Tag Archives: makkah

Kisah Dakwah Rasulullah SAW di Thaif, Alami Penolakan hingga Dilempari Batu



Jakarta

Sebagai seorang nabi dan rasul, Nabi Muhammad SAW berdakwah untuk menyebarluaskan ajaran Islam. Selain di Madinah dan Makkah, Rasulullah SAW juga sempat berdakwah di Kota Thaif.

Letak Kota Thaif ini berada di sebelah Makkah dan berjarak sekitar 75 mil atau sekitar 120,7 kilometer. Nama Thaif diambil dari adanya pagar atau tembok yang mengelilingi kota tersebut, seperti dijelaskan dalam Sirah Nabawiyah susunan Abul Hasan Ali al-Hasani an-Nadwi.

Kala itu, Rasulullah berdakwah di Thaif selama 10 hari. Banyak ujian dan cobaan yang beliau dapatkan saat di Thaif.


Mengutip dari buku Saat-saat Rasulullah Bersedih oleh Majdi Muhammad Asy-Syahawi, dikisahkan mengenai dakwah Nabi Muhammad di Thaif. Kisah ini diriwayatkan dari Muhammad bin Jubair bin Muth’im.

Seusai wafatnya Abu Thalib, orang-orang Quraisy tak segan menyakiti Rasulullah. Karenanya, beliau memutuskan pergi ke Thaif untuk berdakwah dengan ditemani Zaid bin Haritsah RA.

Ketika di Thaif, Rasulullah SAW mendatangi para pemuka dan menyampaikan dakwahnya. Sayangnya, tak seorang pun dari mereka yang memenuhi dakwah beliau.

Selain berdakwah, kedatangan Nabi Muhammad SAW di Thaif juga bertujuan memohon perlindungan kepada suku Tsaqif dari tekanan yang ia peroleh di Makkah sepeninggal Abu Thalib. Menurut buku 113 Al-Qur’an Stories susunan Vanda Arie, datangnya Nabi Muhammad di kota tersebut karena Thaif menjadi pusat kekuatan serta kepemimpinan kedua setelah Makkah. Selain itu, bisa paman-paman beliau juga berasal dari Bani Tsaqif.

Rasulullah SAW ditolak keras oleh suku Tsaqif. Mereka bahkan tega menghina beliau, membujuk orang-orang bodoh dan budak-budaknya untuk meneriaki serta melempari Nabi Muhammad dengan batu.

Zaid bin Haritsah yang menemani Rasulullah bahkan berusaha melindungi beliau dari lemparan batu tersebut. Sayangnya, batu-batu itu tetap mengenai tubuh sang rasul hingga berdarah-darah.

Bersama Zaid, Nabi Muhammad kemudian beristirahat di bawah pohon kurma. Apa yang dirinya alami di Thaif justru lebih berat ketimbang di Makkah.

Lalu, keduanya kembali ke Makkah. Peristiwa tersebut menjadi awal pergerakan hijrah Rasulullah bersama sahabat dan penduduk muslim Makkah lainnya menuju Madinah.

Rasulullah merasa sangat sedih sepulang dari Thaif. Di perjalanan pulang, beliau memanjatkan doa. Dinukil oleh Imam at-Thabrani dalam al-Mujam al-Kabir, al-Baghdadi dalam al-Jami’ li Akhlaq ar-Rawi, berikut bunyinya,

اللّهُمّ إلَيْك أَشْكُو ضَعْفَ قُوّتِي ، وَقِلّةَ حِيلَتِي ، وَهَوَانِي عَلَى النّاسِ، يَا أَرْحَمَ الرّاحِمِينَ ! أَنْتَ رَبّ الْمُسْتَضْعَفِينَ وَأَنْتَ رَبّي ، إلَى مَنْ تَكِلُنِي ؟ إلَى بَعِيدٍ يَتَجَهّمُنِي ؟ أَمْ إلَى عَدُوّ مَلّكْتَهُ أَمْرِي ؟ إنْ لَمْ يَكُنْ بِك عَلَيّ غَضَبٌ فَلَا أُبَالِي ، وَلَكِنّ عَافِيَتَك هِيَ أَوْسَعُ لِي ، أَعُوذُ بِنُورِ وَجْهِك الّذِي أَشْرَقَتْ لَهُ الظّلُمَاتُ وَصَلُحَ عَلَيْهِ أَمْرُ الدّنْيَا وَالْآخِرَةِ مِنْ أَنْ تُنْزِلَ بِي غَضَبَك أَوْ يَحِلّ عَلَيّ سُخْطُكَ، لَك الْعُتْبَى حَتّى تَرْضَى وَلَا حَوْلَ وَلَا قُوّةَ إلّا بِك

Arab latin: Allahumma ilaika asykuu dho’fa quwwatii, wa qillata hiilatii wa hawaani ‘alan naas yaa arhamar raahimiin. Anta rabbal mustadh’afiina wa anta rabbii ilaa man takilunii ilaa ba’iidin yatajahhamunii am ilaa ‘aduwwu mallaktuhu amrii in lam yakun bika ‘alayya ghadhabun falaa ubaalii wa lakinna ‘aafiyatika hiya auw sa’ulii a’uudzu binuuri wajhikal ladzii asyraqat lahudh dhulumaatu wa sholuha ‘alaihi amrud dunyaa wal aakhiroti mn an tunzila bii ghadhabika ‘alayya sukhtuka lakal ‘utbaa hattaa tardhoo walaa haula walaa quwwata illa bika

Artinya: “Ya Allah, kepada-Mu aku mengadukan kelemahanku, kekurangan daya upayaku di hadapan manusia. Wahai Tuhan Yang Maharahim, Engkaulah Tuhan orang-orang yang lemah dan Tuhan pelindungku. Kepada siapa hendak Engkau serahkan nasibku? Kepada orang jauhkah yang berwajah muram kepadaku atau kepada musuh yang akan menguasai diriku? Asalkan Engkau tidak murka kepadaku, aku tidak peduli sebab sungguh luas kenikmatan yang Engkau limpahkan kepadaku. Aku berlindung kepada nur wajah-Mu yang menyinari kegelapan dan karena itu yang membawa kebaikan di dunia dan akhirat dari kemurkaan-Mu dan yang akan Engkau timpakan kepadaku. Kepada Engkaulah aku adukan halku sehingga Engkau ridha kepadaku. Dan, tiada daya upaya melainkan dengan kehendak-Mu,”

Menyaksikan hal itu, Malaikat Jibril merasa terluka. Ia lalu berkata kepada Nabi Muhammad, “Allah mengetahui apa yang terjadi padamu dan orang-orang ini. Allah telah memerintahkan malaikat-malaikat di gunung-gunung untuk menaati perintahmu,”

Alih-alih memberi penduduk Thaif pelajaran, Nabi Muhammad justru menjawab dengan lembut, “Tidak. Aku mohon mereka diberi tangguh waktu. Ke depannya, mudah-mudahan Allah berkenan melahirkan dari mereka generasi yang akan menyembah-Nya tanpa mempersekutukan dengan sesuatu apa pun,” seperti dikutip dari buku Kelengkapan Tarikh Rasulullah susunan Ibnu Qayyim Al-Jauziyah.

Alasan pemilihan Thaif sebagai tempat tujuan dakwah Rasulullah disebabkan wilayah tersebut sangat strategis bagi masyarakat Quraisy. Bahkan, kaum Quraisy sangat ingin menguasai Thaif.

Thaif memiliki sumber daya pertanian yang sangat kaya. Tak sedikit orang-orang kaya di Makkah yang memiliki simpanan harta di Thaif.

Selain itu, untuk mengisi waktu-waktu rehat di musim panas kaum Quraisy mengunjungi Thaif. Karenanya, jika Rasulullah berhasil dakwah di sana maka bisa membuat kaum Quraisy terancam.

Prof Dr M Yunan Yusuf melalui bukunya yang berjudul Dakwah Rasulullah menyebut Thaif mulai mengalami islamisasi sesudah Fathu Makkah, yaitu berakhirnya perang Hunain pada tahun kedelapan Hijriah. Sejak saat itu, Thaif dan penduduknya suku Tsaqif menjadi kaum yang beriman.

(aeb/rah)



Sumber : www.detik.com

Ibadah Haji Nabi Adam yang Ikuti Cara Tawaf Para Malaikat



Jakarta

Ibadah haji sudah dilakukan sejak zaman Nabi Adam AS. Menurut sejumlah pendapat, Nabi Adam AS mengikuti tata cara tawaf para malaikat.

Kisah haji Nabi Adam AS ini diterangkan dalam Tarikh Ka’bah yang disusun oleh Ali Husni al-Kharbuthli. Ada banyak versi mengenai kisahnya, terutama awal mula pembangunan Ka’bah dan pelaksanaan tawaf.

Para sejarawan ada yang berpendapat bahwa yang pertama kali membangun Ka’bah adalah malaikat. Dikatakan, pada saat Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.” Mereka berkata, “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan menyucikan Engkau?” (QS Al Baqarah: 30)


Dikatakan, Allah SWT murka pada para malaikat dan Dia berpaling. Akhirnya, para malaikat lari menuju ‘Arsy. Mereka menengadah sambil memohon ampun karena takut akan murka Allah SWT.

Lalu, para malaikat tawaf mengelilingi ‘Arsy sebanyak tujuh kali–seperti tawaf jemaah haji di Ka’bah saat ini. Sambil bertawaf, mereka menyeru, “Ya Allah kami datang menyambut panggilan-Mu, kami datang memohon ampunan-Mu, kami memohon ampunan dan bertobat kepada-Mu.”

Melihat itu, kemudian Allah SWT menurunkan rahmat-Nya dan membuat sebuah rumah di bawah ‘Arsy yaitu al-baitul ma’mur. Kemudian Allah SWT berfirman, “Tawaflah kamu mengelilingi rumah ini dan tinggalkanlah ‘Arsy.”

Akhirnya, mereka tawaf di al-baitul ma’mur dan itu dirasa lebih mudah oleh mereka daripada tawaf mengelilingi ‘Arsy.

Selanjutnya, menurut sejarawan sebagaimana diceritakan Ali Husni al-Kharbuthli, Allah SWT memerintahkan para malaikat yang ada di bumi untuk membangun sebuah bangunan yang serupa dengan al-baitul ma’mur.

Kemudian, Allah SWT memerintahkan para malaikat di bumi agar tawaf mengelilingi bangunan tersebut sebagaimana tawafnya para malaikat di langit mengelilingi al-baitul ma’mur.

Menurut versi ini, ketika Nabi Adam AS melaksanakan ibadah haji di Ka’bah, para malaikat berkata, “Semoga hajimu mabrur wahai Adam. Kami telah melakukannya 2000 tahun sebelum engkau diciptakan.”

Imam al-Ghazali dalam Ihya Ulumuddin turut menukil sebuah riwayat yang berisi doa malaikat untuk haji Nabi Adam AS tersebut. Hal itu diriwayatkan oleh Imam al-Mufadhdhal al-Ja’di. Dari jalur yang sama juga diriwayatkan oleh Ibnul Jauzi dalam al-‘Ilal dari hadits Ibnu Abbas RA lalu dikatakan tidak shahih. Adapun, Imam al-Azruqi dalam Tarikh Makkah meriwayatkannya secara mauquf pada Ibnu Abbas RA.

Ibnu Fadhlilah al-Umari dalam bukunya Masalik al-Abshar mengutip riwayat dari Abdullah bin Amru bin al-‘Ash yang menyatakan bahwa Allah SWT menciptakan Ka’bah 2000 tahun sebelum bumi diciptakan. Al-Umari menyandarkan riwayat ini pada Mujahid, Qatadah, dan as-Sudi.

Al-Umari juga meriwayatkan dari Qatadah tentang kisah haji Nabi Adam AS. Dikatakan, Ka’bah turun dari langit bersama Nabi Adam AS. Kemudian, Allah SWT berfirman, “Ketika rumah-Ku turun bersamamu, maka bertawaflah mengelilinginya, sebagaimana para malaikat mengelilingi ‘Arsy-Ku.”

Maka, Nabi Adam AS pun bertawaf mengelilinginya, demikian juga orang mukmin yang hidup setelahnya. Hingga saat terjadi banjir di masa Nabi Nuh AS, Allah SWT mengangkat Ka’bah kembali ke langit agar tidak dicemari dosa penduduk bumi.

Saat itu, Ka’bah dimuliakan di langit. Nabi Ibrahim AS kemudian menelusuri jejaknya dan membangun Ka’bah yang baru, tapi dengan fondasi dari Ka’bah yang lama. Demikian menurut riwayat yang berasal dari Qatadah sebagaimana dinukil al-Umari.

Ada pendapat yang menyebut bahwa Nabi Adam AS melakukan ibadah haji sebanyak 40 kali dari India dengan berjalan kaki. Pendapat ini termuat dalam Kitab I’anat al Tholibin yang dinukil Imaduddin Utsman al-Bantanie dalam Buku Induk Fikih Islam Nusantara.

Wallahu a’lam.

(kri/lus)



Sumber : www.detik.com

Saat Pasukan Bergajah Serbu Ka’bah pada Bulan Muharram



Jakarta

Kurang dari dua bulan menjelang kelahiran Nabi Muhammad SAW, puluhan ribu personel dengan belasan pasukan bergajah menyerbu Ka’bah di Makkah. Mereka berniat untuk menghancurkan rumah Allah.

Pasukan bergajah ini berada di bawah pimpinan Abrahah bin Shabah, Gubernur Jenderal Najasyi Habasyah di Yaman. Diceritakan dalam Sirah Nabawiyah karya Shafiyurrahman Al-Mubarakfuri, Abrahah melihat orang-orang Arab tengah menunaikan ibadah haji ke Ka’bah. Dia lantas membangun sebuah gereja besar di Sana’a dan bermaksud memindahkan haji orang Arab ke sana.

Rencana tersebut sampai ke telinga kabilah Kinanah. Sehingga, ketika malam tiba, mereka melumuri gereja yang dibangun Abrahah tersebut dengan kotoran.


Mengetahui hal tersebut, Abrahah lantas murka. Dia mengerahkan pasukan besar-besaran–yang disebut mencapai 60 ribu personel–untuk merobohkan Ka’bah. Abrahah memilih gajah yang paling besar sebagai kendaraannya dan di dalam pasukan itu ada sembilan atau 13 ekor gajah.

Setibanya di daerah Mughammas, Abrahah menyiagakan pasukannya memasuki Ka’bah. Begitu tiba di wadi Mahsar, daerah antara Muzdalifah dan Mina, gajahnya tiba-tiba berlutut dan enggan memasuki Makkah.

Anehnya, tiap kali mereka mengarahkan gajah ke selatan, utara, dan timur, hewan itu mau bangkit dan berjalan. Namun, ketika diarahkan menuju Ka’bah, gajah itu kembali berlutut.

Pada saat itulah Allah SWT mengirimkan utusan-Nya berupa burung ababil untuk membinasakan pasukan bergajah. Burung ababil disebut menghujani pasukan bergajah itu dengan batu dari neraka.

Burung-burung itu nampak datang berbondong-bondong seperti burung walet yang beterbangan. Setiap burung membawa tiga butir batu, satu diletakkan di paruhnya dan dua lainnya dicengkeram dengan kedua kakinya.

Siapa pun yang terkena lemparan batu yang dibawa burung ababil tersebut akan tewas dan hancur seketika. Pasukan lantas berlarian tunggang-langgang, namun tetap saja tak bisa selamat. Dikatakan, Abrahah sendiri jari-jemarinya sampai terlepas satu per satu. Setibanya di Sana’a tubuhnya hancur dan akhirnya tewas.

Pasukan bergajah yang dihujani batu oleh burung ababil tersebut diceritakan dalam Al-Qur’an. Allah SWT berfirman,

اَلَمْ تَرَ كَيْفَ فَعَلَ رَبُّكَ بِاَصْحٰبِ الْفِيْلِۗ ١ اَلَمْ يَجْعَلْ كَيْدَهُمْ فِيْ تَضْلِيْلٍۙ ٢ وَّاَرْسَلَ عَلَيْهِمْ طَيْرًا اَبَابِيْلَۙ ٣ تَرْمِيْهِمْ بِحِجَارَةٍ مِّنْ سِجِّيْلٍۙ ٤ فَجَعَلَهُمْ كَعَصْفٍ مَّأْكُوْلٍ ࣖ ٥

Artinya: “Tidakkah engkau (Nabi Muhammad) memperhatikan bagaimana Tuhanmu telah bertindak terhadap pasukan bergajah? Bukankah Dia telah menjadikan tipu daya mereka itu sia-sia? Dia mengirimkan kepada mereka burung yang berbondong-bondong. Dia mengirimkan kepada mereka burung yang berbondong-bondong, yang melempari mereka dengan batu dari tanah liat yang dibakar, sehingga Dia menjadikan mereka seperti daun-daun yang dimakan (ulat).” (QS Al Fil: 1-5)

Orang-orang Quraisy yang tadinya berlarian dan bersembunyi ke gunung tatkala melihat kedatangan pasukan bergajah yang dipimpin oleh Abrahah, akhirnya kembali ke rumah masing-masing usai melihat pasukan musuh hancur.

Peristiwa ini terjadi pada bulan Muharram. Ada yang berpendapat 50 hari sebelum kelahiran Nabi Muhammad SAW. Namun, mayoritas berpendapat peristiwa itu terjadi 55 hari sebelum kelahiran nabi SAW. Waktunya sekitar akhir Februari atau awal Maret tahun 571 M.

(kri/nwk)



Sumber : www.detik.com

Kisah Abu Bakar Temani Rasulullah SAW Hijrah ke Madinah


Jakarta

Rasulullah SAW melakukan hijrah dari Makkah ke Madinah untuk menyebarkan syiar dakwah ajaran Islam. Seorang sahabat mendampingi dengan setia, dia adalah Abu Bakar Ash Shiddiq RA.

Sebelum Rasulullah SAW melakukan perjalanan hijrah, Abu Bakar RA menjadi orang yang sangat ingin berhijrah. Abu Bakar RA bahkan telah menyiapkan beberapa keperluan yang nantinya akan dibawa selama perjalanan hijrah.

Merangkum buku, Sirah Nabawiyah Ibnu Hisyam Jilid 1 yang ditulis oleh Abu Muhammad Abdul Malik bin Hisyam Al-Muafiri, Ibu Ishaq mengatakan bahwa Abu Bakar RA seringkali meminta izin kepada Rasulullah SAW untuk pergi berhijrah ke Madinah. Abu Bakar RA pun bahkan telah membeli dua ekor unta, sebagai kendaraan untuk persiapan berhijrah. Dua ekor unta itu kemudian ia pelihara di rumahnya, sambil menunggu waktu hijrah tiba.


Mengetahui Abu Bakar RA sangat bersemangat, Rasulullah SAW bersabda, “Janganlah engkau terlalu terburu-buru, mudah-mudahan Allah akan memberimu teman.”

Persiapan Hijrah Rasulullah SAW Ditemani Abu Bakar

Urwah bin Az-Zubair dari Aisyah Ummul Mukminin berkata, “Rasulullah biasanya datang ke rumah Abu Bakar di waktu sore atau pagi. Pada hari Allah mengizinkan dan memerintahkan beliau untuk berhijrah, beliau datang pada tengah hari.”

Abu Bakar RA yang melihat kedatangan Rasulullah SAW ke rumahnya terkejut dan berkata, “Ya Rasulullah, engkau tidak datang di waktu seperti ini melainkan untuk sesuatu yang penting.”

Kala itu di dalam rumah Abu Bakar RA hanya ada kedua anaknya, yaitu Aisyah RA dan saudarinya Asma’ binti Abu Bakar.

Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah telah mengizinkanku keluar dari Makkah untuk berhijrah.”

Aisyah RA berkata, “Demi Allah, aku belum pernah melihat orang menangis karena gembira, saat itu aku melihat pada Abu Bakar.”

Abu Bakar RA bertanya kepada Rasulullah SAW, “Apa aku boleh menemanimu ya Rasulullah?
Rasulullah SAW pun menjawab, “Engkau boleh menemaniku.”

Abu Bakar RA langsung berkata, “Ya Nabi Allah, sesungguhnya aku telah mempersiapkan dua ekor unta untuk berhijrah, silakan engkau ambil.”

Rasulullah SAW lalu mengambilnya, namun tidak secara cuma-cuma melainkan membelinya dari Abu Bakar RA. Keduanya kemudian melakukan persiapan untuk perjalanan panjang dari Makkah ke Madinah.

Rasulullah SAW dan Abu Bakar RA kemudian menyewa Abdullah bin Uraiqith seorang dari Bani Ad-Dail bin Bakr dan ibunya yang berasal dari Bani Sahm bin Amr seorang musyrik, yang akan menjadi petunjuk jalan bagi mereka.

Akhirnya, Rasulullah SAW dan Abu Bakar RA menyerahkan unta tersebut kepadanya sampai hari yang telah ditentukan oleh keduanya untuk melakukan perjalanan.

Pada tahun 622 Masehi atau 13 tahun pasca kenabian, Nabi Muhammad SAW hijrah dari Mekah menuju Madinah. Mereka melakukan perjalanan hijrah secara sembunyi-sembunyi untuk menghindari kejaran kaum Quraisy.

Ancaman kepada Rasulullah SAW

Kaum Quraisy merasa marah karena mendengar kabar tentang banyaknya orang-orang kaum Anshar dan Muhajirin yang telah memeluk agama Islam. Atas dasar tersebut, mereka sangat mewaspadai keluarnya Rasulullah SAW dari Mekkah ke Madinah.

Kaum Quraisy bahkan bersepakat membuat rencana untuk menyerang, dan telah menyusun rencana untuk membunuh Rasulullah SAW.

Ketika orang-orang kafir dari kaum Quraisy mengetahui bahwa Nabi SAW dan Abu Bakar RA sudah pergi dari Makkah, mereka langsung mencari dan menyiapkan hadiah seratus unta bagi orang yang berhasil menangkap Rasulullah SAW untuk diserahkan kepada mereka.

Abu Bakar RA merasa khawatir dan bersedih, setiap kali ada orang yang akan memburu mereka dalam perjalanan. Kemudian Rasulullah SAW bersabda, “Janganlah engkau bersedih, karena sesungguhnya Allah bersama kita” lalu beliau melanjutkan membaca doa ” Ya Allah, lindungilah kami dari mereka menurut kehendak-Mu.”

Kisah ini diabadikan dalam Al-Qur’an surat At Taubah ayat 40,

إِلَّا تَنصُرُوهُ فَقَدْ نَصَرَهُ ٱللَّهُ إِذْ أَخْرَجَهُ ٱلَّذِينَ كَفَرُوا۟ ثَانِىَ ٱثْنَيْنِ إِذْ هُمَا فِى ٱلْغَارِ إِذْ يَقُولُ لِصَٰحِبِهِۦ لَا تَحْزَنْ إِنَّ ٱللَّهَ مَعَنَا ۖ فَأَنزَلَ ٱللَّهُ سَكِينَتَهُۥ عَلَيْهِ وَأَيَّدَهُۥ بِجُنُودٍ لَّمْ تَرَوْهَا وَجَعَلَ كَلِمَةَ ٱلَّذِينَ كَفَرُوا۟ ٱلسُّفْلَىٰ ۗ وَكَلِمَةُ ٱللَّهِ هِىَ ٱلْعُلْيَا ۗ وَٱللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ

Artinya: Jikalau kamu tidak menolongnya (Muhammad) maka sesungguhnya Allah telah menolongnya (yaitu) ketika orang-orang kafir (musyrikin Mekah) mengeluarkannya (dari Mekah) sedang dia salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua, di waktu dia berkata kepada temannya: “Janganlah kamu berduka cita, sesungguhnya Allah beserta kita”. Maka Allah menurunkan keterangan-Nya kepada (Muhammad) dan membantunya dengan tentara yang kamu tidak melihatnya, dan Al-Quran menjadikan orang-orang kafir itulah yang rendah. Dan kalimat Allah itulah yang tinggi. Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.

Rasulullah SAW dan Abu Bakar RA memilih untuk melewati Gunung Tsur setelah menempuh perjalanan sejauh 5 mil (sekitar 8 km). Tempat ini medannya sulit karena jalannya menanjak dan banyak bebatuan besar.

Abu Bakar Ash-Shiddiq RA sempat memapah beliau hingga tiba di sebuah gua di puncak gunung. Gua tersebut dikenal dengan Gua Tsur. Keduanya lalu bersembunyi di dalam gua selama tiga malam, dari malam Jumat hingga malam Minggu.

Kedatangan Rasulullah SAW di Madinah

Kedatangan Rasulullah SAW dan Abu Bakar RA disambut baik oleh penduduk Madinah. Kaum muslimin di Madinah yang telah mendengar keberangkatan Abu Bakar RA dan Rasulullah SAW dari Mekkah ke Madinah merasa sangat gembira.

Dikutip dari buku “Kisah Teladan Sepanjang Zaman: Rasullullah dan Para Sahabat” karya Syaikh Muhammad Yusuf, orang yang pertama kali melihat kedatangan Rasulullah SAW adalah seorang Yahudi. Pada saat itu orang Yahudi tersebut melihat kedatangan mereka dari atap rumahnya, setelah itu ia langsung berteriak keras memanggil penduduk Madinah untuk memberitahukan mengenai kedatangan Rasulullah SAW dan Abu Bakar RA.

Penduduk Madinah pun segera keluar dan pergi ke batas kota untuk menyambut kedatangan mereka. Namun,orang-orang belum pernah melihat wujud dari Rasulullah SAW. Pada saat itu kaum Anshar langsung mendatangi dan menyalami Abu Bakar RA, karena mereka mengira Abu bakar RA adalah Rasulullah SAW.

Al Baihaqi telah meriwayatkan dalam Al-Bidayah: 3/197, dari Aisyah RA mengatakan, “Ketika Rasulullah dan Abu Bakar tiba di kota Madinah, saking bahagianya penduduk di sana banyak kaum wanita dan anak-anak membacakan syair:

“Telah muncul bulan purnama ke atas kami yang datang dari bukit, Tsaniyatil Wada’, wajib bersyukur atas kami dan atas ajakanya kepada Allah.”

Setibanya di Madinah, bertepatan dengan hari Senin bulan Rabi’ul Awal Rasulullah SAW tinggal di kediaman Bani Amir bin Auf. Selama di sana, beliau membangun masjid di Quba. Beliau menjadi orang yang meletakan batu pertama untuk pembangunan Masjid Quba, yang dibangun atas dasar ketakwaan kepada Allah SWT.

Peristiwa hijrahnya Rasulullah SAW dari Makkah ke Madinah ini menjadi peristiwa yang kemudian dikenang sebagai awal tahun Hijriyah.

(rah/kri)



Sumber : www.detik.com

Amr bin Luhay, Orang Pertama yang Ajak Bangsa Arab Sembah Berhala


Jakarta

Bangsa Arab dari suku Quraisy yang mendiami Makkah mulai menyembah berhala setelah diajak oleh Amr bin Luhay. Sebelumnya mereka masih berpegang pada agama nenek moyangnya, Nabi Ibrahim AS dan Nabi Ismail AS.

Menurut riwayat Imam Ahmad, Bukhari, dan Muslim dari hadits Abu Hurairah dan beberapa hadits lain, Amr bin Luhay adalah orang yang pertama kali mengubah-ubah agama Nabi Ibrahim AS dan Nabi Ismail AS.

Buya Hamka dalam Tafsir al-Azhar Jilid 3 mengatakan bahwa Amr bin Luhay memiliki nama lengkap Amr bin Luhai bin Quingah bin Khunduf, nenek moyang Khuzal.


Siapakah Amr bin Luhay Itu?

Amr bin Luhay adalah orang pertama yang mengubah-ubah agama Nabi Ismail AS yang berdasar pada tauhid murni. Ia juga orang yang pertama kali membeda-bedakan binatang dengan nama Bahirah dan Saaibah.

Dalam buku The Lost Story of Kabah: Fakta-Fakta Mencengangkan Seputar Baitullah yang ditulis oleh Irfan L. Sarhindi, menjelaskan bahwa Amr bin Luhay merupakan seorang pemimpin suku Khuza’ah yang terkenal saleh, rajin bersedekah, dan taat pada urusan-urusan keagamaan.

Dengan begitu, orang-orang menganggapnya sebagai seorang ulama besar. Hal tersebut membuat masyarakat mudah percaya padanya dan akhirnya ikut tersesat karena ajaran yang dibawanya.

Ajarkan Penyembahan Berhala di Makkah

Amr bin Luhay adalah orang pertama yang membawa berhala ke Makkah. Ibnu Hisyam menceritakan dalam Sirah Nabawiyah-nya, pada suatu hari Amr bin Luhay pergi dari Makkah ke negeri Syam untuk sebuah keperluan. Saat tiba di Ma’arib (daerah di Balqa’), Amr bin Luhay melihat orang-orang Al-Amaliq sedang menyembah berhala.

Mereka berkata kepada Amr bin Luhay bahwa berhala-berhala ini bisa mendatangkan hujan jika mereka memintanya. Patung-patung itu juga bisa melindungi mereka saat mereka membutuhkannya.

Amr bin Luhay pun meminta mereka agar diberi satu patung untuk dibawanya ke tanah Makkah agar orang-orang juga bisa meminta pertolongannya. Lalu mereka memberi Amr bin Luhay sebuah patung bernama Hubal.

Diceritakan pula dalam buku The Lost Story of Kabah: Fakta-Fakta Mencengangkan Seputar Baitullah yang ditulis oleh Irfan L. Sarhindi, Amr bin Luhay kemudian meletakkan Hubal di dalam Ka’bah, dan berkata,

“Sesungguhnya aku melihat patung-patung semisal ini disembah di negeri para nabi, Syam. Dan aku melihatnya sebagai perkara yang baik, sesuatu yang dapat mendekatkan kita kepada Allah. Maka, sembahlah berhala ini agar kalian memperoleh syafaat dan lebih dekat dengan Allah, Sang Pemilik Ka’bah!”

Sejak saat itu, masyarakat mulai mengikuti ajaran Amr bin Luhay sebab ia dianggap sebagai ulama besar. Karena masyarakat Makkah mulai menyembah berhala, orang-orang di kota lain pun ikut-ikutan untuk menyekutukan Allah SWT dengan berhala.

Azab untuk Amr bin Luhay

Perbuatan Amr bin Luhay yang telah membawa kesesatan bagi penduduk Tanah Suci dan sekitarnya mendatangkan azab yang pedih. Ia dikatakan masuk neraka dengan kondisi yang menyakitkan.

Menurut hadits Abu Hurairah, Rasulullah SAW, melihat Amr bin Amir atau Amr bin Luhay menyeret-nyeret tongkatnya di dalam neraka.

Kisah azab Amr bin Luhay juga di riwayatkan dalam sebuah hadits Al-Bukhari dalam Ringkasan Shahih Al-Bukhari yang disusun oleh Imam Az-Zabidi, yang artinya sebagai berikut,

“Diriwayatkan dari Abu Hurairah RA, Nabi Muhammad SAW bersabda, ‘Aku pernah melihat Amr bin Amir bin Luhay Al-Khuza’i ususnya terburai di dalam api neraka karena dialah orang pertama yang memulai (tradisi Al-Sawa’ib), yaitu menangkap unta-unta betina liar dengan nama berhala-berhala mereka.'”

Dalam buku Keajaiban Masjid Nabawi tulisan M. Irawan juga dicantumkan hadits Bukhari yang artinya,

“Aku melihat Amr bin Amr bin Luhai mengeluarkan ususnya di neraka dan ia adalah orang pertama yang membuat-buat ajaran al-sayaaib (unta yang tidak boleh diberikan beban dan dikhususkan untuk nadzar sehingga dilepas makan dan minum apa saja dan tidak ditunggangi).” (HR Bukhari)

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com

Mimpi Kakek Nabi untuk Gali Zamzam yang Tertimbun Patung Quraisy



Jakarta

Sumur zamzam di Makkah dulunya pernah ditimbun oleh kabilah Jurhum sebelum mereka meninggalkan tempat itu. Peristiwa ini terjadi sebelum datangnya Islam.

Zamzam adalah sumur Nabi Ismail AS, putra Nabi Ibrahim AS dan Siti Hajar. Sumber air ini berasal dari hentakan kaki malaikat ketika Siti Hajar kebingungan mencari air agar bisa menyusui putranya, saat itu posisi Siti Hajar berada di atas bukit Marwah untuk ketujuh kalinya, sebagaimana diceritakan dalam Qashash al-Anbiyaa karya Ibnu Katsir.

Siti Hajar kemudian turun menuju sumber air itu dan mengambilnya. Air itu pun memancar setelah diciduk oleh Siti Hajar. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Ibnu Abbas, Rasulullah SAW bersabda,


“Semoga Allah selalu melimpahkan rahmat-Nya kepada ibunda Ismail, apabila air zamzam itu ditinggalkan begitu saja (atau tidak diciduk airnya) maka niscaya zamzam ini tidak akan menjadi mata air yang mengalir (ke seluruh dunia).”

Siti Hajar bergegas meminum air tersebut dan memberikan susu pada putranya. Malaikat yang menghentakkan sumber air tersebut berkata kepadanya, “Janganlah kamu khawatir ini akan habis, karena di sini akan dibangun rumah Allah oleh anak ini dan ayahnya. Dan sesungguhnya Allah tidak akan menyia-nyiakan keturunannya.”

Setelah mendapatkan perintah dari Allah SWT, Nabi Ibrahim AS dan Nabi Ismail AS membangun Baitullah (Ka’bah). Ibnu Hisyam dalam Sirah Nabawiyah-nya menceritakan, setelah Nabi Ismail AS wafat, Baitullah diperintah oleh putranya, Nabit bin Ismail sampai ia wafat.

Setelah itu, kekuasaan Baitullah beralih ke tangan Mudhadh bin Amru al-Jurhumi. Bani Ismail dan bani Nabit tinggal bersama kakek mereka, Mudhadh bin Amru, dan paman-paman mereka dari Jurhum. Saat itu, Jurhum menjadi penduduk Makkah bersama Qathura.

Hingga pada suatu ketika kedua pihak itu saling serang dan berkompetisi untuk merebutkan kekuasaan. Selang beberapa waktu, Jurhum bertindak zalim dan menodai tempat suci itu. Mereka sewenang-wenang terhadap warga luar Makkah yang masuk ke sana dan memakan harta Ka’bah dari para peziarah.

Pada zaman jahiliah, Makkah tidak menoleransi tindak kezaliman. Siapa pun yang berbuat zalim akan diusir dari sana. Kabilah Jurhum pun akhirnya terusir. Sebelum mereka meninggalkan Makkah, pemimpin mereka membawa dua patung kijang emas dan Hajar Aswad lalu menimbunnya pada zamzam.

Mimpi Abdul Muththalib Diperintahkan Gali Zamzam

Dalam Sirah Nabawiyah itu, Ibnu Hisyam menceritakan kisah dari Muhammad bin Ishaq al-Muththalibi tentang mimpi Abdul Muththalib, kakek Nabi Muhammad SAW. Kala itu Abdul Muththalib bin Hasyim tidur di atas Hijr Ismail, ia bermimpi diperintahkan untuk menggali zamzam.

“Galilah Thaibah!” kata seseorang yang mendatangi Abdul Muththalib dalam mimpinya.

Ketika Abdul Muththalib bertanya, “Apa itu Thaibah?” orang itu lantas menghilang.

Pada malam berikutnya, Abdul Muththalib kembali tidur di Hijr Ismail. Orang yang kemarin mendatanginya dalam mimpi itu datang lagi dan mengatakan, “Galilah Barrah!” Saat Abdul Muthalib menanyakan apa itu Barrah, orang tersebut menghilang.

Kejadian itu kembali terulang. Pada malam berikutnya saat Abdul Muththalib tidur di Hijr Ismail, orang yang sama datang lagi dan berkata, “Galilah Madhuunah!” Sama seperti malam-malam berikutnya, saat Abdul Muththalib menanyakan apa itu Madhuunah, orang itu menghilang.

Pada malam berikutnya Abdul Muththalib kembali didatangi orang yang sama dalam mimpinya. Orang itu berkata, “Galilah zamzam!”

Abdul Muththalib bertanya, “Apa itu zamzam?”

Orang itu menjawab, “Sumur yang takkan pernah habis atau mengering, memuaskan dahaga jemaah haji yang datang berduyun-duyun. Sumur itu ada di antara kotoran dan darah, di sisi lubang gagak berkaki putih, di dekat sarang semut.”

Setelah mendapat penjelasan tersebut, Abdul Muththalib yakin bahwa orang itu bisa dipercaya. Ia pun bergegas mengambil cangkul bersama anaknya, Harits bin Abdul Muththalib. Setelah berhasil menemukan air, ia pun bertakbir.

Ibnu Hisyam juga mengatakan, posisi zamzam saat itu tertimbun di antara dua patung Quraisy yang bernama Isaf dan Nailah. Lokasinya ada di tempat penyembelihan hewan kurban Quraisy.

Dari situlah sebutan Harifatu Abdil Muththalib untuk zamzam muncul. Dinamakan demikian karena orang yang menggali dan berhasil menemukan keberadaan zamzam yang sempat hilang adalah Abdul Muththalib, sebagaimana diterangkan dalam buku Mukjizat Penyembuhan Air Zamzam karya Badiatul Muchlisin Asti.

(kri/erd)



Sumber : www.detik.com

Kisah Pemboikotan Kaum Quraisy terhadap Bani Hasyim



Jakarta

Nabi Muhammad SAW merupakan penutup para nabi bagi umat Islam. Selama menjalani tugasnya untuk menegakkan agama Islam, Nabi Muhammad menghadapi banyak tantangan.

Pemboikotan kaum Quraisy terhadap Bani Hasyim menjadi salah satu tantangan besar yang dihadapi Rasulullah SAW.

Pemboikotan Quraisy terhadap Bani Hasyim

Dirangkum dari buku Sirah Nabawiyah karya Abul Hasan Ali al-Hasani an-Nadwi, Islam mulai tersebar di berbagai kabilah. Kaum Quraisy pun mengadakan pertemuan dan merencanakan untuk menulis surat kesepakatan untuk memboikot Bani Hasyim dan Bani Muthalib.


Kaum Quraisy sepakat untuk tidak mengadakan pernikahan dan tidak melakukan jual beli dengan kedua kaum tersebut. Hasil pertemuan mereka ditulis dalam sebuah lembaran sebagai surat perjanjian yang akan dipatuhi bersama. Mereka menggantungkan surat tersebut di dalam Kakbah dalam rangka memperoleh legitimasi.

Ketika pemboikotan dilaksanakan, Bani Hasyim dan Bani Muthalib berpihak kepada Abu Thalib. Mereka masuk bersama Abu Thalib ke dalam kelompok yang diboikot. Hal ini terjadi pada bulan Muharram tahun ke-7 dari kenabian.

Sedangkan Abu Lahab bin Abdul Muthalib menyatakan keluar dari Bani Hasyim. Ia memilih bergabung dengan kaum Quraisy.

Kaum Bani Hasyim yang bertahan harus merasakan kepayahan karena sempitnya blokade. Mereka memakan daun samur, anak-anak mereka kejang karena kelaparan, hingga tangisan mereka terdengar dari jauh.

Mereka berada dalam pemboikotan selama tiga tahun. Rasulullah SAW tetap melakukan dakwah kepada kaumnya baik secara sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan. Kaum Bani Hasyim pun tetap bersabar dan mempertimbangkan segala sesuatunya.

Rusaknya Kesepakatan dan Berakhirnya Pemboikotan

Beberapa orang dari kaum Quraisy yang memiliki kedudukan dan rasa kesetiakawanan sosial yang tinggi beraksi. Di antara mereka yang menonjol adalah Hisyam bin ‘Amr bin Rabi’ah.

Mereka beraksi karena jiwa mereka bertentangan dengan surat keputusan Quraisy. Mereka tidak setuju dengan surat yang bersifat menzhalimi tersebut.

Hisyam adalah lelaki dari kaum Quraisy yang gandrung akan perdamaian. Ia memiliki kedudukan tinggi di kalangan kaumnya.

Ia membangkitkan perasaan empati dan harga diri sebagai kaum laki-laki. Mereka yang berjumlah lima orang itu berkumpul dan sepakat untuk menghapuskan surat pemboikotan.

Keesokan harinya saat kaum Quraisy berada di majelis pertemuan mereka, Zuhair bin Abi Umaiyah berkata, “Wahai penduduk Makkah! Apakah kita akan memakan makanan dan memakai pakaian, sedangkan Bani Hasyim dalam keadaan menderita, tidak boleh mengadakan hubungan jual beli dengan kita? Sungguh, aku tidak akan duduk hingga surat pemboikotan yang jahat itu hancur.”

Abu Jahal yang hendak ikut campur dalam pembicaraan tersebut tidak diperkenankan. Kemudian al-Muth’im bin ‘Adi bangkit dan mendatangi surat pemboikotan itu untuk merobeknya.

Namun al-Muth’im menemukan bahwa hampir seluruh surat pemboikotan tersebut telah dimakan rayap. Hanya kalimat “bismikallahumma” (dengan nama-Mu, ya Allah) yang tersisa.

Ketika itu, Rasulullah SAW telah mengetahui hal tersebut dan memberitahukannya kepada Abu Thalib. Maka, lembaran surat tersebut dihancurkan dan seluruh isinya tidak berlaku.

Dampak Pemboikotan yang Dilakukan Kaum Quraisy

Dirangkum dari buku Membaca Sirah Nabi Muhammad SAW dalam Sorotan Al-Qur’an dan Hadis-hadis Shahih karya M. Quraish Shihab, pemboikotan oleh kaum Quraisy sangat merugikan kaum Bani Hasyim dan Bani Muthalib. Bukan hanya dalam aspek kesehatan, tetapi juga pada perkembangan dakwah islamiyah. Bahkan Abu Thalib dan Khadijah yang mendampingi Nabi SAW pun wafat setelah masa pemboikotan tersebut.

Meskipun sangat merugikan, pemboikotan tersebut tidak seluruhnya berakibat negatif. Pemboikotan oleh kaum Quraisy tersebut membuka mata masyarakat secara umum tentang kehadiran satu ajaran baru yang mengajak kepada keluhuran budi pekerti, yang penganutnya bersedia berkorban demi mempertahankan agamanya atau karena simpati terhadap penganjurnya.

Kaum Bani Hisyam dan Bani Muthalib mendapatkan bagian tertentu dari harta rampasan perang, apalagi mereka tidak dibenarkan menerima zakat. Kedua kaum ini memperoleh hak tersebut sebagai ganjaran Ilahi atas dukungan mutlak kepada Nabi Muhammad SAW.

(dvs/dvs)



Sumber : www.detik.com

Kisah Sumur Zamzam Digali Kembali oleh Abdul Muthalib, Kakek Rasulullah SAW


Jakarta

Abdul Muthalib, kakek Rasulullah SAW, memiliki jasa yang besar dalam penggalian kembali sumur zamzam. Ia berhasil menemukan kembali sumur yang sebelumnya sempat tertimbun.

Sumur zamzam menjadi sumur yang tidak pernah kering. Air dari sumur ini bahkan memiliki banyak keutamaan sebagaimana telah dijelaskan dalam beberapa hadits.

Dalam sejarahnya, kemunculan air zamzam bermula dari kegelisahan Siti Hajar bersama putranya, Ismail, yang ditinggal Nabi Ibrahim AS di sebuah padang tandus. Cerita Siti Hajar yang ditinggal Nabi Ibrahim ini diabadikan Allah SWT dalam Al-Qur’an surah Ibrahim ayat 37.


رَّبَّنَآ إِنِّىٓ أَسْكَنتُ مِن ذُرِّيَّتِى بِوَادٍ غَيْرِ ذِى زَرْعٍ عِندَ بَيْتِكَ ٱلْمُحَرَّمِ رَبَّنَا لِيُقِيمُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ فَٱجْعَلْ أَفْـِٔدَةً مِّنَ ٱلنَّاسِ تَهْوِىٓ إِلَيْهِمْ وَٱرْزُقْهُم مِّنَ ٱلثَّمَرَٰتِ لَعَلَّهُمْ يَشْكُرُونَ

Artinya: Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, ya Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezekilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur.

Siti Hajar dan bayi Ismail kehabisan bekal, ia kemudian berusaha mencari makanan atau orang-orang yang kemungkinan berada di sekitarnya. Siti Hajar berlari ke Bukit Marwah, kemudian ke Bukit Shafa, dan kembali lagi ke Bukit Marwah. Tercatat, tujuh kali dirinya bolak-balik bukit Shafa-Marwah.

Apa yang dilakukan Siti Hajar itu kini menjadi salah satu rukun haji yang wajib dilaksanakan umat Islam yang melaksanakan haji, yaitu sai.

Setelah lelah bolak-balik dari bukit Shafa ke Marwah, Siti Hajar mendengar perintah untuk melihat putranya yang sedang menangis dan mengentak-entakkan kakinya ke tanah. Ternyata, entakan kaki Ismail AS berhasil mengeluarkan air yang berlimpah. Siti Hajar pun kemudian berkata, “Zamzam
(berkumpullah),” hingga akhirnya air berkumpul dan dinamakan Zamzam.

Munculnya air dari bekas entakan Nabi Ismail ini kemudian memicu hadirnya serombongan burung-burung di sekitarnya. Melihat adanya burung ini, para kafilah yang juga sedang mencari air segera menuju tempat burung-burung beterbangan itu. Inilah kisah singkat awal mula munculnya sumur Zamzam.

Nazar Abdul Muthalib

Merangkum buku Situs-Situs Dalam Al-Qur’an: Dari Banjir Nabi Nuh hingga Bukit Thursina oleh Syahruddin El-Fikri dijelaskan bahwa sumur zamzam digali kembali setelah sekian ribu tahun tertimbun.

Kakek Nabi Muhammad SAW, Abdul Muthalib, bernazar untuk menggalinya kembali apabila dirinya dikaruniai banyak anak dan akan mengurbankan salah satunya.

Doanya dikabulkan Allah SWT dan ia mempunyai 10 orang anak. Kemudian, Abdul Muthalib melaksanakan nazarnya. Namun, ia ragu siapa yang akan dijadikan kurban.

Lalu, diundilah hingga kemudian muncul nama Abdullah, ayah Nabi Muhammad SAW. Keraguan makin memuncak karena ia sangat menyayangi putra bungsunya ini.

Setelah berkali-kali mencoba melakukan undian, nama Abdullah terus muncul. Kemudian ada yang mengusulkan agar nama Abdullah diundi dengan onta. Dan, setelah berkali-kali diundi, selalu muncul nama Abdullah, jumlah onta yang akan dijadikan kurban ditambah hingga 100 ekor onta. Dan, pada undian berikutnya, akhirnya muncullah nama onta yang akan dikurbankan.

Karena doanya dikabulkan dan Abdul Muthalib melaksanakan nazarnya, dia pun menggali sumur Zamzam tersebut. Karena itu, sumur Zamzam disebut pula dengan sumur gali.

Abdul Muthalib Menggali Kembali Sumur Zamzam

Makkah ditinggali oleh suku Jurhum dan Qathura’. Suatu hari, dua suku berkonflik dan berperang berebut posisi penguasa Makkah.

Imam Ibnu Hisyam dalam Sirah Nabawiyyah menceritakan bahwa kemudian ‘Amr bin al-Harits bin Mudladl al-Jurhumu keluar Makkah dengan (membawa) dua (patung) kijang Kakbah dan batu tiang, lalu menimbunnya dalam (sumur) Zamzam. Dia pun pergi bersama orang-orang Jurhum yang bersamanya menuju Yaman. Sumur zamzam pun tertimbun.

Setelah beratus-ratus tahun lamanya tertimbun, sumur Zamzam ditemukan kembali keberadaannya oleh Abdul Muttalib melalui isyarat mimpi. Dia pun menggali sumur tersebut sesuai dengan yang dilihatnya dalam mimpi.

Mengutip buku Sejarah Arab Sebelum Islam oleh Dr. Jawwad Ali, sumur zamzam berhasil ditemukan dan digali kembali oleh Abdul Muthalib. Ini menjadi jasa yang abadi hingga sekarang.

Ketika Abdul Muthalib menemukan dan menggalinya, semua jamaah haji memanfaatkan airnya dan tidak lagi memakai sumur-sumur yang ada sebelumnya.

Ketika menggali sumur zamzam, Abdul Muthalib menemukan harta karun yang terpendam di dalamnya, berupa dua patung unta dari emas. Harta itu dipendam oleh suku Jurhum.

Selain itu, juga terdapat pedang-pedang tanpa sarung dan baju perang lengkap. Pedang-pedang itu lalu dilebur menjadi bahan pintu Kakbah, kemudian salah satu patung unta tadi disepuhkan pada pintu Kakbah.

Selanjutnya, pintu Kakbah dibuat khusus dari emas. Ini merupakan emas pertama yang menjadi perhiasan Kakbah.

Sebelumnya bangsa Quraisy melarang Abdul Muthalib menggali sumur zamzam. Namun, ia bersikukuh melakukannya.

Ada pula riwayat lain yang menyebutkan bahwa Abdul Muthalib menggali sumur Zamzam itu karena adanya perintah yang didapatkan ketika beliau tertidur di Hijir Ismail. Maka, perintah itu beliau laksanakan.

Setelah sumur zamzam kembali ditemukan, masyarakat Makkah memanfaatkan airnya untuk berbagai keperluan sehari-hari. Hingga saat ini air zamzam masih terus mengalir deras, bahkan menjadi salah satu oleh-oleh yang dibawa oleh jemaah umroh dan haji.

(dvs/lus)



Sumber : www.detik.com

Kisah Perjalanan Hijrah Nabi SAW, Sembunyi di Gua Tsur Bersama Abu Bakar



Jakarta

Perjalanan hijrah Nabi Muhammad SAW dari Makkah ke Madinah penuh rintangan. Beliau kala itu sampai bersembunyi di Gua Tsur bersama Abu Bakar. Hal tersebut dilakukan untuk menghindari kejaran kaum kafir Quraisy.

Diceritakan dalam Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad Volume 1 susunan Moenawar Khalil, banyak tantangan yang dilalui Rasulullah SAW saat berdakwah di Makkah. Kaum kafir Quraisy tak segan mengusir umat Islam dari kota tersebut dengan harapan Rasulullah SAW berubah pikiran.

Dalam buku Kisah Teladan dan Inspiratif 25 Nabi & Rasul oleh Anita Sari dkk, dikisahkan bahwa suatu ketika kondisi di Makkah dirasa sudah tidak aman bagi umat Islam. Rasulullah SAW lalu memerintahkan kaum muslim berhijrah ke Madinah. Mulanya, beliau berangkat secara diam-diam ditemani oleh Abu Bakar RA.


Dalam perjalanannya ini, beliau bersembunyi di dalam Gua Tsur dari kejaran kaum kafir Quraisy. Atas izin Allah, muncul laba-laba dan burung merpati di gua tersebut.

Ribuan laba-laba secara tiba-tiba membuat sarang di muka Gua Tsur. Begitu pula dengan burung merpati liar yang bersarang dan bertelur di gua tersebut.

Kondisi Gua Tsur yang seperti itu menyebabkan kafir Quraisy yang mengejar Nabi Muhammad SAW dan Abu Bakar mengurungkan niat untuk masuk ke Gua Tsur. Meski jejak kaki sang rasul dan sahabatnya berhenti di depan gua tersebut, mereka beranggapan jika keduanya berada di dalam seharusnya sarang laba-laba hancur dan telur-telur merpati pecah.

Salah seorang kafir Quraisy berkata, “Kita perlu mencoba masuk bersama-sama, coba marilah!”

Seseorang bernama Ummayah bin Khalaf membalas, “Mengapa kamu hendak masuk ke dalamnya? Kalau Muhammad telah masuk, tentu sarang laba-laba itu telah luluh bukan? Ya, kalau di dalam gua itu tidak ada binatang liar dan buas atau ular berbisa. Kalau ada, tentu akan mencelakakan kamu bukan?”

Mendengar itu, kaum kafir Quraisy mengurungkan niat untuk masuk ke Gua Tsur. Abu Bakar lalu mengangkat kepalanya ke atas gua dan berkata, “Oh, jika mereka melihat kakinya ke bawah atau menundukkan kepalanya ke bawah, tentu dengan segera melihat kita ada di sini bukan?”

Rasulullah SAW pun berkata, “Janganlah engkau menyangka bahwa aku ini sendirian bersama engkau, tetapi sesungguhnya Allah selalu bersama kita, selamanya Ia akan melindungi kita. Adapun jika mereka nanti masuk ke dalam gua ini dengan jalan melalui pintu gua itu, nanti kita melepaskan diri melalui ini (Nabi menunjukkan jarinya ke sebelah belakang).”

Allah SWT berfirman dalam surah At Taubah ayat 40,

إِلَّا تَنصُرُوهُ فَقَدْ نَصَرَهُ ٱللَّهُ إِذْ أَخْرَجَهُ ٱلَّذِينَ كَفَرُوا۟ ثَانِىَ ٱثْنَيْنِ إِذْ هُمَا فِى ٱلْغَارِ إِذْ يَقُولُ لِصَٰحِبِهِۦ لَا تَحْزَنْ إِنَّ ٱللَّهَ مَعَنَا ۖ فَأَنزَلَ ٱللَّهُ سَكِينَتَهُۥ عَلَيْهِ وَأَيَّدَهُۥ بِجُنُودٍ لَّمْ تَرَوْهَا وَجَعَلَ كَلِمَةَ ٱلَّذِينَ كَفَرُوا۟ ٱلسُّفْلَىٰ ۗ وَكَلِمَةُ ٱللَّهِ هِىَ ٱلْعُلْيَا ۗ وَٱللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ

Artinya: “Jikalau kamu tidak menolongnya (Muhammad) maka sesungguhnya Allah telah menolongnya (yaitu) ketika orang-orang kafir (musyrikin Mekkah) mengeluarkannya (dari Mekkah) sedang dia salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua, di waktu dia berkata kepada temannya: “Janganlah kamu berduka cita, sesungguhnya Allah beserta kita”. Maka Allah menurunkan keterangan-Nya kepada (Muhammad) dan membantunya dengan tentara yang kamu tidak melihatnya, dan Al-Quran menjadikan orang-orang kafir itulah yang rendah. Dan kalimat Allah itulah yang tinggi. Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana,”

Dengan kuasa Allah SWT, ketika Abu Bakar menoleh ke belakang terlihat pintu lebar di belakang gua yang dapat digunakan untuk melarikan diri. Padahal, sebelumnya gua itu tidak berpintu.

Wallahu a’lam.

(aeb/kri)



Sumber : www.detik.com

Kisah Abu Dzar RA, Mantan Perampok yang Bertobat dan Memeluk Islam



Jakarta

Abu Dzar RA adalah salah satu dari sekian banyak sahabat Nabi Muhammad SAW yang setia menemani beliau. Ia termasuk ke dalam golongan pertama yang memeluk Islam.

Menukil dari Shahih Sirah Nabawiyah oleh Ibnu Katsir terjemahan M. Nashiruddin Al Albani, dalam sebuah riwayat dikatakan Abu Dzar RA merupakan orang keempat yang memeluk Islam. Imam Al Baihaqi meriwayatkan dari Imam Al Hakim dengan sanadnya dari Abu Dzar RA berkata,

“Aku adalah orang keempat yang masuk Islam. Sebelumku telah masuk Islam tiga orang, dan aku yang keempat. Aku mendatangi Rasulullah SAW seraya mengucapkan Assamu’alaika wahai Rasulullah. Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad utusan Allah. Pada waktu itu aku menyaksikan keceriaan pada raut muka Rasulullah SAW.”


Abu Dzar RA adalah keturunan keluarga Al-Ghiffar dan dibesarkan dalam lingkungan perampok. Sebelum memeluk Islam, Abu Dzar adalah seorang perampok.

Menurut buku The Great Sahabat tulisan Rizem Aizid, nama lengkapnya adalah Abu Dzar Jundub bin Junadah bin Sufyan al-Ghifari. Ketika kecil, Abu Dzar terbiasa dengan kekerasan dan teror hingga tumbuh menjadi salah seorang perampok besar dan ditakuti.

Setelah datang hidayah Allah SWT, Abu Dzar RA menyesali perbuatannya. Kerusakan dan cerita yang ia timbulkan dari aksinya menjadi celah cahaya ilahi masuk ke dalam hati.

Sejak masuk Islam, Abu Dzar RA mengajak teman-temannya untuk bertobat. Alih-alih menuruti apa yang dikatakannya, mereka justru menolak dan mengusir Abu Dzar RA. Bersama ibu dan saudara laki-lakinya Anis al-Ghiffari, mereka pindah ke Najd Atas.

Di Najd Atas, Abu Dzar RA banyak menciptakan ide-ide revolusioner. Sayangnya, ide Abu Dzar RA ditolak mentah-mentah sampai akhirnya beliau hijrah ke Makkah.

Kedatangan Abu Dzar RA ke Makkah ketika kondisi kota tersebut kacau. Kala itu kaum muslimin dan kafir Quraisy mengalami pertentangan.

Dari situ, Abu Dzar RA tertarik masuk Islam. Ia lantas menemui Rasulullah SAW untuk menyatakan keislamannya.

Saat itu, keadaan Makkah sangat tidak kondusif. Karenanya, Rasulullah SAW meminta umatnya untuk menyembunyikan keislaman mereka.

Abu Dzar RA yang juga dikenal sebagai sosok pemberani itu justru mengumumkan keislamannya di depan orang-orang kafir. Akibatnya, ia mendapat siksaan dari kafir Quraisy.

Meski demikian, hal tersebut tidak membuatnya berhenti. Abu Dzar RA terus mengulangi perbuatan sampai akhirnya mereka berhenti menyiksanya setelah mengetahui bahwa ia berasal dari suku Ghifar.

Setelah resmi memeluk Islam, Abu Dzar RA kembali ke kaumnya di Madinah. Ia mengajak ibu dan saudaranya untuk masuk Islam, sampai-sampai hampir seluruh kaum Ghifar beragama Islam.

Wallahu a’lam.

(aeb/lus)



Sumber : www.detik.com