Tag Archives: manusia

Hindari Sombong



Jakarta

Allah SWT. berfirman dalam surah an-Nisa ayat 28 yang artinya, “Allah menghendaki meringankan kalian dalam hukum-hukum agama sementara manusia diciptakan dalam kondisi lemah.”

Ayat ini memberikan makna Allah SWT. hendak meringankan syariat yang Dia tetapkan bagi kalian. Maka Dia tidak membebani kalian dengan sesuatu di luar kemampuan kalian. Karena Dia mengetahui kelemahan manusia, baik dalam jasad maupun akhlaknya. Kelemahan manusia itu mutlak adanya, oleh karena itu jika ingin menjadi kuat maka berikhtiarlah dan janganlah menjadi sombong karena keadaannya.

Sikap sombong akan terhindar jika seseorang mengetahui dan menyadari dirinya :


1. Diciptakan dari bahan yang kotor. Leluhur manusia diciptakan dari tanah, kemudian dari lumpur yang bau. Anak keturunannya diciptakan dari air mani yang berada di tempat kotor. Dijadikan ada oleh Sang Pencipta yang sebelumnya tiada, dijadikan bisa mendengar dari sebelumnya tuli dan menjadi bicara dari sebelumnya bisu. Dalam firman-Nya surah al-Mukminun ayat 12 menyebutkan bahwa manusia diciptakan dari sari pati tanah. Unsur-unsur kimia yang dikandung tanah tidak berbeda dengan unsur-unsur kimia yang terdapat pada tubuh manusia.

2. Tidak berkemampuan terhadap dirinya sendiri. Manusia tidak punya kuasa bagi dirinya untuk menghindari kerugian dan tidak pula untuk mendapatkan keuntungan, tidak bisa merendahkan maupun untuk meninggikan. Akal yang dimilikinya adalah pemberian-Nya, dengan akal ia mengisi kehidupan dunia dan mengetahui sifat-sifat-Nya. Dengan akal menjadikan seseorang pandai dan cerdas, hingga dapat mencapai tujuannya serta berkedudukan. Ingatlah bahwa akal diciptakan untuk mengimbangi nafsu bukan akal digunakan untuk melampiaskan hawa nafsunya. Firman-Nya dalam surah al-Qashash ayat 68 yang berbunyi, ” Tuhanmu menciptakan dan memilih apa yang Dia kehendaki. Bagi mereka ( manusia ) tidak ada pilihan. Mahasuci Allah dan Mahatinggi Dia dari apa yang mereka persekutukan.” Allah SWT. menciptakan sesuatu yang dikehendaki untuk diciptakan dan menentukan sesuatu yang dikehendaki untuk ditentukan. Dalam hal ini adalah penegasan bahwa kebebasan menciptakan dan menentukan itu milik Allah SWT. Manusia mempunyai sifat ingin mengingat, tapi lupa; ingin mengetahui, tapi tidak tahu; ingin sehat, tapi sakit; ingin mampu, tapi lemah; ingin kaya, tapi miskin. Inilah fakta bentuk ketidakmampuan terhadap diri sendiri.

3. Menuju kesendirian. Manusia diciptakan tumbuh sampai menemui ajalnya. Dibuat dari tanah dan kembali ke tanah. Tatkala di alam kubur, tinggallah ia sendirian. Ia terpisah dari harta yang dikumpulkan, terpisah dari keluarga kecuali amal kebaikan masih menyertainya hingga saat hisab. Mengingat kondisi ini, janganlah menonjolkan kesombongan dalam kehidupannya.

Sikap sombong di dalam Al-Qur’an dan hadis tidak disukai-Nya sebab, keagungan dan kesombongan hanya layak milik Allah SWT. Pada dasarnya kesombongan itu pengagungan. Hakikatnya kesombongan adalah bersikap congkak, merendahkan orang lain dengan membanggakan dirinya, dan menolak kebenaran padahal tahu perihal kebenaran itu. Kejadian yang sering terjadi tatkala seorang pemimpin diberikan saran bawahannya dan saran tersebut tidak diindahkannya, padahal ia tahu bahwa saran itu tepat. Gengsi untuk menerima saran bagian dari bentuk kesombongan dan ingatlah seseorang tidak berhak untuk sombong. Saat seseorang menjadi pemimpin dengan kesombongan sikapnya itu, tidaklah bermanfaat dan tidak meningkatkan kinerjanya. Oleh sebab itu, seorang pemimpin yang beriman jauhilah sikap sombong dan layanilah masyarakat dengan sikap rendah hati.

Ujian untuk hindari sikap sombong ini terasa sangat berat, apalagi godaan atas pesona dunia ada di depan matanya. Bersikap sombong itu bisa muncul pada semua lapisan, namun berat bagi orang berharta, berilmu dan paling berat orang yang berkedudukan. Kenapa ? Orang yang mempunyai posisi ( berkedudukan sebagian berharta dan berilmu ) sehingga muncul hasrat untuk merendahkan pihak lainnya. Oleh karenanya, ingatlah bahwa maqam yang engkau peroleh saat ini akan mudah berubah ( fana ). Hal ini telah diingatkan dalam firman-Nya surah ali-Imran ayat 26 yang artinya, “Katakanlah (Muhammad), “Wahai Tuhan pemilik kekuasaan, Engkau berikan kekuasaan kepada siapa pun yang Engkau kehendaki, dan Engkau cabut kekuasaan dari siapa pun yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan siapa pun yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan siapa pun yang Engkau kehendaki.”

Mari kita simak bermacam-macam kesombongan ( menurut Syekh Izzuddin bin Abdussalam ) :

1. Sombong karena menjalankan ketaatan kepada Allah SWT.
2. Sombong untuk mengikuti Rasulullah SAW.
3. Sombong kepada sesama karena merasa dirinya lebih baik.
Ketiga macam sombong ini hendaknya dihindari. Penulis berpesan kepada para calon pemimpin negeri ini yang pada bulan-bulan depan akan mendaftarkan diri sebagai Capres dan Cawapres hendaknya santun dalam berkampanye, tidak merendahkan pihak lawan, dengan membanggakan dirinya dan jauh dari sikap congkak.

Ya Allah, Engkau yang berkuasa dan berkehendak, bimbinglah para calon pemimpin ini untuk bersikap tawaduk dan jika memperoleh amanah hendaknya tidak berkhianat. Berilah cahaya-Mu agar para pemilih dapat memilih pemimpin yang Engkau kehendaki.

(dvs/erd)



Sumber : www.detik.com

Islam Sebagai Agama Publik di AS



Jakarta

Islam sejak awal menjadi sebuah agama publik. Nabi Muhammad diutus bukan hanya untuk menjadi pembimbing bagi umat Islam tetapi juga untuk umat manusia secara keseluruhan, bahkan untuk segenap alam semesta, sebagaimana ditegaskan dalam Al-Qur’an: “Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam” (Q.S. al-Anbiya’/21:107). Lebih khusus lagi Islam sebagai agama akhir zaman dan Nabi Muhammad Saw sebagai akhir sebagai Nabi dan Rasul, sudah barang tentu Islam harus menjadi isu utama di dalam mewujudkan kemanusiaan yang lebih bermartabat.

Tantangan umat Islam selanjutnya ialah bagaimana menjadikan Islam sebagai sebuah agama publik, yang dapat dipahami dan diterima semua pihak tanpa menimbulkan ketegangan dan gesekan. Bagaimana mewujudkan Islam sebagai agama publik yang paralel dengan nilai-nilai lokal yang sudah hidup dan berkembang sebelum kedatangannya di suatu negeri. Khusus untuk AS, sebuah negara besar yang sudah memiliki karakter dan kepribadian sendiri dan dipegang teguh oleh rakyat AS. Bagaimana menjadikan Islam sebagai sebuah agama yang bisa saling mendukung antara kearifan lokal AS dan nilai-nilai dasar universal Islam.

Seperti yang pernah dijelaskan di dalam artikel terdahulu bahwa nilai-nilai dasar universal Islam tumpang tindih (overlapped) dengan karakter dan kepribadian AS yang realitas sosial masyarakatnya pluralistik. Islam juga mengakui adanya kemajemukan dan pluralitas umat manusia, di manapun dan kapan pun, sebagaimana ditegaskan dalam ayat: Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. (Q.S. al-Hujurat/49:13).


Watak dasar masyarakat AS ialah sangat menjunjung tinggi hak asasi manusia (HAM), sama dengan Islam juga sangat menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, bahkan sudah jadi mayat sampai kuburan pun Islam memberikan pengaturan. Membunuh satu nyawa sama dengan membunuh semua nyawa dan menghidupkan satu nyawa sama dengan menghidupkan semua nyawa lainnya. Barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. (Q.S. al-Maidah/5:32). Allah SWT juga menegaskan bahwa semua anak manusia, anak cucu Adam (bani Adam) wajib dimuliakan, sebagaimana ditegaskan dalam ayat: Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam. (Q.S. Al-Isra’/17:70).

Di dalam memilih dan menetapkan pemimpin, termasuk Kepala Negara, AS mengacu kepada sistem demokrasi, yang mengacu kepada pilihan rakyat. Siapapun yang terpilih maka dialah yang harus dihormati sebagai pemimpin. Berbeda dengan sistem monarki yang memberikan kewenangan lebih kepada raja untuk menentukan Kepala Negara. Semangat Islam sesungguhnya lebih condong ke semangat demokrasi daripada ke semangat monarki. Islam mengedepankan musyawarah dan dialog di dalam menentukan hal-hal yang prinsip, termasuk penentuan Kepala Negara, sebagaimana dijelaskan dalam ayat: Dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. (Q.S. Ali ‘Imran/3:159). Atas dasar persamaan nilai-nilai dasar ajaran Islam dan karakter masyarakat AS, maka wajar jika Islam sebagai agama sebagaimana dikatakan oleh Hillary Clinton: “Islam is the fastest growing religion in USA” (Islam adalah agama paling cepat perkembangannya di AS).

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com

Ini Manusia Terbaik Menurut Rasulullah yang Disebut dalam Hadits Shahih



Jakarta

Rasulullah SAW pernah menyebut mengenai sosok manusia terbaik di antara manusia lainnya. Hal ini berkaitan dengan perangai orang itu.

Sosok manusia terbaik ini diceritakan ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ash dalam hadits shahih yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim masing-masing dalam kitab Shahih-nya. Menurut hadits ini, manusia terbaik di antara manusia lainnya adalah yang paling baik akhlaknya.

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ قَالَ لَمْ يَكُنِ النَّبِيُّ فَاحِشًا وَلَا مُتَفَحِشًا ، وَكَانَ يَقُولُ : إِنَّ مِنْ خِيَارِكُمْ أَحْسَنَكُمْ أَخْلَاقًا


Artinya: ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ash mengatakan, “Rasulullah SAW bukanlah orang yang bertutur kata/bersikap keji dan juga tidak membiasakan dirinya untuk bertutur kata/bersikap keji. Dahulu beliau sering bersabda, ‘Sejatinya orang paling baik di antara kalian adalah yang paling baik akhlaknya.'”

Dalam kitab Al-Wafi fi Syahril Arba’in an-Nawawiyah karya Musthafa Dieb al-Bugha dan Muhyiddin Mistu juga terdapat riwayat serupa yang dikeluarkan para penyusun kitab Sunan.

Rasulullah SAW bersabda, “Orang yang paling baik di antara kamu adalah yang paling baik akhlaknya.” (HR Ahmad)

Rasulullah SAW juga bersabda, “Orang-orang mukmin yang paling sempurna keimanannya adalah yang paling baik akhlaknya.” (HR Abu Dawud)

Menurut hadits lain, orang yang paling baik akhlaknya kelak akan menjadi orang yang paling dekat dengan Rasulullah SAW pada hari kiamat. Beliau SAW bersabda,

“Maukah aku beritahukan kepada kalian apa yang paling dicintai Allah dan paling dekat denganku tempatnya kelak pada hari kiamat?” Para sahabat menjawab, “Ya, wahai Rasulullah.” Rasulullah bersabda, “Orang yang paling baik akhlaknya di antara kalian.” (HR Ibnu Hibban)

Imam Bukhari dalam kitab Adab, Hakim, dan Baihaqi meriwayatkan hadits yang menerangkan bahwa Allah SWT mengutus Rasulullah SAW sebagai penyempurna akhlak baik. Beliau SAW bersabda, “Sesungguhnya, saya diutus untuk menyempurnakan akhlak-akhlak baik.”

Cara Meraih Akhlak Terpuji

Penulis kitab Al Wafi mengatakan bahwa akhlak merupakan dasar tegaknya peradaban manusia. Akhlak dalam hal ini merupakan perkara berharga bagi kehidupan suatu bangsa dan memiliki kedudukan tinggi dalam Islam.

Lebih lanjut dijelaskan, setiap muslim bisa meraih akhlak terpuji dan Rasulullah SAW telah memerintahkannya. Al-Hakim dan lainnya meriwayatkan hadits dari Muadz bin Jabal bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Perbaguslah akhlakmu terhadap orang lain.” Redaksi lain berbunyi, “Hendaklah kamu memperbagus akhlakmu sebisa mungkin.”

Berikut dua cara untuk meraih akhlak terpuji sebagaimana disebutkan dalam kitab tersebut.

1. Meneladani akhlak terpuji Rasulullah SAW. Dalam surah Al Ahzab ayat 21 Allah SWT telah berfirman,

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِيْ رَسُوْلِ اللّٰهِ اُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَنْ كَانَ يَرْجُوا اللّٰهَ وَالْيَوْمَ الْاٰخِرَ وَذَكَرَ اللّٰهَ كَثِيْرًاۗ ٢١

Artinya: “Sungguh, pada (diri) Rasulullah benar-benar ada suri teladan yang baik bagimu, (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat serta yang banyak mengingat Allah.”

Allah SWT juga menyifati akhlak Rasulullah SAW dalam firman-Nya,

وَاِنَّكَ لَعَلٰى خُلُقٍ عَظِيْمٍ ٤

Artinya: “Sesungguhnya engkau benar-benar berbudi pekerti yang agung.” (QS Al Qalam: 4)

2. Bergaul dengan orang-orang bertakwa dan para ulama yang berakhlak mulia. Sebagaimana Allah SWT berfirman,

وَاصْبِرْ نَفْسَكَ مَعَ الَّذِيْنَ يَدْعُوْنَ رَبَّهُمْ بِالْغَدٰوةِ وَالْعَشِيِّ يُرِيْدُوْنَ وَجْهَهٗ وَلَا تَعْدُ عَيْنٰكَ عَنْهُمْۚ تُرِيْدُ زِيْنَةَ الْحَيٰوةِ الدُّنْيَاۚ وَلَا تُطِعْ مَنْ اَغْفَلْنَا قَلْبَهٗ عَنْ ذِكْرِنَا وَاتَّبَعَ هَوٰىهُ وَكَانَ اَمْرُهٗ فُرُطًا ٢٨

Artinya: “Bersabarlah engkau (Nabi Muhammad) bersama orang-orang yang menyeru Tuhannya pada pagi dan petang hari dengan mengharap keridaan-Nya. Janganlah kedua matamu berpaling dari mereka karena mengharapkan perhiasan kehidupan dunia. Janganlah engkau mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingat Kami serta menuruti hawa nafsunya dan keadaannya melewati batas.” (QS Al Kahfi: 28)

(kri/erd)



Sumber : www.detik.com