Tag Archives: konteks

Hukum Arisan Online dengan Sistem Denda bagi yang Telat Bayar


Jakarta

Arisan merupakan salah aktivitas sosial yang cukup mengakar kuat di masyarakat Indonesia sebagai bentuk kebersamaan dan tolong-menolong. Kegiatan ini biasanya dilakukan secara berkala oleh kelompok tertentu untuk saling memberikan giliran menerima sejumlah uang.

Namun, seiring dengan kemajuan teknologi dan kemudahan akses internet, arisan kini banyak dilakukan secara online melalui media sosial dan aplikasi digital. Hal ini memunculkan berbagai pertanyaan, terutama terkait hukum arisan online dalam Islam, termasuk praktik pemberian denda bagi peserta yang telat membayar iuran.

Hukum Arisan Online

Mengutip laman Kemenag, arisan dengan sistem undian dan giliran dianggap sebagai sesuatu yang diperbolehkan. Hal ini merujuk pada pendapat Imam Al-Iraqi yang dikutip dalam kitab Hasyiah Al-Qalyubi wa Umairah bahwa praktik arisan semacam ini tidak bertentangan dengan prinsip syariah.


الْجُمُعَةُ الْمَشْهُورَةُ بَيْنَ النِّسَاءِ بِأَنْ تَأْخُذَ امْرَأَةٌ مِنْ كُلِّ وَاحِدَةٍ مِنْ جَمَاعَةٍ مِنْهُنَّ قَدْرًا مُعَيَّنًا فِي كُلِّ جُمُعَةٍ أَوْ شَهْرٍ وَتَدْفَعُهُ لِوَاحِدَةٍ بَعْدَ وَاحِدَةٍ، إلَى آخِرِهِنَّ جَائِزَةٌ كَمَا قَالَهُ الْوَلِيُّ الْعِرَاقِيُّ.

Artinya: “Adapun perkumpulan yang umum di antara sekelompok perempuan di mana seorang perempuan mengambil sejumlah uang tertentu dari setiap anggota perempuan dalam perkumpulan tersebut, yang kemudian diberikan kepada anggota lain secara bergantian, maka hukumnya boleh.”

Mengenai arisan online, pada prinsipnya sama saja. Selagi ada kesepakatan, keikhlasan, serta keadilan dari semua pihak yang mengikuti arisan online, maka hukumnya adalah boleh. Bahkan, konsep arisan ini bisa dibilang seperti menabung.

Dikutip dari jurnal berjudul Perberlakuan Denda dalam Arisan Online Perspektif Fikih Muamalah oleh Alfi Atuz dari UIN Malang, hukum arisan online dalam Islam berkaitan erat dengan konsep qardh atau utang. Dalam pandangan syariah, qardh merupakan bentuk akad sosial yang bertujuan memberikan bantuan kepada sesama.

Tujuan utama dari qardh adalah menolong orang lain dengan cara meminjamkan sebagian harta kepada saudaranya. Akad ini tidak bersifat komersial dan tidak dimaksudkan untuk mencari keuntungan.

Dalam konteks arisan online, prinsip qardh diterapkan karena peserta saling memberikan dana dalam bentuk giliran. Artinya, peserta yang belum mendapat giliran pada dasarnya sedang meminjamkan uangnya kepada peserta yang sudah menerima arisan.

Qardh memiliki tiga rukun utama yang harus dipenuhi dalam akadnya. Pertama adalah sighot (ucapan), yakni adanya ijab dan qabul yang menunjukkan kesepakatan antar pihak yang terlibat.

Kedua, harus ada pihak yang berakad, yaitu muqridh (pemberi pinjaman) dan muqtaridh (peminjam). Ketiga adalah ma’qud ‘alaih, yaitu harta atau dana yang menjadi objek pinjaman; dalam hal ini adalah uang arisan yang diberikan secara bergiliran. Arisan online sudah memenuhi rukun-rukun ini.

Hukum Pemberlakuan Denda dalam Arisan

Masih dikutip dari jurnal yang sama, penerapan denda dalam arisan online yang meskipun nantinya didistribusikan ke semua anggota dianggap mengandung unsur riba jahiliyah dan riba qardh, sehingga bertentangan dengan prinsip fikih muamalah yang melarang riba dan menuntut keadilan.

Praktik pemberian denda dalam arisan online dapat digolongkan sebagai bentuk riba. Ini karena adanya tambahan pembayaran yang dibebankan kepada anggota yang terlambat, melebihi jumlah iuran yang seharusnya.

Tambahan tersebut tidak dilandaskan pada prinsip keadilan dalam transaksi dan tergolong sebagai manfaat berlebih yang termasuk kategori riba. Terlebih lagi, sistem denda harian mencerminkan pola yang mirip dengan riba jahiliyyah yakni utang akan terus bertambah jika tidak segera dilunasi.

Dalam perspektif ini, praktik denda seperti itu berpotensi menekan atau mengeksploitasi peserta yang mengalami keterlambatan. Hal ini menjadi lebih tidak adil jika keterlambatan terjadi karena alasan yang tidak disengaja, seperti lupa atau kesulitan ekonomi.

Wallahu a’lam.

(hnh/kri)



Sumber : www.detik.com

Hukum Membeli Emas Secara Cicilan dalam Islam


Jakarta

Cicilan biasanya menjadi pilihan saat seseorang ingin membeli barang tetapi uang yang dimiliki belum mencukupi. Cicilan memang terkesan memudahkan pembelian berbagai barang, termasuk emas, yang nilainya cukup tinggi.

Praktik pembelian dengan sistem cicilan sudah cukup umum dilakukan, untuk berbagai kebutuhan, termasuk membeli emas. Bahkan kini tersedia layanan cicilan online yang semakin mempermudah proses transaksi.

Namun, dalam transaksi kredit atau cicilan, biasanya terdapat tambahan biaya dari harga asli barang yang dibeli. Hal inilah yang kemudian menimbulkan pertanyaan di kalangan umat Islam tentang hukum membeli emas secara cicilan menurut syariat.


Hukum Cicilan dalam Islam

Dalam kajian fikih, sistem pembayaran secara angsuran dikenal dengan istilah jual beli taqsith. Transaksi ini dilakukan terhadap suatu barang dengan metode pembayaran bertahap sesuai dengan kesepakatan antara penjual dan pembeli.

Majelis Ulama Indonesia (MUI) menjelaskan bahwa transaksi kredit atau cicilan kerap dikaitkan dengan unsur riba. Berdasarkan Fatwa MUI Nomor 1 Tahun 2004, riba diartikan sebagai tambahan (ziyadah) tanpa adanya imbalan (‘iwadh) yang timbul akibat penundaan pembayaran (ziyadah al-ajal) sebagaimana disepakati sejak awal. Jenis ini dikenal sebagai riba nasi’ah.

MUI menilai bahwa praktik pembungaan uang yang terjadi saat ini telah memenuhi unsur-unsur riba sebagaimana yang dilarang pada masa Rasulullah SAW, yaitu riba nasi’ah.

Oleh karena itu, aktivitas pembungaan uang termasuk dalam kategori riba dan hukumnya adalah haram dan tidak diperkenankan dalam Islam. Larangan ini berlaku untuk semua bentuk lembaga keuangan baik bank, asuransi, pasar modal, koperasi, hingga individu yang melakukan praktik serupa.

Membeli Emas dengan Cicilan

Menurut Buya Yahya dalam video Hukum Kredit Emas di kanal YouTube Al Bahjah TV, transaksi jual beli emas harus dilakukan secara tunai. Artinya, emas dan uang sebagai alat tukar harus diserahkan di waktu yang bersamaan.

Jika emas sudah diterima terlebih dahulu sedangkan pembayaran belum dilakukan secara penuh, maka transaksi tersebut termasuk dalam kategori riba yad. Praktik ini dilarang dalam ajaran Islam.

Secara definisi, riba yad adalah riba yang terjadi akibat adanya penundaan dalam penyerahan salah satu dari dua barang yang diperjualbelikan. Meskipun tidak melibatkan tambahan harga, bentuk penundaan ini tetap tergolong riba.

Buya Yahya menjelaskan bahwa dalam praktik riba yad, tidak ada unsur pembungaan atau keuntungan sepihak secara nominal. Namun, karena terjadi penundaan penyerahan antara dua barang yang ditukar, hukumnya tetap haram.

Apalagi jika transaksi tersebut melibatkan tambahan nilai atau bunga dari salah satu pihak, seperti pemberi utang yang mensyaratkan pembayaran lebih dari jumlah yang dipinjam. Jenis riba seperti ini jelas termasuk riba yang diharamkan dalam Islam.

Dalam konteks jual beli emas secara cicilan, Buya Yahya menekankan pentingnya menghindari bentuk transaksi yang mengandung riba yad maupun riba nasiah. Oleh karena itu, pembayaran cicilan setelah menerima emas tidak diperbolehkan.

Sebagai solusi agar terhindar dari riba, Buya Yahya menyarankan agar pembeli menampung uangnya terlebih dahulu ke si penjual hingga jumlah harga emas terpenuhi. Setelah uangnya terkumpul, barulah melakukan transaksi jual beli emas.

Dengan skema seperti itu, transaksi menjadi seperti menabung, bukan utang-piutang. Selama tidak ada tambahan biaya atau pembungaan, dan tidak ada pihak yang dirugikan, maka transaksi tersebut diperbolehkan secara syariah.

Misalnya, seseorang ingin membeli emas seberat 10 gram dengan harga Rp 10 juta, namun belum memiliki dana penuh. Ia kemudian menyepakati dengan penjual untuk membayar secara bertahap dengan niat menabung tanpa menerima emas tersebut terlebih dahulu.

Setiap bulan, ia membayar Rp 2 juta hingga lima bulan kemudian total Rp 10 juta. Setelah seluruh pembayaran selesai, barulah penjual menyerahkan emas 10 gram tersebut kepada pembeli tanpa tambahan biaya apa pun. Transaksi seperti ini dibolehkan dalam Islam karena tidak mengandung riba.

Wallahu a’lam.

(hnh/kri)



Sumber : www.detik.com

Sekjen Liga Muslim Dunia Bertemu Menteri Afghanistan, Bahas Persatuan Islam



Jakarta

Sekretaris Jenderal Liga Muslim Dunia sekaligus Ketua Organisasi Ulama Muslim, Syekh Dr Mohammed Al Issa mengadakan pertemuan tingkat tinggi dengan para menteri Afghanistan di Kabul. Melalui pertemuan tersebut dibahas berbagai upaya yang dilakukan pemerintah Afghanistan dalam memerangi organisasi-organisasi teroris.

Selain itu, dibahas pula beberapa topik mengenai solidaritas Islam dan kewajiban menampilkan hakikat Islam kepada seluruh orang melalui nilai-nilai keadilan, penjagaan terhadap hak-hak, prinsip moderasi dan rahmatnya bagi semesta alam.


“Disertai dengan penjelasan tentang manifestasi toleransi Islam yang terkandung dalam teks-teks Al-Quran, sunnah, dan sirah nabi yang muliah yang dampaknya harus terlihat dalam perilaku umat Islam, baik secara individu maupun kelompok.” demikian bunyi keterangan yang dikutip dari situs resmi Liga Muslim Dunia, Sabtu (26/7/2025).

Dalam pertemuan di Istana Kepresidenan dengan Menteri Luar Negeri Afghanistan Amir Khan Muttaqi, diskusi menyoroti pentingnya mempromosikan toleransi, kebijaksanaan dan dialog yang konstruktif. Perundingan juga membahas terkait tantangan yang dihadapi dalam mencapai tujuan-tujuan penting mendesak, terutama dalam konteks kontemporer, salah satunnya pertentangan ijtihad dalam isu-isu umum dan penting yang seharusnya disepakati bersama.

Berkenaan dengan itu, dibahas pula isi Piagam Makkah dan Piagam Membangun Jembatan Antar Mazhab Islam. Dokumen-dokumen tersebut menggarisbawahi pentingnya persatuan antar-agama dan saling pengertian.

Dijelaskan juga mengenai peran besar dan menonjol yang dilakukan Dewan Fikih Islam di bawah naungan Liga Muslim Dunia sebagai lembaga fikih tertua. Sebagaimana diketahui, mereka memiliki peran menghimpun para mufti dan ulama besar dari seluruh dunia muslim.

Pertemuan tersebut lebih lanjut membahas tentang tantangan yang semakin besar yang ditimbulkan oleh adat istiadat budaya yang mengakar dan bertentangan dengan ajaran Islam di beberapa komunitas, menekankan perlunya meningkatkan kesadaran melalui kebijaksanaan dan wacana yang penuh hormat.

Dr. Al-Issa juga bertemu dengan Menteri Dalam Negeri Afghanistan Sirajuddin Haqqani di Istana Shaharsinar, di mana mereka meninjau upaya Afghanistan yang sedang berlangsung untuk memerangi organisasi teroris.

Kedua belah pihak menegaskan konsekuensi serius dari perpecahan dan perselisihan di dunia Muslim, dan menekankan pentingnya persatuan dan kohesi dalam menjaga reputasi dan kekuatan Islam.

(aeb/lus)



Sumber : www.detik.com

Merumuskan Ulang Posisi Islam Indonesia dalam Kancah Global



Jakarta

Kunjungan Grand Syaikh Al-Azhar Dr. Ahmed Muhammad Ahmed El-Tayeb untuk ketiga kalinya ke Indonesia, pada 8 hingga 11 Juli 2024, yang merupakan bagian dari lawatannya ke Asia Tenggara, patut mendapat sambutan istimewa karena beberapa alasan. Kunjungan ini bertujuan untuk menggaungkan Piagam Persaudaraan Manusia untuk Perdamaian Dunia, yang ditandatangani oleh pemimpin tertinggi Universitas Al-Azhar dan Paus Fransiskus di Abu Dhabi pada tahun 2019, sebagaimana dijelaskan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas (balitbangdiklat.kemenag.go.id 26/6/2024).

Lebih dari itu, kunjungan Grand Syaikh Al-Azhar kali ini memiliki arti penting bukan saja bagi penguatan hubungan historis yang mendalam antara Indonesia dan Mesir, tetapi juga bagi upaya Indonesia untuk memperkuat posisi strategisnya dalam kancah global. Indonesia dan Mesir dapat bergandengan tangan berdiri di depan untuk menyuarakan perdamaian dan persaudaraan sambil melawan segala bentuk ekstremisme, radikalisme dan kekerasan. Ditopang Al-Azhar, Mesir dikenal sebagai benteng nilai-nilai moderasi dan toleransi. Begitu juga Indonesia. Dengan Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah sebagai organisasi Islam terbesar, Indonesia masyhur dengan model keislaman yang inklusif dan damai.

Dalam lanskap dunia kontemporer, interaksi antara agama, politik, dan identitas menjadi semakin kompleks. Di antara dinamika ini, konsep “decentring Islam” (mendesentrisasi Islam) muncul sebagai paradigma signifikan. Decentring Islam berupaya untuk mengalihkan dari perspektif tradisional yang berpusat pada Arab mengenai identitas dan praktik Islam, ke arah keragaman dan pluralitas dalam dunia Muslim. Indonesia, sebagai negara berpenduduk mayoritas Muslim terbanyak dan satu negeri Asia besar, menawarkan sudut pandang unik untuk mengeksplorasi konsep ini dan implikasinya terhadap geopolitik global, wacana keagamaan, dan pertukaran budaya.


Secara historis, pemikiran dan praktik Islam sangat dipengaruhi oleh budaya Arab, mengingat asal-usul agama ini di Jazirah Arab. Pandangan yang berpusat pada Arab ini sering kali menutupi kekayaan keragaman tradisi Islam di berbagai wilayah, termasuk Indonesia yang sering masih dipandang pinggiran (peripheral). Decentring Islam bertujuan memperluas pemahaman tentang identitas Islam dengan mengakui dan menghargai berbagai ekspresi Islam yang dipraktikkan oleh Muslim non-Arab. Pendekatan ini menekankan pentingnya konteks lokal, kekhasan budaya, dan perkembangan historis yang membentuk praktik keagamaan Muslim di berbagai belahan dunia.

Decentring Islam bukan berarti mengurangi pentingnya kontribusi Arab terhadap peradaban Islam, tetapi mengakui bahwa Islam adalah agama global dengan berbagai macam ekspresi dan perubahan budaya. Ini bertujuan membongkar representasi Islam yang monolitik, dengan mendorong pemahaman yang lebih inklusif dan representatif yang mencerminkan realitas kehidupan Muslim di seluruh dunia.

Indonesia: Model Pluralisme Islam

Indonesia, rumah bagi lebih dari 270 juta Muslim, mewujudkan prinsip-prinsip decentring Islam melalui perpaduan khas antara iman Islam dan budaya lokal. Sejarah kepulauan ini ditandai oleh sintesis berbagai pengaruh budaya dan agama, termasuk Hindu, Buddha, dan kepercayaan adat, yang telah berjalin dengan tradisi Islam. Mosaik budaya ini melahirkan Islam khas Indonesia yang berakar kuat pada konteks lokal yang melahirkan berbagai keragaman di dalam Islam Indonesia itu sendiri. Kecuali Islam di Jawa yang terepresentasi dengan baik dalam berbagai kajian kesarjanaan, sebenarnya mosaik keragaman di berbagai kepulauan lain, termasuk wilayah Indonesia Timur, masih sangat menarik dieksplorasi untuk mendapatkan gambaran lebih utuh tentang Islam Indonesia.

Islam Indonesia ditandai oleh sifatnya yang moderat dan pluralistik. Falsafah dasar bangsa, Pancasila, yang mempromosikan toleransi dan inklusivitas beragama, memastikan bahwa semua komunitas agama dapat hidup berdampingan dengan harmonis. Pancasila menjadi falsafah antarbudaya (intercultural philosophy) yang sangat relevan dengan kemajemukan. NU dan Muhammadiyah mendukung interpretasi Islam yang kontekstual dan progresif yang sejalan dengan nilai-nilai Pancasila, demokrasi dan hak asasi manusia. Model pluralistik dan inklusif ini menawarkan narasi alternatif tentang Islam, dengan menunjukkan bahwa agama ini dapat berkembang dalam lingkungan budaya dan politik yang beragam.

Peran NU dan Muhammadiyah sangat penting dan tidak tergantikan dalam memosisikan Islam Indonesia dalam kancah global. Terutama melalui inisiatif pendidikan, sosial, dan politik mereka, NU dan Muhammadiyah berkontribusi pada pemahaman Islam yang lebih pluralistik dan inklusif, baik di Indonesia maupun di dunia Muslim yang lebih luas. Konsistensi mereka dalam inisiatif-inisiatif fundamental ini akan menentukan trayektori masa depan mereka dalam decentring Islam.

NU mengoperasikan jaringan luas pendidikan keagamaan (pesantren) di seluruh Indonesia, dari tingkat dasar sampai universitas, yang mendorong pendekatan holistik terhadap pembelajaran. Kurikulum sering kali mencakup pengajaran tentang toleransi beragama, demokrasi, dan hak asasi manusia. Demikian pula, Muhammadiyah telah membangun jaringan pendidikan yang komprehensif, yang menekankan pemikiran ilmiah dan rasional di samping pendidikan agama, mendorong pemikiran kritis dan inovasi. Lembaga-lembaga pendidikan yang mereka kelola perlu didorong tampil di kancah global, melalui pembukaan cabang-cabangnya di berbagai kawasan dunia Islam.

Reformulasi di Kancah Global

Posisi strategis Indonesia dalam kancah global bersifat multifaset, mencakup dimensi politik, ekonomi, dan budaya. Sebagai ekonomi terbesar di Asia Tenggara dan anggota G20, Indonesia memainkan peran krusial dalam urusan ekonomi regional dan global. Model pemerintahan demokratisnya dan identitas Islam moderatnya memberikan narasi alternatif terhadap persepsi Islam yang sering terpolarisasi dalam politik global.

Di panggung internasional, Indonesia aktif mempromosikan dialog dan kerja sama antaragama melalui kebijakan luar negerinya. Upaya diplomatik negara ini dalam mempromosikan perdamaian dan stabilitas di wilayah konflik, terutama di dunia Muslim, menunjukkan komitmennya terhadap tatanan global yang didasarkan pada saling menghormati dan pengertian. Kepemimpinan Indonesia dalam Organisasi Kerjasama Islam (OKI) dan partisipasinya dalam misi perdamaian PBB semakin menegaskan perannya sebagai mediator dan advokat perdamaian.
Secara budaya, Indonesia berkontribusi terhadap pemahaman global tentang Islam melalui warisan seni, sastra, dan praktik keagamaannya yang kaya. Peringatan tahunan hari raya Islam, perayaan musik dan tarian tradisional Islam, serta lembaga pendidikan Islam yang berkembang pesat semuanya mencerminkan budaya Islam Indonesia yang dinamis. Dengan membagikan aset budaya ini di panggung global, Indonesia membantu mendesentrisasi narasi yang berpusat pada Arab dan menyoroti keragaman dalam dunia Muslim.

Singkatnya, decentring Islam adalah kerangka kerja yang krusial untuk memahami sifat multifaset dari dunia Islam, dan posisi Indonesia sebagai negara mayoritas Muslim utama mencerminkan keragaman ini. Perpaduan unik antara iman Islam dan praktik budaya lokal, komitmennya terhadap pluralisme dan demokrasi, serta peran aktifnya dalam diplomasi global, semuanya berkontribusi pada pemahaman yang lebih bernuansa dan inklusif tentang Islam.

Seiring dunia terus bergumul dengan isu-isu identitas keagamaan dan koeksistensi, contoh Indonesia menawarkan wawasan berharga tentang bagaimana Islam dapat dipraktikkan dan dipahami dalam cara yang beragam dan dinamis. Dengan merangkul prinsip-prinsip decentring Islam, komunitas global dapat bergerak menuju apresiasi yang lebih komprehensif dan adil terhadap keragaman dunia Muslim yang sangat kaya. Dalam lingkup praktisnya, dengan memberdayakan segenap kemampuan ekonomi-politik dan modal kultural keislaman di kawasan, di Asia khususnya, dan global melalui prinsip co-production of peace, pemerintah dan warga Indonesia bisa lebih berperan untuk ikut menawarkan secercah harapan baru.

Noorhaidi Hasan
Guru Besar Islam dan Politik, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta

(erd/erd)



Sumber : www.detik.com

Moderasi NU di Tengah Negara dan Netizen



Jakarta

Nahdlatul Ulama (NU) di usia 102 tahun berada dalam situasi yang berbeda dari masa-masa sebelumnya. Seiring dinamika perkembangan zaman, tantangan dan persoalan yang dihadapi kian kompleks. Terlebih, di era digital ini, dialektika NU, merujuk judul buku Indonesianis asal Prancis Andreé Feillard (1999), tak hanya NU vis a vis Negara, kini bertambah menjadi NU vis a vis netizen (internet citizen) atau warga internet.

Hubungan NU dan negara senantiasa mengalami dinamika dari waktu ke waktu. Situasi itu dipengaruhi oleh sikap negara terhadap NU dan sebaliknya bagaimana NU meresponsnya. Dinamika tersebut merupakan hal yang lumrah dalam interaksi sosial dari dua entitas yang berbeda. Sejarah perjalanan NU dimulai sebelum kemerdekaan, pasca kemerdekaan, orde lama, orde baru, dan orde reformasi dengan enam presiden, menggambarkan dinamika dimaksud.

Menariknya, saat ini tata kelola hubungan NU bertambah dengan pola relasi dengan netizen yang cukup dominan. Data “We Are Social” pada 2024 sebanyak 185,3 juta pengguna internet dengan akses pengguna media sosial sebanyak 139 juta. Angka yang patut menjadi perhatian siapa saja yang berada di ruang publik, tak terkecuali bagi NU.


NU, dengan demikian, menjadi objek terbuka, yang dapat dibaca dan dinilai oleh siapapun melalui platform digital. Pada poin ini, dalam membangun skema relasi NU versus netizen tak bisa diberlakukan secara konvensional seperti dalam relasi NU versus negara. Dibutuhkan kejelian dalam mendayung di atas lautan netizen.

NU vis a vis Negara

Diskusi tentang hubungan NU dengan negara menjadi tema yang senantiasa relevan dan menarik dari waktu ke waktu. Hal ini tidak terlepas dari posisi dan eksistensi NU yang menjadi organisasi kemasyarakatan (ormas) berbasis keagamaan terbesar di Indonesia. Pandangan dan sikap NU, pada titik tertentu, memengaruhi dinamika politik kebangsaan dan kenegaraan.

Faktor demokrasi sebagai pilihan dalam pengelolaan pemerintahan di Indonesia sejak reformasi 1998 silam, juga memberi pengaruh dalam merumuskan format ideal relasi NU dan negara. Situasi yang jauh berbeda selama era orde baru, 32 tahun lamanya.

Dalam konteks tersebut pembagian skema relasi negara versus civil society oleh Simone Chambers dan Jefrey Kopstein (2008: 364) dalam The Oxford Handbook of Political Theory membagi enam skema relasi negara versus civil society, yakni masyarakat sipil terpisah dari negara, masyarakat sipil melawan negara, masyarakat sipil mendukung negara, masyarakat sipil dalam dialog dengan negara, masyarakat sipil dalam kemitraan negara, serta masyarakat sipil di luar negara.

Pembagian skema tersebut didasari pada praktik pengalaman di sejumlah negara dengan latar belakangnya. Dalam konteks relasi NU dan Negara, skema masyarakat sipil dalam dialog dengan negara (civil society in dialogue with the state) menjadi pilihan yang moderat. Membayangkan NU melawan negara, tentu pandangan yang insinuatif di tengah demokratisasi yang sedang berjalan saat ini.

Latar belakang sistem demokrasi yang dipilih Indonesia, dibutuhkan ruang dialog yang kreatif dan kritis antara publik dengan negara. Ruang publik yang direpresentasikan melalui masyarakat sipil menjadi pendulum penting dalam proses demokratisasi di sebuah negara.

Chambers dan Kopstein, dengan mengutip Habermas, menyebutkan kendati jaminan kebebasan berpendapat dan berserikat merupakan syarat mutlak di ruang publik, namun hal tersebut tidaklah cukup. Menurut dia, terdapat tanggung jawab masyarakat sipil untuk menghadirkan ruang publik yang harus senantiasa dijaga.
Pada poin ini, NU dapat menjadi jangkar penting yang merepresentasikan masyarakat sipil untuk membangun dialog dengan negara. Posisi NU rekat tapi tidak lekat. Pada titik tertentu, NU menjadi penyambung suara masyarakat dalam perumusan kebijakan negara yang memiliki makna aspirasi bahkan koreksi. Posisi NU tentu tidak lekat dengan negara, karena memang entitas yang berbeda dengan negara.

Pada tataran praksis, NU berkolaborasi dengan negara, khususnya dalam urusan pemberdayaan masyarakat yang notabene merupakan area garapan NU. Posisi NU menjadi bagian penting dalam supporting system negara dalam penguatan masyarakat di akar rumput untuk kemaslahatan bersama.

NU vis a vis netizen

Di sisi lain, arena digital menjadi lapangan yang relatif baru bagi NU. Meski belakangan NU dan para jamaahnya cukup atraktif dalam berselancar di arena ini. Tak sedikit platform digital dilahirkan oleh NU dan badan otonom di lingkungan NU.

Di luar soal responsivitas dan adaptabilitas NU terhadap digital, perkara lain yang tak kalah penting adalah soal percakapan publik mengenai NU di ranah digital. Respons cepat publik terhadap pandangan, sikap, maupun pilihan posisi NU-termasuk tokoh yang terafiliasi dengan NU-di ruang publik menjadi objek yang kerap didiskusikan oleh publik, bahkan memantik perdebatan.

Terminologi populer di lingkungan NU seperti sami’na wa atha’na tentu tidak berlaku dalam percakapan netizen di ruang digital. Bahkan, terminologi su’ al-adab saat mengomentari pandangan, tindakan, maupun pilihan NU dan aktivisnya juga tak berlaku dalam norma di digital. Publik sangat bebas memberi anotasi terhadap NU. Begitulah norma yang terjadi di ruang digital. Pada poin ini, etika dalam bermedia sosial sangat relevan untuk dipedomani sebagaimana Fatwa MUI No. 24 Tahun 2017.

Pada titik ini, tak lagi relevan untuk sibuk mencari tahu siapa sesungguhnya aktor invisible hand yang menggerakkan narasi pejoratif terhadap NU di ruang digital. Karena bisa saja, narasi publik juga lahir atas dasar common sense atau pandangan umum. Jadi, tidak mesti pandangan yang muncul digerakkan oleh pihak yang tidak suka dengan NU.

Dalam konteks inilah, sikap moderat jemaah dan jam’iyyah NU di ruang digital menjadi relevan dan kontekstual untuk dipedomani. Sikap tengah (i’tidal), objektif, dan didasari pada common good yang tak jarang beririsan dengan common sense dalam merespons tema dan persoalan publik diharapkan dapat menghindari lahirnya polemik yang tak perlu di ruang digital.

Sikap ini juga didasari pada spirit “Resolusi Jihad” Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari, yakni semata-mata dalam konteks “mempertahankan dan menegakkan agama dan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia merdeka”. Selamat harlah ke-102 NU, bekerja bersama untuk maslahat Indonesia!

Ahmad Tholabi Kharlie
Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
Pengurus LPTNU PBNU

(erd/erd)



Sumber : www.detik.com

Apa Itu Haji Ifrad, Dalil, Tata Cara, Waktu dan Perbedaan dengan Jenis Haji Lainnya


Jakarta

Bagi umat Islam, melaksanakan ibadah haji merupakan salah satu rukun Islam yang wajib ditunaikan bagi mereka yang mampu. Haji Ifrad adalah salah satu dari tiga jenis haji yang dikenal dalam ajaran Islam, selain Haji Tamattu’ dan Haji Qiran.

Haji Ifrad merupakan salah satu jenis ibadah haji di mana seseorang melaksanakan ibadah haji terlebih dahulu, dan umrah dilakukan secara terpisah setelahnya di luar musim haji. Dengan kata lain, dalam Haji Ifrad, umrah tidak dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan haji.

Apa Itu Haji Ifrad

Dalam buku Ensiklopedia Fikih Indonesia: Haji & Umrah yang disusun oleh Ahmad Sarwat, dijelaskan bahwa ifrad berasal dari kata mashdar dengan akar kata ‘afrada’, yang artinya memisahkan sesuatu sehingga menjadi sendiri-sendiri, atau memisahkan sesuatu yang sebelumnya digabungkan.


Secara harfiah, ifrad memiliki makna yang berlawanan dengan qiran, yaitu menggabungkan.

Dalam konteks ibadah haji, ifrad merujuk pada pemisahan antara ibadah haji dan umrah. Dengan demikian, pelaksanaan haji tidak dilakukan bersamaan dengan umrah.

Orang yang melaksanakan haji ifrad hanya menunaikan ibadah haji tanpa melakukan umrah. Namun, mereka tetap diperbolehkan melakukan umrah, tetapi setelah seluruh rangkaian haji selesai.

Haji Ifrad adalah satu-satunya jenis haji yang tidak mengharuskan jemaah membayar denda berupa penyembelihan kambing sebagai dam. Berbeda dengan Haji Tamattu’ dan Qiran, yang mewajibkan jemaah untuk membayar dam.

Dalil Pelaksanaan Haji Ifrad

Haji Ifrad dilaksanakan berdasarkan dalil dari hadits yang menyebutkan bahwa Rasulullah memisahkan antara ibadah haji dan umrah saat menunaikan haji.

Dasar pelaksanaan Haji Ifrad bersumber dari hadits yang diriwayatkan oleh ‘Aisyah RA. Dia berkata,

“Kami keluar bersama Rasulullah SAW pada tahun ketika beliau melaksanakan haji Wada’. Di antara kami ada yang berihram untuk umrah, berihram untuk umrah dan haji (haji qiran), dan ada pula yang berihram untuk melaksanakan haji saja. Sementara Rasulullah berihram untuk haji. Adapun yang berihram untuk haji atau yang berihram dengan menggabungkan antara haji dan umrah, maka mereka tidak bertahallul hingga pada hari Nahar (tanggal 10 Zulhijah).” (HR Bukhari dan Muslim).

Tata Cara dan Rangkaian Haji Ifrad

Kembali mengacu pada buku Ensiklopedia Fikih Indonesia: Haji & Umrah yang disusun oleh Ahmad Sarwat, tata cara pelaksanaan Haji Ifrad adalah dengan menunaikan ibadah haji terlebih dahulu. Setelah menyelesaikan haji, jamaah kemudian mengenakan ihram untuk umrah dan melaksanakan rangkaian amalan umrah.

Secara ringkas, urutan pelaksanaan Haji Ifrad adalah menyelesaikan haji terlebih dahulu, kemudian melanjutkan dengan umrah. Menurut buku Fiqh As-Sunnah Jilid 3 karya Sayyid Sabiq, terjemahan Khairul Amru Harahap dan kawan-kawan, mereka yang menunaikan Haji Ifrad melafalkan talbiyah dengan lafaz sebagai berikut:

Labbaika bi-hajjin

Artinya: “Aku memenuhi panggilan-Mu untuk haji.”

Secara lebih rinci berikut ini adalah tata cara dan rangkaian kegiatan haji Ifrad:

  1. Ihram di miqat untuk haji
  2. Tawaf qudum
  3. Sa’i haji
  4. Tanggal 8 Dzulhijjah, masih keadaan ihram
  5. Tanggal 9 Dzulhijjah, wukuf di Arafah
  6. Tanggal 10 Dzulhijjah, mabit di Muzdalifah
  7. Lempar jumrah Aqabah
  8. Tahalul Awal
  9. Tawaf Ifadhah
  10. Tahalul Tsani
  11. Mabit di Mina
  12. Tanggal 11 Dzulhijjah, melempar tiga jumrah
  13. Tanggal 12 Dzulhijjah, melempar tiga jumrah
  14. Meninggalkan Mina untuk Nafar Awal
  15. Tanggal 13 Dzulhijjah, melempar tiga jumrah
  16. Meninggalkan Mina untuk Nafar Tsani

Waktu Pelaksanaan Haji Ifrad

Dikutip dari buku Tuntunan Lengkap Wajib & Sunnah Haji dan Umrah karya H. Halik Lubis, berikut ini adalah waktu pelaksanaan Haji Ifrad:

8 Zulhijah – Mekah (pagi)

Berangkat menuju Mina bila melakukan sunah Tarwiyah atau menuju Arafah setelah meninggalkan sunah Tarwiyah.

8 Zulhijah – Mina (siang-malam)

Bermalam/mabit di Mina sebelum berangkat ke Arafah seperti yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW.

9 Zulhijah – Mina (pagi)

Berangkat menuju Arafah setelah matahari terbit atau setelah melakukan salat Subuh.

9 Zulhijah – Arafah (siang-sore)

Sembari menunggu wukuf pada tengah hari, jangan lupa berdoa, berzikir, dan bertasbih. Selanjutnya meng-qashar salat Dzuhur dan Ashar. Kedua salat ini dilakukan pada waktu Dzuhur. Setelah salat selesai, berlanjut dengan wukuf dan berdoa, berzikir, dan bertalbiah, dilakukan terus menerus hingga waktu Maghrib tiba.

9 Zulhijah – Arafah (sore-malam)

Setelah matahari terbenam, dilanjutkan menuju Muzdalifah. Melakukan salat Maghrib di Muzdalifah dengan jamak salah Isya seperti yang dicontohkan Nabi Muhammad SAW.

9 Zulhijah – Muzdalifah (malam)

Menjamak takhir Maghrib dan Isya. Bermalam sebentar hingga lewat tengah malam sembari mengumpulkan 7 kerikil yang bertujuan untuk melempar jumrah aqabah.

10 Zulhijah – Mina

Melontarkan jumrah aqabah sebanyak 7 kali, melakukan tahalul awal, kemudian melanjutkan tawaf ifadah, sa’i, dan sunah melakukan tahallul qubra dengan cara mencukur rambut kepala. Jemaah harus sudah tiba di Mina sebelum waktu Magrib kemudian bermalam di Mina hingga tengah malam.

11 Zulhijah – Mina

Melontarkan jumrah Ula, wusta, dan Aqabah sebanyak 7 kali. Kemudian bermalam di Mina paling tidak sebelum Maghrib hingga tengah malam.

12 Zulhijah – Mina

Melontar jumrah Ula, Wusta, dan Aqabah masing-masing 7 kali saat waktu subuh. Nafar awal, kembali ke Mekah sebelum Maghrib tiba. Hingga akhirnya dilanjutkan melakukan tawaf ifadah dan sa’i setelah tahallul qubra bagi yang belum melakukan.

13 Zulhijah – Mina (pagi)

Melontar jumrah Ula, Wusta, dan Aqabah sebanyak 7 kali.

13 Zulhijah – Mekah (siang-malam)

Melakukan tawaf iafadah, sa’i, dan melakukan tahallul qubra bagi yang belum melaksanakannya. Setelah ini, ibadah haji pun selesai.

Perbedaan Haji Ifrad dengan Haji Qiran dan Tamattu

Menurut buku Fiqih Lima Mazhab: Ja’fari, Hanafi, Maliki, Syafi’i, Hambali karya Mighniyah, Haji Ifrad adalah ibadah haji yang dilaksanakan secara terpisah dari umrah. Dalam praktiknya, Haji Ifrad dimulai dengan pelaksanaan haji terlebih dahulu, kemudian dilanjutkan dengan ibadah umrah setelahnya.

Sementara itu, Haji qiran adalah ibadah haji dan umrah yang dilakukan secara bersamaan. Dalam haji qiran, jamaah berihram dengan niat umrah dan haji sekaligus.

Jenis Haji yang terakhir, Haji Tamattu merupakan ibadah haji yang diawali dengan melakukan umrah terlebih dahulu.

(hnh/lus)



Sumber : www.detik.com

Hasil Mudzakarah dan Ijtima Ulama MUI Beda, PERSIS: Harus Disinkronkan



Jakarta

Mudzakarah Perhajian Indonesia 2024 menghasilkan sejumlah putusan terkait penyelenggaraan ibadah haji yang berbeda dengan hasil Ijtima Ulama Komisi Fatwa MUI.

Ketua Umum Pimpinan Pusat Persatuan Islam (PERSIS) KH Jeje Zaenudin turut bicara terkait adanya perbedaan hasil Ijtima Ulama Komisi Fatwa MUI Pusat di Bangka pada Mei 2024 lalu dengan hasil kesimpulan dan rekomendasi di Mudzakarah Perhajian baru-baru ini.

Saat pembukaan Mudzakarah Perhajian 2024 yang diselenggarakan pada 7-9 November di Bandung, PP PERSIS diamanahi oleh Kementerian Agama untuk menjadi tuan rumah.


“Saya berharap agar keputusan Mudzakarah Perhajian tahun 2024 yang diselenggarakan oleh Kemenag di Bandung, dapat disinkronisasi dan mendapatkan titik temu dengan hasil Ijtima Ulama Komisi Fatwa MUI se-Indonesia di Bangka,” kata Ajengan Jeje dalam keterangan rilis yang diterima detikHikmah, Rabu (13/11/2024).

Ajengan Jeje menjelaskan bahwa sangat penting untuk menyikapi hal ini. Sebab, ada masalah hukum yang berbeda antara keputusan hasil Mudzakarah perhajian Kemenag dengan hasil Ijtima Ulama Komisi Fatwa MUI se-Indonesia pada 28-31 Mei 2024.

Perbedaanya yaitu keputusan Ijtima Ulama Komisi Fatwa MUI menyatakan pemanfaatan hasil investasi setoran awal BIPIH calon jemaah haji untuk membiayai penyelenggaraan haji jemaah lain adalah haram. Sementara kesimpulan hasil Mudzakarah Kemenag menyatakan mubah atau boleh.

Perbedaan lainnya terkait kebolehan dan sahnya penyembelihan hewan hadyu atau dam haji tamattu’ di luar wilayah Makkah berbeda dengan keputusan fatwa MUI yang menyatakan tidak boleh dan tidak sah.

Perbedaan ini tentunya akan membingungkan umat, terutama para jemaah haji. “Maka kami meminta agar perbedaan kesimpulan hukum ini dapat dibahas bersama untuk disinkronisasi dan mencari titik temu dengan mengurai titik perbedaan pandangannya,” jelas Ajengan Jeje.

Karena menurut Ajengan Jeje, kewenangan dua forum kajian itu berbeda. Forum Ijtima Ulama Komisi Fatwa MUI adalah forum pengkajian untuk mengeluarkan berbagai fatwa hukum atas berbagai masalah yang ditanyakan oleh umat maupun pemerintah.

Adapun forum Mudzakarah Perhajian lebih tepatnya sebagai forum pengkajian berbagai persoalan haji, baik aspek regulasi maupun masalah pelaksanaan di lapangan untuk menjadi rekomendasi kebijakan dalam memperbaiki kualitas pelayanan penyelenggaraan haji.

“Oleh sebab itu, memang seharusnya menyamakan persepsi dan melakukan sinkronisasi, agar tidak ada yang melampaui kewenangan dan tupoksinya,” ucapnya.

Ia menilai, forum Mudzakarah Perhajian meskipun menghadirkan narasumber ulama ahli fikih dan hukum Islam, sejatinya tidak dalam konteks untuk mengeluarkan fatwa atau keputusan hukum, tetapi lebih kepada rekomendasi teknis tata kelola penyelenggaraan dalam mengatasi berbagai problem di lapangan. Hal itulah, ia kira yang dipahami oleh mayoritas para narasumber dan para peserta.

“Kewenangan mengeluarkan fatwa hukum seharusnya tetap pada lembaga fatwa yang lebih lengkap dan lebih luas pesertanya, seperti pada Ijtima Ulama Komisi Fatwa MUI,” ujar Ajengan Jeje.

(lus/kri)



Sumber : www.detik.com

4 Doa sebelum Ujian agar Diberi Kemudahan dan Nilai Bagus


Jakarta

Berdoa saat ujian menunjukkan keyakinan bahwa pertolongan Allah dapat membantu mencapai hasil yang baik. Berikut detikHikmah sajikan bacaan doa sebelum ujian agar diberi kemudahan bagi muslim yang mengamalkannya.

Dikutip dari buku Dahsyatnya Doa Para Nabi karya Syamsuddin Noor, doa didefinisikan sebagai permintaan atau permohonan dari pihak yang lebih rendah kepada pihak yang lebih tinggi. Dalam konteks ini, manusia adalah pihak yang berkedudukan rendah, sementara Allah SWT adalah pihak yang lebih tinggi.

Anjuran berdoa dijelaskan dalam firman Allah SWT surah Al Ghafir ayat 60:


وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ إِنَّ الَّذِينَ يستكبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ

Artinya: “Dan Tuhanmu telah berfirman, ‘Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahanam dalam keadaan hina dina’.”

Allah SWT juga berfirman dalam surah Al Baqarah ayat 186:

وَاِذَا سَاَلَـكَ عِبَادِىۡ عَنِّىۡ فَاِنِّىۡ قَرِيۡبٌؕ اُجِيۡبُ دَعۡوَةَ الدَّاعِ اِذَا دَعَانِ فَلۡيَسۡتَجِيۡبُوۡا لِىۡ وَلۡيُؤۡمِنُوۡا بِىۡ لَعَلَّهُمۡ يَرۡشُدُوۡنَ‏

Artinya: “Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka jawablah, bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku.”

Dalil di atas juga dikuatkan dalam riwayat hadits yang menyebutkan sabda Rasulullah SAW. Dikutip dari Riyadush Shalihin 2 karya Imam Nawawi Edisi Indonesia terbitan Solo Cordova Mediatama, beliau menganjurkan muslim untuk memperbanyak doa terutama dalam salat.

وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ : أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ قَالَ : أَقْرَبُ مَا يَكُوْنُ الْعَبْدُ مِنْ رَبِّهِ وَهُوَ سَاجِدٌ ، فَأَكْثِرُوا الدُّعَاءَ

Artinya: Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Keadaan seorang hamba yang paling dekat dari Rabbnya adalah ketika dia sujud, maka perbanyaklah doa (saat sujud).” (HR Muslim)

4 Doa agar Dimudahkan dalam Ujian

Berikut beberapa doa yang dapat dibaca agar dimudahkan dalam menghadapi ujian yang dikutip dari buku Kitab Doa Mustajab Terlengkap karya Ustaz H Amrin Ali Al-Kasyaf.

1. Doa untuk Menghadapi Ujian

اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْتَوْدِعُكَ مَا عَلَّمْتَنِيْهِ فَارْدُدْهُ إِلَيَّ عِنْدَ حَاجَتِي إِلَيْهِ وَلَا تُنْسِنَاهُ يَا رَبَّ الْعَالَمِينَ

Arab latin: Allahumma inni astawdi’uka maa ‘allamtanihi fardudhu ilayya ‘inda haajatii ilayhi wa laa tunsinahu yaa Rabbal ‘aalamiin.

Artinya: Ya Allah, sesungguhnya aku titipkan kepada-Mu apa yang Engkau telah mengajarkannya kepadaku. Maka kembalikanlah ia kepadaku sewaktu aku menghendakinya. Dan, janganlah Engkau melupakannya dariku, wahai Dzat Yang Menguasai seluruh alam.

2. Doa Agar Lulus Ujian

اللَّهُمَّ. صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدِ نِ الْفَاتِحِ لِمَا أُغْلِقَ وَالْخَاتِمِ لِمَا سَبَقَ نَاصِرِ الْحَقِّ بِالْحَقِّ وَالْهَادِ إِلَى صِرَاطِكَ الْمُسْتَقِيمِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ حَقَّ قَدْرِهِ وَمِقْدَارِهِ الْعَظِيمِ

Arab latin: Allahumma shalli ‘alaa sayyidina Muhammad inil faatihi limaa ughliqa wal khaatimi limaa sabaqa naashiril haqqi bil haqqi wal haadi ilaa shiraathikal mustaqiimi wa ‘alaa aalihee wa shahbihi haqqaqadrihi wamiiqdaarihi al-azhiimi.

Artinya: Ya Allah limpahkanlah rahmat dan keagungan atas tuan kami, Nabi Muhammad SAW, yang menjadi pembuka bagi segala yang terkunci yang menjadi penutup bagi segala yang dahulu, yang memperjuangkan kebenaran dengan kebenaran dan yang menunjukkan kepada-Mu yang lurus, dan juga atas keluarga dan para sahabatnya dengan hak kapasitas dan derajat yang agung.

3. Doa Mohon Terhindar dari Hasil Ujian yang Tidak Baik

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوْذُ بِكَ مِنْ جَهْدِ الْبَلاءِ وَدَرْكِ الشَّقَاءِ وَسُوْءِ الْقَضَاءِ وَشَمَاتَةِ الأَعْدَاءِ

Arab latin: Allahumma inni a’udzu bika min jaahil balaai wa darakis syiqaa’i wa su’il qadaa’i wa shamataatil adaa’i.

Artinya: Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari musibah yang sangat buruk, kebinasaan, qadha yang jelek, dan kehinaan dari musuh-musuh.

4. Doa Dilancarkan Ujian Lisan

رَبِّ اشْرَحْ لِي صَدْرِي وَيَسِّرْ لِي أَمْرِيوَاحْلُلْ عُقْدَةً مِنْ لِسَا نِييَفْقَهُوا قَوْلِي

Arab latin: Rabbisyah li sadri wa yassir li amri wahlul ‘uqdatam mil lisani yafqahu qauli

Artinya: Ya Rabb-ku, lapangkanlah dadaku dan ringankanlah segala urusanku, dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku agar mereka mengerti perkataanku.

Doa ini tercantum dalam Al-Qur’an surah Taha ayat 25-28.

(rah/rah)



Sumber : www.detik.com

Ilmuwan Teliti Efek Pornografi pada Otak Pria, Begini Temuannya


Jakarta

Penelitian baru yang diterbitkan dalam Human Brain Mapping menunjukkan bahwa gambar-gambar porno lebih memicu pusat penghargaan di otak dibandingkan prospek mendapatkan uang atau bermain game pada pria dewasa yang sehat.

Dikutip dari NYPOst, studi ini mengeksplorasi bagaimana otak manusia dikondisikan untuk menerima rangsangan terkait internet, khususnya pornografi, perjudian, dan video game bahkan dalam konteks yang sehat dan non-patologis.

Eksperimen tersebut melibatkan 31 partisipan pria berusia 19 hingga 38 tahun dengan kondisi sehat. Setiap peserta kemudian diminta untuk memilih rangsangan yang mereka sukai: gambar pornografi, tangkapan layar video game, dan gambar uang sebesar 50 sen. Faktor personalisasi ini memastikan rangsangan benar-benar bermanfaat bagi setiap peserta.


Penelitian sudut pandang lain menyelidiki bagaimana otak merespons rangsangan netral ketika dikaitkan dengan hasil yang bermanfaat. Untuk melakukan hal ini, setiap gambar yang diberi hadiah juga dipasangkan dengan bentuk geometris di tengah barisan, sedangkan bentuk keempat dipasangkan tanpa hadiah sama sekali.

Para peneliti mengumpulkan data dari pemindaian MRI, tes konduktivitas kulit – yang mengukur gairah fisiologis – dan penilaian subjektif dari peserta.

Dalam semua uji coba, bentuk geometris yang terkait dengan salah satu dari tiga gambar yang bermanfaat dinilai lebih menyenangkan dan menggairahkan dibandingkan bentuk yang tidak bermanfaat, dengan gambar pornografi muncul di urutan teratas. Khususnya, bentuk-bentuk yang terkait dengan pornografi ini mendorong jalur pemrosesan hadiah di otak lebih cepat daripada bermain game dan uang.

Temuan ini menunjukkan bahwa pornografi – dan, mungkin lebih jauh lagi, seks – terasa lebih bermanfaat dibandingkan game atau uang, dan dengan demikian mungkin dianggap lebih membuat ketagihan dibandingkan kecanduan game atau perjudian.

Penelitian sebelumnya setuju dengan hasil tersebut, menunjukkan pornografi lebih membangkitkan gairah dan efektif dibandingkan beberapa aktivitas adiktif lainnya.

Dengan memahami mekanisme saraf di balik pemrosesan penghargaan di otak, penelitian semacam itu adalah kunci untuk menemukan dan mengembangkan terapi baru untuk pengobatan kecanduan.

(kna/kna)

Sumber : health.detik.com

Image : unsplash.com/ Spacejoy