Tag Archives: murtad

8 Hal yang Membatalkan Shalat



Jakarta

Shalat dari syariat Islam menduduki tempat yang sangat penting, sehingga meninggalkan sholat khususnya shalat lima waktu akan mendapatkan dosa. Shalat adalah rukun kedua dari seluruh rukun Islam setelah dua kalimat syahadat. Shalat adalah tiang agama dan sesuatu yang pertama-tama dihisab dari seorang hamba.

Shalat telah disebutkan dalam berbagai ayat Al-Qur’an Al-Karim dengan bentuk yang berbeda-beda. Allah SWT berfirman dalam surah An-Nisa ayat 103:

فَاِذَا قَضَيْتُمُ الصَّلٰوةَ فَاذْكُرُوا اللّٰهَ قِيَامًا وَّقُعُوْدًا وَّعَلٰى جُنُوْبِكُمْۚ فَاِذَا اطْمَأْنَنْتُمْ فَاَقِيْمُوا الصَّلٰوةَۚ اِنَّ الصَّلٰوةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِيْنَ كِتٰبًا مَّوْقُوْتًا


Artinya: “Apabila kamu telah menyelesaikan shalat, berzikirlah kepada Allah (mengingat dan menyebut-Nya), baik ketika kamu berdiri, duduk, maupun berbaring. Apabila kamu telah merasa aman, laksanakanlah salat itu (dengan sempurna). Sesungguhnya salat itu merupakan kewajiban yang waktunya telah ditentukan atas orang-orang mukmin. (QS: An-Nisa: 103)

Dalam buku Fiqih Sunnah tulisan Sayyid Sabiq, perintah shalat disampaikan kepada Rasulullah SAW dalam perjalanan Isra Miraj.

Anas bin Malik menceritakan, “Shalat diwajibkan kepada Rasulullah SAW pada saat beliau diangkat pada malam Isra, yaitu sebanyak 50 kali. Kemudian dikurangi hingga mencapai lima kali. Lalu dipanggillah Rasulullah SAW, ‘Wahai Muhammad, sungguh perkataan-Ku tidak bisa diganti-ganti. Dengan lima (waktu salat) ini, kamu mendapatkan 50.” (Hadits Shahih)

Kewajiban shalat juga dijelaskan dalam Al-Qur’an surah Al-Baqarah ayat 43:

وَاَقِيْمُوا الصَّلٰوةَ وَاٰتُوا الزَّكٰوةَ وَارْكَعُوْا مَعَ الرّٰكِعِيْنَ

Artinya: “Tegakkanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan rukuklah beserta orang-orang yang rukuk.”

Diriwayatkan Abdullah bin Qarth, Rasulullah SAW bersabda, “Sesuatu yang pertama kali dihisab dari seorang hamba adalah shalat. Jika shalatnya baik, maka seluruh amalnya akan baik. Jika shalatnya rusak, maka rusaklah seluruh amalnya.” (Hadits Shahih)

Dengan diwajibkannya shalat, tentunya kita ingin shalat yang kita kerjakan dapat diterima dan sah di mata Allah SWT. Agar shalatnya sah, sebaiknya muslim harus menghindari hal-hal yang membatalkan shalat.

8 Hal yang Membatalkan Shalat

Berikut hal-hal yang membatalkan shalat

1. Murtad

Dalam Ensiklopedia Fikih Indonesia 3: Shalat tulisan Ahmad Sarwat, syarat pertama orang yang mengerjakan shalat adalah statusnya harus menjadi seorang muslim. Bila status keislamannya terlepas, maka otomatis shalatnya menjadi batal.

Maka orang yang sedang melakukan shalat, lalu tiba-tiba murtad, maka batal shalatnya. Mungkin ada orang yang bertanya, bagaimana bisa seseorang yang sedang shalat, tiba-tiba berubah menjadi murtad?

Murtad atau keluar dari agama Islam bisa saja terjadi tiba-tiba, misalnya ketika seseorang tiba-tiba mengingkari wujud Allah SWT, atau mengingkari kerasulan Muhammad SAW, termasuk juga mengingkari kebenaran agama Islam sebagai agama satu-satunya yang Allah ridhai. Bila sesaat setan masuk ke dalam pikiran sambil meniupkan pikiran sesatnya itu, lalu seseorang itu sampai kepada tingkat meyakini apa yang ditiupkan setan itu, maka boleh jadi dia sempat murtad sebentar.

Kalaupun saat itu dia segera sadar, maka shalat yang dilakukannya dianggap batal dan harus diulang lagi. Mengapa demikian?

Karena kekufuran itu merusak amal dan membuatnya menjadi sia-sia. Dalilnya adalah firman Allah SWT:

لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ

Artinya: “Jika kamu mempersekutukan niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi.” (QS. Az-Zumar: 65)

2. Gila

Demikian juga dengan orang yang tiba-tiba menjadi gila atau hilang akal saat sedang shalat, maka shalatnya juga batal.

Sebab syarat sah dalam ibadah shalat salah satunya adalah berakal. Shalat yang dilakukan oleh orang gila atau kehilangan akalnya, tentu shalat itu tidak sah. Dan bila gila itu datangnya kumat-kumatan, sebentar datang dan sebentar hilang, maka bila terjadi ketika sedang shalat, shalat itu menjadi batal.

3. Belum Masuk Waktu Shalat

Di antara syarat sah shalat adalah bahwa mengetahui bahwa waktu shalat sudah masuk. Sebab shalat itu tidak sah dilakukan bila belum lagi masuk waktunya. Maka bila seseorang yang sedang mengerjakan shalat, kemudian terbukti bahwa di tengah shalat itu baru masuk waktunya, otomatis shalatnya itu menjadi batal dengan sendirinya.

Hukum shalat sebelum waktunya jauh berbeda dengan shalat yang dilakukan pada waktu yang sudah terlewat. Bila waktunya sudah lewat, shalat masih sah dilakukan, bahkan dalam kaitannya dengan shalat fardhu, hukumnya tetap wajib dikerjakan.

4. Terkena Najis

Suci dari najis adalah salah satu syarat sah shalat. Tidak sah shalat seseorang kalau badan, pakaian atau tempatnya shalatnya masih terkena najis. Maka jika di tengah-tengah shalat seseorang terkena atau tersentuh benda-benda najis, maka secara otomatis shalatnya itu pun menjadi batal.

Namun yang perlu diperhatikan adalah batalnya shalat itu hanya apabila najis itu tersentuh tubuhnya atau pakaiannya.

Adapun tempat shalat itu sendiri bila mengandung najis, tapi tidak sampai tersentuh langsung dengan tubuh atau pakaian, shalatnya masih sah dan bisa diteruskan. Asalkan dia bergeser dari tempat najis itu terjatuh.

Selain sumber najis itu dari luar, bisa juga najis itu datang dari dalam tubuh sendiri. Maka bila ada najis yang keluar dari tubuhnya hingga terkena tubuhnya, seperti mulut, hidung, telinga atau lainnya, maka shalatnya batal.

Namun bila kadar najisnya hanya sekadar najis yang dimaafkan, yaitu najis-najis kecil ukurannya, maka hal itu tidak membatalkan shalat.

5. Berbicara secara sengaja

Dilansir dalam buku Panduan Sholat Rasulullah karya Imam Abu Wafa, berbicara saat shalat membuat shalat menjadi rusak. Di dalam shalat harus tenang dan tidak berbicara.

Berdasarkan dalil sahabat Zaid bin Arqam:

كُنَّا نَتَكَلَّمُ فِي الصَّلَاةِ، يُكَلِّمُ الرَّجُلُ صَاحِبَهُ، وَهُوَ إِلَى جَنْبِهِ فِي الصَّلَاةِ حَتَّى نَزَلَتْ { وَقُومُوا لِلَّهِ قَانِتِينَ }، فَأُمِرْنَا بِالسُّكُوتِ، وَنُهِينَا عَنِ الْكَلَامِ.

Artinya: “Ia (Zaid bin Arqam) berkata: Dahulu kami berbicara di dalam shalat, seseorang mengajak bicara dengan temannya yang di sebelahnya hingga turun ayat ‘Dan dirikanlah shalat karena Allah dengan tenang’, maka kami diperintahkan agar diam dan dilarang berbicara “(HR. Muslim no539, Bukhari no.1200, Abu Dawud no.949, Tirmidzi no.405, Nasai no.1219)

6. Tidak Membaca Surah Al-Fatihah

Mengutip buku Ensiklopedia Fikih Indonesia 3: Shalat tulisan Ahmad Sarwat menyebut bahwa seluruh ulama sepakat bahwa membaca surat Al-Fatihah adalah bagian dari rukun shalat. Sehingga bila ada orang yang sengaja atau lupa tidak membaca surat Al-Fatihah lalu langsung rukuk, maka shalatnya menjadi batal.

Dalilnya adalah hadits nabawi yang secara tegas menyebutkan tidak sahnya shalat tanpa membaca surat Al-Fatihah:

لا صَلَاةَ لِمَنْ لَمْ يَقْرَأْ بِأُمِّ القُرْآنِ

Dari Ubadah bin Shamit RA berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Tidak sah shalat kecuali dengan membaca ummil-quran (surat Al-Fatihah).” (HR. Bukhari Muslim)

Namun, dalam hal ini dikecualikan dalam kasus shalat berjamaah di mana memang sudah ditentukan bahwa imam menanggung bacaan Fatihah makmum, sehingga seorang yang tertinggal takbiratul ihram dan mendapati imam sudah pada posisi rukuk, dibolehkan langsung ikut rukuk bersama imam dan telah mendapatkan satu rakaat.

Demikian pula dalam shalat jahriyah (suara imam dikeraskan), dengan pendapat yang mengatakan bahwa bacaan Al-Fatihah imam telah menjadi pengganti bacaan Al-Fatihah buat makmum, maka bila makmum tidak membacanya, tidak membatalkan shalat.

7. Keluar Sesuatu dari Kemaluan

Yang dimaksud kemaluan itu termasuk bagian depan dan belakang. Dan yang keluar itu bisa apa saja termasuk benda cair seperti air kencing, mani, wadi, mazi, atau apa pun yang cair. Juga berupa benda padat seperti kotoran, batu ginjal, cacing, atau lainnya.

Pendeknya, apa pun juga benda gas seperti kentut. Semua itu bila keluar lewat dua lubang qubul dan dubur membuat wudhu yang bersangkutan menjadi batal.

Dasarnya adalah firman Allah SWT berikut ini:

أَوْ جَاءَ أَحَدٌ مِنْكُمْ مِنَ الْغَائِطِ

Artinya: Atau bila salah seorang dari kamu datang dari tempat buang air. (QS. Al-Maidah: 6)

Dan juga berdasarkan hadits nabawi:

إِذَا وَجَدَ أَحَدُكُمْ فِي بَطْنِهِ شَيْئًا فَأَشْكَل عَلَيْهِ أَخَرَجَ مِنْهُ شَيْءٌ أَمْ لَا فَلَا يَخْرُجَنَّ مِنَ الْمَسْجِدِ حَتَّى يَسْمَعَ صَوْتًا أَوْ يَجِدَ رِيحًا

Dari Abu Hurairah RA bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Bila seseorang dari kalian mendapati sesuatu pada perutnya lalu dia merasa ragu apakah ada sesuatu yang keluar atau tidak, maka tidak perlu dia keluar dari masjid, kecuali dia mendengar suara atau mencium baunya.” (HR. Muslim)

Tidur yang bukan dalam posisi tetap (tamakkun) di atas bumi. Dalilnya adalah sabda Rasulullah SAW:

مَنْ نَامَ فَلْيَتَوَضَّا

“Siapa yang tidur maka hendaklah dia berwudhu.”(HR. Abu Daud dan Ibnu Majah)

Tidur yang membatalkan wudhu adalah tidur yang membuat hilangnya kesadaran seseorang. Termasuk juga tidur dengan berbaring atau bersandar pada dinding. Sedangkan tidur sambil duduk yang tidak bersandar kecuali pada tubuhnya sendiri tidak termasuk yang membatalkan wudhu sebagaimana hadits berikut:

عَنْ أَنَسٍ رَضِي الله عنه قَالَ كَانَ أَصْحَابُ رَسُولِ اللَّهِ يَنَامُونَ ثُمَّ يُصَلُّونَ وَلَا يَتَوَضَّؤُنَ – رواه مسلم – وزاد أبو داود : حَتَّى تَخْفَقَ رُؤُسُهُم وَكَانَ ذَلِكَ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ

Dari Anas RA berkata bahwa para sahabat Rasulullah SAW tidur kemudian shalat tanpa berwudhu (HR. Muslim) Abu Daud menambahkan: Hingga kepala mereka terkulai dan itu terjadi di masa Rasulullah SAW.

(lus/erd)



Sumber : www.detik.com

Ayu Aulia Sempat Murtad, Kembali Syahadat karena Alasan Ini



Jakarta

Selebgram Ayu Aulia kembali membuat heboh. Kali ini, ia tiba-tiba saja memposting video membaca dua kalimat syahadat.

Video itu menjadi sorotan karena Ayu Aulia kembali memeluk Islam. Sebelumnya, ia sempat murtad di tahun 2024.

“Asyhadu allaa ilaaha illallaah”: yang artinya: “Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah,” tulis Ayu Aulia dalam unggahan videonya di Instagram, Senin (11/8/2025).


“Wa asyhadu anna Muhammadar rasuulullah”: yang artinya: “Dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah,” lanjutnya.

Dalam video tersebut, Ayu Aulia terlihat melakukan ikrar dua kalimat syahadat di Masjid Sunda kelapa, Jakarta, dengan bimbingan seorang ustaz. Ada artis Saipul Jamil dan Elly Sugigi yang terlihat mendampingi Ayu Aulia.

detikHikmah mencoba mengonfirmasi postingan Ayu Aulia tersebut langsung kepada yang bersangkutan. Saat dikonfirmasi, Ayu Aulia membenarkan dirinya mualaf.

“Iya, kan aku sempet dibaptis tahun lalu September sampai kemarin ini kembali ke Allah,” kata Ayu Aulia melalui pesan singkat, Selasa (12/6/2025).

Saat ditanya alasannya, Ayu Aulia tidak menjelaskan secara detail keputusannya kembali memeluk Islam. Ia mengaku hanya ingin pergi umroh usai dikunjungi almarhum ayahnya di dalam mimpi.

“Kan mau umroh dan dimimpiin papa,” tutur Ayu Aulia.

Mengenai alasan mengunggah video ikrar dua kalimat syahadat itu, Ayu Aulia hanya ingin masyarakat tahu tentang mualafnya. Ia tak ingin kembali dihujat karena dianggap mempermainkan agama.

“Ya kalau udah pada tahu aku kristen terus umroh dihujat aku. Ini aja pro kontra karena katanya bolak balik. insyaallah ini yang terakhir, menjadi agamaku sampai akhir hayat,” tukas Ayu Aulia.

(hnh/inf)



Sumber : www.detik.com

Murtad dan Kembali Masuk Islam Lagi, Bagaimana Hukumnya?



Jakarta

Orang yang keluar dari Islam disebut murtad. Dalam beberapa kasus ada seorang muslim yang keluar dari Islam lalu kembali lagi. Bagaimana pandangannya dalam Islam?

Menurut Ensiklopedia Al-Qur’an dan Hadis Per Tema : Ayat dan Hadis tentang Tokoh dan Tingkatan Manusia tulisan Alita Aksara Media, Murtad berasal dari kata irtadda menurut wazan ifta’ala, berasal dari kata radda yang artinya berbalik.

Kata ridah dan irtidad dua-duanya berarti kembali kepada jalan dari mana orang datang semula. Tetapi, kata ridah khusus digunakan dalam arti kembali pada kekafiran, sedang kata irtidad digunakan dalam arti itu, tapi juga digunakan untuk arti yang lain, dan orang yang kembali dari Islam pada kekafiran, disebut murtad.


Dalam buku Minjahul Muslim karya Syaikh Abu Bakar Jabar Al-Jazairi secara singkat murtad adalah sebutan orang yang menyatakan keluar dari Islam dan dilakukan secara sadar, sukarela serta tidak dipaksa.

Dalam Al-Qur’an dijelaskan tentang larangan seseorang murtad karena mereka akan mendapatkan azab yang besar. Hal tersebut dijelaskan dalam surah An Nahl ayat 106:

مَن كَفَرَ بِٱللَّهِ مِنۢ بَعْدِ إِيمَٰنِهِۦٓ إِلَّا مَنْ أُكْرِهَ وَقَلْبُهُۥ مُطْمَئِنٌّۢ بِٱلْإِيمَٰنِ وَلَٰكِن مَّن شَرَحَ بِٱلْكُفْرِ صَدْرًا فَعَلَيْهِمْ غَضَبٌ مِّنَ ٱللَّهِ وَلَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ

Artinya: “Barangsiapa kafir kepada Allah setelah dia beriman (dia mendapat kemurkaan Allah), kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak berdosa), tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, maka kemurkaan Allah menimpanya dan mereka akan mendapat azab yang besar.”

Perintah Bertaubat kepada Orang Murtad

Dr Muhammad Na’im Muhammad Hani Sa’i dalam buku Fikih Jumhur, beberapa ulama berpendapat, bahwa perintah orang murtad bertaubat hukumnya wajib, bahwa si murtad diberi waktu tiga hari supaya bertaubat jika ingin bertaubat. Apabila menolak bertaubat, maka dibunuh.

Di antara sahabat yang berpendapat demikian adalah Umar dan Ali ,Atha, An-Nakha’i, Imam Malik, Sufyan Ats-Tsauri, Al-Auza’i, Imam Ahmad, Ishaq, dan Ashhab Ar-Ra’yi. Begitu pula Imam Asy-Syafi’i dalam Qaul yang Mu’tamad dari dua pendapat darinya menurut Ashhab Asy-Syafi’i, meskipun Qaul paling shahih menurut mereka menyatakan bahwa sifat perintah bertaubat tersebut menunjukkan makna wajib.

Terkait soal muslim yang sudah murtad dan kembali ke Islam lagi. Buya Yahya dalam sebuah kajian yang diunggah di channel YouTube Al-Bahjah TV dengan judul “3 Kali Murtad, Apakah Boleh Masuk Islam Lagi?”

detikHikmah telah mendapatkan izin untuk mengutip isi ceramah tersebut kepada tim Al Bahjah TV.

Buya Yahya mengatakan, “Murtad satu kali saja tidak boleh dan haram hukumnya, bisa masuk neraka. Biarpun 1000 kali murtad itu harus kembali lagi ke Islam jika mau selamat. Jadi nggak ada batasannya.”

Sehingga dapat disimpulkan, jika seorang muslim telah murtad dan kembali lagi ke Islam itu sah dan ia harus benar-benar bertobat kepada Allah SWT dan menjalani kehidupan sebagai muslim dengan sebaik-baiknya.

(lus/inf)



Sumber : www.detik.com

Fenomena Ibn Warraq dan Fred Donner



Jakarta

Ibn Warraq adalah sebuah nama yang pernah menjadi fenomenal di dunia Barat, karena tadinya seorang muslim dan lahir di lingkungan keluarga yang taat beragama Islam, tiba-tiba murtad dan menjadi pengeritik Islam yang amat pedas. Ia lahir di Rajkot, India, kemudian pindah dan melanjutkan studinya di Inggris, tepatnya di University of Edinburgh, dalam jurusan Filsafat dan Bahasa Arab dengan konsentrasi Islamic Studies di bawah bimbingan W. Montgomery Watt. Ia seorang yang amat kritis terhadap Al-Qur’an. Beberapa bukunya sangat gencar mengkritisi apa yang sering disebut orang Islam sebagai orisinalitas Al-Qur’an. Ia mencoba meyakinkan pembaca bahwa Al-Qur’an itu tidak bisa disebut kitab suci orisinal karena masih banyak ia temukan riwayat kontroversi. Bahkan ia secara demonstrative menyerang Al-Qur’an.

Ibn Warraq sangat produktif menulis buku dan menyelenggarakan seminar lalu makalah-makalah hasil seminarnya dibukukan. Di antara buku-bukunya ialah: Why I Am Not a Muslim (1995), Leaving Islam: Apostates Speak Out, edited by Ibn Warraq, (2003), What the Koran Really Says: Language, Text, and Commentary, ed & Trans (2002), Quest for the Historical Muhammad, ed & Trans (2000), The Origins of The Koran: Classic Essays on Islam’s Holy Book, ed, (1998), Defending the West: A Critique of Edward Said’s Orientalism (2007), Which Koran?: Variants, Manuscripts, and the Influence of Pre-Islamic Poetry (2007), dll.

Buku Mark tersebut di atas oleh para pengamat buku dinilai lebih merupakan biografi orang sakit hati ketimbang sebagai buku akademik. Dalam pengamatan Mark, Al-Qur’an berisikan sejumlah ayat yang kontradiktif satu sama lain. Ia mencontohkan dengan ayat-ayat yang memuji umat Kristiani, sedangkan di ayat yang lain mengidentikkannya dengan penghuni neraka. Atau sesekali menekankan keharmonisan hubungan dengan umat Kristiani, dan di lain ayat menekankan bahwa mereka mesti di-konversi (masuk) Islam. Semula Ibn Warraq memang menampilkan fenomena baru di kalangan ilmuan Islam di Barat, tetapi belakangan orang mulai sadar, terutama dengan nuansa emosional dan dendam pribadi yang terasa di dalam buku-bukunya membuat banyak orang kehilangan simpati terhadapnya. Apalagi ia samasekali tidak menemukan sedikitpun kebaikan yang terkandung didalam ajaran Islam. Buku-buku Ibn Warraq lebih merupakan biografi orang sakit hati ketimbang sebagai buku akademik.


Bagi masyarakat AS umumnya tidak gampang terprovokasi oleh buku-buku atau karya-karya kontroversi seperti karya-karya Ibn Warraq. Adalah Fred Donner, seorang Professor di Near Eastern Studies, AS, memberikan komentar terhadap karya-karya Ibn Warraq sebagai karya yang tidak konsisten di dalam menganalisis Bahasa Arab (inconsistent handling of Arabic materials), dan tidak mempunyai argumentasi yang orisinal. Apa yang sering dikemukakan tentang Al-Qur’an sesungguhnya repetisi yang pernah dilontarkan ilmuan Barat lainnya, seperti Goldziher. Donner mengkritisi karya-karya Ibn Warraq, tidak bisa menyembunyikan unsur popularitas atau apa yang disebut Donner dengan “heavy-handed favoritism”. Ibn Warraq dinilai oleh Donner sebagai “… is not scholarship, but anti-Islamic polemic”.

Banyak lagi ilmuan lain yang mungkin juga non muslim tetapi tetap respek dan menghormati kitab suci Al-Qur’an sebagaimana halnya kitab-kitab suci lainnya. Tidak bisa mengukur Al-Qur’an sepenuhnya compatible dengan perkembangan masyarakat modern tetapi setidaknya Al-Qur’an saat ini sedang digandrungi oleh dunia Barat, khususnya oleh kalangan schollars.

Nasaruddin Umar
Imam Besar Masjid Istiqlal, Jakarta
Artikel ini merupakan kiriman pembaca detikcom. Seluruh isi artikel menjadi tanggungjawab penulis. (Terimakasih – Redaksi)

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com

Kisah Pertempuran Yamamah dan Syahidnya Para Penghafal Al-Qur’an



Jakarta

Pertempuran Yamamah terjadi pada masa Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq RA. Kala itu, ia mengutus Khalid bin Walid untuk memimpin pertempuran tersebut.

Mengutip buku Para Panglima Perang Islam oleh Rizem Aizid, Pertempuran Yamamah terjadi pada bulan Desember 632 M di Jazirah Arab, wilayah Yamamah. Peperangan ini melawan Musailamah Al Kadzdzab yang mengaku sebagai nabi palsu.

Padahal, setelah Nabi SAW wafat tidak ada nabi lagi selain beliau. Rasulullah SAW adalah nabi terakhir sekaligus penutup seperti yang tercantum dalam sebuah hadits.


“Akan ada pada umatku 30 pendusta semuanya mengaku nabi, dan saya penutup para nabi dan tidak ada nabi setelahku.” (HR Abu Dawud)

Dijelaskan dalam buku Orang-orang yang Memusuhi Nabi Muhammad SAW susunan Kaha Anwar, Musailamah Al Kadzdzab lahir sebelum Rasulullah SAW. Begitu pun setelah sang nabi wafat, dirinya masih hidup dan meninggal di usia 150 tahun.

Musailamah berasal dari Bani Hanifah yang mendiami Yamamah, daerah yang terletak di sebelah timur Hijaz. Kawasan tersebut terkenal indah dan subur sehingga sering disebut dalam syair Arab.

Musailamah telah lama mengaku dirinya sebagai rasul, bahkan jauh sebelum Nabi SAW diangkat menjadi nabi. Orang-orang Makkah telah mengetahui terkait hal ini.

Musailamah bahkan sering pergi ke luar daerah untuk menyampaikan ajarannya. Menukil buku Get Smart PAI oleh Udin Wahyudin, sebagai pendusta besar, Musailamah bahkan disebut sebagai orang munafik dan penyembah berhala.

Kesesatan Musailamah semakin menjadi. Dirinya bahkan menyatakan telah membebaskan mereka dari kewajiban salat Subuh dan Maghrib.

Setelah Rasulullah SAW wafat, banyak umat Islam yang murtad. Tak sedikit juga yang mengaku-ngaku sebagai nabi palsu.

Kesesatan tersebut diberantas oleh Khalifah Abu Bakar RA, salah satunya melalui Pertempuran Yamamah. Pada perang itu, jumlah pasukan Islam lebih sedikit sementara musuh berkisar 3 kali lipat lebih banyak.

Rizem Aizid melalui karya lainnya yang berjudul Dua Pedang Pembela Nabi SAW mengatakan bahwa Pertempuran Yamamah berlangsung sengit. Sejak mendeklarasikan diri sebagai nabi, tidak sedikit orang yang murtad dan mempercayai Musailamah.

Musailamah bahkan menghapuskan kewajiban untuk melaksanakan salat dan memberikan kebebasan untuk mengonsumsi alkohol hingga berhubungan dengan yang bukan mahram. Dirinya juga menyebut sebagai utusan Allah bersama Nabi SAW.

Kala itu, 12.000 tentara muslim mengalahkan 40.000 orang murtad. Meski perang berhasil dimenangkan, banyak para penghafal Al-Qur’an yang gugur pada Pertempuran Yamamah.

Para penghafal Qur’an selalu berada di barisan paling depan. Ada yang menyebut jumlah penghafal yang syahid mencapai 700 orang.

Syahidnya para penghafal Qur’an dalam Pertempuran Yamamah itulah yang membuat Aku Bakar RA berinisiatif membukukan Al-Qur’an. Dikhawatirkan, firman-firman Allah SWT hilang bersama dengan wafatnya mereka yang jihad.

(aeb/kri)



Sumber : www.detik.com

Kisah Wafatnya Rasulullah SAW, Peristiwa Penuh Duka dalam Sejarah Islam


Jakarta

Rasulullah SAW adalah sosok teladan bagi umat Islam, sebagai nabi terakhir yang membawa wahyu dan petunjuk hidup dari Allah SWT.

Kehilangan ini tidak hanya dirasakan oleh para sahabat dan pengikutnya, tetapi juga meninggalkan dampak yang luas bagi seluruh umat manusia. Berikut adalah kisah wafatnya Rasulullah SAW.

Kisah Wafatnya Rasulullah SAW

Wafatnya Rasulullah SAW pada tanggal 12 Rabiul Awal tahun 11 H, menandakan berakhirnya periode kenabian dan menyisakan warisan ajaran Islam hingga saat ini.


Wasiat Rasulullah SAW saat Melaksanakan Haji Wada’

Diceritakan dalam buku Sejarah & Kebudayaan Islam Periode Klasik karya Faisal Ismail, pada tahun tahun 10 H atau 32 M, Rasulullah SAW melaksanakan ibadah haji yang terkenal dalam sejarah Islam sebagai haji Wada’, bersama kaum muslimin yang berjumlah sekitar seratus ribu orang.

Di hadapan ribuan jamaah haji itu, Rasulullah SAW mengucapkan pidato penting yang mempunyai arti bagi kaum muslimin, yang tidak hanya pada waktu itu, tetapi bagi kaum muslimin sesudahnya, kini, dan yang akan datang. Pidato yang diberikan Rasulullah SAW ini seperti menunjukkan adanya wasiat didalamnya.

“Wahai manusia, dengarkanlah perkataanku ini. Aku tidak dapat memastikan apakah aku akan dapat bertemu lagi atau tidak dengan kamu sekalian di tempat seperti ini sesudah tahun ini. Wahai manusia, sesungguhnya kamu haram menumpahkan darah, dan haram mengganggu hartamu, kecuali ada hak. Riba semuanya telah dibatalkan, kamu hanya berhak atas uang pokok. Dengan demikian, kamu tidak menganiaya dan tidak pula teraniaya. Penumpahan darah yang dilakukan di masa Jahiliah tidak ada diyat (denda)-nya lagi. Sesungguhnya setan telah putus asa untuk disembah di muka bumi, akan tetapi ia masih menginginkan yang lain dari itu. Sebab itu, awaslah selalu terhadapnya. Wahai manusia, Tuhanmu hanyalah satu, dan asalmu dari tanah. Orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling takwa. Orang Arab tidak ada kelebihan atas orang non Arab, dan orang non Arab pun tidak ada pula kelebihannya atas orang Arab, kecuali karena takwanya.”

Rasulullah SAW Sempat Sakit Sebelum Meninggal Dunia

Sekitar tiga bulan setelah menunaikan haji Wada’ itu, Rasulullah SAW mengalami demam yang berat hingga tidak mampu keluar untuk menjadi imam salat. Beliau menyuruh Abu Bakar RA untuk menggantikannya menjadi imam.

Kaum Muslimin saat itu cemas terhadap penyakit yang diderita Rasulullah SAW. Pada suatu hari, Rasulullah SAW dijemput oleh paman beliau, Abbas dan Ali bin Abi Thalib, untuk keluar menemui kaum muslimin yang sedang berkerumun di masjid dengan sorotan wajah sedih yang ikut merasakan penyakit beliau.

Rasulullah SAW duduk di mimbar, tepatnya pada anak tangga pertama, yang dikerumuni oleh kaum muslimin Anshar dan Muhajirin, dan beliau pun menyampaikan sebuah amanat,

“Wahai manusia, aku mendengar kamu sekalian cemas kalau nabimu meninggal dunia. Pernahkah ada seorang nabi yang dapat hidup selama-lamanya? Kalau ada, aku juga akan dapat hidup selama-lamanya. Aku akan menemui Allah, dan kamu akan menyusulku.”

Dalam buku Kisah Manusia Paling Mulia di Dunia karya Neti S, dijelaskan bahwa Rasulullah SAW sakit selama 13 atau 14 hari. Beliau sempat mengerjakan salat bersama para sahabat dalam keadaan sakit selama 11 hari.

Penyakit yang diderita Rasulullah SAW semakin lama semakin berat, dan beliau meminta untuk berada di rumah Aisyah pada hari-hari terakhirnya.

Kemudian dua hari atau sehari sebelum wafat, beliau keluar untuk menunaikan salat Dzuhur dan minta didudukkan di samping Abu Bakar.

Rasulullah SAW juga memerdekakan budak-budaknya, bersedekah dengan enam atau tujuh dinar yang beliau miliki, dan memberikan senjata-senjatanya kepada kaum muslimin.

Menjelang wafat, Rasulullah SAW menyampaikan wasiatnya. Beliau berkata bahwa “laknat Allah atas orang-orang Yahudi dan Nasrani yang menjadikan kuburan nabi-nabi mereka sebagai masjid.”

Beliau juga berkata, “Jagalah shalat! Jagalah shalat! Jangan sekali-kali telantarkan budak-budak kalian.” Wasiat tersebut diulang-ulang hingga beberapa kali.

Reaksi Para Sahabat saat Rasulullah SAW Wafat

Pada hari Senin tanggal 12 Rabiul Awal tahun 11 H, tepatnya pada tanggal 8 Juni 632 M, Rasulullah SAW berpulang ke Rahmatullah di usianya yang menginjak 63 tahun.

Merujuk kembali pada buku Sejarah & Kebudayaan Islam Periode Klasik, berita wafatnya Rasulullah SAW diterima di kalangan sebagian kaum muslimin dengan keraguan dan seakan-akan mereka tidak percaya jika hal itu terjadi.

Umar bin Khattab pun berdiri di depan umum sambil mengatakan:

“Ada orang mengatakan bahwa Muhammad telah wafat. Sesungguhnya, demi Allah, beliau tidak wafat, hanya pergi menghadap Allah, sebagaimana Nabi Musa pun pergi menghadap Allah. Demi Allah, Nabi Muhammad SAW akan kembali.”

Setelah itu, Abu Bakar segera masuk ke kamar Rasulullah SAW untuk menjenguk beliau. Dan terlihat oleh Abu Bakar, beliau sedang terbaring wajahnya yang ditutupi oleh kain, kemudian Abu Bakar pun membuka kain penutup wajah beliau, sambil berkata:

“Alangkah baiknya engkau di waktu hidup dan di waktu mati. Jika seandainya engkau tidak melarang kami menangis, akan kami curahkan seluruh air mata kami.”

Kemudian Abu Bakar keluar, mendatangi orang-orang yang sedang berkerumun, mencoba menenangkan mereka dan menghilangkan kebingungan yang mereka rasakan dengan mengatakan di hadapan mereka,

“Wahai manusia, barang siapa memuja Muhammad, Muhammad telah mati. Tetapi siapa yang memuja Allah, Allah hidup selama-lamanya, tiada mati-matinya.”

Abu Bakar juga membacakan ayat Al-Qur’an untuk memperingatkan semua orang, yang tercantum dalam surah Ali Imran ayat 144,

وَمَا مُحَمَّدٌ اِلَّا رَسُوْلٌۚ قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِهِ الرُّسُلُۗ اَفَا۟ىِٕنْ مَّاتَ اَوْ قُتِلَ انْقَلَبْتُمْ عَلٰٓى اَعْقَابِكُمْۗ وَمَنْ يَّنْقَلِبْ عَلٰى عَقِبَيْهِ فَلَنْ يَّضُرَّ اللّٰهَ شَيْـًٔاۗ وَسَيَجْزِى اللّٰهُ الشّٰكِرِيْنَ ۝١٤٤

Arab Latin: wa mâ muḫammadun illâ rasûl, qad khalat ming qablihir-rusul, a fa im mâta au qutilangqalabtum ‘alâ a’qâbikum, wa may yangqalib ‘alâ ‘aqibaihi fa lay yadlurrallâha syai’â, wa sayajzillâhusy-syâkirîn

Artinya: Muhammad itu hanyalah seorang rasul, telah berlalu beberapa orang rasul sebelumnya. Sekiranya Muhammad itu mati atau dibunuh orang, apakah kamu akan kembali menjadi kafır (murtad). Barang siapa kembali menjadi kafır, ia tidak akan mendatangkan bahaya kepada Tuhan sedikit pun.”

Mendengar pernyataan dari Abu Bakar yang tegas ini, umat Islam yang sedang berkerumun itu menjadi sadar dan menerima bahwa Rasulullah SAW memang telah wafat.

Saat itu, banyak orang yang berkumpul untuk menyalatkan beliau. Rasulullah SAW dimakamkan, dengan diantar dan disaksikan oleh kaum muslimin yang melepasnya ke tempat peristirahatan terakhir dalam suasana damai, menghadap Allah SWT.

Kepemimpinan Umat Islam pasca Wafatnya Rasulullah SAW

Mengutip buku Mencintai Keluarga Nabi Muhammad SAW yang ditulis oleh Nur Laelatul Barokah, sepeninggalan Rasulullah SAW, kepemimpinan umat Islam dilanjutkan oleh Abu Bakar Ash-Shiddiq, Umar Bin Khattab, Utsman bin Affan dan Ali Bin Abi Thalib. Mereka dikenal dengan nama Khulafaur Rasyidin.

Berbeda dengan Abu Bakar, Umar dan Utsman, Ali Bin Abi Thalib dilantik menjadi Amirul Mukminin atau pemimpin umat Islam di depan umum. Hal ini merupakan permintaan Ali Bin Abi Thalib sebagai bukti bahwa dia ditunjuk oleh semua golongan kaum muslim.

(inf/inf)



Sumber : www.detik.com