Tag Archives: konflik timur tengah

Siapa Suku Druze yang Bikin Israel Serang Negara Muslim Suriah?


Jakarta

Israel melancarkan serangan udara ke Damaskus, Suriah. Motifnya disebut untuk melindungi suku Druze yang tengah bentrok dengan suku Badui hingga memicu campur tangan pasukan pemerintah Suriah.

Dilansir Reuters, serangan Israel dilakukan pada Rabu (16/7/2025) waktu setempat, meledakkan sebagian kementerian pertahanan dan menghantam lokasi dekat istana presiden. Serangan ini menandai eskalasi signifikan Israel terhadap Suriah yang sementara ini dipimpin kelompok islamis.

Israel berjanji melindungi suku Druze yang terlibat bentrok dengan suku Badui dan pasukan keamanan pemerintah Suriah di Suweida.


Siapa suku Druze?

Suku Druze Adalah Kelompok Agama Arab Minoritas

Menurut Encyclopedia Britannica, suku Druze adalah sebuah kelompok keagamaan minoritas di Timur Tengah. Jumlah penganut Druze mencapai lebih dari 1 juta orang pada awal abad ke-21.

Mayoritas suku Druze tinggal di Lebanon, Suriah, dan Israel serta komunitas-komunitas kecil di negara lainnya. Mereka menyebut dirinya muwaḥḥidūn (unitarian). Suku Druze berbicara dengan bahasa Arab.

Agama Druze

Agama Druze berasal dari Mesir, yang merupakan cabang Syiah Ismailiyah. Pada era Khalifah Fatimiyah keenam, Al-Hakim bi-Amrillah yang memerintah pada 996-1021 Masehi, beberapa teolog Ismailiyah mengorganisir sebuah gerakan yang menyatakan al-Hakim sebagai sosok ilahi. Doktrin ini disampaikan secara terbuka pada 1017 yang menyebabkan kerusuhan di Kairo.

Gagasan tersebut dikutuk oleh lembaga keagamaan Fatimiyah yang menyatakan al-Hakim dan pendahulunya memang diangkat oleh Tuhan tetapi mereka bukan ilahi.

Suku Druze Loyal pada Israel

Suku Druze, khususnya yang tinggal di Israel, dikenal loyal kepada negara. Menurut laporan BBC, hal ini karena partisipasinya dalam dinas militer. Ada sekitar 152.000 orang Druze yang tinggal di Israel dan Dataran Tinggi Golan yang diduduki Israel, menurut Biro Pusat Statistik Israel.

Sementara orang Druze yang tinggal di wilayah selatan Suriah, mereka menentang upaya negara untuk menguasai wilayah tersebut sejak jatuhnya Rezim Assad pada Desember tahun lalu. Mereka menolak kehadiran pasukan keamanan pemerintah Suriah di Suweida.

Jatuhnya Rezim Assad memicu Israel menjangkau suku Druze di perbatasan utaranya untuk menjalin aliansi dengan minoritas Suriah. Israel memposisikan dirinya sebagai pelindung regional bagi kelompok minoritas, termasuk Kurdi, Druze, dan Alawi di Suriah.

(kri/inf)



Sumber : www.detik.com

Dukungan Arab Saudi dan Prancis untuk Palestina di Tengah Krisis Kemanusiaan Gaza



Jakarta

Presiden Palestina Mahmoud Abbas berterima kasih kepada Arab Saudi atas upayanya dalam berkontribusi pada komitmen bersejarah Prancis untuk mengakui Palestina sebagai sebuah negara.

Presiden Prancis Emmanuel Macron mengumumkan hal tersebut pada hari Kamis (24/7/2025). “Solusi ini adalah satu-satunya jalan yang dapat memenuhi aspirasi sah Israel dan Palestina. Solusi ini harus segera diwujudkan,” kata Macron dalam suratnya kepada Abbas.

“Prospek solusi yang dinegosiasikan untuk konflik di Timur Tengah tampaknya semakin jauh. Saya tidak bisa pasrah,” tambahnya.


Dilansir dalam Arab News pada Sabtu (26/7/2025), Pemimpin Palestina tersebut mengatakan bahwa langkah Prancis tersebut merupakan kemenangan bagi rakyatnya dan ia mendesak negara-negara lain untuk mengambil sikap serupa guna mendukung solusi dua negara untuk konflik yang telah berlangsung puluhan tahun.

Kerajaan Arab Saudi telah lama mendukung negara Palestina dan telah berulang kali mengutuk perlakuan Israel terhadap warga Palestina di Gaza dan Tepi Barat.

Krisis Pangan di Gaza

Keadaan Gaza kian memburuk. Badan bantuan Pangan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melaporkan bahwa sepertiga warga Gaza “tidak makan selama berhari-hari” saat kelaparan menyelimuti daerah kantong Palestina yang dilanda perang sejak Oktober 2023 lalu.

Dilansir AFP pada Sabtu (26/7/2025), badan bantuan pangan PBB Program Pangan Dunia (WFP) menyebutkan bahwa hampir satu dari tiga orang tidak makan selama berhari-hari. Malnutrisi meningkat dengan 90.000 perempuan dan anak-anak sangat membutuhkan perawatan.

Disebutkan oleh WFP bahwa sekitar 470.000 orang di Jalur Gaza diperkirakan akan menghadapi “bencana kelaparan” atau “catastrophic hunger” — kategori paling parah dalam klasifikasi Fase Ketahanan Pangan Terpadu PBB — antara Mei dan September tahun ini.

“Bantuan pangan adalah satu-satunya cara bagi masyarakat untuk mengakses makanan karena harga pangan sedang melambung tinggi,” kata WFP dalam pernyataannya.

“Banyak orang sekarat karena kurangnya bantuan kemanusiaan,” imbuh pernyataan WFP tersebut.

Dilansir dari CNN, Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres juga menyampaikan keprihatinan mendalam atas kondisi kelaparan yang memburuk di Gaza. Ia mengatakan situasi di Gaza bukan sekadar krisis kemanusiaan, tetapi krisis moral yang mengguncang hati nurani dunia.

Dalam pernyataan terbarunya, Guterres mengungkap betapa parahnya kelaparan yang melanda wilayah itu. Ia menceritakan bahwa anak-anak di Gaza kini berbicara soal keinginan pergi ke surga, karena mereka percaya setidaknya “ada makanan di sana.”

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com

Arab Saudi dan Yordania Kecam Aksi Provokatif Menteri Israel di Masjid Al-Aqsa



Riyadh

Arab Saudi mengecam keras tindakan provokatif Menteri Keamanan Nasional Israel, Itamar Ben-Gvir, yang mengunjungi kompleks Masjid Al-Aqsa di Yerusalem pada Minggu (3/8). Kementerian Luar Negeri Saudi menyebut aksi tersebut sebagai pemicu ketegangan yang berpotensi memperburuk konflik di sana.

“Kerajaan Arab Saudi mengutuk sekeras-kerasnya provokasi yang terus-menerus dilakukan oleh pejabat pemerintahan pendudukan Israel terhadap Masjid Al-Aqsa,” bunyi pernyataan resmi dari Kementerian Luar Negeri Saudi di akun X.

“Tindakan semacam ini hanya akan memperkeruh situasi dan menghambat upaya perdamaian di Timur Tengah.”


Ben-Gvir diketahui memasuki kompleks Al-Aqsa dan mengaku melaksanakan salat di sana. Aksi tersebut dinilai menantang status quo yang telah lama berlaku, di mana pengelolaan situs suci tersebut berada di bawah otoritas keagamaan Yordania. Sesuai kesepakatan yang telah berlangsung puluhan tahun, umat Yahudi diizinkan berkunjung ke kompleks Al-Aqsa, namun tidak diperkenankan melakukan ibadah di sana.

Arab Saudi juga kembali menyerukan kepada komunitas internasional agar mengambil langkah tegas menghentikan pelanggaran hukum dan norma internasional oleh pejabat Israel yang dinilai merusak stabilitas kawasan.

Sikap serupa juga disampaikan oleh pemerintah Yordania. Melalui pernyataan resmi, Kementerian Luar Negeri Yordania mengecam tindakan Ben-Gvir sebagai pelanggaran mencolok terhadap hukum internasional dan hukum humaniter internasional. “Ini adalah provokasi yang tidak bisa diterima dan bentuk eskalasi yang sangat berbahaya,” tegas pernyataan tersebut.

Dilansir dalam Arab News pada Minggu (3/8/2025), Juru bicara Kementerian Luar Negeri Yordania, Duta Besar Sufian Qudah, menyatakan penolakan tegas negaranya atas serangan provokatif yang terus berulang dari para pejabat Israel. Ia juga menyoroti keterlibatan aparat keamanan Israel yang secara berkala memfasilitasi masuknya pemukim Yahudi ke kawasan Masjid Al-Aqsa.

“Israel tidak memiliki kedaulatan atas Masjid Al-Aqsa/Al-Haram Al-Sharif,” tegas Qudah. Ia memperingatkan bahwa upaya untuk membagi masjid secara waktu maupun wilayah merupakan bentuk pelanggaran terhadap status historis dan hukum tempat suci tersebut.

Qudah juga menekankan bahwa tindakan-tindakan tersebut merupakan penodaan terhadap kesucian situs-situs suci Islam dan Kristen di Yerusalem, serta memperingatkan bahwa provokasi semacam ini berisiko memicu eskalasi berbahaya dan memperburuk situasi di wilayah Tepi Barat yang diduduki.

(lus/erd)



Sumber : www.detik.com