Tag Archives: madinah

Perjumpaan Democracy dan Shuracracy (2)



Jakarta

Asumsi sebagian orang bahwa demokrasi AS adalah demokrasi liberal dalam arti terbebas sama sekali dari nilai-nilai agama sepenuhnya tidak benar. Seperti diungkapkan dalam artikel-artikel terdahulu, bagaimana simbol-simbol AS secara eksplisit memberikan ruang terhadap nilai-nilai agama di dalam demokrasi. Nilai-nilai agama di samping nilai-nilai luhur dan konstitusi menjadi yang ikut mengawal pelaksanaan demokrasi agar tidak menjadi demokrasi “kebablasan” (absolute democracy).

Dapat diperhatikan secara teliti, apa arti Ikrar Kesetiaan Kebangsaan (The Pledge of Allegiance), yaitu: “I pledge allegiance to the Flag of the United States of America, and to the Republic for which it stands, one Nation under God, indivisible, with liberty and justice for all”. (“Saya berjanji setia kepada Bendera Amerika Serikat, dan kepada Republik tempatnya ditegakkan, satu Bangsa di bawah Tuhan, tak terpisahkan, dengan kebebasan dan keadilan untuk semua). Kata “one Nation under God” (satu Bangsa di bawah Tuhan) yang sebelumnya tidak ada kemudian ditambahkan pada tanggal 12 Februari 1948. Kalimat ini pertama kali disarankan oleh Louis Albert Bowman, seorang pengacara dari Illinois dengan alasan menyesuaikan semangat Gettysburg Lincoln.

Semula frase ini kontroversi, apakah itu constitusional atau tidak, apakah ini tidak bertentangan dengan perinsip demokrasi? Siapa yang diamksud “Tuhan” dalam kata itu? Apa arti frase “under God” itu sendiri? Akhirnya, Presiden Eisenhower dan Kongres menyetujuipenambahan itu dalam bentuk undang-undang pada tanggal 14 Juni 1954. Hingga saat ini frase itu sudah diabadikan di dalam berbagai lambang AS, termasuk lagu kebangsaan AS yang dihafalkan kepada murid-murid seklolah.


Ini bukti bahwa demokrasi AS memberi ruang terhadap nilai-nilai agama di dalam menata negara. Hingga saat ini frase itu sudah diabadikan di dalam berbagai lambang AS, termasuk lagu kebangsaan AS yang dihafalkan kepada murid-murid seklolah. Ini bukti bahwa demokrasi AS memberi ruang terhadap nilai-nilai agama di dalam menata negara.

Tambahan frase itu tentu saja mendapatkan dukungan penuh para tokoh agama di AS, termasuk tokoh agama Islam yang juga ikut menjadi faktor sejak awal berdirinya negara AS, sebagaimana diselaskan dalam artikel terdahulu. Mereka menyadari bahwa keajaiban AS terjadi atas perkenan Tuhan. Banyak sekali peristiwa yang terjadi di AS sulit dijelaskan secara akal pikiran tetapi menjadi kenyataan. Sama halnya negara Indonesia dalam meraih kemerdekaannya dari penjajah asing juga mengalami banyak keajaiban. Deklarasi kemerdekaan AS dari Inggris juga tidak pernah dibayangkan akan secepat itu dan dengan dampak yang sangat minim.
Frase “under God” ini juga membuat banyak orang berfikir lebih jauh, benarkan AS sebagai sebuah negara sekuler? Dengan frase ini sekali lagi menegaskan sesungguhnya AS bukanlah sebuah negara sekuler murni, dalam arti tidak memberi ruang dan tempat untuk membicarakan Tuhan di dalam mengurus bangsa, negara, dan masyarakat. Mungkin dalam konstitusi tidak tampil sebagai sebuah negara agama tetapi dalam kenyataan dan praktek sehari- hari, jelas AS adalah sebuah negara yang sangat religius.

Frase one Nation under God, indivisible, with liberty and justice for all sesungguhnya sesungguhnya dapat dikatakan sebagai sebuah kalimat yang sangat islami. Bukankah dalam Islam juga mengajarkan segalanya tercipta dengan dan oleh Allah Swt? Setelah tercipta dengan berbagai bentuk realitas, kembali kita diingatkan, janganlah perbedaan itu menjadi faktor munculnya kemudharatan dan musibah, sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an: “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu”. (Q.S. A-Hujurat/49:13).

E Pluribus Unum, ” = “Out of Many, One”, 1782 Kalimat In God We Trust selalu mengingatkan seluruh warga Amerika untuk selalu mengingat Tuhan. Jika demikian adanya, maka tidak tepat disebut negeri AS sebagai negeri yang sekuler- Ateis. Informasi dari Prof Muhammad Ali, Direktur Middle Eastern and Islamic Studies
Program, University of California, Riverside, menyampaikan sebuah data survey terakhir, menunjukkan 92% warga AS percaya kepada Tuhan. Bagi orang-orang AS kalimat ini berbekas dibenak mereka. Bahkan kalimat ini sering menjadi langgam bahasa pergaulan sehari hari, mirip dengan kata lain yang paling sering digunakan orang-orang AS, yaitu “Oh my God”, di Indonesia padanannya “Ya Allah”, sebuah lafaz ekspresi paling lazim di AS. Mungkin disiplin sosial AS yang mengagumkan diinsprasi oleh paflet kehidupan yang religoius itu, faktor untuk Secara mikro, penerapan demokrasi (the real democracy) di AS sebenarnya tidak bisa sepenuhnya disamakan dengan demokrasi sekolarisme sebagaimana yang diterapkan di sejumlah negara tua di Eropa, seperti Perancis, yang tidak memberikan tempat terhadap nilai- nilai agama di dalam ruang publik.

Pemerintah Perancis misalnya melarang atribut-atribut agama ditampilkan di ruang publik seperti menggunakan hijab (untuk muslimah) sampai kepada lambang salib untuk Kristen, dan Kappa(penutup kepala Rabbi untuk Yahudi). Di AS, penggunaan atribut-atribut keagamaan, sepanjang tidak secara eksludif mengganggu ketenteraman dan ketertiban umum, tidak dilarang. Banyak kaum muslimah menggunakan hijab, kappa, dan tanda salib di ruang publik di AS. Demokrasi di AS tidak kaku dan memberi ruang nilai-nilai agama dan budaya lokal ikut serta memperkaya tatanan kehidupan masyarakat. Lihat saja Amandemen Pertama AS (The First Amendment) tahun 1791 yang dengan tegas memberikan pengakuan nilai-nilai agama untuk memperkuat sensi-sendi negara AS, apalagi mata uangnya secara ekslisit mencantumkan: In God We Trust (kepada Tuhan kita percaya.

Itulah sebabnya mengapa Islam begitu gampang diterima di AS karena susbstansi keagamaan Islam paralel dengan nilai-nilai luhar AS. Secara teoretis teodemokrasi bukan sekedar sintesa antara demokrasi liberal dan demokrasi sosial, tetapi memiliki unsur distinctif lain. Dalam wacana demokrasi liberal dan demokrasi sosial (baca: demokrasi sekuler) murni bersifat horizontal, yakni antara kebebasan individu dan keutuhan masyarakat. Sedangkan dalam konsep teodemokrasi, di samping wacana yang bersifat horizantal tadi juga masuk di dalam wacana vertikal (teologis). Bahkan sering ditemukan wacana yang bersifat vertikal ini lebih dominan ketimbang wacana wacana yang bersifat horizontal. Lihatlah misalnya kelompok-kelompok yang berhaluan keras di dalam lintasan sejarah dunia Islam, memandang politik kenegaraan itu sebagai sesuatu yang “suci” yang tidak boleh dikotori oleh pemikiran subyektivitas manusia yang “tidak suci”, bahkan cenderung korup. Bagi mmereka Islam adalah urusan agama dan negara (al-islam din wa daulah), karena itu mereka lebih dekat kepada konsep teokrasi.

Berbeda dengan kelompok pemikir muslim kontemporer atau biasa disebut kelompok pembaharu. Mereka beranggapan bahwa Islam adalah agama dan tidak mengatur secara mendetail soal politik kenegaraan, ekonomi, hightec, dan urusan duniawi lainnya. Mereka berpendapat bahwa Islam memang meiliki ajaran yang komperhensif (kafah), yang meliputi seluruh aspek kehidupan manusia. Namun ke-kaffah-an Islam hanya dalam batas perinsip-perinsip ajaran, bukan secara mendetail. Bagi mereka (pembaharu muslim), perinsip-perinsip Islam sebagaimana ditemukan di dalam Al-Qur’an, hadis, dan tradisi sahabat, hanya mengatur
perinsp-perinsip Islam tentang politik, ekonomi, pendidikan, dan sosial tetapi tidak sampai mengatur lebih detail misalnya tentang sistem politik, sistem ekonomi, sistem sosia, dan sistem lainnya. Tentu ini ada hikmahnya untuk kelenturan ajaran Islam sebagai agama akhir zaman, harus mempu mengakomodir perkembangan zaman yang sedang dan akan dilaluinya. Jika Islam melengkapi dirinya sampai ke tingkat sistem yang lebih teknik maka sudah barang tentu Islam
akan sibuk berbenturan dengan nilai-nilai lokal. Tetapi kenyataannya sampai sekarang masih tetap sebagai agama paling cepat mengalami perkembangan di seluruh belahan bumi. Para pemikir pembaharu mendasarkan pandangannya di samping kepada ayat seperti Q.S. Ali Imran/3:159 dan al-Sura/42:38, yang menekankan perinsip musyawarah sebagai media untuk menyelesaikan masalah kontemporer keduniaan. Mereka menemukan sejumlah hadis yang
senapas dengan ayat tersebut. Mereka juga belajar dari fakta sejarah dunia Islam bahwa medel-model suksesi tidak satu tetapi beragam. Fakta sejarah yang paling gampang difahami ialah, mengapa urusan politik kenegaraan, termasuk urusan suksesi kepemimpinan tidak mendapatkan penjelasan di dalam Al-Qur’an. Sampai pada detik-detik terakhir menjelang wafat, Rasulullah tidak pernah memberikan wasiayat dan petunjuk bagaimana mengantisipasi suksesi pergantian
dirinya dan juga para pelanjutnya. Sampai ketika Rasulullah wafat pada hari Senin tertunda pemakamannya ke hari Rabu, antara lain disebabkan rumitnya proses pergantian dirinya, baik sebagai kepala pemerintahan Madinah maupun sebagai pemimpin spiritual. Untung kewibawaan Abu Bakar sebagai sahabat senior yang sering ditunjuk menggantikan beliau sebagai imam shalat pada setiap kali beliau sakit atau berhalangan, memudahkan dirinya terpilih sebagai khalifah di Bani Tsaqifah. Demikian pula penggantian Abu Bakar, Utsman, Ali, dan Mu’awiyah bin Abi Sufyan, masing-masing mempunyai model suksesi yang berbeda-beda.

Menimbang syurakrasi sebagai model, Murad Hofmann melihat teodemokrasi dan apalagi teokrasi sebagai Istilah yang kurang tepat untuk mewadahi perinsip dan sistem politik di dalam Islam. Karena itu ia mengusulkan untuk memermanenkan istilah syurakrasi sebagai model, bukan hanya untuk negara-negara berpenduduk mayoritas muslim, tetapi juga untuk negara-negara lainnya. Hofmann melihat ada kekuatan yang terdapat di dalam musyawarah (consultation) di dalam menyelesaikan setiap persoalan, khususnya persoalan politik kemasyarakatan. Secara psikologis, persoalan yang diselesaikan dengan musyawarah jauh lebih
permanen ketimbang persoalan yang diselesaikan dengan 50 + 1 suara alyas voting. Munculnya partai politik yang bercorak aliran keagamaan di Barat, seperti Partai
Demokratik Kristen di Jerman dan di Italia mengindikasikan adanya sekelompok masyarakat di sana yang melihat sisi-sisi kelemahan sistem demokrasi liberal dan demokrasi sosial, lantas mereka mendeklarasikan demokrasi yang bercorak keagamaan.

Demokrasi sekuler di dunia Barat oleh komunitas dunia barat sendiri sudah mulai dipertanyakan. Apalagi sejumlah masyarakat di Asia dan Afrika sudah lebih dahulu mempertanyakannya. Semakin populernya istilah “double standard” di dunia Barat oleh dunia Timur menjadi bukti adanya kelemahan konsep tersebut. Semangat syurakrasi sesungguhnya sudah terjabarkan di dalam Pancasila dan UUD 45 kita. Mari kita pertahankan NKRI.

Jakarta, 9 April 2009

Nasaruddin Umar
Katib Am PB NU & Rektor Institut PTIQ Jakarta

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com

10 Kultum Menarik Mulai dari Tema Kejujuran



Jakarta

Kultum singkat adalah kependekan dari “kuliah tujuh menit,” sebuah bentuk ceramah atau pesan keagamaan yang disampaikan secara ringkas, biasanya disampaikan dalam waktu sekitar tujuh menit.

Kultum singkat hadir sebagai sarana bagi pendengar untuk mendapatkan inspirasi dan nilai-nilai moral tanpa memakan banyak waktu, cocok untuk disampaikan dalam berbagai situasi, seperti di masjid, sekolah, atau acara keagamaan.

Kultum singkat menjadi pilihan tepat bagi remaja dan masyarakat yang mencari inspirasi serta pesan kehidupan secara padat dan menarik. Tidak hanya membahas tentang agama, kultum juga merangkum berbagai topik kehidupan, mulai dari motivasi, etika, hingga panduan untuk menjalani hidup lebih bermakna.


10 Contoh Kultum Singkat

Dengan format yang ringkas, kultum memungkinkan kita untuk mendalami pesan-pesan berharga secara efisien. Berikut ini 10 contoh materi kultum singkat yang bisa Anda gunakan untuk berbagai tema dan acara yang dikutip dari buku Kumpulan Kultum Terlengkap Sepanjang Tahun karya Hasan el-Qudsy.

1. Sukses Berbisnis Niat

الْحَمْدُ لِلَّهِ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحَابَتِهِ وَمَنْ وَالَاهُ أَمَّا بَعْدُ

Jamaah yang dimuliakan Allah,

Sukses berbisnis niat? Apakah niat bisa dibisniskan? Lalu dengan siapa niat dibisniskan? Niat, sebagaimana telah kita ketahui, adalah penentu kualitas suatu amal. Di samping itu, pada hakikatnya niat juga merupakan aktivitas jiwa. Karenanya niat bisa menjadi “komoditi” yang dibisniskan. Tentunya bisnis ini hanya bisa berlaku dan legal apabila dilakukan dengan Allah semata.

Lalu bagaimana membisniskannya? Perlu diketahui bahwa barang siapa berniat, serius untuk mengerjakan suatu amalan yang bersangkutan dengan ketaatan kepada Allah, ia mendapatkan pahala. Demikian pula jikalau seseorang itu berniat hendak melakukan sesuatu yang baik, tetapi tidak jadi dilakukan, maka dalam hal ini, orang itu pun tetap menerima pahala. Ini berdasarkan hadits yang berbunyi: “Niat seseorang itu lebih baik daripada amalannya.” (HR. ath-Thabarâni, no. 5942, 6/185). Maksudnya, meniatkan sesuatu yang tidak jadi dilakukan sebab adanya halangan yang tidak dapat dihindarkan itu adalah lebih baik daripada suatu amalan yang benar-benar dilaksanakan, tetapi tanpa disertai niat yang benar.

Di samping itu, dalam amalan yang hukumnya mubah atau jawaz (yakni yang boleh dilakukan dan boleh pula tidak), seperti tidur, makan-minum, jalan-jalan, atau bertamasya, maka jika perbuatan tersebut disertai niat agar kuat untuk beribadah atau bisa melihat keagungan kekuasaan Allah dan menyenangkan keluarga, tentulah amalan tersebut mendapat pahala. Sedangkan kalau tidak disertai niat apa-apa, misalnya hanya supaya kenyang saja, atau bersenang-senang, maka tidak akan mendapatkan pahala apa-apa. Ini sesuai dengan hadits Nabi, “Sesungguhnya tiada suatu nafkah yang engkau berikan dengan niat untuk mendapatkan keridhaan Allah, melainkan engkau pasti akan diberi pahalanya, sekalipun sesuatu yang engkau berikan untuk makanan isterimu.” (HR. al-Bukhari, no. 3643, Muslim, no. 3076).

Bahkan satu pekerjaan yang mubah dapat dilipat-lipatkan niatnya, sehingga pahala yang diperoleh akan sesuai dengan lipatan niat yang telah ia niatkan. Misalkan ketika kita mau pergi ke masjid, bisa diniatkan untuk iktikaf, berzikir, ketemu sesama saudara muslim, mendengar ceramah agama, menaruh infak di masjid dan lain sebagainya. Begitu pula ketika kita mau makan, bisa kita niatkan agar mampu shalat, mampu bekerja, mampu menolong orang lain, mampu memberi ceramah, atau beribadah secara umum. Maka, sesuai jumlah amal yang kita niatkan, sejumlah itu pula pahala yang akan kita dapatkan. Jadi, pandai-pandailah kita meniatkan suatu amalan, walaupun tidak semua yang telah kita niatkan bisa terlaksana semuanya karena beberapa hal, maka ia tetap mendapatkan pahala. Begitulah rahasia berbisnis niat.

Dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata: Dari Rasulullah tentang apa yang diriwayatkan dari Allah, bahwa Allah berkalam, “Sesungguhnya Allah mencatat kebaikan dan kejelekan.” Kemudian beliau (Rasulullah) menerangkan, “Barang siapa yang berniat melakukan kebaikan, tetapi tidak jadi mengerjakannya, maka Allah mencatat niat itu sebagai satu kebaikan penuh di sisi-Nya. Jika ia meniatkan perbuatan baik dan mengerjakannya, maka Allah mencatat di sisi-Nya sebagai sepuluh kebaikan sampai tujuh ratus kali lipat, hingga kelipatan yang sangat banyak. Kalau ia berniat melakukan perbuatan jelek, tetapi tidak jadi melakukannya, maka Allah mencatat hal itu sebagai satu kebaikan yang sempurna di sisiNya. Jika ia meniatkan perbuatan jelek itu, lalu melaksanakannya, maka Allah mencatatnya sebagai satu kejelekan.” (HR.Muslim).

Jamaah yang berbahagia,

Kegagalan atau keberhasilan kita dalam berbisnis niat ini tentunya kembali kepada kepiawaian kita. Kepiawaian kita ini tergantung pada kedalaman ilmu kita. Semakin dalam ilmu agama seseorang, maka dia semakin tahu bagaimana menginvestasikan dan membisniskan niat. Di sinilah letak kecerdasan spiritual sangat mempengaruhi kualitas dan kuantitas niat seseorang. Tidak jarang orang yang gagal dalam bisnis ini, tetapi juga tidak sedikit mereka yang berhasil. Keberhasilan tersebut, selain adanya unsur kepiawaian, juga lebih banyak dipengaruhi keikhlasan dan kebersihan jiwa. Sehingga keberhasilan bisnis yang sudah dicapai selama hidup, tidak sia-sia dengan riya’, ujub, sum`ah, atau virus lainnya yang bisa merusak kesuksesan amal dan niat. Wallâhul Musta’ân.

2. Bagaimana Mencintai Rasulullah SAW

الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي جَعَلَ طَاعَةَ رَسُوْلِهِ طَاعَةَ اللَّهِ وَمَعْصِيَتَهُ مَعْصِيَةً اللَّهِ أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَ رَسُوْلُهُ اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلَّمْ وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحَابَتِهِ وَ مَنْ وَلَاهُ أَمَّا بَعْدُ:

Di setiap bulan Rabiul awal, sudah menjadi tradisi mayoritas umat Islam Indonesia melaksanakan peringatan Maulid Nabi. Berbagai kegiatan dan acara dilakukan untuk perhelatan. Yang menjadi pertanyaan adalah apakah peringatan tersebut benarbenar mencerminkan kecintaan kaum muslimin kepada Nabi mereka? Ataukah itu hanya cinta sesaat yang sering kali pudar dan sirna bersamaan dengan selesainya peringatan tersebut? Lalu apakah hanya setahun sekali kita mengungkapkan rasa cinta kepada Rasullullah ? Pertanyaan-pertanyaan seperti inilah yang seharusnya kita renungkan pada setiap pelaksanaan peringatan Maulid Nabi.

Jamaah yang berbahagia,

Tidak dipungkiri bahwa kita semua merasa mencintai Rasulullah. Dari cinta itu kita semua berharap mendapat syafaat beliau kelak di akhirat. Namun sekedar pengakuan tentu tidaklah cukup. Setiap cinta membutuhkan bukti, dan bukti cinta kita kepada Rasulullah adalah menjadikan Rasulullah sebagai rujukan dan suri teladan dalam kehidupan kita seharihari. Mendahulukan cinta kepada Allah dan Rasul-Nya daripada yang lainnya merupakan landasan keimanan kita. Dalam surat Ali Imran, ayat 31-32 disebutkan,

قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللَّهُ غَفُوْرٌ رَّحِيمُ (31) قُلْ أَطِيعُوا اللَّهَ وَالرَّسُوْلَ فَإِنْ تَوَلَّوْا فَإِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْكَافِرِينَ

“Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosadosamu.” Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Katakanlah: “Taatilah Allah dan Rasul-Nya. Jika kamu berpaling, maka sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir.”

Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, Rasulullah bersabda,

لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُونَ أَحَبُّ إِلَيْهِ مِنْ وَالِدِهِ وَوَلَدِهِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ

“Tidak beriman seseorang di antara kalian, hingga aku lebih dicintai olehnya daripada bapak-bapaknya, anak-anaknya, dan manusia seluruhnya.”

Ma’âsyiral muslimîn rahimakumullâh,

Klaim atau pengakuan cinta kepada Rasulullah perlu realisasi nyata dalam perilaku kita sehari-hari. Mustahil kita akan mendapatkan buah cinta kepada Rasulullah berupa syafaat kelak di akhirat, kalau perbuatan kita sehari-harinya jauh dari apa yang diinginkan oleh Rasulullah. Hal ini nantinya akan terbongkar kelak di akhirat, di mana ketika semua umat Muhammad diberi kesempatan untuk meminum telaga Kautsar milik beliau apabila seseorang telah meminumnya, niscaya tidak akan merasa dahaga selama-lamanya namun ternyata ada sekelompok umatnya yang tertolak dikarenakan mereka melakukan ibadah-ibadah yang tidak pernah Rasulullah ajarkan. (HR. Muslim).

Dengan demikian, yang dimaksud oleh sabda Rasulullah “Anta ma’a man ahbabta” (Kamu akan dikumpulkan bersama orang yang kamu cintai) (HR. al-Bukhari), adalah kebersamaan yang diiringi pelaksanaan amal yang mampu menjadikan kita bersama dengan orang yang kita cintai. Ketika kita mencintai Rasulullah, maka kita harus beramal sesuai apa yang telah diajarkan oleh Rasulullah, sehingga kelak di akhirat kita dapat bersama beliau.

Oleh karena itu, saya mengajak diri saya dan kaum muslimin untuk mencintai Rasullah secara benar, dengan cara mengikuti apa yang telah diajarkannya dan menjadikan sunnahsunnahnya sebagai pegangan dan teladan dalam kehidupan sehari-hari. Jauh dari bidah dan kultus individu yang dilarang oleh Rasulullah. Karena perbuatan bidah ini lebih disukai iblis daripada perbuatan maksiat lainnya, sebagaimana diungkapkan oleh Sufyân ats-Tsauri,

الْبِدْعَةُ أَحَبُّ إِلَى إِبْلِيسَ مِنَ الْمَعْصِيَةِ الْمَعْصِيَةُ يُتَابُ مِنْهَا وَالْبِدْعَةُ لَا يُتَابُ مِنْهَا. (شرح أصول الاعتقاد للالكاني

“Perbuatan bidah itu lebih disukai iblis daripada perbuatan maksiat. Karena kemaksiatan terkadang ditobati, sementara bidah tidak ditobati.” (Syarh Ushûl al-l’tiqâd, karya al-Lâlikâ’i, 1/132).

Kenapa demikian? Karena pelakunya merasa tidak bersalah, maka otomatis ia merasa tidak perlu untuk bertobat darinya. Bahkan justru sebaliknya, ia akan tetap melaksanakan amalan tersebut terus menerus, dan menyebarkannya, bertolak dari keyakinannya akan kebenaran amalan tersebut. Wal ‘iyâdzubillah.

3. Antara Iman dan Amal

الْحَمْدُ لِلَّهِ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحَابَتِهِ وَمَنْ وَالَاهُ أَمَّا بَعْدُ

Kaum muslimin rahimakumullâh,

Iman berasal dari bahasa Arab, âmana, yang berarti mempercayai atau membenarkan (tashdiq). Dalam pengertian syarak, iman diartikan sebagai pembenaran dalam hati, diucapkan dengan lisan, dan dipraktikkan dengan anggota badan terhadap ajaran Islam. Dengan demikian, keimanan seseorang bisa dikatakan benar apabila mencakup 3 unsur. Pertama, adalalah keyakinan yang teguh dan kuat di dalam hati. Artinya bahwa hati betul-betul menerima, mengakui, dan meyakini segala hal yang harus diimani sesuai perintah agama. Keyakinan ini harus utuh dan tanpa ada sedikit pun pencampuran dan keraguan dalam imannya. Sebagaimana dijelaskan dalam surat al-Baqarah, ayat 42, “Janganlah engkau mencampuraduk kebenaran dengan kebatilan, dan janganlah engkau menyembunyikan kebenaran, padahal engkau mengetahuinya.” Kedua, keyakinan dalam hati ini diikrarkan dengan pengakuan dan ucapan lisan atau isyarat. Pengikraran ini disimbolkan dengan pengucapan dua kalimat syahadat. Ketiga, adalah realisasi dan pembuktian keimanan, atau dalam bahasa Al-Qur’an adalah “wa amilush shalihât”, amal yang saleh dan perilaku yang baik. Atau dengan kata lain, mengamalkan al-Islam secara kaffah.

Seorang dikatakan benar-benar beriman, ketika lahiriahnya sesuai dengan batiniahnya, benar dalam keimanan, dan ikhlas dalam melakukan amalan. Merekalah yang dikatakan sebagai golongan ‘ash-Shadiqûn’ (orang-orang yang benar dalam keimanannya), sebagaimana Allah firmankan, “Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah, mereka itulah orang-orang yang benar.” (al-Hujurât: 15). Oleh karena itu, syarat diterimanya amalan adalah keberadaan iman. Para ulama mengatakan bahwa antara iman dan Islam tidak mungkin bisa dipisahkan. Pembedaan antara keduanya tidak lain hanyalah pembagian dalam pembahasan. Adapun orang yang mengklaim beriman dengan lisannya, tetapi iman itu tidak meresap ke dalam hatinya, maka dia merupakan orang munafik. Ciri-ciri munafik itu ialah antara kata mulutnya selalu beda dengan kata hatinya, dan orang-orang munafik adalah para penghuni dasar api neraka (an-Nisa’: 145).

Jamaah yang berbahagia,

Sebagaimana telah kita kita ketahui, Islam adalah adDin yang berintikan iman dan amal. Jika iman itu diibaratkan “pokok”nya, maka dari pokok itulah keluar cabang-cabangnya. Cabang-cabang tersebut, dalam kaca mata Islam, meliputi semua bidang kehidupan. Maka seorang mukmin harus sadar dengan segala konsekuensi keimanannya. Karena ketika iman lemah, maka yang menjadi pendorong adalah hawa nafsu yang akan menggiring dirinya kepada maksiat, meski tidak sampai membuatnya senantiasa berbuat maksiat dan melanggar seluruh konsekuensi iman tersebut. Tentunya, semakin kuat dan sempurna iman seseorang, semakin besar pengaruhnya untuk melakukan amal perbuatan yang sesuai dengan keimanannya.

Oleh karena itu, ketika seseorang mengucapkan kedua kalimat syahadat, ia harus sadar dan tahu apa yang terdapat di balik kedua kalimat syahadat itu. Di dalamnya terkandung semua perintah dan larangan. Bahkan semua tuntutan agama terkandung di dalamnya. Inilah sebabnya kaum kafir Quraisy enggan menerima dan mengucapkan kedua kalimat syahadat. Mereka sadar atas semua konsekuensi dari kedua kalimat tersebut.

Orang yang sudah mengucapkan kedua kalimat syahadat, secara syar’i dia dihukumi muslim. Harta, darah, dan kehormatannya dijaga oleh Islam. Oleh karena itu, kedua kalimat syahadat adalah dasar teori dan praktek dari semua yang tercakup dalam Islam. Sehingga ketika seseorang tidak mau mengikrarkan kedua kalimat syahadat, maka baginya tidak ada kewajiban untuk melaksanakan Islam. Namun apabila seseorang telah mengikrarkannya, maka dia mempunyai sebuah kewajiban untuk mengimplementasikan Islam secara menyeluruh dalam kehidupannya (al-Baqarah: 208).

Kedua kalimat syahadat ini seharusnya menjadi roh kehidupan dunia, sebagaimana dikatakan Sayyid Quthb, bahwa kalimat tauhid adalah pedoman kehidupan. Keimanan terhadap kalimat tauhid akan menciptakan keselarasan antara manusia dan sunnatullah di alam ini. Oleh karena itu, apabia dunia ini dipenuhi kekufuran terhadap kalimat tauhid, maka yang terjadi adalah kehancuran dan kerusakan, karena sudah tidak ada lagi keserasian dengan alam yang semua takluk dan tunduk kepada pengakuan kalimat tauhid. Wal ‘iyâdzu billâh.

4. Kedudukan Akhlak dalam Islam

الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَدَبَ رَسُولَهُ فَأَحْسَنَ تَأْدِيبَهُ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى مَنْ أُرْسِلَ لِتَأْدِيبِ أُمَّتِهِ لِتُصْبَحَ خَيْرَ الْأُمَّةِ. صَلَوَاتُ اللَّهِ وَسَلَامُهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحَابَتِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ أَمَّا بَعْدُ.

Ma’âsyiral muslimin rahimakumullâh,

Akhlak atau budi pekerti dalam Islam menempati posisi yang sangat tinggi. Hal ini terlihat dari pujian Allah kepada Rasulullah karena ketinggian akhlaknya. Sebagaimana dijelaskan dalam surat al-Qalam, ayat 4: “Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.” Bahkan beliau sendiri menegaskan bahwa kedatangannya adalah untuk menyempurnakan akhlak yang ada pada diri manusia, “Aku hanyalah diutus (oleh Allah) untuk menyempurnakan akhlak.” (HR. Ahmad dan disahihkan al-Albâni). Di samping itu, akhlak menjadi tolok ukur kesempurnaan iman seorang hamba, sebagaimana disabdakan oleh Rasulullah

أَكْمَلُ الْمُؤْمِنِينَ إِيْمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا وَخِيَارُكُمْ خِيَارُكُمْ لِنِسَائِهِمْ خُلُقًا

“Kaum mukminin yang paling sempurna imannya adalah yang akhlaknya paling baik di antara mereka, dan yang paling baik di antara kalian adalah yang paling baik kepada istri-istrinya.” (HR. Tirmidzi, Ahmad, dan disahihkan oleh al-Albâni). Dalam riwayat Muslim disebutkan, “Sesungguhnya sebaik-baik kalian ialah yang terbaik akhlaknya.”

Bahkan kelak di hari kiamat, akhlak ternyata menjadi sesuatu yang sangat berharga. Karena ternyata amal perbuatan yang paling berat di hari Kiamat adalah akhlak yang baik. Rasulullah bersabda, “Sesuatu yang paling berat dalam mizan (timbangan amal) adalah akhlak yang baik.” (HR. Abu Daud dan Ahmad, disahihkan al-Albâni). Tidak hanya itu, orang yang berakhlak mulia, kelak di surga akan berdampingan dengan baginda Rasulullah. Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya orang yang paling saya kasihi dan yang paling dekat padaku majelisnya di hari Kiamat ialah yang terbaik budi pekertinya.” (HR. Tirmidzi dan Ahmad).

Dengan memerhatikan dalil di atas, sudah sepantasnya setiap muslim mengambil akhlak yang baik sebagai perhiasannya. Karena akhlak ataupun budi pekerti memegang peranan penting dalam kehidupan manusia. Akhlak yang baik akan membedakan antara manusia dengan hewan. Manusia yang berakhlak mulia, dapat menjaga kemuliaan dan kesucian jiwanya, dapat mengalahkan tekanan hawa nafsu syahwat setan, dan berpegang teguh kepada sendi-sendi keutamaan. Akhlak yang baik akan mengangkat manusia ke derajat yang tinggi dan mulia. Sedang akhlak yang buruk akan membinasakan seorang insan dan juga akan membinasakan umat manusia. Sebagaimana Allah isyaratkan dalam kalam-Nya, “Dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya). Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaan. Sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu. Dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.” (asy-Syams: 7-10).

Oleh karena itu, akhlak merupakan salah satu pilar agama yang tidak dapat dipisahkan. Bahkan tidak ada iman dan Islam kecuali dengan akhlak, karena akhlak mulia merupakan cerminan dari kualitas keimanan dan kebenaran Islam seseorang. Semakin baik iman dan Islam seseorang, maka semakin baik pula akhlaknya.

Jamaah yang berbahagia,

Di antara pokok akhlak dalam Islam adalah sifat malu. Sebagaimana Rasulullah sabdakan, “Sesungguhnya setiap agama memiliki akhlak dan akhlak Islam adalah malu.” (HR. Ibnu Majah). Dalam riwayat Muslim dijelaskan, “Malu itu tidak mendatangkan sesuatu melainkan kebaikan semata.” Malu yang dimaksud dalam hal ini adalah malu mengerjakan sesuatu yang yang tidak pantas menurut pandangan norma umum masyarakat dan tidak bertentangan dengan syariat. Adapun malu mengerjakan kebaikan, maka hal tersebut amat tercela dan tidak dibenarkan oleh agama. Dengan memiliki sifat malu, sebagaimana disebutkan oleh Imam Nawawi dalam kitabnya, Riyadhush Shâlihîn, seseorang akan mampu menahan dirinya dari perkaraperkara yang jelek dan menghalangi dirinya dari perbuatan maksiat, serta mencegahnya dari melalaikan kewajiban.

Orang yang masih memiliki rasa malu, tidak mungkin korupsi, mengambil hak orang lain, telanjang di depan umum, atau melakukan tindakan yang tidak pantas. Karena semua perbutannya akan selalu terlihat oleh Allah. Namun apabila rasa malu sudah hilang, maka yang ada adalah perilaku hewan. Tidak ada bedanya antara manusia dengan hewan. Semua menjadi halal. Sungguh benar apa yang sabdakan Rasulullah, Jika kamu tidak malu, berbuatlah sekehendakmu.” (HR. Bukhari). Semoga kita semua mampu meningkatkan kualitas akhlak kita dan mampu memperkokoh perasaan malu kepada Allah Amin.

5. Ibadah Anti Korupsi

الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ، وَبِهِ نَسْتَعِينُ عَلَى أُمُورِ الدُّنْيَا وَالدِّينِ وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى سَيِّدِ الْمُرْسَلِينَ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِينَ أَمَّا بَعْدُ

Kaum muslimin rahimakumullâh,

Akhir-akhir ini, kejahatan korupsi mendapat sorotan tajam dan perhatian khusus dari seluruh elemen masyarakat. Tidak ketinggalan para tokoh agama turut prihatin dan menjadi sorotan balik oleh sebagian pihak. Bukan karena korupsinya para tokoh agama, melainkan peran ajaran agama yang mereka ajarkan.

Perlu kita renungi kembali sebagai bangsa yang mayoritas penduduk muslimnya terbesar di dunia. Renungan yang mampu mengembalikan jati diri kita sebagai manusia yang berketuhanan. Tuhan mengajari kita berbagai ritual ibadah. Tentu Tuhan tidak bermaksud dengan ritual tersebut “hanya” untuk memuaskan rongga batin yang sangat sulit diukur dan dibuat data statistik. Layaknya laporan keuangan yang mudah dimanipulasi dalam simbol angka yang penuh teka-teki. Ritual ibadah yang dimaksudkan Tuhan tidak hanya untuk diri-Nya saja, tetapi ritual yang mampu membawa kepada perubahan diri dan sosial. Karena Tuhan tidak membutuhkan apa pun dari diri kita. Allah Mahakaya, dan seluruh makhluk di alam semesta semuanya fakir, butuh kepadanya (Fâthir: 15). Artinya kita jangan sampai mempunyai pemahaman yang salah ketika melaksanakan ibadah, bahwa itu berarti Allah butuh kepada kita. Tentu, tidak. Ibadah itu dimaksudkan untuk kita sendiri. Baik untuk kehidupan dunia dan akhirat. Untuk akhirat, jelas kita semua mengharapkan kehidupan yang lebih baik dari kehidupan dunia ini, yaitu surga yang penuh dengan kebaikan. Adapun untuk kehidupan di dunia, maka hal inilah yang perlu kita sikapi kembali.

Jamaah yang dimuliakan Allah,

Di antara sekian ritual ibadah yang diwajibkan bagi seluruh umat Islam yang telah balig tanpa terkecuali dan dalam kondisi apa pun, adalah ibadah shalat lima waktu. Ibadah yang dikatakan sebagai tiang agama (HR. Turmudzi, no. 2825). Siapa yang mendirikan shalat, berarti ia menegakkan tiang agama, dan barang siapa menyia-nyiakan shalat, berarti ia merobohkan agama. Shalat juga dikatakan sebagai pembeda antara muslim sejati dan muslim KTP. Artinya, dalam KTP boleh saja sama tertulis beragama Islam, tetapi yang membedakan di antara mereka adalah kualitas shalatnya.

Kenapa shalat begitu penting dalam kehidupan beragama bagi umat Islam? Hal itu karena Islam ingin menanamkan kepada umatnya tentang nilai “muraqabatullah” (baca: pengawasan Allah) kepada hamba-Nya. Selalu ingatatas pengawasan Tuhannya yang tidak pernah tidur (Thâhâ: 14). Minimal nilai itu muncul dalam lima waktu. Antara rentang-rentang lima waktu itulah manusia diharapkan mampu melakukan swamuraqabah (baca: pengawasan sendiri) yang bersumber dari”muraqabatullah” ketika ia melakukan shalat. Karena manusia itu lemah (an-Nisa’: 28) dan mudah tergoda serta tertipu dengan berbagai fatamorgana dunia (Ali Imran: 14), maka diperlukan akses “muraqabatullah” sesering mungkin, minimal lima kali dalam sehari. Individu yang mampu mengakses “muraqabatullah” dengan baik dan sempurna dalam shalatnya, kemudian mampu mentranformasikannya ke dalam swamuraqabah dan sosialmuraqabah (baca: pengawasan sosial) dalam pekerjaannya, maka sudah bisa dipastikan ibadah itu akan menjelma menjadi ibadah anti korupsi. Bagaimana tidak, ketika seseorang punya niat untuk melakukan korupsi, ia akan selalu merasa diawasi, baik oleh dirinya, masyarakatnya, dan Tuhannya.

Dengan demikian, ibadah tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan spiritualitas pribadi, tetapi juga bagaimana mampu menjelma dalam hubungan pola interaksi sosial. Maka, shalat bukan sekedar kepuasan ritual batin, atau bahkan hanya ritual politik panggung, guna menepis anggapan Islam KTP atau abangan. Yang terakhir ini kelihatannya mudah kita temui pada saat pemilu digelar, di mana para tokoh politik ber”hijau” ria untuk mencitrakan dirinya sebagai calon-calon pembela umat yang pantas untuk dipilih. Namun ketika sudah terpilih, mereka tidak sungkan-sungkan untuk menggelar sederetan sandiwara pembohongan dan penggarongan harta rakyat. Berangkat dari pencitraan diri yang dibuat-buat, bukan ikhlas karena Tuhan-Nya, maka tidak mengherankan jika banyak kita temukan fenomena pejabat kelihatan rajin shalat bahkan haji tiap tahun, tetapi rajin juga korupsi dan memanipulasi angka anggaran negara. Sesungguhnya orang yang demikan itu pada hakikatnya adalah fi shalâtihim sâhûn (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya (al-Mâ’ûn: 5). Lalai kalau Allah selalu melihatnya dan mencatat seluruh amal perbuatannya.

Oleh karena itu, sudah seharusnya kita berlatih menjadikan ibadah kita sebagai sarana untuk mendidik kepribadian diri, keluarga, dan sosial masyarakat. Sehingga ibadah tidak berhenti hanya sebatas ritual tanpa makna.

Contoh Kultum Singkat 6-10 >>>

6. Kejujuran dalam Berbisnis

الْحَمْدُ لِلَّهِ وَكَفَى وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ الْمُصْطَفَى وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَهْلِ الصِّدْقِ وَالْوَفَاءِ أَمَّا بَعْدُ:

Jamaah yang berbahagia,

Allah berkalam,

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar.” (atTaubah: 119).

Dalam ayat tadi, Allah memerintahkan orang-orang beriman untuk bertakwa dan bersama orang-orang yang sidik. Makna sidik dalam bahasa kita dimaknai jujur, dapat dipercaya, dan ia merupakan lawan kata dari kata kidzb yang berarti kebohongan. Perkataan bisa dikatakan benar atau jujur apabila sesuai kenyataan yang terjadi. Bisa dikatakan bohong apabila perkataan tersebut tidak sesuai dengan realita yang terjadi. Begitu pula dengan keyakinan dan perilaku seseorang. Untuk itu, antara kejujuran dan kebohongan tidak mungkin bersatu dalam satu obyek. Karena apabila terjadi, akan menjelma menjadi sebuah kemunafikan. Yaitu perilaku yang lahirnya terlihat jujur, namun batinnya dipenuhi dengan kebohongan. Dalam hadits Rasulullah dijelaskan bahwa, “Tanda orang munafik itu tiga walaupun ia puasa dan salat serta mengaku dirinya muslim. Yaitu jika ia berbicara, ia berdusta, jika berjanji, ia menyalahi, dan jika dipercaya, ia khianat.” (HR. Muslim).

Sayyid ath-Thantawi (2061), ketika mengomentari ayat di atas (at-Taubah: 119) menjelaskan bahwa kebenaran atau kejujuran itu meliputi segala aspek kehidupan, baik dalam niat, ucapan, dan perilaku. Niat atau motivasi yang ada dalam diri seseorang dikatakan benar apabila sesuai dengan tuntunan syariat. Begitu pula halnya dengan ucapan dan perilaku. Karena pada dasarnya seorang mukmin sejati meyakini bahwa, “Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggunganjawabnya.” (al-Isra’: 36).

Ma’âsyiral muslimîn rahimakumullâh,

Seorang pebisnis muslim yang taat, tentu akan selalu berusaha jujur dalam segala kehidupannya. Dimulai dari niat ketika berbisnis, modal yang digunakan, transaksi yang dipakai, bahkan sampai cara pemasaran dan pengelolaan laba. Dengan kata lain, dari hulu sampai hilir, ia akan selalu berusaha jujur, agar yang dilakukan dalam bisnisnya sesuai dengan ketentuan syariat. Jika seorang pebisnis telah mampu meletakkan kerangka kejujuran dalam semua lini usahanya secara profesional dan istiqamah, maka label syariah baru pantas disematkan kepadanya.

Selain diperintahkan berbuat jujur, dalam ayat di atas juga terkandung perintah kepada seorang mukmin untuk membentuk komunitas kejujuran. Sebagaimana Allah perintahkan: “wa kûnû maash-shâdiqîn” yang artinya: “dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar.” (at-Taubah: 119). Ayat ini mengisyaratkan bahwa kejujuran perlu dibangun bersama dan membutuhkan komunitas untuk menyuarakan dan membentuk opini. Dengan kata lain, seorang mukmin tidak cukup dirinya telah berbuat jujur, tetapi ia bersama orang lain, ia harus menjalankan kejujuran. Sehingga kejujuran menjadi gerakan masa dan mampu membentuk komunitas kejujuran. Karena kejujuran individual akan sangat mudah terobang-ambing, bahkan bisa jatuh, jika komunitas lingkungannya tidak mendukungnya. Seperti yang terjadi pada saat sekarang ini. Banyak orang yang dulunya dikenal jujur dan menyuarakan kejujuran, tiba-tiba tenggelam lenyak, bahkan terbawa arus kebohongan, tidak lain karena ia jauh dari komunitas kejujuran. Oleh karena itu, Allah memerintahkan orang yang jujur untuk bergabung dangan orang yang jujur, agar dapat saling menguatkan dan saling mengingatkan dalam kejujuran.

Dalam membentuk komunitas kejujuran, strategi yang dilakukan oleh Rasulullah adalah memulai dari diri sendiri, kemudian mengajak keluarga atau teman terdekat dan masyarakatnya. Jika komunitas kejujuran sudah terbentuk dalam masyarakat, maka setiap individu akan merasa mudah dalam menjalankan bisnisnya. Roda perekonomian akan bergerak dengan cepat. Karena seseorang tidak lagi curiga ketika menyerahkan pengelolaan modal kepada pihak lain yang kekurangan modal. Pihak yang menyerahkan akan selalu merasa aman karena pihak yang diserahi selalu bertindak jujur. Inilah, menurut penulis, salah satu isyarat yang terdapat dalam surat al-Lail, ayat 6-7, bahwa Allah akan memberikan kemudahan bagi orang yang memiliki karakter jujur.

Ketika seorang pelaku bisnis dapat berbuat jujur, sesungguhnya ia telah menanamkan modal saham terbesarnya dalam berbisnis. Berbagai kemudahan akan ia dapatkan dalam kehidupannya. Di samping itu, kejujuran akan membawa keberkahan hidup dan harta. Karena tanpa keberkahan, harta tidak akan banyak membawa manfaat bagi si empunya.

7. Kenapa Harus yang Halal?

الْحَمْدُ لِلَّهِ وَالشُّكْرُ لِلَّهِ وَلَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ، وَالصَّلَاةُ وَ السَّلَامُ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ، نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِينَ.

أَمَّا بَعْدُ:

Jamaah yang berbahagia,

Mencari dan mengonsumsi rezeki yang halal adalah kewajiban setiap muslim. Karena ia menjadi salah satu syarat mutlak diterimanya semua amal ibadah. Sungguh, Allah tidak akan menerima kecuali sesuatu yang baik. Rasulullah bersabda, “Wahai para manusia, sesungguhnya Allah Mahasuci dan tidak akan menerima kecuali yang suci.” (HR. Muslim). Dalam kitab Jâmi’ul ‘Ulûm wal-Hikam karya Ibnu Rajab, disebutkan bahwa Ibnu ‘Abbas berkata, “Allah tidak akan menerima shalat seseorang yang di dalam perutnya ada sesuatu yang haram.” Disebutkan juga, bahwa salah satu ulama salaf yang bernama Wahb bin al-Ward berkata, “Sekalipun kamu berdiri bagaikan tiang, itu tidak ada gunanya bagimu sampai kamu memerhatikan apa saja yang kamu masukkan ke dalam perutmu, halalkah atau haramkah?”

Selain menjadi salah satu syarat diterimanya ibadah, mengonsumsi rezeki yang halal juga menjadi penyebab terkabulnya doa. Sebaliknya, berlarut-larut dalam perbuatan haram akan menghalangi seseorang dari terkabulnya doa. Walaupun dia dalam kondisi orang yang termasuk mudah terkabul doanya, misalnya seorang musafir. Rasulullah menyebutkan dalam sebuah hadits, tentang seorang lelaki yang berpergian jauh, hingga penampilannya menjadi kusut, lalu ia menengadahkan kedua tangannya ke langit sambil berdoa, “Ya Rabb, Ya Rabb,” sedangkan makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram, dan dahulu ia diberi makan dari makanan yang haram, maka mana mungkin permohonannya dikabulkan? (HR. Muslim).

Jamaah yang berbahagia,

Mengonsumsi yang halal tentu membahwa manfaat yang besar baik di dunia maupun akhirat. Di akhirat, jelas akan terselamatkan dari api neraka. Karena tidak ada daging yang tumbuh dari harta haram kecuali daging tersebut lebih berhak masuk ke dalam neraka, sebagaimana Rasulullah sabdakan, “Setiap daging yang tumbuh dari barang haram, maka neraka lebih layak baginya.” (HR. ath-Thabarâni).

Adapun manfaat di dunia, sebagaimana diterangkan oleh para ulama, di antaranya adalah, Pertama, harta halal akan melahirkan amal saleh dan amal yang bermanfaat bagi diri maupun sesama. Ibnu Katsir ketika menafsirkan ayat:

يَا أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوا مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا إِنِّي بِمَ تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ

“Hai rasul-rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik, dan kerjakanlah amal yang saleh. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (al-Mu’minûn: 51). Beliau menjelaskan, “Pada ayat ini, Allah memerintahkan para rasul ‘alaihimussalâm agar makan makanan yang halal, dan beramal saleh. Disandingkannya dua perintah ini mengisyaratkan bahwa makanan halal adalah pembangkit amal saleh. Dan sungguh, mereka benar-benar telah menaati kedua perintah ini.” (Tafsir Ibnu Katsir, 5/477).

Berangkat dari pemahaman ini, sekiranya kita perlu introspeksi diri, jika suatu saat badan terasa berat dan malas untuk melakukan sebuah amal kebaikan, bisa saja hal tersebut karena makanan dan minuman yang kita konsumsi adalah dari harta yang haram.

Hadirin wal hadirat yang dimuliakan Allah,

Manfaat lain dari mengonsumsi rezeki yang halal adalah dapat menjadi obat berbagai penyakit. Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Ibnu Jarîr ath-Thabari ketika menafsirkan kalam Allah,

وَآتُوا النِّسَاءَ صَدُقَاتِهِنَّ نِحْلَةً فَإِنْ طِبْنَ لَكُمْ عَنْ شَيْءٍ مِّنْهُ نَفْسًا فَكُلُوهُ هَنِيئًا مَرِيئًا

“Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang baik lagi baik akibatnya.” (an-Nisa: 4). Ibnu Jarîr mengatakan, “Makna kalam Allah: فَكُلُوهُ هَنِيْئًا مَرِيْئًا adalah: “Maka makanlah pemberian itu, niscaya menjadi obat yang menawarkan.” (Tafsir Ibnu Jarîr, 7/560). Adapun dalam tafsir al-Qurthubi dijelaskan bahwa: “Al-hanî ialah yang baik lagi enak dimakan dan tidak memiliki efek negatif, sedangkan al-mari ialah yang tidak menimbulkan efek samping pasca dimakan, mudah dicerna, dan tidak menimbulkan penyakit atau gangguan.” (Tafsir al-Qurthubi, 5/27).

Dengan alasan-alasan yang telah disebutkan, maka tidak ada alasan lagi bagi seorang mukmin untuk tidak mencari rezeki yang halal dan mengonsumsi rezeki yang halal. Karena yang halal itu berkah dan selalu memberikan ketenangan pada jiwa.

8. Ilmu Pengetahuan Dalam Perspektif Islam

الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي خَلَقَ الْإِنْسَانَ عَلَّمَهُ الْبَيَانَ وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى صَاحِبِ الْبُرْهَانِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ نَهَجَ مَنْهَجَهُ إِلَى يَوْمِ الْفُرْقَانِ، أَمَّا بَعْدُ:

Ma’âsyiral muslimîn rahimakumullâh,

Dalam surat ar-Rahmân, Allah menjelaskan bahwa diriNya adalah pengajar (‘allamahul bayân) bagi umat manusia. Sedang ayat pertama yang diturunkan Allah adalah surat al-‘Alaq, “Bacalah dengan nama Rabb-mu yang menjadikan.” Ayat inilah yang memastikan bahwa Muhammad adalah seorang nabi dan rasul. Ayat ini juga yang diperdengarkan pertama kali kepada telinga beliau. Wahyu pertama ini menegaskan kepada umat manusia tentang kedudukan ilmu dalam agama Islam. Kalau kita perhatikan bersama, dalam surat tersebut, Allah memerintahkan kita untuk membaca dan belajar. Allah juga mengajarkan kita dengan qalam yang sering kita artikan sebagai ‘pena. Namun sebenarnya kata qalam juga dapat dipahami sebagai sesuatu yang dapat dipergunakan untuk mentransfer ilmu kepada orang lain. Termasuk di dalamnya adalah alat percetakan, komputer, internet, dan lain sebagainya. Di luar itu, surat al-‘Alaq juga mengisyaratkan tentang pentingnya ilmu dan kewajiban untuk mentransferkan ilmu tersebut kepada generasi berikutnya.

Dalam ajaran Islam, baik dalam ayat Al-Qur’an maupun hadits, ilmu pengetahuan memiliki kedudukan paling tinggi melebihi hal-hal lain. Bahkan salah satu sifat Allah adalah Dia memiliki ilmu, yang Maha Mengetahui. Asy-Syauqi, seorang penyair besar Islam mengungkapkan bahwa kekuatan suatu bangsa berada pada ilmu. Saat ini kekuatan tidak bertumpu pada kekuatan fisik dan harta, tetapi kekuatan dalam hal ilmu pengetahuan. Bahkan orang yang tinggi derajatnya di hadapan Allah adalah mereka yang berilmu. Karena dengan ilmu itu seseorang dapat mengetahui mana yang benar dan mana yang salah. Dengan ilmu yang benar, seseorang mampu memperoleh keimanan yang benar. Tanpa ilmu yang benar, keimanan seseorang akan mudah untuk dipermainkan. Begitu pula ilmu yang tidak didasari keimanan yang benar, akan mudah membuat orang memperjualbelikan ilmunya dengan nilai-nilai materi yang tidak ada nilainya di sisi Allah. Antara iman dan ilmu adalah satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan, apabila kita berharap dari ilmu tersebut lahir sebuah kemaslahatan bagi seluruh umat manusia.

Kaum muslimîn rahimakumullâh,

Dalam sebuah hadits, Nabi Muhammad ﷺ menganjurkan kita untuk menuntut ilmu sampai ke liang lahat. Tidak ada Nabi lain yang begitu besar perhatiannya kepada kewajiban menuntut ilmu sedetail Nabi Muhammad. Maka tidak heran jika sejarah mencatat masa keemasan peradaban Islam, di mana umat Islam telah mampu memegang peradaban penting dalam ilmu pengetahuan. Semua cabang ilmu pengetahuan waktu itu didominasi para ulama Islam. Menyebar mulai kota Madinah, Baghdad, Kairo, sampai Spanyol, dan Cordova di benua Eropa. Berbagai perguruan tinggi dibangun untuk memperkuat pembelajaran dan penelitian keilmuan. Di masa itu, dunia Eropa masih dipenuhi dengan kegelapan dan tidak ada satu pun perguruan tinggi didirikan.

Tugas kita sekarang adalah mengembalikan kejayaan tersebut. Dengan kembali memupuk semangat belajar, penelitian dan pengembangan keilmuan yang berdasarkan kepada nilai-nilai AlQur’an dan As-Sunnah. Karena tanpa nilai tersebut, ilmu tidak akan mampu menciptakan kesejahteraan dan kebahagiaan untuk umat manusia, seperti yang terjadi sekarang. Secara materi, ilmu pengetahuan begitu pesat perkembangannya, namun ternyata ilmu tersebut tidak mampu ‘memanusiakan’ manusia secara jujur dan adil. Ketimpangan tersebut bermula dari ketimpangan niat yang dimiliki para ilmuwan ketika belajar.

Jamaah yang berbahagia,

Ada sementara orang yang niat mencari ilmu itu adalah: al-‘ilmu lil ‘ilmi, yaitu mencari ilmu karena ilmu semata-mata. Dia sangat senang dan mabuk dengan ilmu. Orang semacam ini cenderung menjadi budak ilmu dan tidak memerhatikan etika dan akhlak. Ada juga yang disebut dengan al-‘ilmu lillah, yaitu orang yang menuntut ilmu karena perintah Allah, dengan tujuan agar dapat mengamalkan ilmu sebagai bentuk pengabdian dan pendekatan diri kepada Allah. Ilmuwan semacam ini akan menggunakan ilmunya untuk membangun kehidupan manusia seutuhnya. Semuanya dengan tujuan agar dapat melindungi iman, memperkuat syariat, dan mengumandangkan kalimatullah. Mereka adalah ilmuwan yang bertakwa. Mereka akan mendapat derajat yang tinggi di sisi Allah, sebagaimana Allah janjikan dalam Al-Qur’an yang artinya, “..niscaya Allah akan meninggikan orangorang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (al-Mujadilah: 11)

9. Pendidikan Generasi Muslim

الْحَمْدُ لِلَّهِ وَكَفَى، وَ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى النَّبِيِّ الْمُصْطَفَي، وَ عَلَى آلِهِ وَصَحَابَتِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الْمُصَفَّى أَمَّا بَعْدُ:

Jamaah yang dimuliakan Allah,

Setiap manusia yang diciptakan oleh Allah telah diberi misi dan tanggung jawab masing-masing untuk meneruskan kehidupan di atas muka bumi ini, di mana setiap tugas dan tanggung jawab tersebut merupakan amanah yang harus dilaksanakan dengan sebaik mungkin. Termasuk di dalamnya adalah memastikan terciptanya generasi muslim yang beriman, bertakwa, dan berkualitas. Tentunya menjalankan amanah bukanlah sesuatu yang mudah. Rasulullah bersabda, “Seberatberat agama ialah memelihara amanah. Sesungguhnya tidak ada agama bagi orang yang tidak memelihara amanah, bahkan tidak ada salat dan zakat baginya (tidak diterima).” (HR. al-Bazzar).

Jika kita perhatikan kehidupan anak-anak sekarang, banyak aspek akhlak dan moral anak-anak yang memprihatinkan. Seperti masalah aurat yang serba terbuka, kelahiran anak di luar nikah, pergaulan bebas, narkoba, serta budaya pornografi dan pornoaksi. Semua ini menunjukkan lemahnya pendidikan agama dan kendornya ikatan akidah dan akhlak pada diri anak, di samping sulitnya anak mendapatkan suri teladan yang benar dari lingkungannya.

Salah satu konsep hidup yang ditegaskan oleh Rasulullah adalah keteladanan dan pendidikan terhadap anak-anak. Pendidikan anak bermula dari individu-individu yang menjadi ibu dan bapak itu sendiri. Seorang bapak maupun ibu harus mengerti tujuan kita dihidupkan Allah di dunia ini, apa tugas dan kewajiban mereka, dan bagaimana pertanggungjawabannya kelak di sisi Allah? Tanpa memahami perkara-perkara ini, mustahil lahir sebuah generasi yang bertakwa dan mampu memiliki kecemerlangan di dalam kehidupan dunia dan akhirat.

Ma’asyiral muslimîn rahimakumullâh,

Anak merupakan amanah dari Allah yang hendaknya dipelihara dan dibimbing sesuai dengan pesanan dan panduan syariat Allah dan Rasul-Nya. Jika ini tidak dilaksanakan dengan betul, maka ia bisa menjadi penyebab orang tuanya terseret ke lembah neraka di akhirat dan mendapat malu di dunia. Amaran ini dinyatakan oleh Allah dalam firman-Nya dalam surah atTahrim, ayat 6: “Peliharalah diri kamu dan ahli keluarga kamu dari neraka.”

Zaman telah berubah, perkembangan dan kemajuan kehidupan sedikit banyak telah mengubah nilai-nilai murni kehidupan dan keimanan kita. Maka sebagai ibu bapak, kita hendaklah banyak memberi bekal keimanan kepada anak-anak kita agar tidak hanyut dan lenyap ditelan perkembangan zaman. Sejak kecil, anak-anak seharusnya menerima asupan nutrisi pendidikan agama yang cukup. Mulai dari dalam kandungan, setelah lahir, hingga dewasa. Pendidikan agama sejak dini sangat besar pengaruhnya dalam membentuk kepribadian anak. Hal ini diakui sendiri oleh ilmu pengetahuan modern yang mengatakan, bahwa masa yang paling dominan untuk membentuk kepribadian manusia adalah masa kanak-kanak. Rasulullah bersabda yang maksudnya, “Sesungguhnya setiap anak dilahirkan atas fıtrah (kesucian agama yang sesuai dengan naluri) sehingga lancar lidahnya, maka kedua orang tuanyalah yang akan menjadikan dia beragama Yahudi, Nasrani atau Majusi.” (HR. ath-Thabarâni).

Jamaah yang berbahagia,

Berbicara tentang bagaimana cara mendidik anak, kita dapat menengok pendidikan yang dilakukan Luqman kepada anaknya, sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an, yaitu mencakup asas pendidikan tauhid, akhlak (norma dan etika), shalat (ibadah), pendidikan amar makruf nahi mungkar (kepekaan sosial), bersikap tabah dalam menghadapi kehidupan bermasyarakat (interaksi sosial). Pokok-pokok pendidikan dasar ini harus ditanamkan orang tua kepada anak sejak dini. Sudah barang tentu, orang tua harus berusaha menjadi teladan yang bisa ditiru oleh anak. Karena inti utama pendidikan anak adalah keteladanan. Oleh karena itu, saleh atau tidaknya seorang anak menjadi pertanda berhasil atau gagalnya orang tua dalam mendidik anak. Sabda Rasulullah, “Dan bahwasanya anakanak itu termasuk hasil usahamu.” (HR. al-Bukhari).

Adalah menjadi harapan setiap orang tua agar dikaruniai anak-anak yang saleh. Anak saleh adalah investasi tanpa rugi bagi setiap orang tua. Di dunia ia memuliakan, dan di akhirat menyelamatkan dari siksaan Allah. Rasulullah bersabda, “Apabila anak Adam telah meninggal dunia, maka putuslah semua amalnya kecuali tiga perkara: sedekah jariah, ilmu yang bermanfaat, dan anak saleh yang mendoakannya.” (HR. Muslim).

10. Seks dan Islam

الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِينَ. أَمَّا بَعْدُ

Saudaraku yang dimuliakan Allah,

Membahas masalah seks tidak akan pernah habis. Pembahasan masalah ini akan terus mengalir dan menarik selama manusia masih menghuni planet bumi ini. Hal ini karena kebutuhan manusia terhadap seks merupakan kebutuhan mendasar dan fitrah, seperti kebutuhan makan dan minum. Islam adalah agama yang sempurna (al-Ma’idah: 3). Tidak ada masalah dalam kehidupan manusia kecuali Islam telah mengaturnya. Tidak ada secuil permasalahan, termasuk masalah seksual, kecuali Islam telah membahasnya dan memberikan petunjuk yang benar bagi kehidupan manusia. Rasulullah menjelaskan dalam sebuah hadits, “Tidak bersisa satu hal pun yang dapat mendekatkan seseorang kepada surga dan menjauhkannya dari neraka, yang belum dijelaskan kepada kalian.” (HR. al-Haitsami dalam Majma’uz-Zawa’id).

Berbicara tentang seks, Islam sama sekali tidak pernah ragu-ragu, atau menolaknya, apalagi menutup-nutupinya. Permasalahan seks dalam Islam merupakan satu kesatuan dalam syariat. la tidak bisa dipisahkan dari akidah, ibadah, dan akhlak. Oleh karena itu, banyak ayat-ayat Al-Qur’an maupun hadits Rasulullah yang secara gamblang telah membahas masalahmasalah seksualitas. Sebagai contoh, lihat saja kalam Allah dalam surat al-Baqarah, “Dihalalkan bagi kamu pada malam hari puasa bercampur dengan istri-istri kamu, mereka itu adalah pakaian bagimu, dan kamu pun adalah pakaian bagi mereka. (al-Baqarah: 187). Dalam hadits sahih, Rasulullah bersabda, “Apabila ia duduk di antara empat pangkal (kedua tangan dan kedua kaki) dan khitannya (alat kelamin) menyentuh khitan lainnya maka wajiblah mandi.” (HR. Muslim).

Jamaah yang berbahagia,

Ketika Islam memperbolehkan seseorang melakukan hubungan seksual, Islam tidak melepasnya seperti hewan tanpa kontrol. Karena yang akan terjadi adalah pengumbaran hawa nafsu serta merebaknya dekadensi moral. Di sisi lain, Islam juga tidak mencegah atau menghilangkan naluri seksual yang telah diberikan oleh Allah kepada manusia. Islam memandang bahwa keberadaan naluri seksual sangat dibutuhkan sebagai sarana untuk mempertahankan keberadaan dan keberlangsungan manusia di muka bumi sebagai khalifah. Dengan adanya naluri birahi inilah, manusia bisa menjaga eksistensinya di muka bumi. Oleh karenanya, Islam mengatur dan mendudukkan permasalahan kebutuhan seksual ini di bawah kebijaksanaan syariat dan kesucian jiwa. Maka disyariatkan pernikahan antara lakilaki dan perempuan dengan tujuan mendapatkan keturunan, di samping untuk memenuhi kebutuhan seksual secara halal. Dr. Abdullah Nashih Ulwan dalam bukunya “Pendidikan Anak Menurut Islam” menjelaskan bahwa salah satu tujuan pernikahan adalah untuk melindungi kelangsungan manusia. Dengan pernikahan, umat manusia akan semakin banyak dan berkesinambungan. Oleh karena itu, Islam tidak mengenal sistem kerahiban atau kepasturan. Karena hal ini bertentangan dengan fitrah, naluri, dan kecenderungan manusia normal. Sebagaimana Rasulullah terangkan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh al-Baihaqi, “Sesungguhnya Allah telah mengganti pola hidup kerahiban (kependetaan) kita dengan ajaran agama yang lurus dan mudah.” Dalam hadits lain, Rasulullah menyabdakan, “Barang siapa mampu menikah, namun ia tidak menikah, maka tidaklah dia termasuk golonganku.” (HR. al-Baihaqi).

Kaum muslimin yang berbahagia,

Pandangan dan realita seksualitas dalam Islam, jauh berbeda dengan apa yang pernah dialami dan berkembang di dunia barat. Pada abad pertengahan masehi, di barat berkembang sebuah pemahaman di mana masalah seksual dianggap kotor, jijik, dan tidak pantas dibicarakan oleh agama. Maka muncul istilah “Rahbaniyyah” di mana seorang pastur atau pendeta tidak diperbolehkan menikah. Wanita dianggap sebagai makhluk yang kotor, jahat, hina, dan penyebab semua kerusakan di dunia. Akibat dari keengganan agama dalam membahas seksualitas, berbagai penyelewengan seksual dan dekadensi moral di barat berkembang pesat.

Pandangan semacam itu jelas berbeda dengan Islam. Islam sejak awal telah membicarakan seks dan meletakannya sesuai petunjuk Allah sebagai Pencipta fitrah manusia. Di samping itu, dalam pandangan Islam, hidup mati manusia adalah untuk pengabdian diri kepada Allah. Sebagaimana Allah firmankan “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.” (adz-Dzâriyât: 56). Oleh karena itu, sejak awal Islam memandang kegiatan seksual adalah bagian dari pengabdian dan ibadah kepada Allah. Dengan demikian, semua harus tunduk di bawah aturan Allah, sehingga kenikmatan itu membawa keberkahan di dunia dan akhirat.

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com

Kota Kuno Dumat al-Jandal Jadi Saksi Perjuangan Dakwah Nabi Muhammad



Jakarta

Sebuah kota kuno di jantung Al-Jouf, Arab Saudi menjadi saksi penting perjalanan dakwah Nabi Muhammad SAW dan perjuangan kaum muslimin. Kota itu bernama Dumat al-Jandal atau dulunya disebut Adumato.

Seorang arkeolog Saudi, Hussain Al-Khalifah, mengatakan peradaban dan kerajaan telah berkembang di Dumat al-Jandal selama ribuan tahun. Wilayah ini diyakini telah dihuni sekitar milenium kedua sebelum masehi.

“Saat itu sedang musim hujan dengan sungai dan hutan, kemudian berubah menjadi sabana, kemudian memasuki musim dengan sedikit hujan, kemudian pemukiman berpindah ke lokasi lain di dekatnya seperti situs Al-Jamal dan situs Al-Rajajil,” jelas Hussain dilansir Arab News.


“Setelah itu, Jazirah Arab berubah menjadi gurun seperti yang kita lihat saat ini. Pada zaman dahulu, manusia berpindah ke tempat-tempat yang memiliki tanah dan sumber air yang subur. Oleh karena itu, Dumat Al-Jandal merupakan salah satu kota tertua yang dihuni sekitar milenium kedua SM,” lanjut arkeolog dengan pengalaman lebih dari 30 tahun itu.

Dumat al-Jandal, kata Hussain, merupakan salah satu titik penting di jalur perdagangan bagi orang-orang yang datang dari selatan Jazirah Arab. Hal tersebut menjadikan wilayah ini kuat dan kaya.

Ada beberapa kerajaan dan kekaisaran yang mencoba menguasai Dumat al-Jandal. Salah satunya bangsa Asyur. Akan tetapi, pada waktu yang sama muncul Kerajaan Qedar Arab yang tidak hanya menghalau bangsa Asyur tapi juga memperluas wilayah kekuasaan mereka hingga mencapai Palestina.

Dumat al-Jandal sudah ada jauh sebelum era Islam. Pada saat Islam datang, wilayah tersebut menjadi salah satu lokasi dakwah Nabi Muhammad SAW.

Diceritakan dalam Hadza al-Habib Muhammad Rasulullah Ya Muhibb karya Abu Bakar Jabir al-Jaziri yang diterjemahkan Iman Firdaus, pada tahun kelima Hijriah, Nabi Muhammad SAW mendengar berita sejumlah musyrikin di Dumat al-Jandal melakukan pencurian, perampokan, dan sering mengganggu kafilah di sana.

Nabi SAW lantas ingin memberi pelajaran kepada mereka agar daerah itu jauh dari kejahatan dan kezaliman. Selain itu, beliau ingin menggentarkan bangsa Romawi dan penduduk sekitarnya supaya tidak berpikir memerangi beliau dan tak lupa beliau juga ingin berdakwah di sana.

Rasulullah SAW bertolak ke Dumat al-Jandal bersama seribu pasukan. Setibanya di negeri tersebut, beliau tak menemukan siapa-siapa. Ternyata para musyrikin itu telah kabur dan bercerai-berai karena ketakutan saat mendengar kabar Nabi Muhammad SAW menuju ke sana.

Nabi Muhammad SAW menginap di Dumat al-Jandal selama beberapa hari. Beliau mengutus pasukannya ke berbagai tempat untuk mencari kaum musyrikin. Namun, nihil. Pasukan Nabi SAW hanya menemukan beberapa ekor unta dan kambing.

Rasulullah SAW dan kaum muslimin akhirnya kembali ke Madinah tanpa peperangan.

(kri/lus)



Sumber : www.detik.com

Jemaah Haji Gelombang Kedua Mulai Pulang Besok



Madinah

Jemaah haji gelombang II akan diberangkatkan pulang ke Tanah Air mulai besok, Kamis (4/7/2024). Total ada 22 kloter yang akan mengawali fase pemulangan jemaah gelombang kedua ini.

Kepala Daker Madinah, Ali Machzumi mengatakan, dari 22 kloter tersebut, ada 1 kloter yang sudah mulai check out dari hotel dan diberangkatkan ke Bandara Amir Muhammad bin Abdul Azis (AMAA) Madinah, Rabu (3/7/2024) pukul 23.30 WAS. Sementara itu, 21 kloter lainnya akan diberangkatkan secara bertahap sesuai jadwal yang telah disiapkan.

“Malam ini akan dimulai fase pemulangan (check out) dari hotel, mereka akan diterbangkan mulai besok,” ujar Ali kepada detikHikmah di kantor Daker Madinah, Rabu (3/7/2024).


Jumlah jemaah dari 22 kloter yang akan mengawali fase pemulangan jemaah haji gelombang kedua ini berjumlah 8.793 orang. Para jemaah akan diberangkatkan pulang ke Tanah Air menggunakan dua maskapai yakni, Garuda Indonesia dan Saudi Airlines.

Sementara itu, untuk jemaah gelombang I yang pulang melalui Madinah sudah selesai hari ini, Rabu (3/7/2024). Fase kepulangan jemaah gelombang I via Madinah ditutup dengan pemulangan Kloter UPG-14 asal Embarkasi Makassar yang diterbangkan dari Bandara Amir Muhammad bin Abul Azis (AMAA) Madinah pukul 06.30 WAS.

“Sekali lagi kami minta kepada para jemaah agar mematuhi aturan soal berat koper maksimal 32 kg dan tidak memasukkan air zamzam ke dalam koper,” imbau Ali.

(rah/rah)



Sumber : www.detik.com

Jelang Pemulangan Gelombang Kedua, Koper Jemaah Mulai Ditimbang



Madinah

Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi mulai menimbang koper jemaah haji gelombang kedua yang akan memulai pemulangan lebih awal. Koper jemaah ditimbang dua hari sebelum waktu pemulangan.

Salah satu kloter yang mulai ditimbang adalah SUB-51 asal embarkasi Surabaya. Mereka sudah berada di Madinah selama 9 hari dan menginap di Loloat Al Madinah Hotel yang berada di kawasan Markaziyah. Rencananya mereka akan pulang ke Tanah Air pada Jumat (5/7/2024).

Suasana penimbangan koper jemaah SUB-51Suasana penimbangan koper jemaah SUB-51. Foto: Nugroho Tri Laksono/detikcom

Kepala Seksi Perlindungan Jemaah (Linjam), Daker Madinah, Ahmad Hanafi mengatakan pihaknya terus memberikan sosialisasi agar koper yang dibawa jemaah tidak melebihi batas maksimal. Selain itu, jangan sampai kelebihan muatan. Hanafi juga mengimbau agar para jemaah tidak membawa air zamzam ke dalam koper.


“Sudah kami selalu imbau, dari sektor juga bagaimana tentang aturan-aturan contohnya berat koper tersebut maksimal 32 kg lalu tas bagasi maksimal 7 kg dan dilarang bawa zamzam,” ujar Hanafi kepada detikHikmah di Madinah, Rabu (3/7/2024).

Pantauan detikHikmah di lokasi, sejumlah petugas mulai melakukan penimbangan pukul 12.00 WAS. Ada 181 koper yang ditimbang, tentu koper tersebut sesuai manifes jemaah di hotel.

Ada satu koper jemaah yang beratnya hingga 37 kg dan diminta agar koper dikeluarkan isinya agar berat koper tak lebih dari 35 kg.

Untuk diketahui, fase pemulangan jemaah gelombang kedua sudah dimulai pada Kamis (4/7/2024). Ada 22 kloter yang akan diterbangkan pulang ke Tanah Air secara bertahap dengan jumlah 8.793 orang.

(rah/rah)



Sumber : www.detik.com

Jemaah Embarkasi Palembang Awali Kepulangan Gelombang II ke Tanah Air



Madinah

Fase pemulangan jemaah haji gelombang kedua dari Madinah dimulai. Jemaah kloter PLM-10 Embarkasi Palembang mengawali kepulangan jemaah haji gelombang II di Madinah, Arab Saudi.

Sebanyak 443 jemaah asal OKU Timur, Sumsel ini diberangkatkan menggunakan 11 bus menuju Bandara Amir Muhammad bin Abdul Azis (AMAA) Madinah. Kepala Daker Madinah, Ali Machzumi melepas langsung pemulangan ke Tanah Air perdana gelombang kedua ini dari Arjawan Al Saadah sekitar pukul 23.30 WAS.

“Kloter PLM-10 ini merupakan kloter pertama yang akan kembali ke Tanah Air setelah kurang lebih selama 9 hari berada di Madinah,” ujar Kepala Daker Madinah, Ali Machzumi, Kamis (4/7/2024).


Kepulangan Gelombang II ke Tanah AirSuasana kepulangan jemaah gelombang II perdana ke Tanah Air, Kamis (4/7/2024). Foto: Nugroho Tri Laksono/detikcom

Ali mengatakan tidak ada kendala dalam pemulangan perdana jemaah haji gelombang kedua ini. Rencananya Kloter PLM-10 ini dijadwalkan akan take of di Bandara Amir Muhammad bin Abdul Azis (AMAA) pada pukul 04.20 WAS.

“Alhamdulillah kita tadi proses menurunkan jemaah dari kamar menuju lobi hotel semuanya berjalan lancar, jemaah sudah siap karena ini kepulangan, jadi saat bus-bus datang jemaah langsung masuk ke dalam bus masing-masing,” kata Ali.

Kepulangan Gelombang II ke Tanah AirSuasana kepulangan jemaah gelombang II perdana ke Tanah Air, Kamis (4/7/2024). Foto: Nugroho Tri Laksono/detikcom

Pantauan detikHikmah di lokasi, wajah para jemaah Kloter PLM-10 tampak sumringah, mereka sangat bersemangat saat keluar dari hotel menuju bus yang akan membawanya ke bandara. Seorang jemaah, Syalila (60) mengaku sangat senang akan kembali Tanah Air hari ini, setelah menuntaskan ibadah haji serta melaksanakan ibadah di Madinah.

“Sangat senang Alhamdulillah, senangnya tidak ternilai, sama yang di rumah itu masih mewah di sini,” ungkap Syalila.

Sekitar pukul 23.30 WAS, satu persatu bus yang membawa 443 jemaah ini mulai beranjak pergi. Para petugas haji yang ada di lokasi pun tak lupa melambaikan tangan sebagai ucapan selamat jalan.

Kepulangan Gelombang II ke Tanah AirPetugas haji melambaikan tangan untuk kepulangan jemaah gelombang II perdana ke Tanah Air, Kamis (4/7/2024). Foto: Nugroho Tri Laksono/detikcom

(rah/rah)



Sumber : www.detik.com

Pemulangan Jemaah Gelombang I Selesai, 229 Kloter Tinggalkan Makkah



Makkah

Pemulangan jemaah haji gelombang pertama dari Kota Makkah telah berakhir. Sebanyak 90.282 jemaah dan petugas yang tergabung dalam 229 kloter telah meninggalkan kota Makkah.

“Alhamdulillah hari ini, hari Rabu 3 Juli 2024, kami laporkan dari kota suci Makkah al Mukaramah, jemaah haji gelombang pertama sudah kita berangkatkan seluruhnya dari kota Makkah menuju Jeddah dan juga ada yang pulang dari kota Madinah,” ungkap Kepala Daker Makkah, Khalilurrahman, Rabu (3/7/2024).

Berdasarkan catatan PPIH Daerah Kerja (Daker) Makkah ada tiga kloter terakhir sebagai penutup fase pemulangan gelombang I dari Kota Makkah. Tiga kloter penutup kepulangan jemaah haji gelombang I tersebut adalah SUB 46, SOC 42, dan KNO 10.


Pelepasan kepulangan kloter SUB-46 di MakkahPelepasan kepulangan kloter SUB-46 di Makkah, Rabu (3/7/2024). Foto: Dok Media Center Haji 2024

Turut hadir melepas kepulangan jemaah kloter SUB 46, yakni Duta Besar Republik Indonesia untuk Arab Saudi Abdul Aziz Ahmad bersama pimpinan Mashariq Muhammad Amin Indragiri.

Lanjut Khalil, berdasarkan data Sistem Informasi Komputerisasi Haji Terpadu (Siskohat), dari 229 kloter yang masuk gelombang I sebanyak 183 di antaranya pulang melalui Bandara King Abdul Aziz di Jeddah. Sementara itu, 46 kloter lainnya dipulangkan melalui Bandara Amir Muhammad bin Abdul Aziz di Madinah.

“Artinya untuk saat ini jemaah gelombang I kami nyatakan bersih, sudah dipulangkan dari Makkah menuju bandara untuk selanjutnya diterbangkan ke Tanah Air,” kata Khalilurrahman.

Dia menambahkan, saat ini Daker Makkah akan berfokus untuk memfasilitasi pemberangkatan jemaah haji gelombang II menuju Madinah. “Selanjutnya, Daker Makkah akan fokus memberangkatkan jemaah haji gelombang ke-2 menuju Madinah,” imbuhnya.

(rah/rah)



Sumber : www.detik.com

Cara Unik Jemaah Haji Tandai Koper, Pakai Boneka hingga Sandal Jepit



Madinah

Berbagai cara dilakukan jemaah haji untuk menandai kopernya jelang kepulangan ke Tanah Air. Mereka menyematkan berbagai atribut unik sebagai penanda agar koper tidak tertukar.

Seperti yang terlihat di Loloat Al Madinah Hotel saat pengumpulan dan penimbangan koper jemaah Embarkasi Surabaya (SUB-51). Ratusan koper milik jemaah haji asal Lumajang dan Bondowoso Jawa Timur ini ditandai dengan barang unik seperti kantong kresek, potongan karung beras, hiasan ketupat, boneka hingga sandal jepit.


Penanda koper jemaahPenanda unik koper jemaah berupa boneka. Foto: Nugroho Tri Laksono/detikcom

Barang-barang unik nan jenaka dipasang oleh jemaah di bagian atas koper. Atribut unik ini juga difungsikan untuk memudahkan jemaah haji mengenali koper mereka sesampainya di Tanah Air.

Namun, saat proses penimbangan berlangsung, petugas mencopot sejumlah atribut yang dipasang karena dianggap membahayakan saat berada di bagasi dan menutupi identitas yang ada pada koper.

“Pak ini tidak boleh ada sandal, jadi kita copot ya,” ujar petugas kepada jemaah sambil mencatat berat koper.

Ada sekitar 181 koper yang ditimbang, tentu koper tersebut sesuai manifes jemaah di hotel. Berat koper juga tak boleh lebih dari 32 kg dan tidak boleh membawa zamzam di dalam koper.

Rencananya rombongan jemaah kloter SUB-51 embarkasi Surabaya ini akan diberangkatkan pulang ke Tanah Air pada hari ini, Jumat (5/7/2024) sekitar pukul 06.40 WAS. Proses penimbangan dan pengumpulan koper sudah dilakukan pada Rabu (3/7/2024) atau dua hari sebelum jadwal kepulangan.

(rah/rah)



Sumber : www.detik.com

Jemaah Haji Indonesia yang Wafat Capai 382 Orang


Jakarta

Operasional haji 2024 telah memasuki fase pemulangan jemaah gelombang II. Total jemaah yang wafat hingga hari ini mencapai 382 orang.

Angka tersebut merupakan data kumulatif wafat hingga hari ke-54 yang diakses melalui Sistem Informasi Komputerisasi Haji Terpadu (SISKOHAT) pada Jumat, (5/7) pukul 17.25 WIB.

Data menunjukkan, lebih dari 300 jemaah haji wafat di Makkah. Selebihnya tersebar di Mina, Madinah, dan Arafah.


Dilihat dari kategori umur, mayoritas jemaah yang wafat berusia 60 tahun ke atas. Jemaah dengan risiko tinggi (risti) juga mendominasi, sekitar 350 orang. Mayoritas dari mereka adalah jemaah haji reguler.

Jika dibandingkan dengan jemaah yang wafat tahun lalu, angka kematian tahun ini jauh lebih rendah. Sebanyak 660 jemaah wafat tahun lalu di hari ke-54, sementara tahun ini ada 382.

93 Ribu Jemaah RI Sudah Pulang ke Tanah Air

Sebanyak 93.614 jemaah haji Indonesia telah kembali ke Tanah Air. Mereka tergabung dalam 238 kelompok terbang (kloter).

“Hingga 4 Juli 2024 pukul 9 malam Waktu Arab Saudi atau 5 Juli 2024 pukul 1 Waktu Indonesia Barat jemaah haji dan petugas yang telah diterbangkan ke Tanah Air yaitu berjumlah 93.614 orang. Mereka tergabung dalam 238 kelompok terbang,” ujar Anggota Media Center Kementerian Agama Widi Dwinanda dalam konferensi pers yang disiarkan daring, Jumat (5/7/2024).

Widi juga merinci, hari ini jemaah haji yang akan dan telah diterbangkan ke Tanah Air berjumlah 8.167 orang. Mereka tergabung dalam 21 kloter.

Diketahui, operasional haji 2024 telah memasuki fase pemulangan jemaah gelombang II. Pada gelombang ini, jemaah haji Indonesia akan diterbangkan melalui Bandara Amir Muhammad bin Abdul Azis (AMAA) Madinah.

Jemaah asal Embarkasi Palembang (PLM-10) menjadi rombongan perdana yang diberangkatkan dari Bandara AMMA Madinah, Kamis (4/7/2024) kemarin. Keberangkatan mereka dilepas langsung oleh Kepala Daker Madinah Ali Machzumi.

Sementara itu, jemaah yang masih berada di Tanah Suci saat ini secara bertahap telah geser ke Madinah. Berdasarkan Rencana Perjalanan Haji (RPH) 1445 H/2024 M, pemberangkatan jemaah gelombang II dari Makkah ke Madinah akan berakhir pada 13 Juli 2024.

PPIH kembali mengingatkan jemaah haji Indonesia selama di Madinah khususnya saat di Masjid Nabawi untuk mematuhi ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan oleh otoritas pemerintah Arab Saudi. Khususnya oleh aparat yang bersiaga dan mengatur pergerakan jemaah di Masjid Nabawi.

(kri/lus)



Sumber : www.detik.com

3 Penyakit Ini Jadi Musuh Utama Jemaah Haji Indonesia



Madinah

Penyakit jantung, paru-paru, dan stroke menjadi musuh utama jemaah haji Indonesia. Karena itu, dokter spesialis jantung Klinik Kesehatan Haji Indonesia (KKHI) Madinah, dr. Kelly SpPJ meminta jemaah haji untuk menerapkan hidup sehat selama berada di Kota Madinah agar tetap sehat sehingga bisa pulang ke Tanah Air sesuai jadwal.

“Jadi kalau penyakit itu tidak diantisipasi dari awal oleh jemaah haji akan berakibat jemaah akan dirawat lebih lama, bahkan hal terburuknya yakni bisa menjadi fatal,” ujar dr. Kelly kepada detikHikmah, Kamis (11/7/2024).

dr Kelly SpPJ, dokter spesialis penyakit jantungdr Kelly SpPJ, dokter spesialis penyakit jantung KKHI Madinah. (Foto: Nugroho Tri Laksono/detikcom)

Dia mengungkap, dari banyak kasus jemaah paling banyak wafat dan dirawat adalah karena infeksi paru-paru dan penyakit jantung disusul penyakit stroke secara persentase mencapai 70 persen. KKHI Madinah hingga kini terus memberikan imbauan berupa sosialisasi dengan menggelar acara senam jantung sehat kepada para jemaah.


“Kasus terbanyak saat ini sejak fase Armuzna (Arafah, Muzdalifah, Mina) penyakit terbanyak yang diderita jemaah adalah infeksi paru dan banyak dirawat di rumah sakit Arab Saudi (RSAS), lalu penyakit terbanyak kedua adalah jantung,” kata dr Kelly.

Kelly menyebut ada 44 pasien yang masih dirawat di RSAS dengan mayoritas infeksi paru dan jantung yang banyak diderita jemaah. Kelly mengimbau jemaah diminta juga menerapkan gaya hidup sehat dengan menjaga pola makan dan asupan yang dimakan. Salah satu hal yang harus dilakukan jamaah adalah senam haji atau sering berjalan. Idealnya dilakukan 3-5 kali dalam sepekan dengan durasi ideal selama 30 menit.

“Selain itu, jamaah haji juga harus melakukan pencegahan yang lain yaitu menghindari rokok,” kata dia.

(rah/rah)



Sumber : www.detik.com