Tag Archives: kodim

Kronologi Bentrokan Acara Habib Rizieq Versi PWI LS



Jakarta

Setelah Front Persatuan Islam (FPI), kini giliran kubu Perjuangan Walisongo Indonesia Laskar Sabilillah (PWI LS) yang angkat bicara mengenai bentrokan acara Habib Rizieq di Pemalang. Begini kronologinya.

Menurut Koordinator Komunikasi Antarwilayah DPP PWI LS, Andi Rustono, mereka bukan pihak yang memulai keributan. Bentrokan terjadi karena mereka diserang terlebih dahulu oleh FPI.

“Kami tidak bawa senjata tajam. Kalau pun ada yang bawa kayu, itu hanya pentungan untuk jaga diri karena di pinggir sawah banyak balok kayu. Tapi serangan awal itu dari kubu yang berpakaian putih, mereka melempar batu duluan, lalu terjadi chaos,” kata Andi, dilansir detikJateng, Kamis (24/7/2025).


Padahal, PWI LS datang ke acara ceramah Habib Rizieq karena ingin menyampaikan aspirasi secara damai. Mereka berjumlah 4.000 orang dari berbagai daerah di Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Alasannya, peringatan awal untuk tidak mendatangkan Habib Rizieq ke acara pengajian tidak didengarkan sebelum acara dimulai. Hal itu juga sudah disampaikan saat pertemuan bersama Kesbangpol pada 16 Juli lalu.

“Sudah ada peringatan dari berbagai pihak, termasuk para kiai lokal yang mendesak Bupati agar HRS tidak dihadirkan. Bahkan, sempat ada pertemuan dengan Dandim dan Polres bersama pengurus pusat, yang menyepakati secara informal bahwa HRS tidak akan berceramah. Tapi kesepakatan itu gagal ditegakkan,” kata Andi saat ditemui detikJateng, Kamis (24/7/2025).

Andi meminta aparat memproses semua pihak yang terlibat dalam kericuhan tersebut. Ia juga mendesak pemerintah untuk bersikap tegas terhadap tokoh maupun kelompok yang menurutnya menyebarkan provokasi dan memecah belah masyarakat melalui ceramah-ceramah keagamaan.

“Kami sedang mempertanyakan kembali ke-Indonesia-an kita. Ini bukan soal acara pengajian semata, ini soal ceramah yang selalu provokator, ujar kebencian, pembelokan sejarah dan budaya yang dilakukan secara masif dan struktural oleh mereka. Negara tidak boleh absen,” tukasnya.

Akibat bentrokan FPI dan PWI LS, 15 orang mengalami luka. Empat di antaranya adalah polisi.

“Korban terdiri dari empat personel Polri, sembilan anggota PWI LS, dan dua dari FPI. Sebagian besar mengalami luka di bagian kepala akibat lemparan batu atau benda tumpul lainnya. Empat anggota polisi sudah pulang dan menjalani rawat jalan,” ujar Kabid Humas Polda Jateng, Kombes Artanto dalam keterangannya, Kamis (24/7/2025) di Mapolres Pemalang.

Bentrok sendiri terjadi sekitar 50 meter dari panggung utama pengajian, yang berada di kawasan padat penduduk. Meski sempat terjadi kericuhan, acara ceramah tetap berlangsung hingga selesai sekitar pukul 01.00 WIB dini hari.

“Kami bersama Kodim dan unsur terkait berhasil meredam insiden ini. Kami tengah mendalami penyebab bentrokan. Penyelidikan dilakukan oleh Polres Pemalang dibantu Polda Jateng,” tegasnya.

(hnh/inf)



Sumber : www.detik.com

MUI Bantah Larang Acara Colour Run di Bekasi, Hanya Sampaikan Aspirasi Ormas



Jakarta

Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Bekasi membantah telah melarang acara Bekasi Colour Run Lightfest 2025. Ketua MUI Kota Bekasi, Saifuddin Siroj, menegaskan pihaknya hanya bertindak sebagai wadah untuk menyampaikan aspirasi dari berbagai organisasi masyarakat (ormas) Islam.

Saifuddin menjelaskan, awalnya MUI didatangi oleh sejumlah ormas Islam, termasuk perwakilan dari Muhammadiyah, NU, Garis, dan 212, pada 7 Juli 2025. Pertemuan itu membahas dua agenda utama, yakni antisipasi pelaksanaan Festival Colour Run dan acara 10 Muharram atau Asyura yang digelar.

“Itu tanggal 7 Juli saya didatangi oleh kelompok-kelompok ormas Islam di MUI. Ada Muhammadiyah, ada NU di sana, ada Garis, ada 212, banyak, semua ormas Islam lah. Apa tujuannya mereka? Mereka mengantisipasi terjadinya Festival Colour Run setahun yang lalu,” kata Saifuddin saat dihubungi detikcom, Kamis (21/8/2025).


Saifuddin menuturkan, MUI kemudian mengadakan rapat harian untuk mengakomodasi aspirasi tersebut. Hasil rapat memutuskan untuk menyampaikan masukan ormas kepada Pemerintah Kota Bekasi, Polres, dan Kesbangpol.

“Satu, harus disampaikan kepada Pemkot, tugas saya itu disampaikan bahwa aspirasi dari bawah seperti ini, bahwa mereka tidak setuju dengan 10 Muharram yang Syiah itu loh. Terus yang kedua, masalah colour run, agar jangan sampai dilaksanakan,” paparnya.

Saifuddin menyebut, masalah perayaan 10 Muharram sudah selesai setelah pihak kepolisian dan Kesbangpol mengantisipasi acara tersebut. Acara akhirnya dipindahkan ke TMII, Jakarta Timur. Dengan demikian, MUI fokus pada agenda kedua, yakni colour run.

“Kemudian karena ada flyer waktu itu kan ada flyer masalah colour run, live fest itu di medsos. Ditangkap lah itu kemudian oleh salah seorang ormas, dilaporkan ke saya. ‘Oke gimana keputusan masalah colour run, kalau 10 Muharram sudah selesai tinggal yang colour run.’ Wah iya ya nanti kita follow up lagi, saya bilang gitu,” kenangnya.

Dalam pertemuan yang melibatkan Kesbangpol, Kapolres, Kodim, dan instansi terkait, MUI kembali menyampaikan aspirasi ormas. Saifuddin menegaskan bahwa MUI tidak memiliki wewenang untuk melarang acara. Wewenang tersebut ada pada pihak yang mengeluarkan izin, yaitu Polres dan Kesbangpol.

“Kalau saya hanya menyampaikan aspirasi Pak, terserah Bapak, ini kan ranahnya, ranah kalian. Ranahnya Polres, ranahnya Kesbangpol gitu. Itu yang terjadi,” tegas Saifuddin.

Menurutnya, ormas menolak colour run karena melihat benang merah dengan komunitas LGBT. Warna pelangi yang identik dengan acara tersebut juga dinilai menyerupai simbol komunitas tersebut.

“Mereka melihat ada benang merah dengan LGBT sekalipun itu yang melaksanakan belum tentu LGBT. Mereka bilang begitu. Keberatannya di topiknya. Topik colour run itu kan punya mereka,” jelasnya.

“Format pelaksanaannya itu mirip-mirip dengan mereka, seperti cat warna pelangi itu kan. Itu kan yang dilakukan di luar negeri. Nah itu yang keberatan mereka gitu loh,” tambahnya.

Saifuddin menegaskan bahwa MUI hanya bertugas menyuarakan aspirasi. Ia menyatakan, jika acara tetap dilaksanakan dan terjadi kegaduhan, tanggung jawab berada di pihak yang memberikan izin.

“Bukan hak kita melarang. Itu yang melarang itu kan perizinan, siapa yang melakukan izin, ya kan Kapolres sama Kesbangpol. Kan kita hanya menyuarakan suara dari ormas-ormas yang saya sampaikan,” tandasnya.

(hnh/inf)



Sumber : www.detik.com