Tag Archives: muhammadiyah

Kata Muhammadiyah dan PBNU soal Usulan Dana Zakat untuk Makan Bergizi Gratis



Jakarta

Ketua DPD RI Sultan B Najamuddin mengusulkan penggunaan dana zakat untuk melaksanakan program makan bergizi gratis (MBG). Usulan ini menuai tanggapan dari sejumlah pihak, termasuk ormas Islam.

Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir menilai usulan dana zakat untuk membiayai program makan bergizi gratis perlu dibicarakan dengan pengelola lembaga zakat, infak, dan sedekah. Pembicaraan ini penting lantaran zakat memiliki unsur syar’i terkait golongan yang berhak menerimanya.

“Sebaiknya dibicarakan dengan Badan Amil Zakat Nasional, kemudian lembaga-lembaga zakat yang dikelola oleh ormas,” kata Haedar di sela-sela forum Tanwir Aisyiah di Hotel Tavia Heritage, Jakarta, Rabu (15/1/2025), dikutip dari CNN Indonesia.


Haedar tidak mempersoalkan adanya usulan tersebut selama untuk kepentingan bangsa dan negara. Namun, kata dia, perlu pembicaraan lebih jauh terkait manajemen dan capaiannya jika usulan itu mau ditindaklanjuti.

“Badan Amil Zakat punya regulasi sendiri untuk dana yang digunakan. Karena menyangkut pertanggungjawaban dana umat. Jadi soal seperti itu tidak cukup dengan gagasan, tapi dibicarakan lewat berbagai pihak yang terkait. Nah itu yang harus dibicarakan,” kata dia.

Tanggapan PBNU

Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf turut merespons usulan pendanaan makan bergizi gratis dengan uang zakat. Menurutnya, hal ini perlu kajian lanjut karena penerima zakat sudah ada aturannya dalam syariat.

“Zakat harus dikaji lagi yang nerima siapa dulu nih? Kalau dikhususkan untuk anak-anak miskin itu bisa, kalau umum dan untuk semua orang nah ini untuk zakat ini harus lebih hati-hati,” katanya usai jumpa pers penandatanganan nota kesepahaman pendirian Pusat Komunitas Tangguh dan Kewirausahaan Sosial di Gedung PBNU, Jalan Kramat Raya 164, Jakarta, Senin (13/1/2025), dilansir NU Online.

Gus Yahya, sapaannya, memandang pemerintah perlu mengkaji secara serius target penerima manfaat dari lembaga zakat, infak, dan sedekah untuk program makan bergizi gratis.

“Ini harus diterima oleh kelompok-kelompok spesifik yang di dalam wacana MBG sebagai asnaf (penerima zakat) yang menjadi target yang diperbolehkan menerima zakat,” jelasnya.

Selain zakat, Gus Yahya melihat adanya potensi penggunaan infak dan sedekah untuk membiayai program tersebut, mengingat aturan infak dan sedekah lebih longgar ketimbang zakat.

Pihaknya sendiri telah menginstruksikan kepada Lembaga Amil, Zakat, Infak, dan Shodaqoh NU (LAZISNU) untuk ikut serta mengembangkan program pemanfaatan dana yang tujuannya kurang lebih seperti makan bergizi gratis.

Terkait kerja sama, Gus Yahya mengaku masih menjalin komunikasi intens dengan pihak penyedia makan bergizi gratis, seperti Badan Gizi Nasional dan pihak pemerintah terkait.

“Nanti ada dua area kerja yang bisa kita tangani, tentu pengadaan makan gratis itu sendiri, artinya masaknya (dan) membaginya kepada siswa dan santri. Dan juga (Penyediaan) mulai dari bahan-bahannya yang melibatkan UKM di lingkungan NU,” terangnya.

Diberitakan sebelumnya, Ketua DPD RI Sultan B Najamuddin mendorong pendanaan makan bergizi gratis melibatkan masyarakat. Dia mengusulkan menggunakan dana zakat untuk membiayai program tersebut.

“Saya sih melihat ada DNA dari negara kita, DNA dari masyarakat Indonesia itu kan dermawan, gotong royong. Nah, kenapa nggak ini justru kita manfaatkan juga,” Sultan kepada wartawan di gedung MPR/DPR/DPD RI, Senayan, Jakarta, Selasa (14/1/2025), dilansir detikNews.

“Contoh, bagaimana kita menstimulus agar masyarakat umum pun terlibat di program makan bergizi gratis ini. Di antaranya adalah saya kemarin juga berpikir kenapa nggak ya zakat kita yang luar biasa besarnya juga kita mau libatkan ke sana, itu salah satu contoh,” katanya.

(kri/lus)



Sumber : www.detik.com

Merumuskan Ulang Posisi Islam Indonesia dalam Kancah Global



Jakarta

Kunjungan Grand Syaikh Al-Azhar Dr. Ahmed Muhammad Ahmed El-Tayeb untuk ketiga kalinya ke Indonesia, pada 8 hingga 11 Juli 2024, yang merupakan bagian dari lawatannya ke Asia Tenggara, patut mendapat sambutan istimewa karena beberapa alasan. Kunjungan ini bertujuan untuk menggaungkan Piagam Persaudaraan Manusia untuk Perdamaian Dunia, yang ditandatangani oleh pemimpin tertinggi Universitas Al-Azhar dan Paus Fransiskus di Abu Dhabi pada tahun 2019, sebagaimana dijelaskan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas (balitbangdiklat.kemenag.go.id 26/6/2024).

Lebih dari itu, kunjungan Grand Syaikh Al-Azhar kali ini memiliki arti penting bukan saja bagi penguatan hubungan historis yang mendalam antara Indonesia dan Mesir, tetapi juga bagi upaya Indonesia untuk memperkuat posisi strategisnya dalam kancah global. Indonesia dan Mesir dapat bergandengan tangan berdiri di depan untuk menyuarakan perdamaian dan persaudaraan sambil melawan segala bentuk ekstremisme, radikalisme dan kekerasan. Ditopang Al-Azhar, Mesir dikenal sebagai benteng nilai-nilai moderasi dan toleransi. Begitu juga Indonesia. Dengan Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah sebagai organisasi Islam terbesar, Indonesia masyhur dengan model keislaman yang inklusif dan damai.

Dalam lanskap dunia kontemporer, interaksi antara agama, politik, dan identitas menjadi semakin kompleks. Di antara dinamika ini, konsep “decentring Islam” (mendesentrisasi Islam) muncul sebagai paradigma signifikan. Decentring Islam berupaya untuk mengalihkan dari perspektif tradisional yang berpusat pada Arab mengenai identitas dan praktik Islam, ke arah keragaman dan pluralitas dalam dunia Muslim. Indonesia, sebagai negara berpenduduk mayoritas Muslim terbanyak dan satu negeri Asia besar, menawarkan sudut pandang unik untuk mengeksplorasi konsep ini dan implikasinya terhadap geopolitik global, wacana keagamaan, dan pertukaran budaya.


Secara historis, pemikiran dan praktik Islam sangat dipengaruhi oleh budaya Arab, mengingat asal-usul agama ini di Jazirah Arab. Pandangan yang berpusat pada Arab ini sering kali menutupi kekayaan keragaman tradisi Islam di berbagai wilayah, termasuk Indonesia yang sering masih dipandang pinggiran (peripheral). Decentring Islam bertujuan memperluas pemahaman tentang identitas Islam dengan mengakui dan menghargai berbagai ekspresi Islam yang dipraktikkan oleh Muslim non-Arab. Pendekatan ini menekankan pentingnya konteks lokal, kekhasan budaya, dan perkembangan historis yang membentuk praktik keagamaan Muslim di berbagai belahan dunia.

Decentring Islam bukan berarti mengurangi pentingnya kontribusi Arab terhadap peradaban Islam, tetapi mengakui bahwa Islam adalah agama global dengan berbagai macam ekspresi dan perubahan budaya. Ini bertujuan membongkar representasi Islam yang monolitik, dengan mendorong pemahaman yang lebih inklusif dan representatif yang mencerminkan realitas kehidupan Muslim di seluruh dunia.

Indonesia: Model Pluralisme Islam

Indonesia, rumah bagi lebih dari 270 juta Muslim, mewujudkan prinsip-prinsip decentring Islam melalui perpaduan khas antara iman Islam dan budaya lokal. Sejarah kepulauan ini ditandai oleh sintesis berbagai pengaruh budaya dan agama, termasuk Hindu, Buddha, dan kepercayaan adat, yang telah berjalin dengan tradisi Islam. Mosaik budaya ini melahirkan Islam khas Indonesia yang berakar kuat pada konteks lokal yang melahirkan berbagai keragaman di dalam Islam Indonesia itu sendiri. Kecuali Islam di Jawa yang terepresentasi dengan baik dalam berbagai kajian kesarjanaan, sebenarnya mosaik keragaman di berbagai kepulauan lain, termasuk wilayah Indonesia Timur, masih sangat menarik dieksplorasi untuk mendapatkan gambaran lebih utuh tentang Islam Indonesia.

Islam Indonesia ditandai oleh sifatnya yang moderat dan pluralistik. Falsafah dasar bangsa, Pancasila, yang mempromosikan toleransi dan inklusivitas beragama, memastikan bahwa semua komunitas agama dapat hidup berdampingan dengan harmonis. Pancasila menjadi falsafah antarbudaya (intercultural philosophy) yang sangat relevan dengan kemajemukan. NU dan Muhammadiyah mendukung interpretasi Islam yang kontekstual dan progresif yang sejalan dengan nilai-nilai Pancasila, demokrasi dan hak asasi manusia. Model pluralistik dan inklusif ini menawarkan narasi alternatif tentang Islam, dengan menunjukkan bahwa agama ini dapat berkembang dalam lingkungan budaya dan politik yang beragam.

Peran NU dan Muhammadiyah sangat penting dan tidak tergantikan dalam memosisikan Islam Indonesia dalam kancah global. Terutama melalui inisiatif pendidikan, sosial, dan politik mereka, NU dan Muhammadiyah berkontribusi pada pemahaman Islam yang lebih pluralistik dan inklusif, baik di Indonesia maupun di dunia Muslim yang lebih luas. Konsistensi mereka dalam inisiatif-inisiatif fundamental ini akan menentukan trayektori masa depan mereka dalam decentring Islam.

NU mengoperasikan jaringan luas pendidikan keagamaan (pesantren) di seluruh Indonesia, dari tingkat dasar sampai universitas, yang mendorong pendekatan holistik terhadap pembelajaran. Kurikulum sering kali mencakup pengajaran tentang toleransi beragama, demokrasi, dan hak asasi manusia. Demikian pula, Muhammadiyah telah membangun jaringan pendidikan yang komprehensif, yang menekankan pemikiran ilmiah dan rasional di samping pendidikan agama, mendorong pemikiran kritis dan inovasi. Lembaga-lembaga pendidikan yang mereka kelola perlu didorong tampil di kancah global, melalui pembukaan cabang-cabangnya di berbagai kawasan dunia Islam.

Reformulasi di Kancah Global

Posisi strategis Indonesia dalam kancah global bersifat multifaset, mencakup dimensi politik, ekonomi, dan budaya. Sebagai ekonomi terbesar di Asia Tenggara dan anggota G20, Indonesia memainkan peran krusial dalam urusan ekonomi regional dan global. Model pemerintahan demokratisnya dan identitas Islam moderatnya memberikan narasi alternatif terhadap persepsi Islam yang sering terpolarisasi dalam politik global.

Di panggung internasional, Indonesia aktif mempromosikan dialog dan kerja sama antaragama melalui kebijakan luar negerinya. Upaya diplomatik negara ini dalam mempromosikan perdamaian dan stabilitas di wilayah konflik, terutama di dunia Muslim, menunjukkan komitmennya terhadap tatanan global yang didasarkan pada saling menghormati dan pengertian. Kepemimpinan Indonesia dalam Organisasi Kerjasama Islam (OKI) dan partisipasinya dalam misi perdamaian PBB semakin menegaskan perannya sebagai mediator dan advokat perdamaian.
Secara budaya, Indonesia berkontribusi terhadap pemahaman global tentang Islam melalui warisan seni, sastra, dan praktik keagamaannya yang kaya. Peringatan tahunan hari raya Islam, perayaan musik dan tarian tradisional Islam, serta lembaga pendidikan Islam yang berkembang pesat semuanya mencerminkan budaya Islam Indonesia yang dinamis. Dengan membagikan aset budaya ini di panggung global, Indonesia membantu mendesentrisasi narasi yang berpusat pada Arab dan menyoroti keragaman dalam dunia Muslim.

Singkatnya, decentring Islam adalah kerangka kerja yang krusial untuk memahami sifat multifaset dari dunia Islam, dan posisi Indonesia sebagai negara mayoritas Muslim utama mencerminkan keragaman ini. Perpaduan unik antara iman Islam dan praktik budaya lokal, komitmennya terhadap pluralisme dan demokrasi, serta peran aktifnya dalam diplomasi global, semuanya berkontribusi pada pemahaman yang lebih bernuansa dan inklusif tentang Islam.

Seiring dunia terus bergumul dengan isu-isu identitas keagamaan dan koeksistensi, contoh Indonesia menawarkan wawasan berharga tentang bagaimana Islam dapat dipraktikkan dan dipahami dalam cara yang beragam dan dinamis. Dengan merangkul prinsip-prinsip decentring Islam, komunitas global dapat bergerak menuju apresiasi yang lebih komprehensif dan adil terhadap keragaman dunia Muslim yang sangat kaya. Dalam lingkup praktisnya, dengan memberdayakan segenap kemampuan ekonomi-politik dan modal kultural keislaman di kawasan, di Asia khususnya, dan global melalui prinsip co-production of peace, pemerintah dan warga Indonesia bisa lebih berperan untuk ikut menawarkan secercah harapan baru.

Noorhaidi Hasan
Guru Besar Islam dan Politik, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta

(erd/erd)



Sumber : www.detik.com

Peta Masalah Dunia Pesantren (1)



Jakarta

Pada masanya, pesantren adalah tonggak penting dalam dunia pendidikan dan pembentukan karakter di Nusantara. Sekarang, kita dihadapkan pada pertanyaan besar: Apakah pesantren mampu menyesuaikan diri dengan kebutuhan era modern tanpa kehilangan jati dirinya? Inilah titik mula dari upaya memahami dan mengatasi persoalan mendasar yang dihadapi pesantren hari ini.

Tema utama pesantren saat ini, dan sekaligus permasalahan utamanya, adalah bagaimana institusi pendidikan ini bertransformasi dari model tradisional menuju integrasi dengan sistem global modern. Untuk membahas urusan ini lebih lanjut, kita tampaknya perlu terlebih dulu menjernihkan cara pandang kita. Salah satu yang perlu dikritisi adalah pandangan bahwa pesantren dimarginalisasi secara sengaja oleh negara. Pemikiran seperti ini mengandung bias seolah-olah pesantren sudah “mengutangi” negara dan sekarang menagih pengakuan.

Faktanya, marginalisasi pesantren bukanlah sesuatu yang sepenuhnya disengaja. Hal ini lebih merupakan dampak dari proses transformasi peradaban menuju konstruksi modern. Kita tahu bahwa pesantren, sebagai lembaga pendidikan tradisional yang kita pelihara hingga sekarang, tumbuh dari tradisi lokal yang khas Nusantara. Model seperti ini tidak ditemukan di belahan dunia Islam lainnya, seperti Timur Tengah, Persia, Asia Selatan, atau Afrika. Pesantren betul- betul merupakan produk budaya lokal Nusantara yang lahir dari struktur sosial, budaya, dan politik yang unik di wilayah ini.


Sebelum era kolonial, pesantren merupakan satu-satunya lembaga pendidikan yang ada tersedia. Ia menjadi pusat pembelajaran bagi berbagai lapisan masyarakat, menjadi tempat tujuan bagi siapa saja untuk mendapatkan pendidikan akademik dan intelektual. Bahkan anak-anak bangsawan dan putra raja dari seluruh Nusantara menimba ilmu di pesantren.

Namun, ketika masyarakat tradisional Nusantara mulai bersentuhan dengan kekuatan kolonial Eropa, pesantren, bersama elemen tradisional lainnya, perlahan-lahan tergeser. Struktur sosial dan budaya tradisional digantikan oleh konstruksi modern yang diperkenalkan oleh kolonialisme. Bukan hanya pesantren yang mengalami hal ini, tetapi juga lembaga tradisional seperti keraton.

Proses ini membuat pesantren terlihat lambat dalam beradaptasi ke dalam sistem modern. Salah satu alasannya adalah resistensi pesantren terhadap apa pun yang berasal dari kekuatan kolonial. Pada masa penjajahan, pesantren-pesantren, bersama elemen lain dari masyarakat pribumi,

berperan aktif dalam melawan apa saja yang diperkenalkan oleh pemerintahan kolonial. Gerakan seperti Taman Siswa di Yogyakarta, yang dipelopori oleh Ki Hajar Dewantara, merupakan contoh nyata perlawanan terhadap sistem pendidikan kolonial.

Keraton Yogyakarta juga mengambil inisiatif serupa dengan mengirim seorang santri bernama Muhammad Darwis ke Mekkah untuk belajar modernisasi pendidikan dari Syekh Khatib al- Minangkabawi. Sepulangnya, Darwis, yang kemudian dikenal sebagai Haji Ahmad Dahlan, mendirikan Muhammadiyah untuk mendorong modernisasi pendidikan dengan tetap mempertahankan konten lokal, sehingga tidak harus hanyut ke dalam konten yang disediakan oleh kolonial.
Memahami konteks kesejarahan ini membantu kita melihat problematika pesantren sebagai bagian dari proses transformasi yang kompleks. Langkah ke depan memerlukan upaya untuk menjembatani tradisi pesantren dengan tuntutan zaman modern tanpa kehilangan akar budaya lokalnya.

Transformasi Pesantren: Realitas dalam Konteks Globalisasi

Salah satu ciri khas pesantren sejak masa kolonial adalah etos perlawanan terhadap sistem modern yang diperkenalkan oleh kekuatan kolonial. Meskipun perlawanan ini berlangsung lama, pada akhirnya, pesantren tidak mampu sepenuhnya menghindari dampak dominasi kekuasaan kolonial, yang memiliki sumber daya besar.

Sekolah modern seperti Muhammadiyah, misalnya, awalnya hanya mengadopsi struktur formal pendidikan modern dengan tetap mempertahankan konten lokal yang dirancang oleh para aktivisnya. Namun, seiring waktu, sistem pendidikan Muhammadiyah menjadi bagian dari sistem pendidikan nasional yang bercorak modern sepenuhnya. Di sisi lain, pesantren tradisional lebih memilih untuk sepenuhnya menolak sistem pendidikan kolonial. Pada masa kakek saya, misalnya, bersekolah di sekolah Belanda adalah sesuatu yang aib. Akibatnya, kalangan pesantren tradisional tertinggal dalam pendidikan formal.

Hingga 1945, anak-anak pesantren tradisional hampir tidak ada yang bersekolah. Sementara itu, dari kalangan lain, tokoh seperti Sumitro Djojohadikusumo-ayah Presiden Prabowo-sudah meraih gelar doktor ekonomi dari universitas di Amerika. Kondisi ini menciptakan kesenjangan besar dalam pendidikan formal antara pesantren dan kelompok masyarakat lainnya.

Baru pada tahun 1960-an, anak-anak dari pesantren tradisional mulai mengenyam pendidikan formal dengan susah payah. Namun, mereka tetap menghadapi kendala, termasuk warisan mentalitas yang sulit sepenuhnya beradaptasi dengan sistem modern. Kiai Ali Maksum,

misalnya, seorang intelektual pesantren terkemuka, mengaku tidak kerasan mengajar di IAIN, semata-mata karena setiap hari harus berangkat ke kampus mengenakan celana panjang.

Kalangan pesantren baru mulai menghasilkan lulusan sarjana pada pertengahan tahun 1970-an- sarjana lulusan IAIN. Sebelumnya, hanya sedikit sekali orang NU yang mencapai gelar sarjana, sementara kalangan modernis sudah lebih dahulu menempati ruang akademik dan intelektual.

Ini beberapa hal yang menurut saya perlu menjadi bagian dari perspektif untuk memahami masalah pesantren dengan lebih jernih. Kita harus berhati-hati agar tidak salah arah, karena jika kita tidak jernih dalam merumuskan masalah dan salah arah ini terus berlanjut, penyelesaiannya akan semakin jauh dari akar masalah. Hanya karena kita bangga terhadap pesantren, tidak berarti bahwa pesantren harus otomatis dianggap sebagai solusi alternatif dalam segala hal. Dunia sudah berubah, dan kita berada di era globalisasi. Tidak ada pilihan lain selain mengintegrasikan diri ke dalam sistem global. Kita melihat Arab Saudi melakukannya. Mereka menyadari bahwa tidak ada jalan lain kecuali menyesuaikan diri dengan sistem global. Pesantren pun perlu memikirkan posisinya dalam konteks global ini.

Transformasi dari model tradisional menuju integrasi ke dalam sistem global yang modern inilah akar dari banyak keluhan yang kita dengar, yang kemudian melahirkan tuntutan-tuntutan afirmasi dan pengakuan. Kita mendengar keluhan bahwa lulusan pesantren sulit diterima di perguruan tinggi negeri. Lalu muncul Undang-Undang Pesantren, sebuah produk yang dipicu oleh desakan pesantren untuk meminta afirmasi, menuntut pengakuan, dan menagih janji pemerintah. Sampai-sampai ada kebijakan penerimaan mahasiswa fakultas kedokteran tanpa tes bagi hafiz Quran. Ini jelas tidak relevan, dan hal-hal semacam ini lahir dari cara berpikir yang tidak menyentuh akar masalah-pada kekeliruan membaca peta masalah.

Persoalannya bukan pada afirmasi, melainkan pada bagaimana sistem tradisional dapat diintegrasikan ke dalam sistem modern. Suka atau tidak, kita harus memikirkan bagaimana pesantren bisa menyelaraskan praktik tradisionalnya dengan tuntutan sistem pendidikan modern. Ini mencakup tidak hanya sistem pendidikan nasional, tetapi juga sistem global yang semakin terstandar dengan ukuran-ukuran internasional, seperti World University Rankings (WUR) dan lain sebagainya. Globalisasi, bagaimanapun, telah membawa sistem pendidikan ke arah yang mengutamakan standar global, bukan sekadar relevansi lokal.

Transformasi pesantren ke dalam sistem modern tentu membawa konsekuensi logis: ada hal-hal yang bisa didapatkan sebagai insentif integrasi, namun ada juga yang harus dilepaskan atau direlakan hilang. Tantangan utamanya adalah menentukan mana yang harus dipertahankan, dan bagaimana pesantren bisa berintegrasi dengan sistem modern tanpa kehilangan jati diri dan memperoleh manfaat darinya.

Masalah utama pesantren hari ini adalah bagaimana proses transformasi itu dilakukan. Ada masalah-masalah sampingan, misalnya represi politik di masa Orde Baru. Meski itu pernah terjadi, masalah utamanya tetap pada integrasi sistem pendidikan pesantren ke dalam sistem global. Ini memerlukan visi yang jelas dan pendekatan yang strategis, agar pesantren dapat terus berkembang tanpa kehilangan identitasnya dalam menjawab tantangan zaman.

KH. Yahya Cholil Staquf
Penulis adalah Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama

Artikel ini merupakan kiriman pembaca detikcom. Seluruh isi artikel menjadi tanggung jawab penulis. (Terima kasih – Redaksi)

(erd/erd)



Sumber : www.detik.com

5 Teks Khutbah Jumat Bulan Syaban tentang Nisfu Syaban hingga Amalan Jelang Ramadan


Jakarta

Khutbah Jumat bertema bulan Syaban bisa menjadi topik yang diangkat khatib saat salat Jumat. Tahun ini, Jumat kedua Syaban jatuh pada 8 Syaban 1446 H yang bertepatan dengan 7 Februari 2025.

Syaban menjadi bulan yang diapit dua bulan mulia yakni Rajab dan Ramadan. Pada bulan Syaban, terdapat malam istimewa yakni Nisfu Syaban.

Berikut beberapa contoh teks khutbah Jumat yang mengusung tema bulan Syaban yang berisi amalan hingga keistimewaan bulan ini.


Teks Khutbah Jumat Bulan Syaban

1. Khutbah Jumat Amalan Bulan Syaban

Contoh khutbah Jumat bulan Syaban ini membahas tentang amalan sunnah yang dianjurkan bagi umat Islam. Berikut isi materi khutbah Jumat bulan Syaban yang dikutip dari laman Muhammadiyah:

Judul: Mari Perbanyak Puasa Sunah di Bulan Sya’ban

إِنّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ
أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُه

اَللهُمّ صَلّ وَسَلّمْ عَلى مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن

يَاأَيّهَا الّذَيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ حَقّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنّ إِلاّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ
يَاأَيّهَا الّذِيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْلَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا

Segala puji hanya milik Allah, yang dengan rahmat dan karunia-Nya kita dapat berkumpul di tempat ibadah ini pada hari yang penuh berkah, yakni Jumat yang mulia. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Rasulullah Saw keluarga, dan para sahabatnya yang setia meniti jejak kebenaran.

Marilah kita tingkatkan keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah. Caranya cukup sederhana yaitu mengerjakan apa yang telah menjadi perintah, dan meninggalkan seluruh larangan-Nya. Bila konsisten seperti itu, insyaAllah kita dapat merasakan kebahagiaan hakiki di dunia dan akhirat.

Hadirin yang dirahmati Allah

Bulan Sya’ban telah tiba, dan dengan setiap matahari yang terbit, kita semakin mendekati bulan Ramadhan yang mulia. Bagi umat Islam, Sya’ban bukanlah sekadar bulan biasa; ia adalah waktu yang diberkahi dan dianggap sebagai masa persiapan diri untuk menyambut bulan penuh berkah tersebut.

Rasulullah SAW memberikan teladan yang sangat berarti mengenai pentingnya memperbanyak puasa sunah di bulan Sya’ban.

Hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari jalur ‘Aisyah memberikan gambaran nyata tentang praktek Rasulullah dalam menyambut bulan penuh keberkahan, Ramadhan.

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا، قَالَتْ: كانَ رَسولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ يَصُومُ حتَّى نَقُولَ: لا يُفْطِرُ، ويُفْطِرُ حتَّى نَقُولَ: لا يَصُومُ، فَما رَأَيْتُ رَسولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ اسْتَكْمَلَ صِيَامَ شَهْرٍ إلَّا رَمَضَانَ، وما رَأَيْتُهُ أكْثَرَ صِيَامًا منه في شَعْبَانَ

“Dari Siti ‘Aisyah ra berkata: “Rasulullah berpuasa hingga kami menyangka Ia berbuka, dan berbuka hingga kami menyangka Ia tidak berpuasa, dan aku tidak pernah melihat Rasul menyempurnakan puasanya satu bulan penuh kecuali di bulan Ramadhan, dan aku tidak pernah melihat Rasul memperbanyak puasanya daripada berpuasa di bulan Sya’ban”.

Dalam petuahnya, Rasulullah mengajak umatnya untuk merenungkan betapa berharganya waktu di bulan Sya’ban. Meskipun Rasulullah menjalani puasa sunah di bulan ini, bukan berarti puasa tersebut menjadi kewajiban. Puasa Sya’ban dapat dianggap sebagai persiapan batin dan fisik, sebagai sebuah detik-detik terakhir menjelang “bulan penuh rahmat”.

Jamaah Jumat yang berbahagia,

Marilah kita sambut bulan Sya’ban dengan hati yang bersih, semangat yang membara, dan niat yang tulus. Memperbanyak puasa sunah seperti puasa Senin-Kamis, Ayyamul Bidh, atau bahkan puasa Daud menjadi langkah awal menuju perubahan positif dalam diri kita. Sambutlah bulan ini sebagai ladang amal yang subur, tempat kita menanam benih kebaikan yang akan kita panen di akhirat kelak.

Hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim menggambarkan keutamaan yang sungguh luar biasa dari melaksanakan puasa sunah. Rasulullah Saw bersabda:

مَنْ صَامَ يَوْمًا فِي سَبِيلِ اللَّهِ بَعْدَ اللَّهُ تَعَالَى وَجْهَهُ عَنِ النَّارِ سَبْعِيْنَ خَرِيفًا

“Barangsiapa berpuasa satu hari di jalan Allah, niscaya Allah akan menjauhkan dirinya dari neraka sejauh jarak tujuh puluh tahun.”

Keutamaan ini bukan hanya terbatas pada keberuntungan terhindar dari siksaan neraka, namun juga menunjukkan betapa besar rahmat Allah kepada hamba-Nya yang bersungguh-sungguh menjalankan ibadah-Nya. Puasa sunah bukan sekadar menahan lapar dan haus, tetapi sebuah perjalanan spiritual yang membawa hamba kepada kedekatan dengan Sang Pencipta.

Jamaah Jumat yang dimuliakan Allah,

Bulan Sya’ban bukan hanya sebagai awal pembukaan tirai Ramadan, tetapi juga sebagai kesempatan bagi umat Islam untuk membersihkan hati, memperbanyak amal ibadah, dan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Dengan memperbanyak puasa sunah di bulan Sya’ban, kita dapat mempersiapkan jiwa dan raga agar siap menyongsong bulan penuh berkah, Ramadan, dengan penuh kekhusyukan.

Oleh karena itu, mari manfaatkan bulan Sya’ban dengan sebaik-baiknya. Perbanyaklah puasa sunah, perdalam ibadah, dan perkokoh niat untuk menyambut Ramadan dengan hati yang bersih dan jiwa yang penuh keimanan. Sebab, di setiap detiknya, bulan Sya’ban menawarkan peluang keemasan untuk meningkatkan ketakwaan dan mendekatkan diri kepada-Nya.

Dengan itu, kita siapkan diri, sembari menantikan datangnya bulan Ramadhan sebagai tamu agung yang membawa berkah dan keampunan. Semoga setiap amalan yang kita lakukan di bulan ini menjadi catatan indah di hadapan Allah SWT. Aamiiin.

أَقُوْلُ قَوْلِيْ هٰذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

Khutbah II

اَلْحَمْدُ لِلّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَتُوْبُ اِلَيْهِ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ اَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ اَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ

اَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُ اِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. اَمَّا بَعْدُ

اَللّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ, وَالْمُؤْ مِنِيْنَ وَالْمُؤْ مِنَاتِ, اَلْاَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْاَمْوَاتِ, اِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ, يَا قَاضِىَ الْحَاجَاتِ, وَيَا كَافِىَ الْمُهِمَّاتِ

. اَللّهُمَّ اَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا وَارْزُ قْنَا اتِّبَاعَةَ, وَاَرِنَا الْبَاطِلَ بَاطِلاً وَارْزُقْناَ اجْتِنَابَهُ
رَبَّنَا اتِنَا فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى الْاَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

. اِنَّ اللهَ يَاْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْاِحْسَانِ, اِيْتَاءِ ذِى الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْىِ, يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ
وَالْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ

2. Khutbah Jumat Keutamaan Malam Nisfu Syaban

Contoh khutbah Jumat ini membahas tentang malam istimewa di bulan Syaban yakni malam Nisfu Syaban. Berikut materi khutbah Jumat yang bersumber dari Ustadz Amien Nurhakim yang dikutip dari Laman NU Online:

Judul: Mari Hidupkan Malam Nisfu Sya’ban
Khutbah I

اَلْحَمْدُ ِللهِ حَمْداً يُوَافِي نِعَمَهُ وَيُكَافِئُ مَزِيْدَه، يَا رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ كَمَا يَنْبَغِي لِجَلَالِ وَجْهِكَ الْكَرِيْمِ وَلِعَظِيْمِ سُلْطَانِك. سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ لَا أُحْصِي ثَنَاءً عَلَيْكَ أَنْتَ كَمَا أَثْنَيْتَ عَلَى نَفْسِك. وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلهَ إِلَّا الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَه، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وَصَفِيُّهُ وَخَلِيْلُه. خَيْرَ نَبِيٍّ أَرْسَلَهْ. أَرْسَلَهُ اللهُ إِلَى الْعَالَمِ كُلِّهِ بَشِيرْاً وَنَذِيْراً. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَاةً وَسَلَاماً دَائِمَيْنِ مُتَلَازِمَيْنِ إِلَى يَوْمِ الدِّيْن. أَمَّا بَعْدُ فَإنِّي أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللهِ الْقَائِلِ فِي كِتَابِهِ الْقُرْآنِ: رَبِّ هَبْ لِي حُكْمًا وَأَلْحِقْنِي بِالصَّالِحِينَ، وَاجْعَلْ لِي لِسَانَ صِدْقٍ فِي الْآخِرِينَ

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah

Pada kesempatan mulia ini, Khatib mengajak jamaah sekalian untuk senantiasa menjaga dan meningkatkan ketakwaan kita kepada Allah subhanahu wa ta’ala dengan sebenar-benarnya takwa; dengan menjauhi larangan Allah sejauh-jauhnya dan menjalankan perintah-Nya semampunya. Dengan demikian kita dapat berproses menjadi sebaik-baiknya hamba Allah sebagaimana firman Allah swt dalam Al-Qur’an surat al-Hujurat ayat 13:

اِنَّ اَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللّٰهِ اَتْقٰىكُمْ

Artinya, “Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa.”

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah

Bulan Sya’ban merupakan bulan mulia dan bulan penyambut Ramadhan yang kehadirannya sangat ditunggu-tunggu oleh kaum muslimin. Sya’ban juga memiliki banyak kemuliaan, sehingga Nabi saw memperbanyak ibadah puasa sunnah pada bulan ini. Hal ini sebagaimana dituturkan dalam hadits:

عَنْ أَبِي سَلَمَةَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ قَالَ: سَأَلْتُ عَائِشَةَ رضي الله عنها، عَنْ صِيَامِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم فِي شَعْبَانَ، فَقَالَتْ: كَانَ يَصُومُ حَتَّى نَقُولَ لَا يُفْطِرُ، وَيُفْطِرُ حَتَّى نَقُولَ لَا يَصُومُ، مَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم اسْتَكْمَلَ صِيَامَ شَهْرٍ إِلَّا رَمَضَانَ، وَمَا رَأَيْتُهُ أَكْثَرَ صِيَامًا مِنْهُ فِي شَعْبَانَ

Artinya, “Dari Abu Salamah bin Abdurrahman, ia berkata: “Aku bertanya kepada Aisyah (istri Rasulullah) tentang puasa Rasulullah saw di bulan Sya’ban. Aisyah menjawab: ‘Beliau berpuasa hingga kami mengira beliau tidak akan berbuka, dan beliau berbuka hingga kami mengira beliau tidak akan berpuasa. Aku tidak melihat Rasulullah saw menyempurnakan puasa sebulan penuh kecuali di bulan Ramadhan, dan aku tidak melihat beliau berpuasa lebih banyak di bulan lain selain di bulan Sya’ban’.” (HR Al-Bukhari dan Muslim).

Selain itu, jamaah sekalian, pada bulan ini juga terdapat malam di mana amal perbuatan kaum muslimin dihadapkan pada Allah subhanahu wa ta’ala. Malam tersebut kaum muslimin biasa berdoa kepada Allah meminta ampunan, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama berkumpul di masjid.

Di Indonesia sendiri, umat Islam memperingati malam Nisfu Sya’ban secara bersama-sama dengan membaca Surat Yasin tiga kali. Yasin pertama diniatkan agar diberikan umur panjang dalam taat kepada Allah, kemudian mengucapkan doa khusus Nisfu Sya’ban.

Selanjutnya, membaca kembali Surat Yasin kedua dengan niat memohon rezeki yang halal, dilanjutkan dengan doa Nisfu Sya’ban. Setelah itu, membaca Surat Yasin ketiga dengan niat mempertahankan iman dan berharap diwafatkan dalam keadaan beriman pada Allah, lalu diakhiri dengan doa Nisfu Sya’ban

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah

Apabila berdoa sebagaimana khatib jelaskan tadi tidak dapat dilakukan secara bersama-sama di masjid, maka tidak apa jika melakukannya sendiri. Khatib menghimbau jama’ah sekalian tidak menyia-nyiakan malam yang penuh berkah ini. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pernah bersabda mengenai malam yang mulia ini:

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم: إِنَّ اللَّهَ يَطَّلِعُ لَيْلَةَ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ فَيَغْفِرُ لِلْمُسْلِمِينَ أَجْمَعِينَ إِلَّا لِمُشْرِكٍ أَوْ مُشَاحِنٍ. (رواه ابن ماجه)

Artinya, “Rasulullah SAW bersabda: ‘Sesungguhnya Allah menengadahkan pandangan-Nya pada malam Nishfu Sya’ban dan mengampuni semua orang Muslim kecuali orang yang menyekutukan-Nya atau orang yang bermusuhan’.” (HR. Ibn Majah).

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah

Meramaikan malam Nisfu Sya’ban bukan hanya tentang amal pribadi yang akan dihadapkan pada Allah ta’ala, tetapi juga tentang kebersamaan dan bentuk kepedulian sosial sebagai umat Islam. Melestarikan tradisi doa bersama pada malam Nisfu Sya’ban membuat tali persaudaraan antar warga menjadi erat.

Malam Nisfu Sya’ban menginspirasi kita untuk berkumpul dalam kebaikan. Shalat malam berjamaah, membaca ayat-ayat suci Al-Quran, membaca wirid dan zikir serta memohon ampun bersama-sama. Kegiatan semacam ini dapat menciptakan atmosfer solidaritas yang memperkuat hubungan antar-umat Islam.

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah. Di sisi lain, persiapan menyambut malam Nisfu Sya’ban seringkali melibatkan kegiatan gotong royong. Membersihkan masjid, merapihkan lingkungan, dan menyediakan hidangan bersama apabila ada merupakan bagian dari sikap membangun semangat kebersamaan dan tanggung jawab kolektif. Rasulullah saw pernah bersabda:

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم: تَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ

Artinya: Dari Anas bin Malik, Rasulullah saw bersabda, “Tolong-menolonglah kalian dalam kebaikan dan takwa, janganlah tolong-menolong dalam dosa dan pelanggaran.” (HR Al-Bukhari dan Muslim).

Kegiatan keagamaan di malam Nisfu Sya’ban, seperti doa bersama dan kajian agama, tidak hanya memperkuat ikatan keagamaan tetapi juga meningkatkan kesadaran sosial akan pentingnya saling peduli dan membantu sesama.

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah

Selain beribadah, berdoa dan memohon ampunan, kita juga dianjurkan untuk memperbanyak bersedekah dan mengeluarkan harta bagi mereka yang membutuhkan. Keterangan ini sebagaimana termaktub dalam kitab Madza fi Sya’ban, melalui penuturan Anas bin Malik, bahwa saat memasuki bulan Sya’ban, kaum muslimin fokus membaca mushaf dan membagikan sebagian harta mereka bagi orang-orang lemah dan miskin.

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah

Seiring malam Nisfu Sya’ban, mari kita tingkatkan kualitas iman dan taqwa kita. Marilah kita jadikan malam ini sebagai momentum untuk mendekatkan diri kepada Allah dan memperbaiki hubungan kita dengan sesama. Semoga Allah swt meridhai segala amal ibadah dan doa kita, memberikan ampunan, serta menjadikan kita umat yang penuh rahmat dan keberkahan. Selesai khutbah ini dengan doa keselamatan dan keberkahan bagi seluruh umat Islam. Semoga Allah menerima amal ibadah kita di malam Nisfu Sya’ban ini dan menjadikan kita umat yang mendapat berkah di dunia dan akhirat. Amin.

بَارَكَ الله لِي وَلَكُمْ فِي اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنْ آيَةِ وَذِكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا فَأسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْم

Khutbah II

الْحَمْدُ لِلَّهِ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ ثُمَّ الْحَمْدُ لِلَّهِ. أَشْهَدُ أنْ لآ إلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الَّذِيْ لَا نَبِيّ بعدَهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ القِيَامَةِ

أَمَّا بَعْدُ

فَيَا أَيُّهَا النَّاسُ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. فَقَالَ اللهُ تَعَالَى: إِنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يٰأَ يُّها الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدَنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِ سَيِّدَنَا مُحَمَّدٍ. اللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ، اَلْأَحْياءِ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ والقُرُوْنَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتَنِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا إِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عامَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ

اللَّهُمَّ أَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ وَأَرِنَا الْبَاطِلَ بَاطِلًا وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. وَاَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ

عٍبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتاءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشاءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ، وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ، وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ

3. Khutbah Jumat Istimewanya Malam Nisfu Syaban

Khutban Jumat yang ditulis Ustadz Zainudin Lubis ini mengusung tema keutamaan malam Nisfu Syaban.

Judul “Khutbah Jumat: Menggali Keistimewaan Malam Nisfu Sya’ban.”

Khutbah I

اَلْحَمْدُ ِللّٰهِ اَلْحَمْدُ ِللّٰهِ الَّذِىْ جَعَلَ الْإِسْلَامَ طَرِيْقًا سَوِيًّا وَوَعَدَ لِلْمُتَمَسِّكِيْنَ بِهِ وَيَنْهَوْنَ الْفَسَادَ مَكَانًا عَلِيًّا ,وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ. أَمَّا بَعْدُ عِبَادَ اللهِ، فَإِنِّي أُوصِيكُمْ وَنَفْسِيَ بِتَقْوَى اللهِ الْعَلِيِّ الْقَدِيرِ الْقَائِلِ فِي مُحْكَمِ كِتَابِهِ: ﴿الصَّابِرِينَ وَالصَّادِقِينَ وَالْقَانِتِينَ وَالْمُنْفِقِينَ وَالْمُسْتَغْفِرِينَ بِالأَسْحَارِ﴾. ويقولُ: ﴿يَآ أَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا ارْكَعُوا وَاسْجُدُوا وَاعْبُدُوا رَبَّكُمْ وَافْعَلُوا الْخَيْرَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ.

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah

Ungkapan rasa syukur selalu kita ucapkan pada Allah yang telah memberikan kepada kita kesehatan dan kesempatan, sehingga kita bisa berkumpul untuk melaksanakan ibadah shalat Jumat. Pada hakikatnya, bersyukur merupakan rasa terima kasih yang dalam, yang dilakukan seorang Hamba kepada Tuhan, atas segala karunia dan nikmat yang telah diberikan. Pun syukur jua hakikatnya adalah kesadaran diri.

وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ ۖ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ ﴿ ٧

Artinya: “Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; ‘Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih,'” Shalawat kita haturkan keharibaan Nabi yang sangat mulia, yang Namanya harum hingga saat ini. Sebagai umat beliau, seyogianya kita memperbanyak shalawat terlebih di hari Jumat yang mulia ini.

Tentu dengan lafal:

اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ

Sebagai khatib, sudah menjadi sebuah kewajiban bagi kami secara pribadi untuk mengajak kita semua, mari sama-sama kita tingkatkan keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah. Hanya dengan Iman dan takwa hidup akan bahagia dunia dan akhirat kelak. Hal ini sebagaimana nasihat Luqman Al-Hakim pada anaknya, yang terangkum dalam Kitab Hasyiyah Ash Shawi ‘ala Tafsir Jalalain, juz IV;

يا بني إن الدنيا بحر عميق، وقد غرق فيه ناس كثير، فاجعل سفينتك فيها تقوى الله، وحشوها الإيمان بها، وشراعها التوكل على الله، لعلك تنجو.

Artinya: “Wahai Anakku, sesungguhnya dunia itu lautan yang amat dalam, telah banyak manusia tenggelam di dalamnya, jadikanlah perahu mu di dunia takwa kepada Allah, dan muatannya ialah Iman, serta layarnya ialah tawakal kepada Allah, semoga kamu selamat.” Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah Pada pelbagai literatur keislaman, akan mudah didapati pelbagai penjelasan ulama salafus shalih terkait kemuliaan dan keistimewaan malam Nisfu Sya’ban. Pertama, malam Nisfu Sya’ban dinamakan dengan lailatul bara’ah (malam penuh kesucian). Pasalnya, pada malam itu mengandung pelbagai kebaikan, kemudahan rezeki, dan diampuni pelbagai dosa manusia. Dalam sebuah hadits Rasulullah menjelaskan kemuliaan dari malam Nisfu Sya’ban yang dimanfaatkan oleh kalangan sahabat untuk berdoa dan meminta ampunan pada Allah. Sebab karena kesucian malam nisfu Sya’ban tersebut, Allah menurunkan rahmatnya pada orang yang memohon ampunan pada-Nya.

إِذَا كَانَتْ لَيْلَةُ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ فَقُومُوا لَيْلَهَا وَصُومُوا يَوْمَهَا، فَإِنَّ اللهَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى يَنْزِلُ فِيهَا لِغُرُوبِ الشَّمْسِ إِلَى السَّمَاء الدُّنْيَا، فَيَقُولُ: أَلَا مِنْ مُسْتَغْفِرٍ فَأَغْفِرَ لَهُ، أَلَا مِنْ مُسْتَرْزِقٍ فَأَرْزُقَهُ، أَلَا مِنْ مُبْتَلَى فَأُعَافِيَهُ، أَلَا كَذَا أَلَا كَذَا حَتَّى يَطَّلِعَ الْفَجْرَ

Artinya: “Ketika malam Nisfu Sya’ban tiba, maka beribadahlah di malam harinya dan puasalah di siang harinya. Sebab, sungguh (rahmat) Allah turun ke langit dunia saat tenggelamnya matahari. Kemudian Ia berfirman: “Ingatlah orang yang memohon ampunan kepadaKu maka Aku ampuni, ingatlah orang yang meminta rezeki kepada-Ku maka Aku beri rezeki, ingatlah orang yang meminta kesehatan kepada-Ku maka Aku beri kesehatan, ingatlah begini, ingatlah begini, sehingga fajar tiba. [HR Ibnu Majah]”

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah

Kedua, malam nisfu Sya’ban adalah malam penuh ampunan [malam lailu ghufran]. Untuk itu, seyogianya pada malam tersebut orang-orang yang merasa dirinya penuh dengan noda dosa dan keburukan, bertaubat kepada Allah. Sebab pada malam penuh ampunan itu, Allah akan mengampuni seluruh dosa hamba-Nya. Hal ini sebagaimana diterangkan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh al-Imam al-Thabrani, yang bersumber dari Mu’adz bin Jabal, Rasulullah bersabda:

يَطَّلِعُ اللهُ إِلَى خَلْقِهِ لَيْلَةَ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ فَيَغْفِرُ لِجَمِيْعِ خَلْقِهِ إِلاَّ لِمُشْرِكٍ أَوْ مُشَاحِنٍ

Artinya: “Allah swt melihat kepada makhluk-Nya pada malam Nisfu Sya’ban, lalu memberikan ampunan kepada seluruh makhluk-Nya kecuali kepada orang yang menyekutukan Allah atau orang yang bermusuhan.” (ampunan).

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah

Ketiga, malam Nisfu Sya’ban adalah malam diterima segala permintaan (lailatu al ijabah). Sudah tak menjadi rahasia lagi, bahwa malam Nisfu Sya’ban termasuk dalam malam yang penuh dengan kucuran kebaikan dari Allah. Selain mendapatkan ampunan, seseorang yang menghidupkan malam Nisfu Sya’ban juga akan mendapatkan kemuliaan, berupa dikabulkan permintaannya.

Berdasarkan hal tersebut, sudah sepatutnya pada malam tersebut, seorang muslim meminta kepada Tuhannya.

Adapun tata cara meminta yang terbaik ialah melaksanakan shalat, kemudian baru meminta. Sejatinya, melaksanakan shalat sunah malam di malam Nisfu Sya’ban dianjurkan bagi seseorang yang mempunyai hajat. Rasulullah bersabda;

عن عَائِشَةَ، قَالَتْ: قَامَ رَسُوْلُ الله صلى الله عليه وسلم مِنَ الَّليْلِ يُصَلِّيْ فَأَطَالَ السُّجُوْدَ حَتَّى ظَنَنْتُ أَنَّهُ قَدْ قُبِضَ، فَلَمَّا رَأَيْتُ ذَلِكَ قُمْتُ حَتَّى حَرَّكْتُ إِبْهاَمَهُ فَتَحَرَّكَ، فَرَجَعْتُ، فَلَمَّا رَفَعَ رَأْسَهُ مِنَ السُّجُوْدِ، وَفَرَغَ مِنْ صَلَاتِهِ، قَالَ: ” يَا عاَئِشَةَ أَوْ يَا حُمَيْرَاءَ ظَنَنْتَ أَنَّ النَّبِيَّ خَاسَ بِكَ؟ “، قُلْتُ: لَا وَاللهِ يَا رَسُوْلَ اللهِ وَلَكِنِّيْ ظَنَنْتُ أَنَّكَ قُبِضْتَ لِطُوْلِ سُجُوْدِكَ، فَقَالَ: ” أَتَدْرِيْنَ أَيُّ لَيْلَةٍ هَذِهِ؟ “، قُلْتُ: اَللهُ وَرَسُوْلُهُ أَعْلَمُ، قَالَ: ” هَذِهِ لَيْلَةُ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ، إِنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ يَطَّلِعُ عَلَى عِبَادِهِ فِيْ لَيْلَةِ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ فَيَغْفِرُ لِلْمُسْتَغْفِرِيْنَ، وَيَرْحَمُ اْلمُسْتَرْحِمِيْنَ، وَيُؤَخِّرُ أَهْلَ اْلحِقْدِ كَمَا هُمْ “.

Artinya: “Aisyah [istri Nabi] berkisah, ‘Suatu malam Nabi Muhammad melaksanakan shalat, kemudian beliau bersujud panjang, sehingga aku menyangka bahwa Nabi telah diambil (wafat), karena curiga maka aku berdiri dan aku gerakkan telunjuk beliau dan ternyata masih bergerak. Setelah usai melaksanakan shalat, Nabi bersabda; “Wahai Aisyah, apakah engkau menduga Nabi tidak memperhatikanmu?” Lalu aku menjawab: “Tidak ya Rasulullah, aku hanya berpikiran yang tidak-tidak (menduga Rasulullah telah wafat) karena engkau bersujud sangat lama”. Lalu kemudian Nabi bertanya: “Tahukah engkau, malam apa sekarang ini”. Aku menjawab, “Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu.” Nabi kemudian bersabda, “Malam ini adalah malam nisfu Sya’ban, Allah mengawasi hamba-Nya pada malam ini, maka Ia memaafkan mereka yang meminta ampunan, memberi kasih sayang mereka yang meminta kasih sayang, dan menyingkirkan orang-orang yang dengki.”

Pada sisi lain, Ibnu Taimiyah,dalam Kitab Majmu’ Fatawa Ibni Taimiyah menjelaskan bahwa melaksanakan shalat pada malam Nisfu Sya’ban tergolong pada perbuatan yang baik, bahkan ulama salaf melaksanakan ibadah shalat pada malam tersebut.

: وَقَدْ سُئِلَ ابْنُ تَيْمِيَّةَ رَحِمَهُ اللهُ تَعَالَى عَنْ صَلاَةِ لَيْلَةِ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ فَأَجَابَ : إِذَا صَلَّى اْلإِنْسَانُ لَيْلَةَ النِّصْفِ وَحْدَهُ أَوْ فِيْ جَمَاعَةٍ خَاصَّةٍ كَمَا كَانَ يَفْعَلُ طَوَائِفُ مِنَ السَّلَفِ فَهُوَ حَسَنٌ. وَقَالَ فِيْ مَوْضِعٍ آخَرَ : وَأَمَّا لَيْلَةُ النِّصْفِ فَقَدْ رُوِيَ فِيْ فَضْلِهَا أَحَادِيْثُ وَآَثاَرٌ وَنُقِلَ عَنْ طَائِفَةٍ مِنَ السَّلَفِ أَنَّهُمْ كَانُوْا يُصَلُّوْنَ فِيْهَا فَصَلاَةُ الرَّجُلِ فِيْهَا وَحْدَهُ قَدْ تَقَدَّمَهُ فِيْهِ سَلَفٌ وَلَهُ فِيْهِ حُجَّةٌ فَلَا يُنْكَرُ مِثْلُ هَذَا.

Artinya:”Sesungguhnya Syekh Ibnu Taimiyah ditanya tentang shalat sunnah malam Nisfu Sya’ban, maka ia pun menjawab: ‘Apabila seorang melaksanakan shalat pada malam Nisfu Sya’ban, dalam keadaan sendirian [munfarid] atau secara berjamaah tertentu sebagaimana telah banyak dikerjakan oleh kaum salaf, maka perbuatan itu [shalat sunnah] tersebut termasuk hal yang baik.'”

Pada tempat lain, Ibnu Taimiyah juga berkata: “Adapun malam Nisfu Sya’ban, telah banyak hadits Nabi dan atsar tentang keutamaannya dan telah dikutip [nukil] dari sekelompok salaf bahwa mereka melaksanakan shalat pada malam tersebut. Untuk itu shalat sunnah yang dikerjakan seseorang pada malam tersebut, maka praktik itu telah dilakukan sebelumnya oleh kaum salaf dan demikian memiliki hujjah. Dengan demikian, parktik itu tidak boleh diingkari.” (Majma’ Fatawa Ibni Taimiyah, juz III halaman, 131-132].

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah

Demikian khutbah Jumat terkait keutamaan dan keistimewaan malam Nisfu Sya’ban. Malam yang sangat agung dan dalamnya mengandung kebaikan pada orang-orang yang menghidupkan malam tersebut. Kita berharap semoga kita semua termasuk orang yang beruntung dan dikaruniai keberkahan.

Khutbah II

الْحَمْدُ لِلَّهِ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ ثُمَّ الْحَمْدُ لِلَّهِ. أَشْهَدُ أنْ لآ إلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الَّذِيْ لَا نَبِيّ بعدَهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ القِيَامَةِ

أَمَّا بَعْدُ

فَيَا أَيُّهَا النَّاسُ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. فَقَالَ اللهُ تَعَالَى: إِنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يٰأَ يُّها الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدَنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِ سَيِّدَنَا مُحَمَّدٍ. اللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ، اَلْأَحْياءِ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ والقُرُوْنَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتَنِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا إِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عامَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ

اللَّهُمَّ أَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ وَأَرِنَا الْبَاطِلَ بَاطِلًا وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. وَاَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ

عٍبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتاءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشاءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ، وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ، وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ

4. Khutbah Jumat Menyambut Ramadhan

Contoh khutbah Jumat selanjutnya membahas tentang bulan Syaban sebagai bulan persiapan menyambut bulan suci Ramadhan. Simak materi lengkapnya di bawah ini yang dikutip dari BDK Kementerian Agama RI:

Judul: Menyambut Bulan Suci Ramadhan

إنَّ الـحَمْدَ لِلّهِ نَـحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ
وَأَشْهَدُ أَن لاَّ إِلَهَ إِلاَّ الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُـحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُولُه

اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ إِلَى الْيَوْمِ الَّذِيْ نَلْقَاه

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا
أمّا بَعْدُ

Jamaah Jumat yang dirahmati Allah

Setelah bertahmid memuji Allah sebagai wujud syukur kita kepada Allah atas segala nikmat-Nya yang diberikan kepada kita. Shalawat dan salam kita haturkan kepada Allah teruntuk Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan umatnya.

Izinkanlah khatib menyampaikan wasiat takwa, terkhusus untuk pribadi khatib sendiri dan umumnya untuk jamaah sidang Jumat yang dimuliakan Allah.

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.”

Jamaah Jumat yang dirahmati Allah

Tanpa terasa, hari ini kita sudah memasuki pertengahan bulan Sya’ban. Itu artinya tinggal beberapa hari lagi kita akan kedatangan tamu agung, tamu istimewa yang dinanti-nantikan kedatangannya oleh setiap orang yang beriman. Dialah bulan suci Ramadhan, bulan penuh berkah.

Maka, marilah kita perbanyak doa kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala, semoga Allah memberkahi kita di bulan Rajab yang telah lalu dan Syaban saat ini, serta diberi kesempatan untuk bisa menemui bulan suci Ramadhan.

اَللَّهُمَّ سَلِّمْنـِي إِلَى رَمَضَانَ وَسَلِّمْ لِـي رَمَضَانَ وَتَسَلَّمْهُ مِنِي مُتَقَبَّلاً

“Ya Allah, antarkanlah aku hingga sampai Ramadhan, dan antarkanlah Ramadhan kepadaku, dan terimalah amal-amalku di bulan Ramadhan.” (Lathaif Al-Ma’arif, hlm. 264)

Sebagai wujud kesungguhan kita menyambut tamu istimewa ini dan sebagai bukti keseriusan kita dalam memuliakannya, tentunya kita harus mempersiapkan segala sesuatunya, jauh-jauh hari sebelum kedatangannya.

Beberapa hal yang harus kita persiapkan, di antaranya:

Yang pertama: di bulan Ramadhan kita dianjurkan untuk memperbanyak amalan sunnah seperti membaca Al-Quran, berdzikir, beristighfar, shalat duha, shalat tahajjud dan witir, serta bersedekah. Untuk mampu melakukan hal itu semua dengan ringan dan istiqomah, kita perlu banyak berlatih.

Di sinilah bulan Rajab dan Sya’ban menempati posisi yang sangat urgen sebagai waktu yang tepat untuk berlatih, membiasakan diri beramal sunnah dengan berkelanjutan. Dengan latihan tersebut, di bulan Ramadhan kita akan terbiasa dan merasa ringan untuk mengerjakannya, sehingga tanaman iman dan amal shalih akan membuahkan takwa yang sebenarnya.

Seorang ulama yang bernama Abu Bakar Al-Warraq Al-Balkhi berkata:

شَهْرُ رَجَبَ شَهْرٌ لِلزَّرْعِ وَشَعْبَانُ شَهْرُ السَّقْيِ لِلزَّرْعِ وَرَمَضَانُ شَهْرُ حَصَادِ الزَّرْعِ

“Bulan Rajab adalah bulan menanam. Bulan Sya’ban adalah bulan menyirami tanaman. Dan bulan Ramadhan adalah bulan memanen hasil tanaman.”

Dan di antara amalan yang paling urgen untuk kita latih adalah puasa. Karena bulan Ramadhan adalah bulan puasa, maka dengan membiasakan puasa sunnah sejak bulan Rajab atau Sya’ban, kita akan mampu melaksanakan puasa Ramadhan dengan baik. Sehingga di bulan Ramadhan produktivitas, kinerja, dan ibadah kita akan meningkat.

Yang kedua: kita perlu menyiapkan diri dari sisi keilmuan, yaitu dengan mendalami ilmu yang terkait dengan ibadah Ramadhan. Banyak orang yang berpuasa, tapi tidak menghasilkan apa-apa selain lapar dan dahaga. Hal ini disebabkan karena puasanya tidak dilandasi dengan ilmu yang cukup.

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:

رُبَّ صَائِمٍ حَظُّهُ مِنْ صِيَامِهِ الجُوْعُ وَالعَطَشُ

“Betapa banyak orang yang berpuasa namun dia tidak mendapatkan dari puasanya tersebut kecuali rasa lapar dan dahaga.” (H.R. Al-Hakim dan dishahihkan oleh Syekh al-Albani)

Yang ketiga: Ramadhan adalah syahrul quran, bulan diturunkannya Al Quran. Allah ta’ala berfirman:

شَہۡرُ رَمَضَانَ ٱلَّذِىٓ أُنزِلَ فِيهِ ٱلۡقُرۡءَانُ هُدً۬ى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنَـٰتٍ۬ مِّنَ ٱلۡهُدَىٰ وَٱلۡفُرۡقَانِۚ

“Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil).”(Q.S. Al-Baqarah: 185)

Agar dibulan Ramadhan kita bisa memaksimalkan interaksi dengan Al-Quran, mari kita tingkatkan kemesraan kita dengan Al-Quran sejak sekarang.

Yang keempat: perbanyak berdoa kepada Allah.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman pada ayat selanjutnya:

وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِى عَنِّى فَإِنِّى قَرِيبٌۖ أُجِيبُ دَعۡوَةَ ٱلدَّاعِ إِذَا دَعَانِۖ فَلۡيَسۡتَجِيبُواْ لِى وَلۡيُؤۡمِنُواْ بِى لَعَلَّهُمۡ يَرۡشُدُونَ

“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.” (QS. Al-Baqarah: 186)

Bulan Ramadhan adalah bulan kita bermunajat kepada Allah. Maka marilah kita perbanyak doa kepada Allah, dalam berbagai kesempatan. Sehingga saat Ramadhan tiba, waktu-waktu istimewa yang mustajab, tidak kita lewatkan begitu saja tanpa munajat kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Untuk memohon dan mengadukan segalanya kepada Allah.

Yang terakhir: mengkondisikan anak dan istri kita agar bersiap menyambut Ramadhan. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman pada ayat selanjutnya:

أُحِلَّ لَڪُمۡ لَيۡلَةَ ٱلصِّيَامِ ٱلرَّفَثُ إِلَىٰ نِسَآٮِٕكُمۡۚ هُنَّ لِبَاسٌ۬ لَّكُمۡ وَأَنتُمۡ لِبَاسٌ۬ لَّهُنَّۗ

“Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu; mereka adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka.” (QS. Al Baqarah: 187)

Bulan Ramadhan adalah kesempatan kita menguatkan kedekatan dengan keluarga. Istri kita adalah pakaian bagi kita, dan kita adalah pakaian bagi istri kita.

Demikianlah persiapan yang seharusnya kita lakukan agar bulan Ramadhan tahun ini lebih berkualitas dari Ramadhan-ramadhan sebelumnya. Aamiin.

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْم، أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ, فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرّحِيْم

5. Khutbah Jumat Bertema Syaban

Merangkum buku Materi Khutbah Jumat Sepanjang Tahun karya Muhammad Khatib, S.Pd.I dan juga mengutip laman resmi Kementerian Agama (Kemenag), berikut teks khutbah Jumat bulan Syaban.

إنَّ الـحَمْدَ لِلّهِ نَـحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ
وَأَشْهَدُ أَن لاَّ إِلَهَ إِلاَّ الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُـحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُولُه
اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ إِلَى الْيَوْمِ الَّذِيْ نَلْقَاه
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا
أمّا بَعْدُ

Hadirin jamaah Jumah rahimakumullah

Marilah kita bersama-sama menjaga kualitas takwa kita kepada Allah SWT dengan menjalankan perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya dengan penuh kesadaran dan keinsyafan. Karena hanya dengan takwalah, kita bisa mendekati Allah dan mencapai kebahagiaan, di dunia maupun di akhirat.

Sebagaimana firman-Nya:

ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَكَانُوا۟ يَتَّقُونَ

Artinya: (Yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertakwa. (QS. Yunus: 63)

Hadirin jamaah Jum’ah rahimakumullah

Alhamdulillah, hari ini kita semua masih bertemu bulan Syaban. Syaban adalah bulan kedelapan dalam kalender Hijriyah. Secara bahasa, kata “Syaban” mempunyai arti “berkelompok”. Nama ini disesuaikan dengan tradisi bangsa Arab yang berkelompok mencari nafkah pada bulan itu.

Syaban termasuk bulan yang dimuliakan Rasulullah SAW. Terbukti beliau berpuasa pada bulan ini. Usamah berkata pada Rasulullah SAW, “Wahai Rasulullah, saya tak melihat Rasul melakukan puasa (sunah) sebanyak yang engkau lakukan dalam bulan Syaban.” Rasulullah SAW menjawab: “Bulan Syaban adalah bulan antara Rajab dan Ramadan yang dilupakan oleh kebanyakan orang.” (HR. An-Nasai dan Abu Dawud)

Dalam riwayat lain disebutkan: “Bulan itu (Syaban), yang berada di antara Rajab dan Ramadan adalah bulan yang dilupakan manusia, dan ia adalah bulan yang diangkat padanya amal ibadah kepada Tuhan Seru Sekalian Alam, maka aku suka supaya amal ibadah ku diangkat ketika aku berpuasa. (HR An Nasa’i)

Seorang ulama yang bernama Abu Bakar Al-Warraq Al-Balkhi berkata:

شَهْرُ رَجَبَ شَهْرٌ لِلزَّرْعِ وَشَعْبَانُ شَهْرُ السَّقْيِ لِلزَّرْعِ وَرَمَضَانُ شَهْرُ حَصَادِ الزَّرْعِ

“Bulan Rajab adalah bulan menanam. Bulan Syaban adalah bulan menyirami tanaman. Dan bulan Ramadan adalah bulan memanen hasil tanaman.”

Hadirin jamaah Jum’ah rahimakumullah

Syaban juga mempunyai makna “jalan setapak menuju puncak.” Artinya, Syaban adalah bulan persiapan yang disediakan Allah untuk menapaki dan menjelajahi keimanan, sebagai persiapan menghadapi puncak bulan Ramadan.

Meniti jalan menuju puncak bukanlah hal yang mudah. Sebagaimana mendaki gunung, butuh latihan dan persiapan yang matang. Begitu pula meniti puncak di bulan Syaban, tentunya butuh kesungguhan hati dan niat yang suci serta siap bersusah payah. Kepayahan itu akan lebih terasa ketika kita berpuasa di bulan Syaban. Namun, kepayahan itu akan dibalas dengan pahala yang sangat besar.

Rasulullah SAW bersabda: Bulan ini dinamakan Syaban karena berhamburan kebajikan di dalamnya. Barang siapa berpuasa tiga hari di awal bulan Syaban, tiga hari di pertengahannya dan tiga hari di akhirnya, maka Allah SWT menulis untuk orang itu pahala tujuh puluh orang nabi, dan seperti ibadah tujuh puluh tahun, dan jika orang itu meninggal pada tahun ini, maka akan diberikan predikat mati syahid.

Hadirin jamaah Jum’ah rahimakumullah

Pendakian di bulan Syaban ini juga dapat dilakukan dengan cara membanyak beristighfar atau meminta ampun atas segala dosa, lebih-lebih dosa hati yang tak kasat mata, seperti, ujub, takabur, dan sum’ah. Biasanya, dosa hati itu lebih banyak daripada dosa tubuh.

Setiap orang beriman sepatutnya membersihkan dan mensucikan diri dari sifat-sifat tercela serta menyiapkan mental, agar dapat menghadapi dan memasuki bulan Ramadan dengan tenang dan khusyu.

Setiap orang beriman hendaknya mempersiapkan lahir dan batin dalam menghadapi bulan Ramadan, sebagaimana petani menyiapkan air dalam menghadapi musim kering.

Permohonan ampun tidak dibatasi oleh tempat dan waktu, akan tetapi kita bisa melakukan di mana saja dan kapan saja. Namun demikian, ia sangat baik bila dilakukan sebelum datang bulan Ramadan. Hal ini kita lakukan sebagai rasa hormat dan Ta’dzim atas kedatangan bulan yang mulia.

Istighfar dan taubat di bulan Syaban akan menjaga dan memelihara ibadah di bulan Rajab, merawat dan menyuburkan iman di bulan Syaban serta memberi semangat ibadah di bulan Ramadan.

Diharapkan dengan persiapan ini, kita akan meraih kemuliaan dan kemenangan dari Allah SWT di bulan yang agung tersebut.

Hadirin jamaah Jum’ah rahimakumullah

Sebagai penghujung khutbah ini, marilah di bulan Syaban yang penuh fadhilah ini, kita mendaki bersama dengan menjalankan berbagai amal shaleh dan meminta pengampunan-Nya, sehingga kita akan sampai di puncak nanti, sebagai hamba yang siap menjalankan kewajibannya di depan Sang Khaliq.
Aamiin.

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْم، أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ, فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرّحِيْم

(dvs/lus)



Sumber : www.detik.com

Tokoh NU – Muhammadiyah Bicara soal Pansus Haji, Begini Kata Mereka



Jakarta

Tokoh Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU) turut angkat bicara terkait pembentukkan panitia khusus angket pengawasan haji atau Pansus Angket Haji oleh DPR RI. Menurut mereka, pemerintah telah berupaya memberikan pelayanan terbaik dalam ibadah haji untuk masyarakat Indonesia seperti penerapan haji ramah lansia dan rekrutmen petugas yang terbuka.

“Yang paling penting bahwa inovasi pelayanan haji ini ada. Jadi tidak hanya sekarang, dulu dan sekarang masalahnya sama, ya di Mina saat mabit, karena memang di Mina berjubel, banyak orang, tempat sedikit, yang memang tidak mungkin menampung semuanya. Jadi ini bukan murni salah pemerintah,” ujar tokoh muda Muhammadiyah, Sunanto, dalam Diskusi Publik Forjukafi: Haji Antara Transformasi dan Politisasi di Hotel Oasis Amir, Jakarta Pusat, Selasa (6/8/2024).

Cak Nanto, begitu sapaan akrabnya, menyebut bahwa permasalahan di Mina juga dihadapi oleh jamaah dari negara lain. Bahkan Kerajaan Arab Saudi harus melonggarkan fatwa, sehingga muncul area di sekitar Mina yang selama ini dikenal sebagai ‘Mina Jadid’.


Sementara itu, kata Cak Nanto, permasalahan terkait perbedaan fasilitas antara jamaah haji reguler, khusus, dan jemaah dari negara lain bukanlah hasil dari pembeda-bedaan oleh pemerintah melainkan telah ditetapkan oleh Kerajaan Arab Saudi sebagai tuan rumah.

“Sekarang apa? Kalau tidak ada masalah yang berarti dan sudah dilakukan, maka saya rasa (pembentukan Pansus Haji) hanya mencari-cari alasan. Kalaupun dinilai perlu diperbaiki, sudah telat karena tidak akan ada perubahan lagi,” jelas Cak Nanto.

Dalam hal evaluasi petugas haji, para petugas dinilainya telah bekerja dengan maksimal menangani segala urusan. Mulai dari memandikan dan menyucikan hingga berbagai kebutuhan pribadi jamaah.

“Selama ibadah haji itu masih ada, maka pengelolaan haji itu pasti akan ada masalah. Jadi apa yang mau dipansuskan? Kecuali memang mau cari-cari masalah,” tegasnya.

Senada dengan itu, Tokoh NU Lukman Edy memberikan respons positif terhadap transformasi pelayanan haji yang semakin membaik. Hal ini terbukti dengan penurunan angka jamaah haji yang meninggal meskipun jumlah jemaah haji terus meningkat setiap tahunnya.

“Seiring bertambahnya jumlah jamaah yang berangkat, maupun seiring bertambah banyak juga peserta yang mendaftarkan diri, tentu semakin dinamis pula pelayanan haji dengan menyesuaikan perkembangan zaman,” ucap Lukman.

Secara pribadi, Lukman menegaskan bahwa pembentukan Pansus Haji dalam waktu yang terbatas ini sangat mungkin mengandung muatan politisasi di dalamnya. Ia mengaku miris melihat hal tersebut.

“Sebagai anak bangsa, haruslah kita nurut. Kita setuju dengan transformasi haji, tetapi jangan dipakai barang yang bernuansa ibadah tebal ini jadi mainan untuk dilakukan politisasi,” tukasnya.

(hnh/rah)



Sumber : www.detik.com

5 Doa Mohon Kesembuhan yang Bisa Dibaca ketika Sakit


Jakarta

Ketika seorang muslim ditimpa musibah berupa sakit, selain berobat ke dokter ikhtiar yang dilakukan ialah memanjatkan doa kepada Allah SWT. Karena ikhtiar dan doa ini harus dikerjakan berbarengan.

Allah SWT memerintahkan hambanya untuk berdoa agar segala keinginan kita bisa dikabulkan Allah SWT. Allah SWT berfirman dalam surah Ghafir Ayat 60:

وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُوْنِيْٓ اَسْتَجِبْ لَكُمْ ۗاِنَّ الَّذِيْنَ يَسْتَكْبِرُوْنَ عَنْ عِبَادَتِيْ سَيَدْخُلُوْنَ جَهَنَّمَ دَاخِرِيْنَ ࣖࣖࣖ ٦٠


Artinya: “Tuhanmu berfirman, “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu (apa yang kamu harapkan). Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri tidak mau beribadah kepada-Ku akan masuk (neraka) Jahanam dalam keadaan hina dina.”

Sakit adalah salah satu ujian yang diberikan Allah kepada manusia sebagai bagian dari kehidupan. Bahkan Allah juga banyak menceritakan kisah-kisah Nabi dan para Sahabat yang berjuang dan tetap berdoa kepada Allah meskipun sedang merasakan sakit yang diderita.

Dalam Shahih At-Targhib Wa At-Tarhib yang ditulis Syaikh Muhammad nashiruddin al-Albani, disebutkan hadits dari Ibnu Abbas ra, dari Nabi SAW, beliau bersabda: “(Tidaklah) seseorang menjenguk orang sakit yang ajalnya belum datang lalu dia membacakan sebanyak tujuh kali doa, memohon kepada Allah yanng Mahaagung, Rabb ‘Arasy Yang Agung, menyembuhkanmu, kecuali Allah akan sembuhkan dia dari penyakit itu.”

Doa Memohon Kesembuhan

1. Doa untuk Kesembuhan Keluarga

Dikutip dalam laman Muhammadiyah, berikut doa untuk kesembuhan anggota keluarga kita yang sakit:

اللَّهُمَّ رَبَّ النَّاسِ أَذْهِبْ الْبَاسَ اشْفِهِ وَأَنْتَ الشَّافِي لَا شِفَاءَ إِلَّا شِفَاؤُكَ شِفَاءً لَا يُغَادِرُ سَقَمًا

Arab-latin: Allahumma rabbannaasi adzhibil ba’sa isyfihi wa antas syafi laa syifaa’a illa syifaauka syifaa’an laa yughadiru saqaman.

Artinya: “Ya Allah Rabb manusia, dzat yang menghilangkan rasa sakit, sembuhkanlah sesungguhnya Engkau Dzat yang Maha menyembuhkan, tidak ada kesembuhan melainkan dari kesembuhan-Mu, yaitu kesembuhan yang tidak menyisakan rasa sakit” (HR. Bukhari).

2. Doa Memohon Kesembuhan untuk Diri Sendiri

Ust. Enjang Burhanudin Yusuf, M.Pd, dalam buku Panduan Lengkap Shalat, Doa, Zikir & Shalawat ini lah doa memohon sakit bagi muslim yang ingin mengobati dirinya sendiri.

اللَّهُمَّ إِنْ كَانَ أَجَلِي قَدْ حَضَرَ فَأَرِحْنِي وَإِنْ كَانَ مُتَأَخِّرًا فَاشْفِنِي وَإِنْ كَانَ بَلَاءً فَصَبِرْنِي

Arab-latin: Alloohumma in kaana ajalii qod hadhoro fa arihnii. wa in kaana muta’akhkhiron fasyfinii. wa in kana balaa-an fashobbirnii.

Artinya: “Ya Allah, jika ajalku sudah dekat maka wafatkanlah aku dengan tenang, jika ajalku masih lama maka sembuhkanlah penyakitku, dan jika sakitku ini adalah ujian dari-Mu maka anugerahkanlah kesabaran untukku.”

Kemudian dilanjutkan dengan membaca ini:

أَعُوْذُ بِعِزَّةِ اللَّهِ وَقُدْرَتِهِ مِنْ شَرِّ مَا أَجِدُ وَأُحَاذِرُ

Arab-latin: A’uudzu bi ‘izzatillahi wa qudrotihi min syarri maa ajidu wa uhaadziru.

Artinya: “Aku berlindung dengan kebesaran Allah dan kekuasaan-Nya dari kejahatan apa yang aku derita dan aku khawatirkan.”

اَللَّهُمَّ أَنْتَ خَلَقْتَ نَفْسِي وَأَنْتَ تَوَفَّاهَا لَكَ مَمَاتُهَا وَمَحْيَاهَا إِنْ أَحْيَيْتَهَا فَاحْفَظْهَا وَإِنْ أَمَتَهَا فَاغْفِرْلَهَا اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ الْعَافِيَةَ

3. Doa Memohon Perlindungan ketika Sakit

Mengutip buku 5 Shalat Pembangun Jiwa karya Nasrudin Abd. Rohim, beberapa doa khusus yang bisa dibaca muslim ketika sakit.

بِسْمِ اللهِ أَعُوْذُ بِعِزَّةِ اللَّهِ وَ قُدْرَتِهِ مِنْ شَرِّ مَا أَجِدُ وَ أَحَاذِرُ.

Arab-latin: Bismillah (3 kali), a’uudzu bi ‘izzatillaahi wa qudrotihi min syarri maa ajidu wa uhaadziru (7 kali).

Artinya: “Dengan nama Allah, aku berlindung dengan keagungan dan kekuasaan Allah dari kejahatan yang menimpaku dan yang aku takuti.”

بِسْمِ اللَّهِ أَعُوْذُ بِعِزَّةِ اللَّهِ وَ قُدْرَتِهِ مِنْ شَرِّ مَا أَجِدُ مِنْ وَجَعِي هَذَا.

Arab-latin: Bismillaahi a’uudzu bi izzatillaahi wa qudrotihi min syarri maa ajidu min waj’ii haadza.

Artinya: “Dengan nama Allah, aku berlindung dengan keagungan dan kekuasaan Allah dari kejahatan penyakit yang aku derita ini.”

4. Doa Memohon Kesembuhan dari Rasa Sakit

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ، بِسْمِ اللهِ الْكَبِيرِ وَأَعُوْذُ بِاللَّهِ الْعَظِيمِ مِنْ شَرِّ عِرْقٍ نَعَارٍ، وَ مِنْ شَرِّ حَرِّ النَّارِ.

Arab-latin: Bismillaahil kabiir wa a’uudzu billaahil ‘azhiim min syarri kulli ‘irqin na’-aarin wa min syarri kulli harrin naar.

Artinya: “Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih, dengan nama Allah Yang Maha Besar, aku berlindung kepada Allah Yang Maha Agung dari sakitnya darah mengalir (luka) dan dari buruknya panas api.”

5. Doa Kesembuhan yang Dibaca oleh Orang yang Menjenguk

Dikutip dari kitab Al-Adzkar oleh Al-Imam An-Nawawi, Rasulullah SAW telah mengajarkan beberapa doa kesembuhan orang sakit yang dibaca oleh orang yang menjenguk. Beberapa di antaranya yaitu:

Doa Pertama
Membaca ta’awudz pada sebagian keluarga, sambil mengusap dengan tangan kanan, lalu berucap,

اللَّهُمَّ رَبَّ النَّاسِ، أَذْهِبِ الْبَأْسَ، اشْفِ أَنْتَ الشَّافِي، لَا شِفَاءَ إِلَّا شِفَاؤُكَ، شِفَاءٌ لَا يُغَادِرُ سَقَمًا
Bacaan latin: Allahumma rabbannaasi adzhibil ba’sa isyfihi wa antas syafi laa syifaa’an laa yughadiru saqaman
Artinya: “Ya Allah, Tuhannya manusia, hilangkanlah rasa sakit, sembuhkanlah, Engkau-lah Dzat Yang Menyembuhkan. Tiada kesembuhan kecuali kesembuhan dari-Mu, kesembuhan yang tidak meninggalkan rasa sakit.”

Doa Kedua
Meletakkan tangan pada bagian tubuh yang sedang sakit, sambil membaca,

بِسْمِ اللّهِ

Bacaan latin: Bismillah (3x)

Artinya: “Dengan Nama Allah”

Kemudian membaca doa ini sebanyak tujuh kali,

أَعُوْذُ بِعِزَّةِ اللهِ وَقُدْرَتِهِ مِنْ شَرِ مَا أَجِدُ وَأُحَاذِرُ

Bacaan latin: A’udzu bi ‘izzatillahi wa qudratihi min syarri maa ajidu wa uhaadzir

Artinya: “Aku berlindung dengan keperkasaan dan kuasa Allah dari keburukan apa yang aku rasakan dan apa yang aku khawatirkan.”

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com