Tag Archives: lafal

Hukum Menjual Barang Pre-order yang Belum Dimiliki


Jakarta

Sistem jual beli telah mengalami perkembangan pesat dari masa ke masa. Hal ini seiring dengan kemajuan teknologi dan perubahan gaya hidup masyarakat.

Salah satu metode yang kini menjadi tren di kalangan masyarakat modern adalah sistem pre-order, yang memungkinkan pembeli memesan barang sebelum barang tersebut tersedia secara fisik.

Namun, sistem pre-order ini juga menimbulkan pertanyaan di kalangan kaum muslimin mengenai keabsahannya menurut hukum Islam. Banyak yang bertanya-tanya, apakah sistem jual beli seperti ini sah dilakukan menurut syariat? Bagaimana Islam memandang transaksi barang yang belum dimiliki saat akad dilakukan?


Hukum Pre-Order dalam Islam

Pre-order adalah sistem jual beli yang dilakukan dengan cara memesan dan membayar barang terlebih dahulu sebelum barang tersebut tersedia atau diproduksi. Penjual kemudian menyiapkan dan mengirimkan barang sesuai kesepakatan waktu dan spesifikasi yang telah ditentukan saat pemesanan.

Menurut Buya Yahya di dalam kanal YouTube-nya, metode jual beli pre-order hukumnya adalah boleh atau tidak haram. Dalam Islam, transaksi seperti ini dinamakan dengan akad salam.

Akad salam merupakan salah satu bentuk transaksi dalam Islam yang berupa pembayaran dilakukan di awal, sementara barang diserahkan di kemudian hari. Transaksi ini didasarkan pada kesepakatan waktu dan spesifikasi barang yang jelas sejak awal akad.

Saat akad, pembeli langsung melunasi harga barang. Sementara penjual memiliki kewajiban untuk menyerahkan barang pada waktu yang telah disepakati. Jenis transaksi ini memberikan kepastian bagi kedua belah pihak dalam hal hak dan kewajiban masing-masing.

Ini sejalan dengan sebuah riwayat dari Ibnu Abbas yang menyebutkan bahwa saat Rasulullah SAW tiba di Madinah, penduduknya telah menerapkan akad salam untuk hasil panen yang akan datang dalam kurun waktu satu, dua, atau tiga tahun. Kemudian, Rasulullah bersabda,

من أسلف في شيء فليسلف في كيل معلوم، ووزن معلوم إلى أجل معلوم (مُتَّفَق عليه)

Artinya: “Barang siapa melakukan akad salam dalam suatu barang, hendaklah ia melakukannya dengan takaran yang jelas, timbangan yang jelas, dan waktu penyerahan yang jelas.” (HR Al-Bukhari dan Muslim)

Dalam sistem pre-order, Buya Yahya menjelaskan bahwa penjual wajib memberikan deskripsi yang jelas dan rinci tentang barang yang ditawarkan. Selain itu, penjual juga harus memastikan untuk memproduksi dan menyerahkan barang tersebut sesuai kesepakatan yang telah dibuat dengan pembeli.

Syarat Pre-order dalam Islam

Dalam transaksi pre-order yang termasuk ke dalam akad salam, terdapat beberapa hal-hal yang harus dipenuhi. Berikut ini adalah syarat akad salam.

1. Syarat Pelaku Akad (al-‘Aqidain)

  • Sama seperti jual beli biasa, para pelaku akad wajib balig, berakal, serta punya kemampuan untuk memilih (ikhtiar).
  • Akad salam boleh dilakukan oleh orang buta, karena barang yang dijual (muslam fih) bersifat utang yang dideskripsikan, bukan barang yang harus dilihat secara langsung seperti pada jual beli biasa.

2. Syarat Lafal (Shighat Ijab Qabul)

  • Ijab dan qabul harus dilakukan dalam satu majelis dan ada kesesuaian antara penawaran dan penerimaan.
  • Akad harus diucapkan dengan lafal “salam” atau “salaf”; lafal lain tidak sah.
  • Tidak diperbolehkan adanya khiyar syarat, karena hal ini menunda penyerahan harga di majelis akad, dan hal tersebut dilarang dalam akad salam.

3. Syarat Modal (Ra’sul Mal)

  • Kedua belah pihak harus mengetahui dengan jelas jumlah serta sifat modal atau pembayaran.
  • Pembayaran harus dilakukan tunai saat akad dan di majelis akad, sebelum kedua pihak berpisah secara fisik, agar tidak termasuk transaksi utang dengan utang yang dilarang dalam Islam.

4. Syarat Barang yang Dijual (Muslam Fih)

  • Harus bisa dideskripsikan dengan jelas, sehingga tidak menimbulkan ketidakjelasan (gharar).
  • Jenis, kualitas, kuantitas, dan sifat barang harus diketahui oleh kedua belah pihak.
  • Harus dari satu jenis saja, tidak boleh dicampur dengan jenis lain, seperti biji gandum dengan jenis lain, atau parfum misk dengan ambar.
  • Barang yang dijual harus berupa utang dalam tanggungan, bukan barang yang sudah ditentukan wujudnya. Jika wujud barang sudah ditentukan, akad salam menjadi tidak sah.
  • Barang harus diserahkan sesuai jenis dan waktu yang telah disepakati, tidak boleh diganti dengan barang lain (misalnya: gandum diganti dengan mentega).
  • Waktu penyerahan barang harus ditentukan secara jelas. Tidak sah jika waktunya samar, seperti “sampai panen” atau “sampai seseorang datang dari perjalanan.”
  • Tempat penyerahan juga harus ditentukan, terutama jika tempat akad tidak memungkinkan untuk penyerahan atau jika ada biaya tambahan untuk pengiriman.

Wallahu a’lam.

(hnh/kri)



Sumber : www.detik.com

Niat dan Bentuk Sedekah untuk Orang yang Sudah Meninggal Dunia


Jakarta

Seorang muslim sudah sepatutnya bersedekah kepada mereka yang membutuhkan. Dalam Islam, sedekah menjadi amalan yang dianjurkan sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an.

Allah SWT berfirman dalam surah Ali ‘Imran ayat 92,

لَنْ تَنَالُوا الْبِرَّ حَتّٰى تُنْفِقُوْا مِمَّا تُحِبُّوْنَ ۗوَمَا تُنْفِقُوْا مِنْ شَيْءٍ فَاِنَّ اللّٰهَ بِهٖ عَلِيْمٌ ٩٢


Artinya: “Kamu sekali-kali tidak akan memperoleh kebajikan (yang sempurna) sebelum kamu menginfakkan sebagian harta yang kamu cintai. Apa pun yang kamu infakkan, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui tentangnya.”

Menukil dari buku Hidup Berkah dengan Sedekah susunan Ustaz Masykur Arif, kata sedekah berasal dari bahasa Arab yaitu shadaqa yang artinya benar atau jujur. Dengan kata lain, sedekah menjadi bukti pembenar bagi keimanan muslim.

Dari Abu Malik Al-Harits bin Ashim Al-As’ariy RA, Rasulullah SAW bersabda,

“Suci adalah sebagian dari iman, membaca alhamdulillah dapat memenuhi timbangan. Subhanallah dan alhamdulillah dapat memenuhi semua yang ada di antara langit dan bumi. Salat adalah cahaya, sedekah itu adalah bukti iman, sabar adalah pelita dan Al-Qur’an untuk berhujjah terhadap apa yang kamu sukai ataupun terhadap yang tidak kamu sukai. Semua orang pada waktu pagi menjual dirinya, kemudian ada yang membebaskan dirinya, dan ada pula yang membinasakan dirinya.” (HR Muslim)

Sedekah untuk Orang yang Sudah Meninggal

Selain dilakukan oleh orang yang masih hidup, sedekah juga bisa dikerjakan atas nama orang yang telah meninggal dunia. Hal ini tidak bertentangan dengan hadits Rasulullah SAW sebagaimana dikutip dari buku 37 Masalah Populer: Untuk Ukhuwah Islamiyah susunan Abdul Somad.

Nabi Muhammad SAW bersabda, “Apabila manusia meninggal dunia, maka putuslah amalnya kecuali tiga: sedekah jariyah, atau ilmu yang bermanfaat, atau anak shaleh yang mendoakannya.” (HR Muslim)

Menurut penjelasan dalam buku tersebut, makna dari ‘amal mayat itu terputus’ bukan berarti amal orang lain yang terputus kepada dirinya. Sebagai contoh, doa anak saleh masih terus mengalir sebagai amalan ketika seseorang wafat. Dengan demikian, tidak ada larangan bersedekah untuk orang yang sudah meninggal dunia atau pun atas namanya.

Turut disebutkan dalam hadits dari Ibnu Abbas RA terkait hukum sedekah atas nama orang yang sudah meninggal,

(صَحِيحٌ) حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ مَنِيعٍ، قَالَ: حَدَّثَنَا رَوْحُ بْنُ عُبَادَةَ، قَالَ: حَدَّثَنَا زَكَرِيَّا بْنُ إِسْحَاقَ، قالَ: حَدَّثَنِي عَمْرُو بْنُ دِينَارٍ، عَنْ عِكْرِمَةَ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ رَجُلًا قَالَ : يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ أُمِّي تُوُفِّيَتْ أَفَيَنْفَعُهَا إِنْ تَصَدَّقْتُ عَنْهَا؟ قَالَ: ((نَعَمْ)). قَالَ: فَإِنَّ لِي مَخْرَفًا فَأُشْهِدُكَ أَنِّي قَدْ تَصَدَّقْتُ بِهِ عَنْهَا. هَذَا حَدِيْثٌ حَسَنٌ. وَبِهِ يَقُوْلُ أَهْلُ الْعِلْمِ، يَقُوْلُوْنَ: لَيْسَ شَيْءٌ يَصِلُ إِلَى الْمَيِّتِ إِلَّا الصَّدَقَةُ وَالدُّعَاءُ. وَقَدْ رَوَى بَعْضُهُمْ هَذَا الْحَدِيثَ عَنْ عَمْرِو بْنِ دِينَارٍ، عَنْ عِكْرِمَةَ، عَنِ النَّبِيِّ ﷺ مُرْسَلًا. قَالَ: وَمَعْنَى قَوْلِهِ إِنَّ لِي مَخْرَفًا يَعْنِي: بُسْتَانًا. [((صَحِيحُ أَبِي دَاوُد)) .]٦٥٦٦): خ

Artinya: “(Shahih) Dari Ahmad bin Mani, dari Rauh bin Ubadah, dari Zakariya bin Ishaq, dari Amr bin Dinar, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas, bahwa seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah SAW., “Wahai Rasulullah, ibuku telah meninggal dunia, lalu apakah akan berguna baginya jika saya bersedekah atas namanya?” Rasulullah SAW. menjawab, “Ya, itu berguna baginya.” Laki-laki itu berkata lagi, “Sesungguhnya, saya mempunyai sebidang kebun, maka saya persaksikan dirimu bahwa saya menyedekahkannya atas nama ibuku.”

Selain itu, dalam hadits lainnya disebutkan bahwa pahala sedekah atas nama orang yang sudah meninggal akan sampai kepadanya. Dari Aisyah RA mengatakan bahwa seorang laki-laki berkata kepada Nabi Muhammad SAW:

“Ibu saya mati mendadak, dan saya yakin seandainya dia bisa bicara, dia bersedekah, apakah ibu saya mendapat pahala, seandainya saya bersedekah untuk ibu saya? Rasulullah menjawab, “Ya ada pahala bagi ibumu.” (HR Bukhari dan Muslim)

Niat Sedekah untuk Orang yang Meninggal Dunia

Tim detikHikmah belum menemukan dalil terkait bacaan niat sedekah untuk orang yang sudah meninggal dunia. Meski demikian, menukil dari buku Jalan ke Hadirat Allah tulisan Syamsul Rijal Hamid ada lafal yang bisa dibaca muslim ketika bersedekah untuk orang tua yang sudah meninggal dunia.

“Ya Allah, aku berniat menghadiahkan pahala sedekahku ini kepada almarhum bapakku atau almarhumah ibuku.”

Mengacu pada buku Hidup Berkah dengan Sedekah, niat dalam Islam menjadi ukuran bagi amalan yang dikerjakan muslim. Ini sesuai dengan hadits Rasulullah SAW,

“Sesungguhnya, segala amal itu hendaklah dengan niat.” (HR Bukhari dan Muslim)

Niat yang benar dalam sedekah adalah niat untuk mengeluarkan sedekah semata-mata karena Allah SWT, bukan karena yang lain. Niat sangat berhubungan dengan motivasi dalam diri seseorang untuk mengerjakan sesuatu.

Mengutip dari kitab Ad-Da’awat Al-Mustajabah wa Mafatih Al-Faraj oleh Imam Al Ghazali yang ditahqiq Muhammad Utsman Al-Khuyst terjemahan Masturi Irham, ada doa yang bisa diamalkan muslim ketika melakukan sedekah. Berikut bacaannya,

رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ

Arab latin: Rabbanā taqabbal minnā innaka antas samī’ul ‘alīmu.

Artinya: “Tuhan kami, terimalah persembahan dari kami. Sungguh Engkau maha mendengar lagi maha mengetahui.”

Bentuk Sedekah untuk Orang yang Sudah Meninggal Dunia

Diterangkan dalam Buku Saku Terapi Bersedekah yang disusun Manshur Abdul Hakim, sedekah jariyah menjadi bentuk sedekah yang paling baik untuk orang yang sudah meninggal dunia. Seperti diketahui, sedekah jariyah merupakan sedekah yang pahalanya terus mengalir meski orang tersebut sudah wafat.

Bentuk atau sarana dari sedekah jariyah itu antara lain membangun masjid, membantu dalam pengembangan ilmu pengetahuan, memberi makan orang mukmin sampai kenyang, memberi minum dan menggali sumur.

Dari Abu Hurairah RA, Nabi Muhammad SAW bersabda,

“Sesungguhnya yang didapati oleh orang yang beriman dari amalan dan kebaikan yang ia lakukan setelah ia mati adalah, ilmu yang ia ajarkan dan sebarkan, anak saleh yang ia tinggalkan, mushaf Al-Qur’an yang ia wariskan, masjid yang ia bangun, rumah bagi ibnu sabil (musafir yang terputus perjalanan) yang ia bangun, sungai yang ia alirkan, sedekah yang ia keluarkan dari harta ketika ia sehat dan hidup, semua itu akan dikaitkan dengannya setelah ia mati.” (HR Ibnu Majah)

Wallahu a’lam.

(aeb/kri)



Sumber : www.detik.com

Doa setelah Membaca Surat Al-Waqiah, Lengkap Tulisan Arab, Latin dan Artinya


Jakarta

Ada doa yang dapat dipanjatkan umat Islam ketika selesai membaca surat Al Waqiah. Doa ini berisi harapan agar Allah SWT senantiasa memberikan perlindungan.

Al-Waqiah adalah surat ke-56 dalam Al-Qur’an. Surat yang terdiri dari 96 ayat ini termasuk dalam golongan surat Makkiyah.

Merujuk buku Rahasia Dahsyat Al-Fatihah, Ayat Kursi dan Al Waqiah yang disusun Ustadz Ramadhan AM, dijelaskan nama Al Waqiah diambil dari lafal Al Waqiah yang terdapat pada ayat pertama surat ini yang artinya kiamat.


Surat ini dikenal sebagai surat penarik rezeki. Hal ini dijelaskan dalam hadits. Rasulullah SAW bersabda,

“Barangsiapa membaca surat Al Waqiah setiap malam, maka orang itu akan jauh dari kefakiran selamanya.” (Sa’d al Mufti bahwa hadits ini shahih)

Doa setelah Membaca Surat Al Waqiah

Tercatat dalam kitab Khulashoh Nabawiy, berikut bacaan doa setelah membaca surat Al Waqiah:

اَللَّهُمَّ صُنْ وُجُوْهَنَا بِاْليَسَارِ,وَلاَتُوهِنَّابِاْلاِقْتَارِ , فَنَسْتَرْزِقَ طَالِبِيْ رِزْقِكَ وَنَسْتَعْطِفَ شِرَارَخَلْقِكَ وَنَشْتَغِلَ بِحَمْدِ مَنْ اَعْطَانَاوَنُبْتَلَى بِذَمِّ مَنْ مَنَعَنَاوَاَنْتَ مِنْ وَرَاءِذَلِكَ كُلِّهِ اَهْلُ اْلعَطَاءِ وَاْلمَنْعِ . اَللَّهُمَّ كَمَاصُنْتَ وُجْوُ هَنَاعَنِ السُّجُوْدِاِلاَّلَكَ فَصُنَّاعَنِ اْلحاَجَةِاِلاَّاِلَيْكَ بِجُوْدِكَ وَكَرَمِكَ وَفَضْلِكَ , يَااَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ (ثلاثاء) اَغْنِنَا بِفَضْلِكَ عَمَّنْ سِوَاكَ . وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَامُحَمَّدٍ وَعَلَى اَلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ

Arab latin: Allahumma shun wujuhana bil yasar wala tuhinna bil iqtar fanastarziqa tholibi rizqika wa nasta’thifa syiroro kholqika wa nasytaghila bihamdi man a’tho na wa nubtala bi zammi man mana ana wa anta min wara-i zalika kulihi ahlul ‘atho-i wal man-‘i. Allahumma kama shunta wujuhana ‘anis sujudi illa laka fa shunna ‘anil hajati illa ilaika bijudika wa karomika wa fadhlika ya arhamarrohimin aghninaa bifadhlika amman siwaaka wa shallallahu ‘ala sayyidina muhammadin wa ‘ala alihi wa shohbihi wa sallam

Artinya: “Ya Allah, jagalah wajah kami dengan kekayaan, dan jangan hinakan kami dengan kemiskinan sehingga kami harus mencari rezeki dari para pencari rezeki-Mu, dan minta dikasihani oleh manusia ciptaan-Mu yang berbudi buruk dan sibuk memuji orang yang memberi kami dan tergoda untuk mengecam yang tidak mau memberi kami. Padahal Engkau di balik semua itu adalah yang berwenang untuk memberi atau tidak memberi.

Ya Allah, sebagaimana Engkau menjaga wajah kami dari sujud kecuali kepada-Mu, maka jagalah kami dari keperluan selain kepada-Mu, dengan kedermawanan-Mu, kemurahan-Mu, dan karunia-Mu, wahai Yang Paling Penyayang di antara semua penyayang. Cukupkanlah kami dengan karunia-Mu dari siapapun selain Engkau. Semoga Allah merahmati junjungan kami Nabi Muhammad beserta keluarganya dan para sahabatnya, juga semoga Allah memberi keselamatan.”

Kemudian dapat dilanjutkan dengan membaca doa berikut:

الّلهُمَّ إِنِّى أَسْأَلُكَ بِحَقِّ سُوْرَةِ الْوَاقِعَةِ وَأَسْرَارِهَا أنْ تُيَسِّرَلِيْ رِزْقِي كَمَا يَسَّرْتَهُ لِكَثِيْرٍ مِن خَلْقِكَ يَا ألله يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ

Arab latin: Allahumma inni as aluka bihaqqi suuratil waaqi’ah wa asroorihaa antu yassiroli rizki kamaa yassartahu li katsiirin min kholqika yaa Alloh yaa robbal ‘aalamiin.

Artinya: “Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu dengan kebenaran surat Waqiah dan rahasia-rahasianya, agar Engkau berkenan memudahkan rezeki ku sebagaimana Engkau memudahkannya untuk kebanyakan makhluk-Mu, ya Allah, ya robbal ‘alamin.”

Keutamaan Membaca Surat Al Waqiah

Rasulullah SAW beberapa kali menjelaskan keutamaan membaca surat Al-Waqiah. Surat ini dapat diamalkan sebagai kunci lancarnya rezeki.

1. Mendatangkan Rezeki

Dari Anas bin Malik RA, Rasulullah SAW bersabda, “Ajarilah istri-istri kalian surat Al-Waqiah karena ia adalah suratul ghina (surat menjemput kekayaan).”

Dalam hadits lain yang diriwayatkan ad-Dailamiy dari Anas bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Surat Al Waqiah adalah surat kekayaan maka bacalah dan ajarkanlah ia kepada anak-anakmu.”

2. Terhindar dari Golongan Orang Lalai

Ubay bin Ka’ab RA berkata, Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa yang membaca surat Al Waqiah, ia akan dicatat tidak tergolong pada orang-orang yang lalai.”

3. Dijauhkan dari Kefakiran

Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa yang membaca surat Al-Waqiah, ia tidak akan tertimpa oleh kefakiran selamanya.” (HR Imam Baihaqi)

(dvs/erd)



Sumber : www.detik.com

4 Hadits tentang Penyakit Ain Lengkap Doa agar Terhindar


Jakarta

Ain adalah salah satu penyakit yang hanya dapat dirasakan dampaknya. Sejumlah hadits menerangkan dampak dan cara menghindari penyakit tersebut.

Menukil buku Menjadi & Bijaksana karya Ibnu Basyar, secara bahasa ain berasal dari kata ana ya’inu yang bermakna apabila menatapnya dengan matanya. Secara istilah, ain adalah penyakit yang disebabkan oleh pengaruh buruk pandangan mata yang disertai rasa takjub atau bahkan iri dan dengki terhadap apa yang dilihatnya.

Al-Hafidz Ibnu Hajar dalam kitab Fathul Bari-nya mengatakan bahwa ain merupakan pandangan yang disertai hasad. Asalnya dari keburukan tabiat dan dapat menyebabkan orang yang dipandang tertimpa suatu bahaya.


Diterangkan dalam Al-Qarin; Al’-Aduwwul Khafiyyu lil Insan oleh Manshur Abdul Hakim terjemahan Abu Qiyami, terdapat dua macam penyakit ain, yaitu ain insi yang berunsur manusia dan ain jinni yang berunsur jin.

Berikut beberapa hadits mengenai penyakit ain yang dikutip dari buku Thibbun Nabawi tulisan M Saifudin Hakim dan Siti Aisyah Ismail.

Hadits tentang Penyakit Ain

1. Ain Benar Adanya

Penyakit ain itu benar adanya meski tidak tampak dan sulit diterima dengan logika. Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW bersabda:

“(Pengaruh) ain itu nyata (benar).” (HR Muslim)

2. Anjuran Ruqyah untuk Orang yang Terkena Ain

Dari Jabir bin Abdillah RA dia berkata, “Nabi SAW memberikan keringanan kepada keluarga Hazm untuk meruqyah karena tergigit ular. Kemudian beliau bertanya kepada Asma binti Umais (istri Ja’far bin Abu thalib RA), ‘Mengapa aku melihat fisik anak-anak saudaraku (anak-anak Ja’far) kurus kering (sangat lemah)? Apakah kalian tertimpa kemiskinan (sehingga kurang gizi)?

Asma binti Umais (sang ibu) berkata, ‘Bukan karena kemiskinan, melainkan mereka sangat sering terkena penyakit ain. Beliau bersabda, ‘Ruqyahlah mereka’

Asma berkata, “Kemudian aku tunjukkan (anak-anakku).’ Beliau bersabda, ‘Ruqyahlah mereka.” (HR Muslim)

Dalam riwayat lainnya, Rasulullah SAW melihat anak perempuan Ummu Salamah RA yang masih kecil dan kulit wajahnya cenderung menghitam. Kemudian, Nabi SAW bersabda:

“Mintakanlah ruqyah untuknya karena dia terkena nadzara (penyakit ain).” (HR Bukhari dan Muslim)

3. Perintah Berwudhu bagi Pelaku Ain

Dari Aisyah RA berkata,

“Pelaku ain diperintahkan untuk berwudhu. Kemudian, orang yang terkena ain diguyur dengan air (bekas wudhu tersebut).” (HR Abu Dawud)

4. Tanda-tanda Terkena Ain

Dalam hadits yang berasal dari Aisyah RA ia berkata,

“Suatu ketika nabi masuk (rumahnya) lalu mendengar bayi sedang menangis. Beliau berkata, ‘Mengapa bayi kalian menangis? Mengapa tidak kalian bacakan ruqyah-ruqyah (supaya sembuh) dari penyakit ain?” (HR Ahmad)

Maksud tangisan di sini adalah tangisan yang tidak kunjung berhenti dan tidak wajar. Diterangkan pula bagi bayi yang terkena ain akan kejang tanpa sebab yang jelas dan enggan menyusu.

Doa agar Terhindar dari Penyakit Ain

Berikut doa agar terhindar dari penyakit ain seperti dinukil kitab Al-Adzkar karya Imam Nawawi yang diterjemahkan Ulin Nuha. Doa ini dibaca untuk cucu Rasulullah SAW, Hasan dan Husain.

أُعِيْذُكَ بِكَلِمَاتِ اللَّهِ التَّامَّةِ مِنْ كُلِّ شَيْطَانٍ وَهَامَّةٍ وَمِنْ كُلِّ عَيْنٍ لَامَّةٍ

Arab latin: U’iidzuka bikalimatillahit taammati min kulli syaithaanin wa haammatin wa min kulli ‘ainin laammatin

Artinya: “Aku memohon perlindungan kepada Allah untuk kamu dengan kalimat-kalimat Allah yang sempurna dari semua setan dan binatang yang berbahaya serta dari ain yang mencela.” (HR Bukhari)

Lafal u’iidzuka’ diperuntukkan bagi laki-laki. Dengan demikian, jika doa dibaca untuk perempuan maka berubah menjadi u’iidzuki’.

(aeb/kri)



Sumber : www.detik.com