Tag Archives: miftah faridl

Hukum Membunuh Binatang di Rumah: Kapan Diperbolehkan?


Jakarta

Di dalam rumah, kita mungkin akan menjumpai berbagai macam hewan, mulai dari yang tidak berbahaya hingga yang mengganggu kenyamanan dan kesehatan penghuni. Beberapa hewan yang mungkin kita temukan di rumah seperti cicak dan tikus bisa mengganggu kehidupan di rumah.

Lantas, bagaimana Islam memandang tindakan membunuh hewan-hewan tersebut di dalam rumah? Apakah boleh membunuh hewan yang mengganggu, atau justru ada aturan dan batasan tertentu dalam syariat?

Membunuh Hewan di Rumah

Dalam menjalani kehidupan di rumah, mungkin kita akan bertemu dengan berbagai macam hewan yang bisa jadi mengganggu kehidupan para penghuni surga. Dalam Islam, dibolehkan untuk membunuh beberapa jenis hewan.


Berikut beberapa hewan yang boleh dibunuh di rumah dalam Islam.

1. Cicak

cicakCicak (Foto: iStock)

Menurut buku Kajian Islam Profesi Peternakan oleh Retno Widyani, sebuah hadits dalam Shahih Muslim menyebutkan bahwa Rasulullah SAW menganjurkan membunuh cicak karena menyebutnya “penjahat kecil.”

أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- أَمَرَ بِقَتْلِ الْوَزَغِ وَسَمَّاهُ فُوَيْسِقًا.

Artinya: Dari Sa’id bin Abi Waqqash RA bahwa Nabi Muhammad SAW memerintahkan membunuh cicak, dan beliau menamainya si penjahat kecil. (HR Muslim)

Bahkan, terdapat keutamaan dan pahala bagi mereka yang membunuh cicak sebagaimana dijelaskan dalam sabda Rasulullah SAW berikut.

مَنْ قَتَلَ وَزَغًا فِى أَوَّلِ ضَرْبَةٍ كُتِبَتْ لَهُ مِائَةُ حَسَنَةٍ وَفِى الثَّانِيَةِ دُونَ ذَلِكَ وَفِى الثَّالِثَةِ دُونَ ذَلِكَ

Artinya: Barang siapa membunuh cicak dengan sekali pukulan, maka dia mendapat kebaikan sekian dan sekian. Barang siapa membunuh cicak dengan dua kali pukulan, maka dia memperoleh kebaikan sekian dan sekian, yang lebih sedikit daripada yang pertama. Jika dia membunuh cicak dengan tiga kali pukulan, maka dia memperoleh kebaikan sekian dan sekian, yang lebih sedikit daripada yang kedua. (HR Muslim)

2. Tikus

Cara mengusir tikus dari rumahTikus (Foto: Pixabay/Pexels)

Tikus adalah salah satu hewan yang sering ditemukan di dalam rumah dan dapat menimbulkan gangguan serta menyebarkan penyakit. Dalam Islam, tikus termasuk hewan yang boleh dibunuh karena dianggap berbahaya dan merusak.

Menurut hadis yang diriwayatkan oleh Aisyah RA, terdapat lima jenis hewan yang diperkenankan untuk dibunuh dalam ajaran Islam. Dalam sabdanya, Rasulullah SAW menyampaikan bahwa lima hewan tersebut boleh dibunuh karena sifat atau bahayanya.

“Lima jenis hewan yang boleh dibunuh di Tanah Suci dan di luar Tanah Suci adalah burung gagak, burung elang besar, kalajengking, tikus, dan anjing yang menggigit.” (HR Bukhari dan Muslim)

Hadis tersebut menunjukkan bahwa membunuh tikus di rumah tidak termasuk dosa.

3. Tokek

Tokek tokay diketahui memiliki 'indra keenam'Tokek tokay diketahui memiliki ‘indra keenam’ (Foto: uritafsheen/Getty Images via Science Alert)

Rasulullah SAW menganjurkan umat Islam untuk membunuh tokek. Menurut salah satu riwayat, anjuran ini berkaitan dengan peristiwa ketika Nabi Ibrahim AS dilempar ke dalam api oleh Raja Namrud dan pasukannya.

Imam Ibnu Katsir menjelaskan dalam Qashash Al-Anbiyaa bahwa perintah tersebut disebutkan dalam riwayat Imam Bukhari, tepatnya pada Bab Kisah Para Nabi dalam pembahasan ayat Allah, “Dan Allah telah memilih Ibrahim menjadi kesayangan-Nya.” (QS An-Nisa: 125).

Dari Ubaidillah bin Musa (Ibnu Salam), dari Ibnu Juraij, dari Abdul Hamid bin Jubair, dari Said bin Musayib, dari Ummu Syuraik yang mengatakan bahwa Rasulullah SAW memerintahkan untuk membunuh tokek, lalu beliau mengatakan, “Karena dahulu tokek itu pernah meniup-niupkan api kepada Ibrahim.”

4. Ular

Potret ular weling (Bungarus candidus) sedang merayap di tanah.Potret ular weling (Bungarus candidus) sedang merayap di tanah. (Foto: Benjamin Michael Marshall/Flickr/Lisensi CC BY-NC 2.0)

Rasulullah SAW menganjurkan umatnya membunuh ular. Terutama yang memiliki dua garis putih di punggung atau ekornya pendek/buntung.

Dalam istilah Arab, ular bergaris putih dikenal dengan sebutan dzu ath-thifyatain, sedangkan ular berekor pendek disebut al-abtar.

Kitab Al-Lu’lu’ wal Marjan karya Muhammad Fuad Abdul Baqi (terjemahan Ganna Pryadharizal Anaedi dan Muhamad Yasir al-Abtar) juga merujuk pada ular dengan ciri khas tidak berekor atau panjangnya kurang dari sehasta (sekitar 45 cm). Ular ini biasanya berwarna biru dengan ujung ekor yang putus.

Diriwayatkan dari Ibnu Umar RA bahwa perintah membunuh dua jenis ular ini didasarkan pada bahayanya, karena diyakini dapat menyebabkan kebutaan dan keguguran.

Rasulullah SAW bersabda,

“Bunuhlah ular dan anjing. Apalagi ular yang di punggungnya ada dua garis putih serta ular yang ekornya buntung. Sebab, kedua jenis ular itu bisa membutakan mata dan menggugurkan kandungan.” (HR Muslim).

5. Hewan yang Membahayakan

Kalajengking masuk rumah bikin resah warga Cianjur.Kalajengking masuk rumah bikin resah warga Cianjur. (Foto: Ikbal Selamet/detikJabar)

Miftah Faridl, dalam buku Antar Aku ke Tanah Suci: Panduan Mudah Haji, Umrah, dan Ziarah, menerangkan bahwa diperbolehkan membunuh hewan pada kondisi-kondisi tertentu. Salah satunya adalah ketika hewan tersebut menyerang manusia. Dalam situasi seperti itu, membunuh hewan dianggap sebagai bentuk perlindungan diri. Maka, tindakan tersebut tidak termasuk perbuatan yang dilarang dalam Islam.

Wallahu a’lam.

(hnh/lus)



Sumber : www.detik.com

Umrah Dulu Atau Haji? Ini Penjelasan MUI


Jakarta

Ibadah haji dan umrah adalah dua pilar penting dalam Islam yang menjadi dambaan setiap muslim. Keduanya dilakukan di Tanah Suci Makkah dan memiliki keutamaan masing-masing.

Namun, pertanyaan yang sering muncul adalah mana yang sebaiknya didahulukan, umrah atau haji? Bagaimana pandangan ulama dan contoh dari Rasulullah SAW sendiri? Mari kita telaah penjelasannya.

Nabi Muhammad SAW Tunaikan Umrah Dulu

Menurut Majelis Ulama Indonesia (MUI), Nabi Muhammad SAW diketahui melaksanakan ibadah umrah terlebih dahulu sebelum menunaikan ibadah haji. Urutan ini menjadi dasar bagi sebagian ulama dalam memperbolehkan umrah dilakukan sebelum haji.


Pernyataan ini didasarkan pada riwayat dari sahabat Ikrimah bin Khalid yang bertanya kepada Ibnu Umar RA mengenai kebolehan umrah sebelum haji. Ibnu Umar menjawab bahwa hal tersebut diperbolehkan, sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah SAW.

Riwayat tersebut tertuang dalam HR Bukhari no. 1651:

أَنَّ عِكْرِمَةَ بْنَ خَالِدٍ سَأَلَ ابْنَ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا عَنِ الْعُمْرَةِ قَبْلَ الْحَجِّ، فَقَالَ : لَا بَأْسَ. قَالَ عِكْرِمَةُ : قَالَ ابْنُ عُمَرَ : اعْتَمَرَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَبْلَ أَنْ يَحُجَّ

Artinya: “Bahwa Ikrimah bin Khalid bertanya kepada Ibnu Umar RA tentang melaksanakan umrah sebelum haji. Maka Ibnu Umar menjawab, ‘Tidaklah mengapa.’ Ikrimah berkata, berkata Ibnu Umar RA, ‘Nabi ﷺ melaksanakan umrah sebelum haji.'”

Berdasarkan hadits ini, dapat disimpulkan bahwa mendahulukan umrah daripada haji bukanlah suatu kesalahan atau larangan.

Umrah atau Haji?

Pertanyaan tentang mana yang harus didahulukan sering muncul mengingat realitas pelaksanaan haji yang memerlukan antrean panjang hingga bertahun-tahun. Hal ini membuat umrah seringkali menjadi pilihan yang lebih fleksibel karena bisa dilaksanakan kapan saja sepanjang tahun.

Banyak muslim memilih untuk menunaikan umrah terlebih dahulu sebagai “pelepas rindu” ke Tanah Suci, sembari menanti giliran haji tiba.

Dalam buku Antar Aku ke Tanah Suci karya Miftah Faridl dan Budi Handrianto, dijelaskan bahwa pilihan antara umrah atau haji sebaiknya disesuaikan dengan kondisi masing-masing jemaah. Faktor utama yang perlu dipertimbangkan adalah kesiapan fisik dan kemampuan finansial pada saat itu.

Namun, satu hal yang sangat penting untuk dipahami adalah bahwa menunaikan umrah tidak serta merta menggugurkan kewajiban ibadah haji. Seseorang yang telah melaksanakan umrah tetap berkewajiban untuk menunaikan haji jika telah memenuhi syarat mampu (istitha’ah).

Sebagaimana dikutip dari laman MUI, Ibnu Hajar al-Asqalani dalam karyanya Fath al-Bari menjelaskan:

أَنَّ الْعُمْرَةَ فِي رَمَضَانَ تَعْدِلُ الْحَجَّةَ فِي الثَّوَابِ لَا أَنَّهَا تَقُومُ مَقَامَهَا فِي إسْقَاطِ الْفَرْضِ لِلْإِجْمَاعِ عَلَى أَنَّ الِاعْتِمَارَ لَا يُجْزِئُ عَنْ حَجِّ الْفَرْضِ

Artinya: “Bahwa umrah di bulan Ramadan itu setara haji dalam pahalanya saja, bukan berarti umrah dapat menggantikan haji sehingga kewajiban haji dapat gugur karena ulama telah sepakat (ijma) bahwa umrah tidak dapat menggugurkan kewajiban haji.” (Ibnu Hajar al-Asqalani, *Fath al-Bari*, juz 3, hlm 604)

Kesimpulannya, hukum melaksanakan umrah sebelum haji pada dasarnya diperbolehkan. Namun, penting untuk diingat bahwa umrah tidak menggantikan kewajiban haji. Setiap muslim yang telah mampu, baik secara fisik maupun finansial, tetap memiliki kewajiban untuk menunaikan ibadah haji.

Wallahu a’lam.

(hnh/hnh)



Sumber : www.detik.com

Doa Berbuka Puasa Ramadan Sendiri dan Bersama, Ini Bacaannya



Jakarta

Membaca doa berbuka puasa adalah adab sunnah dalam berbuka puasa. Belum lagi, berbuka puasa termasuk dari salah satu waktu yang mustajab untuk memanjatkan doa sesuai dengan sabda Rasulullah SAW,

ثَلاَثَةٌ لاَ تُرَدُّ دَعْوَتُهُمُ الإِمَامُ الْعَادِلُ وَالصَّائِمُ حِينَ يُفْطِرُ وَدَعْوَةُ الْمَظْلُومِ

Artinya: “Ada tiga doa yang tidak tertolak. Doanya orang yang berpuasa ketika berbuka, doanya pemimpin yang adil, dan doanya orang yang terzalimi,” (HR Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ibnu Hibban).


Dilansir dari buku Puasa Ibadah Kaya Makna karangan Dr. H. Miftah Faridl bahwa jelang berbuka, kita tetap diharapkan untuk dapat mengendalikan diri. Begitu adzan magrib berkumandang, kita telah diperbolehkan untuk berbuka dan menyantap apa saja kesukaan kita.

Namun, buku tersebut mengingatkan agar muslim tidak lupa berdoa serta mengucapkan rasa syukur atas kenikmatan yang Allah SWT berikan kepada kita. Sebagaimana sebuah hadits yang dibahas dalam buku ini bahwa orang yang berpuasa mendapatkan dua kebahagiaan, salah satunya ketika tengah berbuka.

Dilansir melalui buku Kumpulan Doa Mustajab Pembuka Pintu Rezeki karya KH. Sulaeman bin Muhammad Bahri, doa berbuka puasa adalah sebagai berikut.

Doa Berbuka Puasa Ramadan

ذَهَبَ الظُّلْماً وَابْتَلتِ الْعُرُوقُ وَثَبَتِ الْأَحْرُ إِنْ شَاءَ اللهُ تَعَالَى

Arab Latin: Dzahabazhzhamaa’u wabtallatil ‘uruuqu wa tsabatil ajru insyaa allaahu ta’aalaa.

Artinya: “Segala puji bagi Allah yang telah memberi pertolongan kepadaku hingga aku dapat berpuasa dan memberikan rizki hingga aku dapat berbuka.”

Doa Berbuka Puasa Ramadan Bersama

أَفْطَرَ عندَكُمُ الصَّالِمُونَ وَأَكَلَ طَعَامَكُمُ الأَبْرَارُ وَصَلَّتْ عَلَيْكُمُ المَلائِكَةُ

Bacaan latin: Afthara ‘indakumush shaaimuuna wa akala tha’aamakumul abraaru washallat ‘alaikumul malaaikatu.

Artinya: “Berbukalah orang-orang yang berpuasa di tempat saudara ini dan makanlah makanan yang disuguhkan oleh orang-orang yang berbakti, dan para malaikat mendoakan saudara agar mendapat rahmat.”

Waktu Doa Berbuka Puasa

Mengutip Maryam Kinanti N dalam bukunya yang berjudul Dahsyatnya 7 Puasa Wajib, Sunnah, dan Thibbun Nabawi, terdapat beberapa perbedaan di kalangan ulama terkait waktu membaca doa berbuka puasa. Sejumlah pendapat dari ulama menyatakan bahwa doa berbuka puasa dibaca setelah seseorang berbuka atau pertama kali membatalkan puasa dengan air, kurma, atau semacamnya.

Pendapat ini dilandaskan dari kata kerja yang tertera dalam doa berbuka puasa yang berbentuk lampau (fi’il madhy). Seperti dalam lafadz kedua yang artinya, “Telah hilang rasa haus, dan urat-urat telah basah serta pahala telah tetap, insya Allah.”

Sementara itu, sebagian ulama yang lain mengatakan bahwa doa berbuka puasa diucapkan sebelum berbuka puasa dan sebagian yang lain tidak menetapkan waktu yang tepat untuk membacanya.

Itulah pembahasan kali ini mengenai doa berbuka puasa. Semoga membantu mempersiapkan kita dalam menjalani ibadah puasa Ramadan.

(rah/rah)



Sumber : www.detik.com

Ini Bacaan Doa Sujud Terakhir saat Sholat dan Hukumnya


Jakarta

Sujud merupakan salah satu gerakan dalam sholat. Ketika sujud di rakaat terakhir, banyak umat muslim yang membaca doa dan memohon pertolongan kepada Allah SWT.

Mengutip buku Pengobatan dan Doa Mustajab oleh Muhammad Hasan Husen, sujud merupakan suatu waktu ketika manusia berada sangat dekat dengan Allah SWT. Maka dari itu, banyak umat muslim yang memanjatkan doa serta meminta kemudahan, baik di dunia maupun di akhirat.

Adapun bacaan doa yang kerap dibaca ketika sujud terakhir dalam sholat. Ingin tahu bacaan doanya? Simak pembahasannya dalam artikel ini.


Bacaan Doa Sujud Terakhir saat Sholat dan Artinya

Terdapat sejumlah doa yang umum dibaca ketika sujud terakhir. Berikut bacaan doa beserta latin dan artinya:

1. Doa Sujud Terakhir Versi Pertama

Berikut bacaan doa sujud terakhir saat sholat yang mengutip buku Doa: Sebuah Petunjuk dan Contoh-contohnya oleh Miftah Faridl.

رَبَّنَا آتِنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً وَهَيِّئْ لَنَا مِنْ أَمْرِنَا رَشَدًا رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا رَبِّ اجْعَلْنِي مُقِيمَ الصَّلوةِ وَمِنْ ذُرِّيَّتِي رَبَّنَا وَتَقَبَّلْ دُعَاءِ

Latin: Rabbanaa aatinaa mil ladunka rahmataw wahayyi’ lanaa min amrinaa rasyadaa. Rabbanaa hab lanaa min azwaajinaa wa dzurriyyaatinaa qurrata a’yuniw waj’alnaa lil muttaqiina imaa- maa. Rabbijʻalnii muqiimash shalaati wa min dzurriyyatii. Rabbana wa taqabbal duʻaa.

Artinya: “Ya Tuhan kami. Berikanlah rahmat kepada kami dan sisi-Mu dan sempurnakanlah petunjuk yang lurus bagi kami dalam urusan kami. Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami pasangan kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa. Ya Tuhanku, jadikanlah aku dan anak cucuku orang yang tetap melaksanakan salat, Ya Tuhan kami, perkenankanlah doaku.”

2. Doa Sujud Terakhir Versi Kedua

Ada juga bacaan doa sujud terakhir saat sholat yang umum dibaca umat muslim. Mengutip buku Kalkulator Rezeki karya Ahmad Zainal Abidin, berikut bacaan doanya:

يَاوَهَّابُ

Bacaan latin: Yaa Wahhab (40 x)

Artinya: “Maha Pemberi”

3. Doa Sujud Terakhir Versi Ketiga

Selain itu, ada juga bacaan doa sujud terakhir saat sholat yang biasa dibaca umat muslim. Mengutip buku 33 Strategi Bebas Utang Riba dari Rasulullah oleh Riskaninda Maharani, berikut doanya:

الله رَبِّي لَا أَشْرِكْ بِهِ شَيْئًا.

Bacaan latin: Allaahu rabbi. Laa usyriku bihii syai-aa. (40-100 x)

Artinya: “Allah adalah Rabbku, aku tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun.” (HR Abu Daud)

Bolehkah Membaca Doa Sujud Terakhir dengan Bahasa Indonesia?

Beberapa di antara kita mungkin tak bisa berbahasa Arab dengan lancar. Lantas, apakah boleh membaca doa sujud terakhir dengan bahasa Indonesia?

Dalam buku Fiqih Shalat Terlengkap oleh Abu Abbas Zain Musthofa Al-Basuruwani, ada dua pendapat di kalangan ulama mengenai doa ma’tsur dalam sujud terakhir sholat.

Imam Abu Hanifah dan Imam Ahmad berpendapat, berdoa dengan bahasa selain Arab, termasuk doa yang bukan ma’tsur (yang diajarkan Rasulullah SAW) hukumnya haram.

Pendapat tersebut menyebutkan jika umat muslim tidak boleh mengarang doanya sendiri (tidak ma’tsur) untuk meminta sesuatu kepada Allah SWT. Apabila ia tetap mengarangnya dengan bahasa selain Arab, maka sholatnya menjadi tidak sah atau batal.

Dalam buku Terjemah Fiqhul Islam wa Adillathuhu Juz 2 karya Wahbah Az-Zuhaili, berdoa dalam sholat dengan doa yang menyerupai ucapan bias tidak diperbolehkan. Contohnya, seseorang berdoa ‘Ya Allah, berikanlah aku ini dan itu’ atau ‘Ya Allah jodohkanlah aku dengan si A’. Cara berdoa seperti itu hukumnya disebut makruh tahrim dan dapat membatalkan sholat.

Para ulama berpendapat mengenai hal tersebut karena berdasarkan hadits riwayat Muslim, “Sholat itu tidak sah jika di dalamnya terdapat ucapan manusia, karena salat itu tasbih, takbir, dan bacaan Al-Qur’an.”

Sementara itu, pendapat lain yang dikatakan oleh sebagaian ulama di luar ulama-ulama mazhab Hanafiyah, memperbolehkan orang sholat dan berdoa sesuai keinginannya. Hal itu didasarkan pada hadits riwayat Ibnu Mas’ud yang berbunyi,

“Kemudian pilihlah doa yang diinginkan dan memohonlah dengan doa tersebut.”

Riwayat lain mengatakan, “Kemudian berdoalah sesuai keinginan hati.” Lalu ada juga riwayat lain yang berbunyi, “Setelah itu pilihlah doa yang dikehendakinya.”

Maka dari itu, ulama lain seperti ulama mazhab Syafi’iyyah, Abu Yusuf, dan Muhammad berpendapat jika berdoa ketika sholat boleh menggunakan bahasa lain, jadi tak harus bahasa Arab. Dalam hal ini, berdoa saat sholat juga termasuk ketika sujud terakhir.

Hukum Membaca Doa Sujud Terakhir

Dijelaskan dalam buku Panduan Shalat Rasulullah oleh Imam Abu Wafa, Syekh Muhammad bin Shalih al-Utsaimim rahimahullah mengatakan, memperlama waktu sujud bukan termasuk sunnah.

Sebab, perkara yang sunnah adalah antara gerakan sholat waktunya hampir sama, baik saat rukuk, bangkit dari rukuk, sujud, dan duduk di antara dua sujud. Sebagaimana yang dikatakan oleh Barra bin Azib RA,

“Saya pernah salat bersama Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, lalu saya lihat berdirinya, rukuknya, i’tidalnya, sujudnya, duduk di antara dua sujudnya, sujudnya, duduknya hingga salam dan berpaling, hampir sama (lamanya)”. (HR Muslim dan Ahmad)

Lalu, Syaikh Abdullah Al-Jabreen dalam Fatwa Islamiyyah mengatakan, tidak ada dalil anjuran memperpanjang sujud terakhir dalam sholat. Namun ia berpendapat, ada kemungkinan imam melakukan hal tersebut sebagai penanda gerakan sujud terakhir dalam sholat, dengan begitu makmum tahu kalau setelahnya dilanjutkan dengan duduk tasyahud akhir.

Meski begitu, tidak ada salahnya bagi umat muslim untuk memanjatkan doa saat sujud terakhir sebagai bentuk permohonan dan pertolongan kepada Allah SWT, baik menyangkut dunia maupun di akhirat kelak.

(ilf/fds)



Sumber : www.detik.com