Tag Archives: meninggalnya

Profil Sleeping Prince Saudi yang Meninggal Dunia usai Koma 20 Tahun


Jakarta

Pangeran Arab Saudi, Al Waleed bin Khaled bin Talal Al Saud atau dikenal sebagai Sleeping Prince meninggal dunia di usia 36 tahun. Ia menghembuskan nafas terakhirnya setelah koma selama 20 tahun.

Kabar meninggalnya Pangeran Al Waleed diumumkan oleh sang ayah, Pangeran Khaled bin Talal Al Saud melalui unggahan di platform X pada Sabtu (19/7/2025).

“Dengan hati yang percaya pada kehendak dan takdir Tuhan, dan dengan kesedihan dan duka yang mendalam, kami berduka cita atas kepergian putra terkasih kami, Pangeran Alwaleed bin Khaled bin Talal bin Abdulaziz Al Saud, semoga Tuhan mengasihaninya, yang telah meninggal dunia atas rahmat Tuhan Yang Maha Esa hari ini.” tulisnya.


Profil Sleeping Prince Arab Saudi

Mengutip dari laman Times of India, Pangeran Al Waleed adalah putra sulung dari Pangeran Khaled bin Talal Al Saud sekaligus pengusaha miliarder Pangeran Al Waleed bin Talal. Sang ayah merupakan salah satu cucu pendiri Saudi, Raja Abdulaziz dan pemilik Perusahaan Perdagangan Al Nafood.

detikHikmah belum menemukan informasi rinci mengenai keturunan keberapa Pangeran Al Waleed maupun sang ayah, Pangeran Khaled bin Thalal. Sebelum mengalami kecelakaan, Pangeran Al Waleed dipandang sebagai salah satu anggota keluarga kerajaan dengan masa depan menjanjikan.

Alami Kecelakaan di Usia 15 Tahun hingga Koma Puluhan Tahun

Kecelakaan yang dialami Pangeran Al Waleed terjadi pada 2005 lalu ketika usianya 15 tahun. Kala itu, ia sedang menempuh pendidikan di akademi militer di London.

Usai kecelakaan, Pangeran Al Waleed dipindahkan ke King Abdulaziz Medical City di Riyadh, Arab Saudi. Sleeping Prince tersebut dirawat di sana hingga akhir hayatnya.

Walau mendapat perawatan medis darurat dan bantuan dari dokter spesialis Amerika serta Spanyol, Pangeran Al Waleed tak pernah sadar sepenuhnya. Ia berada di bawah pengawasan medis ketat selama hampir dua dekade.

Pangeran Al Waleed sempat membuat gerakan-gerakan kecil seperti mengangkat jari atau menggerakkan kepala pada 2019 silam. Tetapi setelah itu, tidak ada kemajuan pemulihan dari sang pangeran.

Kegigihan Sang Ayah Harapkan Kesembuhan Pangeran Al Waleed

Ayah dari Pangeran Al Waleed bin Thalal terus mengharapkan kesembuhan dari putranya. Ia bahkan menolak untuk mencabut alat penopang hidup yang terpasang di tubuh Pangeran Al Waleed.

Begitu juga dengan ibunya yang tetap mempertahankan dukungan hidup anaknya. Ia selalu berharap, merawat dan mendoakan Pangeran Al Waleed.

Pangeran Al Waleed Akan Disalatkan Minggu Sore

Melansir dari media sosial X Inside the Haramain, jenazah Pangeran Al Waleed akan disalatkan pada hari ini, Minggu (20/7/2025) di Masjid Imam Turki bin Abdullah di kota Riyadh setelah salat Ashar waktu setempat.

(aeb/inf)



Sumber : www.detik.com

Ketegaran Pangeran Khaled bin Talal Merawat sang Putra yang Koma 20 Tahun



Jakarta

Pangeran Alwaleed bin Khaled bin Talal bin Abdulaziz Al Saud, yang dikenal sebagai ‘Pangeran Tidur’ Arab Saudi, tutup usia pada Sabtu, (19/7/2025). Pangeran berusia 36 tahun ini meninggal dunia setelah koma selama hampir 20 tahun.

Dalam sebuah pernyataan, Dewan Imam Global (GIC) menyatakan, “Dewan Imam Global menyampaikan belasungkawa dan simpati yang tulus kepada Wali Dua Masjid Suci, Raja Salman bin Abdulaziz Al Saud, Yang Mulia Putra Mahkota Mohammed bin Salman, dan Keluarga Kerajaan yang terhormat, atas wafatnya Pangeran Alwaleed bin Khaled bin Talal Al Saud, yang meninggal dunia setelah perjuangan panjang yang berlangsung hampir dua puluh tahun setelah sebuah kecelakaan tragis.”

Di balik meninggalnya sang Pangeran Tidur, ada sosok ayahanda Khaled bin Talal yang terus bersabar mendampingi anaknya tanpa putus asa. Ia bersama keluarganya terus berikhtiar dan mendoakan kesembuhan, hingga pada akhirnya harus menerima takdir kematian dari Allah SWT.


Penyebab Pangeran Alwaleed bin Khaled Koma

Lahir pada bulan April 1990, Pangeran Al-Waleed bin Khaled bin Talal adalah putra sulung Pangeran Khaled bin Talal Al Saud dan keponakan dari miliarder Pangeran Alwaleed bin Talal.

Menurut laporan Khaleej Times, ia sedang menjalani dinas militer di sebuah akademi kadet di London ketika sebuah kecelakaan lalu lintas yang dahsyat menimpanya pada tahun 2005. Kecelakaan tersebut menyebabkannya mengalami pendarahan otak dan pendarahan internal yang parah.

Setelah kecelakaan itu, Al-Waleed dilarikan kembali ke Arab Saudi dan dirawat di King Abdulaziz Medical City di Riyadh di bawah pengawasan medis intensif.

Para dokter, termasuk spesialis dari Amerika Serikat dan Spanyol, terus-menerus merawatnya, tetapi ia tidak pernah sadar kembali. Sebaliknya, ia tetap menggunakan alat bantu hidup, dengan respons ringan yang terputus-putus seperti gerakan jari.

Trauma otak yang parah dan pendarahan internal yang dialaminya membuatnya koma sejak usianya 15 tahun.

Pangeran Khaled bin Talal Sebagai Simbol Cinta Ayah

Selama hampir dua dekade mengalami koma, pangeran Al Waleed dikenal dengan sebutan “Sleeping Prince” atau “Pangeran Tidur” Arab Saudi.

Namun di balik kondisinya yang koma, yang menjadi sorotan adalah sosok sang ayah, Pangeran Khaled bin Talal bin Al-Saud yang terus setia di sisi tempat tidur putranya dari tahun ke tahun.

Perjuangan sang ayah dan keluarganya yang senantiasa memberikan perawatan dan tidak putus harapan atas kesembuhan sang anak menjadi inspirasi bagi banyak orang di seluruh dunia.

Mengutip Gulf News, kamar rumah sakit sang Pangeran Tidur menjadi saksi spiritual, sebagai tempat doa-doa dipanjatkan oleh keluarga, kerabat dan pengunjung yang datang untuk memberi dukungan.

Kehidupan dan perjuangan yang panjang tidak hanya mencerminkan tantangan medis tetapi juga semangat kemanusiaan yang abadi dan pengabdian keluarga yang melampaui generasi.

Kematian Pangeran Tidur Membuat Masyarakat Berduka

Berita meninggalnya Pangeran Al-Waleed di fasilitas medis khusus di Arab Saudi memicu belasungkawa yang meluas.

Di media sosial, tagar “Pangeran Tidur” (#SleepingPrince) menjadi tren saat ribuan orang berduka. Namun, ia bukan hanya simbol duka, tagar tersebut juga menjadi simbol kesabaran, keyakinan, dan kasih sayang seorang ayah.

Dalam sebuah unggahan di X, Pangeran Khaled bin Talal bin Abdulaziz, ayahanda yang berduka, menulis dengan mengutip Al-Quran Surah Al-Fajr ayat 27,

“Wahai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu, dengan hati yang ridha dan menyenangkan [Nya], dan masuklah ke Surga-Ku… Dengan hati yang meyakini kehendak dan ketetapan Allah, dan dengan duka yang mendalam, kami berduka atas putra terkasih kami.”

Menurut laporan Khaleej Times, salat jenazah untuk Pangeran Al-Waleed akan dilaksanakan pada 20 Juli 2025.

Salat jenazah untuk jemaah pria akan dilaksanakan di Masjid Imam Turki bin Abdullah setelah salat Ashar waktu setempat, sedangkan untuk jemaah wanita akan dilaksanakan di Rumah Sakit Spesialis King Faisal setelah salat Dzuhur. Ucapan belasungkawa akan diterima di Istana Al-Fakhriyah milik keluarga hingga 22 Juli.

(aeb/erd)



Sumber : www.detik.com

Politisi Negarawan, Tak Gila Jabatan



Jakarta

Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas berduka atas meninggalnya ekonom senior sekaligus politikus Indonesia, Kwik Kian Gie. Anwar mengenang Kwik Kian Gie sebagai politisi yang negarawan dan tak gila jabatan.

“Kita sebagai warga negara benar-benar kehilangan dengan meninggalnya Kwik Kian Gie, seorang tokoh dan guru bangsa yang sangat patut kita suri tuladani. Kwik Kian Gie adalah seorang tokoh yang tidak gila jabatan walaupun dia pernah menduduki berbagai jabatan strategis di negeri ini,” kata Anwar dalam keterangannya, Selasa (29/7/2025).

Kwik Kian Gie pernah menjabat sebagai Menteri Koordinator Bidang Ekonomi, Keuangan, dan Industri (Menko EKUIN) era Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional dan Kepala Bappenas era Presiden Megawati Soekarnoputri. Dia juga dikenal sebagai senior Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP-P) yang bergabung sejak 1987–yang pada tahun itu bernama Partai Demokrasi Indonesia (PDI).

“Dia adalah sosok politisi yang negarawan, di mana lewat dunia politik yang digumulinya dia ingin berbuat hal-hal yang terbaik bukan untuk dirinya dan keluarga serta partai dan kelompoknya tapi adalah untuk bangsa dan negara yang dicintainya,” tambahnya Anwar.

Di mata Anwar Abbas, Kwik Kian Gie adalah seorang nasionalis tulen yang selalu memikirkan dan menyuarakan berbagai persoalan yang dihadapi bangsa Indonesia. Sosoknya dikenal pro rakyat.

“Sebagai seorang ekonom dia sangat sering menyampaikan kritik terhadap berbagai kebijakan yang dibuat oleh pemerintah karena banyak sekali dari kebijakan-kebijakan yang mereka buat dan lahirkan tersebut yang tidak sesuai semangat dan jiwanya dengan amanat konstitusi sehingga akhirnya negara dan rakyat sangat banyak dirugikan,” kenang Ketua PP Muhammadiyah itu.

Dilansir detikFinance, Kwik Kian Gie meninggal di usia 90 tahun. Kabar meninggalnya Kwik Kian Gie disampaikan sejumlah tokoh nasional, salah satunya Sandiaga Uno.

“Selamat jalan Pak Kwik Kian Gie. Ekonom, pendidik, nasionalis sejati. Mentor yang tak pernah lelah memperjuangkan kebenaran. Yang berdiri tegak di tengah badai, demi kepentingan rakyat dan negeri. Indonesia berduka,” tulis Sandiaga melalui akun media sosial resminya, Selasa(29/7/2025).

(kri/inf)



Sumber : www.detik.com

Turut Berduka, KH Miftachul Ahyar Serukan Kedamaian Pasca Tragedi Driver Ojol



Jakarta

Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH. Miftachul Ahyar, menyampaikan rasa duka yang mendalam atas meninggalnya Affan Kurniawan salah seorang driver ojek online (ojol) dalam aksi unjuk rasa yang terjadi di Jakarta pada Kamis 28 Agustus kemarin.

Sebagai pimpinan tertinggi di PBNU, KH. Miftachul Ahyar menyampaikan belasungkawa yang tulus kepada keluarga almarhum.

“Kami keluarga besar Nahdlatul Ulama turut berduka cita yang sedalam-dalamnya. Semoga almarhum mendapatkan tempat terbaik di sisi Allah SWT, dan keluarga yang ditinggalkan diberikan kekuatan dan kesabaran,” kata KH. Miftachul Ahyar dalam keterangan tertulisnya Jumat, 29 Agustus 2025.


Menurut Rais Aam, penyampaian aspirasi adalah hak konstitusional warga negara dan harus dihormati oleh siapapun.

Namun, Rais Aam PBNU juga meminta semua pihak, terutama aparat dan petugas di lapangan, untuk senantiasa bersikap sabar, bijaksana, dan mengedepankan dialog dalam menangani aksi demonstrasi.

“Kami minta aparat untuk senantiasa sabar dan menahan diri, agar tidak terjadi benturan yang dapat merugikan semua pihak,” kata dia.

Dalam kesempatan ini, Rais Aam juga mengimbau seluruh elemen masyarakat, termasuk peserta aksi, untuk tidak bertindak anarkis dan menghindari provokasi yang dapat memperkeruh keadaan. Tragedi ini harus dijadikan pelajaran bersama agar kejadian serupa tidak terulang di masa depan.

Rais Aam menambahkan bahwa arahan Presiden Prabowo Subianto dan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo harus menjadi pedoman bersama: menjaga keamanan, ketertiban, dan persaudaraan nasional dengan cara-cara yang damai, tanpa kekerasan, dan tanpa provokasi.

“Perbedaan pendapat harus disalurkan dengan cara yang damai dan bermartabat. Jangan sampai aksi menyuarakan aspirasi justru melahirkan korban jiwa dan merugikan bangsa dan negara,” kata Rais Aam.

KH Miftachul Ahyar juga meminta seluruh jajaran pengurus dan warga Nahdlatul Ulama di berbagai tingkatan untuk ikut menenangkan situasi, tidak terprovokasi, dan tidak melibatkan diri dalam kegiatan yang bersifat anarkis.

“Mari kita jaga persaudaraan, keamanan, dan ketertiban. PBNU mengajak seluruh warga NU untuk menjadi peneduh di tengah masyarakat,” kata dia.

(erd/erd)



Sumber : www.detik.com

Kisah Nabi Zakaria yang Sabar dalam Mengharapkan Keturunan


Jakarta

Kisah Nabi Zakaria AS adalah salah satu kisah penuh hikmah dalam Al-Qur’an yang mengajarkan arti kesabaran dan keikhlasan dalam menghadapi ujian hidup. Kisahnya yang penuh dengan kesabaran dan ketulusan dalam mengharapkan keturunan diabadikan dalam beberapa ayat Al-Qur’an, di antaranya adalah surah Maryam ayat 2-15 dan surah Al-Anbiya ayat 89-90.

Dalam ayat-ayat ini, Allah SWT menceritakan bagaimana Nabi Zakaria AS meski usianya telah lanjut dan istrinya diketahui mandul, tidak pernah berhenti berharap dan berdoa kepada Allah SWT untuk mendapatkan keturunan yang saleh.

Dalam perjalanan hidupnya, Nabi Zakaria AS menunjukkan keteguhan hati dan keyakinan bahwa doa yang tulus tidak pernah sia-sia di hadapan Allah SWT. Penasaran dengan bagaimana doa dan kesabaran Nabi Zakaria AS akhirnya membuahkan hasil? Simak kisah lengkapnya dalam artikel ini.


Asal-usul Nabi Zakaria AS

Dikutip dari buku Kisah Para Nabi yang disusun oleh Ibnu Katsir dan diterjemahkan oleh Divisi Penerjemah Kantor Da’wah Al-Sulay, Nabi Zakaria AS adalah ayah dari Nabi Yahya AS, keduanya termasuk golongan nabi dari Bani Israil.

Keturunan mereka berhubungan dengan Nabi Sulaiman AS dan Nabi Daud AS, menunjukkan bahwa Nabi Zakaria AS memiliki silsilah keturunan yang mulia dan berakar kuat di antara para nabi besar.

Menariknya, Nabi Zakaria AS dikenal sebagai seorang tukang kayu, sebagaimana disebutkan dalam hadits Rasulullah SAW yang berbunyi, “Nabi Zakaria adalah seorang tukang kayu.” (HR Muslim).

Profesi ini menjadi simbol kesederhanaan dan kerja keras beliau dalam menjalani kehidupan, sekaligus menjadi inspirasi bagi kita semua untuk hidup sederhana dan penuh kesabaran.

Kisah Nabi Zakaria AS

Nabi Zakaria AS adalah sosok nabi yang dikenal penuh kesabaran dan keteguhan dalam memohon keturunan, meski telah berusia lanjut dan istrinya mengalami kemandulan. Allah SWT menempatkan kisahnya dalam Al-Quran sebagai pelajaran bagi umat manusia agar tak pernah berputus asa terhadap rahmat-Nya.

Harapan besar Nabi Zakaria AS untuk memiliki keturunan tak hanya demi memenuhi keinginan pribadi, tetapi juga karena kekhawatiran terhadap keberlanjutan tugas mengurus Bani Israil dan menyebarkan ajaran tauhid. Ia berharap agar keturunannya kelak dapat menjadi pewaris yang menjalankan tugas kenabian dan menjaga syariat yang telah diajarkan.

Dalam doanya yang penuh kelembutan, Nabi Zakaria AS mengadukan keadaannya kepada Allah SWT. Ia menyampaikan bahwa dirinya telah tua dan istrinya mandul, tapi harapan dan keyakinannya pada kekuasaan Allah SWT tidak pernah pudar. Di dalam hatinya, Nabi Zakaria AS merasa khawatir jika tidak ada penerus yang bisa menjaga tugas kenabian di tengah umat Bani Israil.

Ia terinspirasi oleh keturunan Nabi Ya’qub AS yang Allah SWT pilih untuk menjadi pembawa cahaya kebenaran, sehingga ia pun memohon agar diberikan seorang anak yang dapat menjadi penerus dalam menyampaikan ajaran ilahi. Berikut adalah doa Nabi Zakaria AS yang tercantum pada surah Al-Anbiya Ayat 89:

رَبِّ لَا تَذَرْنِي فَرْدًا وَأَنتَ خَيْرُ الْوَرِثِينَ

Latinnya: Rabbi lā tażarnī fardaw wa anta khairul-wārisin.

Artinya: “Ya Tuhanku janganlah Engkau membiarkan aku hidup seorang diri dan Engkaulah Waris Yang Paling Baik.”

Doa yang penuh keyakinan dan keikhlasan ini tidaklah sia-sia. Allah SWT akhirnya mengabulkan permohonan Nabi Zakaria AS dan memberinya seorang putra yang kelak dikenal sebagai Nabi Yahya AS.

Namun, dengan takjub sekaligus khawatir, Nabi Zakaria AS bertanya bagaimana mungkin ia bisa memiliki anak sementara dirinya telah sangat tua, dan istrinya pun mandul. Allah SWT pun menegaskan bahwa segala sesuatu mudah bagi-Nya dan bahwa Dia telah menciptakan Nabi Zakaria AS sendiri sebelumnya dari ketiadaan.

Sebagai bentuk keyakinan, Nabi Zakaria AS memohon tanda dari Allah SWT atas janji-Nya tersebut. Allah SWT kemudian memberi tanda bahwa Nabi Zakaria AS tidak akan dapat berbicara selama tiga hari, kecuali dengan bahasa isyarat, meskipun tubuhnya dalam keadaan sehat tanpa cacat.

Dalam masa itu, Nabi Zakaria AS diperintahkan untuk terus berzikir dan memuji Allah SWT. Dengan penuh kegembiraan, ia keluar menemui kaumnya dan memberi isyarat kepada mereka untuk memperbanyak zikir kepada Allah SWT.

Kisah ini memberikan teladan tentang kekuatan doa dan keyakinan pada kuasa Allah SWT yang tak terbatas. Meskipun keadaan tampak tidak mungkin, Nabi Zakaria AS tetap berdoa dengan penuh kesabaran dan harapan, hingga akhirnya Allah SWT menjawab permohonannya dengan anugerah yang indah.

Kelahiran Anak Nabi Zakaria AS

Kisah kelahiran putra Nabi Zakaria AS, yaitu Yahya yang kelak akan menjadi nabi juga sebagai penerus ayahnya adalah salah satu bukti kekuasaan Allah SWT yang Maha Besar. Anak yang telah lama diharapkan itu lahir sebagai anugerah dari Allah SWT setelah Nabi Zakaria AS dengan penuh kesabaran dan ketulusan berdoa.

Sejak awal, Allah SWT memerintahkan Yahya untuk memegang teguh Kitab Taurat dan mempelajarinya dengan serius. Bahkan, sejak kecil, Allah SWT telah mengajarkan kebijaksanaan dan tanda-tanda kenabian kepadanya. Suatu hari, ketika teman-teman sebayanya mengajaknya bermain, Yahya dengan bijak menjawab, “Kita diciptakan bukan untuk bermain.”

Yahya dibekali oleh Allah SWT dengan berbagai sifat mulia yang membuatnya menjadi teladan bagi banyak orang. Ia memiliki sifat kasih sayang yang mendalam, khususnya kepada kedua orang tuanya.

Yahya juga dikenal dengan kelembutan hatinya kepada sesama, menghindari perbuatan dosa, dan senantiasa menjaga kesuciannya. Sifat bakti kepada kedua orang tua pun menjadi keutamaan dalam dirinya, diiringi dengan keteguhan hati yang menjauhi sifat sombong atau angkuh. Sifat-sifat inilah yang menjadikan Yahya sosok nabi yang dihormati dan disegani, serta menjadi contoh kebajikan bagi umatnya.

Meninggalnya Nabi Zakaria AS

Terdapat dua riwayat berbeda terkait wafatnya Nabi Zakaria AS. Salah satu riwayat yang disampaikan oleh Abdul-Mun’in bin Idris bin Sinan dari Wahab bin Munabbih mengisahkan bahwa Nabi Zakaria AS terpaksa meninggalkan kaumnya dan masuk ke dalam sebuah pohon untuk menyelamatkan diri.

Namun, kaumnya yang berusaha mencelakainya kemudian datang dan meletakkan gergaji di batang pohon tersebut untuk memotongnya. Ketika gergaji telah mencapai tubuh Nabi Zakaria AS dan Beliau merintih kesakitan, Allah SWT memberikan wahyu, jika Nabi Zakaria AS tidak berhenti merintih, bumi akan terbelah.

Mendengar itu, Nabi Zakaria AS menahan rintihannya, hingga akhirnya pohon tersebut dipotong dan Beliau pun terbagi menjadi dua bagian bersama pohon itu.

Sementara itu, riwayat lain yang disampaikan oleh Ishaq bin Bisyr menyebutkan bahwa yang sebenarnya masuk ke dalam pohon adalah Sya’ya, bukan Nabi Zakaria AS. Dalam riwayat ini, disebutkan bahwa Nabi Zakaria AS wafat secara wajar, tanpa mengalami kejadian tragis seperti riwayat pertama.

Wallahu a’lam, hanya Allah SWT yang Maha Mengetahui kebenarannya.

(inf/inf)



Sumber : www.detik.com

Ayah Nabi Muhammad Bernama Abdullah, Ini Kisah Hidup dan Wafatnya


Jakarta

Ayah Nabi Muhammad SAW bernama Abdullah bin Abdul Muthalib. Ia merupakan salah satu tokoh penting dalam sejarah Islam.

Sayangnya, Nabi Muhammad SAW tidak pernah bertemu dengan ayahnya. Sebab, Abdullah wafat saat Nabi SAW masih dalam kandungan. Nabi Muhammad SAW tumbuh besar tanpa didampingi oleh ayah kandungnya.

Kisah Ayah Nabi Muhammad yang Hampir Dikorbankan

Dalam buku Kisah Keluarga Rasulullah SAW untuk Anak karya Nurul Idun dkk, diceritakan bahwa Abdullah bin Abdul Muthalib, ayah Nabi Muhammad SAW, dikenal sebagai sosok yang jujur dan saleh sejak kecil.


Sebagai putra dari Abdul Muthalib, seorang pemimpin Quraisy yang sangat dihormati, Abdullah juga dikenal mahir memainkan pedang, berburu, dan berniaga. Kehidupan Abdullah mulai menarik perhatian publik ketika ayahnya, Abdul Muthalib, membuat nazar kepada Allah SWT.

Abdul Muthalib berjanji jika Allah SWT memberinya banyak anak yang kelak akan menjadi penjaganya, ia akan mengorbankan salah satu di antaranya. Nazar ini akhirnya jatuh kepada Abdullah, yang kemudian menjadi pusat perhatian masyarakat Makkah.

Banyak penduduk menentang eksekusi nazar tersebut, karena Abdullah dikenal memiliki nasab yang mulia, dan kekhawatiran muncul jika hal ini akan menjadi contoh buruk bagi generasi berikutnya.

Merangkum dari buku Sejarah Terlengkap Nabi Muhammad SAW karya Abdurrahman bin Abdul Karim, para pembesar Quraisy kemudian berusaha mencari solusi agar Abdullah tidak dikorbankan.

Mereka mendatangi seorang peramal untuk mencari jalan keluar. Sang peramal menyarankan agar diundi antara Abdullah dan unta. Setiap kali nama Abdullah terpilih, maka sepuluh unta harus disembelih sebagai gantinya.

Setelah sepuluh kali nama Abdullah terpilih dalam undian, akhirnya pada undian ke sebelas nama unta yang keluar, dan dengan demikian Abdullah terbebas dari nazar. Abdul Muthalib kemudian menyembelih 100 ekor unta sebagai ganti pengorbanan anaknya, dan dagingnya dibagikan kepada penduduk Makkah sebagai bentuk rasa syukur.

Abdullah pun tumbuh dewasa dan kelak menjadi ayah dari Nabi Muhammad SAW, sosok yang sangat dihormati dan dicintai oleh umat Islam di seluruh dunia.

Meninggalnya Abdullah Ayah Nabi Muhammad

Menurut buku Sejarah Terlengkap Nabi Muhammad SAW karya Abdurrahman bin Abdul Karim, ayah Nabi Muhammad SAW, Abdullah bin Abdul Muthalib, meninggal dalam perjalanan kafilah antara Makkah dan Madinah setelah jatuh sakit selama perjalanan tersebut.

Dalam buku Membaca Sirah Nabi Muhammad: Dalam Sorotan Al-Qur’an dan Hadits-hadits Shahih susunan M. Quraish Shihab, disebutkan bahwa Abdullah wafat pada usia yang sangat muda, yaitu delapan belas tahun menurut riwayat yang paling populer. Namun, ada juga riwayat yang menyatakan usianya ketika wafat adalah dua puluh lima atau tiga puluh tahun.

Meskipun meninggal di usia muda, Abdullah tetap merupakan sosok penting dalam sejarah hidup Nabi Muhammad SAW.

Beberapa pendapat mengatakan bahwa Abdullah wafat ketika usia kandungan Nabi Muhammad masih tiga bulan, sementara sumber lain menyebutkan enam bulan, sebagaimana dikemukakan dalam buku Jejak Intelektual Pendidikan Islam karya Zaitur Rahem dan Mengenal Mukjizat 25 Nabi karya Eka Satria P dan Arif Hidayah.

Beberapa bulan setelah kematian Abdullah, pada 12 Rabiul Awal di Tahun Gajah, Rasulullah SAW lahir, tepatnya pada hari Senin. Ini merupakan pendapat mayoritas ulama.

(hnh/kri)



Sumber : www.detik.com