Tag Archives: murur

Saatnya Memperbarui Fikih Haji


Jakarta

Saya memulai mendiskusikan tema di atas dengan sebuah “disclaimer” bahwa saya bukan ahli fikih. Saya pernah belajar fikih di madrasah, tetapi tidak membuat saya menjadi “faqih”. Saya tidak mengambil jurusan hukum Islam dan tidak pernah duduk khusus mengaji kitab-kitab fikih.

Ketertarikan saya pada tema di atas dasarnya adalah pengalaman saya menyelami proses dan dinamika penyelenggaraan haji pada tahun 2024 dengan menjadi anggota Tim Monitoring dan Evaluasi (Monev) penyelenggaraan haji yang dibentuk oleh Kementerian Agama. Dengan menjadi Tim Monev, saya memiliki kesempatan berharga untuk menyelami ragam dinamika haji di lapangan.

Jadi diskusi tema di atas dipicu oleh kesadaran empirik saya sebagai petugas haji, bukan sebagai “specialist” dalam dunia fikih. Karenanya saya hanya ingin mencermati tataran sosiologisnya, bukan membedah fikih haji secara substantif.


Setelah saya menyerap informasi dari berbagai pihak yang terkait dengan haji, saya mengajukan sebuah klaim bahwa penyelenggaraan haji tahun ini sangat baik dan diyakini jauh lebih baik dibanding tahun-tahun sebelumnya, atau lebih ekstremnya, yang terbaik sepanjang sejarah penyelenggaraan haji.

“Murur” untuk “Hifzh al-Nafs”

Salah satu isu penting yang menjadi pendorong bagi suksesnya pelaksanaan haji tahun ini adalah keputusan Pemerintah Indonesia, dalam hal ini Kementerian Agama (Kemenag), untuk memaksimalkan ikhtiar bagi keselamatan jiwa para jemaah.

Yang melatari ikhtiar kuat pemerintah adalah kesadaran bahwa untuk mendapatkan “ruang gerak” yang lebar bagi jemaah di Tanah Suci adalah sebuah kemustahilan. Misalnya, untuk mendapatkan ruang yang lebih di Muzdalifah sebagai tempat “mabit” tidak mungkin karena Muzdalifah adalah tempat yang kondisinya yang tidak bisa lagi diperluas.

Demikian pula Mina sebagai tempat mabit malam-malam “tasyriq,” juga tidak mungkin lagi diperluas. Dibuatnya kawasan baru, “Mina Jadid” yang masih menjadi bagian dari kawasan Muzdalifah tidak bisa menyelesaikan tumpukan jemaah dari seluruh dunia yang akan menempuh proses mabit.

Atas kesadaran itu, Kementerian Agama mengambil kebijakan bahwa hal yang perlu dilonggarkan untuk mengurai sesaknya Armuzna (Arafah, Muzdalifah, dan Mina) bukan dari ruang-ruang fisiknya tetapi dilonggarkannya pemahaman fikih yang terkait dengan proses haji di Armuzna. Pelonggaran ini tujuannya adalah untuk mewujudkan cita tertinggi dari hadirnya hukum Islam, yakni “hifzh al-nafs” (terjaganya jiwa).

Yang pertama ditelisik adalah titik krusial terpenting dari Armuzna, yaitu mabit di Muzdalifah, karena tempat itu di samping sempit, waktunya juga sangat terbatas. Pengalaman tahun sebelumnya juga memberi pelajaran penting bahwa Muzdalifah adalah titik yang sangat rawan bagi para jemaah.

Atas dasar itu, penyelenggara haji mengambil kebijakan “murur” bagi jemaah yang memiliki uzur atau halangan tertentu (lansia, resiko tinggi, dan disabilitas). Murur adalah melintaskan kendaraan para jemaah di Muzdalifah menuju ke Mina bagi yang sudah terdata memiliki uzur. Jumlahnya sangat signifikan untuk melonggarkan ruang jemaah yang mengambil mabit secara normal.

Tentu keputusan murur ini didasari oleh kajian fikih yang sangat serius dari ulama-ulama otoritatif kita. Terurainya jemaah secara lancar dari Muzdalifah menuju ke Mina faktor penentunya adalah kebijakan murur.

Formalisasi “Tanazul”

Pertanyaannya adalah bagaimana dengan Mina, karena semua jemaah, baik yang mabit secara normal maupun murur tentu semua menuju ke Mina.

Mina adalah kawasan yang tidak cukup luas meskipun sudah termasuk Mina Jadid. Berbeda dengan kawasan Arafah yang selama ini masih relatif bisa menampung seluruh jemaah, dan masih bisa terkondisikan dengan baik. Saya berkeyakinan bahwa kesesakan yang terjadi di Mina, termasuk keterbatasan fasilitas MCK (Mandi, Cuci, Kakus) yang dikeluhkan jemaah, faktornya karena keterbatasan ruang.

Dari situasi ini, saya melihat bahwa penyelenggara perlu berikhtiar kuat untuk memberlakukan sebuah langkah solutif penguraian jemaah yang didasari oleh pelonggaran tafsiran fikih. Sekali lagi tujuannya adalah untuk keselamatan jiwa jemaah.

Salah satu yang telah diinisiasi oleh penyelenggara haji–dan saya duga memberi pengaruh terhadap berkurangnya kesesakan di tenda Mina–adalah banyaknya jemaah yang mengambil “tanazul” setelah dari Muzdalifah. Tanazul di sini bermakna jemaah tidak tinggal di tenda Mina, namun pulang-pergi dari hotel mereka untuk melakukan lontaran di Jamarat. Namun, aktivitas tanazul ini masih bersifat imbauan dan dilakukan secara mandiri oleh para jemaah yang memiliki kesanggupan.

Saya berasumsi bahwa bila murur bisa dijadikan dasar bagi kelancaran pengaturan jemaah, maka sebaiknya tanazul juga perlu dipertimbangkan untuk menjadi kebijakan resmi penyelenggaraan haji pada tahun depan. Adapun yang mengiringi diskusi tentang tanazul ini adalah dua hal, yaitu tanazul bagi yang sehat seperti gambaran di atas, dan tanazul bagi yang memiliki uzur.

Apakah diskusi bisa dikembangkan pada bisa atau tidaknya jemaah yang mengambil murur, langsung saja di-tanazul-kan. Artinya, mereka dilewatkan di Mina dan tidak perlu lagi tinggal di sana karena mereka memiliki uzur. Dan ketika mereka ingin melakukan lontaran, mereka bisa diwakilkan (badal). Karena menempatkan mereka di Mina untuk ikut melontar, risikonya juga cukup tinggi.

Diskusi berikutnya adalah bila tanazul dijadikan kebijakan, perlu diikuti oleh kebijakan lainnya, bagaimana menentukan syarat mabit bagi orang sehat yang mengambil tanazul, dan berapa lama mereka berdiam di kawasan Mina? Bisakah mereka melontar jumrah dengan rentetan waktu yang saling berdekatan dengan pertimbangan pergantian waktu untuk memudahkan pergerakan mereka?

Interpretasi Kreatif

Hal yang bersifat fiqhiyah di atas sebenarnya sudah dipraktikkan oleh beberapa jemaah sebagai bagian dari langkah nyata mereka untuk meminimalisasi potensi kerawanan. Namun untuk bisa menjadi panduan bagi jemaah ke depan, perlu ada kebijakan resmi dari penyelenggara yang didasari oleh pandangan fikih dari ulama seperti yang dilakukan terhadap lahirnya kebijakan murur.

Saya optimis, bahwa kesuksesan pelaksanaan haji tahun ini yang didasari pada interpretasi kreatif tentang fikih haji, akan semakin memotivasi penyelenggara lebih memaksimalkan celah untuk menemukan interpretasi fikih yang memastikan bahwa “hifzh al-nafs” adalah segalanya. Saya meyakini, dua hal yang saling menopang untuk hadirnya kebijakan baru berhaji dari interpretasi fikih: keseriusan pemerintah dan kepatuhan para jemaah.

*) Hamdan Juhannis
Anggota Tim Monev Haji 2024, Rektor UIN Alauddin Makassar

Artikel ini adalah kiriman dari pembaca detikcom. Seluruh isi artikel menjadi tanggung jawab penulis.

(rah/rah)



Sumber : www.detik.com

Banyak Perbaikan, Ini Luar Biasa



Jeddah

Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy mengapresiasi penyelenggaraan ibadah haji 1445 H/2024. Ada sejumlah hal perbaikan dan terobosan dalam penyelenggaraan haji 2024.

“Banyak perbaikan yang dilakukan pada operasional haji tahun ini. Ada beberapa terobosan, termasuk menekan jumlah yang tidak bisa berangkat, hanya 45 orang. Ini sangat drastis dan prestasi luar biasa. Sebab, pada tahun lalu jumlah lebih dari 800 jemaah,” ujar Muhadjir Effendy saat rapat dengan PPIH di Kantor Urusan Haji (KUH), Jeddah, Kamis (4/7/2024).

Dia juga mengapresiasi soal kebijakan murur sebagai terobosan baru yang dilakukan oleh Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) dalam operasional haji tahun ini. Hal itu berdampak pada jumlah jemaah yang meninggal dunia mengalami penurunan dibanding tahun 2023. Tak hanya itu murur yang dilakukan dalam penyelenggaraan haji ramah lansia juga dianggap sukses.


“Jemaah yang rawat jalan juga lebih banyak dari rawat inap. Ini jauh lebih baik dari tahun lalu,” katanya.

“Tahun lalu isunya Muzdalifah. Tahun ini ada kebijakan murur, saya kira bagus. Saya paling risau kasus Muzdalifah, jangan sampai terulang. Alhamdulillah ada jalan keluar,” sambung Muhadjir.

Sementara terkait Mina, Menko PMK mengaku sudah memperkirakan akan terjadi kepadatan. Sebab, areanya memang terbatas. Apalagi ada penambahan toilet, hal itu juga memakan ruangan yang ada. Dia berharap akan ada solusi ke depannya terkait kepadatan di Mina.

“Semoga tahun depan ada jalan keluar. Kita perlu bahas khusus soal Mina,” sebutnya.

Menko PMK Muhadjir Effendy menggelar rapat bersama Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) di Kantor Urusan Haji (KUH) Jeddah, Arab Saudi, Kamis (4/7/2024).

Hadir dalam rapat, Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Hilman Latief, Dubes RI di Arab Saudi Abdul Aziz, Konjen RI di Jeddah Yusron Ambary, Direktur Layanan Haji Luar Negeri Subhan Cholid, Direktur Layanan Haji Dalam Negeri Saiful Mujab, Direktur Bina Haji Arsad Hidayat, Direktur Pengelolaan Dana Haji Ramadhan Harisman, Direktur Bina Umrah dan Haji Khusus Jaja Jaelani, Konsul Haji KJRI Jeddah Nasrullah Jasam.

(rah/rah)



Sumber : www.detik.com

Penyelenggaraan Ibadah Haji 2024 Sukses



Jakarta

Seluruh fase penyelenggaraan ibadah haji telah selesai mulai dari pemberangkatan, puncak haji hingga pemulangan. Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas menyatakan haji 2024 sukses dan lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya.

Dari 213.320 kuota, ada 213.275 jemaah haji reguler yang berangkat ke Arab Saudi dari 12 Mei hingga 11 Juni 2024. Hanya 45 kuota tidak terserap.

Puncak haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina (Armuzna) yang dilaksanakan pada 14-19 Juni 2024 berjalan lancar. Skema baru murur berjalan sukses hingga peristiwa 2023 di Muzdalifah tidak terulang.


Dari 21 Juni hingga 22 Juli 2024, ada 212.720 jemaah yang dipulangkan ke Tanah Air dalam 553 kloter. Hingga akhir operasional, ada 46 jemaah masih dirawat di Arab Saudi. Jemaah yang sakit tersebut akan terus dipantau oleh Kantor Urusan Haji (KUH) di Jeddah. Selama perawatan, jemaah tidak dikenakan biaya.

“Tidak berlebihan, jika disebut haji 2024 sukses dan jauh lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya. Ada sejumlah indikator dan kita formulasikan dengan skema 4 – 3 – 5,” jelas Menag Yaqut dalam acara Closing Statement Penyelenggaraan Ibadah Haji 2024 di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta, Kamis (25/7/2024).

Skema 4-3-5 ini ialah empat perdana di haji 2024, tiga pengembangan ekosistem potensi ekonomi haji dan lima inovasi haji 2024. Berikut pemaparannya:

Empat Hal yang Serba Perdana pada Haji 2024, yakni:

1. Pertama layanan fast track diterapkan pada tiga embarkasi. Selain Bandara Soekarno-Hatta (Soetta), juga di Adi Soemarmo Solo dan Djuanda Surabaya.

2. Pertama dalam kuota normal (dan ada kuota tambahan), layanan katering diberikan secara penuh selama jemaah berada di Makkah.

3. Pertama dalam sejarah, Indonesia mendapat kuota tambahan hingga 20.000 jemaah. Ini bagian dari upaya lobi yang dilakukan oleh Presiden Joko Widodo kepada Raja Arab Saudi Salman bin Abdulaziz Al-Saud dan Putra Mahkota Pangeran Mohammed bin Salman.

4. Pertama kebijakan murur diterapkan secara terencana dan sistematis. Murur adalah skema pergerakan jemaah dari Arafah (usai wukuf) menuju Muzdalifah (melintas tanpa turun), lalu menuju ke Mina. Ini sebagai ikhtiar agar kepadatan di Muzdalifah yang terjadi pada 2023 tidak terulang.

Tiga Pengembangan Ekosistem Potensi Ekonomi Haji, yakni:

1. Ekspor bumbu Nusantara. Pada 2023, baru 16 ton bumbu Nusantara yang diekspor untuk memenuhi kebutuhan dapur penyedia katering jemaah haji Indonesia. Tahun ini jumlahnya meningkat lebih dari 70 ton. Potensi ke depan masih terbuka lebar karena kebutuhannya mencapai 300 ton.

2. Pengiriman daging dam petugas dan jemaah dalam bentuk kemasan daging olahan.

3. Tahun ini, Indonesia mulai menggunakan makanan siap saji dalam layanan katering jemaah. Makanan itu didatangkan dari Indonesia.

Lima Inovasi Haji 2024, yakni:

1. Transformasi digital dalam rekrutmen petugas.

2. Aplikasi Kawal Haji memberi ruang bagi jemaah dan keluarga jemaah, bahkan masyarakat umum, untuk menyampaikan keluhan dan aduan jika mengalami masalah. Hasilnya, beragam masalah lebih cepat teridentifikasi dan tertangani.

3. Safari wukuf lansia nonmandiri dan disabilitas dengan persiapan yang lebih matang, baik dari aspek akomodasi, petugas, maupun layanan konsumsi.

4. Penggunaan IPS (International Patient Summary) atau riwayat kesehatan jemaah haji pada kartu jemaah haji.

5. Penyederhanaan proses tunda/batal visa untuk optimalisasi penggunaan kuota haji.

“Alhamdulillah, seluruh tahapan sudah selesai dan saya nyatakan operasional haji 1445 H/2024 M berakhir,” ungkap Gus Yaqut.

Dalam waktu dekat Kemenag juga akan menggelar evaluasi sekaligus memulai persiapan penyelenggaraan ibadah haji 1446 H/2025 M. Arab Saudi sudah mengumumkan bahwa kuota haji Indonesia tahun 2025 sebanyak 221.000. Pada awal September 2024, sudah akan dimulai pertemuan persiapan dan rapat dengan perusahaan penyedia layanan (paket, akomodasi, konsumsi).

Menag juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada Presiden Joko Widodo atas arahan dan dukungannya hingga ibadah haji tahun ini berjalan dengan sukses dan lancar. Selain itu, ucapan terima kasih juga disampaikan untuk Komisi VIII DPT yang terus memberikan saran serta masukan bagi perbaikan penyelenggaraan haji di masa mendatang.

Tak lupa ucapan terima kasih kepada jajaran Kementerian/Lembaga terkait, serta TNI/Polri atas kerja sama dan kontribusinya dalam ikut menyukseskan penyelenggaraan haji 2024 dan Pemerintah Arab Saudi atas kerja samanya yang baik sehingga penyelenggaraan ibadah haji dapat berjalan lancar.

“Secara khusus, rasa terima kasih saya sampaikan kepada Petugas Haji Indonesia atas dedikasi dan ketulusannya dalam memberikan layanan kepada jemaah,” tambah Gus Yaqut.

Terakhir Gus Yaqut juga menyampaikan apresiasi kepada jemaah haji 2024.

“Apresiasi saya sampaikan kepada seluruh jemaah haji Indonesia yang tertib sehingga penyelenggaraan ibadah haji berjalan lancar. Semoga semua jemaah memperoleh haji mabrur mabruroh. Saya berharap jemaah haji bisa memberi warna dalam kehidupan masyarakat yang lebih baik,” kata Gus Yaqut.

“Kepada jemaah yang wafat, kita doakan semoga husnul khotimah dan keluarganya diberi ketabahan dan kesabaran,” tutup Menag yang akrab disapa Gus Men itu.

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com