Tag Archives: kurban

Siapa Putra Nabi Ibrahim yang Dikurbankan?



Jakarta

Kisah putra Nabi Ibrahim yang dikurbankan atas perintah Allah SWT menjadi sejarah di balik pelaksanaan kurban hari raya Idul Adha. Dalam cerita kenabian, Nabi Ibrahim AS dikatakan memiliki dua orang putra dari dua istrinya.

Putra pertama Nabi Ibrahim AS, yaitu bernama Ismail dari istri keduanya yang bernama Siti Hajar. Sedangkan putra keduanya bernama Ishaq dilahirkan dari istri pertamanya, Sarah.

Ada dua pendapat yang berbeda terkait satu di antara kedua putra Nabi Ibrahim AS yang pernah dikurbankan. Orang-orang Yahudi berkeyakinan bahwa putra yang disembelih ialah Nabi Ishaq. Sedangkan umat Islam menganggap Nabi Ismail lah sosok putra nabi yang disembelih.


Lantas, siapa sebenarnya putra Nabi Ibrahim yang dikurbankan? Berikut ini penjelasannya.

Sosok Putra Nabi Ibrahim yang Dikurbankan

Melansir dari buku Kala Kanjeng Nabi Bercerita karya Rizem Aizid, dalam ayat Al-Qur’an tidak disebutkan secara jelas sosok putra Nabi Ibrahim AS yang dikurbankan. Hanya saja terdapat dalil yang secara tersirat mengarah kepada Nabi Ismail AS, Allah SWT berfirman:

وَقَالَ إِنِّي ذَاهِبٌ إِلَى رَبِّي سَيَهْدِينِ رَبِّ هَبْ لِي مِنَ الصَّلِحِينَ فَبَشِّرْنَاهُ بِغُلَامٍ حَلِيمٍ فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعَى قَالَ يَسُنَى إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَبْيَ أَذْبَحُكَ فَانظُرْ مَاذَا تَرَى قَالَ يَتَأَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِن شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّبِرِينَ

Artinya: “Dan, Ibrahim berkata, ‘Sesungguhnya, aku pergi menghadap kepada Tuhanku, dan Dia akan memberi petunjuk kepadaku. Ya Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang shalih.’ Maka, Kami beri ia kabar gembira dengan seorang anak yang amat sabar. Maka, tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata, ‘Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka, pikirkanlah apa pendapatmu?’ Ia menjawab, ‘Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu. Insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.” (QS. ash-Shaffat: 99-102).

Berdasarkan ayat tersebut, umat Islam meyakini bahwa Ismail adalah putra Nabi Ibrahim yang dikurbankan. Sebab, Nabi Ibrahim dulunya tidak dikaruniai anak dengan istri pertamanya, Siti Sarah.

Hingga akhirnya beliau menikah dengan istri keduanya, Siti Hajar, dan dikaruniai anak pertama yang bernama Ismail.

Menambahkan dari sumber lain, dalam buku Tuntunan Berkurban dan Menyembelih Hewan karya Ali Ghufron turut diterangkan tentang sosok putra Nabi Ibrahim yang dikurbankan.

Imam Ibnu Katsir dalam kitab tafsirnya menegaskan bahwa adz-dzabih (orang yang dikurbankan) adalah Ismail karena dialah anak pertama Nabi Ibrahim yang memberi berita gembira atas kabar kelahirannya.

Ahli kitab maupun umat Islam pun sepakat bahwa Nabi Ismail lebih dahulu dilahirkan dan lebih tua dibandingkan dengan Nabi Ishaq.

Bahkan dalam kitab-kitab mereka turut disebutkan, ketika Nabi Ismail lahir, Nabi Ibrahim berusia 86 tahun. Sedangkan ketika Nabi Ishaq dilahirkan, usia Nabi Ibrahim telah menginjak 99 tahun.

Dengan demikian, umat Islam percaya bahwa putra Nabi Ibrahim yang dikurbankan ialah Nabi Ismail. Beliau melaksanakan kurban tersebut di Makkah, tempat dimana ia bersama putranya membangun Ka’bah.

Terlepas dari adanya perbedaan tersebut, umat muslim dapat memetik hikmah dari kisah Nabi Ibrahim. Beliau rela berkurban demi melaksanakan perintah Allah SWT untuk menyembelih anak pertamanya yang telah dinantikan-nantikan, wallahu ‘alam.

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com

Syarat Kurban untuk Wanita, Apakah Sama dengan Laki-laki?


Jakarta

Syarat kurban untuk wanita sama dengan laki-laki. Sejumlah riwayat juga menjelaskan mengenai boleh tidaknya seorang wanita menyembelih hewan kurbannya sendiri.

Diterangkan dalam buku Perbandingan Mazhab Fiqh: Penyesuaian Pendapat di Kalangan Imam Mazhab karya H. Syaikhu dan Norwili, syarat kurban adalah beragama Islam dan mampu. Sumber lain menambahkan merdeka, baligh, dan berakal sebagai syarat kurban.

Menurut mazhab Syafi’i mampu diartikan bahwa orang yang akan berkurban memiliki harta lebih yang cukup untuk membeli hewan kurban pada hari raya Idul Adha.


Harta lebih tersebut ketika digunakan untuk membeli hewan kurban tidak mengganggu kebutuhan pokok hidupnya dan orang yang wajib ditanggung.

Muhammad Jawad Mughniyah dalam Kitab Al-Fiqih ‘ala al-madzahib al-khamsah menjelaskan, para ulama mazhab sepakat kurban wajib bagi orang yang melakukan haji tamattu selain Makkah. Orang yang melakukan haji qiran juga diwajibkan berkurban.

Syarat Hewan Kurban

Masih dalam sumber yang sama, ada dua syarat hewan kurban yang harus dipenuhi umat Islam. Berikut di antaranya:

1. Kurban itu harus binatang ternak, seperti unta, sapi, kambing, domba. Ini merupakan kesepakatan ulama.

2. Binatang yang akan dijadikan kurban itu tidak cacat. Para ulama sepakat, tidak boleh berkurban dengan hewan yang buta sebelah matanya, pincang, sakit, dan belum cukup umur.

Dalam hal ini, ulama berbeda pendapat tentang binatang yang dikebiri, tidak mempunyai tandu, tidak mempunyai kuping atau hanya punya kuping kecil, atau ekornya putus.

Sayyid al-Hakim dan Sayyid Al-Khui berpendapat, jika hewan memiliki satu dari hal-hal tersebut, maka tidak boleh untuk dikurbankan. Sementara pengarang kitab, Al-Mughni, mengatakan boleh sekalipun binatang tersebut memiliki salah satu dari hal-hal yang disebutkan di atas.

Waktu Penyembelihan Kurban

Waktu penyembelihan kurban pada tanggal 10 Dzulhijjah setelah salat hari raya Idul Adha, dilanjutkan pada hari tasyriq, yaitu tanggal 11, 12, dan tanggal 13 Dzulhijjah sampai terbenam matahari.

Wahbah az-Zuhaili dalam Kitab Fiqih Islam wa Adillatuhu Juz 4 menjelaskan, menurut mazhab Syafi’i kurban dimulai dengan berlalunya waktu seukuran pelaksanaan yang standar dari dua rakaat salat dan dua khutbah Idul Adha, dan lebih utama ketika matahari beranjak naik hingga seukuran tombak yaitu waktu dimulainya salat Dhuha.

Hal ini sebagaimana hadits dari Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari al-Barra bin Azib,

أَوَّلُ مَا تَبْدَأُ بِهِ فِي يَوْمِنَا هَذَا نُصَلِّي ثُمَّ نَرْجِعَ فَتَنْحَرَ

Artinya: “Aktivitas pertama yang kami lakukan untuk memulai hari ini (Idul Adha) adalah melaksanakan shalat lalu pulang ke rumah dan setelah itu langsung menyembelih kurban.”

Hukum Wanita Menyembelih Hewan Kurban

Mengutip dari Ensiklopedia Hadis Sahih karya Muhamad Shidiq Hasan Khan menjelaskan mengenai hadits yang membahas wanita menyembelih hewan kurban. Di antaranya,

عَنْ نَافِعِ : أَنَّ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عُمَرَ لَمْ يَكُنْ يُضَرِّي عَمَّا فِي بَطْنِ الْمَرْأَةِ. أخرجه مالك

Artinya: “Nafi’ melihat Abdullah bin Umar tidak menyembelih hewan sesembelihan untuk bayi yang berada dalam kandungan wanita,” (HR Malik).

وَعَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ: أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- نَحْرَ عَنْ آلِ مُحَمَّدٍ فِي حجة الوداع بَقَرَةً وَاحِدَةً

Artinya: “Menurut Aisyah, pada Haji Wada Rasulullah SAW menyembelih satu ekor sapi untuk keluarga besar Nabi Muhammad SAW.” (HR Abu Daud).

Para istri Rasulullah SAW juga termasuk dalam kelompok keluarga beliau. Rasulullah juga menyembelih seekor sapi untuk para istrinya.

وَعَنْ أَبِي مُوسَى الأَشْعَرِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ : أَنَّهُ أَمَرَ بَنَاتِهِ أَنْ يُضَحِيْنَ بِأَيْدِيهِنَّ وَوَضْع القَدَم عَلَى صَفْحَةِ الذُّبيحة ، والتكبيرِ وَالتَّسْمِيَةِ عِندَ الذَّبْحِ . أخرجه رزين وعلقه البخاري

Artinya: “Abu Musa Al-Asy’ari RA memerintahkan putri-putrinya untuk menyembelih: hewan sembelihan dengan tangan mereka sendiri, meletakkan telapak kaki di permukaan leher hewan sembelihan, bertakbir dan menyebut nama Allah pada saat menyembelih,” (HR Razin dan Al-Bukhari)

Muhamad Shidiq Hasan Khan menjelaskan, hadits tersebut menunjukkan bahwa wanita boleh menyembelih hewan kurban.

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com