabda, “Kemudian aku masuk masjid dan menunaikan salat dua rakaat di dalamnya.” (HR Muslim dari Anas)

Ibnu Hajar dalam Fath Al-Bari mengatakan, Allah SWT mengumpulkan para nabi dan Rasulullah SAW salat bersama mereka sebagai imam di sana. Hal ini mengacu pada riwayat Abu Sa’id yang dikeluarkan Al-Baihaqi,

حَتَّى أَتَيْتُ بَيْتَ الْمَقْدِسِ، فَأَوْتَقْتُ دَابَّتِي بِالْحَلْقَةِ الَّتِي كَانَتِ الْأَنْبِيَاء ترْبُطُ وَفِيْهِ – فَدَخَلْتُ أَنَا وَجِبْرِيلُ بَيْتَ الْمَقْدِسِ فَصَلَّى كَلُّ وَاحِدٍ مِنَّا رَكْعَتَيْنِ

Artinya: “Sehingga aku tiba di Baitul Maqdis. Aku ikat binatang tungganganku pada kaitan di mana para nabi mengikat (binatang tunggangannya), di dalamnya aku bersama Jibril masuk ke dalam Baitul Maqdis dan masing-masing kami menunaikan salat dua rakaat.”

Abu Ubaidah bin Abdullah bin Mas’ud turut meriwayatkan hal serupa dari ayahnya namun ditambah redaksi berikut,

ثُمَّ دَخَلْتُ الْمَسْجِدَ، فَعَرَفْتُ النَّبِيِّينَ مِنْ بَيْنِ قَائِمٍ وَرَاكِعِ وَسَاحِدٍ، ثُمَّ أَقِيمَتِ الصَّلَاةُ فَأَمَّمْتُهُمْ

Artinya: “Kemudian aku masuk ke dalam masjid sehingga aku mengetahui para nabi yang sedang berdiri, yang sedang ruku’ dan yang sedang sujud. Kemudian dikumandangkan iqamah untuk menunaikan shalat lalu aku jadi imam mereka.”

Sedangkan dalam riwayat yang dikeluarkan Ibnu Abi Hatim dari Yazid bin Abu Malik dari Anas dikatakan saat muazin mengumandangkan azan dan iqamah salat, para jemaah berdiri bershaf-shaf menunggu siapa yang akan menjadi imam. Tiba-tiba Malaikat Jibril menarik tangan Rasulullah SAW dan menjadikan beliau berada paling depan dan salat bersama mereka.

Imam Muslim turut mengeluarkan hadits dari riwayat Ibnu Mas’ud bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Tibalah waktu salat sehingga aku menjadi imam mereka.”

Ibnu Abbas turut meriwayatkan dengan redaksi, “Ketika Nabi SAW tiba di Masjid Aqsa beliau langsung menunaikan salat. Tiba-tiba para nabi seluruhnya menunaikan salat bersama beliau.” (HR Ahmad)

Setelah Rasulullah SAW menunaikan salat, beliau keluar masjid.

Wallahu a’lam.

(kri/inf)



Sumber : www.detik.com

Kisah Laki-laki Hanya Punya Satu Amal Saleh Selama Hidup tapi Masuk Surga



Jakarta

Ada suatu kisah tentang hamba Allah yang selama hidupnya tidak memiliki amal saleh, kecuali satu kebaikan saja, sampai malaikat maut menjemputnya. Meski demikian, Allah SWT memasukkannya ke surga.

Kisah ini diceritakan dalam hadits yang diriwayatkan Bukhari dalam kitab Ahadisil Anbiya’ dari Hudzaifah. Hudzaifah mendengar Rasulullah SAW bersabda bahwa ada seorang laki-laki dari umat terdahulu yang didatangi oleh malaikat maut untuk mencabut nyawanya. Laki-laki itu ditanya tentang amalnya semasa hidup.

Beliau SAW bersabda, “Dia ditanya, ‘Adakah kebaikan yang kamu lakukan?’ Dia menjawab, ‘Tidak tahu.’ Dikatakan kepadanya, ‘Lihatlah.’ Dia menjawab, ‘Aku tidak mengetahui apa pun. Hanya saja di dunia aku berjual-beli dengan orang-orang dan membalas mereka. Lalu aku memberi kesempatan kepada orang yang mampu dan memaafkan orang yang kesulitan.’ Maka Allah memasukkannya ke surga.”


Dalam Shahih Bukhari dalam Kitabul Buyu’ terdapat riwayat Hudzaifah yang menyebut, “Para malaikat menerima roh seorang laki-laki dari kalangan umat sebelum kalian. Mereka bertanya, ‘Apakah kamu melakukan suatu kebaikan?’ Dia menjawab, ‘Aku memerintahkan para pegawaiku agar memberi kesempatan kepada orang yang mampu dan memaafkan orang yang tidak mampu.’ Maka mereka memaafkannya.”

Abu Hurairah turut meriwayatkan dengan redaksi sedikit berbeda. Dikatakan, “Ada seorang saudagar yang memberi utang kepada orang-orang. Jika dia melihat seseorang dalam kesulitan, dia berkata kepada pegawainya, ‘Maafkanlah dia, mudah-mudahan Allah memaafkan kita.’ Maka Allah memaafkannya.”

Riwayat-riwayat di atas dinukil ‘Umar Sulaiman al-Asyqar dalam Kisah-kisah Shahih dalam Al-Qur’an dan Sunnah (Edisi Indonesia terjemahan Tim Pustaka ELBA). Ia menjelaskan, pelajaran yang dipetik dari hadits tersebut berupa luasnya rahmat Allah SWT. Hanya dengan amal yang sedikit, seorang hamba bisa mendapatkan pahala besar. Buktinya laki-laki tersebut diampuni dan dimaafkan oleh Allah SWT hanya dengan amalan kecil.

Lebih lanjut ia menjelaskan, seorang hamba mukmin tidak dikafirkan hanya karena melakukan dosa besar. Dari kisah tersebut, laki-laki itu tidak melakukan kebaikan kecuali amal dalam muamalahnya. Dia meninggalkan kewajiban-kewajiban tapi Allah SWT mengampuni dosa dan memaafkannya.

Wallahu a’lam.

(kri/lus)



Sumber : www.detik.com

Kisah Burung Elang, Nabi Sulaiman AS dan Pemilik Pohon



Jakarta

Para nabi diberikan mukjizat oleh Allah SWT, termasuk Nabi Sulaiman AS yang dapat mengerti bahasa hewan. Ia pernah mendengar keluhan dari seekor burung elang.

Kisah ini diceritakan dalam buku Dahsyatnya Taubat: 42 Kisah orang yang Bertobat karya Isnaini Fuad.

Diceritakan, seekor burung elang mengadu kepada Nabi Sulaiman AS. Ia berkata, “Seorang pemilik pohon bernama Fulan telah merampas anak-anakku di tempat aku bersarang di pohon miliknya itu.”


Pengaduan burung elang ini diterima oleh Nabi Sulaiman AS. Selanjutnya, pemilik pohon tersebut dipanggil serta diberi peringatan untuk tidak lagi mengganggu anak-anak burung elang yang bersarang di pohonnya.

Nabi Sulaiman AS juga memerintahkan dua setan untuk menjaga anak-anak burung elang itu dari gangguan pemilik pohon. Jika pemilik pohon mengulangi perbuatannya dengan mengambil anak-anak burung elang tadi, kedua setan ini hendaknya tidak segan-segan untuk membantingnya ke tanah dan membelah tubuhnya menjadi dua. Satu bagian dibuang ke arah timur sedangkan bagian tubuh yang lain dibuang ke arah barat.

Untuk sementara waktu, peringatan Nabi Sulaiman ini dipatuhi si pemilik pohon. Namun, pada tahun berikutnya pria tersebut melanggar peringatan Nabi Sulaiman. Ia kembali mengambil anak-anak burung elang yang bersarang di pohonnya. Tiap kali sebelum ia melaksanakan niatnya, tiba-tiba datang seorang fakir miskin yang meminta sedekah darinya.

Si pemilik pohon ini merasa kasihan kepada fakir miskin itu. Akhirnya, ia memberikan sepotong roti kepada fakir miskin tadi. Setelah memberikan sedekah, si pemilik pohon kembali melaksanakan niatnya untuk mengambil anak-anak burung elang itu hingga selesai.

Akibat perbuatannya ini, untuk kedua kalinya burung elang mengadu kepada Nabi Sulaiman tentang perampasan anak-anaknya oleh si pemilik pohon.

Berdasarkan laporan burung elang itu, Nabi Sulaiman memanggil dua setan yang disuruhnya menjaga anak-anak burung elang yang bersarang dipohon tersebut. Ia heran mengapa mereka sampai teledor berjaga, sehingga si pemilik pohon dapat mengambil anak-anak burung elang.

Dengan teguran keras Nabi Sulaiman berkata kepada kedua setan itu,”Kenapa kalian mengabaikan tugas dariku?”

Kedua setan menjawab, “Wahai Khalifah Allah, maafkanlah kami. Kami telah melihat perbuatan si pemilik pohon itu dan hendak melaksanakan tugas untuk membunuh orang itu. Namun, sebelum melaksanakannya, kami keburu ditangkap oleh dua malaikat yang disuruh Allah SWT.

Kedua malaikat ini melemparkan kami secara terpisah, satu dilemparkan ke timur dan yang lain dilempar ke barat. Rencana kami untuk membelah tubuh si pemilik pohon pun jadi gagal.

Ini semua akibat sepotong roti yang disedekahkan si pemilik pohon kepada seorang fakir miskin sebelum ia memanjat pohon yang ada sarang burungnya.”

Nabi Sulaiman lalu memanggil si pemilik pohon itu dan menceritakan kejadian yang diceritakan dua setan tadi. Setelah mendengar keterangan dari Nabi Sulaiman, dengan penuh penyesalan si pemilik pohon menyatakan tidak akan mengulangi perbuatannya mengambil anak burung dari sarangnya.

Ia baru menyadari tentang hikmah yang terkandung dalam sedekah yang begitu agung. Dengan kejadian tersebut ia semakin dermawan dan banyak bersedekah untuk jalan yang makruf, juga semakin menyayangi binatang.

Wallahu a’lam.

(dvs/kri)



Sumber : www.detik.com

Kisah Habib al-‘Ajami, Rentenir yang Bertobat hingga Memperoleh Karamah



Jakarta

Habib bin Muhammad al-‘Ajami al-Bashri adalah sufi Persia yang tinggal di Bashrah. Sebelum mendapat hidayah, ia dikenal kaya raya dan suka membanggakan hartanya. Orang-orang sampai menghindar jika melihatnya.

Salah seorang sufi besar dalam peradaban Islam, Fariduddin Attar, menceritakan kisah pertobatan Habib al-‘Ajami dalam karyanya yang berjudul Tadzkiratul Auliya. Buku ini diterjemahkan Kasyif Ghoiby dari Muslim Saints and Mystics: Episode from the Tadhkirat al-Auliya’ (Memorial of the Saints).

Diceritakan, setiap hari Habib al-‘Ajami keliling kota untuk menagih utang piutangnya. Bila tidak mendapat angsuran dari langganannya, ia akan menuntut uang ganti rugi dengan dalih sepatunya menjadi aus di perjalanan. Cara ini membuatnya bisa menutup biaya hidup sehari-hari.


Pada suatu ketika, ia mendatangi rumah salah seorang yang berutang kepadanya. Namun, orang itu tak ada di rumah. Habib al-‘Ajami kemudian menagih utang kepada orang tersebut.

Wanita itu mengatakan tidak memiliki apa pun. Namun, ia baru saja menyembelih seekor kambing dan lehernya masih tersisa. “Jika engkau mau akan kuberikan kepadamu,” kata wanita itu.

Si lintah darat menerimanya dan meminta wanita itu memasaknya. Sayangnya wanita itu tidak punya minyak dan roti untuk memasaknya. Al-‘Ajami lalu membawakan minyak dan roti tapi ia minta wanita itu membayar gantinya.

Wanita itu kemudian memasak daging. Setelah matang dan hendak dituangkan ke mangkuk, datanglah seorang pengemis. Pengemis itu memohon agar al-‘Ajami memberikan makanan kepadanya.

Habib al-‘Ajami yang melihat itu lantas menghardik si pengemis, “Bila yang kami miliki kami berikan kepadamu, engkau tidak akan menjadi kaya tapi kami sendiri akan menjadi miskin.”

Pengemis yang kecewa lalu memohon kepada si wanita agar mau memberikan sedikit daging. Wanita itu lalu membuka tutup belanga dan kaget bukan main melihat daging yang ia masak berubah menjadi darah hitam. Dengan wajah pucat pasi, ia memanggil Habib al-‘Ajami.

“Lihatlah apa yang telah menimpa diri kita karena ribamu yang terkutuk dan hardikanmu kepada si pengemis!” ucap wanita itu kepada Habib al-‘Ajami seraya menangis.

Melihat kejadian itu dada Habib al-‘Ajami terbakar api penyesalan yang tidak akan pernah padam seumur hidupnya. Keesokan harinya, Habib mendatangi orang-orang yang berutang kepadanya. Di perjalanan, ia bertemu anak-anak sedang bermain. Ketika melihat Habib, anak-anak itu berteriak, “Lihat, Habib lintah darat sedang menuju ke sini, ayo kita lari, kalau tidak niscaya debu-debu tubuhnya akan menempel di tubuh kita dan kita akan terkutuk pula seperti dia!”

Kata-kata itu sangat melukai hati Habib al-‘Ajami sampai-sampai ia terjatuh terkulai. Habib pun bertobat kepada Allah SWT. Ia lalu membuat pengumuman siapa pun yang menginginkan hartanya bisa datang dan mengambil semaunya.

Orang-orang lalu berbondong-bondong ke rumah Habib al-‘Ajami hingga harta bendanya habis semua. Sampai-sampai saat masih ada orang yang datang, ia memberikan cadar milik istrinya sendiri dan pakaian yang ia kenakan.

Dengan tubuh yang terbuka, Habib al-‘Ajami meninggalkan rumah dan menyepi ke sebuah pertapaan di pinggir Sungai Eufrat. Siang malam ia beribadah kepada Allah SWT dan berguru kepada Hasan al-Bashri.

Waktu terus berlalu. Habib dalam jalan pertobatannya itu benar-benar dalam keadaan fakir. Di sisi lain, sang istri masih tetap menuntut nafkah darinya. Setiap pagi Habib pergi ke pertapaan untuk mengabdikan dirinya kepada Allah SWT dan pulang saat malam tiba.

“Di mana sebenarnya engkau bekerja sehingga tak ada sesuatu pun yang engkau bawa pulang?” desak istrinya.

“Aku bekerja pada seseorang yang sangat Pemurah. Sedemikian Pemurahnya Ia sehingga aku malu meminta sesuatu kepada-Nya. Apabila saatnya nanti pasti ia akan memberi, karena seperti apa katanya sendiri, ‘Sepuluh hari sekali akau akan membayar upahmu’,” jawab Habib.

Pada hari kesepuluh, batin Habib mulai terusik. Ia bingung apa yang akan ia berikan untuk istrinya.

Allah SWT lalu mengutus pesuruh-Nya yang berwujud manusia dan seorang pemuda gagah ke rumah Habib. Utusan itu membawa gandum sepemikul keledai, yang lain membawa domba yang dikuliti, dan yang lainnya membawa minyak madu, rempah-rempah dan bumbu-bumbu.

Pemuda itu lalu mengetuk pintu dan dibukakan oleh istri Habib. Pemuda itu menyampaikan maksudnya, “Majikan kami telah menyuruh kami untuk mengantarkan barang-barang ini. Sampaikan kepada Habib, ‘Bila engkau melipatgandakan jerih payahmu maka Kami akan melipatgandakan upahmu’.” Setelah itu pemuda itu pergi.

Pada sore hari, Habib pun pulang dengan perasaan malu dan sedih karena tidak bisa membawakan apa pun untuk sang istri. Ketika hampir sampai rumah, ia mencium bau roti dan masakan-masakan. Sang istri dari kejauhan menyambut kedatangannya dengan lembut, sesuatu yang tak pernah ia lakukan sebelumnya.

Sang istri lalu menyampaikan kedatangan pemuda atas perintah majikannya mengirimkan makanan itu dan menyampaikan pesannya. Mendengar itu, Habib terheran-heran.

“Sungguh menakjubkan! Baru sepuluh hari aku bekerja, sudah sedemikian banyak imbalan yang dilimpahkan-Nya kepadaku, apa pulalah yang akan dilimpahkan-Nya nanti?” ujar Habib.

Sejak saat itu, Habib al-‘Ajami memalingkan dirinya dari urusan dunia dan fokus beribadah kepada Allah SWT. Lintah darat itu memilih jalan sufi.

Keajaiban-keajaiban pun berdatangan. Doa-doa Habib mustajab dan Allah SWT memberikan karamah kepadanya yang tiada henti.

Wallahu a’lam.

(kri/inf)



Sumber : www.detik.com

Tragedi Pembantaian Orang-orang Beriman dalam Kisah Ashabul Ukhdud



Jakarta

Imam Muslim rahimahullah meriwayatkan kisah ashabul ukhdud. Dalam kisah tersebut, terjadi pembantaian orang-orang beriman yang dilakukan seorang raja kafir pada masa pra-Islam.

Kisah ini diceritakan dalam Karamat Al-Auliya’ karya Abul Fida’ Abdurraqib bin Ali bin Hasan Al-Ibi yang diterjemahkan Abdurrosyad Shidiq. Riwayat Imam Muslim ini berasal dari Haddab bin Khalid, dari Hammad bin Salamah, dari Tsabit, dari Abdurrahman bin Abu Laila, dari Shuhaib dari Rasulullah SAW.

Diceritakan, ada seorang raja yang mempunyai tukang sihir. Ketika tukang sihir itu sudah tua, ia minta kepada raja seorang pemuda untuk meneruskan ilmu sihirnya.


“Sekarang saya sudah tua, kirimkanlah seorang pemuda kepada saya, akan saya ajari ilmu sihir,” kata tukang sihir itu.

Sang raja kemudian mengirim pemuda kepadanya. Di tengah perjalanan, pemuda tersebut bertemu seorang pendeta lalu ia diajak duduk mendengarkan ajaran pendeta tadi. Hal ini terus berlanjut, ketika pemuda akan menemui tukang sihir, ia menemui pendeta dulu dan mendengarkan ajarannya. Karenanya, jika ia bertemu tukang sihir, ia dipukuli. Pemuda kemudian mengadukannya kepada pendeta dan mendapat saran.

“Jika kamu takut dimarahi tukang sihir, katakan ‘Aku dihalang-halangi keluargaku’ dan kalau kamu takut dimarahi keluargamu katakan, ‘Aku ditahan tukang sihir’,” kata pendeta menasihati pemuda itu.

Pada kondisi itu, saat berada dalam perjalanan, pemuda tersebut melihat binatang raksasa menghalangi orang-orang yang hendak lewat. Ia berkata, “Hari ini aku akan tahu, mana sebenarnya yang lebih utama, tukang sihir atau pendeta.”

Ia lantas mengambil batu seraya berkata, “Ya Allah, jika ajaran, pendeta itu lebih Engkau sukai daripada ajaran tukang sihir, bunuhlah binatang ini supaya orang-orang bisa lewat.”

Begitu ia melemparkan batu, binatang itu seketika tewas. Setelah itu, ia menceritakan kejadian ini kepada pendeta.

Mendengar hal itu, pendeta berkata, “Wahai anakku, hari ini kamu lebih mulia daripada aku. Aku sudah tahu apa yang terjadi padamu, dan kamu akan diuji. Kalau kamu diuji, jangan kamu tunjuk aku.”

Alkisah, pemuda tadi bisa menyembuhkan orang buta dan berbagai macam penyakit. Keahliannya itu terdengar oleh seorang menteri yang buta.

“Kalau kamu dapat menyembuhkan aku, apa yang ada di sini akan kuberikan kepadamu,” kata menteri.

“Saya tidak dapat menyembuhkan siapa pun. Yang bisa menyembuhkan hanyalah Allah. Kalau Anda mau beriman kepada Allah, aku akan berdoa semoga Dia menyembuhkan Anda,” kata pemuda itu.

Sang menteri pun beriman kepada Allah SWT dan Allah SWT menyembuhkannya. Ia kemudian menghadap raja dan ikut rapat seperti biasa. Kemudian, terjadilah dialog antara raja dan menteri.

“Siapa yang mengembalikan penglihatanmu itu?” tanya raja.

“Tuhanku,” jawab menteri.

“Apakah kamu punya Tuhan selain aku?” tanya raja.

Menteri itu pun menjawab, “Tuhanku dan Tuhan Anda adalah Allah.”

Mendengar itu, raja langsung menangkap dan menyiksa menteri itu sampai akhirnya menteri memberitahukan pemuda yang menyembuhkannya.

Pemuda itu lantas menghadap raja dan menjawab pertanyaan yang diajukan padanya. “Aku telah mendengar bahwa dengan sihirmu kamu bisa menyembuhkan orang buta, sakit belang, dan lain-lainnya,” kata raja.

Pemuda itu menjawab, “Sesungguhnya aku tidak dapat menyembuhkan siapa pun. Yang dapat menyembuhkan hanyalah Allah.”

Seperti menteri sebelumnya, raja pun menangkap pemuda itu dan menyiksanya. Sampai akhirnya pemuda itu menunjuk pendeta.

Tibalah giliran pendeta menghadap raja. Sang raja langsung memintanya keluar dari agamanya. Sang pendeta pun menolak. Raja murka, ia minta diambilkan gergaji lalu membelah tubuh pendeta itu dengan terus memintanya keluar dari agamanya.

Lagi-lagi pendeta menolak. Raja kemudian memanggil pemuda dan menteri yang sebelumnya ia siksa. Ia minta mereka keluar dari agamanya tapi keduanya menolak. Raja pun melakukan penyiksaan yang sama kepada menteri itu–menurut versi lain, menteri dan rahib itu juga disiksa hingga tewas–sedangkan terhadap pemuda, ia menyerahkannya kepada pengikut raja untuk disiksa di gunung dan laut sampai mau keluar dari agamanya.

Saat dibawa ke gunung, pemuda itu berdoa kepada Allah, “Ya Allah, jagalah aku dari kejahatan mereka dengan cara yang Engkau kehendaki.” Seketika gunung bergetar hebat dan menjatuhkan orang-orang suruhan raja.

Pun ketika dibawa ke laut, ia memanjatkan doa yang sama. Lalu, Allah SWT menenggelamkan orang-orang suruhan raja.

Pemuda itu kemudian menemui raja. Melihat pemuda masih hidup, sang raja kaget bukan main. “Apa yang terjadi dengan orang-orang yang membawamu?” tanya raja.

“Allah menjagaku dari kejahatan mereka. Sesungguhnya kamu tidak dapat membunuhku, kecuali jika kamu mau melakukan apa yang kuperintahkan,” kata pemuda itu.

Pemuda itu minta raja mengumpulkan orang-orang di suatu tempat yang tinggi. Setelah itu, ia minta disalip lalu dipanah menggunakan panahnya sambil membaca bismillahi rabbil ghulam (dengan nama Allah, Tuhannya pemuda ini). Raja pun melakukannya dan pemuda itu mati.

Orang-orang yang datang menyaksikan kejadian tersebut lalu menyatakan keimanannya kepada Tuhannya pemuda tadi. Setelah kejadian itu, raja ditanya, “Bagaimana pendapat Anda tentang apa yang Anda khawatirkan? Sungguh telah terjadi apa yang pernah Anda kuatirkan, orang-orang telah beriman.”

Mendengar itu, raja minta dibuatkan parit lengkap dengan nyala api di mulut-mulut jalannya. Siapa pun yang enggan keluar dari agamanya akan dilemparkan ke parit yang apinya berkobar-kobar itu.

Syaikh Hamid Ahmad Ath-Thahir Al-Basyuni dalam Shahih Qashashil Qur’an yang diterjemahkan Muhyiddin Mas Rida dan Muhammad Khalid Al-Sharih mengatakan, kisah pembakaran dan pembuatan parit ini diceritakan dalam Al-Qur’an surah Al-Buruj ayat 1-10.

Wallahu a’lam.

(kri/lus)



Sumber : www.detik.com

Kisah Malaikat Datangi Orang-orang Pilihan Allah dalam Wujud Manusia



Jakarta

Para malaikat dikisahkan pernah mendatangi orang-orang pilihan Allah SWT untuk menjalankan tugasnya. Mereka biasa menampakkan diri dalam wujud manusia.

Kisah tersebut diceritakan dalam ‘Alam al-Mala’ikah al-Abrar dan Alam al-Jinn wa asy-Syayathin karya Umar Sulaiman Abdullah Al-Asyqar yang diterjemahkan Kaserun AS. Rahman. Manusia pilihan ini berasal dari kalangan para nabi.

Dikisahkan, Nabi Ibrahim AS pernah didatangi beberapa malaikat dalam wujud manusia. Beliau tidak mengetahui sosok tersebut sampai akhirnya para malaikat menjelaskan jati dirinya.


Menurut riwayat dari Sa’id bin Jubair, As-Suddi, Qatadah, dan Muhammad bin Ishaq yang dinukil Ibnu Katsir dalam Qashash al-Anbiyaa, kala itu Nabi Ibrahim AS terus mendesak para malaikat yang datang ke rumahnya dengan berbagai pertanyaan.

“Apakah kalian mau menghancurkan suatu negeri yang di dalamnya masih ada orang-orang yang beriman, tiga ratus orang mungkin?” tanya Nabi Ibrahim AS.

Para malaikat menjawab, “Tidak sampai sebanyak itu.”

Nabi Ibrahim AS bertanya lagi, “Empat puluh orang mungkin”

“Tidak sampai sebanyak itu,” jawab malaikat.

Nabi Ibrahim AS terus bertanya, “Empat belas orang mungkin?”

Para malaikat menjawab, “Tidak sampai sebanyak itu.”

Menurut Ibnu Ishaq, Nabi Ibrahim AS terus bertanya tentang jumlah orang beriman dalam negeri itu. Kaum dari suatu negeri yang dimaksud dalam percakapan Nabi Ibrahim AS dan malaikat itu adalah kaum Nabi Luth AS.

Para malaikat juga pernah mendatangi Nabi Luth AS dalam wujud pemuda-pemuda tampan. Kedatangan mereka membuat Nabi Luth AS gelisah dan khawatir takut akan diganggu kaumnya. Diketahui, kaum Nabi Luth AS adalah kaum yang jahat dan gemar melakukan hubungan sesama jenis.

Hal tersebut diceritakan dalam Al-Qur’an. Allah SWT berfirman dalam surah Hud ayat 77,

وَلَمَّا جَاۤءَتْ رُسُلُنَا لُوْطًا سِيْۤءَ بِهِمْ وَضَاقَ بِهِمْ ذَرْعًا وَّقَالَ هٰذَا يَوْمٌ عَصِيْبٌ ٧٧

Artinya: Ketika para utusan Kami (malaikat) itu datang kepada Lut, dia merasa gundah dan dadanya terasa sempit karena (kedatangan) mereka. Dia (Lut) berkata, “Ini hari yang sangat sulit.”

Ibnu Katsir mengatakan dalam Al-Bidayah wa an-Nihayah, para malaikat itu menampakkan diri dalam wujud pemuda tampan. Kedatangan mereka untuk menghancurkan kaum Nabi Luth AS. Setelah itu, Allah SWT menimpakan hukuman pada kaum itu.

Selain mendatangi Nabi Ibrahim AS dan Nabi Luth AS, para malaikat juga mendatangi Nabi Muhammad SAW. Ini terjadi berkali-kali dan dalam wujud beragam.

Malaikat Jibril pernah mendatangi manusia dalam wujud Dihyah bin Khalifah al-Kalbi, seorang sahabat yang begitu tampan. Kala itu, Aisyah RA melihat Rasulullah SAW meletakkan tangan pada kuda Dihyah al-Kalbi dan berbicara padanya. Ketika Aisyah RA bertanya tentang orang itu, Rasulullah SAW menjawab, “Ia adalah Jibril dan ia menyampaikan salam kepadamu.” (HR Ahmad dalam Musnad)

Terkadang Jibril mendatangi Rasulullah SAW dalam rupa seorang Badui. Banyak sahabat yang melihat ketika Jibril datang dalam wujud manusia. Dalam Shahih Bukhari dan Muslim terdapat hadits yang berasal dari Umar bin Khaththab, ia menceritakan melihat laki-laki berpakaian putih dan berambut hitam. Laki-laki itu duduk di dekat Rasulullah SAW dan bertanya tentang suatu hal.

“Ketika kami sedang duduk di sisi Rasulullah SAW, muncullah seorang laki-laki yang berpakaian sangat putih dan berambut sangat hitam. Pada dirinya tidak tampak bekas melakukan perjalanan dan tidak seorang pun dari kami yang mengenalnya. Laki-laki itu duduk di dekat Rasulullah, menyandarkan kedua lututnya pada lutut beliau dan meletakkan kedua telapak tangan di atas paha beliau. Laki-laki itu berkata, ‘Wahai Muhammad, beri tahukanlah aku tentang Islam’.”

Dalam hadits tersebut, malaikat yang menyamar manusia itu menanyakan perihal iman, ihsan, dan kiamat beserta tanda-tandanya. Setelah itu, Rasulullah SAW memberitahu para sahabat bahwa orang yang bertanya itu adalah Malaikat Jibril yang bertujuan mengajarkan agama pada para sahabat.

Wallahu a’lam.

(kri/erd)



Sumber : www.detik.com

Kisah Nabi Zulkifli AS, Sosok Raja yang Penyabar dan Bijaksana


Jakarta

Nabi Zulkifli AS adalah satu dari 25 nabi dan rasul utusan Allah SWT yang kisahnya termaktub dalam Al-Qur’an. Ia memiliki nama asli Basyar dan merupakan keturunan dari Nabi Ayyub AS.

Nabi Zulkifli AS merupakan raja yang dikenal penyabar dan bijaksana. Simak kisah lengkapnya dalam artikel berikut.

Nabi Zulkifli Diangkat Menjadi Raja Menggantikan Raja Ilyasa

Zulkifli AS merupakan sosok raja yang bijaksana, adil, dan sederhana. Diperkirakan, Nabi Zulkifli AS hidup pada 1500 atau 1425 SM dan memiliki dua orang putra.


Menukil dari buku Kisah Menakjubkan 25 Nabi dan Rasul yang ditulis Nurul Ihsan, Nabi Zulkifli AS diangkat menjadi nabi sekitar tahun 1460 SM. Beliau diutus kepada kaum Amoria di Damaskus.

Gelar raja yang diperoleh Nabi Zulkifli AS diperoleh karena sosoknya yang rendah hati. Kala itu, seorang raja bernama Ilyasa sudah tidak dapat menjalankan pemerintahan karena usianya yang sudah tua.

Sang raja membutuhkan pemimpin pengganti, namun dirinya tidak memiliki putra pewaris kerajaan. Akhirnya, raja Ilyasa mengumpulkan rakyat untuk meminta kesediaan menggantikannya sebagai pemimpin Bani Israil.

Raja Ilyasa mengajukan beberapa persyaratan yang harus dipenuhi untuk raja pengganti. Persyaratan itu mencakup berpuasa di siang hari, beribadah di malam hari, dan tidak boleh marah.

“Adakah yang sanggup dari kalian semua?” kata Raja Ilyasa bertanya.

Tak seorang dari rakyatnya yang sanggup. Terlebih, memang tidak mudah menemukan calon pengganti raja dengan persyaratan yang begitu sulit.

Lalu, seorang pemuda yang tak lain adalah Nabi Zulkifli AS menawarkan diri untuk menggantikan raja. Mulanya, Raja Ilyasa tidak percaya bahwa Zulkifli AS dapat menyanggupi persyaratannya, namun sang nabi terus menyakinkan raja.

Akhirnya Raja Ilyasa percaya, sementara Nabi Zulkifli AS memenuhi persyaratan dan menepati janjinya. Ia sangat sabar untuk bangun salat di malam hari, berpuasa pada siang hari dan tidak marah. Zulkifli AS juga tidak pernah emosi ketika menetapkan putusan hukum.

Usai menggantikan Raja Ilyasa, Nabi Zulkifli AS tidak pernah marah. Ia sangat menjaga waktu tidurnya dan waktu-waktu lain untuk mengurus rakyat.

Meski Zulkifli AS berpuasa pada siang hari, ia tetap melayani rakyatnya dengan sepenuh hati. Tugas dan tanggung jawabnya sebagai pemimpin tidak pernah ia baikan.

Ketika malam tiba, Zulkifli AS menggunakan waktunya untuk beribadah kepada Allah SWT. Kesabaran Nabi Zulkifli AS yang luar biasa tertuang dalam surah Al Anbiya ayat 85,

وَاِ سْمٰعِيْلَوَاِ دْرِيْسَوَذَاالْكِفْلِ ۗكُلٌّمِّنَالصّٰبِرِيْنَ

Artinya : “Dan (ingatlah kisah) Ismail, Idris, dan Zulkifli. Mereka semua termasuk orang-orang yang sabar.”

(aeb/inf)



Sumber : www.detik.com