Tag Archives: mandi

Doa Masuk WC Lengkap dengan Cara Membaca dan Adabnya


Jakarta

Doa masuk WC atau kamar mandi bisa diamalkan muslim agar terhindar dari godaan setan. Sebagai seorang muslim, sudah sepantasnya kita selalu berdoa kepada Allah SWT.

Allah SWT berfirman dalam surah Gafir ayat 60,

وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُوْنِيْٓ اَسْتَجِبْ لَكُمْ ۗاِنَّ الَّذِيْنَ يَسْتَكْبِرُوْنَ عَنْ عِبَادَتِيْ سَيَدْخُلُوْنَ جَهَنَّمَ دَاخِرِيْنَ ࣖࣖࣖ ٦٠


Artinya: “Tuhanmu berfirman, “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Aku perkenankan bagimu (apa yang kamu harapkan). Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri tidak mau beribadah kepada-Ku akan masuk (neraka) Jahanam dalam keadaan hina dina.”

Kamar mandi tergolong sebagai tempat kotor. Bahkan, WC digunakan sebagai tempat tinggal jin dan setan sebagaimana disebutkan dalam hadits. Untuk itu, umat Islam dianjurkan membaca doa ketika masuk WC.

Anjuran membaca doa masuk WC termaktub dalam sebuah hadits Nabi SAW, beliau bersabda,

“Pembatas antara jin dengan aurat bani Adam (manusia) manakala seorang di antara mereka masuk ke kamar mandi, adalah agar ia mengucapkan ‘Bismillah’,” (HR Tirmidzi dan Ibnu Majah)

Berikut doa masuk WC yang bisa dibaca muslim seperti dikutip dari buku Kumpulan Doa Sehari-Hari oleh Ditjen Bimas Islam Kementerian Agama RI.

Doa Masuk WC: Arab, Latin dan Bacaannya

اَللّٰهُمَّ اِنّىْ اَعُوْذُبِكَ مِنَ الْخُبُثِ وَالْخَبَآئِثِ

Arab latin: Allahumma innii a’uudzubika minal khubutsi wal khabaaitsi.

Artinya: “Dengan nama Allah. Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari kejahatan para setan.”

Cara Membaca Doa Masuk WC

Mengutip dari Yaum fi Hayaati Muslim karya Muhammad Hasan Yusuf terjemahan Abu Najib Abdillah, doa masuk WC dibaca dengan keras. Maksud keras di sini sampai suaranya terdengar oleh orang lain.

Anjuran membaca doa masuk WC secara keras merujuk pada hadits dari Imam As-Shan’ani yang berkata:

“Lahiriah hadits Anas bahwa nabi mengeraskan zikir ini, maka bagusnya membacanya dengan keras.” (Sulubus Salam, 1/174)

Adab Masuk WC bagi Muslim

Mengutip Buku Pintar 50 Adab Islam susunan Arfiani, berikut sejumlah adab masuk WC yang perlu diperhatikan muslim.

  • Membaca doa masuk WC
  • Masuk kamar mandi didahului kaki kiri
  • Tidak berlama-lama di dalam WC
  • Tidak boros air
  • Tidak bersiul di dalam WC

(aeb/kri)



Sumber : www.detik.com

Doa Mandi Besar setelah Haid Lengkap dengan Tata Cara dan Keutamaannya


Jakarta

Doa mandi besar setelah haid juga disebut sebagai niat mandi besar. Sebelum mandi besar, sudah sepantasnya muslim membaca doa tersebut karena menjadi salah satu rukun yang perlu ditunaikan.

Menukil dari buku Fikih oleh Udin Wahyudin, rukun mandi wajib ada dua yaitu membaca doa atau niat mandi wajib sebelum menghilangkan hadats. Kedua, mengalirkan air ke seluruh badan.

Sementara itu, haid merupakan kondisi biologis yang dialami setiap wanita. Diterangkan oleh Sayyid Abdurrahman bin Abdul Qadir Assegaf dalam Kitab Haid, Nifas, dan Istihadhah terjemahan Ahmad Atabik dan Abdul Majid bahwa haid menjadi penanda organ reproduksi wanita sehat.


Wanita muslim dalam kondisi haid tidak diperbolehkan melakukan beberapa ibadah seperti salat, puasa dan membaca Al-Qur’an. Allah SWT berfirman dalam surah Al Baqarah ayat 222,

وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الْمَحِيضِ ۖ قُلْ هُوَ أَذًى فَاعْتَزِلُوا النِّسَاءَ فِي الْمَحِيضِ ۖ وَلَا تَقْرَبُوهُنَّ حَتَّىٰ يَطْهُرْنَ ۖ فَإِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ أَمَرَكُمُ اللَّهُ ۚ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ

Artinya: “Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah: “Haid itu adalah suatu kotoran,” Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haid; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.”

Bacaan Doa Mandi Besar setelah Haid

Berikut bacaan doa mandi besar atau niat mandi besar setelah haid seperti dikutip dari buku Panduan Muslim Kaffah Sehari-hari oleh Muh Hambali.

نَوَيْتُ الْغُسْلَ لِرَفْعِ حَدَثِ الْحَيْضِ ِللهِ تَعَالَى

Arab latin: Nawaitul ghusla lifraf il hadatsil akbari minal haidil lillahi ta’ala

Artinya: “Saya berniat mandi wajib untuk mensucikan hadats besar dari haid karena Allah Ta’ala.”

Tahapan Mandi Besar setelah Haid

Berikut beberapa tata cara mandi besar yang disebutkan dalam buku Fiqh Ibadah karya Zaenal Abidin,

  1. Berwudhu
  2. Membaca doa mandi besar setelah haid
  3. Basuh air dari ujung kepala sampai kaki sebanyak tiga kali
  4. Mengguyur anggota tubuh bagian kanan tiga kali, lalu bagian kiri sebanyak tiga kali
  5. Menggosok seluruh anggota tubuh
  6. Menyela bagian dalam rambut
  7. Bagi perempuan berambut panjang tidak wajib membuka ikatan rambutnya, tetapi wajib membasahi akar rambut dengan air
  8. Bersihkan kotoran yang menempel di sekitar daerah-daerah lipatan tubuh
  9. Lanjutkan mandi seperti biasa dan bilas sampai bersih
  10. Jika hendak melaksanakan salat setelah mandi besar, maka harus berwudhu kembali

Doa setelah Mandi Besar yang Bisa Diamalkan

Selain doa mandi besar setelah haid yang dibaca sebagai niat, ada juga bacaan yang dapat diamalkan setelah selesai mandi. Bacaan ini dinukil dari buku Praktik Mandi Janabah Rasulullah Menurut Empat Madzhab susunan Isnan Ansory.

أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ اللَّهُمَّ اجْعَلْنِى مِنَ التَّوَّابِينَ وَاجْعَلْنِى مِنَ الْمُتَطَهِّرِينَ

Arab latin: Asyhadu an laa ilaha illallahu wahdahu laa syarika lahu, wa asyhadu anna Muhammadan abduhu wa Rasuluhu, allahumma-jalni minattawwabina, waj-alni minal-mutathahirrina

Artinya: “Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah Yang Esa, tiada sekutu bagi-Nya, dan aku bersaksi bahwa Muhammad itu hamba-Nya dan utusan-Nya. Ya Allah, jadikanlah aku termasuk orang-orang yang bertobat dan jadikanlah aku pula termasuk orang-orang yang selalu mensucikan diri.”

Keutamaan Mandi Besar

Melalui hadits Rasulullah SAW kepada Fatimah binti Abu Hubaish disebutkan tentang keutamaan mandi besar yaitu sebagai syarat mengerjakan salat dan tawaf. Beliau bersabda,

“Apabila masa haidmu datang maka tinggalkanlah salat dan jika telah suci maka mandi dan salatlah.” (HR Bukhari)

Amalan yang Bisa Dilakukan Wanita Haid

Meski tidak diperbolehkan melakukan ibadah seperti puasa, salat, dan membaca Al-Qur’an, ada beberapa amalan yang bisa dikerjakan muslim sewaktu haid. Apa saja? Berikut bahasannya yang dinukil dari Buku Lengkap Fiqh Wanita oleh Abddul Syukur al-Azizi.

  1. Sedekah
  2. Istighfar
  3. Mempelajari ilmu agama
  4. Membaca Al-Qur’an melalui ponsel atau tablet. Ini diperbolehkan selama tidak menyentuh mushaf

(aeb/lus)



Sumber : www.detik.com

Tata Cara Mandi Junub Wanita Lengkap dari Awal sampai Akhir


Jakarta

Tata cara mandi junub wanita perlu diketahui muslimah. Mandi junub merupakan salah satu cara bersuci dari hadats besar bagi umat Islam.

Menukil dari buku Tuntunan Super Mudah & Lengkap Shalat Wajib & Sunnah Sesuai Tuntunan Rasulullah SAW oleh ustaz Abd Hamid dkk, mandi junub diartikan sebagai perbuatan mengaliri air ke seluruh tubuh dengan niat, syarat, dan rukun-rukun tertentu. Karenanya, mandi junub memiliki ketentuan tersendiri, berbeda seperti mandi biasa.

Muhammad Anis Sumaji dalam karyanya yang berjudul 125 Masalah Thaharah mengutip dari kitab Fathul Bari oleh Al-Hafiz Ibnu Hajar mengartikan mandi junub kerap disebut sebagai mandi janabah. Artinya, mandi junub dilakukan karena junub.


Menurut Al-Fiqh ‘ala al-madzahib al-khamsah susunan Muhammad Jawab Mughniyah yang diterjemahkan Masykur A B, setidaknya ada dua hal yang menyebabkan seseorang dalam keadaan junub. Pertama, keluarnya air mani dalam keadaan tidur maupun bangun, mazhab Syafi’i berpendapat kewajiban mandi junub tetap harus dikerjakan meski keluarnya mani tidak diakibatkan syahwat.

Kedua, wajib hukumnya mandi junub jika muslim bersetubuh. Seluruh ulama mazhab sepakat terkait hal ini, meskipun air mani tidak keluar ketika berhubungan.

Dalil mandi junub tercantum surah An Nisa ayat 43,

وَلَا جُنُبًا اِلَّا عَابِرِيْ سَبِيْلٍ حَتّٰى تَغْتَسِلُوْا ۗ

Artinya: “Jangan (pula menghampiri masjid ketika kamu) dalam keadaan junub, kecuali sekadar berlalu (saja) sehingga kamu mandi (junub).”

Lantas, seperti apa tata cara mandi junub bagi wanita? Berikut bahasannya.

Tata Cara Mandi Junub Wanita

Berikut tata cara mandi junub wanita dari awal sampai akhir seperti dikutip dari buku Fiqh Ibadah susunan Zaenal Abidin.

  1. Membaca niat mandi junub wanita
  2. Membersihkan telapak tangan sebanyak 3 kali
  3. Membersihkan kotoran yang menempel di sekitar tempat yang tersembunyi dengan tangan kiri
  4. Setelah membersihkan kemaluan, cuci tangan dengan sabun dan bilas hingga bersih
  5. Berwudhu seperti akan salat
  6. Memasukkan tangan ke dalam air, lalu sela pangkal rambut dengan jari-jari tangan sampai menyentuh kulit kepala. Setelah itu, guyur kepala dengan air sebanyak 3 kali. Pastikan pangkal rambut terkena air
  7. Bilas seluruh tubuh dari sisi kanan lalu ke sisi kiri
  8. Ketika menjalankan tata cara mandi junub wanita, pastikan seluruh lipatan kulit dan bagian tersembunyi ikut terkena air serta dibersihkan

Niat Mandi Junub Wanita: Arab, Latin dan Terjemahnya

Menukil dari buku Panduan Muslim Kaffah Sehari-hari yang ditulis Muh Hambali, berkikut niat mandi junub wanita yang dapat dilafalkan muslimah.

نَوَيْتُ الْغُسْلَ لِرَفْعِ الْحَدَثِ الْأَكْبَرِ عَنِ الْجَنَبَةِ لِلَّهِ تَعَالَى

Arab latin: Nawaitul ghusla liraf’il hadatsil akbari ‘anin janabati lillaahi ta’aala

Artinya: “Aku berniat mandi untuk menghilangkan hadats besar yang disebabkan janabah karena Allah Ta’ala.”

Rukun Mandi Junub Wanita

Mengacu dari buku Tuntunan Super Mudah & Lengkap Shalat Wajib & Sunnah Sesuai Tuntunan Rasulullah SAW, rukun dan syarat mandi junub tidak boleh ditinggalkan agar mandinya sah.

Rukun mandi junub terdiri dari niat. Jika niat ditinggalkan maka mandi wajibnya tidak sah, terlebih Nabi Muhammad SAW dalam haditsnya pernah menyebut segala sesuatu bergantung pada niatnya.

Selain niat, rukun lainnya adalah menghilangkan najis. Dalam hal ini, jika badan terdapat najis maka harus dihilangkan terlebih dahulu dengan niat membersihkan diri dari hadats besar.

Rukun yang terakhir adalah menyiramkan air ke seluruh tubuh hingga mengenai kulit serta rambut. Dalam mandi junub, wajib hukumnya meratakan air ke seluruh tubuh.

Doa setelah Mandi Junub Wanita

Selain niat, muslimah juga dapat mengamalkan doa lainnya setelah menyelesaikan rangkaian mandi junub. Berikut bacaannya yang dinukil dari buku Praktik Mandi Janabah Rasulullah Menurut Empat Madzhab tulisan Isnan Ansory,

أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ اللَّهُمَّ اجْعَلْنِى مِنَ التَّوَّابِينَ وَاجْعَلْنِى مِنَ الْمُتَطَهِّرِينَ

Arab latin: Asyhadu an laa ilaha illallahu wahdahu laa syarika lahu, wa asyhadu anna Muhammadan abduhu wa Rasuluhu, allahumma-jalni minattawwabina, waj-alni minal-mutathahirrina

Artinya: “Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah Yang Esa, tiada sekutu bagi-Nya, dan aku bersaksi bahwa Muhammad itu hamba-Nya dan utusan-Nya. Ya Allah, jadikanlah aku termasuk orang-orang yang bertobat dan jadikanlah aku pula termasuk orang-orang yang selalu mensucikan diri.”

Keutamaan Mandi Junub bagi Muslim

Mandi junub memiliki keutamaan sendiri. Terlebih, mandi junub menjadi syarat untuk pelaksanaan salat dan tawaf sebagaimana dijelaskan Rasulullah SAW dalam haditsnya kepada Fatimah binti Abu Hubaish,

“Apabila masa haidmu datang maka tinggalkanlah salat dan jika telah suci maka mandi dan salatlah.” (HR Bukhari)

Demikian tata cara mandi junub wanita disertai informasi terkaitnya. Semoga bermanfaat.

(aeb/kri)



Sumber : www.detik.com

Apakah Mandi Wajib Haid dan Junub Sama? Begini Penjelasannya


Jakarta

Pertanyaan apakah mandi wajib haid dan junub sama barangkali masih menjadi hal membingungkan di kalangan muslimah. Sebab, hal ini berkaitan dengan niat yang nantinya dilafazkan.

Mandi wajib haid dan junub sama-sama dilakukan untuk menghilangkan hadas besar. Kedua jenis mandi ini memiliki aturan khusus yang harus diikuti untuk membersihkan diri dan memulihkan kesucian sebelum melaksanakan ibadah.

Lantas, apa sebenarnya perbedaan antara mandi wajib haid dan junub? Mari simak artikel berikut untuk memahami lebih dalam mengenai aturan yang membedakannya.


Perbedaan Mandi Wajib Haid dan Junub

Mandi wajib haid adalah mandi wajib yang harus dilakukan seorang muslimah untuk bersuci setelah masa haid atau menstruasi mereka selesai. Dijelaskan dalam buku Fikih Mazhab Syafi’i karya Abu Ahmad Najieh, dalil keharusan mandi wajib karena haid adalah firman Allah SWT dalam Al-Qur’an surah Al Baqarah ayat 222,

وَيَسْـَٔلُوْنَكَ عَنِ الْمَحِيْضِ ۗ قُلْ هُوَ اَذًىۙ فَاعْتَزِلُوا النِّسَاۤءَ فِى الْمَحِيْضِۙ وَلَا تَقْرَبُوْهُنَّ حَتّٰى يَطْهُرْنَ ۚ فَاِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوْهُنَّ مِنْ حَيْثُ اَمَرَكُمُ اللّٰهُ ۗ اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ التَّوَّابِيْنَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِيْنَ ٢٢٢

Artinya: Katakanlah, “Itu adalah suatu kotoran.” Maka, jauhilah para istri (dari melakukan hubungan intim) pada waktu haid dan jangan kamu dekati mereka (untuk melakukan hubungan intim) hingga mereka suci (habis masa haid). Apabila mereka benar-benar suci (setelah mandi wajib), campurilah mereka sesuai dengan (ketentuan) yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertobat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri.

Dikutip dari buku Panduan Muslim Sehari-hari yang disusun oleh M. Hamdan Rasyid dan Saiful Hadi El-Sutha, mandi wajib atau mandi besar adalah mandi yang harus dilakukan saat seseorang mengalami hadas besar. Hal ini bisa terjadi karena berhubungan suami istri, keluarnya sperma akibat mimpi (ihtilam), berhentinya darah haid atau nifas, memeluk agama Islam, atau setelah meninggal dunia.

Sementara itu, perintah untuk mandi wajib junub dalam hadits disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Aisyah RA bahwa Rasulullah SAW telah bersabda, “Jika dua khitan telah bertemu (bersetubuh), maka wajib mandi.” (HR Muslim)

Sedangkan menurut buku Kitab Lengkap dan Praktis Fiqh Wanita karya Abdul Syukur Al-Azizi, untuk wanita, mandi wajib dibedakan menjadi mandi wajib haid dan junub. Umumnya, tata cara mandi wajib junub bagi wanita sama dengan pria. Namun, wanita yang mandi wajib junub diperbolehkan untuk menggelung rambutnya. Hal ini dijelaskan dalam sebuah hadits ketika Ummu Salamah bertanya.

“Wahai Rasulullah, aku seorang wanita yang gelungan rambutnya besar. Apakah aku harus membuka gelungan rambutku ketika mandi junub?”

Rasulullah SAW menjawab, “Jangan (kamu buka). Cukuplah kamu menyela-nyela kepalamu dengan air sebanyak tiga kali, kemudian guyurlah kepala dan badanmu dengan air, sehingga kamu telah suci.” (HR Muslim)

Dijelaskan dalam Kitab Fikih Sehari-Hari Mazhab Syafi’i karangan A.R Shohibul Ulum, tata cara mandi wajib haid hampir sama seperti mandi wajib junub namun ada beberapa tambahan yang harus diperhatikan seperti berikut:

  • Pertama: Gunakan sabun atau pembersih lain bersama air.
  • Kedua: Lepaskan kepangan rambut agar air mencapai pangkal rambut.
  • Ketiga: Saat mandi setelah haid, disunnahkan menggunakan kapas atau kain untuk membersihkan area keluarnya darah. Setelah mandi, juga disarankan untuk mengusap area tersebut dengan minyak misk atau parfum guna menghilangkan sisa bau darah haid.

Bacaan Niat Mandi Wajib Haid dan Junub

Adapun bacaan niat mandi wajib haid dan junub yang bisa dilafazkan sebelum memulai mandi wajib haid dan junub sebagai berikut,

Niat Mandi Wajib Haid

نَوَيْتُ الغُسْلَ لِرَفْعِ الحَدَثِ الْأَكْبَرِ مِنَ الْحَيْضِ فَرْضًا لِلَّهِ تَعَالَى

Latin: Nawaitul ghusla liraf’il hadatsil akbari minal haidhi fardhan lillaahi ta’alaa.

Artinya: “”Aku niat mandi untuk menghilangkan hadats besar disebabkan haid fardhu karena Allah Ta’ala.”

Niat Mandi Wajib Junub

نَوَيْتُ الْغُسْلَ لِرَفْعِ اْلحَدَثِ اْلأَكْبَرِ مِنَ اْلِجنَابَةِ فَرْضًا لِلهِ تَعَالَى

Latin: Nawaitul ghusla liraf’il hadatsil akbari minal jinâbati fardhollillahi ta’ala.

Artinya: “Aku niat mandi untuk menghilangkan hadas besar dari janabah, fardu karena Allah Ta’ala.”

Rukun dan Sunnah Mandi Wajib Haid dan Junub

Ada sejumlah rukun dan sunnah mandi wajib yang perlu diperhatikan muslim. Berdasarkan panduan dari buku Tuntunan Lengkap Salat Wajib, Sunah, Doa dan Zikir karya Zakaria R. Rachman dan kitab Bidayatul Hidayah karya Imam Ghazali, berikut di antaranya.

Rukun Mandi Wajib Haid dan Junub

  • Membaca niat.
  • Mengalirkan air ke seluruh tubuh.

Sunnah Mandi Wajib Haid dan Junub

  • Mencuci tangan: Disunnahkan mencuci tangan tiga kali sebelum mandi.
  • Membersihkan najis: Pastikan semua najis yang menempel pada tubuh dibersihkan terlebih dahulu.
  • Berwudhu: Lakukan wudhu seperti wudhu untuk salat sebelum mandi.
  • Menyiram kepala: Siram kepala tiga kali secara merata.
  • Dimulai dari kanan: Mulailah dengan menyiram tubuh bagian kanan tiga kali, diikuti bagian kiri tiga kali.
  • Menggosok tubuh: Gosok seluruh badan agar bersih sempurna, dilakukan sebanyak tiga kali.
  • Menyela rambut dan jenggot: Pastikan air sampai ke seluruh helai rambut dan jenggot.
  • Meratakan air pada lipatan kulit: Air harus mengenai setiap lipatan kulit dan pangkal rambut untuk memastikan kebersihan menyeluruh.Dengan memahami perbedaannya, kita dapat melaksanakan mandi wajib haid dan junub sesuai dengan ketentuan yang telah diajarkan dalam agama Islam.

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com

Tata Cara Mandi Wajib setelah Haid, Muslimah Harus Amalkan!


Jakarta

Saat haid, wanita muslim tidak diperbolehkan untuk melaksanakan ibadah seperti salat dan puasa. Setelah haid selesai pun, muslimah perlu bersuci dengan melakukan mandi wajib sebelum melaksanakan ibadah tersebut.

Berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari dan Muslim, Nabi Muhammad SAW bersabda kepada Fatimah binti Abu Hubaysh,

“Apabila mulai datang haid, hendaklah kamu meninggalkan salat. Apabila ia telah berhenti, maka hendaklah kamu mandi dan mengerjakan salat”


Mandi wajib setelah haid memiliki tata cara khusus yang berbeda dengan mandi biasa. Berikut adalah langkah-langkah yang perlu diikuti dalam melakukan mandi wajib setelah haid.

Tata Cara Mandi Wajib setelah Haid

Mengutip buku Fiqih Madrasah Ibtidaiyah yang ditulis oleh Udin Wahyudin, tata cara pelaksanaan mandi wajib setelah haid adalah sebagai berikut.

  1. Membaca Niat
    Niat mandi wajib setelah haid yang dapat diamalkan kaum muslimin adalah sebagai berikut.
    نَوَيْتُ الْغُسْلَ لِرَفْعِ حَدَثِ الْحَيْضِ ِللهِ تَعَالَى
    Arab latin: Nawaitul ghusla lifraf il hadatsil akbari minal haidil lillahi ta’ala
    Artinya: “Saya berniat mandi wajib untuk mensucikan hadats besar dari haid karena Allah Ta’ala.”
  2. Membasuh kedua tangan hingga pergelangan tangan
  3. Membasuh kemaluan dengan tangan kiri
  4. Berwudhu sebagaimana hendak salat
  5. Memasukkan jari-jari yang dibasahi air ke pangkal rambut
  6. Menyiram kepala sebanyak tiga kali dilanjutkan dengan mandi seperti biasa

Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah SAW, sebagai berikut.

Dari Aisyah RA, ia berkata “Sesungguhnya Nabi SAW apabila mandi junub, maka beliau memulai dengan mencuci kedua tangan, lalu menuangkan air dengan tangan kanan hingga ke tangan kirinya dan mencuci kemaluannya. Kemudian berwudhu seperti halnya ketika hendak salat. Lalu mengambil air dan menyiramkannya kepada jari jemarinya ke dalam urat rambut hingga bila air terasa membasahi kulit, maka beliau meraupkan kedua telapak tangan lagi, lalu disiramkan ke atas kepalanya sebanyak tiga kali. Setelah itu, beliau menuangkan atau menyiramkan air ke seluruh tubuhnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Cara mandi wajib bagi perempuan sebenarnya sama dengan cara mandi yang dilakukan laki-laki. Akan tetapi, perempuan tidak wajib menguraikan ikat rambutnya. Hal itu berdasarkan hadits dari Ummu Salamah RA sebagai berikut.

أَمْ سَلَمَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا أَنَّ امْرَأَةً قَالَتْ : يَا رَسُلَ اللَّهِ إِنِّي امْرَأَةٌ أَشَدُّ ضِفْرَ رَأْسِي أَفَأَنْقُضُهُ لِلْجَنَابَةِ؟ قَالَ : إِنَّمَا يَكْفِيكَ أَنْ تَحِنِّي عَلَيْهِ ثَلَاثَ حَثَيَاتٍ مِنْ مَاءٍ ثُمَّ تُفِيضِيْ عَلَى سَائِرِ جَسَدِكِ ، فَإِذَا أَنْتِ قَدْ طَهُرْتِ . (رواه احمد ومسلم والترمذي وقال حسن صحیح)

Dari Ummu Salamah RA berkata: Ada seorang wanita bertanya kepada Rasulullah SAW, “Ikatan rambutku sangat kuat, apakah aku harus menguraikannya jika hendak mandi junub?” Nabi SAW menjawab, “Cukuplah engkau menuangkan air ke atasnya sebanyak tiga kali. Setelah itu hendaklah engkau menyiramkan air ke seluruh tubuhmu. Dengan demikian, berarti engkau telah suci.” (HR. Ahmad, Muslim, dan Tirmidzi yang mengatakannya hadis hasan sahih)

Dalam buku Haid dan Kesehatan Menurut Ajaran Islam oleh Majelis Ulama Indonesia, disebutkan bahwa seorang perempuan yang mandi wajib setelah haid juga disunahkan agar mengambil sedikit kapas dan benda lainnya. Kemudian kapas tersebut diberi minyak wangi atau kasturi. Setelah itu, kapas tersebut digosokkan pada bekas darah agar tempat tersebut menjadi harum dan hilang dari bau darah.

Hal ini berdasarkan hadits dari ‘Aisyah RA bahwa Asma’ binti Syakal RA, bertanya kepada Rasulullah SAW, tentang mandi haid, maka beliau bersabda:

“Hendaklah salah seorang dari kamu menyiapkan air dari perasan daun bidara, lalu bersucilah dengannya secara sempurna. Kemudian dia menuangkan air di atas kepalanya lalu menggosok-gosokkannya dengan kuat sehingga sehingga membasahi akar-akar rambut, setelah itu, menuangkan air lalu menyiramkan air ke seluruh tubuhnya. Kemudian hendaklah ia mengambil sepotong kain atau kapas yang telah dibubuhi minyak wangi, lalu bersihkanlah dengannya.”

Maka Asma’ bertanya: “bagaimana wanita membersihkan dengan kapas itu?” beliau bersabda: “Maha Suci Allah. Bersihkanlah dengannya,” jawab Nabi. Aisyah kemudian menjelaskan kepada Asma: “yaitu bersihkanlah bekas darah (vagina) itu dengannya”. (HR. Bukhari Muslim)

Sunah-sunah dalam Mandi Wajib setelah Haid

Perkara-perkara sunah yang dapat menyebabkan mandi wajib menjadi sempurna menurut empat madzhab yang dikutip dari buku Fiqih Islam Wa Adillatuhu adalah sebagai berikut.

  1. Mendahulukan membasuh kedua tangan, kemaluan, dan membuang najis jika memang ada pada tubuh.
  2. Berwudhu seperti wudhu untuk salat.
  3. Hendaklah meneliti setiap lipatan pada tubuh, dengan cara mengambil air dengan tangan kemudian mengusapkannya ke bagian tubuh yang berlipat seperti ke kedua telinga, lipatan perut, dan dalam pusar.
  4. Menuangkan air ke atas kepala dan menggosokkannya.
  5. Menuangkan air ke seluruh bagian tubuh sebanyak tiga kali, dan memulainya pada bagian tubuh sebelah kanan, kemudian diikuti dengan bagian sebelah kiri.

(inf/inf)



Sumber : www.detik.com

Bolehkah Wanita Mandi Junub Tanpa Membasahi Rambut?


Jakarta

Ketika mandi junub, muslim harus membasuh seluruh bagian tubuh termasuk rambut. Namun, terdapat perbedaan mengenai ketentuan tata cara antara pria dan wanita muslim.

Mandi junub adalah istilah membersihkan diri dari hadats besar. Menurut kitab Al-Fiqh ‘ala Al-Madzahib Al-Khamsah oleh Muhammad Jawad Mughniyah yang diterjemahkan Masykur dkk, setidaknya ada dua perkara yang menyebabkan muslim mandi junub yaitu ketika mengeluarkan air mani dan sehabis bersetubuh.

Perintah mandi junub tercantum dalam surah Al Maidah ayat 6,


…وَإِنْ كُنتُمْ حُنُبًا فَاطَّهَّرُوا

Artinya: “Jika kamu junub maka mandilah…”

Rukun dari mandi junub adalah niat dan membasuh seluruh anggota tubuh. Diterangkan dalam kitab Fiqih Sunnah oleh Sayyid Sabiq terjemahan Kamaluddin, melewati salah satu rukun mandi junub hukumnya tidak sah.

Pada umumnya tak sedikit wanita muslim yang memiliki rambut panjang. Lalu bolehkah mereka mandi junub tanpa membasahi rambut?

Mandi Junub Tanpa Membasahi Rambut

Merujuk pada rukun mandi junub, membasahi seluruh anggota tubuh hukumnya wajib. Maka, tidak diperbolehkan mandi junub tanpa membasahi rambut yang mana berlaku bagi semua muslim, baik itu wanita maupun pria. Meski demikian, ada ketentuan tersendiri dalam syariat bagi wanita yang rambutnya panjang agar tidak merepotkan ketika membasuh rambutnya.

Menukil dari Tafsir Al-Asas oleh Darwis Abu Ubaidah, para istri Nabi Muhammad SAW memulai mandi junub dengan menyiram kepala bagian kanan. Setelah itu, barulah bagian kiri dan seluruh tubuhnya.

Jika muslimah berambut panjang, memakai konde, sanggul dan semisalnya diperbolehkan menyiram air dengan tiga kali siraman saja ke atas kepalanya tanpa membuka konde atau sanggul tersebut. Ini mengacu pada hadits dari salah satu istri Rasulullah SAW yaitu Ummu Salamah RA yang menceritakan bahwa ia pernah berkata pada Nabi Muhammad SAW,

“Ya Rasulullah, sesungguhnya aku ini adalah seorang perempuan yang berambut tebal (panjang), apakah aku harus membukanya (konde, sanggul tersebut) untuk mandi janabah?” Rasulullah menjawab, “Tidak. Sesungguhnya cukuplah bagimu menyiram (menumpah)kan air ke atas kepalamu dengan tiga kali siraman (saja). Kemudian guyurlah tubuhmu, maka engkau telah bersih (telah suci).” (HR Muslim)

Turut diterangkan dalam Husnul Uswah Bima Tsabata Minallahi wa Rasulihi fin Niswah karya As-Sayyid Muhammad Shiddiq Khan terbitan Darul Falah, Tsauban RA berkata,

“Aku meminta fatwa kepada Rasulullah SAW tentang mandi junub. Maka beliau menjawab, ‘Untuk laki-laki, hendaklah dia mengguyurkan air ke rambut hingga sampai ke akar-akarnya. Sedangkan wanita tidak harus melakukannya yang seperti itu, dia cukup mengguyurkan air ke kepala dengan tiga kali guyuran’.” (HR Abu Daud)

Senada dengan itu Su’ad Ibrahim Shalih melalui karyanya yang bertajuk Ahkam Ibadat Al-Mar’ah fi Asy-Syari’ah Al-Islamiyyah terjemahan Nadirsah Hawari mengatakan bahwa ketentuan tidak wajibnya mengurai rambut bagi wanita walaupun air tidak sampai ke dasar rambut, baik itu pilihan maupun terpaksa dimaksudkan untuk mempermudah. Dari Ubaid bin Umair berkata,

“Aisyah mendengar bahwa Abdullah bin ‘Amru memerintahkan kaum wanita untuk mengurai rambutnya ketika mereka mandi lalu Aisyah berkata, ‘Sungguh aneh jika Ibnu ‘Amru menyuruh para wanita mengurai rambutnya ketika mandi atau menyuruh mereka untuk mencukur rambutnya, padahal saya pernah mandi bersama Rasulullah SAW dari satu bejana. Selama ini, saya tidak pernah lebih dari menyiram kepala saya sebanyak tiga kali’.” (HR Muslim dan Ahmad)

Wallahu a’lam

(aeb/kri)



Sumber : www.detik.com

5 Penyebab Mandi Junub bagi Perempuan, Catat Hal yang Diharamkan saat Junub


Jakarta

Mandi junub merupakan suatu kewajiban yang dilakukan bagi seorang muslim yang mengalami kondisi-kondisi tertentu. Meskipun secara umum beberapa kondisi laki-laki dan perempuan sama, ada beberapa kondisi khusus yang menjadi penyebab mandi junub bagi perempuan.

Selain memiliki persamaan dalam tata cara dan rukun mandi junub antara laki-laki dan perempuan, namun ada beberapa hal tambahan yang menjadi penyebab mandi junub bagi perempuan. Berikut adalah beberapa hal yang membedakan dari penyebab mandi junub bagi perempuan.

Penyebab Mandi Junub bagi Perempuan

Merangkum buku Ringkasan Fiqih Mazhab Syafii yang ditulis oleh Musthafa Dib Al-Bugha, dan buku Fiqih Sunnah 1 Sayyid Sabiq, penyebab mandi jubun bagi perempuan umumnya sama seperti penyebab mandi junub bagi laki-laki, namun ada 2 hal yang menambahkannya, yaitu haid dan nifas.


1. Bertemunya Dua Kelamin atau Berhubungan Suami Istri

Mandi junub diwajibkan apabila dua alat kelamin laki-laki dan perempuan telah bertemu, yaitu ketika kepala penis (hasyafah al-dzakar) masuk ke vagina, meskipun tidak masuk seluruhnya, baik mengeluarkan air mani maupun tidak. Kewajiban mandi berlaku juga bagi istri yang dijimak (berhubungan dengan suaminya), baik ia mengeluarkan air mani maupun tidak mengeluarkannya.

Aisyah ra. menuturkan: “Seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah SAW tentang seorang laki-laki yang menjimak istrinya, tetapi ia tidak mengeluarkan mani, apakah keduanya wajib mandi? Pada saat itu, ‘Aisyah sedang duduk. Lalu, Rasulullah SAW bersabda, ‘Aku pun pernah melakukan hal tersebut bersama istriku ini (Aisyah), lalu kami mandi.” (HR. Al-Bukhari)

2. Keluar Air Mani (Cairan Orgasme)

Penyebab mandi junub bagi perempuan selanjutnya adalah air mani (cairan orgasme) yang keluar dari alat kelaminnya yang terlihat secara jelas. Bagi laki-laki, hal tersebut dapat dilihat ketika air mani keluar dari penisnya.

Sedangkan bagi perempuan, hal itu dapat dilihat ketika keadaan duduk jongkok atau saat buang air kecil atau besar. Kewajiban mandi junub juga berlaku jika air mani keluar saat bermimpi ketika tidur. Hal ini sesuai dengan hadis dari Aisyah RA yang menceritakan:

“Suatu ketika Ummu Sulaim, istri Abu Thalhah RA, datang kepada Rasulullah SAW sambil berkata, ‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya Allah tidak malu dengan kebenaran, apakah perempuan yang bermimpi diwajibkan mandi?’ Rasulullah SAW menjawab, ‘Ya, jika ia melihat air (mani).'” (HR. Al-Bukhari)

Maksud mimpi dalam hadits tersebut adalah mimpi berhubungan dan telah terlihat air mani di bajunya ketika terbangun dari tidur. Diriwayatkan pula dari Aisyah RA yang berkata:

“Rasulullah SAW pernah ditanya tentang laki-laki yang mendapati bajunya basah (dari air mani), tetapi ia tidak ingat telah bermimpi. Beliau menjawab, ‘la wajib mandi.’ Beliau juga ditanya tentang laki-laki yang bermimpi, tetapi tidak mendapati air mani ketika bangun. Beliau menjawab, ‘Ia tidak wajib mandi.’ Ummu Salamah juga bertanya, ‘Bagaimana dengan perempuan yang mengalami hal seperti itu, apakah ia wajib mandi?’ Nabi SAW menjawab, ‘Ya, sesungguhnya perempuan itu sama halnya dengan laki-laki.'” (HR. Abu Dawud)

3. Meninggal Dunia

Meninggal dunia juga merupakan salah satu penyebab mandi junub bagi perempuan, dalil diwajibkannya perempuan mandi karena meninggal dunia adalah hadits dari Ummu ‘Athiyyah Al-Anshari RA yang mengatakan:

“Rasulullah SAW mendatangi kami ketika putrinya meninggal dunia. Lalu beliau berkata, ‘Mandikanlah ia tiga kali.” (HR. Bukhari dan Muslim)

4. Haid

Haid adalah keluarnya darah dari kemaluan wanita dalam keadaan sehat, yang berbeda dengan melahirkan atau pecahnya selaput darah.

Menurut pendapat mayoritas ulama, haid dimulai jika seorang wanita telah memasuki umur sembilan tahun. Jika seorang wanita melihat darah keluar sebelum usia sembilan tahun, darah tersebut bukanlah darah haid, tapi darah penyakit.

Darah haid pun bisa keluar sepanjang umur, tidak ada dasar yang menyatakan bahwa haid berakhir pada usia tertentu. Jadi, jika seorang wanita yang sudah tua dan melihat adanya darah yang keluar dari kemaluannya, maka darah tersebut adalah darah haid.

Berdasarkan hadits dari Aisyah RA, ia menceritakan:

“Sesungguhnya Rasulullah SAW berkata kepada Fathimah binti Abî Hubaisy RA, ‘Apabila masa haidmu datang, tinggalkan salat. Apabila masa haidmu berakhir, mandilah dan salat.” (HR. Al-Bukhari)

Warna darah yang dinyatakan sebagai darah haid adalah sebagai berikut:

  1. Hitam. Ini berdasarkan hadits dari Fathimah binti Abu Hubaisy, bahwasanya ia sering mengeluarkan darah. Kemudian Rasulullah SAW berkata kepadanya, “Jika darah yang keluar adalah haid, maka warnanya adalah hitam yang dapat dikenali. Jika terdapat darah yang berwarna seperti itu, maka berhentilah mengerjakan salat! Jika berwarna lain, hendaknya tetap wudhu dan melaksanakan, karena ia hanyalah darah penyakit” (HR. Abu Daud, Nasai, Ibnu Hibban dan Daraguthni)
  2. Kemerahan, yang merupakan warna asli darah.
  3. Kekuningan, ini biasanya dapat dilihat kaum perempuan seperti nanah, tapi lebih kental dan agak menguning.
  4. Keruh, yaitu berwarna antara putih dengan hitam seperti air yang kotor. Hal ini berdasarkan hadits Algamah bin Abu Algamah dari ibunya, Marjanah, yang dulunya seorang hamba sahaya lantas dibebaskan oleh Aisyah RA. Ia berkata bahwa beberapa wanita mengirimkan suatu wadah yang di dalamnya terdapat kapas yang berwarna kekuningan bekas terkena darah haid. Mereka bertanya tentang kewajiban shalat, lalu Aisyah menjawab, “Jangan tergesa-gesa (mengerjakan shalat) sampai kalian melihat warna kapas itu putih.” (HR. Malik dan Muhammad bin Al-Hasan)

5. Nifas

Nifas adalah darah yang keluar dari kemaluan wanita setelah ia melahirkan, hal ini juga berlaku jika ia keguguran. Jika seorang wanita melahirkan dan darah yang keluar setelah melahirkan terhenti, atau tidak mengeluarkan darah lagi, maka masa nifasnya telah berakhir dan ia wajib mengerjakan salat, puasa, dan ibadah yang lain.

Sementara itu, batas maksimal nifas adalah empat puluh hari. Hal ini berdasarkan hadits dari Ummu Salamah RA, ia berkata, “Pada masa Rasulullah, ada seorang wanita yang sedang nifas dan ia tidak melakukan (ibadah) apapun selama empat puluh hari.” (HR. Bukhari, Muslim, Abu Daud, Tirmidzi dan Ibnu Majah)

Tirmidzi menambahkan, “Para sahabat Rasulullah SAW, tabiin, dan generasi berikutnya sepakat bahwa wanita yang sedang nifas meninggalkan salat selama empat puluh hari, kecuali apabila ia sudah suci sebelum habis masa tersebut, maka mereka diwajibkan mandi dan mengerjakan salat. Jika darah tetap keluar setelah empat puluh hari, mayoritas ulama berpendapat, ia tidak dibolehkan meninggalkan salat setelah lewat empat puluh hari.”

6 Perkara yang Diharamkan ketika Haid dan Nifas

Haid dan nifas adalah dua alasan utama yang menjadi penyebab mandi junub bagi perempuan. Oleh karena itu, sebelum perempuan mandi junub, ada perkara-perkara yang haram dilakukan oleh perempuan dalam masa haid dan nifasnya.

Berikut adalah di antara hal-hal tersebut yang dikutip dari buku Fiqih Islam Wa Adillatuhu Wahbah Az-Zuhaili.

1. Salat

Wanita yang sedang haid dan nifas diharamkan melakukan salat. Hal ini berdasarkan hadits dari Fatimah binti Abi Hubaisy, “Apabila engkau didatangi haid, hendaklah engkau tinggalkan salat.”

Begitu pun menurut ijma ulama, kewajiban salat wanita yang haid dan nifas menjadi gugur dan ia tidak perlu mengqadanya.

Hal ini berdasarkan hadits dari Aisyah ra., ia berkata “Semasa kami sedang haid, kami disuruh oleh Rasulullah SAW supaya mengqada’ puasa dan kami tidak disuruh supaya mengqada’ salat.”

2. Puasa

Wanita yang haid atau nifas diharamkan pula untuk berpuasa, karena datangnya haid tersebut akan menghalangi sahnya puasa. Tetapi, mereka tetap wajib mengqadanya ketika telah mandi junub.

Seperti hadits yang telah dipaparkan sebelumnya, wanita yang sedang haid dan nifas hendaklah mengqada’ puasa mereka, tetapi tidak perlu mengqada’ salatnya.

Dalam riwayat lain, dari Abu Sa’id Al-Khudri bahwa Nabi Muhammad SAW mengatakan kepada wanita-wanita, “Bukankah saksi perempuan sama dengan separuh saksi lelaki?” Mereka menjawab, “Ya.” Rasulullah SAW berkata, “ltu karena kekurangan akalnya. Bukankah apabila dia haid dia tidak salat dan tidak berpuasa?” Mereka menjawab, “Ya.” Rasulullah SAW berkata, “ltu adalah karena kurangnya agama.” (HR. Bukhari)

3. Thawaf

Dalam menjalankan thawaf, seseorang memerlukan thaharah atau dalam keadaan suci. Oleh karena itu, wanita yang sedang haid tidak sah melakukan thawaf.

Rasulullah SAW bersabda kepada Aisyah ra., “Apabila kamu didatangi haid, lakukanlah apa yang dilakukan oleh orang yang mengerjakan haji. Tetapi, kamu tidak boleh thawaf di Ka’bah kecuali setelah kamu bersuci.” (Muttafaq ‘Alaih)

4. Memegang, Membawa, Membaca Al-Qur’an

Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah SAW, “Seorang yang haid dan orang yang berjunub janganlah membaca apa pun dari Al-Qur’an.”

Dijelaskan pula bahwa orang yang berjunub, haid, atau nifas tidak makruh melihat Al-Qur’an, menulis Al-Qur’an dan nama Allah SWT di atas uang (uang perak), mihrab masjid, dinding, dan di atas hamparan.

Sementara itu, makruh hukumnya jika membaca Al-Qur’an di tempat mandi, bilik air, dan di tempat pembuangan sampah. Namun, tidak dimakruhkan menulis satu ayat di atas lembaran kertas. Dengan syarat, lembaran itu terpisah dengan penulis, kecuali jika dia menyentuhnya dengan tangannya.

5. Masuk, Duduk, dan l’tikaf di dalam Masjid

Larangan ini berdasarkan sabda Rasulullah SAW, “Aku tidak menghalalkan bagi orang haid atau junub memasuki masjid.”

Meski demikian, hal ini dibolehkan jika ia yakin tidak akan mengotori masjid. Karena, hukum mengotori masjid dengan najis atau kotoran lainnya seperti darah haid dan nifas adalah haram.

Sebagaimana Aisyah yang menyatakan bahwa Rasulullah SAW berkata kepadanya, “Ambilkan aku sajadah (tikar) dari masjid. Maka aku menjawab, ‘Aku sekarang sedang haid.’ Lantas Nabi Muhammad SAW bersabda, ‘Sesungguhnya haidmu tidak terletak di tanganmu.'”

6. Bersetubuh Meskipun dengan Penghalang

Pendapat ini telah disepakati oleh seluruh ulama. Menurut jumhur ulama selain ulama Hambali, bersetubuh pada bagian tubuh yang berada di antara pusar dan lutut juga dilarang. Larangan ini berdasarkan firman Allah SWT dalam surah Al-Baqarah ayat 222,

وَيَسْـَٔلُوْنَكَ عَنِ الْمَحِيْضِۗ قُلْ هُوَ اَذًىۙ فَاعْتَزِلُوا النِّسَاۤءَ فِى الْمَحِيْضِۙ وَلَا تَقْرَبُوْهُنَّ حَتّٰى يَطْهُرْنَۚ فَاِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوْهُنَّ مِنْ حَيْثُ اَمَرَكُمُ اللّٰهُۗ اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ التَّوَّابِيْنَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِيْنَ ۝٢٢٢

Artinya: “Mereka bertanya kepadamu (Nabi Muhammad) tentang haid. Katakanlah, “Itu adalah suatu kotoran.” Maka, jauhilah para istri (dari melakukan hubungan intim) pada waktu haid dan jangan kamu dekati mereka (untuk melakukan hubungan intim) hingga mereka suci (habis masa haid). Apabila mereka benar-benar suci (setelah mandi wajib), campurilah mereka sesuai dengan (ketentuan) yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertobat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri.”

Adapun “bermain-main” di selain tempat itu adalah dibolehkan. Oleh karena itu, boleh mencium, mendekap, menyentuh, dan lain-lain di tempat selain bagian antara pusar dan lutut.

Dalam riwayat lain, hadits dari Masruq bin Aida’, ia mengatakan, “Aku bertanya kepada Aisyah RA, ‘Apakah yang boleh dilakukan oleh lelaki terhadap istrinya yang sedang haid?’ Dia menjawab,’Semua perkara kecuali kemaluan!'” (HR. Bukhari)

(inf/inf)



Sumber : www.detik.com

Niat Mandi Nifas setelah 40 Hari Melahirkan dan Tata Caranya


Jakarta

Ketika proses persalinan seorang ibu akan mengeluarkan darah nifas. Sebelum masa nifas selesai, muslimah tidak diperkenankan untuk salat sebelum mandi wajib.

Dalam Kitab Al Mughni yang ditulis Ibnu Qudamah, Abu Isa At-Tirmidzi berkata, “Ahlul ilmi dari para sahabat Nabi SAW dan generasi setelahnya sepakat bahwa wanita yang nifas itu harus meninggalkan salatnya selama empat puluh hari, kecuali jika dirinya telah suci sebelum empat puluh hari, sehingga ia boleh mandi dan salat.”

Bila darah yang keluar melebih waktu 40 hari, maka darah tersebut tidak lagi disebut darah nifas, bisa jadi malah darah haid.


Mengutip buku Panduan Muslim Kaffah Sehari-hari dari Kandungan hingga Kematian karya Dr. Muh. Hambali, M.Ag dijelaskan cara menyucikan diri dari nifas menurut tuntunan Nabi Muhammad SAW.

Seperti haid, orang yang selesai nifas juga diwajibkan untuk mandi wajib. Tata caranya sama dengan mandi besar setelah haid. Pembedannya adalah cara membersihkan najis (jika ada) dan niatnya.

Niat Mandi Nifas setelah Melahirkan

نَوَيْتُ الْغُسْلَ لِرَفْعِ الْحَدَثِ الْأَكْبَرِ عَنِ النِّفَاسِ لِلَّهِ تَعَالَى.

Arab-latin: Nawaitul ghusla liraf’il hadatsil akbari ‘anin nifaasi lillaahi ta’aalaa.

Artinya: “Aku berniat mandi untuk menghilangkan hadats besar disebabkan nifas karena Allah Ta’ala.”

Selain wajibnya mandi nifas, seorang perempuan juga diwajibkan mandi wiladah (mandi setelah melahirkan). Tata caranya sama, yang membedakan adalah niatnya.

Niat Mandi Wiladah

نَوَيْتُ الْغُسْلَ لِرَفْعِ الْحَدَثِ الْأَكْبَرِ عَنِ الْوِلَادَةِ لِلَّهِ تَعَالَى.

Arab-latin: Nawaitul ghusla liraf’il hadatsil akbari ‘anil wilaadati lillaahi ta’aalaa.

Artinya: “Aku berniat mandi untuk menghilangkan hadas besar sebab wiladah karena Allah SWT.”

Tata Cara Mandi Nifas setelah Melahirkan

Dalam buku Fiqh Ibadah yang ditulis Zaenal Abidin dijelaskan soal tata cara mandi nifas atau mandi wajib bagi perempuan setelah melahirkan:

1. Membaca Niat

2. Disunnahkan membersihkan telapak tangan sebanyak 3 kali.

3. Bersihkan kotoran yang menempel di sekitar tempat yang tersembunyi dengan tangan kiri. Bagian tubuh yang biasanya kotor dan tersembunyi tersebut adalah bagian kemaluan, dubur, bawah ketiak, dan pusar.

4. Setelah membersihkan kemaluan, cuci tangan dengan menggosok-gosoknya dengan tanah atau sabun. Setelah membersihkan bagian tubuh yang kotor dan tersembunyi, tangan perlu dicuci ulang.

5. Berwudhu seperti ketika kita akan salat, dimulai dari membasuh tangan sampai membasuh kaki.

6. Memasukkan tangan ke dalam air, kemudian sela pangkal rambut dengan jari-jari tangan sampai menyentuh kulit kepala. Jika sudah, guyur kepala dengan air sebanyak 3 kali. Pastikan pangkal rambut juga terkena air.

7. Bilas seluruh tubuh dengan mengguyurkan air yang dimulai pada sisi kanan.

8. Saat menjalankan tata cara mandi wajib, pastikan seluruh lipatan kulit dan bagian tersembunyi ikut dibersihkan.

Masa Suci antara Nifas dan Haid

Mengutip buku Al-Fathu Al-Hanif Syarah Al-Mukhtashar Al-Lathif karya Luthfi Afif Ibnu Syahid, Lc. Inilah perbedaan masa nifas dan haid bagi wanita.

Jika perempuan nifas, kemudian bersih, kemudian keluar darah lagi; maka ada 2 keadaan:

1. Masa bersih ini datang sebelum tercapai 60 hari nifas:

a. Jika masa sucinya 15 hari atau lebih, kemudian keluar darah, maka darah itu adalah darah haid.

Misal: keluar darah nifas selama 30 hari, kemudian bersih selama 15 hari, kemudian darah keluar lagi. maka darah ini adalah haid.

b. Jika masa suci tidak sampai 15 hari, kemudian keluar darah; maka itu bukan haid tapi masih nifas.

Misal: keluar nifas 30 hari, kemudian bersih 10 hari, kemudian keluar darah lagi; maka darah ini adalah masih nifas, dan masa bersih yang 10 hari tadi juga dihukum sebagai masa nifas.

2. Datang masa suci setelah 60 hari: jika sempat suci sebentar kemudian keluar darah; maka itu adalah darah haid, jadi kasus nomor 2 ini masa sucinya tidak mesti 15 hari.

Begitu juga jika masa suci datang sebagai pelengkap 60 hari, jika keluar darah setelah itu maka itu adalah haid.

a. Keluar nifas selama 60 hari, kemudian berhenti sejenak, kemudian keluar darah lagi; maka darah ini adalah haid.

b. Keluar nifas selama 50 hari, kemudian bersih 10 hari, kemudian keluar darah di hari ke 61; maka itu adalah haid. Di sini masa suci menjadi pelengkap masa nifas.

Adapun jika darah tidak ada jeda atau tidak henti-henti keluar sampai lebih dari 60 hari maka dari hari ke 61 itu adalah istihadhah.

Larangan saat Nifas

Mengutip buku Tanya Jawab Seputar Fikih Wanita Empat Mazhab karya A. R. Shohibul Ulum mengenai larangan-larangan untuk wanitan nifas.

Larangan untuk perempuan nifas seperti halnya haid, tidka boleh puasa, salat, dan tidak perlu mengada salat, tetapi bila terjadi di bulan Ramadan, tetap mengganti puasa Ramadan di bulan lain.

Jika darah nifas telah terhenti untuk hari maksimalnya (60 hari) maka wanita nifas sudah suci, dan boleh melaksanakan mandi junub supaya boleh menunaikan ibadah wajib lainnya, dan diizinkan untuk berhubungan kembali dengan suaminya.

Jika darah nifas telah berhenti sebelum maksimal 60 hari, maka si wanita diwajibkan untuk melakukan mandi besar, supaya bisa menunaikan ibadah wajib lainnya, tetapi ia disunnahkan untuk tidak berhubungan intim dengan suaminya sebelum habis masa maksimal nifasnya (60 hari).

Jika darah nifas tetap keluar setelah melewati masa maksimalnya (60 Hari) itu disebut sebagai darah istihadah, maka wanita wajib untuk mandi, setelah itu halal baginya melakukan apa yang diharamkan untuk wanita nifas.

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com

Niat Menggabungkan Mandi Junub dan Haid, Bagaimana Cara dan Pendapat Ulama?


Jakarta

Haid dan keadaan junub menyebabkan hadas besar bagi seorang pria maupun wanita. Sehingga, umat muslim yang dalam kondisi tersebut harus segera melakukan mandi wajib sebelum melaksanakan ibadah sholat.

Seorang wanita mungkin akan mengalami kondisi di mana dia harus menggabungkan kedua mandi wajib tersebut. Bagaimana caranya?

Niat Menggabungkan Mandi Junub dan Haid, Ini Pendapat Ulama

Dua hadas besar, dalam hal ini junub dan haid, bisa diselesaikan hanya dengan satu kali niat. Ketentuan ini dijelaskan ulama Buya Yahya dalam channel YouTubenya Buya Yahya.

“Kalau punya hadas empat atau lima, niatnya cuma satu. Cara mandinya cuma satu tidak perlu empat atau lima,” ujar Buya Yahya dalam videonya yang berjudul Mempunyai Lebih dari Satu Hadats, Berapa Kali Harus Bersuci?


Buya Yahya juga menjelaskan ketentuan bagi muslimah yang sudah selesai haid, lalu berhubungan badan dengan suaminya. Namun belum sempat mandi besar untuk menuntaskan hadasnya, sehingga kembali suci.

“Menurut jumhur ulama dan mahdzab kita, Syafi’i, wanita yang sudah terputus haidnya tidak boleh digauli sampau dia mandi. Kalau sudah bersuci maka boleh didatangi,” kata Buya Yahya dalam video berjudul Belum Sempat Mandi Besar Setelah Haid, Bolehkah Berhubungan Intim? di channel Al-Bahjah TV.

Selain Imam Syafi’i, pendapat serupa juga dikatakan Imam Malik dan Imam Ahmad. Buya Yahya mengatakan, mandi besar lebih dulu usai haid sebelum berhubungan tak sekadar menjalankan syariat. Dengan kondisi yang lebih bersih dan nyaman, seorang muslimah bisa berhubungan dengan lebih bersama suaminya.

Niat Menggabungkan Mandi Junub dan Haid, Bagaimana Caranya?

Sesuai petunjuk ulama, niat menggabungkan mandi junub dan haid cukup dibaca satu kali. Dalam hal ini, muslimah bisa membaca niat mandi junub sebagai berikut:

نَوَيْتُ الْغُسْلَ لِرَفْعِ الْحَدَثِ اْلاَكْبَرِ فَرْضًا ِللهِ تَعَالَى

Latin: Nawaitul ghusla liraf ‘il hadatsil akbari fardhal lillaahi ta’ala.

Artinya: “Aku berniat mandi besar untuk menghilangkan hadas besar fardu karna Allah ta’ala.”

Bacaan niat ini dikutip dari Kitab Lengkap dan Praktis Fiqh Perempuan oleh Abdul Syukur al-Azizi. Tata cara mandi wajib selengkapnya adalah:

  1. Membaca Niat
  2. Bersihkan kedua telapak tangan sebanyak tiga kali
  3. Mulai membersihkan kotoran-kotoran yang tersembunyi dengan tangan kiri, seperti kemaluan, dubur, bawah ketiak, pusar, dan lain sebagainya
  4. Mencuci tangan dengan cara menggosokkan ke sabun atau tanah
  5. Berwudhu
  6. Menyela pangkal rambut menggunakan jari-jari tangan yang telah dibasuh air hingga menyentuh kulit kepala
  7. Membasuh seluruh tubuh dengan air yang dimulai dari sisi kanan lalu kiri
  8. Memastikan seluruh lipatan kulit serta bagian yang tersembunyi ikut dibersihkan.

Langkah-langkah mandi wajib ini dikutip dari buku Fiqh Ibadah karya Zaenal Abidin. Penjelasan niat menggabungkan mandi junub dan haid ini semoga bisa meningkatkan iman dan taqwa detikers pada Allah SWT.

(elk/row)



Sumber : www.detik.com