Tag Archives: Muhammad SAW

Kisah Aisyah yang Cemburu di Malam Nisfu Syaban



Jakarta

Di antara istri-istri Rasulullah SAW, Aisyah yang terkenal sebagai pencemburu. Bahkan dikisahkan bahwa Aisyah pernah cemburu pada Rasulullah SAW ketika malam Nisfu Syaban.

Rasulullah SAW dikenal sebagai sosok yang lembut dan penyayang. Beliau sangat mencintai umatnya dan juga orang-orang terdekatnya dengan melimpahkan nasihat-nasihat demi kebaikan bersama.

Dalam sebuah hadits, Rasulullah bersabda,


الرَّاحِمُونَ يَرْحَمُهُمُ الرَّحْمَنُ، ارْحَمُوا مَنْ فِي الأَرْضِ يَرْحَمْكُمْ مَنْ فِي السَّمَاءِ، الرَّحِمُ شُجْنَةٌ مِنَ الرَّحْمَنِ، فَمَنْ وَصَلَهَا وَصَلَهُ اللَّهُ وَمَنْ قَطَعَهَا قَطَعَهُ اللَّهُ

Artinya: “Orang-orang yang penuh kasih sayang akan disayang oleh Dzat yang Maha Penyayang. Kasih sayangilah makhluk yang ada di permukaan bumi, niscaya makhluk yang ada di langit akan mengasihi kalian. Kasih sayang merupakan bagian dari dzat yang Maha Kasih. Maka, siapa yang menyambungnya, Allah akan menyambungnya dan siapa yang memutusnya, Allah akan memutus darinya.” (HR Tirmidzi).

Di balik sifat penyayangnya, ternyata ada suatu kisah dimana Siti Aisyah RA merasa cemburu di malam Nisfu Syaban yang menjadi malam ketika Allah mengampuni dosa-dosa hamba-Nya. Hal ini terjadi karena rasa cintanya yang begitu besar pada kekasihnya, Nabi Muhammad SAW.

Asiyah Istri yang Pencemburu

Dikutip dari buku Manajemen Cinta Sang Nabi Muhammad SAW yang ditulis oleh Sopia Muhammad, diceritakan pada suatu malam ketika Aisyah terbangun dari tidurnya, ia tidak menemukan Rasulullah di sampingnya. Rasa cemburu dalam hatinya pun muncul. Dalam benaknya ia berpikir seandainya beliau tidur bersama istri lain, padahal malam itu adalah haknya.

Aisyah mendatangi tempat istri yang lain, akan tetapi ia tidak menemukan Rasulullah. Namun ia justru menemukan suaminya tengah berada di dalam masjid.

Rasulullah yang menyadari kehadiran Aisyah pun bertanya, “Kau cemburu lagi, Aisyah? Apakah kamu khawatir, Allah dan Rasul-Nya akan berbuat aniaya padamu? Ini malam Nisfu Syaban, Aisyah?”

Dengan segala kelembutan dan kasih sayangnya, Rasulullah mencoba mengingatkan Aisyah agar ia juga turut mengistimewakan saat-saat ketika ia mendekatkan diri kepada Allah alih-alih memilih untuk tidur di samping orang yang sangat dicintai.

Asiyah memang istri Nabi yang pencemburu. Pada kisah lainnya, ia bahkan merasa cemburu pada istri-istri Nabi yang lainnya. Akan tetapi, Nabi Muhammad merupakan laki-laki yang sangat menghormati perempuan. Ia selalu menghargai mereka dan menasihati istri-istrinya dengan perlahan sehingga suasana rumah tangga dapat kembali rukun dan penuh ketentraman.

Ketegasan Rasulullah SAW

Meskipun selalu bisa menghadapi sifat cemburu istrinya dengan penuh kasih, Rasulullah juga dapat bersikap tegas. Hal ini dikarenakan ia tidak ingin istrinya terbawa nafsu emosi belaka.

Dalam beberapa kasus, Rasulullah memilih untuk mendiamkan Aisyah yang terbakar api cemburu. Namun, ada juga saat ketika Rasulullah dengan tegas menegur kecemburuan Aisyah ketika sudah melewati batas.

“Aisyah, Allah itu Maha Ramah dan menyukai keramahan. Bila keramahan itu tercerabut dari sesuatu, ia akan membuatnya aib dan hina. Sebaliknya, jika diletakkan di atas sesuatu, ia akan menghiasinya. Karena itu kamu harus bersikap ramah!”

Rasulullah ingin mengajarkan istrinya untuk lebih bersikap lemah lembut dan tidak menuruti rasa dengki dan iri hati. Oleh karenanya, beliau selalu menjaga kehormatan istri-istrinya, menengahi mereka, dan juga menegaskan bahwa ia senantiasa berlaku adil dan menyayangi kesemuanya dengan setulus hati.

Sikap Rasulullah SAW Ketika Aisyah Cemburu

Kelembutan Rasulullah SAW terhadap istrinya juga dikisahkan dalam buku Agungnya Taman Cinta Sang Rasul oleh Ustadzah Azizah Hefni. Diceritakan bahwa Rasulullah akan memencet dan memijit hidung Aisyah apabila ia marah.

Beliau berkata, “Wahai Aisy. Bacalah doa, ‘Wahai Tuhanku, Tuhan Muhammad, ampunilah dosa-dosaku, hilangkanlah kekerasan hatiku, dan lindungilah diriku dari fitnah yang menyesatkan.” (HR. Ibnu Sunni).

Begitulah cara Rasulullah menghadapi Aisyah yang sedang cemburu. Beliau akan menegurnya penuh kasih sayang, mencium keningnya, kemudian mendoakannya. Hati Aisyah yang tadinya mendidih kembali luluh, kemarahannya berganti dengan kelegaan, dan Aisyah semakin mencintai Rasulullah lebih dalam lagi.

Kelembutan dan tenangnya sikap Rasulullah SAW dalam menghadapi masalah adalah teladan bagi kaum muslimin. Kita semua bisa mencontoh bagaimana Rasulullah menyayangi seluruh orang-orang terdekatnya.

(dvs/dvs)



Sumber : www.detik.com

Ruqayyah binti Muhammad, Putri Rasulullah yang Dinikahi Utsman bin Affan



Jakarta

Ruqayyah binti Muhammad merupakan putri kedua Rasulullah SAW yang lahir sekitar 20 tahun sebelum hijrah. Ia masuk Islam bersama-sama dengan sang ibu, Khadijah.

Melansir dari buku Wanita-Wanita Penghuni Surga karya Endah mengisahkan saat Ruqayyah menginjak usia pernikahan maka datanglah Abu Thalib. Paman Nabi Muhammad SAW itu melamar mereka untuk dinikahkan dengan putra-putra saudaranya yang tak lain Abu Lahab.

Selain Ruqayyah, pada saat itu Nabi Muhammad SAW juga memiliki anak gadis lain yang usianya lebih muda namun tak terlalu jauh dari Ruqayyah yang bernama Ummu Kultsum.


Saat lamaran tersebut datang, Rasulullah SAW sangat terkejut, begitu pula dengan Khadijah, Ruqayyah, dan Ummi Kultsum. Mereka bersedih karena mengetahui bagaimana sifat dari keluarga Abu Lahab, meski begitu mereka tak berdaya.

“Kami berharap engkau tak mempersulit pernikahan mereka dengan sepupu-sepupumu, Utbah dan Utaibah putra Abdul Uzza (Abu Lahab),” kata Abu Thalib.

Mendengar hal tersebut Rasulullah SAW menjawab, “Paman, berilah aku waktu agar bisa berbicara dengan putri-putriku.”

Tawaran ini menjadi suatu dilema bagi keluarga Rasulullah SAW hingga beliau membicarakannya dengan Khadijah beserta dengan kedua putrinya. Mereka sangat memahami keburukan Abu Lahab dan juga istrinya, Ummu Jamil. Namun, akhirnya atas pertimbangan kekeluargaan lamaran tersebut tidak ditolak oleh Rasulullah SAW.

Beliau dan Khadijah memanjatkan doa agar kedua putri mereka selalu berada dalam lindungan Allah SWT. Maka Allah SWT mengabulkan doa mereka. Ruqayyah yang sempat pindah ke keluarga Abu Lahab akhirnya tetap terjaga dan tidak tersentuh oleh putranya.

Saat Islam semakin menyinari Kota Makkah, Abu Lahab dan istrinya sangat murka. Mereka ingin mempermalukan Nabi Muhammad SAW, bahkan mereka berpikir bahwa Rasulullah SAW merasa nyaman sudah tidak menanggung biaya hidup putrinya lagi.

Abu Lahab berpikir jika Ruqayyah binti Muhammad dikembalikan maka beban Nabi Muhammad SAW akan bertambah. Maka, Abu Lahab meminta putranya untuk membatalkan pernikahan dan mengembalikan Ruqayyah ke rumah Nabi Muhammad SAW.

“Aku akan terus mencela kalian, kecuali kalian menceraikan putri-putri Muhammad!” cerca Abu Lahab kepada putranya.

Padahal saat itu, Ruqayyah dan putra Abu Lahab baru saja menikah dan sama sekali belum melakukan hubungan sebagaimana suami istri pada umumnya. Namun, Utbah lebih menuruti keinginan dari sang ayah sehingga ia menceraikan Ruqayyah.

Dikembalikannya Ruqayyah bukan menjadi suatu aib bagi Nabi Muhammad SAW, beliau sangat bersyukur namun bagaimanapun hal itu juga sebagai bentuk dari penghinaan. Bahkan, gangguan Abu Lahab bertambah dengan keras, dia menyebarkan duri di jalan-jalan tempat Rasulullah SAW lewat.

Seperti firman Allah SWT dalam surah Al-Lahab ayat 1-5:

تَبَّتْ يَدَآ اَبِيْ لَهَبٍ وَّتَبَّۗ ١ مَآ اَغْنٰى عَنْهُ مَالُهٗ وَمَا كَسَبَۗ ٢ سَيَصْلٰى نَارًا ذَاتَ لَهَبٍۙ ٣ وَّامْرَاَتُهٗ ۗحَمَّالَةَ الْحَطَبِۚ ٤ فِيْ جِيْدِهَا حَبْلٌ مِّنْ مَّسَدٍ ࣖ ٥

Artinya: “Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan benar-benar binasa dia Tidaklah berguna baginya hartanya dan apa yang dia usahakan. Kelak dia akan memasuki api yang bergejolak (neraka), (begitu pula) istrinya, pembawa kayu bakar (penyebar fitnah). Di lehernya ada tali dari sabut yang dipintal.”

Tentang Ruqayyah, Allah SWT akhirnya memberikan suami pengganti yang jauh lebih baik. Dia adalah Utsman bin Affan, salah satu pemuda paling mulia sekaligus sahabat Nabi Muhammad SAW. Utsman dan Ruqayyah menjadi pasangan yang cocok dan semua orang menyukainya.

Selepas itu, turunlah perintah hijrah dari Allah SWT ke Habasyah (Ethiopia), sehingga Rasulullah SAW, Ruqayyah, Utsman, dan sahabat Nabi SAW lainnya pun berhijrah.

Dalam buku Storypedia Rasulullah Sayang Anak karya Zayadi dijelaskan bahwa Ruqayyah memiliki seorang anak laki-laki yang bernada Abdullah. Namun, Abdullah meninggal saat berusia 6 tahun.

Demikianlah cerita Ruqayyah binti Muhammad setelah ia dihina diganti dengan kemuliaan.

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com

Usia Siti Khadijah saat Menikah dengan Nabi Muhammad



Jakarta

Siti Khadijah merupakan istri pertama Rasulullah SAW. Usia Siti Khadijah pada saat menikah dengan Nabi Muhammad SAW terpaut 15 tahun lebih tua.

Menurut riwayat masyhur, Siti Khadijah menikah dengan Nabi Muhammad SAW pada usia 40 tahun, sedangkan Rasulullah SAW masih berusia 25 tahun, sebagaimana diceritakan dalam buku Sejarah Terlengkap 25 Nabi karya Rizem Aizid.

Dalam Nilai-nilai Pendidikan Islam dalam Kisah Istri-istri Nabi Muhammad SAW karya Herwanti dan Sutarman dikatakan, Siti Khadijah merupakan seorang wanita di kalangan Quraisy, dengan status janda.


Pada pernikahan sebelumnya Siti Khadijah menikah dengan Abu Halah bin Nabbasy Al Tamimi. Ia dikarunia dua orang anak yang diberi nama Halah dan Hindun. Namun, kebahagiaan itu sirna karena suaminya meninggal dunia.

Setelah kepergian suaminya, Siti Khadijah akhirnya menikah kembali dengan Atiq bin Aid bin Abdullah Al Makhzumi tapi tidak begitu lama karena berakhir dengan perceraian. Setelah itu, Siti Khadijah tidak menikah lagi untuk beberapa tahun.

Hingga pada akhirnya, ia menikah dengan Rasulullah SAW. Pernikahan Siti Khadijah dan Nabi Muhammad SAW yang berbeda usia cukup jauh ini tidak membuat mereka terbebani atau malu dengan yang lain. Karena dalam hati mereka ada hati yang bagaikan sutra yang penuh dengan cinta, kasih sayang dan akhlak yang mulia.

Siti Khadijah dan Rasulullah SAW dikaruniai putra dan putri. Di antaranya Zainab, Ruqayyah, Ummu Kultsum, dan Fatimah. Sementara itu, dua orang putra Nabi Muhammad SAW dan Siti Khadijah meninggal dunia terlebih dahulu, yaitu Qasim dan Abdullah.

Sosok Siti Khadijah dan Kisah Cintanya pada Rasulullah

Masih di dalam buku yang sama dijelaskan bahwa Siti Khadjiah merupakan sosok istri yang penuh dengan kasih sayang dan cinta. Ia bahkan rela berkorban untuk membela agama Allah SWT sekaligus menjadi orang pertama yang percaya kepada suaminya seorang Nabi Allah SWT.

Ia juga beriman kepada apa yang diyakini oleh Nabi Muhammad SAW, ia adalah wanita Quraisy pertama yang masuk Islam. Khadijah binti Khuwailid seorang istri yang memiliki gelar Ummul Mukminin pertama. Pengorbanan yang ia berikan kepada Islam tidak hanya harta melainkan jiwa dan raganya pula.

Merangkum dari buku Dakwah Rasullullah Sejarah & Problematika karya Yunan Yusuf dan buku Fathimah Zahra: Biografi Kehidupan & Perjuangannya karya Baqir Syarif Qarasyi, dalam pernikahan pertamanya ini, Rasulullah SAW tidak pernah menikah dengan perempuan mana pun. Baru setelah istri pertama beliau wafat, Rasulullah SAW menikah dengan perempuan lain.

Dikisahkan pula bahwa Siti Khadijah mempersembahkan seluruh kekayaannya demi Islam hingga tidak tersisa apapun lagi, hingga membuatnya jatuh miskin sampai tidak memiliki sebuah tikar untuk alas duduk sekalipun di rumahnya.

Dari situlah Allah SWT memberikan tempat khusus bagi Siti Khadijah. Allah SWT menganugerahinya sebuah istana surga tertinggi. Istana surga ini merupakan istana tertinggi jika dibandingkan dengan istana surga untuk hamba-hamba-Nya yang saleh.

Dalam sebuah riwayat Rasulullah SAW bersabda, “Aku diperintahkan untuk memberi kabar gembira kepada Khadijah, dengan rumah di surga yang terbuat dari mutiara, yang tidak ada suara gaduh di dalamnya dan tidak ada rasa letih.”

Allamah Hurr Amili dalam al-Manzhumah berkata,

“Di surga ada sebuah rumah dari mutiara yang tidak ada suara gaduh di dalamnya dan tidak ada rasa letih”

Tidak hanya itu, Rasulullah SAW juga memberikan kasih sayang istimewa kepada Siti Khadijah. Beliau mencintai Siti Khadijah dengan ikhlas. Mengenai hal ini, Aisyah RA berkata, “Setiap kali Rasulullah SAW berada di rumahku, belau tidak mungkin akan keluar rumah tanpa terlebih dahulu mengingat Khadijah dengan memuji dan menyanjungnya.

Suatu hari ketika ia melakukan hal itu, beliau berkata dengan marah, ‘Bukankah ia tak lebih dari perempuan tua sedangkan Allah SWT telah memberikan yang lebih baik kepadamu!’

Setelah itu, Rasulullah SAW menjadi sangat kecewa hingga rambut bagian depan kepalanya bergetar karena marah dan berkata, ‘Demi Allah! Allah tidak pernah memberikan yang lebih baik darinya kepadaku. Dia beriman kepadaku sementara orang lain tak menerimaku. Dia mendukungku dengan seluruh hartanya sementara masyarakat menyampingkan aku dan Allah menganugerahkan keturunan kepadaku sementara aku tidak memilikinya dari istri-istriku yang lain.'”

Menurut Moenawar Chalil dalam Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad SAW, Siti Khadijah wafat pada tahun kesepuluh kenabian Nabi Muhammad SAW. Ia dimakamkan di Makkah.

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com