Tag Archives: munafik

Dua Salat yang Paling Berat bagi Orang Munafik



Jakarta

Salat yang wajib atas setiap mukallaf–orang yang dikenai beban syariat–terdiri dari lima waktu. Dari jumlah tersebut, ada dua di antaranya yang disebut paling berat bagi orang munafik.

Hadits yang menyebut tentang dua salat yang paling berat bagi orang munafik ini berasal dari Abu Hurairah RA yang meriwayatkan dari Rasulullah SAW. Menukil kitab Bulughul Maram karya Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani, berikut bunyi haditsnya.

وَعَنْهُ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَثْقَلُ الصَّلَاةِ عَلَى الْمُنَافِقِينَ صَلاَةُ الْعِشَاءِ وَصَلاَةُ الْفَجْرِ وَلَوْ يَعْلَمُونَ مَا فِيهِمَا لَأَتَوْهُمَا وَلَوْ حَبْوا. (مُتَفَقُ عَلَيْهِ)


Artinya: “Abu Hurairah RA berkata, Rasulullah SAW telah bersabda, ‘Salat yang paling berat bagi orang-orang munafik adalah salat Isya dan salat Subuh. Sekiranya mereka mengetahui pahala yang terdapat dalam dua salat itu, pasti mereka mendatanginya meskipun dengan merangkak.'” (Muttafaq ‘alaih)

Menurut penjelasan dalam kitab Taisirul-Allam Syarh Umdatul-Ahkam karya Abdullah bin Abdurrahman Alu Bassam, hadits tersebut menjelaskan bahwa salat Isya dan salat Subuh adalah salat yang paling berat bagi orang munafik. Orang-orang munafik suka pamer dan tidak menyebut nama Allah SWT kecuali sedikit saja, sementara salat Isya dan salat Subuh dikerjakan dalam keadaan gelap dan tidak dapat dilihat orang-orang.

Kondisi tersebut membuat orang munafik merasa berat untuk menjalankan salat Isya dan salat Subuh berjamaah karena tidak terlihat oleh banyak orang–tidak bisa pamer. Apalagi kedua salat itu dikerjakan pada saat-saat istirahat dan tidur.

“Padahal sekiranya mereka mengetahui pahala dan ganjaran pelaksanaannya bersama orang-orang muslim di masjid, tentu mereka akan mendatanginya meski dengan cara merangkak seperti merangkaknya anak kecil,” jelas Abdullah bin Abdurrahman Alu Bassam seperti diterjemahkan Kathur Suhardi.

Pahala Salat Isya dan Subuh Berjamaah

Mengerjakan salat Isya dan Subuh secara berjamaah memiliki keutamaan besar. Menurut sebuah hadits yang termuat dalam kitab Al Islam karya Said Hawwa, pahalanya seperti salat semalaman penuh.

Rasulullah SAW bersabda,

مَنْ صَلَّى العِشَاءَ فِي جَمَاعَةٍ فَكَأَنَّمَا قَامَ نِصْفَ اللَّيْلِ وَمَنْ صَلَّى الصُّبْحَ فِي جَمَاعَةٍ فَكَأَنَّمَا صَلَّى اللَّيْلَ كُلَّهُ

Artinya: “Barang siapa menunaikan salat Isya dengan berjamaah maka seakan ia telah menjalankan salat setengah malam. Dan barang siapa menunaikan salat Subuh dengan berjamaah maka seakan ia telah menegakkan salat semalam penuh.” (HR Muslim)

Pahala salat berjamaah–tak hanya Isya dan Subuh–juga disebutkan dalam beberapa hadits. Dikatakan, Allah SWT akan melipatgandakan pahala orang yang salat berjamaah. Rasulullah SAW bersabda,

“Salatnya seseorang yang dilaksanakan dengan berjamaah (pahalanya) dilipatgandakan sebanyak dua puluh lima kali dari (pahala) salatnya yang dilakukan di rumah atau di pasar. Hal itu karena (sebelum berangkat) ia berwudhu dan menyempurnakan wudhunya kemudian ia keluar rumah berangkat ke masjid, dan ia tidak keluar rumah, kecuali hanya karena salat, setiap langkah kaki yang ia ayunkan bisa mengangkat satu derajatnya dan menghapus satu kesalahan.

Kemudian ketika ia salat maka malaikat akan selalu membacakan sholawat (doa) baginya selama ia masih berada di tempat salatnya dan selama ia tidak hadats (batal wudhunya) dengan doa, ‘Ya Allah, curahkan sholawat atasnya, ya Allah kasihilah dia, dan seseorang i antara kalian masih tetap di dalam salatnya selama ia menanti datangnya salat.'” (HR Bukhari dan Muslim)

Dalam redaksi lain dikatakan, “Salat jamaah mengungguli salat sendirian sebanyak 27 derajat (keutamaan).” (HR Bukhari dalam Al Jama’ah wa Al-Imamah dan Muslim dalam Al Masajid wa Mawadhi As-Shalah)

Wallahu a’lam.

(kri/erd)



Sumber : www.detik.com

Orang yang Pertama Keluar dari Neraka lalu Masuk Surga



Jakarta

Ada penghuni neraka yang kelak dikeluarkan darinya untuk dimasukkan ke surga. Peristiwa ini disebut terjadi ketika Allah SWT telah selesai memberikan keputusan di antara hamba-hamba-Nya.

Hal tersebut dijelaskan melalui sebuah hadits dalam Shahih Muslim dari riwayat Abu Hurairah RA sebagaimana dinukil Ibnu Katsir dalam kitab An Nihayah Fitan wa Ahwal Akhir az Zaman (Mukhtashar Nihayah al Bidayah) yang diterjemahkan Anshori Umar Sitanggal dan Imron Hasan.

Mulanya Abu Hurairah RA menceritakan bahwa para sahabat pernah bertanya kepada Rasulullah SAW terkait apakah bisa melihat Allah SWT pada hari kiamat. Rasulullah SAW kemudian menjawab bahwa manusia akan melihat Tuhannya dengan jelas.


Sahabat bertanya, “Ya Rasul Allah, apakah kita bisa melihat Tuhan kita pada hari kiamat?”

Maka Rasulullah SAW balik bertanya, “Apakah kamu merasa samar ketika melihat bulan pada malam purnama?”

Mereka menjawab, “Tidak, ya Rasul Allah.”

Rasulullah SAW kembali bertanya, “Apakah kamu merasa samar ketika melihat matahari yang tidak terhalang awan?”

Mereka menjawab, “Tidak.”

Rasulullah SAW kemudian bersabda, “Sesungguhnya kamu akan melihat-Nya dalam keadaan seperti itu.”

Rasulullah SAW lalu menceritakan peristiwa yang terjadi pada hari kiamat nanti. Dikatakan, Allah SWT akan mengumpulkan seluruh umat manusia lalu berfirman, “Barang siapa yang dulu menyembah sesuatu, maka ikutilah dia.”

Para penyembah matahari kemudian mengikuti matahari, para penyembah bulan kemudian mengikuti bulan, dan para penyembah berhala lainnya mengikuti berhalanya.

Lalu, tinggallah sekelompok umat yang termasuk orang-orang munafik. Allah SWT mendatangi mereka dalam wujud yang tidak mereka kenal seraya berfirman, “Aku Tuhanmu.”

Tetapi mereka menjawab, “Kami berlindung kepada Allah darimu. Biarlah kami tetap di sini, sampai Tuhan kami datang menemui kami. Jika Tuhan kami datang, kami pasti bisa mengenal-Nya.”

Maka Allah SWT pun datang dalam wujud yang mereka kenal seraya berfirman, “Akulah Tuhanmu.”

Mereka pun menjawab, “Engkaulah Tuhan kami.” dan mengikuti-Nya.

Setelah menceritakan hal itu, Rasulullah SAW kemudian menceritakan tentang shirath (jembatan) yang dibentangkan di antara dua pinggir neraka Jahannam. Orang yang pertama kali melewatinya adalah Rasulullah SAW dan umatnya.

Rasulullah SAW bersabda, “Pada waktu itu tidak ada yang berbicara kecuali para Rasul dan doa yang selalu mereka ucapkan pada waktu itu adalah ‘Ya Allah, selamatkanlah, selamatkanlah’!”

Rasulullah SAW juga menceritakan bahwa dalam Jahannam muncul kait-kait seperti duri-duri pohon sa’dan. Kait-kait itu menyambar orang-orang sesuai amal mereka masing-masing. Oleh karena itu, ada manusia yang binasa karena perbuatannya dan ada yang berhasil melewatinya.

Setelah Allah SWT selesai memberi keputusan di antara hamba-hamba-Nya, Allah SWT hendak mengeluarkan beberapa orang penghuni neraka yang dikehendaki-Nya atas rahmat-Nya. Dia memerintahkan para malaikat mengeluarkan orang yang-orang yang dulu tidak menyekutukan Allah SWT, yang mendapat rahmat-Nya. Mereka ini adalah orang yang mengucapkan “La Ilaha Illallah.”

Para malaikat dapat mengenali orang yang dimaksud Allah SWT meskipun mereka berada dalam api. Dikatakan, malaikat mengenalnya dari adanya bekas sujud pada anggota tubuh mereka.

Demikianlah Allah SWT mengeluarkan penghuni neraka dalam keadaan hangus. Menurut sabda Rasulullah SAW, mereka disiram air kehidupan (Maa’ Al-Hayat) dan mereka pun tumbuh bagaikan biji-biji yang tumbuh di antara sampah-sampah yang terbawa arus.

Itulah golongan orang pertama yang keluar dari neraka lalu masuk surga atas rahmat-Nya. Mereka adalah orang-orang yang yang dulunya tidak menyekutukan Allah SWT.

Abu Hurairah RA menceritakan riwayat yang cukup panjang terkait orang yang dikeluarkan dari neraka ini. Keputusan ini berlangsung hingga tinggallah seorang lelaki yang wajahnya menghadap ke neraka. Dia adalah penghuni neraka yang paling akhir masuk surga.

Wallahu a’lam.

(kri/erd)



Sumber : www.detik.com

Abdullah bin Ubay, Sosok Munafik di Zaman Rasulullah SAW



Jakarta

Abdullah bin Ubay adalah sosok yang secara lisan mengaku beriman kepada Allah SWT, namun sebenarnya ia adalah orang munafik. Abdullah bin Ubay hidup di zaman Rasulullah SAW dan kisahnya menjadi salah satu sebab turunnya ayat dalam Al-Qur’an.

Allah SWT melaknat orang yang berbuat munafik, hal ini tercatat dengan tegas dalam beberapa ayat Al-Qur’an. Salah satunya dalam surat At Taubah ayat 68 yang berbunyi,

وَعَدَ اللّٰهُ الْمُنٰفِقِيْنَ وَالْمُنٰفِقٰتِ وَالْكُفَّارَ نَارَ جَهَنَّمَ خٰلِدِيْنَ فِيْهَاۗ هِيَ حَسْبُهُمْ ۚوَلَعَنَهُمُ اللّٰهُ ۚوَلَهُمْ عَذَابٌ مُّقِيْمٌۙ


Artinya: Allah telah mengancam orang-orang munafik laki-laki dan perempuan serta orang-orang kafir dengan neraka Jahanam. Mereka kekal di dalamnya. Cukuplah (neraka) itu bagi mereka. Allah melaknat mereka. Bagi mereka azab yang kekal.

Rasulullah SAW pun tegas memperingati kaum muslimin untuk menjauhi sifat munafik. Dari Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu ‘anhu yang mengutip sabda Rasulullah SAW,

أَرْبَعٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ كَانَ مُنَافِقًا خَالِصًا ، وَمَنْ كَانَتْ فِيهِ خَصْلَةٌ مِنْهُنَّ كَانَتْ فِيهِ خَصْلَةٌ مِنَ النِّفَاقِ حَتَّى يَدَعَهَا إِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ وَإِذَا حَدَّثَ كَذَبَ وَإِذَا عَاهَدَ غَدَرَ ، وَإِذَا خَاصَمَ فَجَرَ

Artinya: “Ada empat tanda, jika seseorang memiliki empat tanda ini, maka ia disebut munafik tulen. Jika ia memiliki salah satu tandanya, maka dalam dirinya ada tanda kemunafikan sampai ia meninggalkan perilaku tersebut, yaitu: jika diberi amanat, khianat; jika berbicara, dusta; jika membuat perjanjian, tidak dipenuhi; jika berselisih, dia akan berbuat zalim.” (HR Muslim)

Abdullah bin Ubay Sosok Munafik

Banyak riwayat yang menceritakan tentang kisah Abdullah bin Ubay yang dikenal sebagai sosok munafik.

Merangkum buku Kisah Orang-orang Sabar oleh Nasiruddin S.Ag. MM, disebutkan bahwa Abdullah bin Ubay tercatat sebagai gembong munafik generasi pertama. Secara lisan dia memproklamirkan diri sebagai penganut Islam, tapi secara batin ia amat benci dan memusuhi Islam.

Kebencian Abdullah bin Ubay kepada Nabi Muhammad SAW berawal dari faktor dendam.

Sebelum Rasulullah SAW hijrah, suku Khazraj dan Aus sebenarnya telah sepakat menjadikan Abdullah bin Ubay sebagai penguasa Madinah, bahkan telah sempat dipersiapkan mahkota khusus untuk Abdullah bin Ubay.

Namun akhirnya Abdullah bin Ubay tidak dinobatkan menjadi pemimpin Madinah. Harapannya menjadi raja tak jadi kenyataan, bahkan orang-orang meninggalkan serta tak mempedulikannya.

Hal inilah yang kemudian membuat Abdullah bin Ubay merasa dendam. Nabi Muhammad SAW dianggap sebagai biang keladi keterpurukan nasibnya.

Dendam merasuk dalam hatinya. Berbagai upaya pecah belah dalam Islam telah dilakukan Abdullah bin Ubay, demikian juga dengan berbagai fitnah keji yang ditujukan pada Nabi Muhammad.

Melihat fitnah yang terus menerus dilakukan Abdullah bin Ubay, sahabat Rasulullah SAW, Umar bin Khattab sempat minta ijin kepada Nabi untuk membunuhnya.

Hal ini kemudian dilarang oleh Rasulullah, “Tak layak melakukan itu, karena orang akan berkata, Muhammad telah membunuh sahabatnya sendiri,” ujar Rasulullah SAW.

Melihat sikap lunak Rasulullah SAW, Abdullah bin Ubay justru semakin gencar membuat kegaduhan.

Pada perang Bani Mustaliq, Abdullah bin Ubay kembali melakukan adu domba. Hampir saja antara kaum Muhajirin dan Anshor muncul saling ketidakpercayaan.

Melihat pengaruh buruk hasil rekayasa Abdullah bin Ubay, dapat dipahami jika sempat muncul isu bahwa Nabi Muhammad SAW akan menghukum mati si munafik ini.

Kabar tersebut akhirnya terdengar oleh anak Abdullah bin Ubay yakni Abdullah bin Abdullah bin Ubay. Anak Abdullah bin Ubay ini tergolong anak yang saleh dan taat beragama. Ia sangat berbeda jauh dengan sang ayah yang munafik.

Abdullah bin Abdullah bin Ubay mendatangi Rasulullah SAW untuk meminta izin agar diperkenankan membunuh sang ayah.

Kepada Nabi Muhammad SAW ia meminta, “Wahai Rasul, jika diputuskan bahwa ayah saya harus dihukum mati, saya mohon biarlah saya sendiri yang menjalankan eksekusi. Karena bila orang lain yang menjalankan, saya khawatir berdasarkan emosi kesukuan orang Arab dan sentimen keterikatan anak ayah, akan memunculkan dendam di hati. Bila hal itu terjadi, sangat mungkin dapat mendorong saya melakukan balas dendam yang menyebabkan hidup saya menjadi sia-sia.”

Mendengar permintaan dari anak saleh itu, Rasulullah SAW tersenyum sembari menjawab, “Tak ada niat saya seperti itu. Saya akan berlaku lunak kepadanya.”

Artinya, Rasulullah SAW sama sekali tidak berniat untuk membunuh Abdullah bin Ubay meskipun Beliau tahu orang ini tergolong munafik. Sikap agung tadi ternyata menumbuhkan simpati atas keluhuran budi Nabi Muhammad SAW.

Sebaliknya, pada saat yang sama, celaan, cemoohan, dan cercaan makin gencar menimpa Abdullah bin Ubay, tokoh munafik kelas wahid ini.

Ia menjadi sedemikian hina di mata umat Islam, sehingga tak seorang pun peduli kepadanya. Sehubungan dengan fakta ini, akhirnya Rasulullah SAW bicara kepada sahabatnya, Umar ibn Khattab,
“Kamu pernah minta izin kepada ku untuk membunuhnya. Orang yang paling terpukul bila kala itu ia dibunuh, bahkan mungkin membelanya, pada hari ini justru telah menghinanya. Bahkan, bila Aku memberi perintah agar mereka membunuh ibn Ubay, niscaya mereka akan membunuh sekarang juga.”

Sifat Munafik Tercatat dalam Al-Qur’an

Golongan orang-orang munafik akan selalu ada di setiap zaman. Allah SWT telah mengingatkan umat Islam untuk menjauhi sifat munafik.

Ajaran Islam mengecam keras sifat munafik tersebut. Salah satunya yang termaktub dalam surah At Taubah ayat 68,

وَعَدَ اللّٰهُ الْمُنٰفِقِيْنَ وَالْمُنٰفِقٰتِ وَالْكُفَّارَ نَارَ جَهَنَّمَ خٰلِدِيْنَ فِيْهَاۗ هِيَ حَسْبُهُمْ ۚوَلَعَنَهُمُ اللّٰهُ ۚوَلَهُمْ عَذَابٌ مُّقِيْمٌۙ

Artinya: Allah telah mengancam orang-orang munafik laki-laki dan perempuan serta orang-orang kafir dengan neraka Jahanam. Mereka kekal di dalamnya. Cukuplah (neraka) itu bagi mereka. Allah melaknat mereka. Bagi mereka azab yang kekal.

Dalam buku Tokoh Yang Diabadikan Al-Qur’an 4 oleh Abdurrahman Umairah, dijelaskan orang munafik memiliki beberapa sifat dan tanda yang menunjukkan kemunafikannya, menjelaskan dirinya, mengarahkan pada hakikatnya, dan menjelaskannya.

Allah SWT berfirman dalam surat Muhammad ayat 30

وَلَوْ نَشَآءُ لَأَرَيْنَٰكَهُمْ فَلَعَرَفْتَهُم بِسِيمَٰهُمْ ۚ وَلَتَعْرِفَنَّهُمْ فِى لَحْنِ ٱلْقَوْلِ ۚ وَٱللَّهُ يَعْلَمُ أَعْمَٰلَكُمْ

Artinya: Dan kalau Kami kehendaki, niscaya Kami tunjukkan mereka kepadamu sehingga kamu benar-benar dapat mengenal mereka dengan tanda-tandanya. Dan kamu benar-benar akan mengenal mereka dari kiasan-kiasan perkataan mereka dan Allah mengetahui perbuatan-perbuatan kamu.

Orang munafik adalah pengecut, karena itu dia menampakkan sesuatu dan menyembunyikan hal lain. Mereka mengaku puas dan menerima, tetapi menyembunyikan penolakan dan bantahan.

Orang munafik juga termasuk penipu. Menipu merupakan salah satu sifat mereka dan tanda yang membedakan mereka dari yang lain. Orang munafik mengira dirinya pandai dan cerdas, padahal dia hanya memiliki kemampuan untuk menipu dan mengacaukan manusia.

Dalam Surat Al-Baqarah Ayat 9, Allah SWT berfirman,

يُخَٰدِعُونَ ٱللَّهَ وَٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَمَا يَخْدَعُونَ إِلَّآ أَنفُسَهُمْ وَمَا يَشْعُرُونَ

Artinya: Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman, padahal mereka hanya menipu dirinya sendiri sedang mereka tidak sadar.

(dvs/erd)



Sumber : www.detik.com