Tag Archives: masa iddah

Ketentuan Masa Iddah Wanita yang Digugat Cerai dan Larangannya


Jakarta

Masa iddah merupakan suatu waktu tunggu bagi wanita muslim setelah digugat cerai atau ditinggal mati oleh suaminya. Ketika masa iddah, wanita tidak diperbolehkan menikah kembali.

Dijelaskan dalam Fiqih Sunnah 3 tulisan Sayyid Sabiq, asal kata iddah ialah al-‘addu dan al-ihsha yang artinya hari-hari dan masa haid yang dihitung oleh kaum wanita. Jadi, iddah dimaknai sebagai masa di mana wanita muslim menunggu.

Mengutip buku Fikih Empat Madzhab Jilid 5 oleh Syaikh Abdurrahman Al-Juzairi, praktik iddah sudah ada sejak zaman jahiliyah. Kala itu, masyarakat menaati aturan tersebut. Agama Islam mengakui bahwa penetapan iddah dalam syariat dinilai memiliki banyak maslahat bagi umat.


Dalil terkait masa iddah tercantum dalam surah Al Baqarah ayat 228,

وَالْمُطَلَّقٰتُ يَتَرَبَّصْنَ بِاَنْفُسِهِنَّ ثَلٰثَةَ قُرُوْۤءٍ

Artinya: “Para istri yang diceraikan (wajib) menahan diri mereka (menunggu) tiga kali qurū’ (suci atau haid).”

Selain ayat Al-Qur’an, disebutkan pula dalam hadits. Rasulullah SAW bersabda kepada Fatimah binti Qais,

“Jalanilah masa iddahmu di rumah Ummu Maktum.” (HR Muslim, Abu Dawud, An-Nasa’i & Tirmidzi)

Lantas, bagaimana ketentuan masa iddah bagi wanita yang digugat cerai?

Masa Iddah Wanita yang Digugat Cerai

Abdul Qadir Manshur melalui karyanya yang berjudul Buku Pintar Fikih Wanita membagi masa iddah ke dalam dua jenis, yaitu iddah karena perceraian dan kematian. Perlu dipahami, apabila wanita muslim yang diceraikan belum disetubuhi, maka tidak wajib menjalani masa iddah.

Allah SWT berfirman dalam surah Al Ahzab ayat 49,

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ إِذَا نَكَحْتُمُ ٱلْمُؤْمِنَٰتِ ثُمَّ طَلَّقْتُمُوهُنَّ مِن قَبْلِ أَن تَمَسُّوهُنَّ فَمَا لَكُمْ عَلَيْهِنَّ مِنْ عِدَّةٍ تَعْتَدُّونَهَا ۖ فَمَتِّعُوهُنَّ وَسَرِّحُوهُنَّ سَرَاحًا جَمِيلًا

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu menikahi perempuan-perempuan mukmin, kemudian kamu ceraikan mereka sebelum kamu mencampurinya maka tidak ada masa iddah atas mereka yang perlu kamu perhitungkan. Namun berilah mereka mut’ah dan lepaskanlah mereka itu dengan cara yang sebaik-baiknya.”

Namun, jika wanita yang diceraikan dalam keadaan hamil maka masa iddahnya sampai sang bayi lahir seperti dijelaskan dalam surah At Thalaq ayat 4,

وَٱلَّٰٓـِٔى يَئِسْنَ مِنَ ٱلْمَحِيضِ مِن نِّسَآئِكُمْ إِنِ ٱرْتَبْتُمْ فَعِدَّتُهُنَّ ثَلَٰثَةُ أَشْهُرٍ وَٱلَّٰٓـِٔى لَمْ يَحِضْنَ ۚ وَأُو۟لَٰتُ ٱلْأَحْمَالِ أَجَلُهُنَّ أَن يَضَعْنَ حَمْلَهُنَّ ۚ وَمَن يَتَّقِ ٱللَّهَ يَجْعَل لَّهُۥ مِنْ أَمْرِهِۦ يُسْرًا

Artinya: “Dan perempuan-perempuan yang tidak haid lagi (menopause) di antara perempuan-perempuanmu jika kamu ragu-ragu (tentang masa iddahnya), maka masa iddah mereka adalah tiga bulan; dan begitu (pula) perempuan-perempuan yang tidak haid. Dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan kandungannya. Dan barang -siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya.”

Sementara bila wanita tersebut tidak sedang hamil, maka ada dua kemungkinan yang terjadi. Pertama, ia sedang menstruasi. Dalam keadaan itu, maka masa iddahnya adalah dalam waktu tiga kali menstruasi. Kemudian apabila ia tidak mengalami menstruasi maka masa iddahnya adalah tiga bulan.

Larangan bagi Wanita dalam Masa Iddah

Masih dari buku yang sama, ada sejumlah larangan yang perlu dipahami wanita ketika dalam masa iddahnya, yaitu:

1. Melakukan Ihdad

Ihdad dilakukan oleh wanita yang ditinggal mati oleh suaminya sampai habis masa iddahnya. Kata ihdad sendiri memiliki arti tidak memakai perhiasaan, wangi-wangian, pakaian mencolok, pacar, dan celak mata.

2. Tidak Keluar Rumah Kecuali dalam Keadaan Darurat

Sesuai dengan firman Allah dalam At Thalaq ayat 1, wanita yang sedang dalam masa iddah tidak diperbolehkan keluar rumah yang ditinggali bersama suaminya sebelum bercerai. Kecuali jika ada keperluan mendesak.

3. Tidak Menikah dengan Lelaki Lain

Wanita yang sedang menjalani masa iddah baik karena bercerai, fasakh, atau ditinggal meninggal oleh suaminya tidak boleh menikah selain dengan laki-laki yang meninggalkan atau menceraikannya. Apabila menikah, maka pernikahannya dianggap tidak sah. Adapun laki-laki yang meminang dengan sindiran kepada wanita yang sedang dalam masa iddah juga tidak diperbolehkan (haram).

Itulah ketentuan bagi wanita yang masa iddahnya karena gugat cerai. Semoga bermanfaat.

(aeb/lus)



Sumber : www.detik.com

Masa Iddah bagi Muslimah: Arti, Jenis dan Larangan



Jakarta

Masa iddah berlaku bagi seorang perempuan muslim yang bercerai ataupun ditinggal sang suami meninggal dunia. Selama masa iddah, muslimah ini tidak diperbolehkan menikah kembali.

Dikutip dari buku Fikih Muslimah Praktis: Hukum Masa Iddah Hingga Hukum Wanita Jadi Pejabat karya Hafidz Muftisany, iddah dalam bahasa arab artinya bilangan atau menghitung.

Hafidz mengartikan masa iddah yaitu waktu tertentu yang harus dilewati oleh seorang perempuan setelah terjadinya peristiwa tertentu, seperti perceraian dengan suami atau kematian suami.


Tujuan Masa Iddah

Terdapat beberapa tujuan masa iddah seperti yang terdapat dalam buku Fiqh Keluarga Terlengkap karya Rizem Aizid, yaitu:

– Untuk mengetahui kekosongan rahim seorang istri
– Memberikan kesempatan kepada suami untuk memilih antara rujuk atau tidak
– Merupakan unsur ta’abud dan rasa duka cita

Dalil tentang masa iddah termaktub dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah Ayat 228,

وَٱلْمُطَلَّقَٰتُ يَتَرَبَّصْنَ بِأَنفُسِهِنَّ ثَلَٰثَةَ قُرُوٓءٍ ۚ وَلَا يَحِلُّ لَهُنَّ أَن يَكْتُمْنَ مَا خَلَقَ ٱللَّهُ فِىٓ أَرْحَامِهِنَّ إِن كُنَّ يُؤْمِنَّ بِٱللَّهِ وَٱلْيَوْمِ ٱلْءَاخِرِ ۚ وَبُعُولَتُهُنَّ أَحَقُّ بِرَدِّهِنَّ فِى ذَٰلِكَ إِنْ أَرَادُوٓا۟ إِصْلَٰحًا ۚ وَلَهُنَّ مِثْلُ ٱلَّذِى عَلَيْهِنَّ بِٱلْمَعْرُوفِ ۚ وَلِلرِّجَالِ عَلَيْهِنَّ دَرَجَةٌ ۗ وَٱللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ

Artinya: Wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru’. Tidak boleh mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahimnya, jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhirat. Dan suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka (para suami) menghendaki ishlah. Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf. Akan tetapi para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isterinya. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.

Jenis Masa Iddah

Abdul Qadir Manshur dalam bukunya yang berjudul Buku Pintar Fikih Wanita membagi masa iddah ke dalam dua jenis, yaitu:

1. Iddah Karena Perceraian

Bagi perempuan yang diceraikan dan belum disetubuhi maka tidak wajib menjalani masa iddah.

Bagi perempuan yang diceraikan dalam keadaan hamil, maka masa iddahnya yaitu sampai bayinya lahir. Sedangkan jika perempuan yang diceraikan dalam keadaan tidak hamil, maka masa iddahnya adalah tiga kali menstruasi.

2. Iddah Karena Kematian

Bagi perempuan yang ditinggal mati suaminya tidak dalam keadaan hamil, masa iddahnya adalah empat bulan sepuluh hari, baik dia telah melakukan hubungan badan dengan suaminya yang telah meninggal itu maupun belum.

Sedangkan bagi perempuan yang ditinggal mati suaminya dalam keadaan hamil, maka masa iddahnya adalah hingga bayinya lahir.

Larangan dalam Masa Iddah

Masih mengutip dari sumber buku yang sama, Islam menentukan tiga larangan yang tidak boleh dilanggar oleh perempuan ketika menjalani masa iddah.

– Haram Menikah dengan Laki-laki Lain

Perempuan yang sedang dalam masa iddahnya baik karena dicerai, fasakh, maupun ditinggal mati oleh suami tidak boleh menikah selain dengan laki-laki yang telah menceraikannya itu. Jika dia menikah lagi, maka pernikahannya tidak sah, dan jika dia berhubungan badan, maka dia terkena hukuman al-hadd.

Allah SWT berfirman dalam surah Al-Baqarah ayat 235,

وَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِيْمَا عَرَّضْتُمْ بِهٖ مِنْ خِطْبَةِ النِّسَاۤءِ اَوْ اَكْنَنْتُمْ فِيْٓ اَنْفُسِكُمْ ۗ عَلِمَ اللّٰهُ اَنَّكُمْ سَتَذْكُرُوْنَهُنَّ وَلٰكِنْ لَّا تُوَاعِدُوْهُنَّ سِرًّا اِلَّآ اَنْ تَقُوْلُوْا قَوْلًا مَّعْرُوْفًا ەۗ وَلَا تَعْزِمُوْا عُقْدَةَ النِّكَاحِ حَتّٰى يَبْلُغَ الْكِتٰبُ اَجَلَهٗ ۗوَاعْلَمُوْٓا اَنَّ اللّٰهَ يَعْلَمُ مَا فِيْٓ اَنْفُسِكُمْ فَاحْذَرُوْهُ ۚوَاعْلَمُوْٓا اَنَّ اللّٰهَ غَفُوْرٌ حَلِيْمٌ ࣖ ٢٣٥

Artinya: “Tidak ada dosa bagimu atas kata sindiran untuk meminang perempuan-perempuan) atau (keinginan menikah) yang kamu sembunyikan dalam hati. Allah mengetahui bahwa kamu akan menyebut-nyebut mereka. Akan tetapi, janganlah kamu berjanji secara diam-diam untuk (menikahi) mereka, kecuali sekadar mengucapkan kata-kata yang patut (sindiran). Jangan pulalah kamu menetapkan akad nikah sebelum berakhirnya masa iddah. Ketahuilah bahwa Allah mengetahui apa yang ada dalam hatimu. Maka, takutlah kepada-Nya. Ketahuilah bahwa Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun.”

– Haram Keluar Rumah Kecuali Karena Alasan Darurat

Seorang perempuan yang sedang dalam masa iddah tidak diperbolehkan untuk keluar dari rumah yang ditinggali bersuaminya sebelum bercerai kecuali jika ada keperluan mendesak.

Allah SWT berfirman dalam surah At-Thalaq ayat 1,

يٰٓاَيُّهَا النَّبِيُّ اِذَا طَلَّقْتُمُ النِّسَاۤءَ فَطَلِّقُوْهُنَّ لِعِدَّتِهِنَّ وَاَحْصُوا الْعِدَّةَۚ وَاتَّقُوا اللّٰهَ رَبَّكُمْۚ لَا تُخْرِجُوْهُنَّ مِنْۢ بُيُوْتِهِنَّ وَلَا يَخْرُجْنَ اِلَّآ اَنْ يَّأْتِيْنَ بِفَاحِشَةٍ مُّبَيِّنَةٍۗ وَتِلْكَ حُدُوْدُ اللّٰهِ ۗوَمَنْ يَّتَعَدَّ حُدُوْدَ اللّٰهِ فَقَدْ ظَلَمَ نَفْسَهٗ ۗ لَا تَدْرِيْ لَعَلَّ اللّٰهَ يُحْدِثُ بَعْدَ ذٰلِكَ اَمْرًا ١

Artinya: “Wahai Nabi, apabila kamu menceraikan istri-istrimu, hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) idahnya (yang wajar), dan hitunglah waktu iddah itu, serta bertakwalah kepada Allah Tuhanmu. Janganlah kamu keluarkan mereka dari rumahnya dan janganlah (diizinkan) keluar kecuali jika mereka mengerjakan perbuatan keji yang jelas. Itulah hukum-hukum Allah. Siapa melanggar hukum-hukum Allah, maka sungguh, dia telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri. Kamu tidak mengetahui boleh jadi setelah itu Allah mengadakan suatu ketentuan yang baru.”

– Wajib Melakukan Ihdad

Perempuan yang ditinggal mati oleh suaminya wajib melakukan ihdad (menahan diri) sampai habis masa ‘iddahnya.

Ihdad berarti tidak memakai perhiasan, wewangian, pakaian bermotif, pacar, dan celak mata, seperti sabda Rasulullah SAW, “Seorang perempuan yang ditinggal mati oleh suaminya tidak boleh memakai pakaian bermotif, tidak memakai perhiasan, tidak memacari kuku, dan tidak bercelak mata.” (HR Abu Dawud)

(dvs/dvs)



Sumber : www.detik.com

5 Perkara yang Dilarang ketika Wanita Muslim Berkabung Berdasarkan Hadits


Jakarta

Berkabung adalah perwujudan duka cita bagi seorang manusia ketika ditinggal wafat oleh orang terdekatnya. Dalam bahasa arab, berkabung disebut dengan ihdad yang diambil dari kata al-Hadd.

Menurut buku Fikih Sunnah Wanita susunan Abu Malik Kamal ibn as-Sayyid Salim, berkabung atau ihdad berarti mencegah atau melarang. Jadi, pada masa berkabung ini ada sejumlah perkara yang dilarang, khususnya bagi wanita.

Dalam sebuah hadits dari Ummu Athiyah ia berkata,


“Dahulu kami dilarang untuk berkabung atas kematian seseorang lebih dari tiga hari, kecuali karena kematian suami selama empat bulan sepuluh hari. Dan kami tidak boleh menggunakan celak, memakai wewangian, mengenakan pakaian yang dicelup, selain kain beludru Yaman. Beliau memberi kami keringanan pada saat suci, jika salah seorang dari kami telah mandi dari haida, untuk memakai sedikit kayu wangi, dan kami juga dilarang untuk mengantar jenazah.” (HR Bukhari dan Muslim)

5 Perkara yang Dilarang ketika Wanita Berkabung Berdasarkan Hadits

Merujuk pada sumber yang sama sebagaimana bersandar pada hadits di atas, berikut sejumlah perkara yang dilarang bagi wanita ketika berkabung.

1. Bercelak

Bercelak saat wanita dalam masa berkabung meski tujuannya untuk berobat dilarang. Dalam hadits dari Ummu Salamah, seorang wanita yang mengalami sakit mata dan keluarganya meminta izin kepada Nabi Muhammad untuk memakaikan celak sementara suaminya baru saja meninggal, maka beliau berkata, “Ia tidak boleh bercelak.”

“Demikianlah, dan Allah telah memudahkan bagi kaum muslimin dan muslimat untuk memperoleh cara pengobatan tanpa menggunakan celak, karena sekarang terdapat obat tetes, salep, dan yang lainnya, sehingga tidak ada lagi aritnya membuat alasan sakit agar bisa memakai celak, wallahu a’lam.” demikian bunyi keterangan dalam buku al-‘Adad wal Ihdad tulisan Syaikh Musthafa al-‘Adawi.

2. Memakai Minyak Wangi

Terkait keharaman minyak wangi, tidak ada perbedaan pendapat mengenai hal ini ketika berkabung. Dalilnya ketika Ummu Habibah selesai dari masa berkabungnya atas kematian sang ayah, Abu Sufyan, ia meminta minyak wangi dan memakainya.

Namun, ada sejumlah kategori wewangian yang dikecualikan seperti segala sesuatu yang boleh digunakan wanita untuk mandi karena haid agar menghilangkan bau yang tidak enak. Jadi, wewangian tersebut digunakan untuk menghapus sisa-sisa darah.

3. Memakai Inai dan Sejenisnya

Dalam hadits Ummu Salamah disebutkan, “…dan ia juga tidak boleh memakai inai…” (HR Abu Dawud)

Ibnul Mundzir berkata, “Saya tidak menemukan adanya perbedaan pendapat bahwa memakai inai termasuk ke dalam perhiasan yang dialrang.”

Termasuk juga dalam hal ini memakai rias wajah. Dikatakan oleh Ibnu Qudamah dalam al-Mughni, “Diharamkan baginya untuk mengenakan inai dan memerahkan wajahnya atau memutihkannya atau menggunakan sesuatu untuk menguningkannya, atau meghiasi wajah dan kedua tangannya dengan gambar. Dan ia juga dilarang untuk melebtkan wajahnya serta hal-hal lain untuk mempercantiknya.”

4. Mengenakan Pakaian yang Dicelup Berwarna-warni

Dilarang juga bagi muslimah untuk mengenakan pakaian yang dicelup dengan warna-warni dan pakaian yang dicelup dengan warna kuning serta yang dicelup dengan tanah liat yang berwarna merah.

Pada hadits Ummu Athiyah, “…Dan tidak mengenakan pakaian yang dicelup, selain kain yang tidak berwarna.”

Sementara, dalam hadits Ummu Salamah disebutkan, “Istri yang ditinggal mati oleh suaminya tidak boleh mengenakan pakaian yang dicelup dengan warna kuning, atau pakaian yang dicelup dengan tanah liat merah, dan tidak pula mengenakan perhiasan, serta tidak boleh memakai inai dan celak.” (HR Abu Dawud)

5. Memakai Perhiasan

Selanjutnya ialah memakai perhiasan. Wanita yang sedang dalam masa berkabung diharamkan memakai cincin, kalung, atau yang lainnya yang terbuat dari emas, perak, dan sejenisnya. Imam Malik berkata dalam al-Muwaththa,

“Dan wanita yang berkabung karena kematian suaminya tidak boleh memakai perhiasan apa pun.”

(aeb/erd)



Sumber : www.detik.com