Tag Archives: muharram

Muharram



Jakarta

Bulan Muharram adalah salah satu bulan suci yang dianggap sakral oleh umat Islam. Selama bulan tersebut, umat Islam diperintahkan untuk memperbanyak ibadah demi mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Dalam bulan Muharram ini penulis fokus akan hikmah pada bulan Muharram:

1. Merupakan bulan yang suci. Tentu bagi umat Islam bulan yang penting untuk memperbanyak ibadah seperti: Menjalankan puasa pada tanggal 9 Muharram (puasa Tasua) dan puasa pada tanggal 10 Muharram (puasa Asyura). Puasa Ini dituntun oleh Rasulullah SAW dalam riwayat yang disampaikan Ibnu Abbas, “Artinya: Pada waktu Rasulullah SAW. dan para sahabatnya mengerjakan puasa Asyura, para sahabat menginformasikan kepada Nabi SAW bahwa hari Asyura diagungkan oleh orang-orang Yahudi dan Nasrani. Maka Nabi bersabda: Tahun depan insyaallah kami akan berpuasa juga pada hari kesembilan. Kata Ibnu Abbas, akan tetapi sebelum mencapai tahun depan, Rasulullah SAW wafat (HR Muslim).


Dengan demikian, kita melakukan puasa Asyura dengan menambah satu hari sebelumnya yaitu hari Tasua, atau tanggal 9 di bulan Muharram. Kita disunahkan berpuasa selama 2 hari, yaitu tanggal 9 dan 10 Muharram. Setelah berpuasa pada tanggal 9 dan 10 Muharram dilanjutkan dengan memperbanyak sedekah. Dalam menyambut bulan Muharram diperintahkan agar memperbanyak pengeluran dari belanja kita sehari-hari untuk bersedekah, membantu anak-anak yatim, membantu keluarga, kaum kerabat, orang-orang miskin dan mereka yang membutuhkan. Semua itu hendaknya dilakukan dengan tidak memberatkan diri sendiri dan disertai keikhlasan semata-mata mengharap keridhaan Allah SWT. Mengenai hal ini Rasulullah bersabda:”Siapa yang meluaskan pemberian untuk keluarganya atau ahlinya, Allah akan meluaskan rizki bagi orang itu dalam seluruh tahunnya. (HR Baihaqi).

2. Beberapa peristiwa penting terjadi pada hari Asyura. Bertaubatnya Nabi Adam AS setelah melanggar atas larangan-Nya dengan makan buah khuldi. Berlabuhnya kapal Nabi Nuh AS, kapal Nabi Nuh berlabuh di bukit Zuhdi setelah melalui banjir bandang yang melanda saat itu. Ini juga menjadi penanda Nabi Nuh dan pengikutnya yang masih beriman selamat dari banjir bandang yang menghanyutkan hingga membinasakan banyak makhluk. Nabi Musa AS selamat dari serangan Firaun, di tanggal ini, Nabi Musa dan kaum Bani Israil selamat dari serangan kerajaan Firaun di Laut Merah.

Penulis mengambil pada peristiwa yang menimpa ketiga Nabi dan mencoba mengambil hikmah dari kejadian itu. Peristiwa Nabi Adam AS menunjukkan bahwa Allah SWT Maha Kuasa sebagai Sang Pencipta, Nabi Adam AS terlahir dan diberikan aturan, namun dilanggar sehingga diturunkan ke bumi. Saat itu Nabi Adam AS menyadari kesalahannya dan bertaubat, maka Allah SWT Maha Pengampun telah memberinya pengampunan.

Adapun peristiwa Nabi Nuh AS, Allah SWT menunjukkan padanya tentang kepatuhan dan keimanan. Saat Nabi Nuh AS mengajak anak dan istrinya bergabung dalam perahunya, keduanya menolak. Singkat cerita perahu dan penumpangnya selamat yang berlabuh di bukit Zuhdi dan anak serta istrinya tidak selamat. Mereka tidak patuh pada Nabi Nuh AS juga tidak beriman pada Allah SWT. Hal ini sebagaimana firman-Nya dalam surah al-Hujurat ayat 15 yang artinya, “Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya kemudian mereka tidak ragu-ragu.”

Peristiwa yang menimpa Nabi MusaAS dan umatnya kaum Bani Israil selamat dari pengejaran Firaun di Laut Merah. Beliau dan umatnya yang berjumlah sekitar lima ratus ribu orang selamat memasuki Gurun Sinai untuk kembali ke tanah leluhur mereka.

Dalam peristiwa itu Allah SWT telah menunjukkan kekuasaan-Nya pada seseorang berkuasa (Firaun) dan mengaku Tuhan, “Siapa yang lebih berkuasa, engkau apa Aku?” Ternyata saat ajal hampir mendatangi Firaun ada pengakuan diri kalau Allah SWT itu yang Maha Kuasa.

3. Muhasabah. Muhasabah atau introspeksi diri ini sangat penting dalam kehidupan seorang yang beriman. Dalam introspeksi ada unsur untuk menjadi sosok pembelajar, artinya selalu mengikuti perkembangan zaman. Unsur kedua, selalu berikhtiar untuk menjadi sosok unggul di masa depan dan yang terakhir adalah unsur untuk menjadi sosok yang berprestasi. Jika ketiga unsur ini sudah ‘mendarah daging’ dalam setiap muhasabah, Insya Allah kaum beriman akan mengisi kehidupan ini sebagai pelopor peradaban.

Sebagaimana firman-Nya yang mempertegas agar kita berikhtiar dalam surah al-Ankabut ayat 17 yang artinya, “Maka carilah rezeki di sisi Allah, kemudian beribadah dan bersyukurlah kepada Allah. Hanya kepada Allah kamu akan dikembalikan.” Kemudian dipertegas untuk setiap muslim menjadi orang berprestasi dengan firman-Nya surah al-Zalzalah ayat 7-8 yang artinya, “Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat zarahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar zarahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula.”

Dalam rekayasa bisnis selalu ada unsur evaluasi. Tujuan yang telah ditetapkan dan direncanakan, kemudian dilaksanakan. Hasil pelaksanaan ini akan dilakukan evaluasi, jika ada kelemahan dalam tujuan maka arah bisnis diubah dan jika ada kelemahan dalam eksekusi maka fungsi manajerial diperbaiki.

Muhasabah ini juga sangat penting bagi para pemimpin, apakah bupati, gubernur maupun presiden. Makin sering melakukan muhasabah dalam periode tertentu maka makin kecil penyimpangannya dari yang direncakan. Para pemimpin sering memberikan janji (saat sebelum terpilih) maka setelah amanah diperoleh merupakan saat merealisasikan, maka muhasabah akan membantu untuk mendekati yang dijanjikan.

Ya Allah, Engkau Maha Pemberi penerangan, bimbinglah kami semua dalam mengisi kehidupan tahun ini yang penuh dengan cobaan, akan menjadi lebih baik. Semoga Engkau berikan keberkahan pada kami semua di tahun 1445 H.

(nwk/nwk)



Sumber : www.detik.com

Kultum tentang Bulan Muharram Singkat


Jakarta

Kultum tentang Muharram bisa menjadi referensi khatib selama bulan ini. Sebab, Muharram adalah bulan Allah, banyak amalan yang bisa dikerjakan untuk mengisi waktu penuh keutamaan ini.

Salah satu amalan yang bisa dikerjakan umat Islam adalah puasa. Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW bersabda,

أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ شَهْرُ اللَّهِ الْمُحَرَّمُ وَأَفْضَلُ الصَّلَاةِ بَعْدَ الْفَرِيضَةِ صَلَاةُ اللَّيْلِ.


Artinya: “Sebaik-baik puasa setelah bulan Ramadan adalah puasa bulan Allah Muharram dan sebaik-baik salat setelah salat wajib adalah salat malam.” (HR Muslim, Abu Dawud, At-Tirmidzi, An-Nasa’i, Ibnu Majah, dan Ahmad)

Berikut contoh kultum bulan Muharram singkat yang bisa menjadi referensi khatib.

Kultum tentang Muharram: Bulan yang Dimuliakan Allah

Segala puji hanya bagi Allah yang maha berkehendak yang dengan kehendak-Nyalah sehingga pada kesempatan ini kita dapat berkumpul di tempat ini, tempat di mana kita melaksanakan aktivitas-aktivitas mulia yang merupakan rutinitas kita semua.

Shalawat dan salam tetap tercurah kepada baginda yang tercinta Rasulullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam sosok utusan Allah pembawa risalah kebenaran akhir zaman yang ajaran-ajarannya sungguh dapat membawa kita kepada kebahagiaan hidup di dunia dan di akhrat.

Allah subhanahu wata’ala berfirman pada ayat yang ke 36 dari surah At-Taubah yang artinya :

“Sesungguhnya jumlah bulan di sisi Allah adalah 12 bulan sebagaimana yang tertulis di dalam ketetapan Allah. Dari 12 bulan tersebut, ada 4 bulan yang mulia. Itulah agama yang lurus maka janganlah kamu berbuat aniaya di dalam bulan-bulan tersebut”.

Ini menunjukkan kepada kita bahwasanya Allah memiliki 4 bulan yang mulia dan Allah sendiri yang memuliakannya.

Empat bulan itu adalah :

Bulan Dzulqa’dah

Bulan Dzulhijjah

Bulan Muharram

Bulan Rajab.

Bulan-bulan ini sangatlah dimuliakan oleh Allah sehingga kita pun wajib untuk memuliakannya dengan cara memperbanyak amal kebaikan dan menjauhi segala macam bentuk kezaliman karena hanya orang-orang berakal dan berimanlah yang akan memuliakan apapun yang dimuliakan oleh Allah.

Salah seorang sahabat Nabi yang bernama Ibnu Abbas pernah berkata bahwa “Allah sangatlah memuliakan 4 bulan tersebut sehingga barang siapa yang melakukan maksiat di dalamnya maka Allah akan melipatgandakan dosanya dan barang siapa yang mengerjakan amal kebaikan maka Allah akan melipat gandakan pahalanya”.

Salah seorang ulama Tabi’in yang bernama Qatadah juga pernah berkata : “Muliakanlah apa yang dimuliakan oleh Allah karena sesungguhnya memuliakan apa yang dimuliakan oleh Allah hanya akan dilakukan oleh orang yang berilmu dan berakal”.

Saat ini kita berada pada salah satu dari 4 bulan tersebut yaitu Bulan Muharram. Olehnya itu, sepatutnyalah kita bersyukur kepada Allah karena Allah masih memberikan kesempatan hidup kepada kita semua sampai saat ini sehingga diharapkan kita mampu memanfaatkan momen Muharram ini dalam rangka meraih rahmat dan ampunan dari Allah subhanahu wata’ala.

Betapa mulianya bulan Muharram ini sampai-sampai Nabi menyebutnya sebagai Bulan Allah.

Karena bulan Muharram ini adalah bulan mulia maka jangan sampai ada diantara kita yang menganggap bahwa bulan Muharram adalah bulan kesialan. Karena tidak mungkin sesuatu yang mulia di sisi Allah akan memberikan kesialan bagi hamba-Nya. Justru bulan Muharram adalah bulan keselamatan terbukti melalui kisah-kisah para Nabi dan Rasul yang mendapatkan keselamatan dari sisi Allah pada bulan Muharram semisal Nabi Musa yang mendapat perintah dari Allah untuk membelah lautan dengan tongkatnya agar selamat dari kejaran Fir’aun dan bala tentaranya, dan ini terjadi di bulan Muharram.

Olehnya itu marilah kita memperbanyak amal kebaikan di bulan ini dan banyak memohon keselamatan kepada Allah sehingga di kehidupan yang sementara ini kita dapat merasakan ketenangan dan kebahagiaan yang in syaa Allah pun demikian bahagia di akhirat kelak.

Demikianlah penyampaian saya pada kesempatan ini. Walaupun singkat, semoga bermanfaat bagi kita semua terkhusus bagi diri saya pribadi.

Shalawat dan salam tetap tercurah kepada Nabi besar Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.

Naskah kultum tentang bulan Muharram tersebut disadur dari situs Pengadilan Agama Majene.

(kri/lus)



Sumber : www.detik.com

Bacaan Doa Asyura Lengkap dengan Arab, Latin, dan Artinya


Jakarta

Hari Asyura yang bertepatan dengan tanggal 10 Muharram termasuk sebagai hari paling utama dalam Islam. Karena keistimewaannya ini pula terdapat doa Asyura yang dianjurkan bagi muslim untuk membacanya.

Mengutip buku 12 Bulan Mulia: Amalan Sepanjang Tahun oleh Abdurrahman Ahmad As-Sirbuny, hari-hari paling utama di bulan Muharram adalah sepuluh hari pertamanya.

Seorang ulama bernama Yaman bin Rab menyebut 10 hari pertama bulan Muharram sebagai, “Sepuluh yang digunakan Allah SWT untuk bersumpah di dalam kitab-Nya.”


Usman al-Hindi juga mengatakan, “Mereka mengagungkan tiga macam sepuluh; 10 hari terakhir bulan Ramadhan, 10 hari pertama bulan Dzulhijjah, dan 10 hari pertama bulan Muharram.”

Selain itu, kemuliaan hari Asyura juga terlihat dari berbagai peristiwa penting yang pernah terjadi di hari tersebut, yakni taubat Nabi Adam AS yang diterima Allah SWT, selamatnya Nabi Ibrahim AS dari siksaan Namrud, hingga Nabi Musa AS yang selamat dari kejaran Firaun.

Keistimewaan tanggal 10 Muharram ini tambah lengkap lantaran ada doa Asyura yang bisa dibaca muslim pada hari tersebut. Di mana doa tersebut punya keutamaan besar sebagaimana dinukil dari laman NU Online:

“Syekh Sulaiman Al-Jamal mengatakan, ‘Dikutip dari sebagian ulama sufi, siapa saja yang membaca doa ini (doa Asyura) pada hari Asyura, niscaya tidak mati hatinya pada tahun tersebut. Siapa saja yang selesai ajalnya, Allah tidak mengilhaminya untuk membaca doa tersebut. Doa ini termasuk mujarab tanpa keraguan.'” (Kitab Hasyiyah Al Jamal ‘ala Syarhil Manhaj, juz II, hal. 348)

Untuk mengetahui bacaan doa Asyura yang punya keistimewaan besar, simak pada uraian di bawah ini.

Doa di Hari Asyura: Arab, Latin, dan Arti

Dilansir laman NU Online, berikut doa Asyura yang bisa kaum muslim baca pada tanggal 10 Muharram:

سُبْحَانَ اللهِ مِلْءَ الْمِيْزَانِ وَمُنْتَهَى الْعِلْمِ وَمَبْلَغَ الرِّضَا وَعَدَدَ النِّعَمِ وَزِنَةَ الْعَرْشِ

وَالْحَمْدُ ِللّٰهِ مِلْءَ الْمِيْزَانِ وَمُنْتَهَى الْعِلْمِ وَمَبْلَغَ الرِّضَا وَعَدَدَ النِّعَمِ وَزِنَةَ الْعَرْشِ

لَا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ مِلْءَ الْمِيْزَانِ وَمُنْتَهَى الْعِلْمِ وَمَبْلَغَ الرِّضَا وَعَدَدَ النِّعَمِ وَزِنَةَ الْعَرْشِ

اَللهُ أَكْبَرُ مِلْءَ الْمِيْزَانِ وَمُنْتَهَى الْعِلْمِ وَمَبْلَغَ الرِّضَا وَعَدَدَ النِّعَمِ وَزِنَةَ الْعَرْشِ

لَاحَوْلَ وَلَاقُوَّةَ إِلَّا بِاللهِ مِلْءَ الْمِيْزَانِ وَمُنْتَهَى الْعِلْمِ وَمَبْلَغَ الرِّضَا وَعَدَدَ النِّعَمِ وَزِنَةَ الْعَرْشِ

لَا مَلْجَأَ وَلَا مَنْجَا مِنَ اللهِ إِلَّا إِلَيْهِ

سُبْحَانَ اللهِ عَدَدَ الشَّفْعِ وَالْوَتْرِ وَعَدَدَ كَلِمَاتِ اللهِ التَّامَّاتِ

اَلْحَمْدُ ِللّٰهِ عَدَدَ الشَّفْعِ وَالْوَتْرِ وَعَدَدَ كَلِمَاتِ اللهِ التَّامَّاتِ

لَا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ عَدَدَ الشَّفْعِ وَالْوَتْرِ وَعَدَدَ كَلِمَاتِ اللهِ التَّامَّاتِ

اَللهُ أَكْبَرُ عَدَدَ الشَّفْعِ وَالْوَتْرِ وَعَدَدَ كَلِمَاتِ اللهِ التَّامَّاتِ

لَاحَوْلَ وَلَاقُوَّةَ إِلَّا بِاللهِ عَدَدَ الشَّفْعِ وَالْوَتْرِ وَعَدَدَ كَلِمَاتِ اللهِ التَّامَّاتِ

حَسْبُنَا اللهُ وَنِعْمَ اْلوَكِيْلُ نِعْمَ الْمَوْلَى وَنِعْمَ النَّصِيْرُ

وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اٰلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا

Latin: Subhaanallaahi mil-al miizaani wa muntahal ‘ilmi wa mablaghar ridhaa wa ‘adadan ni’ami wa zinatal ‘arsyi

Walhamdulillaahi mil-al miizaani wa muntahal ‘ilmi wa mablaghar ridhaa wa ‘adadan ni’ami wa zinatal ‘arsyi

Lailahaillallaah mil-al miizaani wa muntahal ‘ilmi wa mablaghar ridhaa wa ‘adadan ni’ami wa zinatal ‘arsyi

Allaahu akbaru mil-al miizaani wa muntahal ‘ilmi wa mablaghar ridha wa ‘adadan ni’ami wa zinatal ‘arsyi

Laa haula wa laa quwwata illa billaahi mil-al miizaani wa muntahal ‘ilmi wa mablaghar ridhaa wa ‘adadan ni’ami wa zinatal ‘arsyi

Laa malja-a wa laa manjaa minallaahi illa ilaih

Subhaanallaahi ‘adadasy syaf’i wal watri wa ‘adada kalimaatilaahit taammaati

Alhamdulillaahi ‘adadasy syaf’i wal watri wa ‘adada kalimaatilaahit taammaati

Laa ilaaha illallah ‘adadasy syaf’i wal watri wa ‘adada kalimaatilaahit taammaati

Allaahu akbar ‘adadasy syaf’i wal watri wa ‘adada kalimaatilaahit taammaati

Laa haula wa laa quwwata illa billaahi ‘adadasy syaf’i wal watri wa ‘adada kalimaatilaahit taammaati

Hasbunallah wa ni’mal wakiil ni’mal maulaa wa ni’man nashiir

Wa shallallaahu ‘alaa sayyidinaa muhammadin wa ‘alaa aalihi wa shahbihi wa sallama tasliiman katsiiran

Artinya: Maha Suci Allah sepenuh timbangan, sesempurna ilmu, sepenuh keridhaan, sejumlah nikmat-nikmat, dan sebesar timbangan ‘arsy

Segala puji bagi Allah sepenuh timbangan, sesempurna ilmu, sepenuh keridhaan, sejumlah nikmat-nikmat, dan sebesar timbangan ‘arsy

Tiada Tuhan selain Allah sepenuh timbangan, sesempurna ilmu, sepenuh keridhaan, sejumlah nikmat-nikmat, dan sebesar timbangan ‘arsy

Allah Maha Besar sepenuh timbangan, sesempurna ilmu, sepenuh keridhaan, sejumlah nikmat-nikmat, dan sebesar timbangan ‘arsy.

Tiada daya dan upaya kecuali dengan kekuatan Allah sepenuh timbangan, sesempurna ilmu, sepenuh keridhaan, jumlah nikmat-nikmat dan timbangan ‘arsy

Tidak ada tempat berlindung dan menyelamatkan diri dari Allah, kecuali hanya kepada-Nya

Maha Suci Allah sebanyak bilangan genap dan ganjil, dan sebanyak kalimat Allah yang sempurna

Segala puji bagi Allah sebanyak bilangan genap dan ganjil, dan sebanyak kalimat Allah yang sempurna

Segala puji bagi Allah sebanyak bilangan genap dan ganjil, dan sebanyak kalimat Allah yang sempurna

Allah Maha Besar sebanyak bilangan genap dan ganjil, dan sebanyak kalimat Allah yang sempurna

Tiada daya dan upaya kecuali dengan kekuatan Allah sebanyak bilangan genap dan ganjil, dan sebanyak kalimat Allah yang sempurna

Allah yang mencukupi kami, sebaik-baik Pelindung, sebaik-baik kekasih, dan sebaik-baik Penolong

Semoga rahmat dan salam Allah tetap tercurahkan kepada junjungan kami Nabi Muhammad, kepada keluarga dan sahabat beliau dengan keselamatan yang berlimpah.

(Syekh Sulaiman al-Jalam, Kitab Hasyiyah Al-Jamal ‘Ala Syarhil Manhaj, Juz II, hal. 348)

Amalan-amalan di Hari Asyura

Selain membaca doa di atas, ada juga sejumlah amalan lain yang dianjurkan untuk dilakukan pada hari Asyura sebagaimana dinukil buku 12 Bulan Mulia: Amalan Sepanjang Tahun.

1. Puasa Asyura

Pada hari Asyura di tanggal 10 Muharram, Nabi Muhammad SAW menganjurkan umat Islam untuk berpuasa. Sehingga puasa di hari itu bersifat sunnah muakkad (sangat dianjurkan). Sesuai riwayat dari Ibnu Abbas RA:

وَعَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَامَ يَوْمَ عَاشُورَاءَ وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ

Artinya: “Dari Ibnu Abbas RA bahwa Rasulullah SAW berpuasa pada hari Asyura dan menyuruh untuk berpuasa pada hari itu.” (HR Bukhari [4/214, 215] dan Muslim [1130,128])

Pelaksanaan puasa Asyura juga ternyata punya keutamaan yang mulia, sebagaimana sabda Rasul SAW yang diriwayatkan Abu Qatadah RA, “Bahwa Rasulullah SAW pernah ditanya tentang puasa hari Asyura. Beliau menjawab, ‘Puasa tersebut dapat melebur dosa setahun yang lalu.'” (HR Muslim [1162])

2. Sedekah

Bersedekah di hari Asyura dianjurkan pula bagi kaum muslim. Sahabat Abdullah bin Amr bin Ash RA berkata, “Barang siapa berpuasa Asyura maka seakan-akan berpuasa setahun. Dan barang siapa bersedekah di dalamnya (di hari Asyura) maka dia seperti bersedekah selama setahun.”

3. Bertaubat kepada Allah SWT

Tak hanya amalan-amalan tersebut, kaum muslim juga hendaknya banyak bertaubat dan memohon ampunan kepada Allah SWT di tanggal 10 Muharram. Abu Ishaq berkata, “Sesungguhnya jika suatu kaum berbuat dosa lalu mereka bertaubat pada hari itu, maka taubat mereka diterima Allah SWT.”

Itulah doa Asyura yang dapat umat Islam baca di tanggal 10 Muharram. Selain berdoa, ada juga sejumlah amalan lain yang bisa muslim kerjakan di hari mulia tersebut sebagai uraian di atas.

(fds/fds)



Sumber : www.detik.com

5 Hadits Puasa Asyura di Tanggal 10 Muharram


Jakarta

Tahun Baru Islam ditandai dengan datangnya bulan Muharram, yang merupakan bulan pertama tahun Hijriah. Pada bulan ini, ada satu amalan sunnah yang Nabi Muhammad SAW anjurkan kepada kaum muslim, yakni puasa Asyura.

Puasa Asyura bertepatan dengan tanggal 10 Muharram. Mengenai hukum puasa Asyura sendiri, para ulama berbeda pandangan.

Menukil laman NU Online, jumhur ulama berpandangan puasa Asyura hukumnya wajib sebelum diwajibkannya puasa Ramadhan. Setelah turun perintah wajibnya puasa Ramadhan, puasa Asyura ini menjadi sunnah muakkad (sangat dianjurkan).


Terdapat pula ulama yang mengemukakan bahwa puasa Asyura hukumnya sunnah muakkad sejak dahulu, bukan wajib. Demikian puasa Asyura tidak menjadi sunnah karena diwajibkannya puasa Ramadhan, lantaran dari sebelumnya memang sunnah. Meski begitu, pendapat ini tidak kuat alias lemah di kalangan ulama.

Mengutip buku Fiqih Sunnah, Sayyid Sabiq menjelaskan pelaksanaan puasa Asyura hukumnya adalah sunnah. Ia menyebut demikian karena memahami sejumlah hadits tentang puasa Asyura sebagai anjuran dari Rasul SAW.

Syaikh Ali Raghib melalui buku Ahkam Ash-Sholah juga menerangkan bahwa puasa Asyura di tanggal 10 Muharram adalah sunnah bagi umat Islam, sebagaimana merujuk pada sabda Nabi SAW dalam hadits yang diriwayatkan para sahabat.

Untuk lebih memahami penjelasan amalan sunnah di bulan Muharram ini, simak sejumlah hadits puasa Asyura pada uraian di bawah.

5 Dalil Hadits tentang Puasa Asyura

Dilansir kitab Syarah Riyadhus Shalihin oleh Imam Nawawi dan buku Ringkasan Shahih Muslim oleh M. Nashiruddin Al-Albani, berikut sejumlah sabda Rasul SAW mengenai puasa Asyura:

1. Hadits tentang Perintah Puasa Asyura

وَعَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَامَ يَوْمَ عَاشُورَاءَ وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ .

Artinya: “Dari Ibnu Abbas RA bahwa Rasulullah SAW berpuasa pada hari Asyura dan menyuruh untuk berpuasa pada hari itu.” (HR Bukhari [4/214, 215] dan Muslim [1130,128])

2. Hadits tentang Anjuran Puasa Asyura

“Aisyah RA mengatakan bahwa orang-orang Quraisy pada masa jahiliah dulu berpuasa pada hari Asyura. Kemudian Rasulullah SAW memerintahkan berpuasa pada hari tersebut sampai diwajibkannya puasa pada bulan Ramadhan, lalu Rasulullah bersabda, “Barang siapa menghendaki berpuasa, maka berpuasalah pada hari Asyura. Dan barang siapa menghendaki berbuka, maka berbukalah pada hari Asyura.” (HR Muslim [3/147])

3. Hadits tentang Sunnahnya Puasa Asyura

Muawiyah bin Sufyan RA berkata, “Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda:

إِنَّ هَذَا يَوْمُ عَاشُورَاءَ وَلَمْ يُكْتَبْ عَلَيْكُمْ صِيَامُهُ وَأَنَا صَائِمٌ فَمَنْ شَاءَ صَامَ وَمَنْ شَاءَ فَلْيُفْطِرْ

Artinya: ‘Sesungguhnya hari ini adalah hari Asyura. Puasa pada hari ini tidak diwajibkan kepada kalian. (Namun), aku berpuasa. Siapa saja yang ingin, berpuasalah. Dan siapa saja yang ingin, berbukalah.'”

4. Hadits tentang Keutamaan Puasa Asyura

وَعَنْ أَبِي قَتَادَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ سُئِلَ عَنْ صِيَامِ يَوْمَ عَاشُورَاءَ، فَقَالَ: يُكَفِّرُ السَّنَةَ الْمَاضِيَةَ .

Artinya: “Dari Abu Qatadah RA bahwa Rasulullah SAW pernah ditanya tentang puasa hari Asyura. Beliau menjawab, “Puasa tersebut dapat melebur dosa setahun yang lalu.” (HR Muslim [1162])

5. Hadits tentang Keistimewaan Puasa Asyura

“Ibnu Abbas RA mengatakan bahwa Rasulullah SAW datang ke Madinah, lalu beliau dapati orang-orang Yahudi berpuasa pada hari Asyura. Kemudian Rasulullah bertanya kepada mereka, ‘Hari apa yang kalian lakukan puasa ini?’

Mereka menjawab, ‘Ini hari yang agung. Pada hari ini Allah menyelamatkan Musa dari kaumnya dan Allah menenggelamkan Firaun beserta kaumnya. Lalu, Musa berpuasa sebagai ungkapan syukur maka kami berpuasa.’

Kemudian Rasulullah SAW bersabda, ‘Kamilah yang lebih berhak dan lebih utama daripada kalian terhadap Musa.’ Maka Rasulullah berpuasa pada hari itu dan memerintahkan kepada orang-orang (muslim) agar berpuasa pula.” (HR Muslim [3/150])

Demikian lima hadits Puasa Asyura dari Nabi SAW yang diriwayatkan para sahabat.

(fds/fds)



Sumber : www.detik.com

Dalil Puasa Tasua dan Asyura yang Dikerjakan 9-10 Muharram


Jakarta

Dalil puasa Tasua dan Asyura bersandar pada sejumlah hadits shahih. Puasa tersebut dikerjakan pada tanggal 9 dan 10 Muharram.

Muharram adalah satu dari empat bulan suci dalam Islam. Allah SWT berfirman dalam surah At Taubah ayat 36,

اِنَّ عِدَّةَ الشُّهُوْرِ عِنْدَ اللّٰهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِيْ كِتٰبِ اللّٰهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضَ مِنْهَآ اَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ۗذٰلِكَ الدِّيْنُ الْقَيِّمُ ەۙ فَلَا تَظْلِمُوْا فِيْهِنَّ اَنْفُسَكُمْ وَقَاتِلُوا الْمُشْرِكِيْنَ كَاۤفَّةً كَمَا يُقَاتِلُوْنَكُمْ كَاۤفَّةً ۗوَاعْلَمُوْٓا اَنَّ اللّٰهَ مَعَ الْمُتَّقِيْنَ


Artinya: “Sesungguhnya bilangan bulan di sisi Allah ialah dua belas bulan, (sebagaimana) ketetapan Allah (di Lauh Mahfuz) pada waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya ada empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menzalimi dirimu padanya (empat bulan itu), dan perangilah orang-orang musyrik semuanya sebagaimana mereka pun memerangi kamu semuanya. Ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang bertakwa.”

Para ahli tafsir mengatakan, empat bulan yang dimaksud dalam ayat tersebut adalah Dzulqa’dah, Dzulhijjah, dan Muharram, dan Rajab. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW,

إِنَّ الزَّمَانَ قَدْ اسْتَدَارَ كَهَيْئَتِهِ يَوْمَ خَلَقَ اللَّهُ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ السَّنَةُ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا، مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ. ثَلَاثٌ مُتَوَالِيَاتٌ ذُو الْقَعْدَةِ وَذُو الحِجَّةِ وَالْمُحَرَّمُ وَرَجَبُ مُضَرَ الَّذِي بَيْنَ جُمَادَى وَشَعْبَانَ

Artinya: “Sesungguhnya waktu telah berputar sebagaimana mestinya, hal itu ditetapkan pada hari Allah menciptakan langit dan bumi. Dalam setahun ada dua belas bulan, di antaranya ada empat bulan haram (bulan mulia). Tiga berturut-turut, yaitu Dzulqa’dah, Dzulhijjah, dan al-Muharram, lalu Rajab (yang selalu diagungkan) Bani Mudhar, yaitu antara Jumadil Akhir dan Sya’ban.” (HR Bukhari dan Muslim)

Selain menjadi bulan yang disucikan, Muharram juga termasuk bulan yang utama untuk melakukan puasa setelah puasa Ramadan. Hal ini bersandar pada hadits shahih yang diriwayatkan dari Abu Hurairah RA, ia mengatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda,

أَفْضَلُ الصَّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ شَهْرُ اللَّهِ الْمُحَرَّمُ، وَأَفْضَلُ الصَّلَاةِ بَعْدَ الْفَريضَةِ صَلَاةُ اللَّيْل

Artinya: “Puasa yang paling utama setelah puasa Ramadan adalah puasa pada bulan Allah Muharram. Dan salat yang paling utama setelah salat fardhu adalah salat malam.” (HR Muslim dalam Shahih-nya bab Fadhlu Shaum Al-Muharram)

Hadits tersebut menegaskan bahwa Muharram adalah bulan yang paling utama untuk berpuasa, seperti dikatakan Imam an-Nawawi sebagaimana dinukil Muhammad bin Azzuz dalam Arba’una Haditsan fi At-Tahajjudi wa Qiyam Al-Lail.

Di antara puasa sunnah yang bisa dikerjakan pada bulan Muharram adalah puasa Tasua dan Asyura. Puasa Tasua dikerjakan pada tanggal 9 dan puasa Asyura dikerjakan pada tanggal 10. Berikut dalil puasa Tasua dan Asyura dalam hadits.

Dalil Puasa Tasua dan Asyura

1. Dalil Puasa Tasua dalam Kitab Riyadhus Shalihin

Dari Ibnu Abbas RA, ia berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda,

ولَئِن بَقيتُ إِلَى قَابِل لَأَصُومَنُ التَّاسِعَ

Artinya: “Seandainya aku masih hidup sampai tahun depan, niscaya aku akan berpuasa pada tanggal sembilan Muharram.” (HR Muslim)

Imam an-Nawawi dalam Syarah Riyadhus Shalihin mengatakan, anjuran puasa Tasua pada 9 Muharram dilakukan untuk membedakan puasanya orang Yahudi yang hanya mengkhususkan puasa tanggal 10 Muharram. Sehingga, puasanya umat Islam dikerjakan pada tanggal 9 dan 10 Muharram.

2. Dalil Puasa Asyura dalam Hadits Muttafaq Alaih

وَعَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَسُولَ اللهِ ﷺ صَامَ يَوْمَ عَاشُورَاءَ وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ

Artinya: “Dari Ibnu Abbas RA bahwa Rasulullah SAW berpuasa pada hari Asyura dan menyuruh untuk berpuasa pada hari itu.” (Muttafaq ‘alaih)

3. Dalil Puasa Asyura dalam Kitab Sunan At-Tirmidzi

حَدَّثَنَا هَارُونُ بْنُ إِسْحَاقَ الْهَمْدَانِي، قَالَ: حَدَّثَنَا عَبْدَةُ بْنُ سُلَيْمَانَ، عَنْ هِشَامٍ بْنِ عُرْوَةَ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ عَائِشَةَ، قَالَتْ: كَانَ عَاشُورَاءُ يَوْمًا تَصُوْمُهُ فَرَيْسٌ فِي الْجَاهِلِيَّةِ وَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ يَصُوْمُهُ فَلَمَّا قَدِمَ الْمَدِينَةَ صَامَهُ وَأَمَرَ النَّاسَ بِصِيَامِهِ، فَلَمَّا افْرِضَ رَمَضَانُ كَانَ رَمَضَانُ هُوَ الْفَرِيضَةُ، وتَرَكَ عَاشُورَاءَ، فَمَنْ شَاءَ صَامَهُ وَمَنْ شَاءَ تَرَكَهُ. وَفِي الْبَابِ عَنِ ابْنِ مَسْعُوْدٍ، وَقَيْسِ بْنِ سَعْدِ، وَجَابِرِ بْنِ سمُرَةَ، وَابْنِ عُمَرَ، وَمُعَاوِيَةَ. وَالْعَمَلُ عِنْدَ أَهْلِ الْعِلْمِ عَلَى حَدِيْثِ عَائِشَةَ، وَهُوَ حَدِيثُ صَحِيحٌ؛ لَا يَرَوْنَ صِيَامَ يَوْمٍ عَاشُورَاءَ وَاجِبًا، إِلَّا مَنْ رَغِبَ فِي صِيَامِهِ لِمَا ذُكِرَ فِيهِ مِنَ الْفَضْلِ.

Artinya: “Dari Harun bin Ishaq al-Hamdani, dari Abdah bin Sulaiman, dari Hisyam bin Urwah, dari ayahnya, dari Aisyah, ia berkata, ‘Pada awalnya, Asyura adalah hari yang di dalamnya orang-orang Quraisy berpuasa pada masa jahiliyah. Ketika itu, Rasulullah SAW juga berpuasa pada hari Asyura. Kemudian beliau datang ke Madinah, beliau juga berpuasa pada hari Asyura tersebut dan memerintahkan orang-orang untuk berpuasa di dalamnya. Lalu ketika puasa Ramadan diwajibkan, maka puasa Ramadanlah yang menjadi fardhu, dan beliau meninggalkan kewajiban puasa Asyura. Maka barang siapa mau berpuasa pada hari itu, ia boleh berpuasa. Dan barang siapa tidak ingin melakukannya, maka ia boleh untuk tidak berpuasa.” (Shahih Abu Dawud, No 2110: Muttafaq ‘alaih)

4. Dalil Puasa Asyura dalam Kitab Shahih Muslim

وَعَنْ أَبِي فَنَادَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ سُئل عن صيَامِ يَوْمَ عَاشُورَاءَ، فَقَالَ: «يُكَفِّرُ السنة الماضية

Artinya: “Dari Abu Qatadah RA bahwa Rasulullah SAW pernah ditanya tentang puasa hari Asyura. Beliau menjawab, ‘Puasa tersebut dapat melebur dosa setahun yang lalu’.” (HR Muslim dalam Kitab Puasa bab Anjuran Puasa Asyura Tiga Hari)

5. Dalil Puasa Asyura dari Hadits Hafshah

Dari Hafshah binti Umar bin Khattab RA, ia berkata,

“Ada empat hal yang tidak pernah ditinggalkan oleh Rasulullah SAW, yaitu puasa Asyura, puasa sepuluh hari di bulan Dzulhijjah, puasa tiga hari setiap bulan, dan dua rakaat sebelum subuh.” (HR Ahmad dan An Nasa’i)

(kri/nwk)



Sumber : www.detik.com

Doa Santunan Anak Yatim, Bisa Dibaca saat Asyura 10 Muharram



Jakarta

Menyantuni anak yatim memiliki keutamaan dan keistimewaan tersendiri, apalagi dibarengi dengan momentum 10 Muharram yang dikenal sebagai hari Asyura. Menyantuni anak yatim di hari Asyura bisa menjadi amalan bernilai pahala besar.

Dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 220, Allah SWT berfirman:

فِى ٱلدُّنْيَا وَٱلْءَاخِرَةِ ۗ وَيَسْـَٔلُونَكَ عَنِ ٱلْيَتَٰمَىٰ ۖ قُلْ إِصْلَاحٌ لَّهُمْ خَيْرٌ ۖ وَإِن تُخَالِطُوهُمْ فَإِخْوَٰنُكُمْ ۚ وَٱللَّهُ يَعْلَمُ ٱلْمُفْسِدَ مِنَ ٱلْمُصْلِحِ ۚ وَلَوْ شَآءَ ٱللَّهُ لَأَعْنَتَكُمْ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ


Artinya: Tentang dunia dan akhirat. Dan mereka bertanya kepadamu tentang anak yatim, katakalah: “Mengurus urusan mereka secara patut adalah baik, dan jika kamu bergaul dengan mereka, maka mereka adalah saudaramu; dan Allah mengetahui siapa yang membuat kerusakan dari yang mengadakan perbaikan. Dan jikalau Allah menghendaki, niscaya Dia dapat mendatangkan kesulitan kepadamu. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.

Doa Menyantuni Anak Yatim

Sedekah di hari Asyura merupakan amalan yang dianjurkan. Sedekah bisa diberikan kepada keluarga, kerabat, tetangga ataupun anak yatim yang ada di sekitar kita.

Rasulullah SAW bersabda “Barangsiapa berpuasa di hari Asyura, maka seakan-akan berpuasa selama setahun, dan barang siapa bershadaqah di hari ini, maka seakan-akan bershadaqah selama satu tahun.” (HR. Abdullah bin Amru bin Al-Ash).

Ketika bersedekah kepada anak yatim, umat Islam dianjurkan mengusap rambut kepala anak yatim saat memberikan santunan. Sebagaimana hadits yang berasal dari Musnad Ahmad, 7/36 berikut:

Diriwayatkan dari Umamah, sesungguhnya Nabi bersabda: Barang siapa mengusap kepala yatim semata-mata karena Allah, maka setiap rambut yang ia usap memperoleh satu kebaikan. Barang siapa berbuat baik kepada yatim di sekitarnya, maka ia denganku ketika di surga seperti dua jari ini. Nabi menunjukkan dua jarinya; jari telunjuk dan jari tengahnya.

Secara tekstual hadits ini tidak menyebutkan secara spesifik bahwa menyantuni anak yatim harus diselenggarakan pada tanggal 10 Muharram, namun mengusap kepala yatim tetap dianjurkan kapan pun.

Cara mengusap rambut anak yatim berbeda antara anak yatim perempuan dan laki-laki.

Untuk anak yatim perempuan cara mengusapnya dimulai dari atas kepala terus ke bawah, sedangkan untuk anak yatim laki-laki cara mengusapnya dari bawah kepala terus ke atas.

Kemudian salah satu doa yang dibaca ketika sedang mengusap kepala anak yatim adalah:

حَسْبُنَا اللهُ وَنِعْمَ الْوَكِيْلُ نِعْمَ الْمَوْلَى وَنِعْمَ النَّصِيْرُ

Arab Latin: hasbunallah wa ni’mal wakil, ni’mal maula wa ni’mal nasir

Artinya: “Cukuplah bagi kami Allah, sebaik-baiknya pelindung dan sebaik-baiknya penolong kami.”

Klik halaman selanjutnya untuk melihat Doa Asyura

Doa Asyura

Doa Asyura dapat dibaca ketika mengerjakan amalan di hari Asyura, termasuk salah satunya menyantuni anak yatim. Berikut ini adalah doanya, seperti dikutip dari Buku Hadiah untuk Wong Kampung: Sebuah Amaliyah Aswaja tulisan Alaika M. dan Bagus Kurnia.

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ، اللَّهُمَّ يَا مُفَرِّجَ كُلِّ كَرْبٍ، وَيَا مُخْرِجَ ذِي النُّونِ يَوْمَ عَاشُورَاء، وَيَا جَامِعَ شَمْلِ يَعْقُوبَ يَوْمَ عَاشُورَاء، وَيَا غَافِرَ الذَّنْبِ دَاوُدَ يَوْمَ عَاشُورَاء، وَيَا كَاشِفَ ضُرِّ أَيُّوبَ يَوْمَ عَاشُورَاء، وَيَا سَامِعَ دَعْوَةِ مُوسَى وَهَارُونَ يَوْمَ عَاشُورَاء، وَيَا خَالِقَ رُوحِ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ عَاشُورَاء، وَيَا رَحْمَنَ الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ، لَا إِلَـٰهَ إِلَّا أَنْتَ إِقْضِ حَاجَتِي فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ، وَأَطِلْ عُمْرِي فِي طَاعَتِكَ وَمَحَبَّتِكَ وَرِضَاكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِينَ، وَصَلَّى اللَّهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ، وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ.

Arab Latin: Bismillahirrahmanirrahim. Allahumma ya mufarrija kulli karbin, wa ya mukhrijadz dzin nun yawma ‘asyura, wa ya jami’a syamli Ya’qub yawma ‘asyura, wa ya ghafiradz dzambi Dawud yawma ‘asyura, wa ya kasyifadz dhurri Ayyub yawma ‘asyura, wa ya sami’a da’wat Musa wa Harun yawma ‘asyura, wa ya khaliqu ruhi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam yawma ‘asyura, wa ya rahmanad-dunya wal-akhirah, la ilaha illa anta, iqdi hajati fid-dunya wal-akhirah, wa atil umri fi ta’atika wa mahabbatika wa ridhak, ya arhamarrahimin. Wa shallallahu ‘ala sayyidina Muhammad wa ‘ala alihi wa sahbihi wa sallam. Walhamdulillahi rabbil ‘alamin.

Artinya: “Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Ya Allah, wahai Dzat yang menghilangkan segala kesedihan, wahai Dzat yang mengeluarkan Dzun Nun (Nabi Yunus) dari dalam perut ikan pada hari Asyura, wahai Dzat yang mengumpulkan keluarga Ya’qub pada hari Asyura, wahai Dzat yang mengampuni dosa Nabi Dawud pada hari Asyura, wahai Dzat yang menghilangkan kesulitan Nabi Ayyub pada hari Asyura, wahai Dzat yang mendengar doa Nabi Musa dan Nabi Harun pada hari Asyura, wahai Dzat yang menciptakan ruh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam pada hari Asyura, wahai Maha Pengasih di dunia dan akhirat, tidak ada Tuhan selain Engkau, kabulkanlah hajatku di dunia dan akhirat. Panjangkanlah usiaku dalam taat kepada-Mu, kasih sayang-Mu, dan keridhaan-Mu, wahai Dzat yang Maha Penyayang. Semoga rahmat Allah terlimpah atas Nabi Muhammad dan keluarganya serta sahabat-sahabatnya, dan segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.”

Doa Asyura agar Diberi Ketenangan Hati

Ibn Hajar Asqalani, imam pakar hadis menyebutkan dalam syarh Sahih al-Bukhari beberapa kalimat doa yang bagi siapa saja membaca doa ini di hari Asyura, maka hatinya tidak akan mati.

سُبْحَانَ الله ملْء الْمِيزَان ومنتهى الْعلم ومبلغ الرِّضَا وزنة الْعَرْش وَالْحَمْد لله ملْء الْمِيزَان ومنتهى الْعلم ومبلغ الرِّضَا وزنة الْعَرْش وَالله أكبر ملْء الْمِيزَان ومنتهى الْعلم ومبلغ الرِّضَا وزنة الْعَرْش لَا ملْجأ وَلَا منجا من الله إِلَّا إِلَيْهِ سُبْحَانَ الله عدد الشفع وَالْوتر وَعدد كَلِمَات الله التامات كلهَا وَالْحَمْد لله عدد الشفع وَالْوتر وَعدد كَلِمَات الله التامات كلهَا وَالله أكبر عدد الشفع وَالْوتر وَعدد كَلِمَات الله التامات كلهَا أَسأَلك السَّلامَة بِرَحْمَتك يَا أرْحم الرَّاحِمِينَ وَلَا حول وَلَا قُوَّة إِلَّا بِاللَّه الْعلي الْعَظِيم وَصلى الله على سيدنَا مُحَمَّد وعَلى آله وَصَحبه أَجْمَعِينَ وَالْحَمْد لله رب الْعَالمين

Arab latin: Subhanallah mil’al mizan wa muntahal ilmi wa mablagho rridlo wa zinatal arsyi walhamdu lillah mil’al mizan wa muntahal ilmi wa mablaghor ridlo wa zinatal arsyi wallahu akbar mil’al mizan wa muntahal ilmi wa mablaghor ridlo wa zinatal arsyi la malja’a wa la manja’a minallah illa ilaihi, subhanallahi ‘adadassyaf’i wal watri wa ‘adada kalimatillahi at-taammati kulliha walhamdu lillaj ‘adadasyyaf’i wal watri wa ‘adada kalimatillahi at-taammati kulliha wallahu akbar ‘adadassyaf’i wal watri wa ‘adada kalimatillah attaammati kulliha, as’alukas salamata birahmatika ya arhamarrahimin, wala haula wala quwwata illa billahil aliyyil adzim wa shallallahu ala sayyidina Muhammadin wa ala alihi wa shohbihi ajma’in walhamdu lillah rabbil alamin.

Artinya: Maha suci Allah dengan (suci) memenuhi timbangan dan (sampai) dengan puncak ilmu dan (sampai) dengan batas akhir ridlo dan dengan beratnya Arsy. Dan segala puji bagi Allah dengan (pujian) memenuhi timbangan dan (sampai) dengan puncak ilmu dan (sampai) dengan batas akhir ridlo dan dengan beratnya Arsy. Dan Maha besar Allah dengan (kebesaran) memenuhi timbangan dan (sampai) dengan puncak ilmu dan (sampai) dengan batas akhir ridlo dan dengan beratnya Arsy. Tidak ada perlindungan dan tidak ada keselamatan dari Allah kecuali berlindung kepadaNya. Maha suci Allah dengan (sebanyak) bilangan genap dan ganjil dan dengan (sebanyak) bilangan kalimat-kalimat Allah yang semuanya sempurna. Dan Segala puji bagi Allah dengan (sebanyak) bilangan genap dan ganjil dan dengan (sebanyak) bilangan kalimat-kalimat Allah yang semuanya sempurna. Aku memohon keselamatan kepadaMu dengan rahmatMu, wahai Dzat yang Maha Pengasih diantara para pengasih!, dan tidak ada daya dan kekuatan kecuali Allah yang maha tinggi dan agung. Shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad, keluarga, sahabat, segala puji hanya milik Allah penguasa alam semesta.

(dvs/dvs)



Sumber : www.detik.com

Hadits Menyantuni Anak Yatim di Bulan Muharram



Jakarta

Banyak amalan yang bisa dikerjakan saat bulan Muharram, salah satunya sedekah dengan menyantuni anak yatim. Terdapat hadits yang menjelaskan tentang keutamaan menyantuni anak yatim.

Sedekah dapat diberikan kepada siapa pun, termasuk anak-anak yatim. Khususnya di bulan Muharram ini, bulan yang juga dikenal sebagai bulan anak yatim. Mengutip laman Baznas, Rasulullah SAW sangat menyayangi anak-anak yatim dan khususnya di Hari Asyura (10 Muharram), beliau secara khusus menjamu mereka.

Rasulullah SAW bersabda, “Aku dan orang yang merawat anak yatim akan berada di surga seperti ini, lalu beliau menunjukkan dengan mengisyaratkan jari telunjuk dan jari tengah beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan sedikit merenggangkan keduanya. (HR. Bukhari).


Dalam kitab Tanhibul Ghafilin bi-Ahaditsi Sayyidil Anbiyaa-I wal Mursalin, juga disebutkan bahwa siapa pun yang mengusap kepala anak yatim pada Hari Asyura, pasti Allah akan meningkatkan derajatnya.

“Barangsiapa berpuasa pada Hari Asyura (10 Muharram), maka Allah akan memberikan seribu pahala kepada orang tersebut, seperti yang diperoleh oleh seribu malaikat, serta pahala sepuluh ribu syuhada. Dan barang siapa mengusap kepala anak yatim pada Hari Asyura, maka Allah akan meningkatkan derajatnya pada setiap rambut yang diusapnya.” (Kitab Tanhibul Ghafilin bi-Ahaditsi Sayyidil Anbiyaa-I wal Mursalin).

Mengejar keutamaan dari santunan anak yatim di Bulan Muharram merupakan amalan yang dianjurkan. Namun ada sedekah yang paling utama di Bulan Muharram sesuai sunnah.

Sedekah Utama Bulan Muharram

Memberi sedekah atau santunan memang bisa dilakukan kepada siapa pun, seperti fakir miskin atau anak yatim. Namun, menurut laman resmi Nahdlatul Ulama, sedekah yang paling utama pada bulan Muharram adalah kepada keluarga terdekat. Rasulullah bersabda,

“Barangsiapa yang memberi keluarganya cukup pada hari Asyura, Allah akan memberi kelapangan rezeki kepadanya sepanjang tahun.” (HR At-Thabrani dan Al-Baihaqi).

Mencukupi kebutuhan keluarga artinya memberikan dukungan untuk kebutuhan makanan dan kebutuhan lainnya.

Dalam hadits ini, dijanjikan bahwa orang yang mencukupi kebutuhan keluarganya pada hari Asyura, Allah akan melapangkan rejeki mereka selama setahun. Keutamaan hadits ini pernah dibuktikan oleh Sufyan As-Tsauri.

Ia berusaha untuk mencukupi kebutuhan keluarganya pada hari Asyura, dan kemudian merasakan bahwa rezekinya benar-benar dilapangkan sebagaimana janji dalam hadits tersebut.

“Dengan sungguh-sungguh kami telah mencobanya, dan kami mendapatkan hasilnya sesuai dengan janji.”

Sekian sekilas pembahasan mengenai hadits santunan anak yatim di Bulan Muharram. Semoga bermanfaat ya detikers!

(dvs/dvs)



Sumber : www.detik.com

Saat Pasukan Bergajah Serbu Ka’bah pada Bulan Muharram



Jakarta

Kurang dari dua bulan menjelang kelahiran Nabi Muhammad SAW, puluhan ribu personel dengan belasan pasukan bergajah menyerbu Ka’bah di Makkah. Mereka berniat untuk menghancurkan rumah Allah.

Pasukan bergajah ini berada di bawah pimpinan Abrahah bin Shabah, Gubernur Jenderal Najasyi Habasyah di Yaman. Diceritakan dalam Sirah Nabawiyah karya Shafiyurrahman Al-Mubarakfuri, Abrahah melihat orang-orang Arab tengah menunaikan ibadah haji ke Ka’bah. Dia lantas membangun sebuah gereja besar di Sana’a dan bermaksud memindahkan haji orang Arab ke sana.

Rencana tersebut sampai ke telinga kabilah Kinanah. Sehingga, ketika malam tiba, mereka melumuri gereja yang dibangun Abrahah tersebut dengan kotoran.


Mengetahui hal tersebut, Abrahah lantas murka. Dia mengerahkan pasukan besar-besaran–yang disebut mencapai 60 ribu personel–untuk merobohkan Ka’bah. Abrahah memilih gajah yang paling besar sebagai kendaraannya dan di dalam pasukan itu ada sembilan atau 13 ekor gajah.

Setibanya di daerah Mughammas, Abrahah menyiagakan pasukannya memasuki Ka’bah. Begitu tiba di wadi Mahsar, daerah antara Muzdalifah dan Mina, gajahnya tiba-tiba berlutut dan enggan memasuki Makkah.

Anehnya, tiap kali mereka mengarahkan gajah ke selatan, utara, dan timur, hewan itu mau bangkit dan berjalan. Namun, ketika diarahkan menuju Ka’bah, gajah itu kembali berlutut.

Pada saat itulah Allah SWT mengirimkan utusan-Nya berupa burung ababil untuk membinasakan pasukan bergajah. Burung ababil disebut menghujani pasukan bergajah itu dengan batu dari neraka.

Burung-burung itu nampak datang berbondong-bondong seperti burung walet yang beterbangan. Setiap burung membawa tiga butir batu, satu diletakkan di paruhnya dan dua lainnya dicengkeram dengan kedua kakinya.

Siapa pun yang terkena lemparan batu yang dibawa burung ababil tersebut akan tewas dan hancur seketika. Pasukan lantas berlarian tunggang-langgang, namun tetap saja tak bisa selamat. Dikatakan, Abrahah sendiri jari-jemarinya sampai terlepas satu per satu. Setibanya di Sana’a tubuhnya hancur dan akhirnya tewas.

Pasukan bergajah yang dihujani batu oleh burung ababil tersebut diceritakan dalam Al-Qur’an. Allah SWT berfirman,

اَلَمْ تَرَ كَيْفَ فَعَلَ رَبُّكَ بِاَصْحٰبِ الْفِيْلِۗ ١ اَلَمْ يَجْعَلْ كَيْدَهُمْ فِيْ تَضْلِيْلٍۙ ٢ وَّاَرْسَلَ عَلَيْهِمْ طَيْرًا اَبَابِيْلَۙ ٣ تَرْمِيْهِمْ بِحِجَارَةٍ مِّنْ سِجِّيْلٍۙ ٤ فَجَعَلَهُمْ كَعَصْفٍ مَّأْكُوْلٍ ࣖ ٥

Artinya: “Tidakkah engkau (Nabi Muhammad) memperhatikan bagaimana Tuhanmu telah bertindak terhadap pasukan bergajah? Bukankah Dia telah menjadikan tipu daya mereka itu sia-sia? Dia mengirimkan kepada mereka burung yang berbondong-bondong. Dia mengirimkan kepada mereka burung yang berbondong-bondong, yang melempari mereka dengan batu dari tanah liat yang dibakar, sehingga Dia menjadikan mereka seperti daun-daun yang dimakan (ulat).” (QS Al Fil: 1-5)

Orang-orang Quraisy yang tadinya berlarian dan bersembunyi ke gunung tatkala melihat kedatangan pasukan bergajah yang dipimpin oleh Abrahah, akhirnya kembali ke rumah masing-masing usai melihat pasukan musuh hancur.

Peristiwa ini terjadi pada bulan Muharram. Ada yang berpendapat 50 hari sebelum kelahiran Nabi Muhammad SAW. Namun, mayoritas berpendapat peristiwa itu terjadi 55 hari sebelum kelahiran nabi SAW. Waktunya sekitar akhir Februari atau awal Maret tahun 571 M.

(kri/nwk)



Sumber : www.detik.com

Kemenangan Kaum Muslimin dalam Perang Khaibar Bulan Muharram


Jakarta

Bulan Muharram menyimpan sejumlah peristiwa besar. Pada 7 H silam, Rasulullah SAW dan kaum muslimin menghadapi Perang Khaibar.

Diceritakan dalam Sirah Nabawiyah karya Ibnu Hisyam, Rasulullah SAW menuju Khaibar setelah sebelumnya menetap di Madinah sejak bulan Dzulhijjah dan beberapa hari bulan Muharram. Sebelum ini, Rasulullah SAW berada di Hudaibiyah.

Rasulullah SAW berangkat dari Madinah menuju Khaibar lewat jalur ‘Ishr dan membangun sebuah masjid di sana. Setelah itu, beliau melewati Shahba’ dan terus berjalan bersama kaum muslimin lainnya menuruni sebuah lembah Raji’.


Dalam perjalanannya ke Khaibar, Rasulullah SAW meminta Amir bin Akra’ untuk mengumandangkan syair, sebagaimana diceritakan Ibnu Ishaq dari Muhammad bin Ibrahim bin Harits at-Taimi. Amir pun turun dari untanya lalu mendendangkan syair rajaz untuk Rasulullah SAW.

Secara berangsur-angsur Rasulullah SAW mendekati kebun-kebun penduduk Khaibar dan merebutnya satu demi satu. Beliau juga menaklukkan benteng demi benteng. Na’im menjadi benteng pertama yang berhasil beliau taklukkan. Selanjutnya, beliau menaklukkan Qamush, benteng milik bani Abil Huqaiq.

Saat berada di Khaibar, Rasulullah SAW mengutus Muhayyishah bin Mas’ud untuk menemui orang-orang Yahudi Fadak agar memeluk Islam, seperti diceritakan dalam Ar-Rahiq Al-Makhtum: Sirah Nabawiyah karya Shafiyurrahman al-Mubarakfuri. Namun, mereka terus menunda jawaban dan belakangan memunculkan rasa gentar dalam hati mereka.

Orang Yahudi Fadak pun mengirimkan utusannya kepada Rasulullah SAW untuk menawarkan jalan damai dengan kompensasi separuh hasil Fadak. Rasulullah SAW pun menerima tawaran ini.

Larangan dalam Perang Khaibar

Saat Perang Khaibar, kaum muslimin memakan daging keledai jinak milik penduduk Khaibar. Melihat hal itu, Rasulullah SAW berdiri dan mengumumkan beberapa larangan dalam Perang Khaibar, termasuk memakan keledai jinak.

Menurut Ibnu Ishaq yang mendapatkan cerita dari Abdullah bin Amru bin Dhamrah al-Fazari dari Abdullah bin Abi Salith, dari ayahnya yang mengatakan, “Kami menerima keterangan bahwa Rasulullah melarang makan daging keledai jinak ketika tungku-tungku sedang mendidih dengan daging-daging itu. Akhirnya kami tidak memakannya.” (HR Amad)

Ibnu Ishaq juga menyebutkan larangan lainnya sebagaimana hadits yang dikeluarkan oleh Imam Muslim. Dikatakan bahwa Rasulullah SAW melarang kaum muslim melakukan empat hal, yakni menggauli tawanan perempuan yang sedang hamil, memakan keledai jinak, memakan binatang buas yang bertaring, dan menjual harta rampasan perang sampai dibagikan.

Korban Perang Khaibar

Perang Khaibar menelan sejumlah korban dari kaum muslimin. Namun, para ahli sejarah berbeda pendapat mengenai jumlah pastinya.

Ada yang berpendapat, pasukan muslimin yang mati syahid dalam Perang Khaibar berjumlah 16 orang dengan rincian 4 orang dari Quraisy, 1 orang dari Asyja, 1 orang dari Aslam, 1 orang dari Khaibar, dan sisanya dari Anshar.

Pendapat lain menyebut, muslimin yang mati syahid dalam Perang Khaibar berjumlah 81 orang, sedangkan Al-Manshurfuri menyebutnya ada 91 orang. Sementara itu, dari kubu Yahudi berjumlah 93 orang.

Kemenangan kaum muslimin dalam Perang Khaibar membawa pengaruh besar bagi kabilah-kabilah Arab yang belum masuk Islam, sebagaimana dikatakan dalam As-Sirah an-Nabawiyah karya Abul Hasan Ali al-Hasani ad-Nadwi. Sebab, mereka tahu persis kekuatan perang Yahudi di Khaibar dan kenikmatan yang mereka nikmati. Panglima-panglima berpengalaman dan pemberani seperti Marhab dan Harits turut andil di sana.

(kri/nwk)



Sumber : www.detik.com

Diterimanya Tobat Nabi Adam pada Hari Asyura, Begini Kisahnya



Jakarta

Hari Asyura yang jatuh pada 10 Muharram menyimpan sejumlah peristiwa dalam sejarah para nabi. Dikatakan, Allah SWT menerima tobat Nabi Adam AS pada hari tersebut.

Kisah tobatnya Nabi Adam AS ini diceritakan dalam Qashash Al-Anbiyaa karya Ibnu Katsir. Dikisahkan, ketika berada di surga, Nabi Adam AS dan istrinya, Hawa, melakukan sebuah kesalahan berupa memakan buah dari pohon terlarang akibat bujuk rayu iblis. Ulama berbeda pendapat terkait apakah ini merupakan sebuah kiasan.

Allah SWT berfirman,


فَدَلّٰىهُمَا بِغُرُوْرٍۚ فَلَمَّا ذَاقَا الشَّجَرَةَ بَدَتْ لَهُمَا سَوْءٰتُهُمَا وَطَفِقَا يَخْصِفٰنِ عَلَيْهِمَا مِنْ وَّرَقِ الْجَنَّةِۗ وَنَادٰىهُمَا رَبُّهُمَآ اَلَمْ اَنْهَكُمَا عَنْ تِلْكُمَا الشَّجَرَةِ وَاَقُلْ لَّكُمَآ اِنَّ الشَّيْطٰنَ لَكُمَا عَدُوٌّ مُّبِيْنٌ ٢٢

Artinya: “Ia (setan) menjerumuskan keduanya dengan tipu daya. Maka, ketika keduanya telah mencicipi (buah) pohon itu, tampaklah pada keduanya auratnya dan mulailah keduanya menutupinya dengan daun-daun (di) surga. Tuhan mereka menyeru mereka, “Bukankah Aku telah melarang kamu berdua dari pohon itu dan Aku telah mengatakan bahwa sesungguhnya setan adalah musuh yang nyata bagi kamu berdua?” (QS Al A’raf: 22)

Lebih lanjut ditafsirkan, akibat perbuatan tersebut Allah SWT mengeluarkan Nabi Adam AS dan Hawa dari surga. Al-Hafizh ibnu Asakir meriwayatkan dari Mujahid, ia berkata, “Allah memerintahkan dua malaikat untuk mengeluarkan Adam dan Hawa dari sisi-Nya. Jibril melepas mahkota dari kepala Adam sementara Mikail melepas tanda kehormatan dari jidatnya.

Selanjutnya, benda-benda berharga itu digantungkan pada sebatang dahan. Adam menyangka hukuman akan disegerakan baginya sehingga beliau menundukkan kepalanya seraya berkata: ‘Maafkan aku. Maafkan aku.’ Allah lalu berfirman kepada beliau: ‘Engkau hendak lari dari-Ku?’ Adam menjawab: ‘Tidak, tetapi aku malu pada-Mu, wahai Tuhanku’.”

Menurut riwayat yang berasal dari Abu Hurairah, peristiwa turunnya Nabi Adam AS dan Hawa ke bumi terjadi pada hari Jumat. Rasulullah SAW bersabda,

“Sebaik-baik hari yang padanya matahari terbit adalah hari Jumat. Pada hari itu Adam diciptakan. Pada hari itu juga beliau dimasukkan ke surga dan pada hari itu pula beliau diturunkan dari surga, dan pada hari itu juga akan terjadi kiamat.” (HR Ahmad)

Atas peristiwa tersebut, Nabi Adam AS dan Hawa bertobat, sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya,

قَالَا رَبَّنَا ظَلَمْنَآ اَنْفُسَنَا وَاِنْ لَّمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ الْخٰسِرِيْنَ ٢٣

Artinya: Keduanya berkata, “Ya Tuhan kami, kami telah menzalimi diri kami sendiri. Jika Engkau tidak mengampuni kami dan tidak merahmati kami, niscaya kami termasuk orang-orang yang rugi.” (QS Al A’raf: 23)

Hingga pada akhirnya Allah SWT menerima tobat Nabi Adam AS dan Hawa sebagaimana Dia berfirman,

فَتَلَقّٰٓى اٰدَمُ مِنْ رَّبِّهٖ كَلِمٰتٍ فَتَابَ عَلَيْهِ ۗ اِنَّهٗ هُوَ التَّوَّابُ الرَّحِيْمُ ٣٧

Artinya: “Kemudian, Adam menerima beberapa kalimat dari Tuhannya, lalu Dia pun menerima tobatnya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang.” (QS Al Baqarah: 37)

Menurut sebuah riwayat, Allah SWT menerima tobat Nabi Adam AS pada hari Asyura (10 Muharram). Imam Baihaqi dalam Kitab Fadha ‘Ilul Quqat mengeluarkan riwayat yang panjang terkait diterimanya tobat Nabi Adam AS pada hari Asyura. Berikut penggalan haditsnya,

“…Allah menciptakan Adam pada hari Asyura. Demikian halnya dengan Hawa. Allah menciptakan Ibrahim di hari Asyura dan pada hari itu pula Allah menyelamatkannya dari api dan mengganti (sembelihannya). Allah menenggelamkan Firaun pada hari Asyura, Allah mengangkat Idris AS pada hari Asyura, Allah menyembuhkan Ayyub pada hari Asyura, Allah mengangkat Isa bin Maryam juga pada hari Asyura, demikian juga ia dilahirkan pada hari Asyura. Allah menerima tobat Adam pada hari Asyura…”

Imam Baihaqi juga menyebutkan hadits serupa dalam redaksi yang lebih singkat dari Imam Ali, bahwa Rasulullah SAW bersabda kepada seorang laki-laki,

“Jika kamu ingin berpuasa sebulan selain puasa Ramadan, maka puasalah di bulan Muharram, sesungguhnya di sana terdapat hari di mana Allah menerima tobat kepada suatu kaum dan akan memberikan ampunan bagi kaum yang lain.” (HR Al-Baihaqi dalam Kitab Fadha ‘Ilul Quqat)

Wallahu a’lam.

(kri/nwk)



Sumber : www.detik.com