Tag Archives: misbah

Urutan Memotong Kuku Menurut Islam: Dahulukan Kiri atau Kanan?


Jakarta

Memotong kuku adalah bagian dari fitrah manusia. Ini adalah praktik yang sangat dianjurkan dalam Islam sebagai bentuk kebersihan dan kesehatan

Rasulullah SAW bersabda, “Fitrah itu ada lima macam: khitan, mencukur habis bulu kemaluan, mencabut bulu ketiak, memotong kuku, dan memendekkan kumis.” (HR Bukhari)

Menurut Mausu’atul Adab Al-Islamiyyah karya Abdul Aziz bin Fathi as-Sayyid Nada (terjemahan Abu Ihsan Al-Atsari), memotong kuku berarti menghilangkan bagian kuku yang melebihi ujung jari. Kebiasaan ini penting karena kuku yang panjang dapat menjadi sarang kotoran dan terlihat tidak rapi.


Namun, tahukah detikers kalau memotong kuku juga memiliki adab dan tata caranya?

Mengapa Urutan Penting dalam Islam?

Islam adalah agama yang memperhatikan detail, bahkan dalam hal-hal kecil sekalipun. Urutan dalam berbagai ibadah dan aktivitas sehari-hari seringkali memiliki makna dan hikmah tersendiri.

Mengikuti sunnah Rasulullah SAW dalam setiap aspek kehidupan adalah bentuk kecintaan dan ketaatan kepada ajaran-Nya. Insyaallah dengan begitu akan mendatangkan keberkahan.

Meskipun tidak ada hadits shahih yang secara spesifik menjelaskan urutan jari dalam memotong kuku, prinsip mendahulukan bagian kanan adalah kaidah umum yang diajarkan Rasulullah SAW dalam banyak hal. Misalnya, dalam berpakaian, bersuci, atau makan, beliau selalu mendahulukan yang kanan.

Dari Aisyah RA, Rasulullah SAW bersabda:

“Rasulullah SAW senang mendahulukan anggota kanannya dalam semua perbuatan baiknya saat bersuci, menyisir rambut, dan memakai sandal.” (Muttafaq ‘alaih)

Imam Nawawi dalam Syarah Riyadhus Shalihin terjemahan Misbah, juga menyebut hadits lain. Karena Nabi SAW menyukai mendahulukan yang kanan dalam segala sesuatu yang baik.

“Tangan Rasulullah SAW yang kanan beliau gunakan untuk bersuci dan makan, sedangkan tangan beliau yang kiri untuk sesuatu yang dilakukan dalam cebok dan untuk hal-hal yang kotor.” (HR Abu Dawud)

Urutan Memotong Kuku

Mayoritas ulama berpendapat bahwa dalam memotong kuku, disunahkan untuk mendahulukan bagian yang kanan. Prinsip ini selaras dengan banyak amalan lain dalam Islam yang mengutamakan sisi kanan sebagai bentuk penghormatan dan keberkahan.

Imam an-Nawawi dalam Syarah Shahih Muslim (terjemahan Abu Kanzoon Wawan Djunaedi), mengatakan bahwa seorang muslim disunnahkan untuk memotong kuku dari jari tangan kanan. Kemudian berlanjut ke tangan kiri kemudian ke kaki.

Adapun urutan yang paling banyak dipegang adalah sebagai berikut:

  • Dimulai dari tangan kanan: Potong kuku tangan kanan terlebih dahulu, dimulai dari jari telunjuk, tengah, manis, kelingking, lalu ibu jari.
  • Dilanjutkan dengan tangan kiri: Setelah selesai tangan kanan, barulah beralih ke tangan kiri, dengan urutan yang sama (jari telunjuk, tengah, manis, kelingking, lalu ibu jari).

Waktu Memotong Kuku dalam Islam

Seorang Muslim dianjurkan untuk memotong kuku pada hari-hari tertentu yang dianggap lebih utama. Syaikh Abdurrahman Al-Juzairi dalam kitab Al-Fiqh ‘Ala Al-Madzhahib Al-Arba’ah (terjemahan Shofa’u Qolbi Djabir) menuturkan bahwa Senin, Kamis, dan Jumat adalah hari-hari terbaik untuk memotong kuku.

Selain anjuran waktu, Islam juga menetapkan batas maksimal tidak memotong kuku. Seorang Muslim dilarang membiarkan kukunya panjang lebih dari 40 hari. Batas waktu ini dijelaskan dalam hadis riwayat Muslim:

“Ditetapkan waktu bagi kami dalam memotong kumis, menggunting kuku, mencabut rambut ketiak dan mencukur rambut kemaluan agar kami tidak membiarkannya lebih dari 40 malam.” (HR Muslim)

Hadis ini menunjukkan pentingnya menjaga kebersihan diri secara rutin. Termasuk memotong kuku, sebagai bagian dari ajaran Islam.

Wallahu a’lam.

(hnh/lus)



Sumber : www.detik.com

Ini Sedekah Paling Mudah Tapi Bernilai Pahala Besar


Jakarta

Sedekah merupakan salah satu amalan ringan yang sangat dianjurkan dalam Islam dan bisa dikerjakan oleh setiap muslim. Keutamaan bersedekah telah disebutkan dalam beberapa ayat suci Al-Qur’an serta hadits Rasulullah SAW.

Lantas, apa saja bentuk sedekah yang bisa mendatangkan pahala melimpah?


Makna Sedekah dalam Islam

Bersedekah pada dasarnya adalah upaya seorang muslim untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan mengeluarkan sebagian hartanya, sebagaimana dijelaskan dalam buku 100 Kesalahan dalam Sedekah karya Reza Pahlevi Dalimuthe.

Namun, penting untuk dipahami bahwa sedekah tidak selalu terbatas pada harta benda. Ada banyak bentuk sedekah lain yang juga sangat bernilai di sisi Allah SWT.

Anjuran bersedekah pun secara tegas disebutkan dalam Al-Qur’an, salah satunya dalam Surah Al-Baqarah ayat 254:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اَنْفِقُوْا مِمَّا رَزَقْنٰكُمْ مِّنْ قَبْلِ اَنْ يَّأْتِيَ يَوْمٌ لَّا بَيْعٌ فِيْهِ وَلَا خُلَّةٌ وَّلَا شَفَاعَةٌ ۗوَالْكٰفِرُوْنَ هُمُ الظّٰلِمُوْنَ ٢٥٤

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, infakkanlah sebagian dari rezeki yang telah Kami anugerahkan kepadamu sebelum datang hari (Kiamat) yang tidak ada (lagi) jual beli padanya (hari itu), tidak ada juga persahabatan yang akrab, dan tidak ada pula syafaat. Orang-orang kafir itulah orang-orang zalim.”

Selain itu, Nabi Muhammad SAW juga menekankan pentingnya sedekah dalam berbagai hadits. Salah satu sabda beliau yang diriwayatkan oleh Hudzaifah menyebutkan:

“Setiap yang baik itu sedekah.” (HR Abu Dawud, Tirmidzi, Ahmad, Ibnu Abi Syaibah. Hadits shahih, Al Albani men-shahihkan hadits ini dalam Al Misykat, Shahih at-Targhib, dan Silsilah Ahadits Ash-Shahihah)

Dua Bentuk Sedekah dengan Pahala Berlimpah

Di antara beragam bentuk sedekah, ada dua amalan yang digolongkan sebagai sunnah muakkad atau sangat dianjurkan, karena pahalanya yang berlimpah: wakaf dan salat Dhuha.

1. Wakaf: Sedekah Jariyah yang Tak Terputus Pahalanya

Wakaf dikenal sebagai sedekah jariyah. Artinya, pahala dari amalan ini akan terus mengalir meskipun seorang muslim telah wafat.

Konsep ini sesuai dengan sabda Rasulullah SAW dalam hadits riwayat Muslim yang dinukil dari kitab Syarah Riyadhus Shalihin Jilid 3 oleh Imam Nawawi, diterjemahkan oleh Misbah:

“Apabila anak Adam (manusia) telah wafat, maka terputuslah amalnya kecuali tiga perkara, yaitu sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, atau anak sholeh yang mendoakannya.” (HR Muslim)

Menurut kitab Hadyul Islami Fatawi Mu’ashirah oleh Yusuf Al-Qardhawi (terjemahan Abdul Hayyie al-Kattani), wakaf tergolong sedekah jariyah karena harta yang diwakafkan tetap digunakan untuk kebaikan umum meskipun pewakafnya telah tiada.

Pengertian wakaf sendiri adalah memberikan sesuatu dengan cara menahannya dan menjadikannya bermanfaat untuk kemaslahatan umat. Maksud “menahan” di sini adalah memastikan barang tersebut tidak diperjualbelikan, dihibahkan, digadaikan, diwariskan, disewakan, atau sejenisnya, seperti yang dijelaskan dalam buku Hukum Perwakafan di Indonesia oleh Hujriman.

Contoh wakaf sangat beragam, seperti tanah untuk pembangunan masjid, musala, pesantren, atau sekolah. Wakaf juga bisa berupa perkebunan, pertokoan, atau aset lain yang hasilnya didedikasikan untuk membiayai dakwah, pendidikan, atau sarana ibadah.

2. Salat Dhuha: Pahala Setara Ibadah Umrah

Selain wakaf, salat Dhuha juga termasuk amalan sunnah muakkad yang menjanjikan pahala melimpah. Salat sunnah ini memiliki keutamaan luar biasa, bahkan mampu mencukupi kewajiban sedekah setiap hari. Sebagaimana disabdakan oleh Nabi Muhammad SAW dari Abu Dzar RA:

“Pada setiap ruas tulang seseorang di antara kalian di setiap pagi ada kewajiban sedekah. Setiap bacaan tasbih adalah sedekah, setiap tahmid adalah sedekah, tiap tahlil adalah sedekah, setiap takbir adalah sedekah, dan mencegah kemungkaran adalah sedekah. Namun, semua itu dapat dicukupi dengan salat dua rakaat yang dikerjakan seseorang di waktu Dhuha.” (HR Muslim)

Lebih jauh lagi, salat Dhuha juga disebutkan dapat menggantikan pahala umrah. Dalam buku Amalan Pembuka Rezeki karya Haris Priyatna dan Lisdy Rahayu, dijelaskan sebuah hadits Rasulullah SAW:

“Barang siapa keluar dari rumahnya dalam keadaan suci untuk melaksanakan salat wajib, pahalanya adalah seperti pahala haji, dan barang siapa melakukan salat Dhuha, pahalanya adalah seperti pahala umrah, dan melaksanakan salat setelah salat tanpa ada kesia-siaan antara keduanya, ia akan mendapat tempat yang tinggi.” (HR Abu Dawud)

Adab dalam Bersedekah

Agar sedekah kita diterima dan berbuah pahala maksimal, penting untuk memperhatikan adab-adab bersedekah. Abdul Aziz bin Fathi as-Sayyid Nada dalam Mausuatul Adab al-Islamiyyah (diterjemahkan Abu Ihsan Al-Atsari) menjelaskan beberapa adab penting ini:

  • Ikhlas bersedekah semata-mata untuk mencari rida Allah SWT.
  • Mendahulukan sedekah wajib (zakat) sebelum sedekah sunnah.
  • Tidak menunda sedekah wajib tanpa alasan syar’i.
  • Bersedekah kepada orang yang paling membutuhkan.
  • Mendahulukan sedekah kepada orang terdekat, seperti keluarga atau tetangga.
  • Memastikan sedekah berasal dari hasil yang baik dan halal.
  • Merahasiakan sedekah untuk menghindari riya’ (pamer).
  • Tidak mengungkit sedekah yang telah dikeluarkan.

Dengan memahami dan mengamalkan bentuk-bentuk sedekah serta adabnya, kita dapat meraih pahala besar yang terus mengalir, baik di dunia maupun di akhirat. Semoga Allah SWT senantiasa memudahkan kita dalam berbuat kebaikan.

Wallahu a’lam.

(hnh/lus)



Sumber : www.detik.com

Apakah Setan dan Jin Sama? Begini Penjelasannya



Jakarta

Setan dan jin adalah makhluk gaib yang tak kasat mata. Keberadaannya disebutkan dalam kitab suci Al-Qur’an.

Menukil dari kitab Taudhihul Adilah 1 susunan KH M Syafi’i Hadzami, setan berasal dari kata syatana yang artinya jauh dari rahmat. Makna dari setan sendiri adalah sifat sehingga tidak memiliki bentuk atau asal tertentu.


Selain itu, setan juga menjadi sebutan bagi bangsa jin atau manusia. Jin yang durhaka disebut dengan setan, begitu pula manusia yang bersifat durhaka berarti memiliki sifat setan. Allah SWT berfirman dalam surah Al An’am ayat 112,

وَكَذَٰلِكَ جَعَلْنَا لِكُلِّ نَبِىٍّ عَدُوًّا شَيَٰطِينَ ٱلْإِنسِ وَٱلْجِنِّ يُوحِى بَعْضُهُمْ إِلَىٰ بَعْضٍ زُخْرُفَ ٱلْقَوْلِ غُرُورًا ۚ وَلَوْ شَآءَ رَبُّكَ مَا فَعَلُوهُ ۖ فَذَرْهُمْ وَمَا يَفْتَرُونَ

Artinya: “Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu syaitan-syaitan (dari jenis) manusia dan (dari jenis) jin, sebahagian mereka membisikkan kepada sebahagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia). Jikalau Tuhanmu menghendaki, niscaya mereka tidak mengerjakannya, maka tinggalkanlah mereka dan apa yang mereka ada-adakan.”

Sementara itu, jin merupakan makhluk yang asalnya dari nyala api. Hal ini tertuang dalam surah Ar Rahman ayat 15,

وَخَلَقَ ٱلْجَآنَّ مِن مَّارِجٍ مِّن نَّارٍ

Artinya: “Dan Dia menciptakan jin dari nyala api.”

Merujuk pada sumber yang sama, as-Sayyid Alawi bin Ahmad as-Saggaf melalui kitab Al-Kaukabu Al-Ajuj menjelaskan bahwa jin memiliki dzat yang halus, bisa berubah-ubah bentuk. Terdapat jin yang beriman dan ada juga yang kafir, begitu pula jin yang taat dan yang durhaka.

Menukil dari Al Madkhal ila Dirasah Al Akidah Al Islamiyyah susunan Umar Sulaiman Abdullah Al Asyqar terjemahan Muhammad Misbah, bangsa jin memiliki kesamaan dengan manusia yaitu sama-sama berakal, memiliki pengetahuan dan berkemampuan untuk membedakan mana yang baik dan buruk.

Jin diciptakan untuk menyembah kepada Allah SWT sebagaimana disebutkan dalam surah Az Zariyat ayat 56,

وَمَا خَلَقْتُ ٱلْجِنَّ وَٱلْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ

Artinya: “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.”

Namun, bangsa jin dan manusia memiliki perbedaan yang jauh. Salah satu yang mendasar adalah materi asal kejadiannya. Jin dinamai jin karena keberadaannya tak bisa dilihat oleh pandangan manusia.

Meski demikian, jin mengalami kematian seperti manusia dan makhluk hidup lainnya. Terkait hal ini diterangkan dalam surah Ar Rahman ayat 26-28,

كُلُّ مَنْ عَلَيْهَا فَانٍۖ وَّيَبْقٰى وَجْهُ رَبِّكَ ذُو الْجَلٰلِ وَالْاِكْرَامِۚ فَبِاَيِّ اٰلَاۤءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبٰنِ

Artinya: “Semua yang ada di atasnya (bumi) itu akan binasa. (Akan tetapi,) wajah (zat) Tuhanmu yang memiliki kebesaran dan kemuliaan tetap kekal. Maka, nikmat Tuhanmu manakah yang kamu dustakan (wahai jin dan manusia)?”

Tetapi, pengetahuan terkait batas usia makhluk ghaib berada di luar batas kemampuan manusia. Wallahu a’lam.

(aeb/inf)



Sumber : www.detik.com

Ini Bentuk Sedekah yang Diganjar Pahala Berlimpah, Apa Itu?


Jakarta

Sedekah adalah amalan yang ringan yang bisa dikerjakan muslim. Anjuran sedekah tercantum dalam beberapa ayat suci Al-Qur’an, salah satunya pada surah Al Baqarah ayat 254.

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اَنْفِقُوْا مِمَّا رَزَقْنٰكُمْ مِّنْ قَبْلِ اَنْ يَّأْتِيَ يَوْمٌ لَّا بَيْعٌ فِيْهِ وَلَا خُلَّةٌ وَّلَا شَفَاعَةٌ ۗوَالْكٰفِرُوْنَ هُمُ الظّٰلِمُوْنَ ٢٥٤

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, infakkanlah sebagian dari rezeki yang telah Kami anugerahkan kepadamu sebelum datang hari (Kiamat) yang tidak ada (lagi) jual beli padanya (hari itu), tidak ada juga persahabatan yang akrab, dan tidak ada pula syafaat. Orang-orang kafir itulah orang-orang zalim.”


Selain itu, Rasulullah SAW dalam haditsnya turut menerangkan tentang anjuran bersedekah bagi muslim. Dari Hudzaifah, Rasulullah SAW bersabda:

“Setiap yang baik itu sedekah.” (HR Abu Dawud, Tirmidzi, Ahmad, Ibnu Abi Syaibah. Hadits shahih, Al Albani men-shahihkan hadits ini dalam Al Misykat, Shahih at-Targhib, dan Silsilah Ahadits Ash-Shahihah)

Menurut buku 100 Kesalahan dalam Sedekah karya Reza Pahlevi Dalimuthe, muslim yang bersedekah sama dengan mengeluarkan hartanya untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Namun, perlu dipahami juga bahwa sedekah banyak bentuknya tak selalu dengan harta.

Berkaitan dengan itu, ada bentuk sedekah yang jika dikerjakan maka muslim mendapat pahala berlimpah. Sedekah jenis ini hukumnya sunnah muakkad atau sangat dianjurkan.

Bentuk Sedekah yang Pahalanya Berlimpah

Sedekah yang pahalanya berlimpah adalah wakaf dan salat Dhuha. Sebagaimana diketahui, wakaf tergolong sebagai sedekah jariyah yang artinya meski muslim telah wafat, pahalanya terus mengalir.

Ini diterangkan dalam hadits riwayat Muslim yang dinukil dari kitab Syarah Riyadhus Shalihin Jilid 3 oleh Imam Nawawi yang diterjemahkan Misbah. Dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda:

“Apabila anak Adam (manusia) telah wafat, maka terputuslah amalnya kecuali tiga perkara, yaitu sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, atau anak sholeh yang mendoakannya.” (HR Muslim)

Menurut kitab Hadyul Islami Fatawi Mu’ashirah oleh Yusuf Al-Qardhawi terjemahan Abdul Hayyie al-Kattani, wakaf tergolong sebagai sedekah jariyah sebab ketika pewakaf meninggal maka harta miliknya masih digunakan untuk kebaikan kepentingan umum.

Pengertian wakaf sendiri didefinisikan sebagai pemberian yang dilakukan dengan cara menahan dan menjadikannya bermanfaat untuk kemaslahatan umat. Maksud menahan di sini adalah menghindarkan barang itu agar tidak diwariskan, dijual, dihibahkan, digadaikan, disewakan dan sejenisnya seperti diterangkan dalam buku Hukum Perwakafan di Indonesia susunan Hujriman.

Contoh dari wakaf seperti tanah untuk membangun masjid, musala, pesantren, sekolah, dan semacamnya. Wakaf juga bisa berupa perkebunan, pertokoan, dan lainnya yang hasilnya ditujukan untuk membiayai dakwah, pendidikan, sarana peribadatan dan semacamnya.

Adapun, mengenai salat Dhuha yang termasuk sebagai bentuk sedekah dengan pahala berlimpah termasuk amalan sunnah muakkad. Dari Abu Dzar RA, Nabi Muhammad SAW bersabda:

“Pada setiap ruas tulang seseorang di antara kalian di setiap pagi ada kewajiban sedekah. Setiap bacaan tasbih adalah sedekah, setiap tahmid adalah sedekah, tiap tahlil adalah sedekah, setiap takbir adalah sedekah, dan mencegah kemungkaran adalah sedekah. Namun, semua itu dapat dicukupi dengan salat dua rakaat yang dikerjakan seseorang di waktu Dhuha.” (HR Muslim)

Bahkan, dijelaskan dalam buku Amalan Pembuka Rezeki oleh Haris Priyatna dan Lisdy Rahayu, muslim yang mengerjakan salat Dhuha diganjar pahala setara ibadah umrah. Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW bersabda:

“Barang siapa keluar dari rumahnya dalam keadaan suci untuk melaksanakan salat wajib, pahalanya adalah seperti pahala haji, dan barang siapa melakukan salat Dhuha, pahalanya adalah seperti pahala umrah, dan melaksanakan salat setelah salat tanpa ada kesia-siaan antara keduanya, ia akan mendapat tempat yang tinggi.” (HR Abu Dawud)

Adab Sedekah bagi Muslim

Abdul Aziz bin Fathi as-Sayyid Nada dalam Mausuatul Adab al-Islamiyyah yang diterjemahkan Abu Ihsan Al-Atsari menjelaskan beberapa adab sedekah bagi muslim. Apa saja? Berikut bahasannya.

  1. Ikhlas bersedekah untuk mencari rida Allah SWT
  2. Mendahulukan sedekah wajib ketimbang sunnah (dalam hal ini berarti zakat harus ditunaikan lebih dulu)
  3. Tidak menunda sedekah wajib (zakat) tanpa alasan yang diperbolehkan
  4. Bersedekah pada orang yang membutuhkan
  5. Bersedekah kepada orang terdekat
  6. Sedekah dari hasil yang baik dan halal
  7. Merahasiakan sedekah
  8. Tidak mengungkit sedekah yang dikeluarkan

(aeb/rah)



Sumber : www.detik.com

Ini Sedekah Pahalanya Paling Besar Menurut Hadits Nabi SAW


Jakarta

Sedekah adalah amalan yang dianjurkan oleh Allah SWT dan Rasul-Nya. Terkait sedekah disebutkan dalam Al-Qur’an, salah satunya surah Al Baqarah ayat 267.

Allah SWT berfirman,

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اَنْفِقُوْا مِنْ طَيِّبٰتِ مَا كَسَبْتُمْ وَمِمَّآ اَخْرَجْنَا لَكُمْ مِّنَ الْاَرْضِ ۗ وَلَا تَيَمَّمُوا الْخَبِيْثَ مِنْهُ تُنْفِقُوْنَ وَلَسْتُمْ بِاٰخِذِيْهِ اِلَّآ اَنْ تُغْمِضُوْا فِيْهِ ۗ وَاعْلَمُوْٓا اَنَّ اللّٰهَ غَنِيٌّ حَمِيْدٌ ٢٦٧


Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, infakkanlah sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untukmu. Janganlah kamu memilih yang buruk untuk kamu infakkan, padahal kamu tidak mau mengambilnya, kecuali dengan memicingkan mata (enggan) terhadapnya. Ketahuilah bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.”

Rasulullah SAW dalam haditsnya turut menerangkan tentang sedekah. Beliau bersabda,

“Hendaknya engkau bersedekah sementara engkau dalam keadaan sehat dan tamak, yakni engkau sedang menginginkan (mencintai) kehidupan dan mengkhawatirkan kemiskinan. Dan janganlah engkau menunda sedekah itu hingga (saat) ruh telah sampai di tenggorokan, lalu engkau (baru) mengatakan, ‘Untuk fulan sekian (aku berikan dari hartaku) dan untuk fulan sekian.’ Ketahuilah, harta itu telah menjadi milik fulan.” (HR Muslim)

Menukil dari buku 100 Kesalahan dalam Sedekah karya Reza Pahlevi Dalimuthe, sedekah banyak bentuknya tidak hanya dengan harta. Hukum dari sedekah sendiri adalah sunnah muakkad yang artinya sangat dianjurkan.

Setidaknya ada beberapa sedekah yang pahalanya paling besar. Apa itu?

Sedekah yang Paling Besar Pahalanya

Sedekah yang paling besar pahalanya disebutkan dalam hadits Nabi SAW. Mengutip dari Syarah Riyadhus Shalihin oleh Imam Nawawi terjemahan Misbah, berikut bunyi haditsnya:

Ada seorang laki-laki datang kepada Nabi SAW lalu berkata, “Ya Rasulullah, sedekah mana yang paling besar pahalanya?”

Kemudian Rasulullah pun bersabda, “Yaitu jika engkau bersedekah, engkau itu masih sehat dan sebenarnya engkau kikir. Kau takut menjadi fakir dan engkau sangat berharap menjadi kaya. Tetapi janganlah engkau menunda-nunda sehingga apabila nyawamu telah sampai di kerongkongan lalu berkata, ‘Yang ini untuk fulan dan yang ini untuk fulan’, padahal yang demikian itu memang untuk fulan.” (HR Muttafaq’alaih)

Berdasarkan hadits di atas, sedekah dalam keadaan sehat dan sebenarnya kikir menjadi sedekah yang paling besar pahalanya. Menurut Imam Nawawi, ketika muslim dermawan dan bersedekah saat itu membuktikan keikhlasan hati dan cinta yang besar terhadap Allah SWT.

Sedekah ketika sehat berbeda dengan saat sakit. Sebab, ketika seseorang sakit dan dekat ajalnya, ini membuat muslim melihat harta bukan lagi miliknya karena telah putus asa dengan hidup.

Selain sehat dan sebenarnya kikir, sedekah ketika kaya juga akan diganjar pahala yang luar biasa. Diterangkan oleh Asy Syarqawi dalam Jawahir Al-Bukhari yang ditulis Syaikh Muhammad Imarah terjemahan M Abdul Ghoffar, sedekah bertujuan menguatkan keinginan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Tidak sebaliknya, seperti dalam keadaan sakit atau jelang kematian.

Manfaat Bersedekah bagi Muslim

Mengutip buku Dirasah Islamiyah tulisan Al Mubdi’u dkk, berikut beberapa manfaat sedekah bagi muslim.

  • Memperpanjang umur
  • Terhindar dari marabahaya
  • Diganjar harta dan pahala yang berlipat
  • Mencegah kematian yang buruk
  • Penghapus dosa
  • Menjauhkan diri dari api neraka

(aeb/kri)



Sumber : www.detik.com

Jenis Sedekah yang Pahalanya Paling Dahsyat dalam Islam, Apa Itu?


Jakarta

Sedekah merupakan amalan yang dianjurkan bagi setiap muslim. Dengan bersedekah, maka kita berbagi kebahagiaan dengan orang-orang yang membutuhkan.

Dalam sebuah hadits, sedekah dikatakan sebagai amal yang paling utama. Dari Umar, ia berkata:

“Disebutkan kepadaku bahwa amal-amal (saleh) saling membanggakan diri, maka sedekah berkata, ‘Aku yang paling utama di antara kalian’.” (HR Ibnu Khuzaimah dan Hakim)


Menukil dari buku Mukjizat Sedekah Lipat Ganda Sampai 700 Kali oleh Aleeya S Al Fathunnisa, sedekah merupakan amal ibadah yang paling utama karena berkaitan dengan harta benda. Harta benda adalah salah satu ujian bagi manusia.

Agama Islam melarang umatnya untuk terlena dan jatuh berlebihan terhadap harta benda. Karenanya, bersedekah menjadi cara Allah SWT menguji setiap hamba-Nya.

Allah SWT berfirman dalam surah Al Baqarah ayat 267, a

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اَنْفِقُوْا مِنْ طَيِّبٰتِ مَا كَسَبْتُمْ وَمِمَّآ اَخْرَجْنَا لَكُمْ مِّنَ الْاَرْضِ ۗ وَلَا تَيَمَّمُوا الْخَبِيْثَ مِنْهُ تُنْفِقُوْنَ وَلَسْتُمْ بِاٰخِذِيْهِ اِلَّآ اَنْ تُغْمِضُوْا فِيْهِ ۗ وَاعْلَمُوْٓا اَنَّ اللّٰهَ غَنِيٌّ حَمِيْدٌ ٢٦٧

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, infakkanlah sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untukmu. Janganlah kamu memilih yang buruk untuk kamu infakkan, padahal kamu tidak mau mengambilnya, kecuali dengan memicingkan mata (enggan) terhadapnya. Ketahuilah bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.”

Berkaitan dengan itu, pada sejumlah hadits diterangkan terkait sedekah dengan ganjaran pahala yang dahsyat. Sedekah seperti apa yang dimaksud?

Jenis Sedekah yang Pahalanya Paling Dahsyat

Ada beberapa sedekah dengan ganjaran pahala luar biasa bagi muslim yang disebutkan dalam hadits. Berikut bunyinya yang dinukil dari Syarah Riyadhus Shalihin Jilid 1 oleh Imam Nawawi terjemahan Misbah.

Abu Hurairah RA berkata, “Ada seorang laki-laki datang kepada Nabi SAW lalu berkata, “Ya Rasulullah, sedekah mana yang paling besar pahalanya?”

Beliau bersabda, “Yaitu jika engkau bersedekah, engkau itu masih sehat dan sebenarnya engkau kikir. Kau takut menjadi fakir dan engkau sangat berharap menjadi kaya. Tetapi janganlah engkau menunda-nunda sehingga apabila nyawamu telah sampai di kerongkongan lalu berkata, ‘Yang ini untuk fulan dan yang ini untuk fulan,’ padahal yang demikian itu memang untuk fulan.” (HR Muttafaq’alaih)

1. Sedekah dalam Kondisi Sehat

Menurut Imam Nawawi, hadits di atas menjelaskan bahwa kondisi sehat menjadi salah satu sedekah dengan pahala luar biasa bagi muslim. Sebab, sedekah ketika sehat membuktikan hatinya ikhlas dan cintanya besar kepada Allah SWT.

Tentu berbeda dengan kondisi orang yang tengah sakit atau di penghujung ajal. Imam Nawawi mengatakan, ketika manusia sakit dan segera menghadapi kematian maka pandangannya terhadap harta seperti bukan miliknya karena sudah putus asa akan hidup.

2. Sedekah ketika Sehat dan dalam Keadaan Kikir

Selain itu, sedekah yang diganjar pahala besar selanjutnya adalah diberikan ketika masih sehat dan dalam keadaan kikir. Seperti diketahui, kikir merupakan sifat yang terlihat dari manusia ketika mereka sehat.

Kikir, pelit, atau bakhil termasuk akhlak tercela yang dibenci Allah SWT. Larangan bersifat kikir disebutkan dalam surah Ali Imran ayat 180,

وَلَا يَحْسَبَنَّ ٱلَّذِينَ يَبْخَلُونَ بِمَآ ءَاتَىٰهُمُ ٱللَّهُ مِن فَضْلِهِۦ هُوَ خَيْرًا لَّهُم ۖ بَلْ هُوَ شَرٌّ لَّهُمْ ۖ سَيُطَوَّقُونَ مَا بَخِلُوا۟ بِهِۦ يَوْمَ ٱلْقِيَٰمَةِ ۗ وَلِلَّهِ مِيرَٰثُ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ ۗ وَٱللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ

Artinya: “Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karunia-Nya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak di lehernya di hari kiamat. Dan kepunyaan Allah-lah segala warisan (yang ada) di langit dan di bumi. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.”

3. Sedekah ketika Harta Berlimpah

Selanjutnya, sedekah yang diganjar pahala berlipat adalah yang diberikan dalam keadaan kaya atau harta yang berlimpah. Asy Syarqawi melalui Jawahir Al-Bukhari susunan Syaikh Muhammad Imarah yang diterjemahkan M Abdul Ghoffar menerangkan bahwa tujuan bersedekah adalah menguatkan keinginan mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Wallahu a’lam

(aeb/kri)



Sumber : www.detik.com

Bentuk Sedekah yang Pahalanya Dahsyat Menurut Hadits


Jakarta

Sedekah adalah amalan yang dicintai Allah SWT dan dianjurkan oleh Nabi Muhammad SAW. Menurut sebuah hadits, ada sedekah yang pahalanya paling dahsyat.

Menurut Buku Saku Terapi Bersedekah yang ditulis Manshur Abdul Hakim, Al-Jurjani mengartikan sedekah sebagai pemberian yang dimaksudkan untuk mengharap pahala dari Allah SWT. Sementara itu, Al-Raghib memaknai sedekah sebagai harta yang dikeluarkan seseorang karena ingin mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Imam Nawawi melalui Syarh Shahih Muslim-nya mengatakan bahwa sedekah menjadi bukti ketulusan seseorang sekaligus lurusnya iman di dalam hatinya. Dengan begitu, perilaku dan suara hatinya selaras. Jadi, sedekah adalah cermin dari iman yang tulus dan lurus.


Anjuran bersedekah dijelaskan dalam sejumlah ayat suci Al-Qur’an, salah satunya firman Allah SWT dalam surah Al Baqarah ayat 267.

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ أَنفِقُوا۟ مِن طَيِّبَٰتِ مَا كَسَبْتُمْ وَمِمَّآ أَخْرَجْنَا لَكُم مِّنَ ٱلْأَرْضِ ۖ وَلَا تَيَمَّمُوا۟ ٱلْخَبِيثَ مِنْهُ تُنفِقُونَ وَلَسْتُم بِـَٔاخِذِيهِ إِلَّآ أَن تُغْمِضُوا۟ فِيهِ ۚ وَٱعْلَمُوٓا۟ أَنَّ ٱللَّهَ غَنِىٌّ حَمِيدٌ

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.”

Berkaitan dengan itu, ada sedekah yang pahalanya besar. Hal ini disebutkan dalam hadits Nabi Muhammad SAW.

Sedekah Apa yang Pahalanya Paling Besar?

Sedekah yang pahalanya paling besar tercantum dalam hadits Rasulullah SAW. Berikut bunyi haditsnya yang dinukil dari Syarah Riyadhus Shalihin oleh Imam Nawawi yang diterjemahkan Misbah.

Ada seorang laki-laki datang kepada Nabi SAW lalu berkata, “Ya Rasulullah, sedekah mana yang paling besar pahalanya?”

Kemudian Rasulullah pun bersabda, “Yaitu jika engkau bersedekah, engkau itu masih sehat dan sebenarnya engkau kikir. Kau takut menjadi fakir dan engkau sangat berharap menjadi kaya. Tetapi janganlah engkau menunda-nunda sehingga apabila nyawamu telah sampai di kerongkongan lalu berkata, ‘Yang ini untuk fulan dan yang ini untuk fulan’, padahal yang demikian itu memang untuk fulan.” (HR Muttafaq’alaih)

Mengacu pada hadits di atas, sedekah yang pahalanya paling besar pahalanya adalah sedekah yang dilakukan ketika sehat dan kikir. Menurut Imam Nawawi, ketika muslim bersifat dermawan dan sedekah dalam keadaan sehat itu membuktikan keikhlasan serta cinta yang besar kepada Allah SWT.

Saat seseorang bersedekah dalam keadaan sehat tentu berbeda ketika sakit. Seperti diketahui, sewaktu seseorang sakit dan ajalnya dekat maka ia merasa putus asa dengan hidup sehingga harta di matanya tak lagi menjadi hal yang penting.

Sedekah ketika kaya juga menjadi salah satu jenis amalan yang pahalanya luar biasa. Ini dijelaskan oleh Asy Syarqawi melalui Jawaih Al-Bukhari tulisan Syaikh Muhammad Imarah yang diterjemahkan M Abdul Ghoffar.

Tujuan dari sedekah adalah menguatkan keinginan untuk mendekatkan diri kepada Sang Khalik. Oleh karenanya, sedekah dalam keadaan sakit atau jelang kematian berbeda dengan sedekah sewaktu sehat dan kaya.

(aeb/kri)



Sumber : www.detik.com

Nabi Ibrahim Jadi Bapak Para Nabi Bergelar Khalilullah, Ini Alasannya


Jakarta

Nabi Ibrahim AS disebut sebagai bapaknya para nabi. Selain itu, beliau juga diberi gelar Khalilullah yang artinya kekasih Allah SWT.

Menukil Ibrahim Khalilullah Da’iyah At-Tauhid wa Din Al-Islam wa Al-Uswah Al-Hasanah susunan Prof Dr Ali Muhammad Ash-Shallabi yang diterjemahkan Muhammad Misbah, Nabi Ibrahim AS merupakan bapak ketiga karena bapak pertama umat manusia adalah Adam AS dan yang kedua adalah Nuh AS.

Nabi Ibrahim AS lahir di wilayah Mesopotamia, sekarang dikenal sebagai Irak. Ia berkembang di tengah masyarakat yang menyembah bintang dan berhala.


Ibrahim AS tumbuh besar di tengah lingkungan penyembah berhala. Menurut beberapa riwayat, keluarganya bekerja sebagai pembuat berhala.

Meski demikian, Nabi Ibrahim AS terjaga fitrahnya. Akidahnya tidak pernah tercemari oleh kesyirikan dan pemikirannya pun bersih.

Allah SWT memuliakan Nabi Ibrahim AS dengan menjaganya dari kemusyrikan sejak kecil. Sang Khalik memberi Ibrahim AS petunjuk kepada kebenaran Allah SWT, sebagaimana firman-nya dalam surah Al Anbiya ayat 51.

۞ وَلَقَدْ ءَاتَيْنَآ إِبْرَٰهِيمَ رُشْدَهُۥ مِن قَبْلُ وَكُنَّا بِهِۦ عَٰلِمِينَ

Artinya: “Dan sesungguhnya telah Kami anugerahkan kepada Ibrahim hidayah kebenaran sebelum (Musa dan Harun), dan adalah Kami mengetahui (keadaan)-nya.”

Alasan penyebutan Bapak Para Nabi yang diberikan kepada Ibrahim AS karena banyaknya keturunan beliau yang menjadi nabi dan rasul. Beberapa di antaranya diterangkan dalam surah Al Ankabut ayat 27,

وَوَهَبْنَا لَهُۥٓ إِسْحَٰقَ وَيَعْقُوبَ وَجَعَلْنَا فِى ذُرِّيَّتِهِ ٱلنُّبُوَّةَ وَٱلْكِتَٰبَ وَءَاتَيْنَٰهُ أَجْرَهُۥ فِى ٱلدُّنْيَا ۖ وَإِنَّهُۥ فِى ٱلْءَاخِرَةِ لَمِنَ ٱلصَّٰلِحِينَ

Artinya: “Dan Kami anugerahkan kepada Ibrahim, Ishak dan Ya’qub, dan Kami jadikan kenabian dan Al Kitab pada keturunannya, dan Kami berikan kepadanya balasannya di dunia; dan sesungguhnya dia di akhirat, benar-benar termasuk orang-orang yang saleh.”

Nama-nama Anak Nabi Ibrahim AS

Dijelaskan oleh Adil Musthafa Abdul Halim dalam Al-Aabaa wal Abnaa fil Qur’anil Karim terjemahan Abdul Hayyie al-Kattani dkk, Nabi Ibrahim AS diketahui memiliki 13 orang anak dari keempat istrinya. Berikut nama-namanya,

  1. Nabi Ismail AS
  2. Nabi Ishak AS
  3. Madyan
  4. Zumraan
  5. Sajar
  6. Yagtsaan
  7. Nasyaq
  8. Seorang anak laki-laki yang tidak sempat diberikan nama, ia lahir dari istri Nabi Ibrahim AS yang bernama Qanthhuur binti Yaqthun al Kan’aani.
  9. Kiisaan (putra dari istrinya yang bernama Hajuun)
  10. Saruuj
  11. Umaim
  12. Luuthaanis
  13. Naanis, lahir dari istri Nabi Ibrahim AS yang bernama Hajuun binti Amiin

Diberi Gelar Khalilullah

Selain gelar Bapak Para Nabi, Ibrahim AS juga disebut sebagai Khalilullah. Allah SWT berfirman dalam surah An Nisa ayat 125,

وَمَنْ أَحْسَنُ دِينًا مِّمَّنْ أَسْلَمَ وَجْهَهُۥ لِلَّهِ وَهُوَ مُحْسِنٌ وَٱتَّبَعَ مِلَّةَ إِبْرَٰهِيمَ حَنِيفًا ۗ وَٱتَّخَذَ ٱللَّهُ إِبْرَٰهِيمَ خَلِيلًا

Artinya: “Dan siapakah yang lebih baik agamanya daripada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang dia pun mengerjakan kebaikan, dan ia mengikuti agama Ibrahim yang lurus? Dan Allah mengambil Ibrahim menjadi kesayangan-Nya.”

Menurut Kitab Manaqib Al Anshar yang diterjemahkan oleh Muhammad Fuad Abdul Baqi dalam Al-Lu’lu’ wal Marjan 3, pemberian gelar Khalilullah dikarenakan loyalitas Ibrahim AS terhadap Allah SWT. Ibrahim AS dijadikan sebagai kekasih atau kesayangan-Nya yang semakna dengan Allah SWT menolong serta menjadikannya sebagai pemimpin nabi setelahnya.

Julukan yang disematkan pada Nabi Ibrahim ini sempat dipertanyakan oleh para malaikat. Dalam salah satu riwayat, Malaikat Jibril bertanya pada Allah SWT alasan di balik pemberian gelar Khalilullah tersebut.

“Ya Allah, mengapa Engkau memberi gelar Khalilullah kepada Ibrahim, padahal ia sibuk dengan kekayaan dan keluarganya? Dengan demikian, bagaimana mungkin ia pantas menjadi Khalilullah?”

Allah SWT menjawab, “Jangan kalian menilai secara lahiriah, tapi lihatlah hati dan amal baktinya. Karena tiada di hatinya rasa cinta selain kepadaKu. Bila kalian ingin menguji, ujilah dia.”

Hingga Malaikat Jibril kemudian turut menguji Nabi Ibrahim AS dan hasilnya terbukti bahwa kekayaan dan keluarganya tidak sedikit pun membuat Nabi Ibrahim AS lalai dalam mengabdi kepada Allah SWT.

Terdapat juga dalam hadits dari Jundub RA bahwa Rasulullah SAW bersabda terkait pemberian gelar Khalilullah kepada Ibrahim AS,

“Sesungguhnya Allah menjadikan aku sebagai Khalil sebagaimana Allah menjadikan Ibrahim sebagai Khalil.” (HR Imam Abu Abdullah Al-Hakim An-Nisaburi)

Termasuk Rasul Ulul Azmi

Selain itu, Ibrahim AS juga merupakan salah satu rasul Ulul Azmi yang memiliki kedudukan istimewa di mata Allah SWT. Para rasul Ulul Azmi itu terdiri dari Nabi Nuh AS, Ibrahim AS, Musa AS, Isa AS dan Rasulullah SAW.

Terkait rasul Ulul Azmi ini turut diterangkan dalam ayat suci Al-Qur’an tepatnya pada surah As Syura ayat 13,

۞ شَرَعَ لَكُم مِّنَ ٱلدِّينِ مَا وَصَّىٰ بِهِۦ نُوحًا وَٱلَّذِىٓ أَوْحَيْنَآ إِلَيْكَ وَمَا وَصَّيْنَا بِهِۦٓ إِبْرَٰهِيمَ وَمُوسَىٰ وَعِيسَىٰٓ ۖ أَنْ أَقِيمُوا۟ ٱلدِّينَ وَلَا تَتَفَرَّقُوا۟ فِيهِ ۚ كَبُرَ عَلَى ٱلْمُشْرِكِينَ مَا تَدْعُوهُمْ إِلَيْهِ ۚ ٱللَّهُ يَجْتَبِىٓ إِلَيْهِ مَن يَشَآءُ وَيَهْدِىٓ إِلَيْهِ مَن يُنِيبُ

Artinya:” Dia telah mensyari’atkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa yaitu: Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya. Amat berat bagi orang-orang musyrik agama yang kamu seru mereka kepadanya. Allah menarik kepada agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada (agama)-Nya orang yang kembali (kepada-Nya).”

Wallahu a’lam.

(aeb/kri)



Sumber : www.detik.com

Sosok Nabi yang Punya Mukjizat Air Zamzam-Sosok Penunggang Kuda Pertama


Jakarta

Nabi Ismail AS adalah nabi dan rasul yang wajib diimani dalam Islam. Beliau merupakan keturunan seorang nabi juga yaitu Ibrahim AS.

Menukil dari Ibrahim Khalilullah: Da’iyah At-Tauhid wa Din Al-Islam wa Al-Uswah Al-Hasanah oleh Ali Muhammad Ash-Shallabi yang diterjemahkan Muhammad Misbah, ibu dari Ismail AS adalah Siti Hajar. Kala itu, Nabi Ibrahim AS belum juga dikaruniai keturunan meski sudah puluhan tahun pindah ke Palestina.

Sang nabi lalu berdoa sebagaimana tercantum dalam surah Ash-Shaffat ayat 100-101. Berikut bunyinya,


رَبِّ هَبْ لِي مِنَ الصَّلِحِينَ * فَبَشَّرْنَهُ بِغُلَمٍ حَلِيمٍ

Artinya: “(Ibrahim berdoa), ‘Ya Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku (keturunan) yang termasuk orang-orang saleh.” Maka, Kami memberi kabar gembira kepadanya dengan (kelahiran) seorang anak (Ismail) yang sangat santun.”

Kelahiran Nabi Ismail AS

Kelahiran Nabi Ismail AS disambut dengan bahagia. Meski demikian, kelahirannya ini juga menjadi ujian bagi Ibrahim AS dan sang istri.

Allah SWT memerintahkan Nabi Ibrahim AS untuk membawa Siti Hajar dan Ismail AS bayi ke sebuah lembah tandus, yaitu Makkah. Kala itu, Makkah masih belum berpenghuni.

Saking tandusnya, lembah itu bahkan tanpa tanaman dan air. Hanya ada batu dan pasir kering yang terlihat di sana.

Siti Hajar dan Nabi Ismail AS diuji dengan rasa haus karena tak adanya air. Pada kondisi tersebut, Siti Hajar berlari-lari antara bukit Shafa dan Marwah untuk mencari air hingga akhirnya malaikat Jibril tiba dan air zamzam memancar dari tanah dekat kaki Ismail AS.

Perintah Menyembelih Nabi Ismail AS

Masih dari sumber yang sama, Nabi Ibrahim AS menerima wahyu lainnya dari Allah SWT dalam mimpi. Ia diperintahkan menyembelih sang putra, Nabi Ismail AS yang masih remaja.

Mendengar hal itu, Nabi Ismail AS rela menerima nasib sebagai bentuk kepatuhan terhadap Allah SWT. Kisah ini termaktub dalam surat As Saffat ayat 102,

فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ ٱلسَّعْىَ قَالَ يَٰبُنَىَّ إِنِّىٓ أَرَىٰ فِى ٱلْمَنَامِ أَنِّىٓ أَذْبَحُكَ فَٱنظُرْ مَاذَا تَرَىٰ ۚ قَالَ يَٰٓأَبَتِ ٱفْعَلْ مَا تُؤْمَرُ ۖ سَتَجِدُنِىٓ إِن شَآءَ ٱللَّهُ مِنَ ٱلصَّٰبِرِينَ

Artinya: “Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu!” Ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; Insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.”

Ibrahim AS lantas membawa Ismail AS ke tempat yang ditentukan. Ketika ia hendak menyembelih putranya, tiba-tiba Allah SWT mengganti Nabi Ismail AS dengan seekor hewan. Peristiwa tersebut menjadi asal muasal ibadah kurban yang kini dilakukan oleh umat Islam.

Diterangkan dalam Qashashul Anbiya oleh Ibnu Katsir yang diterjemahkan Umar Mujtahid, ulama nasab dan sejarah peperangan mengatakan bahwa Nabi Ismail AS adalah orang pertama yang naik kuda. Sebelumnya, kuda merupakan hewan liar dan dijinakkan oleh Ismail AS untuk ditunggangi.

Sa’id bin Yahya Al-Umawi menuturkan dalam Al Maghazi sebagai berikut, “Seorang syaikh Quraisy bercerita kepada kami, Abdul Malik bin Abdul Aziz bercerita kepada kami, dari Abdullah bin Umar, Rasulullah SAW bersabda: “Pergunakan kuda (sebagai tunggangan) naiklah secara bergantian , karena ia adalah warisan ayah kalian, Ismail.”

Wafatnya Nabi Ismail AS

Nabi Ismail AS semasa hidupnya membimbing suku Amalika di Yaman. Selama lebih dari 50 tahun masa kenabian beliau, Ismail AS menyampaikan firman Allah SWT kepada orang-orang musyrik. Ia mengajak mereka untuk memeluk Islam dan mempercayai keberadaan Allah SWT.

Berkat jasanya itu, Islam menyebar luas di Yaman. Beliau lalu kembali ke Makkah setelah sebagian besar masyarakat Yaman memeluk Islam.

Nabi Ismail AS wafat pada usia 137 tahun, tepatnya pada 1779 SM di Makkah, Arab Saudi. Beliau dimakamkan di dekat ibunya.

(aeb/lus)



Sumber : www.detik.com