Tag Archives: muhammad nashiruddin al – albani

Alasan Imam Sholat Dzuhur dan Ashar Tak Bersuara saat Membaca Surah


Jakarta

Ketika mengerjakan sholat Dzuhur dan Ashar, imam tidak membacakan surah Al Fatihah dengan suara keras pada dua rakaat pertama. Begitu juga dengan surah-surah lainnya.

Padahal, biasanya imam mengeraskan suaranya saat membaca surah Al Fatihah pada waktu sholat lain seperti Maghrib, Isya dan Subuh. Mengapa demikian? Apa alasannya?

Alasan Imam Tak Mengeraskan Bacaan saat Sholat Dzuhur dan Ashar

Menurut penjelasan Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani melalui karyanya Sifat Ash Shalah An Nabi yang diterjemahkan Rohidin Wakhid, pembacaan surah Al Fatihah dan lainnya dengan suara keras disebut sebagai jahr. Alasan pembacaan jahr tidak dilakukan pada sholat Dzuhur dan Ashar karena mengikuti anjuran Nabi Muhammad SAW untuk memelankan suara dalam membaca surah atau dikenal dengan istilah sirr.


Rasulullah SAW bahkan mencontohkan untuk melirihkan suara bacaan ketika rakaat terakhir sholat Maghrib dan rakaat ketiga serta keempat pada sholat Isya. Adapun, pembacaan surah dengan pelan oleh imam saat sholat Dzuhur dan Ashar mengacu pada ijma ulama yang didasarkan dari hadits serta atsar yang ada.

Abu Ma’mar Abdullah bin Sakhbarah bertanya kepada sahabatnya Khabbab ibnul Arts, dia berkata:

“Kami bertanya kepada Khabbab, ‘Apakah Nabi Muhammad SAW membaca dalam sholat Dzuhur dan Ashar?’ Dia menjawab, ‘Benar.’ Kami bertanya lagi, ‘Dengan apa kalian mengetahui hal itu?’ Dia menjawab, ‘Dengan gerakan jenggotnya’.” (HR Bukhari)

Sebagai muslim, sudah sepatutnya kita mengikuti cara sholat Rasulullah SAW. Beliau merupakan suri teladan bagi umat manusia, baik dalam akhlak maupun cara beribadahnya.

Nabi Muhammad SAW bersabda,

“Sholatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku sholat.” (HR Bukhari dan Ad Darimi)

Anjuran Mengeraskan Bacaan pada Sholat yang Dikerjakan Malam Hari

Menurut kitab I’anah at-Thalibin yang dinukil oleh NU Online, anjuran mengeraskan bacaan pada sholat yang dikerjakan di waktu malam hari seperti Maghrib, Isya dan Subuh dikarenakan momen itu merupakan waktu khalwat atau menyepi. Pada waktu tersebut, mengeraskan bacaan Al Fatihah dan surah lainnya dimaksudkan mencari kenikmatan munajat hamba kepada Tuhan Semesta Alam, Allah SWT.

Sementara itu, sholat Dzuhur dan Ashar yang dikerjakan pada siang hari dianjurkan untuk membaca surah dengan pelan. Sebab, momen ini identik dengan waktu sibuk dan saat-saat manusia beraktivitas, sehingga waktu siang kurang nyaman untuk bermunajat.

Apakah Wajib Mengeraskan dan Memelankan Suara?

Hukum mengeraskan atau melirihkan suara ketika sholat adalah sunnah sebagaimana diterangkan dalam kitab Al Muntaqo Syarah Muwatho. Apabila imam tidak sengaja membaca surah Al Fatihah atau lainnya dengan suara keras ketika sholat Dzuhur dan Ashar, maka sholatnya tidak batal.

Dijelaskan dalam kitab Fiqh Sunnah oleh Sayyid Sabiq terjemahan Khairul Amru Harahap, mengeraskan atau memelankan bacaan secara tidak sengaja pada waktu yang tidak dianjurkan maka sholatnya tetap sah. Namun, apabila seseorang ingat setelah melakukan hal tersebut, hendaknya ia segera mengubahnya.

Wallahu a’lam.

(aeb/kri)



Sumber : www.detik.com

4 Doa Rasulullah SAW di Sujud Terakhir Sholat


Jakarta

Rasulullah SAW senantiasa memperlama sujudnya dalam sholat. Lamanya sujud beliau digunakan untuk memperbanyak berdoa, sebab doa yang dipanjatkan selama gerakan ini sangat layak dikabulkan. Beliau SAW bersabda:

وَأَمَّا السُّجُودُ فَاجْتَهِدُوا فِي الدُّعَاءِ فَقَمِن أَنْ يُسْتَجَابَ لَكُمْ

Artinya: “Mengenai sujud, bersungguh-sungguhlah kalian berdoa di dalamnya, maka layaklah bagi (doa) kalian untuk diperkenankan.” (HR Abu Dawud dan Nasa’i).


Sujud merupakan momen paling dekat antara hamba dengan Rabbnya. Karena itu, Nabi SAW menganjurkan untuk berdoa di dalamnya. Beliau SAW bersabda: “Saat paling dekat bagi seorang hamba dengan Rabbnya adalah ketika sujud. Maka perbanyaklah berdoa.” (HR Muslim, Abu Dawud, dan An-Nasa’i).

Rasul SAW sendiri pernah mencontohkan sejumlah doa yang dibaca saat sujud. Doa-doanya berisi permohonan ampunan hingga perlindungan-Nya. Lantas, bagaimana bacaan doa Nabi SAW saat sujud tersebut?

Doa saat Sujud Terakhir Sholat

Berdasarkan hadits, Nabi SAW memanjatkan banyak doa selama sujud. Mengutip buku Sifat Shalat Nabi oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani, berikut beberapa doanya:

1. Doa saat Sujud Versi Kesatu

اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي ذَنْبِي كُلَّهُ دِقَّهُ وَجُلَّهُ وَ أَوَّلَهُ وَآخِرَهُ وَعَلَانِيَّتَهُ وَسِرَّهُ

Arab-latin: Allahummaghfir lii dzanbii kullahu diqqohu wa jullahu wa awwalahu wa aakhirohu wa `alaaniyyatahu wa sirrohu.

Artinya: “Ya Allah, ampunilah dosaku semuanya, baik yang sedikit maupun yang banyak, yang terdahulu maupun yang terakhir, yang nampak maupun yang tersembunyi.” (HR Muslim, Abu Awanah, Abu Dawud, Ath-Thahawi, dan Al-Hakim).

2. Doa saat Sujud Versi Kedua

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ

Arab-latin: Subhaanaka allahumma wa bihamdika laa ilaha illaa anta.

Artinya: “Maha Suci Engkau ya Allah dan segala puji bagi-Mu. tiada Tuhan selain Engkau.” (HR Muslim, Abu Awanah, An-Nasai, dan Ahmad).

3. Doa saat Sujud Versi Ketiga

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِرِضَاكَ مِنْ سَخَطِكَ وَأَعُوذُ بِمُعَافَاتِكَ مِنْ عُقُوبَتِكَ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْكَ لَا أُحْصِي ثَنَاءً عَلَيْكَ أَنْتَ كَمَا أَثْنَيْتَ عَلَى نَفْسِكَ

Arab-latin: Allaahumma inni a`uudzu bi ridhooka min sakhothika wa a`udzu wa bi mu`afaatika min `uquubatika wa a`uudzu bika minka. Laa uhshii tsnaa`an `alaika anta kama atsnaita `alaa nafsika.

Artinya: “Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung dengan ridho-Mu dari murka-Mu, dan aku berlindung dengan ampunan-Mu dari siksa-Mu, dan aku berlindung dengan diri-Mu dari-Mu juga. Aku tidak dapat menghitung segala puji atas Diri-Mu. Engkau sebagaimana yang Engkau pujikan bagi Diri-Mu.” (HR Muslim, Abu Awanah, Abu Dawud, Ibnu Abi Syaibah, Ibnu Nashr).

4. Doa saat Sujud Versi Keempat

اللَّهُمَّ اجْعَلْ فِي قَلْبِي نُوْرًا ، وَ فِي لِسَانِي نُوْراً، وَاجْعَلْ فِي سَمْعِي نُوْرًا ، وَاجْعَلْ فِي بَصَرِي نُوْرًا، وَاجْعَلْ مِنْ تَحْتِي نُوْرًا، وَاجْعَلْ مِنْ فَوْقِي نُوْرًا ، وَ عَنْ يَمِينِي نُوْرًا، وَعَنْ يَسَارِي نُوْرًا، وَاجْعَلْ أَمَامِي نُوْرًا وَاجْعَلْ خَلْفِي نُوْرًا، وَاجْعَلْ فِي نَفْسِي نُوْرًا، وَأَعْظِمْ لِي نُوْرًا

Arab-latin: Allahummaj`al fii qolbuu nuuron, wa fii lisaanii nuuron, waj`al fii sam`ii nuuron, waj`al fi bashorii nuuron, waj`al min tahtii nuuron, waj`al min fawqii nuuron, wa `an yamiinii nuuron, wa `an yasaarii nuuron, waj`al amaamii nuuron, waj`al kholfii nuuron, waj`al fii nafsii nuuron, wa a`dzhim lii nuuron.

Artinya: “Ya Allah, jadikanlah cahaya di dalam kuburku dan cahaya pada lisanku. Dan berilah cahaya pada pendengaranku, berilah cahaya pada penglihatanku, berilah di bawahku cahaya, dan berilah di atasku cahaya, dan dari sisi kananku cahaya dan dari sisi kiriku cahaya, dan berikanlah di bagian depanku cahaya, dan berilah di belakangku cahaya, dan berilah di dalam diriku cahaya, dan agungkanlah cahaya itu bagiku.” (HR Nasa’i dan Muslim).

Keutamaan Memperlama Sujud

Selain doa yang dipanjatkan saat sujud pantas diperkenankan, memperpanjang sujud memiliki keutamaan sebagaimana yang disabdakan Rasulullah SAW:

“Tidak seorang pun dari umatku, kecuali saya mengetahuinya pada Hari Kiamat.” Para sahabat berkata, “Bagaimana Anda dapat mengenali mereka, wahai Rasulullah, di antara sekian banyak makhluk?”

Beliau SAW menjawab, “Bagaimana pendapatmu sekiranya engkau masuk ke dalam kerumunan kuda. Di dalam kerumunan tersebut terdapat sejumlah kuda yang kulitnya hitam legam dan juga kuda yang berwajah putih dengan tungkai yang juga berwarna putih, apakah engkau akan mengenalinya?” Sahabat tersebut mengatakan, “Benar.”

Beliau SAW bersabda, “Sesungguhnya umatku pada hari itu akan berwajah putih bersih dikarenakan sujud, dan kaki mereka berwarna putih karena wudhu.” (HR Ahmad)

Apakah Boleh Membaca Doa Sujud Terakhir dengan Bahasa Indonesia?

Mengenai berdoa dengan bahasa Indonesia dalam sujud terakhir, ulama terbagi menjadi dua pendapat. Ada yang mengharamkan dan sebagian lain memperbolehkan.

Mengutip buku Fiqih Shalat Terlengkap oleh Abu Abbas Zain Musthofa Al-Basuruwani, Imam Abu Hanifah dan Imam Ahmad menyatakan haram hukumnya berdoa dengan doa selain dari Nabi SAW saat sujud.

Hal ini juga disandarkan pada sabda Rasul SAW: Sholat itu tidak sah jika di dalamnya terdapat ucapan manusia. Karena sholat itu tasbih, takbir, dan bacaan Al-Qur’an.” (HR Muslim).

Alasan lainnya karena doa selama sholat tidak boleh dikarang sendiri. Jika tetap mengarang sendiri, sholatnya berpotensi batal atau tidak sah.

Wahbah Az-Zuhaili dalam bukunya Fiqhul Islam wa Adilatuhu juga berkata bahwa berdoa dengan doa yang menyerupai ucapan itu bias dan tidak diperbolehkan. Sebagai contoh, berdoa seperti “Ya Allah, berikanlah aku ini dan itu.”

Adapun ulama yang memperbolehkan berdoa dengan bahasa lain selain Arab, bersandar pada sabda Nabi SAW: “Kemudian pilihlah doa yang diinginkan dan memohonlah dengan doa tersebut.” (HR Ibnu Mas’ud)

Sebagian ulama Syafi`iyah juga berpendapat bahwa boleh berdoa menggunakan bahasa lain dan tidak mesti berbahasa Arab.

(azn/row)



Sumber : www.detik.com