Tag Archives: madinah

Dari Masa Rasulullah hingga Jadi Ibadah Wajib Umat Islam


Jakarta

Sholat Jumat merupakan ibadah yang sangat penting dalam Islam. Setiap pekan, kaum muslimin berkumpul di masjid untuk melaksanakan sholat berjamaah yang hanya ada di hari Jumat.

Dalam Al-Qur’an, Allah SWT menegaskan perintah sholat Jumat dalam surah Al-Jumu’ah ayat 9,

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ إِذَا نُودِىَ لِلصَّلَوٰةِ مِن يَوْمِ ٱلْجُمُعَةِ فَٱسْعَوْا۟ إِلَىٰ ذِكْرِ ٱللَّهِ وَذَرُوا۟ ٱلْبَيْعَ ۚ ذَٰلِكُمْ خَيْرٌ لَّكُمْ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ


Artinya: “Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan sholat Jumat, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.”

Asal-usul Hari Jumat

Mengutip buku Panduan Khutbah Jum’at untuk Pemula karya Irfan Maulana, sebelum datangnya Islam, bangsa Arab menyebut hari Jumat dengan sebutan ‘Arubah, yang berarti hari penuh kegembiraan. Namun setelah Islam hadir, hari ini diberi nama al-Jumu’ah (berarti “berkumpul”), karena di hari inilah umat Islam berkumpul dalam satu ibadah yang istimewa, yaitu sholat Jumat.

Sholat Jumat Pertama sebelum Rasulullah Hijrah

Merujuk buku Super Berkah Shalat Jumat: Menggali dan Meraih Keutamaan dan Keberkahan di Hari Paling Istimewa karya Firdaus Wajdi dan Lutfi Arif, sholat Jumat sebenarnya sudah dilaksanakan sebelum Rasulullah SAW hijrah ke Madinah. Perintah sholat Jumat telah turun di Makkah.

Namun, karena tingginya tentangan dari kafir Quraisy, perintah ini tidak dapat langsung dilaksanakan. Apalagi sholat Jumat secara syariat harus dikerjakan secara berjamaah, dan pada masa itu hal ini sulit dilakukan.

Orang yang pertama kali melaksanakan sholat Jumat adalah Mush’ab bi Umair atas perintah Rasulullah SAW sebelum beliau hijrah ke Madinah. Sholat Jumat itu dilaksanakan pada waktu Zuhur.

Sholat Jumat Pertama Bersama Rasulullah SAW

Setelah hijrah dari Makkah, Rasulullah SAW menetap beberapa hari di Quba. Pada hari Jumat, beliau melanjutkan perjalanan menuju Madinah. Ketika sampai di lembah Ranuna, wilayah Bani Salim bin Auf, Rasulullah SAW menghentikan perjalanannya dan mendirikan sholat Jumat di sana.

Sholat Jumat ini tercatat sebagai sholat Jumat pertama yang dipimpin langsung oleh Rasulullah SAW setelah hijrah. Sejak saat itu, sholat Jumat dilaksanakan secara rutin setiap pekan oleh umat Islam.

Sholat Jumat pertama kali benar-benar terlaksana saat Nabi Muhammad SAW melakukan perjalanan hijrah dari Makkah menuju Madinah. Peristiwa ini terjadi pada pekan kedua bulan Rabiul Awal tahun 1 Hijriah, atau bertepatan dengan akhir September 622 Masehi.

Di tempat inilah kemudian dibangun sebuah masjid yang diberi nama Masjid Jumat, sebagai bentuk penghormatan terhadap sejarah pelaksanaan sholat Jumat pertama tersebut.

Pada kesempatan itu, Rasulullah SAW juga menyampaikan khutbah Jumat pertama. Dalam khutbahnya, beliau menekankan pentingnya ketakwaan kepada Allah, mengingatkan umat Islam tentang akhirat, serta menyeru agar selalu memperbaiki hubungan dengan Allah SWT baik secara tersembunyi maupun terang-terangan. Rasulullah juga membacakan ayat Al-Qur’an, di antaranya surat Qaf ayat 29 sebagai peringatan agar manusia selalu bertakwa.

Setelah selesai melaksanakan sholat Jumat, Rasulullah SAW dan para sahabat melanjutkan perjalanan hingga akhirnya tiba di Madinah (Yatsrib) pada Senin, 16 Rabiul Awal 1 Hijriah atau 20 September 622 Masehi.

Isi Khutbah Jumat Pertama Rasulullah SAW

Dikutip dari buku Himpunan Wasiat Agung Nabi Muhammad SAW, Abu Bakar, Umar, Usman dan Ali karya Miftahul Asror Malik, berikut isi khotbah Jumat pertama Nabi Muhammad SAW:

Segala puji bagi Allah Subhanahu wa taala. Aku memuji, meminta pertolongan, ampunan, dan petunjuk kepada-Nya. Aku beriman kepada-Nya dan tidak mengkufuri-Nya. Aku memusuhi orang yang mengkufuri-Nya. Aku bersaksi bahwa tiada tuhan kecuali Allah, tiada sekutu bagi-Nya, dan Muhammad ialah hamba dan rasul-Nya. Dia mengutusnya dengan membawa petunjuk, cahaya, dan nasihat setelah lama tidak diutus rasul, ilmu yang sedikit, umat manusia yang tersesat, zaman terputus, sedangkan hari kiamat dan ajal semakin dekat.

Barang siapa yang taat kepada Allah subhanahu wa taala dan Rasul-Nya, sesungguhnya ia telah mendapatkan petunjuk. Dan barang siapa yang bermaksiat kepada Allah dan Rasul-Nya, sesungguhnya ia telah melampaui batas dan tersesat dengan kesesatan yang sangat jauh.

Aku berpesan kepada kalian untuk bertakwa kepada Allah subhanahu wa taala. Itulah wasiat terbaik bagi seorang Muslim. Dan, seorang Muslim hendaknya selalu ingat akhirat dan menyeru kepada ketakwaan kepada Allah subhanahu wa taala.

Berhati-hatilah terhadap yang diperingatkan Allah subhanahu wa taala. Sebab, itulah peringatan yang tiada tandingannya. Sesungguhnya ketakwaan kepada Allah yang dilaksanakan karena takut kepada-Nya, ia akan memperoleh pertolongan Allah atas segala urusan akhirat.

Barang siapa di antara kalian yang selalu memperbaiki hubungan dirinya dengan Allah subhanahu wa taala, baik di secara rahasia maupun di tengah keramaian, dan ia melakukan itu dengan niat tidak lain kecuali hanya mengharapkan rida Allah, maka baginya kesuksesan di dunia dan tabungan pahala setelah mati, yaitu ketika di akhirat setiap orang membutuhkan balasan atas apa yang telah dia kerjakan di dunia.

Dan, jika ia tidak melakukan semua itu, pastilah ia berharap agar waktu hidupnya menjadi lebih panjang. Allah memperingatkan kamu terhadap siksa-Nya. Dialah dzat yang firman-Nya benar dan menepati janji-Nya.

Allah subhanahu wa taala berfirman di dalam Al-Qur’an surah Qaf ayat 29:

مَا يُبَدَّلُ ٱلْقَوْلُ لَدَىَّ وَمَآ أَنَا۠ بِظَلَّٰمٍ لِّلْعَبِيدِ

Arab-Latin: Mā yubaddalul-qaulu ladayya wa mā ana biẓallāmil lil-‘abīd

Artinya: Keputusan di sisi-Ku tidak dapat diubah dan Aku sekali-kali tidak menganiaya hamba-hamba-Ku

Bertakwalah kalian kepada Allah dalam urusan dunia dan akhirat kalian, baik dalam kerahasiaan maupun terang-terangan. Karena sesungguhnya barang siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan menghapus kesalahan-kesalahannya dan akan melipatgandakan pahalanya. Barang siapa bertakwa kepada Allah, sungguh ia telah akan mendapatkan keberuntungan yang besar.

Sesungguhnya bertakwa kepada Allah dapat melindungi kalian dari kemarahan, hukuman, dan murka-Nya. Takwa kepada Allah bisa membuat wajah menjadi cerah, membuat Allah rida, dan meninggikan derajat kalian.

Ambillah bagian kalian dan jangan melalaikan hak Allah. Allah SWT telah mengajarkan kepada kalian dalam kitab-Nya dan menunjukkan jalan-Nya, agar Dia orang-orang yang mempercayai-Nya dan mendustakan-Nya.

Maka, berbuat baiklah sebagaimana Allah berbuat baik kepada kalian. Dan musuhilah para musuh Allah. Berjihadlah di jalan Allah dengan sebenar-benarnya jihad. Dia telah memilih kalian dan menamakan kalian sebagai orang-orang Islam. Agar orang yang binasa itu binasanya dengan bukti yang nyata dan orang-orang yang hidup itu hidupnya dengan bukti yang nyata pula.

Sungguh tiada daya upaya, kecuali hanya dengan pertolongan Allah SWT. Maka, perbanyaklah dzikir kepada Allah dan beramallah untuk kehidupan akhiratmu. Sesungguhnya barang siapa yang menjaga hubungan baik dengan Allah, maka Allah pun akan menjaga hubungan orang itu dengan manusia lainnya.

Karena Allah Subhanahu wa taala memberikan ketetapan atas manusia, sedangkan manusia tidak dapat menentukan keputusan atas-Nya. Allah SWT memiliki apa pun yang ada pada manusia, sedang manusia tidak bisa memiliki apa pun yang ada pada-Nya. Allah SWT Maha Besar. Tiada daya dan upaya kecuali dengan kekuatan Allah Yang Maha Agung.

(dvs/kri)



Sumber : www.detik.com

Sejarah Maulid Nabi Muhammad SAW dan Hukum Memperingatinya



Jakarta

Maulid Nabi Muhammad SAW adalah peringatan hari lahir Rasulullah SAW yang jatuh pada tanggal 12 Rabiul Awal dalam kalender Hijriah. Bagaimana sejarah peringatan hari ini dan hukumnya secara syariat?

Peringatan ini dipahami sebagai bentuk kecintaan umat Islam kepada Rasulullah SAW dengan mengenang perjalanan hidup, perjuangan, serta ajaran beliau.


Sejarah Peringatan Maulid

Dikutip dari buku Ahlussunnah Wal Jamaah (Edisi Revisi 2022): Islam Wasathiyah, Tasamuh, Cinta Damai karya A. Fatih Syuhud, Nabi Muhammad SAW sendiri tidak pernah mengadakan perayaan khusus untuk kelahirannya. Di masa para sahabat pun tidak ada yang merayakan hari kelahiran Rasulullah SAW.

Meski demikian, Rasulullah SAW menunjukkan rasa syukur atas kelahiran itu dengan berpuasa setiap hari Senin. Dalam hadits riwayat Muslim, beliau bersabda,

ذَاكَ يَوْمٌ وُلِدْتُ فِيهِ، وَأُنْزِلَ عَلَيَّ فِيهِ

Artinya: “Pada hari itu aku dilahirkan, dan pada hari itu pula aku diutus atau diturunkan wahyu kepadaku.” (HR Muslim)

Hadits ini sering dijadikan dasar bahwa memperingati hari kelahiran Nabi dalam bentuk ibadah atau syukur adalah sesuatu yang memiliki pijakan.

Beberapa catatan menyebutkan bahwa tradisi ini mulai dikenal luas pada masa Dinasti Abbasiyah, khususnya melalui pengaruh Khaizuran binti ‘Atha. Ia mendorong masyarakat untuk memperingati kelahiran Nabi di Madinah maupun Makkah. Sementara itu, Dinasti Fatimiyah di Mesir juga dikenal sebagai salah satu pihak yang secara resmi mengadakan perayaan Maulid.

Selain itu, Salahuddin al-Ayyubi (w. 1193 M) juga disebut berperan dalam mempopulerkan Maulid untuk membangkitkan semangat umat Islam melawan Perang Salib, dengan mengingat kembali perjuangan Rasulullah SAW.

Makna Maulid Nabi Muhammad SAW

Mengutip buku Kisah Maulid Nabi Muhammad SAW: Awal Muhammad Akhir Muhammad Jilid 1 yang ditulis Abu Nur Ahmad al-Khafi Anwar bin Shabri Shaleh Anwar, peringatan Maulid Nabi SAW bukanlah sekadar perayaan lahiriah, melainkan momentum untuk memperdalam kecintaan kepada Rasulullah SAW.

Dengan membaca sholawat, tilawah Al-Qur’an, serta mendengarkan kisah perjalanan hidup beliau, umat Islam diingatkan untuk meneladani akhlak mulia Nabi Muhammad SAW.

Allah SWT menegaskan dalam Al-Qur’an:

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِيْ رَسُوْلِ اللّٰهِ اُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَنْ كَانَ يَرْجُوا اللّٰهَ وَالْيَوْمَ الْاٰخِرَ وَذَكَرَ اللّٰهَ كَثِيْرًاۗ ٢١

Artinya: “Sungguh, pada (diri) Rasulullah benar-benar ada suri teladan yang baik bagimu, (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat serta yang banyak mengingat Allah.” (QS Al-Ahzab: 21)

Dengan demikian, inti dari peringatan Maulid adalah meneguhkan syukur atas diutusnya Nabi Muhammad SAW sebagai rahmat bagi seluruh alam, serta menghidupkan kembali semangat untuk meneladani beliau.

Perbedaan Pandangan Ulama tentang Hukum Maulid

Para ulama memiliki pandangan yang beragam mengenai hukum memperingati Maulid Nabi.

Pendapat yang Membolehkan (Bid’ah Hasanah)

Sebagian besar ulama, khususnya dari kalangan Ahlussunnah wal Jama’ah, membolehkan peringatan Maulid selama diisi dengan amalan yang baik. Imam Jalaluddin As-Suyuthi dalam al-Hawi lil Fatawi fil Fiqh wa ‘Ulumit Tafsir wal Hadits wal Ushul wa Sairil Funun menegaskan:

“Hukum asal pelaksanaan Maulid Nabi, yang mana perayaan ini adalah berkumpulnya manusia, membaca Al-Qur’an, membaca kisah-kisah Nabi Muhammad pada permulaan perintah nabi, serta kejadian-kejadian luar biasa saat beliau dilahirkan, kemudian mereka menikmati hidangan yang disajikan dan kembali pulang ke rumah masing-masing tanpa ada tambahan lainnya merupakan perbuatan baru (bid’ah) yang dinilai baik (hasanah). Orang yang merayakannya akan mendapatkan pahala, karena di dalamnya terdapat pemuliaan terhadap keagungan nabi dan menunjukkan kebahagiaan atas kelahirannya yang mulia.”

Pendapat yang Menolak

Sebagian ulama lain menolak Maulid dengan alasan tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah SAW maupun para sahabat. Mereka berpegang pada kaidah bahwa setiap perkara baru dalam agama adalah bid’ah yang sesat, sebagaimana hadits Nabi SAW:

كُلُّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ

Artinya: “Setiap bid’ah adalah sesat.” (HR Abu Dawud, Tirmidzi)

Menurut kelompok ini, cinta kepada Nabi cukup diwujudkan dengan melaksanakan sunnah-sunnahnya, tanpa perlu membuat acara khusus yang tidak pernah dicontohkan.

Tradisi Maulid di Nusantara

Di Indonesia, peringatan Maulid Nabi berkembang menjadi bagian dari tradisi keagamaan dan budaya. Setiap daerah memiliki cara khas, seperti Sekaten di Yogyakarta dan Surakarta, Muludan di Cirebon, serta Baayun Maulid di Kalimantan Selatan. Tradisi-tradisi tersebut memadukan nilai keagamaan dengan budaya lokal, sehingga memperkuat ikatan sosial masyarakat muslim.

(dvs/kri)



Sumber : www.detik.com

Ciri-Ciri Al-Jassasah Mata-Mata Dajjal dan Lokasi Tempatnya Bersembunyi


Jakarta

Keberadaan Al Jassasah diterangkan dalam sejumlah hadits Rasulullah SAW. Meski tak banyak riwayat yang menceritakannya, sejumlah pendapat mengaitkan makhluk misterius ini sebagai mata-mata Dajjal.

Salah satu hadits yang membahas Al Jassasah menceritakan tentang pertemuan sahabat Rasulullah SAW yang bernama Tamim dengan Dajjal. Dinukil dari Alaamat Al Qiyaamah Al Kubra susunan Syekh Mutawalli Sya’rawi terjemahan Masturi Irham dan Moh Asmuitaman, hadits pertemuan Tamim dan Dajjal terdapat dalam riwayat muslim pada bab Quissotul Jasasah.


Bunyi Hadits tentang Al Jassasah

Kala itu, Tamim tengah melakukan perjalanan pada suatu pulau. Di tengah perjalanan, Tamim melihat hewan aneh yang menyebut dirinya sebagai mata-mata bernama Al Jassasah.

Setelahnya, mereka bertemu makhluk yang berbulu lebat hingga tidak dapat dibedakan antara bagian depan dan belakang. Mereka pun bertanya, “Siapakah kamu ini hai makhluk berbulu?”

Makhluk berbulu itu menjawab, “Aku adalah Al Jassasah.”

Mereka bertanya lagi, “Apakah Jassasah itu?”

Bukannya menjawab, makhluk itu berkata, “Hai sekalian manusia, pergilah kalian kepada seorang laki-laki di suatu biara, karena ia sangat mengharapkan berita dari kalian.”

Setelah mendengar itu, rombongan mereka langsung pergi meninggalkan tempat tersebut karena mengira makhluk aneh itu adalah setan. Hingga akhirnya mereka masuk ke dalam pulau tersebut.

Tiba-tiba, mereka bertemu dengan seseorang yang sangat besar di suatu biara. Diakui oleh Tamim sendiri, ia belum pernah melihat orang yang sebesar dan sekekar itu. Makhluk inilah yang mengaku dirinya Dajjal.

Kedua tangan orang tersebut terbelenggu pada lehernya dan kedua kakinya dirantai dengan besi antara kedua lutut hingga kedua mata kakinya. Rombongan Tamim pun bertanya, “Siapakah kamu ini?”

Makhluk itu menjawab, “Bukankah kalian telah memperoleh sedikit informasi tentang diriku, maka sekarang beritahukanlah kepadaku siapakah kalian sebenarnya?”

Tamim dan kawanannya menjawab, “Kami adalah orang-orang yang berasal dari Arab. Kami berlayar mengarungi laut dengan menggunakan perahu. Kemudian kami terbawa ke tengah laut pada saat gelombang laut mulai membesar.”

Mereka pun menceritakan pertemuan dengan hewan aneh tersebut pada si makhluk raksasa.

Laki-laki di biara itu kemudian bertanya pada mereka, “Hai rombongan pengendara perahu, beritahukanlah kepadaku tentang kebun kurma Baisan?”

Dijawab oleh rombongan Tamim bertanya, “Tentang hal apakah yang akan kamu tanyakan kepada kami?”

Laki-laki itu menjawab, “Aku bertanya tentang pohon kurma kepada kalian, apakah ia telah berbuah?”

Kami menjawab, “Ya. Pohon kurma itu telah berbuah.” Laki-laki itu justru berkata bahwa pohon kurma tersebut sebentar lagi tidak akan berbuah. Ia lalu bertanya lagi, “Beritahukanlah kepadaku tentang telaga Thabariyyah?”

Rombongan Tamim balik bertanya, “Apakah yang akan kamu tanyakan kepada kami?”

Laki-laki itu berkata, “Apakah telaga tersebut ada airnya?”

Dijelaskan pada laki-laki biara tersebut bahwa air telaga ada sangat banyak. Namun, sang laki-laki kembali berkata bahwa air telaga itu akan habis.

Kemudian laki-laki itu bertanya lagi, “Beritahukanlah kepadaku tentang seorang nabi utusan Allah yang ummi, apa yang telah ia lakukan?”

Rombongan Tamim menjawab, “Nabi tersebut telah keluar dari Kota Makkah dan menetap di Kota Yatsrib (Madinah).”

Laki-laki itu bertanya lagi, “Apakah nabi itu dimusuhi oleh orang Arab?” Dan kemudian dijawab dengan, “Ya, ia selalu dimusuhi orang Arab.”

Laki-laki itu terus bertanya, “Bagaimana upaya nabi tersebut dalam menghadapi mereka?”

Kemudian dijelaskan bahwa Nabi Muhammad SAW yang dimaksud tersebut telah berhasil dalam menyebarkan dakwahnya. Hingga lelaki biara itu menjawabnya dengan panjang lebar sembari menjelaskan siapa dirinya. Hal ini pun menjelaskan mengapa ia mengetahui tentang masa yang akan datang.

“Sungguh lebih baik apabila orang Arab itu mematuhinya. Sekarang, baiklah aku akan memberitahukan kepada kalian tentang diriku! Sesungguhnya aku ini adalah al Masih Dajjal dan sebentar lagi aku telah diizinkan untuk keluar. Setelah itu, aku akan menjelajahi dunia hingga tidak ada satu kampung pun yang tidak aku singgahi dalam jangka waktu empat puluh malam, kecuali Kota Makkah dan Thaybah (Madinah).

Aku dihalangi untuk memasuki kedua kota tersebut. Setiap kali aku berupaya untuk memasuki salah satunya, maka seorang malaikat akan menghadangku yang siap sedia dengan pedang di tangannya. Sementara itu, di setiap penjuru Kota Makkah dan Madinah ada beberapa malaikat yang menjaganya.”

Ciri-ciri Al Jassasah Berdasarkan Hadits

Mengacu pada hadits di atas, ciri-ciri Al Jassasah adalah memiliki bulu kasar dan melata. Namun, tidak ditemukan penjelasan apakah Al Jassasah termasuk kelompok melata yang muncul pada akhir zaman atau bukan.

Umar Sulaiman Al Asyqar dalam Qashash Al Ghaib Fii Shahih Al Hadits An Nabawi yang diterjemahkan Drs Asmuni, Al Jassasah adalah makhluk yang memata-matai berita tentang Dajjal.

Lokasi Al Jassasah Bersembunyi

Ibnu Manzur mengatakan bahwa Al Jassasah berada di suatu pulau di tengah laut. Mereka memata-matai sambil mencari berita yang diberikan kepada Dajjal.

Brilly El Rasheed dalam bukunya Ad Dabbah Misteri Mutan Akhir Zaman menukil pendapat Imam Nawawi dalam Shahih Muslim bahwa penamaan Jassasah disebabkan makhluk tersebut bertugas untuk tajassus atau memata-matai berbagai berita yang akan dikirim ke Dajjal.

Wallahu a’lam.

(aeb/lus)



Sumber : www.detik.com

Terhindar dari Sifat Kikir dengan Membiasakan Infak dan Sedekah


Jakarta

Membiasakan diri untuk mengeluarkan infak dan sedekah adalah amalan yang sangat dianjurkan dalam Islam. Tidak hanya membantu orang yang membutuhkan, tindakan ini juga memiliki manfaat besar bagi diri kita sendiri.

Dengan infak dan sedekah, kita dapat terhindar dari sifat kikir dan tamak, yang sering kali menjadi penghalang bagi perkembangan spiritual. Infak dan sedekah membantu kita melepaskan keterikatan terhadap harta, mengajarkan nilai-nilai kebaikan, serta menumbuhkan rasa peduli terhadap sesama.

Ciri Orang yang Kurang Berinfak dan Bersedekah

Infak dan sedekah adalah salah satu bentuk ibadah yang dapat mendatangkan banyak kebaikan, baik bagi pemberi maupun penerima. Namun, tidak semua orang terbiasa melakukannya.


Dilansir dari situ Badan Amil Zakat Nasional, ada beberapa ciri yang tampak pada orang yang kurang infak dan sedekah, yang tidak hanya berdampak pada hubungan mereka dengan sesama, tetapi juga dapat memengaruhi kondisi batin dan spiritual mereka.

1. Merasa Seperti Menanggung Beban Utang Setiap Hari

Seseorang yang jarang infak dan sedekah sering kali merasa seperti memiliki “utang.” Hal ini karena dalam Islam, umat Islam dianjurkan untuk infak dan sedekah, baik dalam bentuk harta maupun tindakan kebaikan lainnya. Kurangnya infak dan sedekah dapat dianggap sebagai kewajiban yang belum terpenuhi, sehingga terasa seperti beban yang harus dilunasi.

2. Kesulitan Menikmati Harta yang Dimiliki

Kurang infak dan sedekah bisa menyebabkan seseorang sulit merasakan kebahagiaan dari harta yang dimilikinya. Karena hakikatnya, infak dan sedekah tidak hanya memberi manfaat kepada orang lain, tetapi juga mengisi hati dengan kebahagiaan dan kepuasan, yang memungkinkan seseorang lebih menikmati rezeki yang dimilikinya.

Dampak Kurang Berinfak dan Bersedekah

Kurang infak dan sedekah bukan hanya berdampak pada orang lain yang tidak menerima bantuan, tetapi juga memengaruhi kehidupan kita secara pribadi.

Berikut ini adalah beberapa dampak yang muncul ketika seseorang jarang infak dan sedekah.

1. Selalu Dihantui oleh Rasa Kesempitan

Menurut hadits yang diriwayatkan oleh Bukhori, Rasulullah SAW bersabda:

“Adapun orang yang suka berinfak, tidaklah dia berinfak melainkan bajunya akan melanggar atau menjauh dari kulitnya hingga akhirnya menutupi seluruh badannya sampai kepada ujung kakinya. Sedangkan orang yang bakhil, setiap kali dia tidak mau berinfak dengan suatu apa pun maka baju besinya akan menyempit sehingga menempel ketat pada setiap kulitnya dan ketika dia mencoba untuk melonggarkannya maka dia tidak dapat melonggarkannya.” (HR. Bukhori)

2. Malaikat Mendoakan Keburukan bagi yang Kikir

Dalam hadits riwayat Bukhori dan Muslim, Rasulullah SAW bersabda:

“Tiada hari yang dilewati oleh semua hamba kecuali pada pagi harinya ada dua malaikat turun. Kemudian salah satunya berdoa, Ya Allah, berilah ganti kepada orang yang berinfak. Sedang malaikat yang satunya lagi berdoa, Ya Allah, binasakanlah harta orang yang kikir.” (HR. Bukhori dan Muslim)

Hal ini merupakan peringatan bahwa sifat kikir tidak hanya merugikan secara duniawi, tetapi juga dapat mengundang doa keburukan dari malaikat.

3. Ancaman Neraka bagi yang Tidak Berinfak dan Bersedekah

Islam mengenal dua jenis sedekah: sedekah wajib (zakat) dan sedekah sunnah. Rasulullah SAW dalam hadits yang diriwayatkan oleh Muslim:

“Siapa yang mempunyai emas dan perak tetapi dia tidak membayar zakatnya, maka di Hari Kiamat akan dibuatkan untuknya setrika api yang dinyalakan di dalam neraka, lalu disetrikakan ke perut, dahi, dan punggungnya. Setiap setrika itu dingin, maka akan dipanaskan kembali lalu disetrikakan pula padanya setiap hari, sehari setara lima puluh tahun (di dunia) hingga perkaranya diputuskan. Setelah itu, barulah ia melihat jalan keluar, ada kalanya ke surga dan adakalanya ke neraka,” (HR Muslim).

Sedekah sunnah juga penting, karena infak dan sedekah dengan niat ikhlas mampu menghapus dosa dan melindungi dari azab neraka, terutama bagi kaum wanita, seperti disampaikan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Bukhori, Rasulullah SAW bersabda:

“Wahai para wanita! Hendaklah kalian bersedekah, sebab diperlihatkan kepadaku bahwa kalian adalah yang paling banyak menghuni neraka.” (HR. Bukhori)

Sifat Kikir Bisa Dihindari jika Membiasakan Mengeluarkan Infak dan Sedekah

Dinukil dari situs UIN Alauddin tentang sifat kikir dijelaskan, Sifat kikir membawa dampak negatif yang besar, tidak hanya bagi individu, tetapi juga bagi lingkungan sosialnya.

Oleh karena itu, pentingnya pribadi kita membiasakan diri untuk mengeluarkan infak dan sedekah agar diri kitab bisa dijauhkan dari sifat kikir, berikut adalah dalilnya tentang solusi menghindari sifat kikir dengan infak dan sedekah:

1. Membangun Kesadaran akan Pentingnya Bersedekah

Allah SWT berfirman dalam Surah Al-Baqarah ayat 261:

الْمَثَلُ الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنْبَتَتْ سَبْعَ سُنبُلَاتٍ فِي كُلِّ سُنبُلَةٍ مِئَةُ حَبَّةٍ ۗ وَاللَّهُ يُضَاعِفُ لِمَنْ يَشَاءُ ۗ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ

Artinya: “Perumpamaan (sedekah) orang-orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah adalah seperti sebutir biji yang menumbuhkan tujuh tangkai; pada tiap-tiap tangkai terdapat seratus butir (biji). Allah melipatgandakan (pahala) bagi siapa yang Dia kehendaki.”

2. Membiasakan Diri untuk Bersedekah Secara Konsisten

Allah SWT berfirman dalam Surah Al-Hashr ayat 9:

وَالَّذِينَ تَبَوَّؤُوا الدَّارَ وَالْإِيمَـٰنَ مِن قَبْلِهِمْ يُحِبُّونَ مَنْ هَاجَرَ إِلَيْهِمْ وَلَا يَجِدُونَ فِي صُدُورِهِمْ حَاجَةً مِمَّا أُوتُوا وَيُفَضِّلُونَ عَلَىٰ أَنْفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌ ۗ وَمَنْ يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِ فَأُو۟لَـٰٓئِكَ هُمُ ٱلْمُفْلِحُونَ

Artinya: “Dan orang-orang yang telah menempati negeri (Madinah) dan beriman sebelum mereka, mencintai orang-orang yang berhijrah kepada mereka dan tidak merasa dalam hati mereka kebutuhan terhadap apa yang diberikan kepada mereka dan mereka mengutamakan (mereka) atas diri mereka sendiri, walaupun mereka dalam keadaan kekurangan. Dan barangsiapa yang dilindungi dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung.”

Allah SWT berfirman dalam Surah Al-Baqarah ayat 177:

لَيْسَ الْبِرَّ أَنْ تُوَلُّوا وُجُوهَكُمْ قِبَلَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ وَلَـٰكِنَّ الْبِرَّ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَالْمَلَائِكَةِ وَالْكِتَـٰبِ وَالنَّبِيِّينَ وَآتَى الْمَالَ عَلَىٰ حُبِّهِ ذَوِي الْقُرْبَىٰ وَالْيَتَامَىٰ وَالْمَسَاكِينِ وَابْنِ السَّبِيلِ وَالسَّائِلِينَ وَفِي الرِّقَابِ وَأَقَامَ الصَّلَوٰةَ وَآتَى الزَّكَوٰةَ ۗ وَالْمُوفُونَ بِعَهْدِهِمْ إِذَا عَاهَدُوا ۗ وَالصَّابِرِينَ فِي الْبَأْسَاءِ وَالضَّرَّاءِ وَحِينَ الْبَأْسِ ۗ أُو۟لَـٰٓئِكَ الَّذِينَ صَدَقُوا ۗ وَأُو۟لَـٰٓئِكَ هُمُ ٱلْمُتَّقُونَ

Artinya: “Bukanlah termasuk kebaikan itu menghadapkan wajahmu ke arah timur atau barat, tetapi kebaikan itu ialah orang yang beriman kepada Allah, hari akhir, malaikat, kitab, dan nabi-nabi; serta memberikan harta, meskipun ia mencintainya, kepada kerabat, anak yatim, orang miskin, musafir, orang yang meminta-minta, dan untuk memerdekakan budak; dan menegakkan salat, menunaikan zakat; serta memenuhi janji jika ia berjanji; dan sabar dalam kesempitan, penderitaan, dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.”

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com

Ekonomi Islam yang Berjalan Harmonis



Jakarta

Dalam ajaran Islam, ada sistem ekonomi yang dijalankan sesuai syariah. Sejak zaman Rasulullah SAW, sudah terbukti bahwa ekonomi syariah ini dapat berjalan dengan harmonis.

Dalam Mutiara Ramadan detikcom, Rabu (12/4/2023) Adiwarman A. Karim menjelaskan tentang ekonomi Islam yang berjalan sesuai syariah sehingga keberadaannya memberikan manfaat dan keberkahan bagi banyak orang.

Adiwarman A. Karim selaku praktisi ekonomi syariah mengangkat kisah sahabat Rasulullah SAW yakni Salman Al Farisi yang dikenal sebagai pengusaha sukses. Saat Rasulullah SAW hijrah dari Makkah ke Madinah, Salman Al Farisi termasuk sahabat yang ikut serta.


“Saking cintanya kepada Islam, dia tinggal semua hartanya semua bisnisnya di Makkah. Karena orang Makkah bilang, ente boleh ikutan hijrah ke Madinah tapi semua harta nggak boleh dibawa ke Madinah,” kata Adiwarman.

Lebih lanjut, Adiwarman menjelaskan bahwa Salman Al Farisi datang ke Madinah tanpa membawa apapun. Namun karena ia merupakan sosok yang cerdas dan pandai berbisnis, akhirnya ia mencoba menerapkan sistem ekonomi syariah di Madinah.

“Beliau lihat pasar di Madinah, pasar orang Yahudi. Dia lihat ada tanah kosong, dia beli tanah kosong tersebut untuk dibuat pasar, dibuat petak-petak, dibuat lapak. Salman bikin pasar, orang nggak perlu sewa lapak. Jualan dulu, nanti kemudian baru bagi hasil,” beber Adiwarman.

Melihat sistem yang berlaku di pasar besutan Salman, akhirnya banyak orang yang tertarik berjualan di pasarnya. Hal ini akhirnya membuat orang Yahudi merasa terganggu.

Seorang sahabat kemudian mendatangi Rasulullah, dan berkata, “Kami ini dagang, untungnya kecil, sementara orang yahudi kalau dagang untungnya besar, padahal barangnya sama.” Rasulullah bilang, “Kok bisa begitu?” “Iya karena orang Yahudi mengurangi timbangan sehingga untungnya besar.””

Rasulullah kemudian bersabda,

قَالَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مَانَقَصَ قَوْمٌ الْمِكْيَالَ وَالْمِيْزَانَ اِلَّا أُخِذُوْابِاالسِّنِيْنَ وَشِدَّةِ الْمَؤُوْنَةِ وَجَوْرِالسُّلْطَانِ عَلَيْهِمْ وَلَمْ يَمْنَعُوْازَكَاةَ أَمْوَالِهِمْ اِلَّا مُنِعُواالْقَطْرَمِنَ السَّمَاءِوَلَوْ لَا الْبَهَائِمُ لَمْ يُمْطَرُوْا.

Artinya: Tidaklah suatu kaum mengurangi takaran dan timbangan kecuali akan ditimpa kaum itu dengan kemarau berkepanjangan, dan beratnya beban hidup mahalnya makanan, dan zalimnya penguasa atas kaum itu. Dan tidak pula suatu kaum menolak mengeluarkan zakat kecuali mereka juga di halangi turunnya hujan dari langit, akan tetapi jika bukan karena kasihan terhadap hewan-hewan pasti tidak akan diturunkan hujan.

Adiwarman melanjutkan kisahnya, dalam dua tahun ekonomi Yahudi dapat dikalahkan. “Di sini kita lihat keadilannya dalam ekonomi Islam.”

Mau tahu cara berdagang secara syariah? Simak video selengkapnya di Mutiara Ramadan: Kunci Ekonomi Islam yang Selalu Harmonis tonton DI SINI.

(dvs/lus)



Sumber : www.detik.com

Berapa Tahun Nabi Muhammad Tinggal di Madinah untuk Berdakwah?



Jakarta

Periode dakwah Nabi Muhammad SAW diketahui terbagi ke dalam dua kota yaitu, Makkah dan Madinah. Berapa tahun Nabi Muhammad SAW tinggal di Madinah untuk berdakwah?

Perjuangan dakwah periode Madinah yang dilakukan Rasulullah SAW tidaklah mudah. Di tempat baru semasa hijrah ini, tak sedikit fitnah didapati Rasulullah SAW selama menyebarkan ajaran Islam.

Dikutip dari buku Sejarah Kebudayaan Islam yang disusun oleh Abu Achmadi dan Sungarso, ketidaksukaan Yahudi, kebencian kaum munafik, dan permusuhan kaum Quraisy kerap kali menimbulkan perseteruan yang berujung pada peperangan di masyarakat Madinah.


Berbagai persoalan semasa berdakwah di kota yang dulu dikenal dengan Yatsrib ini berhasil diatasi oleh Rasulullah SAW. Pada puncaknya, beliau berhasil menaklukkan Kota Madinah dan menjadikannya bagian dari wilayah kekuasaan Islam.

Berapa Tahun Nabi Muhammad SAW Tinggal di Madinah?

Kedatangan Nabi Muhammad SAW di Madinah pada 12 Rabi’ul Awwal tahun pertama Hijriah merupakan awal dari dimulainya dakwah. Menurut keterangan hadits, Nabi Muhammad SAW tinggal di madinah selama 10 tahun di Madinah hingga akhir hayatnya.

Adapun sebelumnya, 13 tahun setelah menginjak usia 40 tahun awal kenabian, Nabi Muhammad SAW berdakwah di Makkah. Melansir buku Ringkasan Shahih Muslim oleh M. Nashiruddin al-Albani, keterangan tersebut didasarkan pada sebuah hadits yang mahsyur di kalangan ulama,

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ : أَقَامَ رَسُولُ الله صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِمَكَّةَ ثَلَاثَ عَشْرَةَ سَنَةٌ يُوْحَى إِلَيْهِ ، وَبِالْمَدِينَةِ عَشْرًا ، وَمَات وَهُوَ ابْنُ ثَلَاثٍ وَسِيْنَ سَنَةً

Artinya: Ibnu Abbas Radhiyallahu’anhu berkata, “Rasulullah tinggal di Makkah selama 13 tahun sejak beliau menerima wahyu dan tinggal di Madinah selama 10 tahun. Beliau wafat dalam usia 63 tahun.” (HR Muslim)

Dalam riwayat lain disebutkan redaksi serupa yang menyebutkan Nabi Muhammad SAW tinggal di Madinah selama sepuluh tahun. Dari Ibnu Abbas RA,

“Rasulullah SAW tinggal di Makkah selama 15 tahun. Selama tujuh tahun beliau mendengar suara dan melihat cahaya tanpa ada wahyu dan selama delapan tahun beliau menerima wahyu. Beliau tinggal di Madinah selama 10 tahun.” (HR Muslim)

Selama kurang lebih tinggal 10 tahun di Madinah, Nabi Muhammad SAW fokus pada penguatan Islam dan dakwah. Setelah Rasulullah SAW mendapatkan perintah untuk hijrah dari Makkah ke Madinah, beliau berangkat dan tiba di Madinah pada 12 Rabi’ul Awwal.

Dikutip melalui buku Pendidikan Agama Islam karya Bachrul Ilmy, setidaknya ada empat substansi dakwah pada periode dakwah Madinah.

Empat substansi tersebut adalah pembinaan akidah, ibadah, dan mu’amalah kaum muslim, pembinaan ukhuwah atau persaudaraan untuk menyatukan kaum muslim, pembinaan kader-kader perjuangan untuk mempertahankan wilayah dakwah, dan memetakan pertahanan dan sosial untuk menjaga stabilitas Madinah.

Adapun cara dakwah Nabi Muhammad SAW di Madinah di antaranya sebagai berikut.

Cara Dakwah Nabi Muhammad SAW di Madinah

1. Memberdayakan Masjid

Rasulullah SAW membangun dua masjid selama di Madinah yang dijadikan sebagai pusat kegiatan dakwah, yaitu Masjid Quba yang dibangun saat kedatangan pertamanya dan Masjid Nabawi yang kemudian dijadikan untuk mendidik para sahabatnya dan mengatur pemerintahan.

2. Melakukan Perjanjian dengan Kaum Yahudi

Selama dakwah di Madinah, Rasulullah SAW melakukan perjanjian untuk memperkokoh posisi kaum muslimin dari gangguan penduduk asli, bangsa Arab, maupun Yahudi. Hal ini juga dilakukan bertujuan secara umum untuk menjaga stabilitas di Madinah.

Perjanjian tersebut selanjutnya melahirkan Piagam Madinah. Piagam ini berisi sepuluh bab, di antaranya pembentukan ummat, hak asasi manusia, persatuan seagama, persatuan segenap warganegara, golongan minoritas, tugas warga negara, melindungi negara, pimpinan negara, politik perdamaian, dan bab terakhir merupakan penutup.

3. Mempersaudarakan Kaum Muhajirin dan Anshar

Rasulullah SAW berhasil mempersaudarakan dua kaum muslimin, yakni Muhajirin dan Anshar. Rasulullah SAW menganjurkan untuk kedua kaum tersebut untuk saling memupuk persaudaraan dan melarang adanya sentimen kesukuan. Hal ini dilakukan untuk semakin memperkuat umat Islam.

4. Mendirikan Pasar

Rasulullah SAW mendirikan pasar yang tidak jauh dari Masjid Nabawi agar supaya membangun perekonomian rakyat sekaligus sebagai sarana dakwahnya. Pasar ini dibangun untuk mendidik umat dalam mengatur roda perekonomian yang adil berdasarkan ajaran Islam.

Begitulah pembahasan kali ini mengenai berapa tahun Nabi Muhammad SAW tinggal di Madinah sekaligus strategi dakwah yang digunakan beliau di sana.

(rah/rah)



Sumber : www.detik.com

Kejadian Luar Biasa di Tengah Perjalanan Hijrah Rasulullah ke Madinah



Jakarta

Rasulullah SAW hijrah ke Madinah karena keberadaan kaum kafir Quraisy di Makkah mengancam nyawa beliau dan umat Islam. Sepanjang perjalanan, ada sejumlah kejadian luar biasa yang terjadi.

Menukil Sirah Nabawiyah karya Syaikh Shafiyyurrahman Al-Mubarakfuri, Rasulullah SAW meninggalkan rumah pada malam hari tanggal 27 Shafar tahun 14 kenabian menuju rumah Abu Bakar Ash-Shiddiq RA. Keduanya lalu bergegas meninggalkan rumah dari pintu belakang untuk keluar dari Makkah sebelum fajar tiba.

Rasulullah SAW menyadari betul bahwa orang-orang Quraisy akan mencarinya mati-matian dan satu-satunya jalur yang mereka perkirakan adalah jalur utama ke Madinah yang mengarah ke utara. Karenanya, beliau memutuskan mengambil jalur yang berbeda, yakni mengarah ke Yaman dari Makkah ke arah selatan.


Beliau tiba di Gunung Tsur setelah menempuh perjalanan sejauh 5 mil (sekitar 8 km). Tempat ini medannya sulit karena jalannya menanjak dan banyak bebatuan besar. Dikatakan, beliau saat itu tidak mengenakan alas kaki bahkan ada yang menyebut beliau berjalan dengan berjinjit hingga meninggalkan bekas telapak kaki di tanah.

Abu Bakar Ash-Shiddiq RA sempat memapah beliau hingga tiba di sebuah gua di puncak gunung. Gua tersebut dikenal dengan Gua Tsur. Keduanya lalu bersembunyi di dalam gua selama tiga malam, dari malam Jumat hingga malam Minggu.

Gejolak orang-orang Quraisy untuk mengejar dan membunuh Rasulullah SAW mulai meredup usai tiga hari tak membuahkan hasil. Kondisi ini membuat Rasulullah SAW mantap untuk pergi ke Madinah.

Ada sejumlah kejadian luar biasa di tengah perjalanan hijrah Rasulullah SAW. Salah satunya tatkala beliau melewati tenda Ummu Ma’bad. Ummu Ma’bad adalah seorang wanita yang terkenal sabar dan tekun. Dia duduk di serambi tendanya dan memberi makan dan minum kepada setiap orang yang melewati tendanya.

Sayangnya, tatkala beliau dan Abu Bakar Ash Shiddiq RA melintas, kondisi sedang paceklik. Domba-dombanya sudah tua dan tidak bisa mengeluarkan susu.

“Demi Allah, andaikan kamu mempunyai sesuatu, tentulah kalian tidak kesulitan mendapatkan suguhan. Sementara domba-domba itu tidak ada yang mengandung dan ini adalah tahun paceklik,” kata Ummu Ma’bad.

Rasulullah SAW mendatangi seekor domba betina di samping tenda. Beliau bertanya, “Ada apa dengan domba betina ini wahai Ummu Ma’bad?”

“Itu adalah domba betina yang sudah tidak lagi melahirkan anak,” jawab Ummu Ma’bad.

“Apakah ia masih mengeluarkan air susu?” tanya beliau.

“Ia sudah terlalu tua untuk itu,” jawab Ummu Ma’bad.

“Apakah engkau mengizinkan bila aku memerah susunya?” tanya Rasulullah SAW.

“Boleh, demi ayah dan ibuku. Jika memang engkau melihat domba itu masih bisa diperah susunya, maka perahlah!” jawab Ummu Ma’bad.

Rasulullah SAW lalu mengusap kantong kelenjar susu domba itu dengan menyebut asma Allah SWT dan berdoa. Seketika kantong kelenjar domba itu menggelembung dan membesar. Beliau meminta bejana milik Ummu Ma’bad lalu memerah susu domba itu ke dalam bejana.

Susu itu kemudian beliau berikan kepada Ummu Ma’bad yang langsung meminumnya hingga kenyang. Beliau juga memberikannya kepada rekan-rekannya hingga mereka kenyang. Baru kemudian beliau sendiri yang minum terakhir.

Setelah itu, beliau kembali memerah susu domba hingga bejana itu penuh dan meninggalkannya untuk Ummu Ma’bad. Kemudian, beliau melanjutkan perjalanan.

Tak berselang lama suami Ummu Ma’bad datang sambil menggiring domba-domba yang kurus dan lemah. Dia tak sanggup menutupi keheranannya ketika melihat ada air susu di samping istrinya.

“Dari mana ini? Padahal domba-domba itu mandul tidak lagi mengandung dan tidak lagi bisa diperah di dalam rumah,” ucapnya.

Ummu Ma’bad lantas menceritakan semuanya kepada sang suami. Mendengar itu, suaminya menyahut bahwa sosok yang diceritakan istrinya itu adalah orang yang sedang diburu oleh kaum Quraisy.

(kri/nwk)



Sumber : www.detik.com

Strategi Dakwah Rasulullah di Madinah, Hasilkan Perjanjian dengan Kaum Yahudi



Jakarta

Dalam sejarah Nabi Muhammad SAW berdakwah di dua kota Makkah dan Madinah, masing-masing tempat dijajaki Rasulullah dengan strategi yang berbeda. Lalu bagaimana strategi dakwah Rasulullah di Madinah?

Dari buku Pendidikan Agama Islam karya Muhammad Fodhil, S.Pd.I., M.Pd dkk dijelaskan ketika kaum Quraisy mengetahui telah banyak sahabat Rasulullah yang meninggalkan Makkah menuju Madinah dengan membawa seluruh harta mereka.

Maka para pembesar Quraisy di setiap kabilah berkumpul untuk membahas langkah strategis untuk menghalau dakwah Rasulullah SAW. Hasil rapat dari setiap pemuda yang gagah perkasa ialah hendak mengepung Nabi Muhammad SAW dan membunuhnya.


Setelah itu, malaikat Jibril turun ke bumi bertemu dengan Nabi Muhammad SAW, untuk memberitahukan kepada Rasulullah rencana dari kaum Quraisy, serta meminta beliau untuk tidak tidur di tempat tidur biasanya.

Hingga di malam harinya mendekati keberangkatan Rasulullah SAW ke Madinah, Ali bin Abi Thalib pun menggantikannya di tempat tidur biasanya. Lalu Rasulullah keluar bersama Abu Bakar, hingga sampai ke Madinah.

Sasaran Dakwah Rasulullah SAW di Madinah

· Orang yang baru masuk Islam dari kalangan Muhajirin dan Anshar

· Orang yang belum masuk Islam, seperti kaum Yahudi penduduk Madinah

· Masyarakat sekitar dan di luar kota Madinah, bangsa Arab atau di luar Arab

Strategi Dakwah Rasulullah di Madinah

Dari buku Sejarah Kebudayaan Islam: Teori, Prosedur dan Ruang Lingkupnya karya Ahmad Suryadi, S.Pd., M.Pd. dijelaskan beberapa strategi dakwah nabi Muhammad SAW ketika berada di kota Madinah.

Dakwah kepada orang-orang yang sudah memeluk Islam bertujuan supaya mereka memahami dengan benar esensi ajaran Islam yang disampaikan oleh Nabi Muhammad SAW. Lalu tujuan dakwah kepada orang belum masuk Islam, agar mereka berkenan menjadi Muslim.

1. Strategi Dakwah Pertama Ialah Membangun Masjid

Ketika Rasulullah memasuki Madinah, sebagian besar masyarakat Madinah terutama kaum Anshar sudah memeluk Islam, hingga mereka menawarkan rumahnya untuk dijadikan tempat beristirahat. Tempat itu akhirnya menjadi masjid.

Masjid yang dibangun Nabi Muhammad SAW sesudah membangun masjid Quba adalah masjid Nabawi atau masjid Madinah, dengan fungsi utama sebagai tempat ibadah, dan tempat bermusyawarah dalam merumuskan berbagai bentuk pemerintahan.

2. Strategi Dakwah Kedua Membentuk Persaudaraan

Kaum Muslim yang hijrah dari Makkah ke Madinah disebut kaum Muhajirin, sedangkan penduduk Madinah yang menerima hijrahnya umat Islam dikenal sebagai kaum Anshar.

Penduduk yang hijrah dari Makkah ke Madinah umumnya sangat miskin, karena mereka meninggalkan harta benda mereka di kota lama mereka, maka Rasulullah SAW membangun pertalian keluarga besar Islam, seperti Abu Bakar, Ali bin Abi Thalib, Ja’far Ibnu Abi Thalib, Muaz Ibnu Zabal, dll.

3. Strategi Dakwah Ketiga Hasilkan Perjanjian dengan Masyarakat Yahudi dan Madinah

Rasulullah SAW membuat perjanjian yang dikenal sebagai perjanjian “Madinah” pada tahun 623 M atau tahun 2 H.

Isi perjanjian Madinah adalah sebagai berikut:

· Kaum Muslimin dan kaum Yahudi akan hidup berdampingan secara damai, dan bebas untuk melaksanakan agama dan kepercayaan masing-masing.

· Antara kaum Muslimin dan kaum Yahudi akan memikul biaya hidup masing-masing, apabila keduanya ada yang dimusihi atau diserang, maka kedua belah pihak wajib membela atau membantu

· Kaum Muslimin dan Kaum Yahudi wajib saling tolong-menolong

· Tanah Madinah akan menjadi tanah suci

· Rasulullah SAW menjadi pemimpin untuk seluruh penduduk Madinah

Substansi Dakwah Rasulullah di Madinah

Pendidikan Agama Islam karya Bachrul Ilmy menyebutkan beberapa substansi dari dakwah Rasulullah di Madinah, diantaranya yaitu:

· Pembinaan akidah, ibadah, dan muamalah kaum Muslimin

· Pembinaan Ukhuwah Muhajirin dan Anshar

· Pembinaan kader-kader perjuangan untuk mempertahankan wilayah

· Pemetaan dan pertahanan sosial dalam menjaga stabilitas Madinah

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com

Doa ‘Belum’ Diijabah, Kesal Nggak?



Jakarta

Menunggu doa diijabah kadang muncul gelisah. Timbul keadaan hati yang merasa kurang berkenan. Padahal sudah berdoa sambil menangis, boleh jadi sambil berteriak-teriak walau dalam hati. Tapi, kalau sudah diri merasa butuh, merasa timing-nya sekarang. Lalu menduga sepertinya Tuhan kurang memperhatikan doa yang dipinta. Kesal nggak?

Pernah orang berdoa, sudah sambil menerangkan latar belakang mengapa ia berdoa. Pun juga sembari menerangkan bagaimana kalau Tuhan sebenarnya mudah mengabulkan doa. Itu kalimat juga masuk di dalam lantunan doa.

Disertai hati yang agak-agak kurang setuju. Belum sepaham dengan mengapa Tuhan seolah belum berkenan mendengar bahkan mengabulkan doanya. Apa sulitnya sih. Bukankah Tuhan tinggal berfirman kun (jadilah) maka terjadi. Gitu saja kok sulit.


Boleh jadi ada yang bergumam demikian, walau hanya dalam dada!

Mungkin ada sebagian kecil, atau bahkan sebagian besar di antara sidang pembaca yang merasakan hal yang mirip dengan perasaan seorang pendoa di atas? Lalu bagaimana. Berhenti berdoa. Pindah usaha kepada yang lain saja. Ke paranormal misalnya. Astaghfirullah, na’uudzubillah tsumma na’uudzubillah.

Semoga Gusti Allah selamatkan setiap kita dari sangka kurang bagus terutama kepada Tuhan. Subhaanallah. Pasti setiap kita selalu berlindung kepadaNya dari pekerjaan syirik, sekecil apa pun. Laa ilaaha illaa Allah.

Pernah suatu ketika. Kondisi Rasulullah dan para sahabat dikepung musuh, dari dalam kota Madinah dan dari arah luar. Dari luar terdiri dari beberapa kabilah. Mereka ada kafir Qurays, Bani Sulaim, Ghathafan, Bani Murrah, dan Asyja’.

Dari dalam kota Madinah ada Yahudi Bani Nadhir, Bani Quraizhah, dan orang-orang munafiq.
Gabungan seluruh mereka dikenal dengan nama ahzab, sekutu.

Jumlah mereka yang dari luar sekitar 10.000 orang. Sedangkan Rasulullah dan para sahabatnya berjumlah hanya 3000an orang.

Jarak di antara Rasulullah dan para sahabatnya dengan pasukan kafir yang bersekutu hanya berbatas parit. Siasat parit yang diinisiasi oleh Salman Al-Farisi RA.

Selama keadaan mencekam; ketakutan, lapar, tidak tidur akibat berjaga beberapa puluh malam. Letih, lelah, persediaan makanan menipis. Belum lagi rasa khawatir yang hadir karena istri dan anak-anak para pasukan Rasulullah ada di rumah. Sementara ancaman dari dalam kota, dari kaum Yahudi bisa datang sewaktu-waktu.

Untuk itu Rasulullah bermunajat memanjatkan doa selamat dari Tuhan. Apa seketika langsung dikabulkan? Tidak. Belum langsung. Menunggu waktu sesuai dengan kebijaksaan Tuhan.

Fakta keadaan yang benar-benar genting, menyangkut agama, menyangkut orang banyak. Menyangkut para shalihin yang kemuliaannya di peringkat atas. Sedang yang berdoa adalah Rasulullah. Nabiy dan Rasul yang paling mulia. Doa beliau belum langsung dikabulkan Tuhan pada saat beliau berdoa itu.

Nah, bagaimana dengan yang berdoa hanya untuk kepentingan pribadi, sedang kondisinya belum sangat mencekam, biasa-biasa saja. Si pendoa memiliki status kedudukan iman yang juga biasa? Kita paham kan?

Tiba masanya keluarga Rasulullah menghadapi fitnah. Sangat keji. Ummul Mu’minin Aisyah RA. difitnah melakukan hal yang di luar pantas.
Fitnah menyebar begitu cepat, membuat Rasulullah sampai terpengaruh. Lama fitnah itu menyebar, belum ada kejelasan fakta.

Bukankah pada waktu itu Rasulullah juga bermunajat agar tersingkap fakta yang sebenarnya. Agar keraguan dan dugaan keliru terhadap suatu perbuatan keji segera tersingkirkan? Iya Rasulullah berdoa, namun seperti yang kita tahu bersama. Tidak serta merta doa beliau diijabah Tuhan. Ada waktu yang sesuai untuk itu.

Sekali lagi, yang berdoa Rasul paling mulia menyangkut kasus keluarga yang paling agung. Menyangkut juga putri dari sahabat Rasulullah yang paling agung. Waktu yang berlalu juga bukan sebentar. Tapi doa tetap sesuai dengan kebijaksanaan Tuhan.
Semoga kita paham agar senantiasa shabar.

Ada logika sederhana yang bisa dijadikan bahan rujukan. Iya ya, Tuhan itu kan Maha Pencipta dan Maha pemelihara alam semesta. Andai sedikit saja Tuhan ‘keliru’, nol koma nol, nol, nol. Bukankah semesta ini sudah runtuh dari dulunya. Sudah kiamat sejak jaman purbakala?

Tengok saja misalnya Tuhan keliru menghitung jumlah air yang naik ke langit dan yang turun. Suatu ketika terselip selisih nol koma sekian. Bukankah setelah beberapa waktu, sebentar atau sedikit lama, bumi segera kekeringan atau segera kebanjiran?

Bagaimana kalau hitungan oksigen yang beredar di udara berubah kadarnya. Meningkat sekian prosen, pasti kebakaran di mana-mana. Oksigen berkurang sekian prosen saja konsentrasinya di udara, pasti ibu-ibu tak bisa memasak karena kompor tidak bisa dinyalakan, tidak muncul apinya.

Duh, subhaanallah, Tuhan Yang Maha Sempurna, seringkali harus menerima tuduhan yang berupa-rupa. Masalahnya ringan. Karena menduga bahwa doa pribadi tidak segera diijabah Tuhan.

Ada seorang yang memohon-mohon agar Tuhan segera menurunkan air hujan karena tanamannya sudah mulai malas tumbuh. Bahkan hampir sekarat. Sedang tetangga sebelah memohon kepada Tuhan yang sama untuk menahan hujan karena ada hajatan istimewa. Ingin menikahkan putrinya dalam sepekan ini.

Dua orang berdoa dengan jenis doa yang 100% berbeda. Andai saja ada Tuhan yang lain. Boleh jadi akan kesal dan bumi dibiarkan kiamat saja? Apa kita semua bisa terima?

Itu baru doa dari dua orang berbeda. Lah kalau yang berdoa sekian milyar orang dengan maksud yang semuanya berbeda dalam satu waktu yang sama. Padahal yang didoakan satu suasana yang sama persis.

Misalnya pada saat yang sama satu minta hujan, satu minta terang. Andai saja kita pernah menjadi Tuhan. Pasti sebentar saja bisa murka. Untung Tuhan Maha Terpuji, Maha Mulia, Maha Pengasih, Maha Penyayang, Maha Shabar. Maha Pembimbing, Pendidik, Pemelihara alam semesta.

Yuk kita terus berusaha tanpa kenal putus asa (shabar) sambil terus memohon ke haribaanNya (shalat, doa). Kita bersungguh-sungguh selalu bersangka baik kepadaNya.

Jika ini yang kita lakukan, jangan-jangan kita selalu menjadi hamba yang rela. Selalu ridlo akan keputusanNya. Itulah hamba yang sungguh mencintai Tuhannya.
Semoga itu adalah kita, aamiin!

Abdurachman

Penulis adalah Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya, Pemerhati spiritual medis dan penasihat sejumlah masjid di Surabaya

Artikel ini adalah kiriman dari pembaca detikcom. Seluruh isi artikel menjadi tanggung jawab penulis

(erd/erd)



Sumber : www.detik.com

Kelahiran Nabi Isa AS



Jakarta

Nabi Isa as. lahir sekitar tahun 622 tahun sebelum hijrahnya Rasulullah SAW. dari kota Mekah ke kota Madinah. Beliau lahir di Baitlahm (Betlehem), dekat Baitul Maqdis, daerah Palestina di bulan Dzulhijjah. Nabi Isa as. lahir dari seorang ibu bernama Maryam binti Imran.

Ada dua Nabi yang lahir tanpa ayah, melainkan diciptakan langsung oleh Allah SWT. Dia khususkan dengan keistimewaan yang agung. Penciptaan Nabi Adam dan Nabi Isa sebagai Nabi tanpa perantara hubungan suami istri merupakan hal yang mudah bagi Allah SWT, sebagaimana firman-Nya dalam surah ali-Imran ayat 59 yang terjemahannya, “Sesungguhnya misal (penciptaan) Isa di sisi Allah, adalah seperti (penciptaan) Adam. Allah menciptakan Adam dari tanah, kemudian Allah berfirman kepadanya: “Jadilah” (seorang manusia), maka jadilah dia.”

Makna ayat di atas adalah : Sesungguhnya Allah SWT. Maha Kuasa dan Berkehendak seperti penciptaan Nabi Adam tanpa bapak dan tanpa ibu, dan menciptakan Nabi Isa tanpa bapak. Kemudian Dia berkata kepadanya “jadilah manusia” maka jadilah. Maka adapun pengakuan ketuhanan Nabi Isa karena dia diciptakan tanpa bapak merupakan pengakuan yang batil. Maka keduanya adalah hamba Allah SWT.


Ibunda Nabi Isa, yaitu Sayyidah Maryam ‘alaihassalam adalah wanita paling mulia di dunia. Allah SWT. menyifatinya dalam Al-Qur’an dengan gelar ash-shiddîqah. Maryam tumbuh besar dalam kesucian dan jauh dari maksiat. Ia terdidik dalam kondisi bertakwa kepada Allah SWT. melaksanakan semua kewajiban, menjauhi semua perkara haram dan memperbanyak amalan-amalan sunah.

Maryam diberikan kabar gembira oleh para malaikat bahwa Allah SWT. memilihnya di antara seluruh wanita yang ada, dan Dia menyucikannya dari segala perbuatan kotor dan hina. Sebagaimana dalam firman-Nya surah ali-Imran ayat 42 yang terjemahannya, “Dan (ingatlah) ketika malaikat (Jibril) berkata: “Hai Maryam, sesungguhnya Allah telah memilih kamu, menyucikan kamu dan melebihkan kamu atas segala wanita di dunia.”

Dialog Malaikat Jibril dengan Maryam, saat Jibril sebagai utusan Allah SWT. menyampaikan kabar bahwa Maryam akan melahirkan anak yang salih lagi bersih. Lalu Maryam menjawab,”Bagaimana mungkin aku mempunyai seorang anak padahal tidak ada suami yang mendekatiku dan aku juga bukan pendosa dan pelaku zina?”

Maka Jibril pun menjawab tentang keheranannya bahwa menciptakan seorang anak tanpa bapak adalah mudah bagi Allah SWT. dan Dia akan menjadikannya pertanda bagi manusia dan bukti kesempurnaan atas kekuasaan (qudrah) Allah SWT. serta menjadi rahmat dan nikmat bagi orang yang mengikuti, mempercayai dan beriman kepada-Nya.

Adapun firman-Nya dalam surah Maryam ayat 22-26 yang terjemahannya, “Maka Maryam mengandung, lalu ia mengasingkan diri dengan kandungannya itu ke tempat yang jauh. Maka rasa sakit akan melahirkan anak memaksanya (bersandar) pada pangkal pohon kurma, dia berkata: “Aduhai, alangkah baiknya aku mati sebelum ini, dan aku menjadi seorang yang tidak diperhatikan, lagi dilupakan.” Maka Jibril menyerunya dari tempat yang rendah: “Janganlah engkau bersedih hati, sesungguhnya Tuhanmu telah menjadikan anak sungai di bawahmu. Dan goyanglah pangkal pohon kurma itu ke arahmu, niscaya pohon itu akan menggugurkan buah kurma yang masak kepadamu. Maka makan, minum dan bersenang hatilah kamu. Jika kamu melihat seorang manusia, maka katakanlah: “Sesungguhnya aku telah bernazar berpuasa untuk Tuhan Yang Maha Pemurah, maka aku tidak akan berbicara dengan seorang manusia pun pada hari ini”

Kemudian setelah proses melahirkan yang penuh berkah, Sayyidah Maryam pun kembali kepada kaumnya membawa putranya Isa as. sebagaimana Allah SWT. tegaskan dalam firman-Nya surah Maryam ayat 27 yang terjemahannya, “Maka Maryam membawa anak itu kepada kaumnya dengan menggendongnya. Kaumnya berkata: ‘Hai Maryam, sesungguhnya kamu telah melakukan sesuatu yang amat mungkar.'”

Kaumnya pun berkata kepadanya: Engkau telah melakukan perbuatan mungkar yang besar. Mereka berburuk sangka kepada Maryam, menyalah-nyalahkan dan menyakitinya sementara Maryam tetap diam dan tidak menjawab, karena ia telah memberitahukan kepada mereka bahwa ia telah bernazar kepada Allah SWT. untuk tidak berbicara. Ketika keadaan menjadi sulit, maka Maryam menunjuk kepada Isa agar mereka berbicara kepadanya. Ketika itulah, mereka berkata kepada Maryam apa yang Allah beritakan dalam Al-Qur’an dengan firman-Nya surah Maryam ayat 29 yang terjemahannya,”Maka Maryam menunjuk kepada anaknya. Mereka berkata: ‘Bagaimana kami akan berbicara dengan anak kecil yang masih di dalam ayunan?'”

Ketika itulah, Allah SWT. Yang Mahakuasa atas segala sesuatu dengan qudrah-Nya menjadikan Isa as. mampu berbicara, padahal ketika itu ia masih bayi yang menyusu. Maka Isa mengatakan apa yang dalam firman-Nya surah Maryam ayat 30 yang terjemahannya, “Isa berkata: Sesungguhnya aku ini hamba Allah…” Allah SWT. menjadikannya mampu berbicara saat masih dalam buaian. Dan kalimat pertama yang diucapkan Isa as. adalah “Abdullah” sebagai pengakuan akan kehambaannya kepada-Nya, Tuhan Yang Maha Esa, Dzat yang tidak melahirkan dan dilahirkan.

Bukti kerasulan Isa as. sebagaimana firman-Nya dalam surah ali-Imran ayat 49 yang terjemahannya, “Dan (sebagai) Rasul kepada Bani Israil (yang berkata kepada mereka): “Sesungguhnya aku telah datang kepadamu dengan membawa sesuatu tanda (mukjizat) dari Tuhanmu, yaitu aku membuat untuk kamu dari tanah berbentuk burung; kemudian aku meniupnya, maka ia menjadi seekor burung dengan seizin Allah; dan aku menyembuhkan orang yang buta sejak dari lahirnya dan orang yang berpenyakit sopak; dan aku menghidupkan orang mati dengan seizin Allah; dan aku kabarkan kepadamu apa yang kamu makan dan apa yang kamu simpan di rumahmu. Sesungguhnya pada yang demikian itu adalah suatu tanda (kebenaran kerasulanku) bagimu, jika kamu sungguh-sungguh beriman.”

Jelaslah bahwa Nabi Isa as. adalah hamba-Nya yang dipilih sebagai utusan-Nya untuk menyampaikan risalah-Nya kepada Bani Israel. Semoga Allah SWT. memberikan hidayah-Nya kepada seluruh umat manusia untuk tidak menyekutukan-Nya.

Aunur Rofiq

Ketua DPP PPP periode 2020-2025
Artikel ini merupakan kiriman pembaca detikcom. Seluruh isi artikel menjadi tanggungjawab penulis. (Terimakasih – Redaksi)

(erd/erd)



Sumber : www.detik.com