Tag Archives: madinah

Ini ‘Manusia Bertangan Emas’ yang Banyak Sedekah Bikin Hartanya Melimpah


Jakarta

Abdurrahman bin Auf adalah salah satu sahabat Nabi Muhammad SAW yang dikenal sebagai pedagang ulung dan dermawan. Kekayaannya yang melimpah tidak membuatnya lupa akan kewajibannya kepada Allah SWT, justru semakin banyak hartanya, semakin besar pula sedekah yang ia berikan di jalan kebaikan.

Sebagai seorang yang dijuluki “Manusia Bertangan Emas,” Abdurrahman bin Auf tidak hanya sukses dalam bisnis, tetapi juga menjadi teladan dalam berbagi dan membantu sesama.

Kedermawanannya tercatat dalam sejarah Islam. Ia selalu menyumbangkan hartanya demi perjuangan agama, membantu kaum Muslimin, serta menjaga kesejahteraan keluarga Nabi Muhammad SAW.


Kedermawanan Abdurrahman bin Auf

Dalam buku Dahsyatnya Ibadah, Bisnis, dan Jihad Para Sahabat Nabi yang Kaya Raya karya Ustadz Imam Mubarok Bin Ali, sebelum memeluk Islam, ia dikenal dengan nama Abdu Amru, meskipun ada pendapat lain yang menyebutkan namanya adalah Abdul Ka’bah.

Setelah masuk Islam, Rasulullah SAW mengganti namanya menjadi Abdurrahman bin Auf, nama yang kini lebih dikenal dalam sejarah Islam. Ia lahir pada tahun kesepuluh setelah peristiwa Tahun Gajah, sekitar tahun 581 M, yang membuatnya sepuluh tahun lebih muda dari Rasulullah SAW.

Selain dikenal sebagai saudagar ulung, ia juga seorang sahabat yang selalu bersegera dalam berinfak dan menginfakkan hartanya di jalan Allah SWT.

Diceritakan dalam buku Kisah 10 Pahlawan Surga oleh Abu Zaein, suatu hari Rasulullah SAW memimpin pasukan Muslim menuju Tabuk untuk menghadapi ancaman dari bangsa Romawi.

Saat itu, buah-buahan di Madinah belum matang, sehingga masyarakat tidak dapat menjualnya atau menyedekahkannya kepada pasukan. Situasi ini membuat kaum Muslimin merasa khawatir.

Namun, demi menegakkan perintah Allah SWT, Abu Bakar menyumbangkan seluruh hartanya, sementara Umar bin Khattab memberikan setengah dari kepemilikannya. Utsman bin Affan juga turut menyumbangkan hartanya. Meskipun demikian, jumlah yang terkumpul masih belum mencukupi.

Di tengah kekhawatiran itu, Abdurrahman bin Auf datang membawa kantong berisi dua ratus keping emas dan menyerahkannya kepada Rasulullah SAW. Para sahabat terkejut melihat kemurahan hatinya, bahkan Umar sempat mengira bahwa Abdurrahman ingin menebus kesalahan dengan cara ini.

Rasulullah kemudian bertanya kepadanya, “Apa yang kamu tinggalkan untuk keluargamu, wahai Abdurrahman?”

Dengan penuh keyakinan, Abdurrahman menjawab, “Aku tinggalkan banyak untuk mereka, lebih banyak daripada yang aku sedekahkan ini.”

Rasulullah kembali bertanya, “Seberapa banyak yang kamu tinggalkan untuk keluargamu?”

Ia pun menjawab, “Aku meninggalkan Allah dan Rasul-Nya untuk mereka.” Mendengar jawaban itu, Rasulullah dan para sahabat merasa kagum atas keikhlasannya.

Kedermawanan Abdurrahman bin Auf juga terlihat dalam peristiwa lain. Suatu ketika, penduduk Madinah dikejutkan oleh suara gemuruh yang dikira berasal dari serangan musuh. Namun, suara itu ternyata berasal dari iring-iringan kafilah dagang milik Abdurrahman yang terdiri dari tujuh ratus unta penuh muatan.

Saat itu, Aisyah RA mengingatkan bahwa Rasulullah pernah bersabda, “Aku melihat Abdurrahman bin Auf masuk surga dengan merayap.” Mendengar hal ini, Abdurrahman tanpa ragu menyedekahkan seluruh kafilahnya, termasuk barang dagangan, pelana, dan perlengkapannya, sebagai bentuk ketaatan kepada Allah SWT.

Warisan Abdurrahman bin Auf

Ketika Abdurrahman bin Auf ikut serta dalam Perang Uhud, ia menderita 20 luka, salah satunya menyebabkan kakinya cacat permanen. Ia bahkan kesulitan berbicara karena giginya patah akibat serangan.

Menjelang akhir hayatnya, Abdurrahman merasa khawatir bahwa kekayaannya akan menjadi penghalang bagi dirinya untuk masuk surga, meskipun ia sudah dijamin untuk mendapatkan tempat di surga.

Ia mewasiatkan 500 dinar untuk perjuangan di jalan Allah SWT dan 400 dinar untuk setiap orang yang berpartisipasi dalam Perang Badar.

Abdurrahman bin Auf meninggal pada tahun 31 H, meskipun ada juga yang berpendapat bahwa ia wafat pada tahun 32 H, pada usia 75 tahun. Beliau meninggalkan 28 anak lelaki dan 8 anak perempuan. Meskipun hampir seluruh hartanya telah disumbangkan untuk jalan Allah, ia masih meninggalkan warisan yang sangat banyak bagi anak-anaknya.

(hnh/kri)



Sumber : www.detik.com

Kisah Allah Menukar Arak Menjadi Madu kepada Pemuda yang Berniat Tobat


Jakarta

Allah SWT sangat mencintai hamba-Nya yang bertobat. Ada berbagai kisah bagaimana Ia telah mengampuni hamba-Nya hendak bertobat bahkan sebelum tobatnya itu terlaksana.

Seperti salah satu kisah tentang seorang pemuda yang berniat tobat dari khamar. Kisah ini mengandung pelajaran berharga tentang kejujuran, tobat, dan kasih sayang Allah bagi hamba-Nya yang ingin kembali ke jalan yang benar.

Berikut kisahnya yang dikutip dari kitab Qashash Muatssirah li al-Syabab karya Iyyadh Faiz yang tercantum dalam buku Kumpulan Kisah Teladan yang disusun oleh Prof. Dr. Hasballah Thaib, MA dan H. Zamakhsyari Hasballah, Lc, MA, Ph.D.


Pada suatu hari, Khalifah Umar bin Al-Khattab berjalan di lorong-lorong Kota Madinah, mengamati keadaan rakyatnya. Saat mencapai sebuah persimpangan jalan, beliau melihat seorang pemuda yang tampak gelisah.

Pemuda itu membawa sebuah kendi yang ia sembunyikan di balik kain sarung yang diselempangkan di punggungnya. Gerak-geriknya mencurigakan, sehingga Umar bin Khattab pun bertanya dengan suara tegas, “Apa yang engkau bawa itu?”

Mendengar pertanyaan tersebut, pemuda itu menjadi panik dan gugup. Ia sangat takut akan kemarahan Umar yang terkenal dengan ketegasannya dalam menegakkan hukum Islam.

Dalam kepanikannya, ia spontan menjawab, “Ini adalah kendi berisi madu.”

Padahal, kenyataannya kendi tersebut berisi khamar (arak), minuman yang diharamkan dalam Islam.

Meski telah berbohong, pemuda itu sebenarnya sedang berada dalam pergulatan batin. Ia telah menyadari kesalahannya dan memiliki keinginan kuat untuk bertobat.

Namun, kebiasaan buruk itu sulit ia tinggalkan. Dalam hatinya, ia telah menyesali perbuatannya dan ingin berhenti dari kebiasaan minum khamar. Diam-diam, ia berdoa kepada Allah dengan penuh harap agar Umar tidak sampai memeriksa isi kendinya.

Namun, Khalifah Umar yang terkenal dengan ketegasannya tidak langsung percaya begitu saja. Beliau ingin memastikan kebenaran ucapan pemuda itu, lalu berkata, “Biar aku lihat sendiri isi kendi itu.”

Saat pemuda itu mendengar permintaan tersebut, ia semakin takut. Ia menyadari bahwa jika Umar mengetahui isi kendi itu adalah arak, ia akan dihukum berat. Dengan penuh ketakutan, dalam hati ia memohon kepada Allah SWT agar menyelamatkannya dari kemarahan sang khalifah.

Dalam keajaiban yang luar biasa, Allah SWT mengabulkan doa pemuda tersebut. Ketika Umar membuka tutup kendi dan melihat isinya, ternyata yang ada di dalamnya benar-benar madu, bukan lagi khamar.

Allah telah menggantikan isinya sebagai bentuk kasih sayang-Nya kepada hamba yang ingin bertobat dengan sungguh-sungguh. Pemuda itu sangat terharu dan semakin yakin bahwa Allah Maha Pengampun bagi siapa pun yang bersungguh-sungguh ingin meninggalkan keburukan.

Kisah ini menjadi pelajaran bahwa ketika seseorang memiliki niat yang ikhlas untuk bertobat, Allah akan membukakan jalan baginya. Dalam ajaran Islam, minum khamar merupakan dosa besar yang memiliki dampak spiritual yang berat. Rasulullah SAW bersabda,

“Seteguk khamar diminum, maka tidak diterima Allah amal fardhu dan sunatnya selama tiga hari. Dan siapa yang minum khamar dalam jumlah satu gelas, maka Allah tidak akan menerima sholatnya selama empat puluh hari. Dan orang yang tetap minum khamar, maka Allah akan memberinya minuman dari ‘Nahrul Khabal’.”

Ketika para sahabat bertanya, “Ya Rasulullah, apakah Nahrul Khabal itu?” Rasulullah SAW menjawab, “Itu adalah darah bercampur nanah dari ahli neraka.”

Kisah ini menjadi pengingat bahwa Allah Maha Pengampun, tetapi juga Maha Adil dalam memberikan balasan. Bagi siapa yang masih bergelimang dalam dosa, hendaklah segera bertobat sebelum ajal menjemput. Sebagaimana pemuda dalam kisah ini yang berniat untuk meninggalkan kemaksiatan, Allah SWT pun membantunya dengan cara yang tidak disangka-sangka.

Wallahu a’lam.

(inf/kri)



Sumber : www.detik.com

Saudi Keluarkan Aturan Khusus Wanita Selama di Masjidil Haram dan Nabawi



Jakarta

Otoritas Umum untuk Perawatan Urusan Masjidil Haram dan Masjid Nabawi Arab Saudi mengeluarkan pedoman bagi jemaah wanita selama di dua masjid suci. Ada sembilan poin penting.

Dilansir dari Gulf News dan MM News, Rabu (11/12/2024), pedoman tersebut dibagikan melalui akun resmi otoritas di X baru-baru ini. Otoritas mengimbau jemaah wanita mematuhi aturan saat berada di area salat.

Aturan ini meliputi mengenakan pakaian islami yang pantas, kooperatif dengan staf, tidak tidur atau duduk di lantai, dan menjaga kelurusan shaf salat.


Jemaah wanita juga diminta menjaga kebersihan, tidak makan atau minum di tempat salat, menjaga tingkat kebisingan, dan tidak jalan di atas karpet dengan sepatu. Selain itu, jemaah juga diimbau tidak meninggalkan barang bawaan pribadi tanpa pengawasan.

“Langkah-langkah ini bertujuan untuk menjaga kesucian tempat tersebut dan meningkatkan pengalaman ibadah kolektif bagi semua jemaah,” terang otoritas.

Masjidil Haram dan Masjid Nabawi adalah dua masjid suci yang terletak di Makkah dan Madinah. Masjid ini tengah menerima umat Islam dari seluruh dunia untuk menunaikan umrah. Musim umrah 1446 H telah dimulai usai berakhirnya musim haji 1445 H pada Juni 2024.

Kepresidenan Urusan Agama di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi pada awal Juli 2024 meluncurkan rencana musim umrah 1446 H. Ini akan menjadi yang terbesar dalam sejarah kepresidenan.

Presiden Kepresidenan Urusan Agama di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi Syekh Abdulrahman Al-Sudais mengatakan rencana tersebut bertujuan mempromosikan titik-titik kekuatan selama musim umrah sembari memaksimalkan konsep melayani, merawat, dan fokus pada jemaah, lapor Arab News.

Pihaknya akan meluncurkan robot pintar keagamaan yang akan memberikan layanan kepada jemaah di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi.

Saksikan juga Sudut Pandang: Melihat Lebih Dekat Proyek Strategis Nasional di Utara Jakarta

[Gambas:Video 20detik]

(kri/lus)



Sumber : www.detik.com

Kisah Aisyah Istri Rasulullah SAW dari Lahir hingga Wafat


Jakarta

Aisyah RA adalah istri Rasulullah SAW. Usianya saat menikah dengan nabi cukup terbilang muda.

Menurut sebuah hadits, Aisyah RA dinikahi Rasulullah SAW saat berusia 6 tahun. Diriwayatkan dari Hisyam bin Urwah dari Aisyah RA berkata:

“Nabi SAW menikahiku ketika aku masih berusia enam tahun. Kami berangkat ke Madinah. Kami tinggal di tempat bani Haris bin Khajraj. Kemudian aku terserang penyakit demam panas yang membuat rambutku banyak yang rontok.


Kemudian ibuku, Ummu Ruman, datang ketika aku sedang bermain-main dengan beberapa orang temanku. Dia memanggilku, dan aku memenuhi panggilannya, sementara aku belum tahu apa maksudnya memanggilku.

Dia menggandeng tanganku hingga sampai ke pintu sebuah rumah. Aku merasa bingung dan hatiku berdebar-debar. Setelah perasaanku agak tenang, ibuku mengambil sedikit air, lalu menyeka muka dan kepalaku dengan air tersebut, kemudian ibuku membawaku masuk ke dalam rumah itu. Ternyata di dalam rumah itu sudah menunggu beberapa orang wanita Anshar. Mereka menyambutku seraya berkata: ‘Selamat, semoga kamu mendapat berkah dan keberuntungan besar:’

Lalu ibuku menyerahkanku kepada mereka. Mereka lantas merapikan dan mendandani diriku. Tidak ada yang membuatku kaget selain kedatangan Rasulullah SAW. Ibuku langsung menyerahkanku kepada beliau, sedangkan aku ketika itu baru berusia sembilan tahun.” (HR Bukhari)

Sirah Aisyah RA

Dijelaskan dalam Sirah Aisyah Ummil Mukminin karya Sulaiman An-Nadawi yang diterjemahkan Iman Firdaus, Aisyah mempunyai gelar Ash-Shiddiqah sering dipanggil Ummul Mukminin, dan nama keluarganya adalah Ummu Abdullah, Rasulullah suka memanggilnya Humairah, atau binti Ash-Shiddiq.

Ayah Aisyah bernama Abdullah, dijuluki Abu Bakar yang memiliki gelar Ash-Shiddiq, sedangkan ibunya bernama Ummu Ruman yang berasal dari suku Quraisy kabilah Taimi.

Menurut buku ini, moyang Aisyah bertemu dengan moyang Rasulullah SAW di kakek ketujuh, sedangkan moyang kakek dari pihak ibunya dari kakek kesebelas atau dua belas.

Kelahiran Aisyah

Sebelum menikah dengan Abu Bakar, Ummu Ruman merupakan istri Abdullah bin al-Harits al-Azadi, setelah Abdullah bin Al-Harits meninggal barulah Ummu Ruman menikah dengan Abu Bakar.

Pernikahan mereka berdua dikaruniai dua anak, yakni Abdullah dan Aisyah. Beberapa pengarang kitab sirah dan mengutip pendapat Ibnu Sa’ad dalam bukunya, Thabaqat menyatakan, “Kelahiran Aisyah terjadi pada awal tahun ke-4 kenabian. Pada tahun kesepuluh kenabian, Rasulullah menikahinya saat ia berumur enam tahun.”

Pernikahan Aisyah RA dengan Rasulullah SAW

Kisah pernikahan Aisyah RA dengan Rasulullah SAW diceritakan dalam Aisyah Ummul Mu’minin, Ayyamuha Wa Siratuha Al-Kamilah Fi Shafahat karya Muhammad Said Ramadhan Al-Buthi yang diterjemahkan Masturi Irham dan Arif Khoiruddin.

Awal mula Nabi Muhammad SAW melamar Aisyah RA karena sebuah wahyu yang diturunkan kepada beliau. Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim dalam kitab Shahih-nya dari Aisyah RA, ia berkata, Rasulullah SAW bersabda,

أُرِيتُكِ فِي الْمَنَامِ ثَلَاثَ لَيَالٍ، جَاءَنِي بِكِ الْمَلَكُ فِي سَرَقَةٍ مِنْ حَرِيرٍ، فَيَقُولُ : هَذِهِ امْرَأَتُكَ، فَأَكْشِفُ عَنْ وَجْهِكَ فَإِذَا أَنْتِ هِيَ، فَأَقُولُ : إِنْ يَكُ هَذَا مِنْ عِنْدِ اللَّهِ يُمْضِهِ

Artinya: “Aku diperlihatkan dirimu dalam mimpi selama tiga malam. Malaikat datang kepadaku membawamu dengan mengenakan pakaian sutera terbaik. Malaikat itu berkata, “Ini adalah istrimu.” Lalu aku singkap penutup wajahmu, ternyata itu adalah dirimu. Lalu aku bergumam, “Seandainya mimpi ini datangnya dari Allah, pasti Dia akan menjadikannya nyata.”

Khaulan binti Hakim mendatangi Rasulullah SAW sesudah Khadijah RA wafat dan berkata kepada beliau, “Wahai Rasulullah SAW, tidakkah engkau ingin menikah lagi?”

Beliau bersabda, “Dengan siapa?” ia menjawab, “Jika engkau mau dengan seorang gadis, dan jika engkau mau dengan seorang janda.”

Lalu beliau bersabda, “Siapa yang gadis dan siapa yang janda?” Ia kembali menjawab, “Adapun yang gadis adalah putri dari makhluk Allah Subhanahu wa Ta’ala yang paling engkau cintai, yaitu Aisyah Radhiyallahu Anha. Adapun yang janda adalah Saudah binti Zam’ah RA; ia telah beriman kepadamu dan menjadi pengikutmu.”

Beliau bersabda, “Pergilah dan ceritakanlah keduanya kepadaku.” Kemudian Khaulah pergi dan masuk ke rumah Abu Bakar RA.

Di situ ia menemui Ummu Ruman, dan berkata, “Kebaikan dan keberkahan apa yang Allah Subhanahu wa Ta’ala masukkan kepada kalian?”

Ummu Ruman bertanya, “Apa maksudnya?” la menjawab, “Rasulullah SAW mengutusku untuk meminangkan Aisyah.” Ummu Ruman berkata, “Aku lebih suka jika kamu menunggu Abu Bakar RAdatang.”

Lalu Abu Bakar RA pun datang, dan Khaulah menceritakan hal tersebut kepadanya, lalu Abu Bakar RA berkata, “Apakah ia (Aisyah) boleh untuk beliau, karena ia adalah putri saudaranya?”

Kemudian Khaulah kembali dan menceritakan hal itu kepada Rasulullah SAW, lalu beliau bersabda, “Katakan padanya, “Aku dan kamu adalah saudara dalam Islam, dan putrimu halal (boleh) untukku.”

Lalu Abu Bakar RA datang dan menikahkan Aisyah RA dengan beliau, yang saat itu Aisyah RA berusia enam tahun.

Pernikahan Nabi Muhammad SAW dengan Aisyah RA hanyalah sebatas kihtbah/ akad saja. Rasulullah SAW belum menggauli dan membina rumah tangga dengannya, hingga hijrah ke Madinah.

Wafatnya Aisyah RA

Menurut Siiratus Sayyidah Aisyah Ummul Mu’miniina RA karya Sayyid Sulaiman an-Nadwi yang diterjemahkan Abu Vihraza, Aisyah RA wafat pada usia 67 tahun. Saat itu beliau mengalami sakit di bulan Ramadan pada 58 Hijriah, bertepatan dengan akhir pemerintahan Muawiyah RA.

Keutamaan Aisyah RA

Aisyah RA adalah wanita mulia yang memiliki sejumlah keutamaan. Mengutip buku The Golden Stories of Ummahatul Mukminin karya Ukasyah Habibu Ahmad, berikut tiga di antaranya.

1. Memiliki Derajat yang Tinggi di Mata Allah SWT

Aisyah RA istri Rasulullah SAW adalah wanita yang memiliki derajat tinggi di mata Allah SWT. Dalam hadits dikatakan, “Keutamaan Aisyah atas wanita-wanita lain adalah seperti keutamaan tsarid atas makanan-makanan yang lain.” (HR Bukhari)

Menurut kitab Al-Lu’lu wal Marjan karya Muhammad Faud Abdul Baqi, maksud tsarid adalah makanan utama masyarakat Arab saat itu, berbentuk seperti bubur daging yang mempunyai gizi lengkap, lezat, dan mudah dikonsumsi.

2. Wanita Cantik dan Cerdas

Aisyah RA juga dikenal dengan parasnya yang cantik. Selain cantik, ia juga dikenal cerdas dan berwawasan luas karena belajar langsung kepada Rasulullah SAW.

3. Aisyah Tempat Bertanya Umat Islam

Sesudah wafatnya Nabi Muhammad SAW, para sahabat sering meminta pendapat kepada Aisyah RA, ketika mereka menemui permasalahan yang sulit diselesaikan.

Demikianlah pembahasan mengenai Aisyah istri Rasulullah SAW mulai dari kelahirannya hingga wafat. Semoga Allah SWT senantiasa merahmatinya.

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com