Tag Archives: madinah

Kisah Menangisnya Batang Pohon yang Rindu dengan Rasulullah SAW



Jakarta

Ada sebuah kisah yang menceritakan tentang awal mula Rasulullah SAW berada di Madinah. Kala itu, penduduk muslim Madinah secara gotong royong membangun masjid sekaligus rumah Rasulullah.

Rasulullah SAW memilih untuk menginap sementara waktu di rumah Abu Ayyub al-Ansari. Ketika masjid dan rumah untuk Rasulullah telah berdiri, Rasulullah pindah dan senantiasa mengimami jamaah salat fardhu dengan para sahabatnya.

Diceritakan dalam buku Kisah-kisah Inspiratif Sahabat Nabi yang ditulis Muhammad Nasrulloh, ketika Rasulullah salat, seringkali beliau berpegangan pada batang pohon untuk menopang tubuhnya.


Kota Madinah memang banyak sekali tumbuh pepohonan kurma sehingga banyak batang pohon yang menancap di mana-mana.

Tatkala khutbah, Rasulullah SAW juga selalu berpegangan pada batang pohon tersebut. Tak jarang Nabi bersandar pada batang pohon itu saat sedang bersama sahabatnya mengisi dakwah di masjid.

Ustaz Dr. Miftahur Rahman El-Banjary dalam buku Cinta Seribu Dirham Merajut Kerinduan kepada Rasulullah Al-Musthafa menuliskan, ketika jumlah jemaah semakin bertambah banyak, orang-orang berdesakan memenuhi masjid. Mereka yang duduk di barisan belakang atau paling jauh dari Rasulullah SAW tidak bisa melihat wajah beliau.

Para sahabat saat itu juga kasihan melihat Rasulullah SAW yang kelelahan jika berdiri terlalu lama saat berdakwah.

Suatu saat datang salah seorang sahabat menawarkan kepada beliau untuk dibuatkan mimbar. Hal ini pun disetujui oleh Rasulullah. Ketika mimbar selesai dibuat dan berdiri kokoh di masjid kemudian Rasulullah pun memulai aktifitas ibadahnya.

Ketika Rasulullah berjalan melewati batang pohon yang senantiasa selalu bersama beliau menuju mimbar, batang pohon itu menangis.

Tangisannya terdengar oleh seluruh sahabat Nabi seperti tangisan ibu unta yang kehilangan anaknya. Ternyata batang pohon tersebut rindu dengan Rasul, ia tak mau berpisah dengan Rasul.

Rasulullah pun mendatangi batang pohon itu dan mengelusnya sebagai mana anak kecil. Atas izin Allah SWT, perlahan-perlahan suara tangisan tersedu sedu itu perlahan mereda. Belum terjawab rasa penasaran dalam diri para sahabat yang hadir, Rasulullah SAW pun mengajak berbicara kepada pohon kurma itu.

Rasulullah berkata, “Maukah kamu aku pindahkan ke kebun kamu semula, berbuah dan memberikan makanan kepada kaum mukminin atau aku pindahkan kamu ke surga, setiap akar kamu menjadi minuman dari minuman-minuman di surga, lalu para penghuni surga menikmati buah kurmamu.”

Pohon kurma tanpa keraguan memilih pilihan yang kedua. Kemudian Rasulullah SAW bersabda, “Af’al insya Allah! Demi Allah, yang jiwaku berada di dalam genggaman-Nya, jika tidak aku tenangkan dia, niscaya dia akan terus merintih hingga hari kiamat karena kerinduannya kepadaku.”

Rasulullah kemudian kembali ke mimbar melanjutkan khutbahnya. Hasan bin Ali RA seringkali ketika mengisahkan kisah ini seraya menangis. Teringat di benaknya pohon pun menangis karena merindukan Rasulullah.

(rah/erd)



Sumber : www.detik.com

Hotel Utsman bin Affan, Hasil Kebun Kurma dan Wakaf Sumur Sang Khalifah


Jakarta

Hotel Utsman bin Affan adalah hasil pengelolaan wakaf sumur milik sang suri tauladan umat muslim. Dikutip dari situs organisasi wakaf Afrika Selatan Awqaf SA, hotel tersebut memasuki tahap terakhir pembangunan pada 2013 dan mulai beroperasi.

Pelayanan di hotel Utsman bin Affan setara bintang lima dengan 210 kamar. Hotel juga menyediakan 30 kamar khusus yang bisa disewa setiap saat. Hotel Utsman bin Affan berdiri setinggi 15 lantai, dengan 24 kamar di tiap lantainya.

Sejarah Berdirinya Hotel Utsman bin Affan

Hotel Utsman bin Affan adalah hasil pengelolaan kebun kurma dan sumur wakaf yang bernama Bir Rumah atau Raumah. Sumur wakaf Utsman bin Affan ini sudah berusia lebih dari 1400 tahun dengan air yang tidak pernah berhenti mengalir.


Lahan sekitar sumur tersebut ditumbuhi banyak pohon kurma yang bisa diambil manfaatnya. Daulah Utsmaniyah dikisahkan mengelola kebun kurma dan menjual hasilnya pada masyarakat. Seiring waktu, pemerintah Saudi melanjutkan pengelolaan wakaf sumur dan hasil penjualan kurma.

Sebagian penghasilan diberikan pada kaum yang membutuhkan, sedangkan lainnya masuk ke rekening Usman bin Affan. Dikutip dari laman Badan Wakaf Indonesia, sebanyak 1.550 pohon kurma terus memberikan hasil. Sehingga uang di rekening tabungan Utsman bin Affan terus meningkat.

Tabungan tersebut akhirnya digunakan Pemerintah Arab Saudi untuk membeli tanah di kawasan Marzakiyah. Hotel bertaraf internasional ini diperkirakan beromzet 50 juta riyal/tahun atau setara Rp 200 miliar/tahun.

Riwayat Pembelian Sumur Wakaf Utsman bin Affan

Awal mula dibelinya Sumur Rumah atau Raumah oleh Utsman bin Affan terjadi karena sabda Rasulullah. Nabi Muhammad SAW merasa prihatin dengan kondisi umatnya dan berkata.

“Wahai sahabatku, siapa saja diantara kalian yang menyumbangkan hartanya untuk dapat membebaskan sumur itu, lalu menyumbangkannya untuk umat, maka ia akan mendapatkan surga-Nya Allah Ta’ala.” (HR Muslim).

Mendengar hal tersebut, Utsman bin Affan yang dermawan langsung mendatangi Yahudi pemilik sumur dan menawarnya dengan harga tertinggi. Namun Sang Pemilik menolaknya dengan alasan tidak adanya penghasilan yang diperoleh setiap hari.

Akhirnya, Utsman bin Affan membeli setengah sumur seharga 12.000 dirham dan sepakat untuk memilikinya bergantian dengan pemilik asli. Setiap dua hari, penduduk Madinah akan mengambil air yang cukup agar tidak kekurangan stok hingga terpaksa membelinya dari Yahudi.

Namun sistem ini membuat Yahudi rugi dan akhirnya menjual hak milik sepenuhnya pada Utsman seharga 20.000 dirham. Sejak saat itu, seluruh penduduk dan pendatang di Madinah bebas memanfaatkan air tersebut untuk kebutuhan sehari-hari hingga sekarang.

Keutamaan Wakaf Sumur

Berdasarkan Kitab At-Targhib wat Tarhib minal Haditsisy Syarif karya Imam Zakiyuddin Abdul Al-Mundziri, sedekah yang dilakukan Utsman bin Affan termasuk dalam amalan dengan pahala berkelanjutan.

حديث أَنَس قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَبْعٌ يَجْرِى لِلْعَبْدِ أَجْرُهُنَّ وَهُوَ فِي قَبْرِهِ بَعْدَ مَوْتِهِ: مَنْ عَلَّمَ عِلْماً، أَوْ كَرَى نَهْراً، أَوْ حَفَرَ بِئْراً، أَوْ غَرَسَ نَخْلاً، أَوْ بَنَى مَسْجِداً، أَوْ وَرَّثَ مُصْحَفاً، أَوْ تَرَكَ وَلَداً يَسْتَغْفِرُ لَهُ بَعْدَ مَوْتِهِ رواه البزار وأبو نعيم والبيهقي

Artinya: “Hadits sahabat Anas bin Malik ra, Rasulullah saw bersabda, ‘Ada tujuh jenis amal yang pahalanya mengalir terus kepada seseorang di alam kuburnya: (1) orang yang mengajarkan ilmu, (2) orang yang mengalirkan (mengeruk atau meluaskan) sungai, (3) orang yang menggali sumur, (4) orang yang menanam pohon kurma, (5) orang yang membangun masjid, (6) orang yang mewariskan mushaf, (7) orang yang meninggalkan anak keturunan yang memintakan ampunan baginya sepeninggal kematiannya,'” (HR Al-Bazzar, Abu Nu’aim, dan Al-Baihaqi).

Selain itu, sedekah air juga disebut sebagai sedekah yang paling disukai dan afdal untuk orang yang sudah meninggal. Pasalnya air memiliki manfaat yang luas baik untuk kepentingan agama maupun dunia. Beberapa keutamaan lain adalah:

  • Memperoleh ampunan dosa dari Allah SWT.
  • Mendapatkan pahala yang mengalir deras dan tidak terputus bahkan setelah meninggal dunia.
  • Memperoleh surga yang dijanjikan Allah SWT.
  • Menolong orang-orang yang membutuhkan.
  • Menjadi sedekah mulia dan disarankan sebagai amalan untuk orang yang telah meninggal.

Demikian sejarah hotel Utsman bin Affan yang dapat menjadi pengingat untuk selalu menyisihkan sebagian harta untuk orang lain. Wakaf sumur atau air adalah sedekah jariyah yang amalannya terus mengalir, meski pelaku sedekah telah berpulang.

(row/row)



Sumber : www.detik.com

Kisah Perjalanan Hijrah Nabi SAW, Sembunyi di Gua Tsur Bersama Abu Bakar



Jakarta

Perjalanan hijrah Nabi Muhammad SAW dari Makkah ke Madinah penuh rintangan. Beliau kala itu sampai bersembunyi di Gua Tsur bersama Abu Bakar. Hal tersebut dilakukan untuk menghindari kejaran kaum kafir Quraisy.

Diceritakan dalam Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad Volume 1 susunan Moenawar Khalil, banyak tantangan yang dilalui Rasulullah SAW saat berdakwah di Makkah. Kaum kafir Quraisy tak segan mengusir umat Islam dari kota tersebut dengan harapan Rasulullah SAW berubah pikiran.

Dalam buku Kisah Teladan dan Inspiratif 25 Nabi & Rasul oleh Anita Sari dkk, dikisahkan bahwa suatu ketika kondisi di Makkah dirasa sudah tidak aman bagi umat Islam. Rasulullah SAW lalu memerintahkan kaum muslim berhijrah ke Madinah. Mulanya, beliau berangkat secara diam-diam ditemani oleh Abu Bakar RA.


Dalam perjalanannya ini, beliau bersembunyi di dalam Gua Tsur dari kejaran kaum kafir Quraisy. Atas izin Allah, muncul laba-laba dan burung merpati di gua tersebut.

Ribuan laba-laba secara tiba-tiba membuat sarang di muka Gua Tsur. Begitu pula dengan burung merpati liar yang bersarang dan bertelur di gua tersebut.

Kondisi Gua Tsur yang seperti itu menyebabkan kafir Quraisy yang mengejar Nabi Muhammad SAW dan Abu Bakar mengurungkan niat untuk masuk ke Gua Tsur. Meski jejak kaki sang rasul dan sahabatnya berhenti di depan gua tersebut, mereka beranggapan jika keduanya berada di dalam seharusnya sarang laba-laba hancur dan telur-telur merpati pecah.

Salah seorang kafir Quraisy berkata, “Kita perlu mencoba masuk bersama-sama, coba marilah!”

Seseorang bernama Ummayah bin Khalaf membalas, “Mengapa kamu hendak masuk ke dalamnya? Kalau Muhammad telah masuk, tentu sarang laba-laba itu telah luluh bukan? Ya, kalau di dalam gua itu tidak ada binatang liar dan buas atau ular berbisa. Kalau ada, tentu akan mencelakakan kamu bukan?”

Mendengar itu, kaum kafir Quraisy mengurungkan niat untuk masuk ke Gua Tsur. Abu Bakar lalu mengangkat kepalanya ke atas gua dan berkata, “Oh, jika mereka melihat kakinya ke bawah atau menundukkan kepalanya ke bawah, tentu dengan segera melihat kita ada di sini bukan?”

Rasulullah SAW pun berkata, “Janganlah engkau menyangka bahwa aku ini sendirian bersama engkau, tetapi sesungguhnya Allah selalu bersama kita, selamanya Ia akan melindungi kita. Adapun jika mereka nanti masuk ke dalam gua ini dengan jalan melalui pintu gua itu, nanti kita melepaskan diri melalui ini (Nabi menunjukkan jarinya ke sebelah belakang).”

Allah SWT berfirman dalam surah At Taubah ayat 40,

إِلَّا تَنصُرُوهُ فَقَدْ نَصَرَهُ ٱللَّهُ إِذْ أَخْرَجَهُ ٱلَّذِينَ كَفَرُوا۟ ثَانِىَ ٱثْنَيْنِ إِذْ هُمَا فِى ٱلْغَارِ إِذْ يَقُولُ لِصَٰحِبِهِۦ لَا تَحْزَنْ إِنَّ ٱللَّهَ مَعَنَا ۖ فَأَنزَلَ ٱللَّهُ سَكِينَتَهُۥ عَلَيْهِ وَأَيَّدَهُۥ بِجُنُودٍ لَّمْ تَرَوْهَا وَجَعَلَ كَلِمَةَ ٱلَّذِينَ كَفَرُوا۟ ٱلسُّفْلَىٰ ۗ وَكَلِمَةُ ٱللَّهِ هِىَ ٱلْعُلْيَا ۗ وَٱللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ

Artinya: “Jikalau kamu tidak menolongnya (Muhammad) maka sesungguhnya Allah telah menolongnya (yaitu) ketika orang-orang kafir (musyrikin Mekkah) mengeluarkannya (dari Mekkah) sedang dia salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua, di waktu dia berkata kepada temannya: “Janganlah kamu berduka cita, sesungguhnya Allah beserta kita”. Maka Allah menurunkan keterangan-Nya kepada (Muhammad) dan membantunya dengan tentara yang kamu tidak melihatnya, dan Al-Quran menjadikan orang-orang kafir itulah yang rendah. Dan kalimat Allah itulah yang tinggi. Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana,”

Dengan kuasa Allah SWT, ketika Abu Bakar menoleh ke belakang terlihat pintu lebar di belakang gua yang dapat digunakan untuk melarikan diri. Padahal, sebelumnya gua itu tidak berpintu.

Wallahu a’lam.

(aeb/kri)



Sumber : www.detik.com

Bilal bin Rabbah, Sahabat Nabi yang Dijuluki Muadzin Ar-Rasul



Jakarta

Bilal bin Rabah adalah sahabat Rasulullah SAW yang berasal dari Habasyah atau Ethiopia. Ia merupakan seorang budak dari bani Jumhin.

Menukil dari buku Kisah-kisah Inspiratif Sahabat Nabi oleh Muhammad Nasrulloh, status sosial Bilal yang lemah menyebabkan dirinya menjadi bulan-bulanan kaum kafir Quraisy. Majikannya yang berasal dari bani Jumhin bahkan menyiksa Bilal habis-habisan begitu tahu Bilal memeluk Islam.

Sehari-hari, Bilal dijadikan layaknya mainan bagi kaum kafir Quraisy. Lehernya dikalungi tali dan dibuat seolah-olah ia adalah binatang.


Majikannya yang bernama Umayyah bin Khalaf bahkan menyeret Bilal keluar pada waktu siang terik. Bilal dipaksa keluar dari agama Islam, namun lidahnya selalu mengucap nama Allah SWT.

Merasa geram, Umayyah terus memaksa Bilal menyebut al-Latta dan al-Uzza. Tetapi hal itu tidak menghentikannya menyebut nama Allah SWT.

Bilal terus mengalami penyiksaan. Ia bahkan dipakaikan baju besi dan dibiarkan berjemur di bawah matahari. Dadanya juga ditimpa batu besar.

Meski dengan kondisi seperti itu, iman Bilal tidak runtuh. Berita penyiksaan Bilal ini sampai ke telinga Abu Bakar Ash-Shiddiq hingga akhirnya ia memerdekakan Bilal dengan harga sembilan uqiyah emas seperti diterangkan dalam buku Bilal bin Rabah susunan Abdul Latip Talib.

Setelah merdeka, Bilal dipilih sebagai muazin. Dikisahkan dalam buku The Great Sahaba susunan Rizem Aizid, Bilal selalu berada di samping Rasulullah SAW ketika salat.

Saking dekatnya, Bilal kerap dijuluki sebagai bayangan Nabi Muhammad SAW. Bahkan, sang rasul sendiri yang menunjuk Bilal sebagai muazin karena suaranya terdengar kencang ke seluruh Madinah. Bilal juga digelari Muadzin ar-Rasul.

Walau begitu, selepas kepergian Nabi Muhammad SAW, Bilal bin Rabah memutuskan pensiun menjadi muazin. Saat Khalifah Abu Bakar RA meminta Bilal bin Rabah supaya menjadi muazin kembali, Bilal berkata dengan sedih, “Aku hanya menjadi muazin Rasulullah. Rasulullah telah tiada, maka aku bukan muazin siapa-siapa lagi.”

Sejak itulah Bilal tidak lagi mengumandangkan azan kecuali hanya sebanyak dua kali. Setelah itu, Bilal bin Rabah meninggalkan Madinah dan tinggal di Homs, Syria.

Menurut kitab Hadil Arwah ila Biladil Afrah oleh Ibnu Qayyim Al Jauziyyah yang diterjemahkan Sholihin, Bilal menjadi sosok yang mendahului Nabi Muhammad SAW masuk ke surga. Kisah ini bersandar pada hadits dari Buraidah ibn Hushaib.

Ia mengatakan bahwa Rasulullah SAW memanggil Bilal, “Bilal! Bagaimana kau mendahului yang lain ke surga. Ketika aku hendak masuk surga kudengar suara di depanku. Semalam aku memasukinya dan kudengar suaramu di depanku.

Aku mendatangi istana segi empat yang sangat indah terbuat dari emas. Aku pun bertanya, ‘Milik siapakah istana ini?’ Para malaikat menjawab, ‘Milik seorang lelaki Arab.’

Aku menukas, ‘Aku orang Arab. Milik siapakah ia?’ Malaikat menjawab, ‘Milik lelaki Quraisy.’ Aku katakan, ‘Aku lelaki Quraisy. Milik siapakah ia?’ Mereka menjawab, ‘Milik lelaki umat Muhammad.’

Aku berkata, ‘Aku Muhammad. Punya siapakah ia?’ Para malaikat menjawab, ‘Milik Umar ibn Khaththab.’ Bilal pun menyahut, ‘Ya Rasulullah! Aku melantunkan azan setelah melakukan salat dua rakaat. Setiap kali berhadas, aku segera berwudhu. Aku bermimpi, Allah SWT menghargai salat dua rakaat itu.'”

Rasulullah SAW bersabda, “Dengan dua rakaat itu, engkau mendahuluiku masuk surga.” (HR Ahmad dan At-Tirmidzi)

Dijelaskan oleh Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, Bilal mendahului Rasulullah SAW karena berdoa lebih dulu kepada Allah SWT sebelum azan. Oleh sebab itu, azan Bilal terdengar di depan Rasulullah SAW.

Wallahu a’lam

(aeb/kri)



Sumber : www.detik.com

Kisah Abu Dzar RA, Mantan Perampok yang Bertobat dan Memeluk Islam



Jakarta

Abu Dzar RA adalah salah satu dari sekian banyak sahabat Nabi Muhammad SAW yang setia menemani beliau. Ia termasuk ke dalam golongan pertama yang memeluk Islam.

Menukil dari Shahih Sirah Nabawiyah oleh Ibnu Katsir terjemahan M. Nashiruddin Al Albani, dalam sebuah riwayat dikatakan Abu Dzar RA merupakan orang keempat yang memeluk Islam. Imam Al Baihaqi meriwayatkan dari Imam Al Hakim dengan sanadnya dari Abu Dzar RA berkata,

“Aku adalah orang keempat yang masuk Islam. Sebelumku telah masuk Islam tiga orang, dan aku yang keempat. Aku mendatangi Rasulullah SAW seraya mengucapkan Assamu’alaika wahai Rasulullah. Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad utusan Allah. Pada waktu itu aku menyaksikan keceriaan pada raut muka Rasulullah SAW.”


Abu Dzar RA adalah keturunan keluarga Al-Ghiffar dan dibesarkan dalam lingkungan perampok. Sebelum memeluk Islam, Abu Dzar adalah seorang perampok.

Menurut buku The Great Sahabat tulisan Rizem Aizid, nama lengkapnya adalah Abu Dzar Jundub bin Junadah bin Sufyan al-Ghifari. Ketika kecil, Abu Dzar terbiasa dengan kekerasan dan teror hingga tumbuh menjadi salah seorang perampok besar dan ditakuti.

Setelah datang hidayah Allah SWT, Abu Dzar RA menyesali perbuatannya. Kerusakan dan cerita yang ia timbulkan dari aksinya menjadi celah cahaya ilahi masuk ke dalam hati.

Sejak masuk Islam, Abu Dzar RA mengajak teman-temannya untuk bertobat. Alih-alih menuruti apa yang dikatakannya, mereka justru menolak dan mengusir Abu Dzar RA. Bersama ibu dan saudara laki-lakinya Anis al-Ghiffari, mereka pindah ke Najd Atas.

Di Najd Atas, Abu Dzar RA banyak menciptakan ide-ide revolusioner. Sayangnya, ide Abu Dzar RA ditolak mentah-mentah sampai akhirnya beliau hijrah ke Makkah.

Kedatangan Abu Dzar RA ke Makkah ketika kondisi kota tersebut kacau. Kala itu kaum muslimin dan kafir Quraisy mengalami pertentangan.

Dari situ, Abu Dzar RA tertarik masuk Islam. Ia lantas menemui Rasulullah SAW untuk menyatakan keislamannya.

Saat itu, keadaan Makkah sangat tidak kondusif. Karenanya, Rasulullah SAW meminta umatnya untuk menyembunyikan keislaman mereka.

Abu Dzar RA yang juga dikenal sebagai sosok pemberani itu justru mengumumkan keislamannya di depan orang-orang kafir. Akibatnya, ia mendapat siksaan dari kafir Quraisy.

Meski demikian, hal tersebut tidak membuatnya berhenti. Abu Dzar RA terus mengulangi perbuatan sampai akhirnya mereka berhenti menyiksanya setelah mengetahui bahwa ia berasal dari suku Ghifar.

Setelah resmi memeluk Islam, Abu Dzar RA kembali ke kaumnya di Madinah. Ia mengajak ibu dan saudaranya untuk masuk Islam, sampai-sampai hampir seluruh kaum Ghifar beragama Islam.

Wallahu a’lam.

(aeb/lus)



Sumber : www.detik.com

Detik-detik Terbunuhnya Utsman bin Affan saat Baca Al-Qur’an



Jakarta

Utsman bin Affan merupakan salah satu dari 4 sahabat Rasulullah SAW yang dijuluki Khulafaur Rasyidin. Meninggal dalam keadaan syahid kala menghadapi orang-orang Islam Munafik. Di bawah ini kisah Utsman bin Affan terbunuh di rumahnya.

Mengutip buku Biografi Utsman bin Affan karya Prof. Dr. Ali Muhammad Ash-Shallabi, menjelaskan biografi lengkap Utsman bin Affan.

Utsman bin Affan bin Abu Al-‘Ash bin Umayyah bin Abdi Syams bin Abdi Manaf bin Qushay bin Kilab. Nasabnya bertemu dengan Rasulullah pada Abdi Manaf. Sedang ibunya bernama Arwa binti Kuraiz bin Rabi’ah bin Habib bin Abd Syams bin Abdi Manaf bin Qushay.


Utsman bin Affan mendapatkan gelar Dzunnurain (Pemilik dua cahaya), dan semasa hidupnya beliau mempunyai nama panggilan Abu ‘Amru. Kemudian, ketika Utsman bin Affan mempunyai anak dari Ruqayah binti Rasulullah yang diberi nama Abdullah, maka Utsman pun dipanggil Abu Abdillah.

Kisah Terbunuhnya Utsman bin Affan

Penulis M. Syaikuhudin dalam buku Sahabat Rasulullah Utsman bin Affan, mengisahkan kejadian terbunuhnya Utsman bin Affan di rumahnya ketika mengaji bersama istrinya.

Kisah bermula ketika Muhammad bin Abu Bakar As-Siddiq merencanakan pembunuhan terhadap Khalifah Utsman bin Affan. Sedangkan yang melaksanakan pembunuhannya adalah Aswadan bin Hamrab, Al Ghafiki, dan Sudan bin Hamram.

Malam itu, ketika Muhammad bin Abu Bakar bersama kedua temannya memanjat dinding belakang rumah Khalifah Utsman bin Affan. Saat Khalifah sedang membaca Al-Qur’an yang ditemani oleh istrinya bernama Na’ilah.

Sesudah berhasil menyusup masuk ke kamar Khalifah, mereka segera menyergap Utsman bin Affan. Muhammad bin Abu Bakar memulai pertama dengan memegang janggut Khalifah sambil berkata, “Hah Na’sal, Allah telah menghinamu.”

Utsman sempat membalas omongannya, “Saya bukan Na’sal, tetapi saya hamba Allah Amirul Mu’minin.”

Muhammad bin Abu Bakar tetap saja merenggut janggut Utsman bin Affan sambil berkata, “Muawiyah tidak akan dapat menolong anda, begitu juga Abdullah bin Amir dan surat-suratmu itu!”

Utsman bin Affan pun berkata, “Lepaskanlah janggut ku. Ayahmu pun tidak akan memperlakukan aku, seperti yang kamu lakukan ini. Kalau ayahmu melihat perbuatanmu, ia pun tidak akan setuju.”

Muhammad bin Abu Bakar menjawab: “Saya tidak ingin menggenggam janggutmu lebih keras lagi.”

Utsman menjawab dengan sabar dan tabah: “Atas perbuatanmu ini saya meminta pertolongan Allah dan kepada- Nya aku berlindung.”

Mendengar ucapan Utsman, hati Muhammad bin Abu Bakar terharu, cair, dan luluh. Tanpa disadari, tangan yang sedang memegang erat janggut memutih itu mengendor perlahan-lahan dan lepaslah. Tetapi malang, dua orang teman Muhammad yang turut masuk menyerbu tidak dapat menguasai hatinya masing-masing.

Kemudian salah satu dari mereka mengangkat anak panah dan menghunjamkannya ke pangkal telinga Utsman sampai tembus ke tenggorokan, lalu menghantamnya dengan pedang.

Utsman bermaksud hendak menangkis pedang itu dengan tangannya sampai tangannya putus. Begitu juga dengan istrinya Na’ilah, jarinya terputus ketika ia menelungkup kepada suaminya hendak mengambil pedang itu dengan tangannya.

Kemudian, Utsman dihantam pada bagian rusuknya sehingga ia jatuh tersungkur. Seketika itu juga Utsman gugur. Na’ilah yang menyaksikan peristiwa itu berteriak dan menjerit-jerit histeris bersamaan dengan melesatnya tiga orang pemuda itu lari melompat jendela.

Na’ilah terus-menerus menjerit: “Amirul Mukminin terbunuh! Amirul Mukminin terbunuh!”

Segera setelah mendengar berita tentang terbunuhnya Khalifah Utsman, Ali bin Abi Thalib masuk menuju ke kamar Utsman. Duka hatinya yang mendalam terpancar terang sekali

Peristiwa pembunuhan Utsman tersebut terjadi pada tanggal 18 bulan Zulhijah, tahun 35 Hijriyah, yaitu waktu Khalifah Utsman genap berusia 82 tahun setelah menjabat sebagai Khalifah selama 12 tahun. la dimakamkan di kuburan Baqi di Madinah.

Alasan Munculnya Kudeta Terhadap Pemerintahan Utsman bin Affan

Mengutip buku Kitab Sejarah Lengkap Khulafaur Rasyidin karya Ibnu Katsir, dijelaskan mengenai seorang Yahudi bernama Abdullah bin Saba’ yang menjadi sebab kudeta terjadi.

Abdullah bin Saba berpura-pura masuk Islam dan pergi ke daerah Mesir, untuk menyebarkan pemikiran dan propaganda nya sendiri kepada masyarakat disana.

Ia mengatakan, “Bukankah Isa bin Maryam akan kembali ke dunia?”

Jawab orang itu, “Ya!”

Ia berkata lagi, “Rasulullah SAW lebih baik dari Isa. Apakah kamu mengingkari bahwa beliau akan kembali ke dunia, sementara beliau lebih mulia daripada Isa bin Maryam?”

Kemudian ia berkata, “Beliau telah memberikan wasiatnya kepada Ali bin Abi Thalib. Muhammad Nabi terakhir dan Ali penerima wasiat yang terakhir.”

Lanjutnya, “Berarti Ali lebih berhak untuk menjabat sebagai khalifah daripada Utsman bin Affan dan Utsman telah merampas hak yang bukan miliknya.”Maka, mulailah orang-orang mengingkari kepemimpinan Utsman bin Affan.

Demikianlah sejarahnya, Khalifah Utsman bin Affan syahid di rumahnya ketika sedang membaca Al-Qur’an bersama istri tercinta. Beliau pun dikuburkan di kota yang sama dengan tempat tinggalnya, yakni kota Madinah.

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com

Cerita tentang Nabi Muhammad Singkat dan Penuh Hikmah


Jakarta

Nabi Muhammad SAW adalah nabi dan rasul terakhir utusan Allah SWT. Semasa hidup, beliau mendapat banyak cobaan terutama saat berdakwah kepada kaumnya.

Membaca cerita tentang nabi Muhammad SAW sama halnya dengan mengikuti jejak beliau, sebagaimana firman Allah SWT bahwa ada suri teladan pada diri Rasulullah SAW.

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِيْ رَسُوْلِ اللّٰهِ اُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَنْ كَانَ يَرْجُوا اللّٰهَ وَالْيَوْمَ الْاٰخِرَ وَذَكَرَ اللّٰهَ كَثِيْرًاۗ ٢١


Artinya: “Sungguh, pada (diri) Rasulullah benar-benar ada suri teladan yang baik bagimu, (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat serta yang banyak mengingat Allah.” (QS Al Ahzab: 21)

Cerita Kelahiran Nabi Muhammad SAW

Menurut buku Kisah Nabi Muhammad SAW karya Ajen Dianawati, dijelaskan bahwa Nabi Muhammad SAW lahir pada tanggal 12 Rabiul Awal yang bertepatan dengan tahun pasukan gajah menyerang Kota Makkah.

Nabi Muhammad SAW lahir dari keluarga terhormat. Ayahnya bernama Abdullah bin Abdul Muthalib, ibunya bernama Aminah binti Wahab.

Abdullah merupakan seorang saudagar yang bepergian ke kota Syam. Ketika singgah di Madinah, beliau jatuh sakit, dan meninggal dunia di sana. Kala itu, Nabi Muhammad SAW masih dalam kandungan.

Setelah Rasulullah SAW lahir, ibunya segera menyerahkannya kepada Halimah Sa’diah untuk disusukan. Hal ini lantaran budaya di Arab, menyerahkan anak mereka kepada ibu-ibu di pedesaaan, supaya anak-anak yang lahir ini akan merasakan udara segar di desa dan kehidupan sederhana mereka.

Empat tahun lamanya Rasulullah SAW diasuh oleh Halimah Sa’diah. Tepat di usia 6 tahun beliau dikembalikan kepada ibu aslinya (Aminah).

Cerita Masa Kanak-kanak Nabi Muhammad SAW

Setelah kembali kepada ibunya, setiap tahun Nabi Muhammad SAW selalu dibawa oleh ibunya ke Madinah untuk berziarah ke makam ayahnya sekaligus bertemu dengan sanak saudaranya di sana.

Pada saat perjalanan pulang dari Madinah, di suatu tempat bernama Abwa (desa terletak antara Makkah dan Madinah), ibunya jatuh sakit lalu meninggal dunia di tempat ini.

Maka, sejak saat itu Nabi Muhammad SAW menjadi yatim-piatu. Beliau kemudian diasuh oleh kakeknya bernama Abdul Muthalib, seorang terkemuka di Kota Makkah. Sayangnya kebersamaan ini tak bertahan lama karena sang kakek meninggal dunia 2 tahun setelah itu.

Lalu, berdasarkan wasiat kakeknya, Nabi Muhammad SAW diasuh oleh pamannya bernama Abu Thalib (ayah Ali bin Abi Thalib).

Berbeda dengan kakeknya, paman Rasulullah SAW mempunyai banyak anak dan ekonominya kurang, untuk mencukupi kehidupan sehari-harinya, paman nabi seringkali berdagang pergi ke negeri Syam.

Perjalanan Pertama Nabi Muhammad SAW

Ketika usia Nabi Muhammad SAW mencapai 13 tahun, barulah beliau diizinkan pamannya untuk ikut berdagang ke Syam. Dalam perjalanan, mereka singgah di suatu desa dan bertemu dengan seorang pendeta Nasrani bernama Buhaira.

Buhaira berkata kepada paman Nabi SAW, “Sesungguhnya anak saudara ini akan mendapatkan kedudukan yang tinggi, maka segeralah pulang dan jagalah ia dari serangan orang-orang Yahudi.”

Mengikuti perkataan pendeta tersebut, paman Nabi Muhmmad SAW segera membawa pulang nabi kembali ke Kota Makkah.

Cerita Pembelahan Dada Nabi Muhammad SAW

Menurut buku Hadits-hadits Tarbiyah karya Wafi Marzuqi Ammar, ada 2 peristiwa pembelahan dada Nabi Muhammad SAW. Pertama ketika masih kecil dan kedua saat pengangkatan menjadi nabi.

Pembelahan Pertama

Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim dalam kedua kitab Shahih-nya, Rasulullah menceritakan, ketika usianya mendekati delapan tahun, beliau keluar mengembala kambing bersama saudara laki-lakinya radha’nya. Sedangkan ibu radha’nya yang menyusui keduanya adalah Halimah Sa’diah.

Ketika nabi bersama saudaranya sedang mengembala kambing di padang pasir, tiba-tiba dua malaikat berpakaian putih turun dari langit. Keduanya mengambil Rasulullah SAW dan membaringkannya di tanah. Ketika Muhammad SAW sudah berbaring di tanah, keduanya membelah dada beliau.

Pembelahan Kedua

Adapun cerita pembelahan dada Nabi Muhammad SAW yang kedua terdapat dalam hadits di bawah ini.

Anas bin Malik RA berkata, “Kami pernah melihat bekas jahitan pada dada beliau.” Karenanya dada beliau tampak lapang dan luar, tidak pernah marah kecuali terhadap hal-hal yang melanggar ketentuan Allah SWT.

Sebagaimana firman Allah SWt dalam surah Al Qalam ayat 4

وَاِنَّكَ لَعَلٰى خُلُقٍ عَظِيْمٍ ٤

Artinya: “Sesungguhnya engkau benar-benar berbudi pekerti yang agung.”

Cerita Masa-masa Sulit Dakwah Nabi Muhammad SAW

Nabi Muhammad SAW mendapatkan wahyu pertama di Gua Hira saat beliau berumur 40 tahun. Sejak setelah itu, beliau diperintahkan berdakwah.

Wahyu pertama Nabi Muhammad SAW adalah surah Al ‘Alaq ayat 1-5.

Perjalanan dakwah Nabi Muhammad SAW tidak mudah. Dalam sejumlah kitab sirah nabawiyah dikatakan, Nabi Muhammad SAW harus berdakwah secara sembunyi-sembunyi selama hampir tiga tahun di Makkah. Ini dilakukan untuk menjaga keselamatan umatnya dari kekejaman orang-orang kafir.

Hingga akhirnya beliau berdakwah secara terang-terangan. Dakwah ini berlangsung selama 10 tahun.

Kekejaman kaum kafir quraisy tak juga berhenti. Rasulullah SAW mendapat penolakan sana-sini dan para pengikutnya mendapat ancaman kekerasan dari orang-orang kafir.

Allah SWT kemudian memerintahkan Nabi Muhammad SAW untuk hijrah meninggalkan Makkah. Hijrah berlangsung secara bertahap. Nabi Muhammad SAW akhirnya tiba di Madinah dan berdakwah di sana selama 10 tahun sebelum akhirnya wafat.

Cerita Wafatnya Nabi Muhammad SAW

Menurut buku 30 Kisah Nabi Muhammad SAW: Perjalanan Hidup Sang Rasul dari Lahir hingga Wafat karya Ali Muakhir, menjelang akhir hayat, Nabi Muhammad SAW datang ke masjid untuk salat berjamaah. Sambil dipapah oleh dua orang laki-laki, Abu Bakar sebagai imam sempat mundur, tetapi Rasulullah SAW memberi isyarat supaya tetap menjadi imam salat.

Setelah salat, Nabi Muhammad SAW minta didudukkan di samping Abu Bakar RA. “Dudukan aku di samping Abu Bakar,” pinta Nabi Muhammad SAW kepada kedua orang yang memapahnya.

Saat itu, tanda kepergian Nabi Muhammad SAW sudah tampak. Beliau pun memanggil Fatimah, putri yang amat disayanginya. Beliau membisikan sesuatu kepada Fatimah hingga membuatnya menangis.

“Apa yang Rasulullah SAW bisikkan kepadamu, Fatimah?” tanya Aisyah penasaran.

“Beliau berbisik bahwa beliau akan segera wafat, maka aku menangis. Beliau berbisik bahwa aku keluarga pertama yang akan menyusul beliau, maka aku tersenyum,” ungkap Fatimah yang membuat dada Aisyah sesak.

Kemudian, Aisyah menyandarkan tubuh Nabi Muhammad SAW di pangkuannya. Saat itu, di tangan Abdurrahman bin Abu Bakar ada siwak, Aisyah yang jeli menyadari bahwa pandangan Nabi Muhammad SAW tertuju kepada siwak tersebut, sehingga Aisyah mengambil siwak.

Aisyah lantas melunakan siwak itu dan menggosokannya ke gigi Baginda Nabi Muhammad SAW, bersamaan dengan Rasulullah SAW yang memasukan kedua tangannya ke dalam bejana berisi air di sampingnya.

“Laa ilaha illallah. Sesungguhnya kematian itu ada sekaratnya,” katanya.

Beliau mengangkat kedua tangan, pandangan matanya tertuju pada langit-langit, dan kedua bibirnya bergerak-gerak. Aisyah mencoba mendengar apa yang beliau katakan. “Ya Allah ampunilah aku; rahmatilah aku; dan pertemukanlah aku dengan Kekasih yang Mahatinggi. Ya Allah, Kekasih yang Mahatinggi. Ya Allah, Kekasih yang Mahatinggi.” Beliau mengulang kalimat terakhir tiga kali, lalu kedua tangannya tergolek lemas. Beliau meninggal dunia. Beliau kembali ke pangkuan ilahi Rabbi, zat pemilik alam semesta beserta isinya.

Beliau meninggal saat waktu Dhuha sedang memanas, pada hari Senin 12 Rabi’ul Awal, tahun 11 Hijriah. Ketika itu, beliau berusia 63 tahun lebih 4 hari. Semua sahabat berduka, begitu pun umat Islam di seluruh dunia.

(aeb/kri)



Sumber : www.detik.com

Abu Dzar RA, Sosok Sahabat Rasulullah SAW yang Sederhana



Jakarta

Abu Dzar al Ghifari adalah salah seorang sahabat Rasulullah SAW yang paling sederhana. Ia dikenal sebagai orang yang taat kepada Allah SWT sekaligus sahabat setia bagi Rasulullah SAW.

Mengutip buku The Great Sahaba yang ditulis Rizem Aizid, disebutkan Abu Dzar al-Ghifari RA adalah sosok sahabat Rasulullah SAW yang sangat setia dan dikenal sebagai orang yang jujur serta sederhana.

Abu Dzar berasal dari suku Ghifar, sebuah kelompok yang tinggal di Lembah Waddan, sekitar Makkah. Abu Dzar hidup di lingkungan sederhana yang jauh dari peradaban kota.


Bani Ghifar dikenal sebagai gerombolan perampok. Penduduk Ghifar dikenal sebagai orang-orang yang pemberani dan senang berperang. Mereka tahan terhadap penderitaan, kekurangan dan kelaparan. Di antara orang-orang bani Ghifar, yang paling buruk tabiatnya adalah Abu Dzar. Nama lengkapnya adalah Abu Dzar Jundab bin Junadah bin Sufyan al Ghifari.

Jauh sebelum mengenal Islam, Abu Dzar adalah sosok perampok. Namun atas izin Allah SWT, ia mendapat hidayah setelah mengenal Islam. Ia menjadi sosok yang bertakwa kepada Allah SWT dan menjadi salah satu pengawal sekaligus sahabat Rasulullah SAW.

Abu Dzar sama sekali tidak takut pada orang-orang yang menentang Islam. Ia berkata pada Rasulullah SAW, “Wahai Rasulullah, demi Dzat yang nyawaku berada di tangan-Nya, aku akan melafalkan kalimat tauhid ini dengan lantang di tengah kerumunan orang-orang yang tidak beriman itu!”

Abu Dzar Meninggalkan Kesenangan Dunia

Selain dikenal sebagai pemberani, Abu Dzar juga dikenal sebagai sosok yang sederhana. Ia berpendapat bahwa menyimpan harta yang lebih dari keperluan hukumnya haram.

Kesederhanaan Abu Dzar juga telah disabdakan Rasulullah SAW, sebelum beliau wafat, beliau bersabda, “Abu Dzar akan tetap sama sepanjang hidupnya.”

Arti dari perkataan Rasulullah SAW adalah bahwa Abu Dzar akan tetap menjadi Abu Dzar yang dikenal sederhana, zuhud dan setia kepada Islam.

Mengutip buku Sosok Para Sahabat Nabi yang ditulis oleh Dr. Abdurrahman Raf’at al-Basya, setelah Rasulullah SAW wafat, Abu Dzar pergi ke Damaskus. Di kota ini ia melihat kaum muslimin tenggelam dalam kemewahan. Abu Dzar terkejut menyaksikan banyak orang condong dan fokus pada kehidupan dunia.

Suatu kali, Khalifah Utsman memanggil ia untuk kembali ke Madinah. Abu Dzar segera memenuhi panggilan tersebut. Di Madinah, ia menyaksikan kondisi yang sama yakni orang-orang larut pada kemewahan dunia.

Abu Dzar yang tidak nyaman dengan suasana tempat tinggalnya, kemudian memutuskan untuk bermukim di Rabadzah, sebuah desa kecil di Madinah. Ia hidup dengan sangat sederhana, jauh dari hiruk pikuk perkotaan. Ia zuhud terhadap kekayaan, tak mengirikan harta benda orang lain serta berpegang teguh pada cara hidup Rasulullah SAW. Ia mengutamakan kehidupan akhirat yang kekal.

Suatu hari, seseorang berkunjung ke rumah Abu Dzar. Ia melihat kondisi rumah Abu Dzar yang kosong tanpa perabotan. Tamu itu lantas bertanya, “Wahai Abu Dzar, di mana perabot rumahmu?”

Abu Dzar menjawab, “Kita punya rumah di kampung sana (maksudnya akhirat) sehingga perabot yang terbaik ku kirimkan ke sana.”

Tamu itu lantas menimpali jawaban Abu Dzar, “Tapi engkau juga harus punya perabot selama berada di kampung yang sekarang.”

“Tapi si pemilik rumah tidak mengizinkan kita menetap di rumah yang ini (di dunia),” jawab Abu Dzar.

Suatu ketika pernah Gubernur Syam mengirimkan uang sebanyak tiga ratus dinar kepada Abu Dzar disertai ucapan, “Pergunakanlah uang itu untuk kebutuhanmu.”

Abu Dzar lantas mengembalikan uang tersebut dan bertanya, “Apakah Tuan Gubernur tidak menemukan seorang hamba yang lebih miskin dari saya?”

Pada tahun 32 H, Abu Dzar meninggal dunia. Ia adalah sosok sahabat yang jujur dan sederhana. Rasulullah SAW pernah menyebutkan Abu Dzar dalam haditsnya, “Tidak ada di atas bumi dan di bawah naungan langit orang yang lebih jujur daripada Abu Dzar.”

Ketika Perang Tabuk, Rasulullah SAW berkata kepada Abu Dzar, ” Engkau datang sendirian, engkau hidup sendirian dan engkau akan meninggal dalam kesendirian. Namun, segerombolan orang dari Irak yang salih kelak akan mengurus pemakamanmu.”

(dvs/kri)



Sumber : www.detik.com

Kisah Pohon Kurma Menangis Merindukan Rasulullah SAW



Jakarta

Di dalam sejarah Islam, terdapat sebuah kisah yang mengharukan dari masa Rasulullah SAW. Pada suatu Jumat di Masjid Nabawi, ada peristiwa yang membuat banyak orang terkejut dan terharu. Batang pohon kurma yang biasa digunakan Nabi Muhammad SAW sebagai tempat sandaran saat khutbah, tiba-tiba menangis.

Kisah tersebut diceritakan dalam hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Umar RA, ia berkata, “Rasulullah SAW biasa berkhutbah dengan bersandar pada sebuah batang pohon. Setelah dibuatkan mimbar, beliau pun berkhutbah dengan menggunakan mimbar. Maka tiba-tiba batang pohon itu merintih terus sehingga beliau turun untuk mengusapnya.” (HR Al-Bukhari dan At-Tirmidzi)

Diceritakan dalam kitab Al-Wafa bi Ahwal Al-Musthafa karya Ibnul Jauzi yang diterjemahkan Mahfud Hidayat dan Abdul Mu’iz, kisah bermula ketika Rasulullah SAW tiba di Madinah setelah hijrah dari Makkah. Hal pertama yang beliau lakukan adalah membangun sebuah masjid yang kemudian dikenal dengan Masjid Nabawi.


Masjid tersebut dibangun di tempat berhentinya unta Rasulullah SAW. Menariknya, tanah berhentinya unta tersebut ternyata milik dua anak yatim bersaudara. Dengan penuh kebijaksanaan, Rasulullah SAW memutuskan untuk membeli tanah tersebut dari mereka.

Sebelum membangun masjid, Nabi Muhammad SAW memiliki kebiasaan berkhutbah dengan bersandar pada sebatang pohon kurma yang tumbuh di area tersebut. Pohon ini menjadi tempat favorit beliau untuk berdiri dan menyampaikan pesan-pesan penting kepada para pengikutnya.

Suatu hari, seorang wanita dari kaum Anshar mendekati Nabi Muhammad SAW dengan sebuah usulan. Ia memiliki seorang budak yang sangat terampil dalam pertukangan kayu. Wanita itu menawarkan jasa budaknya untuk membuatkan mimbar khusus bagi Nabi Muhammad SAW, agar beliau bisa berkhutbah dengan lebih nyaman.

“Wahai Rasulullah SAW, saya mempunyai sahaya. Ia pandai sekali dalam perkayuan. Apakah saya boleh menyuruh dia untuk membuatkan mimbar khutbah untukmu?” Rasulullah SAW menjawab, “Ya, silahkan.”

Tak lama kemudian, mimbar yang indah pun selesai dibuat. Pada Jumat berikutnya, Nabi Muhammad SAW naik mimbar baru itu untuk menyampaikan khutbahnya. Namun, terjadilah sesuatu yang menakjubkan. Batang pohon kurma yang biasa dijadikan sandaran oleh Nabi SAW tiba-tiba mulai mengeluarkan suara rintihan, seolah-olah ia sedang menangis seperti seorang bayi.

Suara tangisan ini begitu menyayat hati, hingga menarik perhatian semua orang di masjid. Nabi Muhammad SAW, yang menyadari apa yang terjadi, turun dari mimbar barunya. Beliau mendekati batang pohon itu dan dengan lembut mengusapnya, seperti seorang ayah yang menenangkan anaknya yang sedang bersedih. Setelah itu beliau berkata kepadanya,

“Sekarang kamu boleh memilih antara ditanam di tempatmu semula, dengannya kamu dapat tumbuh berkembang sebagaimana sebelumnya, atau ditanam di surga, dengannya kamu bisa meresap sungai-sungai dan mata air di sana, lalu kamu akan tumbuh dengan baik dan buah-buahanmu nanti akan dipetik oleh para kekasih Allah SWT. Apa pilihanmu akan aku lakukan.”

Setelah diusap dan ditenangkan oleh Nabi Muhammad SAW, batang pohon itu pun berhenti merintih.

Nabi Muhammad SAW kemudian menjelaskan kepada para pengikutnya bahwa pohon itu merasa sedih karena ditinggalkan. Pohon itu telah lama menjadi tempat Nabi Muhammad SAW bersandar dan kini merasa kehilangan ketika tidak lagi digunakan.

Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya batang pohon ini merasa sedih setelah ia ditinggalkan.” (HR. Ahmad dan As-Suyuthi)

Ketika Masjid Nabawi diperbaiki beberapa waktu kemudian, batang pohon tersebut disimpan di rumah Ubay bin Ka’ab. Namun, seiring berjalannya waktu, batang pohon itu rusak dan dimakan rayap.

“Tatkala Masjid Nabawi dihancurkan untuk direnovasi, Ubay bin Ka’ab mengambil batang pohon tersebut dan ia simpan di rumahnya sampai rusak dan remuk dimakan rayap.” (HR Ahmad dan Ibnu Majah)

Ketika itu, ia (ayah Buraidah) mendengar Rasulullah SAW bergumam, “Ya, sudah saya kabulkan.” Beliau mengatakan hal itu dua kali. Setelah itu ada seorang jemaah yang menanyakannya kepada beliau. Maka akhirnya beliau menjawab, “Batang pohon itu lebih memilih aku untuk menanamnya di surga.” (HR Ad-Darimi)

Kisah ini menunjukkan betapa tinggi kedudukan beliau di hadapan Allah SWT dan betapa semua makhluk menghormati dan mencintai beliau.

Al-Hasan selalu menangis jika mengingat cerita ini. Ia berkata, “Wahai hamba-hamba Allah SWT, sebuah kayu saja merintih pada Rasulullah SAW karena merindukannya. Ini menunjukkan ketinggian derajat beliau di hadapan Allah SWT. Kalian seharusnya lebih berhak untuk rindu ingin ketemu dengannya.”

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com

Kisah Perang Uhud dan Kesalahan Fatal Penyebab Kalahnya Pasukan Muslim


Jakarta

Perang Uhud adalah peristiwa bersejarah dalam Islam di masa Rasulullah SAW. Terjadinya perang ini disebabkan karena kekalahan pada perang sebelumnya.

Perang Uhud adalah upaya balas dendam dari kaum Quraisy setelah kekalahan mereka di Perang Badr. Pernyataan tersebut ditulis dalam buku Sang Panglima Tak Terkalahkan “Khalid Bin Walid” karya Hanatul Ula Maulidya. Perang Uhud terjadi pada 15 Syawal di Tahun ketiga Hijriyah (325 M).


Dalam pertempuran ini, Nabi Muhammad SAW mengerahkan 1.000 pasukan, tetapi 300 di antaranya, yang dipimpin oleh Abdullah ibn Abi al-Munafik, membelot. Akibatnya, pasukan Rasulullah tersisa 700 orang, termasuk 50 penunggang kuda.

Menghadapi jumlah musuh yang lebih banyak, Nabi Muhammad SAW menyusun strategi dengan menempatkan pasukan di atas Jabal Uhud untuk menghadapi perang ini.

Persiapan Kedua Pihak Menghadapi Perang

Merangkum buku Sirah Nabawiyah karya Syaikh Shafiyyurrahman al-Mubarakfuri, Setelah kalah di Perang Badr, kebencian masyarakat Makkah terhadap kaum Muslim semakin membara. Quraisy merasa kehilangan banyak pemimpin dan bertekad untuk membalas dendam, sehingga mereka melarang penduduk Makkah meratapi korban Badr dan menunda tebusan tawanan agar kaum Muslim tidak merasa lebih unggul.

Quraisy sepakat untuk melancarkan serangan besar-besaran sebagai bentuk balas dendam. Pemimpin seperti Ikrimah bin Abu Jahl, Shafwan bin Umayyah, dan Abu Sufyan bin Harb sangat antusias dalam persiapan ini. Mereka mengumpulkan barang dagangan yang hilang dan menggugah semangat warga kaya untuk memberikan dukungan finansial. Shafwan membujuk penyair Abu Azzah untuk membantu membangkitkan semangat kabilah-kabilah.

Setelah setahun persiapan, mereka berhasil mengumpulkan sekitar tiga ribu prajurit, termasuk lima belas wanita untuk memberikan semangat. Pasukan ini terdiri dari tiga ribu unta, dua ratus orang penunggang kuda, dan tujuh ratus prajurit bersenjata. Abu Sufyan ditunjuk sebagai komandan tertinggi, dengan Khalid bin Al-Walid memimpin pasukan berkuda.

Sementara itu, di Madinah, umat Islam dalam keadaan siaga. Setiap Muslim siap siaga dengan senjata, bahkan saat salat. Juga ada sekumpulan Anshar seperti Sa’d bin Mu’adz yang selalu menjaga dekat Rasulullah SAW.

Di setiap pintu gerbang Madinah terdapat penjaga untuk mengantisipasi serangan mendadak. Selain itu, sejumlah muslim bertugas memata-matai gerakan musuh, berkeliling di jalur-jalur yang mungkin dilalui para musyrik untuk menyerang orang-orang Muslim.

Meletusnya Bara Peperangan

Merangkum kembali dari sumber sebelumnya, saat pertempuran dimulai, dua pihak saling mendekat. Thalhah bin Abu Thalhah Al-Abdari, pembawa bendera musyrik dan penunggang kuda Quraisy yang terkenal berani, muncul menantang adu tanding sambil menunggang unta.

Tak seorang pun berani menyambut tantangannya karena ketakutan akan keberaniannya. Namun, Az-Zubair akhirnya maju dengan semangat, melompat seperti singa, dan sebelum Thalhah bisa turun dari untanya, Az-Zubair menusukkan pedangnya, membuat Thalhah terjatuh dan tewas.

Nabi Muhammad SAW yang menyaksikan pertarungan ini segera mengangkat suaranya dalam takbir, yang diikuti oleh seluruh umat Islam. Beliau memuji Az-Zubair dan bersabda, “Sesungguhnya setiap Nabi itu mempunyai pengikut setia. Adapun pengikut setiaku adalah Az-Zubair.”

Setelah Az-Zubair mengalahkan Thalhah bin Abu Thalhah, pertempuran semakin memanas, terutama di kalangan pasukan musyrik. Pertempuran berkecamuk di seluruh medan, sementara umat Islam, dipenuhi iman, menyerbu musuh dengan semangat, berteriak “Matilah, matilah!” selama Perang Uhud.

Di titik lain, Wahsy bin Harb, seorang budak dari Habasyah yang mahir melempar tombak, melihat Hamzah bin Abdul Muththalib yang bertarung dengan gagah, mengalahkan banyak musuh. Wahsy bersembunyi di balik batu dan pohon, menunggu kesempatan.

Saat Hamzah sedang bertarung dengan Siba’ bin Abdul Uzza dan berhasil membunuhnya, Wahsy memanfaatkan momen itu. Dia melemparkan tombaknya, mengenai perut bagian bawah Hamzah hingga tembus ke selangkangan. Hamzah terluka parah dan akhirnya jatuh dan meninggal.

Perang Uhud semakin berjalan dengan cepat. Kaum Muslim yang berperang di garis depan awalnya tidak menyadari perkembangan situasi yang terjadi. Namun, begitu mereka mendengar suara Rasulullah SAW, mereka segera bergegas menghampiri beliau.

Setibanya di lokasi, mereka menemukan keadaan yang mengkhawatirkan. Rasulullah SAW terluka, enam orang Anshar tewas, dan orang lainnya terluka parah, sementara Sa’d dan Thalhah masih bertarung dengan berani.

Para sahabat segera menggunakan tubuh dan senjata mereka untuk melindungi Rasulullah SAW dari serangan musuh. Abu Bakar Ash-Shiddiq, sahabat terdekat Nabi Muhammad SAW, adalah orang yang pertama tiba dan melihat Thalhah yang dengan gagah berani melindungi Rasulullah SAW.

Bersama Abu Ubaidah, ia berusaha melepaskan dua keping rantai topi besi yang menancap di pipi Nabi Muhammad SAW. Abu Ubaidah bahkan rela menggunakan giginya untuk mencabut kepingan besi tersebut, meskipun hal itu menyebabkan giginya goyah.

Setelah melewati situasi yang sangat berbahaya, sahabat lebih banyak berkumpul untuk melindungi sekitar Rasulullah SAW, termasuk Abu Dujanah, Mush’ab bin Umair, dan Ali bin Abu Thalib.

Kesalahan Fatal Penyebab Kalahnya Prajurit Muslim

George F Nafziger dalam bukunya Islam at War menggambarkan keadaan dalam kekalahan perang Uhud. Saat perang berlangsung, pasukan muslim sempat unggul.

Keunggulan ini disebabkan karena strategi Rasulullah SAW dalam menempatkan 150 pasukan pemanah di atas bukit untuk melindungi pasukan yang ada di bawah bukit.

Rasulullah menginstruksikan pasukan pemanah agar jangan berpindah posisi, apapun yang terjadi.

Akan tetapi imbauan Rasulullah ini tidak dihiraukan. Ketika pasukan Quraisy berjatuhan, pemanah muslimin justru berbondong-bondonv turun dari bukit untuk berebut harta rampasan perang.

Hal inilah yang menjadi penyebab pasukan Quraisy yang sebelumnya sudah mundur menjadi kembali karena aman dari ancaman pemanah.

Dalam Perang Uhud, sahabat Nabi Muhammad SAW yaitu Hamzah bin Abdul Muthalib ikut gugur. Ia dibunuh oleh Wahsyi bin Harb, seorang budak Quraisy yang kemudian masuk Islam.

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com