Tag Archives: kufur

10 Hal yang Membatalkan Keislaman


Jakarta

Islam adalah agama yang sempurna, mencakup seluruh aspek kehidupan manusia dengan petunjuk yang jelas dan mulia. Menjadi seorang Muslim merupakan kenikmatan yang tiada tara karena iman kepada Allah Swt. dan Rasul-Nya adalah sebaik-baik anugerah.

Namun, keislaman seseorang juga bisa sirna apabila melakukan hal-hal yang menyimpang dari ajaran Islam. Lantas, apa sajakah 10 hal yang bisa membatalkan keislaman dan menjadikan seseorang keluar dari agama yang suci ini?

10 Hal yang Membatalkan Keislaman Seseorang

Dalam buku Memurnikan Laa Ilahailallah yang ditulis oleh Muhammad Saiq dan rekan-rekannya, disebutkan bahwa terdapat sepuluh perbuatan yang dapat menyebabkan seseorang keluar dari Islam.


1. Syirik

Syirik merupakan perbuatan yang sangat tercela, yaitu ketika seseorang mempersekutukan Allah SWT dengan sesuatu yang lain. Siapa yang melakukan penyembahan, doa, atau ibadah kepada selain Allah maka dosanya tidak akan diampuni.

Dalam Surat An-Nisa ayat 116, Allah berfirman:

اِنَّ اللّٰهَ لَا يَغْفِرُ اَنْ يُّشْرَكَ بِهٖ وَيَغْفِرُ مَا دُوْنَ ذٰلِكَ لِمَنْ يَّشَاۤءُۗ وَمَنْ يُّشْرِكْ بِاللّٰهِ فَقَدْ ضَلَّ ضَلٰلًا ۢ بَعِيْدًا ۝١١٦

Artinya: Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni (dosa) karena mempersekutukan-Nya (syirik), tetapi Dia mengampuni apa (dosa) yang selain (syirik) itu bagi siapa yang Dia kehendaki. Siapa pun yang mempersekutukan Allah sungguh telah tersesat jauh.

2. Menjadikan Sesuatu sebagai Perantara antara Dirinya dan Allah

Walaupun tidak menyembah secara langsung, menggunakan benda atau makhluk lain sebagai perantara dalam beribadah kepada Allah termasuk bentuk kesyirikan. Jika kebiasaan ini terus dilakukan, hal itu dapat menyebabkan batalnya keislaman seseorang.

3. Tidak Menganggap Musyrik Orang yang Berbuat Syirik

Perbuatan semacam ini jelas termasuk kekufuran. Sebab, dalam persoalan agama, segala sesuatu yang batil wajib diluruskan, dan seorang Muslim tidak diperbolehkan membiarkan atau membenarkan ajaran mereka.

4. Lebih Mendahulukan Hukum Thogut daripada Hukum Allah

Orang yang lebih meyakini dan mengutamakan hukum thogut dibandingkan syariat Allah dan Rasul-Nya bisa terjerumus pada pembatal keislaman. Karena sikap itu menunjukkan lemahnya keimanan dan keraguan terhadap kebenaran ajaran Islam yang dibawa oleh Rasulullah.

5. Membenci Sunnah Rasul

Perkara satu ini termasuk kafir secara ijma’. Dalam surat Muhammad ayat 28, Allah Swt berfirman:

ذٰلِكَ بِاَنَّهُمُ اتَّبَعُوْا مَآ اَسْخَطَ اللّٰهَ وَكَرِهُوْا رِضْوَانَهٗ فَاَحْبَطَ اَعْمَالَهُمْࣖ ۝٢٨

Artinya: Yang demikian itu (terjadi) karena sesungguhnya mereka mengikuti apa yang menimbulkan kemurkaan Allah dan membenci (apa yang menimbulkan) keridaan-Nya. Oleh karena itu, Dia menghapus (pahala) amal-amal mereka.

6. Mengejek Agama Islam

Pembahasan mengenai hal ini bisa menjadi sangat luas. Ini dapat mencakup ketentuan pahala, dosa, maupun hukumnya. Allah Swt berfirman dalam surat At-Taubah ayat 65-66:

وَلَىِٕنْ سَاَلْتَهُمْ لَيَقُوْلُنَّ اِنَّمَا كُنَّا نَخُوْضُ وَنَلْعَبُۗ قُلْ اَبِاللّٰهِ وَاٰيٰتِهٖ وَرَسُوْلِهٖ كُنْتُمْ تَسْتَهْزِءُوْنَ ۝٦٥

Artinya: Sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka, mereka pasti akan menjawab, “Sesungguhnya kami hanya bersenda gurau dan bermain-main saja.” Katakanlah, “Apakah terhadap Allah, ayat-ayat-Nya, dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?”

لَا تَعْتَذِرُوْا قَدْ كَفَرْتُمْ بَعْدَ اِيْمَانِكُمْۗ اِنْ نَّعْفُ عَنْ طَاۤىِٕفَةٍ مِّنْكُمْ نُعَذِّبْ طَاۤىِٕفَةً ۢ بِاَنَّهُمْ كَانُوْا مُجْرِمِيْنَࣖ ۝٦٦

Artinya: Tidak perlu kamu membuat-buat alasan karena kamu telah kufur sesudah beriman. Jika Kami memaafkan sebagian dari kamu (karena telah bertobat), niscaya Kami akan mengazab golongan (yang lain), karena sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang berbuat dosa.

7. Mempelajari Sihir

Sihir juga merupakan hal yang dilarang di dalam Islam. Allah Swt berfirman dalam surat Al-Baqarah ayat 102:

وَاتَّبَعُوْا مَا تَتْلُوا الشَّيٰطِيْنُ عَلٰى مُلْكِ سُلَيْمٰنَۚ وَمَا كَفَرَ سُلَيْمٰنُ وَلٰكِنَّ الشَّيٰطِيْنَ كَفَرُوْا يُعَلِّمُوْنَ النَّاسَ السِّحْرَ وَمَآ اُنْزِلَ عَلَى الْمَلَكَيْنِ بِبَابِلَ هَارُوْتَ وَمَارُوْتَۗ وَمَا يُعَلِّمٰنِ مِنْ اَحَدٍ حَتّٰى يَقُوْلَآ اِنَّمَا نَحْنُ فِتْنَةٌ فَلَا تَكْفُرْۗ فَيَتَعَلَّمُوْنَ مِنْهُمَا مَا يُفَرِّقُوْنَ بِهٖ بَيْنَ الْمَرْءِ وَزَوْجِهٖۗ وَمَا هُمْ بِضَاۤرِّيْنَ بِهٖ مِنْ اَحَدٍ اِلَّا بِاِذْنِ اللّٰهِۗ وَيَتَعَلَّمُوْنَ مَا يَضُرُّهُمْ وَلَا يَنْفَعُهُمْۗ وَلَقَدْ عَلِمُوْا لَمَنِ اشْتَرٰىهُ مَا لَهٗ فِى الْاٰخِرَةِ مِنْ خَلَاقٍۗ وَلَبِئْسَ مَاشَرَوْا بِهٖٓ اَنْفُسَهُمْۗ لَوْ كَانُوْا يَعْلَمُوْنَ ۝١٠٢

Artinya: Mereka mengikuti apa yang dibaca oleh setan-setan pada masa Kerajaan Sulaiman. Sulaiman itu tidak kufur, tetapi setan-setan itulah yang kufur. Mereka mengajarkan sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua malaikat di negeri Babilonia, yaitu Harut dan Marut. Padahal, keduanya tidak mengajarkan sesuatu kepada seseorang sebelum mengatakan, “Sesungguhnya kami hanyalah fitnah (cobaan bagimu) oleh sebab itu janganlah kufur!” Maka, mereka mempelajari dari keduanya (malaikat itu) apa yang (dapat) memisahkan antara seorang (suami) dan istrinya. Mereka tidak akan dapat mencelakakan seseorang dengan (sihir)-nya, kecuali dengan izin Allah. Mereka mempelajari sesuatu yang mencelakakan dan tidak memberi manfaat kepada mereka. Sungguh, mereka benar-benar sudah mengetahui bahwa siapa yang membeli (menggunakan sihir) itu niscaya tidak akan mendapat keuntungan di akhirat. Sungguh, buruk sekali perbuatan mereka yang menjual dirinya dengan sihir jika mereka mengetahui(-nya).

8. Membantu Orang Musyrik yang Memusuhi Islam

Seseorang yang justru membantu orang lain yang musyrik dan mendungungnya juga perlu berhati-hati dengan keislamannya. Allah Swt berfirman dalam Al-Maidah ayat 51:

۞ يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَتَّخِذُوا الْيَهُوْدَ وَالنَّصٰرٰٓى اَوْلِيَاۤءَۘ بَعْضُهُمْ اَوْلِيَاۤءُ بَعْضٍۗ وَمَنْ يَّتَوَلَّهُمْ مِّنْكُمْ فَاِنَّهٗ مِنْهُمْۗ اِنَّ اللّٰهَ لَا يَهْدِى الْقَوْمَ الظّٰلِمِيْنَ ۝٥١

Artinya: Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menjadikan orang Yahudi dan Nasrani sebagai teman setia(-mu). Sebagian mereka menjadi teman setia bagi sebagian yang lain. Siapa di antara kamu yang menjadikan mereka teman setia, maka sesungguhnya dia termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang zalim.

9. Tidak mengikuti syariat Nabi Muhammad SAW

Nabi Muhammad SAW diutus untuk menjadi penerang bagi kita umat Islam. Namun, siapa yang tidak mengikuti syariat Nabi Muhammad juga dipertanyakan keislamannya. Allah Swt berfirman dalam surat Ali Imran ayat 85:

وَمَنْ يَّبْتَغِ غَيْرَ الْاِسْلَامِ دِيْنًا فَلَنْ يُّقْبَلَ مِنْهُۚ وَهُوَ فِى الْاٰخِرَةِ مِنَ الْخٰسِرِيْنَ ۝٨٥

Artinya: Siapa yang mencari agama selain Islam, sekali-kali (agamanya) tidak akan diterima darinya dan di akhirat dia termasuk orang-orang yang rugi.

10. Berpaling dari agama Islam

Orang yang demikian tidak ingin mempelajari atau mengamalkan ajaran Kitabullah dan Sunah Rasul-Nya. Allah Swt. berfirman dalam Surah As-Sajdah ayat 22:

وَمَنْ اَظْلَمُ مِمَّنْ ذُكِّرَ بِاٰيٰتِ رَبِّهٖ ثُمَّ اَعْرَضَ عَنْهَاۗ اِنَّا مِنَ الْمُجْرِمِيْنَ مُنْتَقِمُوْنَࣖ ۝٢٢

Artinya: Siapakah yang lebih zalim daripada orang yang telah diperingatkan dengan ayat-ayat Tuhannya, kemudian dia berpaling darinya? Sesungguhnya Kami akan memberikan balasan kepada para pendosa.

(hnh/erd)



Sumber : www.detik.com

Tata Cara Salat yang Dilakukan Rasulullah di Medan Perang: Salat Khauf


Jakarta

Dalam situasi genting di medan perang, seorang muslim tidak boleh meninggalkan ibadah salatnya. Islam memberikan keringanan melalui salat khauf, yaitu salat yang dilakukan dalam kondisi takut atau khawatir akan serangan musuh.

Salat ini merupakan wujud kasih sayang Allah SWT agar hamba-Nya senantiasa mengingat-Nya. Bahkan dalam keadaan paling menantang sekalipun.

Apa Itu Salat Khauf?

Secara bahasa, khauf diartikan sebagai rasa takut. Dalam konteks salat khauf, rasa takut ini merujuk pada kekhawatiran akan serangan musuh saat berada di medan perang.


Dalam buku Terjemah Fiqhul Islam wa Adillathuhu Juz 2 susunan Prof Wahbah Az Zuhaili, salat khauf adalah ibadah yang disyariatkan menurut mayoritas ahli fiqih dan tergolong sebagai sunnah yang tercantum dalam Al-Qur’an dan hadits. Tujuannya adalah agar umat Islam tetap dapat menjalankan kewajiban salat sambil tetap waspada terhadap ancaman.

Landasan salat khauf terdapat dalam Surat An-Nisa ayat 102, Allah SWT berfirman:

وَاِذَا كُنْتَ فِيْهِمْ فَاَقَمْتَ لَهُمُ الصَّلٰوةَ فَلْتَقُمْ طَاۤىِٕفَةٌ مِّنْهُمْ مَّعَكَ وَلْيَأْخُذُوْٓا اَسْلِحَتَهُمْ ۗ فَاِذَا سَجَدُوْا فَلْيَكُوْنُوْا مِنْ وَّرَاۤىِٕكُمْۖ وَلْتَأْتِ طَاۤىِٕفَةٌ اُخْرٰى لَمْ يُصَلُّوْا فَلْيُصَلُّوْا مَعَكَ وَلْيَأْخُذُوْا حِذْرَهُمْ وَاَسْلِحَتَهُمْ ۗ وَدَّ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا لَوْ تَغْفُلُوْنَ عَنْ اَسْلِحَتِكُمْ وَاَمْتِعَتِكُمْ فَيَمِيْلُوْنَ عَلَيْكُمْ مَّيْلَةً وَّاحِدَةً ۗوَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ اِنْ كَانَ بِكُمْ اَذًى مِّنْ مَّطَرٍ اَوْ كُنْتُمْ مَّرْضٰٓى اَنْ تَضَعُوْٓا اَسْلِحَتَكُمْ وَخُذُوْا حِذْرَكُمْ ۗ اِنَّ اللّٰهَ اَعَدَّ لِلْكٰفِرِيْنَ عَذَابًا مُّهِيْنًا

Artinya: “Apabila engkau (Nabi Muhammad) berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu dan dalam keadaan takut diserang), lalu engkau hendak melaksanakan salat bersama mereka, hendaklah segolongan dari mereka berdiri (salat) bersamamu dengan menyandang senjatanya. Apabila mereka (yang salat bersamamu) telah sujud (menyempurnakan satu rakaat), hendaklah mereka pindah dari belakangmu (untuk menghadapi musuh). Lalu, hendaklah datang golongan lain yang belum salat agar mereka salat bersamamu dan hendaklah mereka bersiap siaga dengan menyandang senjatanya. Orang-orang yang kufur ingin agar kamu lengah terhadap senjata dan harta bendamu, lalu mereka menyerbumu secara tiba-tiba. Tidak ada dosa bagimu meletakkan senjata jika kamu mendapat suatu kesusahan, baik karena hujan maupun karena sakit dan bersiap siagalah kamu. Sesungguhnya Allah telah menyediakan azab yang menghinakan bagi orang-orang kafir.”

Ayat ini secara jelas menggambarkan bagaimana salat khauf dilaksanakan dengan membagi jamaah menjadi beberapa kelompok untuk tetap siaga. Nabi Muhammad SAW sendiri pernah melakukan salat khauf di berbagai tempat, seperti saat perang Dzatur Riqaa, Bathn Nakhl, ‘Usfaan, dan Dzi Qarad, bahkan tercatat sebanyak 24 kali.

Syarat Melakukan Salat Khauf

Salat khauf tidak hanya terbatas pada kondisi perang semata, tetapi juga bisa dilakukan dalam keadaan darurat lainnya. Menurut Ibnu Abidin, dalam sumber yang sama, rasa takut akan adanya serangan musuh adalah penyebab utama dilakukannya salat khauf.

Beberapa syarat untuk melaksanakan salat khauf adalah sebagai berikut:

  • Perang yang Diperbolehkan: salat khauf dilakukan saat memerangi kaum musyrik yang jahat, pemberontak, atau sejenisnya.
  • Ancaman Nyata: Bisa dilakukan ketika berhadapan dengan musuh, binatang buas, atau dalam kondisi yang mengancam keselamatan jiwa seperti takut tenggelam atau terbakar.

Cara Mengerjakan Salat Khauf

Para ahli fiqih sepakat bahwa dalam kondisi sangat mencekam dan sulit untuk salat berjamaah, salat khauf dapat dilakukan secara munfarid (sendiri-sendiri). Mereka boleh salat sambil menunggangi hewan atau berjalan di parit-parit.

Dalam kondisi ini, ruku’ dan sujud cukup dilakukan dengan isyarat ke arah manapun, baik kiblat atau selainnya. Meskipun salat tetap dimulai dengan takbiratul ihram dan menghadap kiblat jika memungkinkan.

Yang menarik, Rasulullah SAW melakukan salat khauf dengan berbagai cara, menyesuaikan dengan keadaan di medan perang. Al-Khaththabi menjelaskan, “Salat khauf banyak ragamnya. Nabi SAW pernah melakukannya pada keadaan dan cara yang berbeda-beda. Masing-masing disesuaikan agar salat terlaksana lebih baik dan lebih mendukung untuk pengawasan musuh. Sekalipun tata caranya berbeda, namun intinya tetap sama.” (HR Muslim)

Berikut adalah tiga cara pelaksanaan salat khauf yang dicontohkan Rasulullah SAW, sebagaimana dijelaskan dalam Tafsir al-Munir Jilid 3 oleh Prof. Wahbah az-Zuhaili:

1. Tata Cara Salat Khauf yang Pertama

Diriwayatkan dari Ibnu Umar RA, Rasulullah SAW melaksanakan salat khauf sebagai berikut:

  1. Satu golongan salat satu rakaat bersama Nabi SAW, sementara golongan lain tetap menghadap musuh.
  2. Setelah golongan pertama sujud dan menyempurnakan satu rakaat, mereka berpindah tempat dan menggantikan posisi golongan kedua yang menghadap musuh.
  3. Kemudian, golongan kedua yang belum salat datang dan salat satu rakaat bersama Nabi SAW.
  4. Nabi SAW dan golongan kedua meneruskan satu rakaat, begitu juga dengan golongan pertama yang telah berpindah posisi.

2. Tata Cara Salat Khauf yang Kedua

Dari Sahl bin Abi Hatsmah RA, ia menjelaskan:

  1. Rasulullah SAW membariskan para sahabat menjadi dua shaf di belakangnya.
  2. Beliau salat satu rakaat bersama shaf pertama.
  3. Setelah itu, beliau berdiri dan menunggu hingga para sahabat di shaf pertama menyelesaikan satu rakaat yang tersisa secara sendiri-sendiri.
  4. Kemudian, shaf kedua maju dan shaf pertama mundur ke belakang.
  5. Nabi SAW mengimami shaf yang baru maju (yang awalnya di shaf kedua), lalu duduk dan menunggu hingga mereka menyelesaikan satu rakaat yang tertinggal.
  6. Akhirnya, beliau salam bersama mereka.

3. Tata Cara Salat Khauf yang Ketiga

Jabir bin ‘Abdillah RA menceritakan:

  1. Rasulullah SAW membariskan para sahabat dalam dua shaf. Satu shaf di belakang beliau, dan musuh berada di antara mereka dan kiblat.
  2. Nabi SAW bertakbir, dan semua jamaah ikut bertakbir.
  3. Ketika beliau ruku’, semua jamaah ruku’ bersama. Kemudian bangkit dari ruku’ bersama-sama.
  4. Nabi SAW dan shaf terdepan sujud. Sedangkan shaf terakhir tetap berdiri menghadap musuh.
  5. Setelah Nabi SAW dan shaf terdepan selesai sujud dan berdiri, shaf belakang pun sujud lalu berdiri.
  6. Kemudian, shaf belakang maju ke depan, dan shaf yang di depan mundur.
  7. Nabi SAW ruku’, dan semua jamaah ikut ruku’. Kemudian bangkit dari ruku’ bersama-sama.
  8. Nabi SAW dan shaf pertama (yang pada rakaat pertama berada di belakang) sujud. Sementara shaf kedua berdiri menghadap musuh.
  9. Ketika Rasulullah SAW dan shaf di belakang beliau selesai sujud, shaf belakang pun sujud.
  10. Lalu, Nabi SAW dan semua jamaah salam bersama-sama.

Salat khauf menunjukkan betapa fleksibelnya syariat Islam dalam memberikan kemudahan bagi umatnya. Bahkan dalam kondisi paling sulit sekalipun.

Dengan memahami tata cara salat khauf ini, kita dapat mengambil pelajaran tentang pentingnya menjaga hubungan dengan Allah SWT dalam setiap keadaan. Sekaligus tetap waspada dan berstrategi dalam menghadapi tantangan.

Wallahu a’lam.

(hnh/kri)



Sumber : www.detik.com

Surat Az-Zumar Ayat 9, Jelaskan Perbedaan Orang Berilmu dan Orang Lalai


Jakarta

Surat Az Zumar merupakan salah satu surat dalam Al-Qur’an yang banyak mengandung pelajaran tentang keimanan, ibadah, dan hubungan antara manusia dengan Allah SWT. Salah satunya seperti dijelaskan dalam ayat 9.

Surat Az Zumar ayat ke-9 menjelaskan perbedaan antara orang yang berilmu dan beribadah dengan orang yang lalai dari ketaatan. Berikut bacaan dan tafsir selengkapnya.

Surat Az-Zumar Ayat 9

Berikut bacaan lengkap surat Az Zumar ayat 9,


أَمَّنْ هُوَ قَٰنِتٌ ءَانَآءَ ٱلَّيْلِ سَاجِدًا وَقَآئِمًا يَحْذَرُ ٱلْءَاخِرَةَ وَيَرْجُوا۟ رَحْمَةَ رَبِّهِۦ ۗ قُلْ هَلْ يَسْتَوِى ٱلَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَٱلَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ ۗ إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُو۟لُوا۟ ٱلْأَلْبَٰبِ

Arab-Latin: Am man huwa qānitun ānā`al-laili sājidaw wa qā`imay yaḥżarul-ākhirata wa yarjụ raḥmata rabbih, qul hal yastawillażīna ya’lamụna wallażīna lā ya’lamụn, innamā yatażakkaru ulul-albāb

Artinya: (Apakah kamu hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah: “Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?” Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran.

Asbabun Nuzul Surat Az-Zumar Ayat 9

Merangkum buku Asbabun Nuzul Sebab Turunnya Ayat Al-Qur’an karya Jalaludin as-Suyuti, Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Ibnu Umar RA dia berkata, “(Apakah kamu orang musyrik lebih beruntung) ataukah orang yang beribadah pada waktu malam.”

Ia berkata, “Ayat tersebut diturunkan berkenaan dengan Utsman bin Affan.”

Ibnu Sa’ad meriwayatkan dari al-Kalbi dari Abu Shalih dari Ibnu Abbas RA, dia berkata, “Diturunkan berkenaan dengan Ammar bin Yasir.”

Juwaibir meriwayatkan dari Ibnu Abbas, ia berkata, “Ayat tersebut turun berkenaan dengan Ibnu Mas’ud, Ammar bin Yasir dan Salim, mantan budak sahaya Abu Hudzaifah.”

Juwaibir meriwayatkan dari Ikrimah, ia berkata, “Ayat tersebut turun mengenai Ammar bin Yasir.”

Tafsir Surat Az Zumar Ayat 9

Tafsir Ringkas Kementerian Agama (Kemenag) RI

Dalam surat Az-Zumar ayat 9-10, Allah SWT memberikan gambaran perbandingan antara dua golongan manusia yang sangat berbeda di sisi-Nya. Ayat ini menekankan keutamaan orang yang taat, berilmu, dan rajin beribadah, dibandingkan mereka yang kufur, hanya ingat kepada Allah saat tertimpa musibah, dan selalu mengikuti hawa nafsunya.

Ayat ini membuka dengan pertanyaan yang sangat menyentuh: “Apakah orang yang beribadah di waktu malam, dalam keadaan sujud dan berdiri, karena takut akan azab akhirat dan mengharap rahmat Tuhannya, itu sama dengan orang kafir?”

Allah SWT menyebut secara khusus ibadah di malam hari karena waktu ini menunjukkan keikhlasan yang tinggi. Seseorang yang meninggalkan tidur nyamannya untuk membaca Al-Qur’an, salat, dan berzikir tentu memiliki kedekatan dengan Allah SWT. Ia melakukan semua itu karena rasa takut terhadap azab akhirat dan harapan besar pada rahmat Allah SWT.

Allah SWT lalu memerintahkan Nabi Muhammad SAW untuk menegaskan perbedaan ini:
“Katakanlah, apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?”

Orang yang berilmu, yang memahami ajaran Allah, pasti akan terdorong untuk beramal saleh dan menjauhi keburukan. Sebaliknya, orang yang tidak memiliki ilmu, apalagi menolak kebenaran, cenderung mengikuti hawa nafsu dan mengabaikan ajaran agama.

Ayat ini menegaskan bahwa hanya orang-orang yang berakal sehat dan berpikiran jernih yang dapat menerima pelajaran, membedakan antara kebenaran dan kebatilan, serta mengenali nilai ibadah dalam kehidupan.

Surah Az-Zumar ayat 9-10 memberikan pelajaran penting tentang nilai ibadah di waktu malam, keutamaan ilmu, pentingnya takwa, dan luasnya rahmat Allah bagi orang-orang yang bersabar. Ayat ini juga mengingatkan bahwa orang berilmu dan beriman memiliki kedudukan yang jauh lebih mulia dibandingkan dengan mereka yang tidak mengetahui kebenaran dan terus mengikuti hawa nafsunya.

Tafsir Ibnu Katsir

Ibnu Katsir menjelaskan bahwa tidaklah sama di sisi Allah SWT antara orang yang menyekutukan-Nya dengan orang yang menghabiskan malam dalam ibadah. Allah SWT mengangkat derajat mereka yang bersujud dan berdiri di tengah malam karena takut kepada siksa akhirat dan berharap rahmat-Nya.

Frasa “آناءَ اللَّيْلِ” (ana al-lail) secara harfiah berarti “bagian-bagian malam”. Para mufassir seperti As-Suddi dan Ibnu Zaid menafsirkannya sebagai tengah malam. Kemudian Qatadah menafsirkannya secara lebih luas mencakup awal, pertengahan, dan akhir malam.

Ini menunjukkan bahwa ibadah malam memiliki kedudukan tinggi dalam Islam dan bisa dilakukan pada seluruh bagian malam, terutama dalam bentuk salat tahajud, berzikir, dan membaca Al-Qur’an.

Ibnu Katsir menegaskan bahwa kedua sikap ini wajib hadir dalam ibadah seorang mukmin. Ketika masih sehat dan bertenaga, rasa takut hendaknya lebih dominan agar menjauhi dosa. Namun saat menjelang ajal, rasa harap kepada ampunan dan rahmat Allah lebih diutamakan agar ia wafat dalam husnul khatimah.

Firman Allah SWT, “Apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?”

Ibnu Katsir menjelaskan bahwa ini menunjukkan keutamaan ilmu. Orang yang tahu, yang berilmu, akan memahami pentingnya malam, akhirat, dan ibadah. Sedangkan orang yang tidak berilmu akan tersesat dalam syirik, maksiat, dan kehidupan dunia yang sementara.

Orang yang berilmu bukan hanya tahu hukum, tapi juga memiliki kesadaran batin yang mendalam. Mereka adalah orang-orang yang bisa membedakan mana jalan lurus dan mana jalan yang menyimpang.

Ayat ini ditutup dengan pernyataan Allah SWT, “Sesungguhnya hanya orang-orang yang berakal (ulul albab) yang dapat menerima pelajaran.”

Menurut Ibnu Katsir, ulul albab adalah mereka yang menggunakan akalnya secara benar, untuk merenungi ayat-ayat Allah dan melihat perbedaan antara orang taat dan orang durhaka. Akal yang dipakai dengan benar akan membimbing kepada iman, ibadah, dan ilmu.

(dvs/kri)



Sumber : www.detik.com

Keterlenaan



Jakarta

Syekh Nawawi al-Bantani menjelaskan bahwa kehidupan dunia dijadikan layaknya perhiasan bagi orang-orang kafir sehingga mereka merasa senang akan hal tersebut dan mereka dibiarkan menghinakan kehidupan orang-orang bertakwa dan beriman kepada Allah SWT. Namun, hal tersebut hanya bersifat sementara. Sebab pada hari kiamat nanti, giliran orang beriman yang akan membalasnya kemudian dengan ditempatkannya mereka pada tempat yang lebih tinggi dari orang-orang kafir.

Kondisi di atas sebagaimana firman-Nya dalam surah al-Baqarah ayat 212 yang terjemahannya, “Kehidupan dunia dijadikan terasa indah dalam pandangan orang-orang yang kufur dan mereka (terus) menghina orang-orang yang beriman. Padahal orang-orang yang bertakwa itu berada di atas mereka pada hari Kiamat. Allah memberi rezeki kepada orang yang Dia kehendaki tanpa perhitungan.”

Inti ayat di atas adalah : Kehidupan dunia dijadikan oleh Allah SWT. terasa indah dalam pandangan orang-orang yang kafir Mekah. Mereka sangat mencintai dunia dan berlomba-lomba mencari kesenangan dunia sehingga lupa kepada akhirat, dan mereka terus-menerus menghina orang-orang yang beriman, seperti Bilal, suwahaib, dan lainnya karena kefakiran mereka. Mereka terus saja berbuat demikian padahal orang-orang yang bertakwa itu berada di atas mereka pada hari Kiamat. Mereka berada di surga sedangkan orang kafir itu berada di neraka. Dan Allah SWT. memberi rezeki baik di dunia maupun akhirat kepada orang yang Dia kehendaki tanpa perhitungan.


Godaan kehidupan dunia itu melenakan, oleh karenanya waspada akan lebih baik. Dikisahkan ada keluarga yang tersesat di suatu daerah terpencil. Mereka tidak mempunyai tempat tinggal, pakaian, dan makanan. Karena nasib baik, secara tiba-tiba seorang dermawan yang kaya raya melewati daerah tersebut. Ketika mengetahui kondisi keluarga ini, kemudian ia ( dermawan ) memberi rumah yang megah. Dia penuhi semua kebutuhan keluarga itu dan berikan bantuan setiap bulannya.

Beberapa saat kemudian keluarga ini terlena karena kenikmatan fasilitas yang ada, sehingga mereka lupa pada hati yang telah peduli serta tangan yang telah membantu dan menyelamatkan mereka. Mereka tidak mengakuinya dan dengan pongah mengingkari kebaikan sang dermawan.

Kemudian sang dermawan mendatangi keluarga itu. Dia ketuk pintu rumah dan keluarlah kepala keluarga. Dermawan berkata, “Menurut berita yang kudengar, kalian telah lepas dari masa-masa sulit. Alhamdulillah, sekarang kalian sudah tidak membutuhkan lagi, maka kalian bisa pergi dari rumahku ini dan pergi ke rumah lain.”

Kemudian tersadar dari keterlenaan, kepala keluarga berkata, “Mengapa tidak mengusir orang-orang yang tinggal di sekitar rumah ini juga ?”
Sang dermawan menjawab, “Kalau seperti itu, aku pasti berbuat zalim, karena merampas hak mereka. Mereka semua telah berusaha memiliki tanah dan gigih berusaha membangun rumah, hingga bisa memiliki perabot. Lantas, atas dasar apa aku mengusir mereka dari rumah yang telah mereka bangun sendiri dan melarang mereka menikmati hasil jerih payahnya ?”

Kisah di atas sejatinya menggambarkan kondisi umat Islam saat ini. Terlena karena kenikmatan dunia dan mengingkari kepada Sang Pemberi nikmat ( Allah SWT ) sehingga telah melupakan ibadah kepada-Nya. Sejarah telah mencatat dan bukti telah menguatkan bahwa umat Islam tidak akan bangkit dari lembah kebodohan dan jurang ketertinggalan menuju puncak kejayaan peradaban kecuali dengan kembali melaksanakan perintah dan menjauhi larangan-Nya.

Ketahuilah Umar bin Khattab r.a., telah mengatakan kepada Abu Ubaida r.a. Saat memasuki pinggiran kota Syam ( Damaskus ), “Kita adalah umat yang dimuliakan bersama Islam. Jika kita berusaha menggapai kemudian dengan selain yang ditetapkan untuk kita, niscaya Allah SWT. menghinakan kita.”
Ibnu Khaldun juga berkata, “Bangsa Arab tidak akan kuat kecuali bersatu di bawah panji agama dan pengaruh besar agama.”

Jebakan atas kenikmatan dunia ini telah membawa banyak korban termasuk para pejabat, kepala daerah bahkan sampai level pembantu Presiden ( menteri ). Akhir-akhir ini ramai diberikan tentang kemungkinan kurang tepatnya penyaluran CSR dari Otoritas Moneter kepada anggota legislatif. Kejadian ini dengan alasan apapun telah menyakiti rakyat dan menunjukkan para pelaku yang beragama Islam telah menodai keyakinannya.

Oleh karena itu, jadilah hamba Allah SWT. yang saleh, akan memanfaatkan segala kenikmatan dunia sebagai alat untuk memudahkannya menuju alam akhirat. Kemewahan dunia yang dimiliki tidak menyebabkannya terlena dan terpedaya dengan bujuk rayu setan. Seluruh waktunya didedikasikan untuk beramal sebanyak-banyaknya. Semakin bertambah kenikmatan yang diberikan, semakin besar pula rasa syukurnya kepada-Nya. Tiada hari yang dilalui tanpa bermunajat dan bersyukur kepada Allah SWT. atas segala limpahan karunia yang diberikan kepadanya. Semoga Allah SWT. memberikan bimbingan dan keteguhan iman agar tidak tergoda dengan kemewahan dunia.

Aunur Rofiq

Ketua DPP PPP periode 2020-2025
Artikel ini merupakan kiriman pembaca detikcom. Seluruh isi artikel menjadi tanggung jawab penulis. (Terima kasih – Redaksi)

(erd/erd)



Sumber : www.detik.com