Tag Archives: makna

Makna, Ragam Perayaan, dan Nilai Budaya


Jakarta

Setiap tanggal 10 Muharram dalam kalender Hijriyah, umat Islam di seluruh dunia memperingati hari istimewa yang dikenal dengan sebutan Hari Asyura. Di Indonesia, 10 Muharram bukan sekadar momentum keagamaan, tetapi juga telah berkembang menjadi sebuah tradisi budaya yang sarat nilai sosial dan spiritual.

Ragam tradisi yang hidup di tengah masyarakat Nusantara menunjukkan betapa kayanya khazanah Islam lokal yang berpadu dengan budaya daerah.

Makna 10 Muharram dalam Islam

Mengutip buku Ringkasan Fikih Sunnah Sayyid Sabiq karya Syaikh Sulaiman, hari Asyura atau 10 Muharram memiliki banyak keutamaan dalam Islam. Rasulullah SAW sangat menganjurkan umatnya untuk berpuasa di hari Asyura, sebagaimana sabda beliau:


“Puasa pada hari Asyura dapat menghapus dosa setahun yang lalu.” (HR. Muslim)

Tradisi 10 Muharram di Indonesia

Berikut beberapa tradisi unik yang digelar di berbagai daerah di Indonesia dalam rangka memperingati 10 Muharram:

1. Lebaran Anak Yatim (Idul Yatama)

Di banyak daerah seperti Jawa Tengah, Yogyakarta, Jakarta, dan Banten, 10 Muharram dikenal sebagai Hari Raya Anak Yatim atau Lebaran Yatim.

Tradisi ini merujuk pada sabda Nabi Muhammad SAW,

“Barang siapa mengusap kepala anak yatim pada hari Asyura, Allah akan mengangkat derajatnya di surga sebanyak rambut yang diusap.”

Diriwayatkan dalam beberapa kitab hadis walau statusnya dhaif, namun diamalkan dalam konteks sosial.

Masyarakat memanfaatkan momen ini untuk menyantuni anak yatim, mengadakan pengajian dan doa bersama serta memberikan hadiah dan bingkisan.

2. Bubur Asyura

Dikutip dari buku 70 Tradisi Unik Suku Bangsa di Indonesia karya Fitri Haryani Nasution, di beberapa wilayah seperti Minangkabau, Aceh, dan Kalimantan Selatan, masyarakat membuat makanan khas bernama Bubur Asyura. Bubur ini terbuat dari berbagai macam bahan seperti beras, kacang-kacangan, santan, dan rempah-rempah.

Tradisi ini diyakini sebagai simbol syukur atas keselamatan dan rezeki yang diberikan Allah. Pembuatan bubur dilakukan secara gotong royong di masjid atau mushala, lalu dibagikan kepada warga sekitar.

Di Aceh, acara ini disebut “Kanji Asyura”.
Di Sumatera Barat, dikenal sebagai “Bubur Syuro”.

3. Tabuik (Pariaman, Sumatera Barat)

Salah satu tradisi paling meriah dan ikonik dalam memperingati 10 Muharram di Indonesia adalah Tabuik di Pariaman, Sumatera Barat. Tradisi ini berasal dari warisan budaya Islam yang mengalami akulturasi dengan masyarakat Minangkabau.

“Tabuik” merupakan prosesi arak-arakan menara berbentuk kuda bersayap yang disebut Buraq, menggambarkan peristiwa syahidnya Sayyidina Husain di Karbala. Tradisi ini mencerminkan rasa duka dan penghormatan terhadap cucu Nabi Muhammad SAW.

4. Sedekah dan Zikir Bersama

Di berbagai daerah, umat Islam mengisi malam 10 Muharram dengan kegiatan zikir bersama, pembacaan doa akhir tahun dan awal tahun Hijriyah, pengajian hingga shalawat dan tausiyah.

Misalnya di Madura dan Banyuwangi, malam 10 Muharram dikenal dengan kegiatan bancaan yakni doa bersama sambil makan hidangan bersama di mushala atau rumah warga.

5. Mandi Asyura

Di beberapa wilayah seperti Bima (NTB) dan sebagian kawasan pesisir, ada tradisi mandi bersama di sungai atau laut pada pagi hari 10 Muharram. Masyarakat percaya bahwa mandi pada hari itu membawa keberkahan dan mensucikan diri dari dosa.

Meskipun tidak ada dalil khusus yang mengajarkan mandi Asyura, namun selama tidak diyakini sebagai kewajiban syar’i dan dilakukan sebagai bagian dari budaya, maka para ulama membolehkan.

Mayoritas ulama membolehkan tradisi-tradisi lokal selama tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar syariat. Tradisi seperti menyantuni anak yatim, bersedekah, membuat bubur Asyura, atau mengadakan pengajian dinilai positif karena menguatkan solidaritas sosial, menumbuhkan kecintaan kepada Rasulullah dan keluarganya, serta menyemarakkan hari-hari Islam.

Namun, jika tradisi disertai dengan keyakinan yang bertentangan dengan akidah, seperti meyakini bahwa 10 Muharram adalah hari sial, melakukan ratapan berlebihan (niyahah), atau membuat ritual baru yang dianggap ibadah wajib, maka hal itu harus dihindari.

(dvs/inf)



Sumber : www.detik.com

Makna Innalillahiwainnailaihirojiun dan Kapan Harus Dibaca?


Jakarta

Setiap manusia pasti akan menghadapi ujian dan musibah dalam hidup. Musibah bisa datang dalam berbagai bentuk, mulai dari kehilangan harta, kesulitan, sakit, hingga kematian.

Saat menghadapi musibah, hati yang tenang dan kesabaran menjadi kunci untuk tetap teguh dan berserah kepada Allah SWT. Islam mengajarkan doa dan dzikir yang membantu menghadapi ujian tersebut, salah satunya bacaan istirja’ atau bacaan innalillahiwainnailaihirojiun.


Bacaan Innalillahiwainnailaihirojiun dan Maknanya

Berikut bacaan Innalillahiwainnailaihirojiun beserta maknanya:

إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّآ إِلَيْهِ رَٰجِعُونَ

Innā lillāhi wa innā ilaihi rāji’ūn(a).

Artinya: “Sesungguhnya kami adalah milik Allah dan hanya kepada-Nya kami akan kembali.”

Berdasarkan buku Sukses Dunia-Akhirat Dengan Doa-Doa Harian karya Mahmud Asy Syafrowi, istilah istirja’ berasal dari kata dasar raja’a yang berarti “kembali” atau berusaha untuk kembali.

Maksudnya, kita berupaya kembali kepada Allah SWT, menyerahkan diri sepenuhnya, dan mengembalikan seluruh urusan kita kepada-Nya. Segala sesuatu yang kita miliki, seperti kehidupan, kesehatan, keluarga, keturunan, jabatan, dan harta, sebenarnya hanyalah titipan dari-Nya. Suatu saat, semuanya akan diminta kembali oleh Sang Pemilik. Bahkan diri kita sendiri pun bukan sepenuhnya milik kita, karena tubuh ini akan hancur dan nyawa akan kembali kepada-Nya.

Yang menarik dalam ucapan istirja’ adalah penggunaan dhamir “na” yang berarti “kita”, bukan “ni” yang berarti “saya”. Dhamir ini menunjukkan mutakallim ma’al ghair, yakni subjek yang dimaksud tidak hanya pengucap, tetapi juga orang lain. Dengan kata lain, ungkapan ini menekankan bahwa saya, Anda, kalian semua, beserta segala yang kita miliki, sejatinya adalah milik Allah SWT dan akan kembali kepada-Nya.

Karena semua yang kita miliki berasal dari Allah SWT, setiap kehilangan atau pengambilan titipan-Nya disebut sebagai musibah, sekecil apa pun. Musibah tidak hanya berupa sakit atau kematian, seperti yang umumnya dipahami, tetapi mencakup segala hal yang tidak menyenangkan bagi manusia, baik besar maupun kecil. Rasulullah SAW bersabda,

“Apa yang menimpa seorang mukmin dari hal yang tidak disukainya, maka itu dinamakan musibah.” (HR Thabrani)

Oleh sebab itu, ucapan istirja’ relevan tidak hanya saat menghadapi kematian, tetapi juga dalam berbagai situasi lain, seperti ketakutan, kelaparan, kemiskinan, dan cobaan hidup lainnya.

Kapan Innalillahiwainnailaihirojiun Dibaca?

Menurut buku Fikih Basmalah (Merenda Makna, Menyelami Hukum Dan Menyusur Hikmah) karya Qosim Arsadani, bacaan istirja’ umumnya dibaca ketika seseorang terkena musibah. Musibah yang dimaksud bisa mengenai diri sendiri maupun orang lain, baik berupa kehilangan harta, kesulitan, maupun kematian.

Allah SWT berfirman dalam surah Al-Baqarah ayat 156,

اَلَّذِيْنَ اِذَآ اَصَابَتْهُمْ مُّصِيْبَةٌ ۗ قَالُوْٓا اِنَّا لِلّٰهِ وَاِنَّآ اِلَيْهِ رٰجِعُوْنَۗ

Arab latin: Allażīna iżā aṣābathum muṣībah(tun), qālū innā lillāhi wa innā ilaihi rāji’ūn(a).

Artinya: (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan “Innā lillāhi wa innā ilaihi rāji’ūn” (sesungguhnya kami adalah milik Allah dan sesungguhnya hanya kepada-Nya kami akan kembali).

Dari Ummu Salamah RA, Rasulullah SAW bersabda,

“Siapa saja yang terkena musibah, hendaknya membaca: ‘Sesungguhnya kami kepunyaan Allah dan kepada-Nya akan kembali. Wahai Allah, di sisi-Mu saya berharap dengan musibahku, maka berilah aku pahala dan gantilah untukku sebabnya dengan sesuatu yang lebih baik’.” (HR Ahmad)

(inf/kri)



Sumber : www.detik.com

Orang yang Berhak Menerima Zakat Disebut Mustahik, Ini Golongannya


Jakarta

Orang yang berhak menerima zakat disebut mustahik. Sebagaimana diketahui, zakat diperuntukkan bagi beberapa golongan (asnaf) sehingga tidak sembarang orang dapat menerimanya.

Pengertian zakat sendiri sebagaimana dijelaskan dalam buku Zakat di Indonesia Kajian Fikih dan Perundang-undangan yang disusun oleh Dr Supani MA, secara bahasa artinya subur, tambah besar atau berkembang. Zakat juga dimaknai sebagai kesucian, keberkahan dan penyucian.

Dari segi istilah, zakat berarti syara atau pemberian suatu yang wajib diberikan dari sekumpulan harta tertentu menurut sifat-sifat dan ukuran tertentu kepada golongan yang berhak menerimanya.


Lantas, siapa saja orang yang berhak menerima zakat itu?

Orang-orang yang Berhak Menerima Zakat

Orang-orang yang berhak menerima zakat tercantum dalam surah At Taubah ayat 60. Berikut rinciannya yang dinukil dari Asrar Ash-Shaum dan Asrar Az-Zakat oleh Imam Abu Hamid Al Ghazali terjemahan Muhammad Al Baqir.

1. Fakir

Orang yang berhak menerima zakat salah satunya adalah fakir. Kaum fakir merupakan golongan penerima zakat karena lebih membutuhkan daripada yang lain.

Makna fakir sendiri merupakan orang yang tidak punya harta dan tidak mampu mencari nafkah hidup. Orang yang tergolong fakir umumnya tidak memiliki pekerjaan tetap.

2. Miskin

Kedua ada golongan miskin. Meski sering disandingkan fakir miskin, pengertian miskin berbeda dengan kafir.

Miskin adalah orang yang tidak mempunyai harta dan tidak mampu mencari nafkah. Namun, ia masih memiliki makanan sehari-hari dan pakaian yang layak.

Muslim yang termasuk golongan miskin umumnya berpenghasilan, tetapi pendapatannya tidak mencukupi kebutuhan hidup.

3. Amil Zakat

Selanjutnya adalah amil yang artinya orang yang mengelola pengumpulan dan pembagian zakat. Contoh dari amil seperti panitia pengumpulan zakat yang terdiri dari ketua, sekretaris dan sebagainya.

Perlu dipahami, seorang amil tidak boleh pemimpin negeri tertinggi, hakim, atau keturunan dari Rasulullah SAW.

4. Mualaf

Mualaf juga merupakan orang yang berhak menerima zakat. Mereka adalah kaum yang perlu dihibur hatinya agar masuk Islam dengan hati mantap.

5. Riqab

Riqab artinya hamba sahaya yang melakukan perjanjian agar dibebaskan bebas. Jadi, harta zakatnya digunakan untuk membebaskan dirinya dari perbudakan.

Dengan demikian, zakat untuk riqab sama artinya dengan membeli hamba sahaya yang akan dibebaskan.

6. Gharim

Orang yang berhak menerima zakat lainnnya adalah gharim. Makna dari gharim adalah mereka yang kurang mampu dan berutang untuk keperluan ketaatan kepada Allah SWT dan hal-hal mubah.

Tetapi perlu dipahami, jika utang dipergunakan untuk perbuatan maksiat atau zina maka mereka tidak termasuk gharim.

7. Pejuang fi Sabilillah

Yang termasuk golongan ini adalah orang-orang yang berjuang di jalan Allah SWT untuk membela ajaran-Nya tapi mereka tidak menerima upah dari negara, departemen, atau lembaga terkait.

8. Ibnu Sabil

Ibnu sabil adalah musafir. Sebagaimana diketahui, musafir berarti orang yang dalam perjalanan ke suatu negeri. Jika ibnu sabil tidak memiliki cukup ongkos untuk berangkat maupun pulang kembali, maka ia boleh diberi bagian dari harta zakat.

Hikmah Zakat bagi Muslim

Menukil dari buku Manajemen Pengelolaan Zakat oleh Dr Nurfiah Anwar dan Fiqih Islam wa Adillatuhu susunan Prof Wahbah Az Zuhaili yang diterjemahkan Abdul Hayyie al-Kattani dkk, setidaknya ada beberapa hikmah yang dipetik muslim dari pelaksanaan zakat yaitu:

  • Menyempurnakan keislaman
  • Sebagai bentuk syukur atas nikmat yang dilimpahkan Allah SWT
  • Dapat membersihkan dan menyucikan jiwa
  • Menambah rezeki serta keberkahan harta
  • Sebagai penggugur dosa
  • Zakat dapat menenangkan hati dan melapangkan jiwa
  • Zakat dapat mendatangkan rahmat

Itulah beberapa orang yang berhak menerima zakat yang disebut mustahik. Semoga bermanfaat.

(aeb/kri)



Sumber : www.detik.com

Ringan Menyenangkan, Terapi Lisan!



Jakarta

“Start”, teriak seorang driver di dalam mobil yang akan dikendarainya. Tiba-tiba mobil yang diteriaki menyalakan mesin tanda siap berangkat. Sesampainya di lokasi tujuan, driver tadi berucap lagi, “stop.” Mobilnya pun menurut dengan mematikan suara mesin. Tanda mobil benar-benar berhenti.

Start-stop bisa dilakukan cukup hanya dengan menggunakan perintah kata. Luar biasa. Era digital yang barangkali mendekati suasana surga? Tak perlu daya, tak perlu upaya, tinggal berkata semua bisa berubah sesuai makna perintahnya.

Andai sebagian penduduk bumi ada yang belum mengenal adanya perkembangan teknologi masa kini. Perkembangan bagaimana hanya dengan kata suatu kondisi bisa menjadi sebaliknya (start dari stop, mulai hidup dari posisi berhenti atau mati). Boleh jadi mereka mengira, bahwa peristiwa hidupnya mesin mobil hanya melalui perintah kata adalah peristiwa supra natural. Perbuatan yang hanya bisa dilakukan penduduk angkasa luar.


Namun itulah makna kata, begitu dahsyat merubah segala. Dari satu sisi ke sisi lain yang bersebelahan. Start-stop, on-off, mundur-maju, belakang-depan, buruk-baik, dst.

Lalu, jangan-jangan kata ini bisa juga diguna untuk mengubah sakit menjadi sehat. Memangnya bisa? Lah, apa bedanya?
Mungkin jika setiap orang paham kemajuan ilmu dan teknologi. Mudah bagi siapa pun menerima bukti kemampuan kata dalam mengubah sakit menjadi sehat.

Sesuai dengan start-stop, on-off, bukankah sakit-sehat juga sepasang keadaan yang berpasangan sebagaimana start-stop. Wajar kalau kata, harus juga mampu mengubah sakit menjadi sehat, atau sebaliknya.

Kata start, memang bisa diganti on, bisa diganti mulai, bisa menggunakan kata hidup, dst. tergantung kode perintah yang di-install-kan ke dalam software komputer mobil. Tapi semua bermakna memulai aktifitas.

Kelompok kata hanya dibagi ke dalam sepasang golongan. Sesuai contoh pada komputer mobil di atas, kelompok start dan kelompok stop.
Kata yang sejenis masuk dalam satu kelompok. Kata jenis sebaliknya masuk kelompok satunya.

Kata yang satu kelompok dengan kata sehat jumlahnya hampir tak terbatas. Kata yang segolongan dengan makna sehat misalnya, baik, indah, benar, jujur, sempurna, cantik, senang, bahagia, awet muda, dst. Sedang kata yang satu kelompok dengan makna sakit adalah, buruk, patah hati, sulit, sengsara, bohong, payah, melarat, kesal, rugi, dll.

Bukti empiris pengaruh sepasang makna kata ini ditemukan oleh Prof. John Bargh dari Universitas Yale. Beliau pakar psikologi negeri Paman Sam. Eksperimennya menghasilkan teori yang memiliki tingkat kepercayaan sempurna, 100 prosen, Bargh Hallway Theory.

Sesuai teori itu, orang-orang yang memilih berkata-kata sesuai dengan kelompok kata sehat, kulit mereka terlihat terang, wajahnya ceria, auranya menyenangkan. Pertanda sehat dan bahagia. Banyak orang yang ingin mendekati mereka.

Di tempat yang berbeda, pakar kata-kata berkebangsaan Jepang menemukan hasil yang serupa. Ia adalah Dr. Masaru Emoto. Risetnya sangat fenomenal. Doctor Emoto melakukan eksperimen menggunakan tiga backer glass.

Masing-masing backer glass diisi sejumlah beras. Lalu ditambah air putih sampai air menutup seluruh beras itu. Ketiga gelas diisi beras dan air dalam jumlah yang sama persis. Kemudian ketiganya menerima perlakuan yang berbeda.

Gelas pertama setiap pagi diucapkan kata terima kasih kepadanya. Gelas kedua disapa dengan ucapan kamu bodoh. Sedang gelas ketiga Dr. Emoto sama sekali mengacuhkannya.

Setelah satu bulan dilakukan pengamatan. Beras di dalam gelas pertama mengalami fermentasi. Mengeluarkan aroma yang menyenangkan. Wangi.

Beras pada gelas kedua berubah menjadi hitam.
Beras di gelas yang diacuhkan, gelas ketiga, berubah mengeras dan membatu.

Bargh melakukan riset self-talk, bicara pada diri sendiri. Menghasilkan bukti yang mengagumkan.
Terbayang jika masing-masing orang selalu menggunakan kata-kata dalam kelompok sehat. Bukankah mereka menjadi lebih sempurna sehat. Lebih sulit sakit.

Demikian penting kata yang diproduksi lidah atau lisan ini. Sampai-sampai ada nasehat yang menyebutkan, “Selamatlah manusia jika dia pandai menjaga lisannya.”

Orang-orang yang selalu berusaha mengucapkan kata-kata baik dari lisannya, sesuai teori Bargh, dia pasti mendapati dirinya awet muda, wajah cemerlang, kulit terang, banyak disenangi orang. Kalau sesuai eksperimen Emoto, maka kata-kata baik, masuk kelompok kata sehat, antara lain kata terimakasih.

Maka orang yang demikian akan awet muda. Bahkan tubuhnya bisa terhindar dari aroma yang dijauhi orang. Bagaimana tidak. Beras saja yang dicelupkan dalam air, dibiarkan selama satu bulan. Terus menerus dikatakan kepadanya terimakasih, hanya mengalami fermentasi. Tidak menghitam, atau membatu sebagaimana beras di dua backer glass yang lain.

Disamping hanya mengalami fermentasi, beras di backer glass pertama, yang selalu diucapkan kata-kata baik kepadanya mengeluarkan aroma menyenangkan.

Jika siapa saja, pandai menjaga lisan ini dari berkata buruk. Bisa dipastikan siapa pun orang itu, ia akan awet muda. Tubuhnya tidak banyak terpapar radikal bebas, tubuh terhindar dari aroma yang dijauhi.
Keadaan yang pasti tidak hanya diimpikan oleh para perempuan mulia, para lelaki bijaksana, tetapi sangat diimpikan oleh seluruh insan. Terutama muda-mudi.

Semoga setiap kita bisa menjauhi kata-kata buruk produksi lisan. Tubuh sehat menawan, awet muda disenangi banyak kawan. Upaya ringan yang menyenangkan!

Abdurachman

Penulis adalah Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya, Pemerhati spiritual medis dan penasihat sejumlah masjid di Surabaya.

Artikel ini adalah kiriman dari pembaca detikcom. Seluruh isi artikel menjadi tanggung jawab penulis. (Terima kasih-Redaksi)

(erd/erd)



Sumber : www.detik.com

Memangkas Upaya Menjadi Cerdas Melalui Shalat



Jakarta

Ketika ada Ustadz yang bisa menjawab dengan mudah, tepat, benar, dan gampang. Mudah diterima logika awam apa-apa yang ditanyakan para hadirin. Mereka berdecak kagum, walau hanya sebatas dalam dada. Ketika mereka menemukan bukti yang sama berulang-ulang tentang Ustadz itu, tidak hanya hadirin, beberapa pakar yang notabene memiliki setumpuk gelar bergengsi juga tak bisa menutupi kekagumannya.

Sayangnya mengundang Ustadz sekaliber itu belum mudah. Karena jadual yang sangat padat. Maklum, penggemarnya boleh dibilang ‘sejagad’. Tidak saja di dalam negeri, termasuk juga di beberapa negara tetangga.

Ustadz itu dikagumi masyarakat awam, masyarakat berpendidikan menengah sampai masyarakat yang berpendidikan tinggi. Bahkan para masyarakat alim pun, dibuat rela hati menjadi pengagumnya. Subhaanallaah. Ustadz yang sangat cerdas. Memahami detail persoalan sampai tuntas. Detail se detail-detailnya. Sifat kebenaran yang dihasilkan dari berpikir cerdasnya didasarkan pada kebenaran hakiki sesuai petunjuk ilahi.
Boleh jadi itulah sekelumit gambaran tentang ulul albab di dalam QS al-Imran (3):190. Allaahu a’lam.


Menguasai secara detail tentang bidang kepakarannya, ialah orang yang dinilai benar-benar pakar di bidangnya. Kepakaran tingkat tinggi. Mudah diduga sulit menggapai posisi seperti itu. Bagaimana cara belajarnya, kapan waktunya, di mana sekolahnya, siapa gurunya? Memikirkan hal seperti ini saja belum mudah, apalagi menggapai peringkat seperti itu.

Tapi sebentar, barangkali ada cara mudah yang bisa dicari di sekitar Quran Surat al-Imran (3):190 itu.
Ayat selanjutnya QS al-Imran (3): 191 menyebutkan ciri-ciri ulul albab itu.
(Ulul albab yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka”.

Ternyata mereka senantiasa dzikrullah dalam semua posisi tubuhnya. Jika melihat dari sudut pandang ini saja, bukankah posisi shalat menunjukkan hal itu. Shalat menjadi kebutuhan mutlak Muslim. Lima waktu dalam setiap hari. Itu pada dasarnya bertujuan untuk dzikrullah. Dan tegakkanlah shalat untuk dzikir kepadaKu QS Thaha (20):130.
Di dalam shalat, Muslim melakukan seluruh posisi sesuai ayat 191 itu. Muslim yang sedang sakit, tidak kuasa untuk berdiri atau duduk, dia diijinkan untuk shalat sambil berbaring.

Nah, sekarang mulai terbuka satu pintu memungkas jalan pintas menjadi cerdas. Ialah dengan menegakkan shalat lima waktu. Muslim yang baik pasti akan istiqamah menegakkannya. Sehingga setiap Muslim yang baik semestinya memiliki tiket menjadi cerdas melalui jalan ini.

Selanjutnya, bukankah shalat, juga akan memproduksi para penegaknya untuk mampu mencegah dirinya dari perbuatan keji dan mungkar QS al-Ankabut (29): 45. Sedangkan orang yang mampu mendidik dirinya jauh dari perbuatan keji dan munkar itu adalah golongan orang yang bertakwa kepada Allah. Kelompok orang-orang yang bertakwa ini pasti memiliki sejumlah besar fasilitas dari Allah. Fasilitas itu antara lain, Allah menjadikan mereka cerdas QS al-Anfal (7): 9. Semakin tinggi tingkat takwa kelompok ini semakin cerdas mereka.

Itu berarti semakin bagus kualitas shalat yang ditegakkan setiap Muslim, mereka akan memperoleh fasilitas untuk semakin cerdas. Cerdas proses berpikirnya, sangat detail dalam memahami persoalan. Apa yang diketahuinya sesuai dengan petunjuk ilahi, kebenaran yang ia ketahui adalah kebenaran hakiki.

Dulu pernah ada seorang mahasiswa suatu perguruan tinggi (PT) favorit secara nasional. Ia berasal dari satu kabupaten tak jauh dari lokasi PT itu. Memang, dia berhasil lulus terbaik dari SMA favorit di kotanya. Tapi, kualitas SMA nya itu jika dibandingkan dengan kualitas SMA lain yang top di Indonesia masih perlu diuji.

Setelah menamatkan SMA-nya, mahasiswa ini merantau ke kota lokasi PT dia saat itu. Sebagaimana teman-teman sesama tingkat, dia rajin belajar. Hanya saja karena dia berangkat dari keluarga pondok pesantren, maka ada kewajiban tak tertulis agar dirinya mengkaji agama lebih banyak, agar lebih faqih.

Secara perbandingan waktu, pastilah dia tidak bisa belajar seimbang dengan teman seangkatannya. Teman-temannya belajar rata-rata 6-8 jam sehari semalam. Untuk golongan yang peringkat rajin. Sedangkan dirinya paling-paling memiliki kesempatan belajar sekitar 2 jam per hari.

Mengapa demikian? Dia harus mengaji pagi dan sore di tempat yang jauh dari tempat kos-nya.
Pagi shubuh dia sudah harus berangkat. Menjelang jadual masuk kuliah pagi dia sudah harus siap ke kampus. Dia tak pernah terlambat dan tidak pernah bolos kuliah.
Dia sudah harus berangkat mengaji sore ba’da ashar. Karena dia harus sudah sampai di tempat mengaji sebelum maghrib. Setelah selesai shalat isya berjemaah di tempat ia mengaji, barulah dia kembali ke kos. Di waktu itu dia makan malam. Setelah makan malam baru ada sedikit waktu untuk belajar, antara sudah makan itu dan menjelang tidur malam. Ia memulai tidur malam pukul 21.00 WIB.

Di samping rajin mengaji, dia juga memiliki kesibukan dalam organisasi. Intra kampus mau pun ekstra kampus. Jadi totalitas waktunya memang perlu dijadual ketat.

Sekitar pukul satu malam dia harus bangun dan memantapkan hafalan alQuran, melalui shalat malam. Sementara beranjak pagi, dia harus mempersiapkan kitab dan lain-lainnya, untuk mengaji tafsir alQuran dan sarah alHadits shahih.

Itu kegiatan yang rutin dijalaninya. Praktis jika dikomparasi dengan teman-teman seangkatan, dia memiliki hanya sekitar sepertiga waktu mereka untuk memperdalam materi kuliah. Apakah nilai mata kuliahnya berantakan. Eh tunggu dulu!

Teryata, setiap kali pengumuman hasil evaluasi belajar (ujian), yang paling sering muncul baginya adalah nilai A. Padahal dari sekitar 160-an lebih mahasiswa yang mampu menuai nilai A pada mata kuliah tertentu berkisar 4-5 orang saja. Lumayan!

Entah karena kemampuannya atau bagaimana. Tetapi yang pasti, jika mekanisme jalan pintas menjadi cerdas sesuai dengan mekanisme petunjuk kitab suci alQuran, boleh jadi dia baru bisa cerdas karena keseriusannya menegakkan shalat. Di samping ketekunannya meningkatkan hafalan alQuran.

Bukankah alQuran juga dikenal dengan sebutan alFurqan (pembeda yang haq/benar dan bathil/keliru). Bukankah kemampuan membedakan yang benar dan yang salah itu merupakan makna cerdas. Termasuk dalam bidang ilmu yang sedang dia geluti. Jadi dia bisa menjawab dengan benar pada setiap ujian yang dihadapinya sangat mungkin karena faktor itu.

Salah atau benar satu contoh mini ini Allahu a’lam, Allah Yang Maha Mengetahui. Yang pasti apa yang dituntunkan alQuran adalah haq. AlQuran adalah kitab suci dari Tuhan pencipta alam.
Mari kita jadikan shalat, antara lain untuk menggapai potensi diri menuju tingkat ulul albab, biidznillaah!

Abdurachman

Penulis adalah Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya, Pemerhati spiritual medis dan penasihat sejumlah masjid di Surabaya.

Artikel ini adalah kiriman dari pembaca detikcom. Seluruh isi artikel menjadi tanggung jawab penulis. (Terima kasih-Redaksi)

(erd/erd)



Sumber : www.detik.com

Lima Hal Bagi Pemimpin



Jakarta

Menurut Imam Syafi’i ada lima hal ( karakter ) bagi seorang pemimpin yaitu, bicaranya jujur, pandai menyimpan rahasia, menepati janji, mengawali dalam nasihat, dan menjalankan amanah. Ini karakter pemimpin yang ideal, namun dalam kehidupan nyata seorang pemimpin untuk berbicara jujur saja sangatlah berat apalagi bisa menepati janji yang kadang diobral saat melakukan kampanye. Oleh karena itu, wahai pemimpin negeri maupun rakyat pemilih, selalu berzikirlah untuk mengingat Allah SWT. agar diberi bimbingan untuk menjalankan amanah menuju negeri yang aman, tenteram, damai dan harmonis, yang di dalamnya ada rasa saling menghormati dan saling membantu.

Jujur dalam Bicara. Secara umum, jujur adalah sebuah sifat yang membutuhkan kesesuaian antara perkataan yang diucapkan serta perbuatan yang dilakukan oleh seseorang. Itu artinya, seseorang kemudian dapat dikatakan jujur jika ia mengucapkan sesuatu yang sesuai dengan apa yang sebenarnya terjadi dan disertai dengan tindakan yang seharusnya. Pemimpin merupakan panutan masyarakat, kejujuran adalah keharusan karena dampak dari kejujurannya akan membawa atmosfir yang baik dalam kehidupan masyarakat.

Karena begitu pentingnya sikap jujur ini sampai Allah SWT. berfirman dalam Al-Qur`an surah at-Taubah ayat 119 yang artinya, “bahwa Allah memerintahkan orang-orang yang beriman dan bertaqwa menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangannya kemudian Allah perintahkan agar berteman bergaul dan bersama orang-orang yang jujur”
Adapun makna ayat ini adalah Allah SWT. berfirman kepada orang-orang beriman agar bertakwa kepada-Nya dengan menjalankan segala perintah dan menjauhi larangan-Nya, dan senantiasa jujur dalam janji, perkataan, dan perbuatan mereka.


Menepati Janji. Dalam Islam, sifat jujur dan menepati janji adalah hal yang harus dipupuk dalam diri. Jika berani mengucap janji, maka harus berani pula untuk menepati dan melaksanakannya sesuai kesepakatan. Sebaliknya, jika mengingkari janji, maka ada konsekuensi yang harus diterima.
Pada masa-masa kampanye biasanya sebagian para calon “memberikan banyak janji” maka pada saatnya hendaknya dipenuhi, jika tidak realisasi maka jatuhlah reputasinya. Sebaiknya para calon pemimpin tidak mengumbar janji, hal ini sama dengan mengumbar hutang.

Adapun perintah Allah SWT. agar setiap orang yang telah berjanji harus memenuhinya, sebagaimana dalam firman-Nya surah an-Nahl ayat 91 yang artinya, “Dan tepatilah janji dengan Allah apabila kamu berjanji dan janganlah kamu melanggar sumpah, setelah diikrarkan, sedang kamu telah menjadikan Allah sebagai saksimu (terhadap sumpah itu). Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu perbuat.”

Pandai Menyimpan Rahasia. Menyembunyikan rahasia merupakan perintah dalam ajaran Islam. Rahasia adalah penting, jika terbuka maka bisa terjadi keretakan dalam rumah tangga dan dalam sekala besar ( negara ) bisa terjadi peperangan karena bocornya rahasia negara kepada negara lainnya. Sebagaimana dalam firman-Nya surah at-Tahrim ayat 3 yang artinya, “Dan ingatlah ketika secara rahasia Nabi membicarakan suatu peristiwa kepada salah seorang istrinya (Hafsah). Lalu dia menceritakan peristiwa itu (kepada Aisyah) dan Allah memberitahukan peristiwa itu kepadanya (Nabi), lalu (Nabi) memberitahukan (kepada Hafsah) sebagian dan menyembunyikan sebagian yang lain. Maka ketika dia (Nabi) memberitahukan pembicaraan itu kepadanya (Hafsah), dia bertanya, “Siapa yang telah memberitahukan hal ini kepadamu?” Nabi menjawab, “Yang memberitahukan kepadaku adalah Allah Yang Maha Mengetahui, Mahateliti.”

Pemimpin hendaknya bisa menyimpan rahasia khususnya rahasia negara. Kebijakan yang akan dijalankan tidaklah boleh bocor atau sengaja dibocorkan untuk kepentingan suatu kelompok. Adapun kerahasiaan paling sensitif tentang pertahanan. Oleh sebab itu, pemimpin harus teguh dalam menyimpan kerahasiaan negara.

Amanah dan Bernasihat. Seorang pemimpin yang amanah adalah seseorang yang jujur dan terbuka dalam segala hal. Mereka tidak menyembunyikan informasi penting dari publik dan selalu memegang prinsip kejujuran dalam berkomunikasi dengan masyarakat. Pemimpin yang amanah selalu bertanggung jawab atas tindakan dan keputusan yang mereka ambil. Memangku jabatan sebagai pimpinan, berarti ada amanah yang harus dipertanggungjawabkan. Pada hakikatnya, dalam Islam kepemimpinan adalah amanat, kepercayaan dari Allah SWT. yang diberikan kepada hamba-Nya untuk membawa kebaikan, hidup sejahtera dan keberkahan.

Di samping seorang pemimpin mengawali sesuatu dengan nasihat. Dalam memberikan nasihat, sebaiknya dengan bertutur lemah lembut seperti yang dicontohkan Nabi Muhammad SAW. dengan memperhatikan waktu dan kondisi yang ada. Beliau sangat memperhatikan kondisi audiens yang akan diberikan nasihat, memberikan rentang waktu yang tepat agar pendengar tidak merasa terbebani dengan nasihat yang baru.m

Semoga Allah SWT. memberikan cahaya-Nya agar para pemimpin negeri dapat menjalan lima karakter di atas.

Aunur Rofiq

Ketua DPP PPP periode 2020-2025
Artikel ini merupakan kiriman pembaca detikcom. Seluruh isi artikel menjadi tanggungjawab penulis. (Terimakasih – Redaksi)

(erd/erd)



Sumber : www.detik.com

Ruang Terbatas, Jemaah yang Salat di Masjid Nabawi Dilarang Bawa Ini



Jakarta

Ada peraturan baru yang dikeluarkan oleh Kementerian Haji dan Umrah Arab Saudi mengeluarkan peraturan baru terkait dengan kunjungan jemaah ke Masjid Nabawi.

Dilansir Arabian Business pada Kamis (4/9/2023) peraturan ini pertama kali diunggah melalui pihak kementerian melalui media sosial pada akhir Agustus 2024. Disebutkan, jemaah tidak boleh membawa barang bawaan besar seperti koper ke area dalam masjid dan tidak diperkenankan membawa bawaan kecil ke tempat salat.

Pihak Masjid Nabawi menyediakan loker untuk jemaah yang bisa digunakan untuk menaruh bawaan berukuran kecil.


“Agar kunjungan jemaah aman dan terorganisir saat ke Masjid Nabawi, kami meminta agar jemaah mematuhi peraturan terkait penyimpanan bagasi,” tulis Kementerian dalam sebuah pernyataan.

Disebutkan, untuk bagasi dan koper kecil, dilarang keras dibawa ke tempat salat. Jemaah dapat menggunakan loker yang ada di luar masjid untuk menyimpan barang dengan aman. Hal ini dikarenakan keterbatasan ruang di masjid Nabawi.

Masjid Nabawi juga membuka Raudhah bagi jemaah yang sudah mengantongi izin masuk. Melansir buku Misteri Mukjizat Makkah & Madinah: 21 Kedahsyatan Yang Terjadi Di Kota Al-Mukaramah yang ditulis Namin Asimah, dijelaskan Raudhah adalah suatu tempat di Masjid Nabawi yang terletak di antara mimbar Rasulullah SAW dan kamar (rumah) Rasulullah SAW.

Raudhah juga dikenal dengan sebutan Taman Surga. Para ulama berpendapat sebutan memiliki dua makna, hakiki maupun majazi.

Makna hakiki bahwa tempat tersebut kelak di hari kiamat akan diangkat ke surga. Sementara itu, makna majazi bahwa yang dimaksud adalah amalan yang dilaksanakan di Raudhah akan mengantarkan pelakunya masuk ke taman-taman surga.

Melansir Gulf News, April lalu, Kerajaan Arab Saudi telah memasang pembatas berupa kuningan berlapis emas yang mengelilingi ruang suci di Masjid Nabawi. Sebelumnya, ruangan ini dipagari dengan kayu. Pejabat setempat mengatakan, hal ini bertujuan untuk menjaga identitas visual dan pola arsitektur masjid.

Desain pembatas ini terinspirasi dari bagian depan kamar nabi, Raudhah, dan kabin tempat menyimpan mushaf Al-Qur’an. Ruang suci ini dikelilingi oleh pembatas sepanjang 87 meter yang terbuat dari kuningan murni.

(rah/rah)



Sumber : www.detik.com

Apa Itu Haji Ifrad, Dalil, Tata Cara, Waktu dan Perbedaan dengan Jenis Haji Lainnya


Jakarta

Bagi umat Islam, melaksanakan ibadah haji merupakan salah satu rukun Islam yang wajib ditunaikan bagi mereka yang mampu. Haji Ifrad adalah salah satu dari tiga jenis haji yang dikenal dalam ajaran Islam, selain Haji Tamattu’ dan Haji Qiran.

Haji Ifrad merupakan salah satu jenis ibadah haji di mana seseorang melaksanakan ibadah haji terlebih dahulu, dan umrah dilakukan secara terpisah setelahnya di luar musim haji. Dengan kata lain, dalam Haji Ifrad, umrah tidak dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan haji.

Apa Itu Haji Ifrad

Dalam buku Ensiklopedia Fikih Indonesia: Haji & Umrah yang disusun oleh Ahmad Sarwat, dijelaskan bahwa ifrad berasal dari kata mashdar dengan akar kata ‘afrada’, yang artinya memisahkan sesuatu sehingga menjadi sendiri-sendiri, atau memisahkan sesuatu yang sebelumnya digabungkan.


Secara harfiah, ifrad memiliki makna yang berlawanan dengan qiran, yaitu menggabungkan.

Dalam konteks ibadah haji, ifrad merujuk pada pemisahan antara ibadah haji dan umrah. Dengan demikian, pelaksanaan haji tidak dilakukan bersamaan dengan umrah.

Orang yang melaksanakan haji ifrad hanya menunaikan ibadah haji tanpa melakukan umrah. Namun, mereka tetap diperbolehkan melakukan umrah, tetapi setelah seluruh rangkaian haji selesai.

Haji Ifrad adalah satu-satunya jenis haji yang tidak mengharuskan jemaah membayar denda berupa penyembelihan kambing sebagai dam. Berbeda dengan Haji Tamattu’ dan Qiran, yang mewajibkan jemaah untuk membayar dam.

Dalil Pelaksanaan Haji Ifrad

Haji Ifrad dilaksanakan berdasarkan dalil dari hadits yang menyebutkan bahwa Rasulullah memisahkan antara ibadah haji dan umrah saat menunaikan haji.

Dasar pelaksanaan Haji Ifrad bersumber dari hadits yang diriwayatkan oleh ‘Aisyah RA. Dia berkata,

“Kami keluar bersama Rasulullah SAW pada tahun ketika beliau melaksanakan haji Wada’. Di antara kami ada yang berihram untuk umrah, berihram untuk umrah dan haji (haji qiran), dan ada pula yang berihram untuk melaksanakan haji saja. Sementara Rasulullah berihram untuk haji. Adapun yang berihram untuk haji atau yang berihram dengan menggabungkan antara haji dan umrah, maka mereka tidak bertahallul hingga pada hari Nahar (tanggal 10 Zulhijah).” (HR Bukhari dan Muslim).

Tata Cara dan Rangkaian Haji Ifrad

Kembali mengacu pada buku Ensiklopedia Fikih Indonesia: Haji & Umrah yang disusun oleh Ahmad Sarwat, tata cara pelaksanaan Haji Ifrad adalah dengan menunaikan ibadah haji terlebih dahulu. Setelah menyelesaikan haji, jamaah kemudian mengenakan ihram untuk umrah dan melaksanakan rangkaian amalan umrah.

Secara ringkas, urutan pelaksanaan Haji Ifrad adalah menyelesaikan haji terlebih dahulu, kemudian melanjutkan dengan umrah. Menurut buku Fiqh As-Sunnah Jilid 3 karya Sayyid Sabiq, terjemahan Khairul Amru Harahap dan kawan-kawan, mereka yang menunaikan Haji Ifrad melafalkan talbiyah dengan lafaz sebagai berikut:

Labbaika bi-hajjin

Artinya: “Aku memenuhi panggilan-Mu untuk haji.”

Secara lebih rinci berikut ini adalah tata cara dan rangkaian kegiatan haji Ifrad:

  1. Ihram di miqat untuk haji
  2. Tawaf qudum
  3. Sa’i haji
  4. Tanggal 8 Dzulhijjah, masih keadaan ihram
  5. Tanggal 9 Dzulhijjah, wukuf di Arafah
  6. Tanggal 10 Dzulhijjah, mabit di Muzdalifah
  7. Lempar jumrah Aqabah
  8. Tahalul Awal
  9. Tawaf Ifadhah
  10. Tahalul Tsani
  11. Mabit di Mina
  12. Tanggal 11 Dzulhijjah, melempar tiga jumrah
  13. Tanggal 12 Dzulhijjah, melempar tiga jumrah
  14. Meninggalkan Mina untuk Nafar Awal
  15. Tanggal 13 Dzulhijjah, melempar tiga jumrah
  16. Meninggalkan Mina untuk Nafar Tsani

Waktu Pelaksanaan Haji Ifrad

Dikutip dari buku Tuntunan Lengkap Wajib & Sunnah Haji dan Umrah karya H. Halik Lubis, berikut ini adalah waktu pelaksanaan Haji Ifrad:

8 Zulhijah – Mekah (pagi)

Berangkat menuju Mina bila melakukan sunah Tarwiyah atau menuju Arafah setelah meninggalkan sunah Tarwiyah.

8 Zulhijah – Mina (siang-malam)

Bermalam/mabit di Mina sebelum berangkat ke Arafah seperti yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW.

9 Zulhijah – Mina (pagi)

Berangkat menuju Arafah setelah matahari terbit atau setelah melakukan salat Subuh.

9 Zulhijah – Arafah (siang-sore)

Sembari menunggu wukuf pada tengah hari, jangan lupa berdoa, berzikir, dan bertasbih. Selanjutnya meng-qashar salat Dzuhur dan Ashar. Kedua salat ini dilakukan pada waktu Dzuhur. Setelah salat selesai, berlanjut dengan wukuf dan berdoa, berzikir, dan bertalbiah, dilakukan terus menerus hingga waktu Maghrib tiba.

9 Zulhijah – Arafah (sore-malam)

Setelah matahari terbenam, dilanjutkan menuju Muzdalifah. Melakukan salat Maghrib di Muzdalifah dengan jamak salah Isya seperti yang dicontohkan Nabi Muhammad SAW.

9 Zulhijah – Muzdalifah (malam)

Menjamak takhir Maghrib dan Isya. Bermalam sebentar hingga lewat tengah malam sembari mengumpulkan 7 kerikil yang bertujuan untuk melempar jumrah aqabah.

10 Zulhijah – Mina

Melontarkan jumrah aqabah sebanyak 7 kali, melakukan tahalul awal, kemudian melanjutkan tawaf ifadah, sa’i, dan sunah melakukan tahallul qubra dengan cara mencukur rambut kepala. Jemaah harus sudah tiba di Mina sebelum waktu Magrib kemudian bermalam di Mina hingga tengah malam.

11 Zulhijah – Mina

Melontarkan jumrah Ula, wusta, dan Aqabah sebanyak 7 kali. Kemudian bermalam di Mina paling tidak sebelum Maghrib hingga tengah malam.

12 Zulhijah – Mina

Melontar jumrah Ula, Wusta, dan Aqabah masing-masing 7 kali saat waktu subuh. Nafar awal, kembali ke Mekah sebelum Maghrib tiba. Hingga akhirnya dilanjutkan melakukan tawaf ifadah dan sa’i setelah tahallul qubra bagi yang belum melakukan.

13 Zulhijah – Mina (pagi)

Melontar jumrah Ula, Wusta, dan Aqabah sebanyak 7 kali.

13 Zulhijah – Mekah (siang-malam)

Melakukan tawaf iafadah, sa’i, dan melakukan tahallul qubra bagi yang belum melaksanakannya. Setelah ini, ibadah haji pun selesai.

Perbedaan Haji Ifrad dengan Haji Qiran dan Tamattu

Menurut buku Fiqih Lima Mazhab: Ja’fari, Hanafi, Maliki, Syafi’i, Hambali karya Mighniyah, Haji Ifrad adalah ibadah haji yang dilaksanakan secara terpisah dari umrah. Dalam praktiknya, Haji Ifrad dimulai dengan pelaksanaan haji terlebih dahulu, kemudian dilanjutkan dengan ibadah umrah setelahnya.

Sementara itu, Haji qiran adalah ibadah haji dan umrah yang dilakukan secara bersamaan. Dalam haji qiran, jamaah berihram dengan niat umrah dan haji sekaligus.

Jenis Haji yang terakhir, Haji Tamattu merupakan ibadah haji yang diawali dengan melakukan umrah terlebih dahulu.

(hnh/lus)



Sumber : www.detik.com

Hukum Menyegerakan Berbuka Puasa Dijelaskan melalui Hadits Rasulullah SAW



Jakarta

Menyegerakan berbuka puasa menjadi salah satu sunnah yang dianjurkan. Setiap muslim yang berpuasa, baik puasa wajib maupun puasa sunnah, diperintahkan untuk segera berbuka saat matahari telah terbenam.

Hukum menyegerakan berbuka puasa merupakan sunnah yang dilakukan Rasulullah SAW semasa hidup. Beliau juga menjelaskannya melalui beberapa hadits.

Dalam Syarah Hadits Pilihan Bukhari-Muslim, Abdullah bin Abdurrahman Alu Bassam menjelaskan hadits yang berisi anjuran menyegerakan berbuka puasa.


Dari Sahl bin Sa’ad As Sa’idi RA, dia berkata, “Rasulullah SAW bersabda, ‘Manusia senantiasa dalam kebaikan selagi mereka menyegerakan berbuka.”

Dalam riwayat Ahmad, “Dan mengakhirkan sahur.”

Hadits ini menegaskan bahwa Rasulullah SAW menjelaskan terbenamnya matahari sebagai waktu berbuka bagi orang yang berpuasa. Beliau memerintahkan untuk segera berbuka pada awal waktu dan mengabarkan, “Manusia senantiasa dalam kebaikan selagi mereka menyegerakan berbuka.” Dengan begitu, mereka tetap memelihara as sunnah.

Dalam hadits lain dari Umar bin Khattab RA, dia berkata, “Rasulullah SAW bersabda, ‘Jika waktu malam tiba dari arah sana dan waktu siang berlalu dari arah sana, berarti orang yang berpuasa telah berbuka.”

Mengutip buku Ramadhankan Dirimu oleh Ishaq Subu, Rasulullah SAW tidak sekedar menganjurkan kepada umatnya, tetapi beliau juga memberi contohnya.

Dari Anas bin Malik, ia berkata, “Sungguh Rasulullah SAW tidak menunaikan salat maghrib sampai beliau berbuka walau hanya dengan seteguk air.” (HR Tirmidzi)

Makna Hadits Menyegerakan Berbuka Puasa

Hadits yang menerangkan anjuran untuk menyegerakan berbuka puasa ini berlaku bagi setiap muslim yang berpuasa.

Menyegerakan berbuka puasa berlaku ketika matahari telah terbenam. Sebelum berbuka puasa, harus dipastikan dahulu wujud datangnya malam.

Hadits ini menjelaskan bahwa waktu puasa menurut ketetapan syariat ialah semenjak terbit fajar hingga matahari terbenam. Karena itulah Rasulullah SAW memberikan pengertian kepada umatnya bahwa jika waktu malam mulai terlihat di arah timur dan siang hari berlalu di arah barat, artinya terbenamnya matahari, berarti orang yang berpuasa telah memasuki waktu berbuka, yang tidak seharusnya ditunda-tunda.

Bahkan orang yang menunda berbuka puasa layak dicela, karena mengikuti perintah syariat dan mewujudkan ketaatan serta membedakan antara waktu ibadah dan selain ibadah, serta memberikan hak kepada jiwa untuk menikmati kehidupan yang mubah.

(dvs/erd)



Sumber : www.detik.com

Doa Bercermin dan Artinya untuk Pria dan Wanita


Jakarta

Bercermin adalah aktivitas sehari-hari yang sering kita lakukan untuk melihat penampilan. Namun, dalam Islam, bercermin bukan hanya soal penampilan fisik, ada sunnah yang dianjurkan saat bercermin, yaitu membaca doa.

Doa ini mengingatkan kita bahwa segala keindahan dan kebaikan yang kita lihat adalah pemberian Allah SWT. Kita wajib bersyukur akan hal tersebut.

Doa Bercermin Arab, Latin, dan Terjemahannya

Menukil buku 63 Adab Sunnah karya Dr. KH. Rachmat Morado Sugiarto, Lc., M.A. al-Hafizh, doa bercermin yang dapat dibaca adalah:


اللَّهُمَّ أَحْسَنْتَ خَلْقِي فَأَحْسِنْ خُلُقِي

Bacaan latin: Allahumma ahsanta kholqii fa ahsin khuluqii

Artinya: “Ya Allah Engkau telah membaguskan penciptaanku maka baguskanlah akhlakku.”

Sedangkan dalam buku Doa dalam Al-Qur’an dan Sunnah karya M Quraish Shihab, doa yang dapat dibaca ketika bercermin adalah sebagai berikut:

اَلْحَمْدُ لِلَّهِ اللَّهُمَّ كَمَا حَسَّنْتَ خَلْقِي فَحَسِّنُ خُلُقي

Bacaan latin: Alhamdulillaah allaahumma kamaa hassanta khalqi fahassin khuluqii.

Artinya: “Segala puji hanya bagi Allah. Ya Allah, sebagaimana Engkau telah perindah tubuhku, maka perindah juga akhlakku.” (HR Ahmad dan at-Tirmidzi)

Makna dan Hikmah Doa Bercermin

Dalam buku Adab Islam dalam Kehidupan Sehari-hari karya Mahdy Saeed Reziq Krezem, doa bercermin memiliki makna yang dalam. Saat kita bercermin dan melihat diri kita, kita diingatkan bahwa fisik kita adalah ciptaan Allah SWT. Selain mensyukuri fisik yang telah Allah SWT berikan, doa ini juga mengajarkan kita untuk memperbaiki akhlak. Kecantikan atau ketampanan fisik tidak ada artinya tanpa keindahan akhlak.

Dengan membaca doa bercermin, kita memohon kepada Allah SWT agar tidak hanya memperindah penampilan luar, tetapi juga memperbaiki perilaku dan hati kita. Akhlak yang baik akan memancarkan kecantikan batin, yang jauh lebih berharga di mata Allah SWT.

Adab Bercermin

Menukil buku Living Hadis karya Salim Rosyadi dkk, terdapat beberapa adab bercermin. Hal ini mengajarkan kita untuk bertindak dengan penuh makna, kesadaran, dan sesuai dengan tuntunan agama.

  • Mengingat nikmat yang diberikan oleh Allah SWT.
  • Tidak berlebihan dalam mengagumi keindahan diri sendiri.
  • Tidak mencela kekurangan fisik diri.
  • Bersabar atas kekurangan diri.
  • Bersyukur atas kelebihan yang dimiliki.
  • Tidak terlalu lama berada di depan cermin.
  • Tidak berlebihan dalam bercermin.

Manfaat Membaca Doa Bercermin

Merujuk buku Adab Islam dalam Kehidupan Sehari-hari karya Mahdy Saeed Reziq Krezem, ada beberapa manfaat yang bisa didapatkan ketika kita berdoa saat bercermin. Di antaranya adalah:

1. Mengajarkan Syukur

Doa ini mengingatkan kita untuk selalu bersyukur atas segala pemberian Allah SWT, baik fisik maupun batin.

2. Meningkatkan Akhlak

Dengan berdoa, kita memohon agar Allah SWT memperbaiki akhlak dan sifat-sifat kita. Sehingga dapat menjadi pribadi yang lebih baik.

Doa bercermin menekankan bahwa keindahan fisik adalah anugerah. Namun keindahan akhlak adalah cerminan dari iman yang baik.

Pentingnya Sunnah dalam Kehidupan Sehari-hari

Islam sangat memperhatikan segala aspek kehidupan, termasuk hal-hal kecil seperti bercermin. Setiap aktivitas sehari-hari dapat menjadi ibadah jika disertai dengan niat yang baik dan sesuai dengan ajaran Rasulullah SAW. Membaca doa saat bercermin adalah salah satu cara kita untuk mengikuti sunnah Nabi dan mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Dalam buku Sunnah Rasulullah Sehari-hari karya Syaikh Abdullah bin Hamoud Al Furaih, terdapat sebuah hadits bahwa Rasulullah SAW bersabda,

“Hendaknya kalian berpegang kepada sunnahku dan sunnah para khulafa rasyidin yang mendapat petunjuk, pegang teguhlah dan gigitlah ia dengan gigi geraham.” (HR Abu Dawud dan At-Tirmidzi. Hadits ini dinilai shahih oleh Al-Albani dalam Shahih Al-Jami’)

(hnh/kri)



Sumber : www.detik.com