Tag Archives: musa as

Hadits Bersyukur, Salah Satu Sifat Orang Beriman



Jakarta

Bersyukur merupakan salah satu sifat orang beriman. Perintah untuk mensyukuri nikmat Allah SWT termaktub dalam Al-Qur’an dan hadits.

Allah SWT berfirman,

وَاِذْ تَاَذَّنَ رَبُّكُمْ لَىِٕنْ شَكَرْتُمْ لَاَزِيْدَنَّكُمْ وَلَىِٕنْ كَفَرْتُمْ اِنَّ عَذَابِيْ لَشَدِيْدٌ ٧


Artinya: “(Ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan, “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), sesungguhnya azab-Ku benar-benar sangat keras.” (QS Ibrahim: 7)

Menurut Tafsir Ibnu Katsir, ayat tersebut menjelaskan bahwa sesungguhnya jika kita mensyukuri nikmat yang telah Allah SWT berikan, Dia akan menambahkan nikmat itu.

Adapun, firman-Nya “dan jika kalian mengingkari (nikmat-Ku) sesungguhnya azab-Ku benar-benar sangat keras” maksudnya adalah Allah SWT akan mencabut nikmat-nikmat yang telah Dia berikan dan Allah SWT menyiksa orang yang tidak bersyukur itu.

Para nabi dan rasul telah memberikan teladan mengenai sifat-sifat syukur yang dimilikinya, salah satunya Nabi Nuh AS. Disebutkan dalam Kitab Qashash Al-Anbiyaa karya Imam Ibnu Katsir, terdapat riwayat yang menyebut bahwa Nabi Nuh AS selalu mengucapkan rasa syukurnya kepada Allah atas makanan, minuman, pakaian, dan segala hal terkait dirinya.

Imam Ahmad meriwayatkan dalam Musnad-nya dari Abu Usamah, dari Zakaria bin Abi Zaidah, dari Said bin Abu Burdah, dari Anas bin Malik RA, ia berkata, Rasulullah SAW bersabda,

“Sesungguhnya Allah meridhai seorang hamba yang mengucapkan syukur setelah memakan sesuatu dan mengucapkan syukur setelah meminum sesuatu.”

Imam Muslim, Tirmidzi, dan An-Nasa’i turut meriwayatkan hadits serupa melalui Abu Usamah. Masing-masing termaktub dalam Kitab Shahih dan Sunan.

Hadits tentang Syukur

Ada sejumlah hadits lain yang memuat perintah maupun keutamaan bersyukur. Berikut di antaranya.

1. Hadits Allah Menulis Syukur Hamba-Nya

Dari Aisyah RA, Rasulullah SAW bersabda,

“Tidaklah Allah menganugerahkan nikmat kepada seorang hamba kemudian ia mengetahui nikmat tersebut berasal dari Allah, melainkan Allah menulis syukur untuknya sebelum ia mensyukuri nikmat tersebut. Tidaklah seorang hamba berbuat dosa kemudian ia menyesalinya, melainkan Allah menulis ampunan baginya sebelum ia meminta ampunan kepada-Nya.” (HR Al Hakim)

2. Hadits Bersyukur ala Nabi Musa

Al-Kharaithi dalam Fadhilatusy Syukr meriwayatkan hadits dari Abu Amr Asy-Syaibani bahwa Musa AS berkata,

“Tuhanku, jika aku salat, maka karena-Mu. Jika aku bersedekah, maka karena-Mu. Jika aku menyampaikan risalah-Mu, maka karena-Mu. Oleh karena itu, bagaimana cara aku bersyukur kepada-Mu?” Allah berfirman, “Engkau sekarang telah bersyukur kepada-Ku.”

3. Hadits Bersyukur dengan Mengucap Alhamdulillah

Dari Anas bin Malik RA, dari Nabi SAW yang bersabda,

“Tidaklah Allah memberikan nikmat kepada seorang hamba kemudian ia mengatakan, ‘Alhamdulillah’ melainkan apa yang ia berikan itu lebih baik daripada yang ia ambil.” (HR Ibnu Majah)

Dalam riwayat lain, Bakr bin Abdullah berkata, “Seorang hamba tidak mengucapkan ‘Alhamdulillah’ sekali, melainkan ia wajib mendapatkan nikmat dengan ucapannya, ‘Alhamdulillah.’ Apa balasan perkataannya tersebut? Balasannya ialah ia bisa mengucap ‘Alhamdulillah’ kemudian datanglah nikmat yang lain. Nikmat-nikmat Allah tidak pernah habis.” (HR Ibnu Abu Ad-Dunya dalam Asy-Syukr)

4. Hadits Bersyukur Adalah Sifat Orang Beriman

Rasulullah SAW bersabda,

“Seorang mukmin itu sungguh menakjubkan, karena setiap perkaranya itu baik. Namun tidak akan terjadi demikian kecuali pada seorang mukmin sejati. Jika ia mendapat kesenangan, ia bersyukur, dan itu baik baginya. Jika ia tertimpa kesusahan, ia bersabar, dan itu baik baginya.” (HR Muslim)

detikers jangan lupa ucap rasa syukur hari ini di Alhamdulillah Challenge ya! Ada hadiah menanti untuk kamu dapatkan.

(kri/lus)



Sumber : www.detik.com

Saat Nabi Adam Beri 40 Tahun Usianya kepada Nabi Daud, Ini Kisahnya



Jakarta

Nabi Daud AS termasuk nabi yang mendapat keberuntungan dalam hal umur. Menurut sebuah riwayat, ia mendapatkan tambahan umur dari Nabi Adam AS.

Dalam buku Al-Aabaa wal Abnaa fil Qur’anil Karim karya Adil Musthafa Abdul Halim dan diterjemahkan oleh Abdul Hayyie al-Katani dan Fithriah Wardie mengungkap bahwa Nabi Daud AS masih keturunan Nabi Ibrahim AS dari anaknya, Nabi Ishaq AS.

Kepada Daud AS, Allah SWT mengistimewakannya dengan kenabian serta kerajaan. Dia mewahyukan Nabi Daud dengan kitab Zabur, yang diturunkan sebagai petunjuk bagi bani Israil dan penyempurna kitab sebelumnya, yakni Taurat kepada Nabi Musa AS.


Nabi Daud AS juga merupakan sosok hamba yang bertakwa, taat, dan rajin beribadah. Sehingga ia adalah panutan bagi bani Israil.

Sebagai seorang penguasa, Dia memberikan Daud AS kerajaan yang besar, bala tentara yang kuat, kebijaksanaan dan keadilan dalam memutuskan perkara berdasarkan hukum Allah SWT, serta kebaikan dan kepedulian kepada kaumnya.

Nabi Adam AS Berikan 40 Tahun Umurnya kepada Nabi Daud AS

Selain kenabian dan kerajaan, Allah SWT menganugerahkan pula Nabi Daud AS dengan umurnya yang 100 tahun. Perihal umur Nabi Daud AS ini berkaitan dengan riwayat penciptaan Nabi Adam AS yang dinukil dari Kitab Qashash Al-Anbiyaa’ karya Ibnu Katsir yang diterjemahkan oleh Saefullah MS.

Hadits ini diriwayatkan dari Ibnu Abbas. Diceritakan, ketika Allah SWT mengeluarkan anak-anak keturunan Adam AS dari punggungnya, lalu ia melihat di antara mereka ada yang menjadi para nabi. Ia melihat di antara anak-anak keturunannya seorang laki-laki yang bagus bercahaya.

Kemudian Adam AS bertanya, “Wahai Tuhanku, siapakah dia?” Allah SWT menjawab, “Ia adalah anak keturunanmu yang bernama Daud.”

Adam AS kembali bertanya, “Wahai Tuhanku, berapa umurnya?” Allah SWT menjawab, “60 tahun.”

Adam AS berkata, “Wahai Tuhanku, tambahkanlah umurnya.” Allah SWT menjawab, “Tidak, Aku tidak akan menambah umurnya, kecuali Aku tambah umurnya dengan mengambil dari umurmu.”

Allah SWT menetapkan usia Adam AS mencapai 1000 tahun. Dari umurnya, Nabi Adam memohon agar diambil 40 tahun untuk ditambahkan kepada keturunannya itu, yakni Daud AS.

Saat tiba ajal Adam AS, malaikat maut datang kepadanya. Adam AS keheranan seraya bertanya, “Bukankah umurku masih tersisa empat puluh tahun lagi?”

Kala itu Nabi Adam AS lupa bila umurnya telah dikurangi karena untuk menambah umur salah satu keturunannya, Daud AS. Akan tetapi, kemudian Allah SWT menyempurnakan kembali umur Adam AS menjadi 1000 tahun, begitu pula dengan usia Daud AS yang 100 tahun.” (HR Ahmad)

Imam At-Tirmidzi turut meriwayatkan hadits tersebut dari Abu Hurairah dengan redaksi yang serupa. Ia mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih.

Sementara itu, dalam riwayat yang dikeluarkan oleh Abu Hatib bin Hibban dalam Kitab Shahih-nya dari Abu Hurairah RA, jumlah umur yang ditetapkan untuk Nabi Daud AS adalah 40 tahun dan Nabi Adam AS memberikan 60 tahun jatah umurnya kepada Nabi Daud AS.

Malaikat Maut Datangi Rumah Nabi Daud AS

Ketika usia Nabi Daud AS telah mencapai batasnya, Rasulullah SAW juga menceritakan sebuah kisah mengenainya. Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Nabi SAW bersabda,

“Daud AS adalah seorang nabi yang memiliki kecemburuan sangat besar. Apabila beliau keluar rumah, beliau selalu mengunci pintu-pintu rumahnya, sehingga tidak seorang pun yang dapat masuk menemui keluarga (istrinya), hingga beliau kembali pulang.

Pada suatu hari, beliau keluar rumah dan beliau segera menutup pintu rumahnya. Istrinya melihat-lihat di dalam rumahnya. Kemudian ia mendapati seorang lelaki berada di dalamnya.

Lalu ia keheranan dan bertanya-tanya dalam hatinya), ‘Siapa yang ada di dalam rumah? Dari mana pria itu bisa masuk ke dalam rumah, padahal semua pintu sudah terkunci rapat? Sungguh, aku aku melaporkannya kepada (suamiku) Daud.’

Datanglah Nabi Daud AS di rumahnya, dan lelaki tadi berada di tengah rumahnya. Kemudian Daud AS bertanya kepadanya, ‘Siapa engkau?’

Ia menjawab, ‘Aku adalah makhluk yang tidak takut sedikit pun kepada raja dan tidak ada suatu dinding pun yang dapat menghalangiku.’

Daud AS berkata, ‘Kalau begitu, engkau adalah malaikat maut. Selamat datang dengan perintah Allah yang engkau bawa.’ Tak lama kemudian, malaikat maut mencabut nyawa Daud AS.

Ketika Nabi Daud AS dimandikan dan dikafani, suasana berubah dengan munculnya matahari yang menyinarinya. Lalu, Sulaiman AS berkata kepada burung: ‘Naungilah (jenazah) Daud AS.’

Burung pun segera menaunginya, sehingga keadaan bumi menjadi terlihat gelap. Setelah itu, Sulaiman AS berkata kepada burung: ‘Lepaskan naungan kedua sayapmu,’

Abu Hurairah berujar, ‘Pada jenazah Rasulullah SAW juga diperlakukan hal yang sama oleh para burung. Ketika Rasulullah SAW wafat, saat itu tempat penguburan jenazah beliau dinaungi oleh seekor burung yang panjang sayapnya.” (HR Ahmad dalam Musnad-nya)

Wallahu a’lam.

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com

Kisah Nabi Musa AS ketika Bayi yang Dihanyutkan di Sungai Nil



Jakarta

Nabi Musa AS adalah satu dari 25 nabi dan rasul yang wajib diketahui muslim. Kisah mengenai Musa AS identik dengan kekejaman Firaun, raja Mesir yang berkuasa kala itu.

Menukil dari Qashashul Anbiya karya Ibnu Katsir terjemahan Umar Mujtahid, Nabi Musa AS lahir ketika Firaun memerintahkan rakyatnya untuk membunuh bayi laki-laki yang lahir. Namun, kalangan Qibhti mengeluh karena minimnya populasi bani Israil akibat pembunuhan bayi laki-laki.

Akhirnya, Firaun mengubah memerintahkan untuk membunuh anak laki-laki secara bergantian setiap dua tahun sekali. Para mufassir menyebut, ibu dari Musa AS sedih karena harus melahirkan anaknya pada waktu di mana bayi laki-laki harus dibunuh.


Ibu Nabi Musa AS mendapat ilham untuk meletakkan Musa AS kecil di dalam peti yang diikat dengan tali. Kala itu, rumahnya berada tepat di hulu Sungai Nil.

Setiap ia menyusui Musa AS kecil dan khawatir akan seseorang, ibu Musa AS meletakkan bayinya di peti tersebut. Lalu, peti tersebut dilepaskan ke lautan sementara talinya tetap dipegang. Ketika semua orang pergi, petinya ia tarik kembali.

Allah SWT berfirman dalam surat Al-Qashash ayat 7-9,

وَاَوْحَيْنَآ اِلٰٓى اُمِّ مُوْسٰٓى اَنْ اَرْضِعِيْهِۚ فَاِذَا خِفْتِ عَلَيْهِ فَاَلْقِيْهِ فِى الْيَمِّ وَلَا تَخَافِيْ وَلَا تَحْزَنِيْۚ اِنَّا رَاۤدُّوْهُ اِلَيْكِ وَجَاعِلُوْهُ مِنَ الْمُرْسَلِيْنَ ۝٧ فَالْتَقَطَهٗٓ اٰلُ فِرْعَوْنَ لِيَكُوْنَ لَهُمْ عَدُوًّا وَّحَزَنًاۗ اِنَّ فِرْعَوْنَ وَهَامٰنَ وَجُنُوْدَهُمَا كَانُوْا خٰطِـِٕيْنَ ۝٨ وَقَالَتِ امْرَاَتُ فِرْعَوْنَ قُرَّتُ عَيْنٍ لِّيْ وَلَكَۗ لَا تَقْتُلُوْهُۖ عَسٰٓى اَنْ يَّنْفَعَنَآ اَوْ نَتَّخِذَهٗ وَلَدًا وَّهُمْ لَا يَشْعُرُوْنَ ۝٩

Artinya: “(7) Kami mengilhamkan kepada ibu Musa, “Susuilah dia (Musa). Jika engkau khawatir atas (keselamatan)-nya, hanyutkanlah dia ke sungai (Nil dalam sebuah peti yang mengapung). Janganlah engkau takut dan janganlah (pula) bersedih. Sesungguhnya Kami pasti mengembalikannya kepadamu dan menjadikannya sebagai salah seorang rasul. (8) Kemudian, keluarga Firʻaun memungutnya agar (kelak) dia menjadi musuh dan (penyebab) kesedihan bagi mereka. Sesungguhnya Firʻaun, Haman, dan bala tentaranya adalah orang-orang salah. (9) Istri Firʻaun berkata (kepadanya), “(Anak ini) adalah penyejuk hati bagiku dan bagimu. Janganlah kamu membunuhnya. Mudah-mudahan dia memberi manfaat bagi kita atau kita mengambilnya sebagai anak.” Mereka tidak menyadari (bahwa anak itulah, Musa, yang kelak menjadi sebab kebinasaan mereka).”

As-Suhaili mengatakan bahwa ibu Musa AS bernama Ayarikha. Tetapi, ada juga yang menyebutnya sebagai Ayadzakat.

Ibu Nabi Musa AS lalu menghanyutkan Musa AS kecil ke Sungai Nil. Ia melepaskan peti itu namun lupa mengikatkan tali sehingga peti berisi Nabi Musa AS hanyut bersama aliran Sungai Nil sampai melintas tepat di depan istana Firaun.

Para mufassir mengatakan bahwa selir-selir Firaun yang memungut peti itu dari laut dalam kondisi tertutup rapat. Mereka tidak berani membukanya sehingga peti tersebut diletakkan di hadapan istri Firaun, Asiyah binti Muzahim bin ‘Ubaid bin Rayyan bin Walid.

Ketika penutup peti itu dibuka, Asiyah melihat wajah Nabi Musa AS kecil memancarkan sinar-sinar nubuwah dan kemuliaan. Begitu melihatnya, istri Firaun tersebut langsung jatuh hati dan mencintainya.

Mengetahui itu, Firaun memerintahkan untuk menyembelih Musa AS kecil. Namun, istrinya meminta agar Musa AS tidak dibunuh dan diberikan kepadanya.

Singkat cerita, Musa AS kecil yang tinggal di kerajaan Firaun enggan menerima susu dari wanita mana pun. Selain itu, ia juga tidak mau makan sehingga orang-orang sekitar bingung dibuatnya.

“Mereka kemudian mengirim Musa bersama para dukun beranak dan sejumlah wanita ke pasar, mungkin Musa mau menyusu pada seorang wanita di sana. saat semua orang berdiri di hadapan Musa, saudari Musa melihatnya. Ia tidak memperlihatkan sikap seakan-akan menganalnya,” tulis Ibnu Katsir.

Saudari Musa AS mengatakan akan menunjukkan keluarga yang akan merawat Nabi Musa AS dan berlaku baik. Akhirnya, mereka pergi bersama saudari Musa AS ke kediaman ibu Musa AS.

Musa AS kecil segera digendong oleh ibunya dan atas izin Allah SWT, ia ingin menyusu. Akhirnya, berita tersebut disampaikan kepada Asiyah bahwa Musa AS kecil sudah ingin menyusu.

Istri Firaun itu lantas memanggil ibu Nabi Musa AS dan memberinya tawaran untuk tinggal bersama serta berlaku baik terhadap Asiyah. Namun, ibu Musa AS enggan menerimanya dan mengatakan bahwa ia memiliki suami dan anak-anak.

Beliau meminta agar bayi Nabi Musa AS dibawa bersamanya. Asiyah menyetujui hal itu dan memberikannya nafkah, pakaian, serta hadiah.

Wallahu a’lam

(aeb/kri)



Sumber : www.detik.com

Kisah Nabi Musa AS yang Menentang Firaun dan Para Pengikutnya



Jakarta

Nabi Musa AS adalah satu dari 25 nabi dan rasul yang kisahnya tercantum dalam Al-Qur’an. Semasa hidupnya, ia berdakwah menegakkan ajaran tauhid.

Menurut Qashashul Anbiya oleh Ibnu Katsir yang diterjemahkan Umar Mujtahid, Nabi Musa AS lahir ketika Firaun memerintahkan rakyatnya untuk membunuh bayi laki-laki yang lahir. Meski demikian, ibu Musa AS mendapat ilham untuk meletakkannya di dalam peti dengan diikat tali.

Rumah Nabi Musa AS kala itu berada di hulu Sungai Nil. Setelah menyusui Musa kecil, ibunya kembali meletakkannya di dalam peti khawatir akan ada orang yang mengetahui keberadaan si bayi.


Peti tersebut diletakkan di lautan dengan tali. Ketika semua orang pergi, ibu Nabi Musa AS kembali menarik petinya.

Dikisahkan dalam buku Kisah Nabi Musa AS oleh Abdillah, singkat cerita peti yang biasanya ditarik oleh ibu Nabi Musa AS terhanyut. Atas izin Allah SWT, peti itu ditemukan oleh permaisuri Firaun yang bernama Asiyah. Melihat Nabi Musa AS kecil di dalam peti tersebut, Asiyah akhirnya membujuk Firaun untuk mengadopsi Musa bayi.

Ketika kecil, Musa AS menolak untuk menyusu pada siapa pun. Dengan kuasa Allah SWT, hanya ibu Nabi Musa AS yang tidak ditolak susunya oleh Musa kecil. Ini bermula ketika kakak Musa AS memperkenalkan ibu kandungnya kepada para dayang,

Ibu Nabi Musa AS menyusui sang nabi dan diberi upah. Ia juga turut berperan merawatnya sampai dewasa.

Menginjak dewasa, Nabi Musa AS dijadikan sebagai rasul. Musa AS diutus untuk berdakwah dan akhirnya berhadapan dengan Firaun.

Ia meminta agar Firaun kembali ke jalan yang benar. Atas perintah Allah SWT, Nabi Musa AS berdakwah bersama saudaranya, Nabi Harun AS untuk membimbing Firaun.

Mengutip buku Pengantar Sejarah Dakwah oleh Wahyu Ilaihi, pendamping dakwah Nabi Musa AS yakni saudaranya Harun AS. Allah memerintahkan Musa dan Harun untuk berangkat menemui Firaun dan mendakwahinya dengan kata-kata lembut.

Alih-alih bertobat, Firaun justru membangkang. Musa AS dan Harun AS memerintahkan agar Firaun melepaskan bani Israil dari genggamannya dan membiarkan mereka beribadah kepada Allah SWT.

Atas izin Allah SWT, Nabi Musa AS menunjukkan mukjizat berupa tongkat yang berubah menjadi ular dan tangan yang bercahaya. Namun Firaun tetap murka kepada Nabi Musa AS.

Tanpa ragu, Firaun meminta tukang sihirnya menunjukkan kemampuannya di depan Musa AS. Mereka lalu melempar tali yang bisa berubah menjadi ular.

Walau begitu, ular-ular tukang sihir dilahap oleh ular milik Musa AS. Peristiwa tersebut membuat pengikut Firaun akhirnya percaya kepada Allah SWT dan beriman, begitu pun sang istri yang bernama Asiyah.

Semakin murka, ketimbang bertobat Firaun justru menyiksa seluruh pengikut Nabi Musa AS. Istrinya yang menyatakan beriman kepada Allah SWT juga disiksa sampai meninggal dunia.

Akhirnya, Allah SWT memerintahkan Nabi Musa AS untuk meninggalkan Mesir. Meski demikian, pengikut Firaun yang belum beriman terus mengejar Nabi Musa AS.

Tiba saatnya Nabi Musa AS menghadapi jalan buntu, Allah memerintahkan agar ia memukulkan tongkatnya ke laut. Dengan izin Allah SWT, tongkat tersebut dapat membelah lautan dan menciptakan jalur agar Musa AS dan pengikutnya dapat melewati.

Setelah pengikut Musa AS selesai menyeberangi lautan, sang nabi kembali memukulkan tongkatnya sesuai perintah Allah SWT. Tiba-tiba, laut kembali ke kondisi semula hingga menenggelamkan Firaun beserta pasukannya.

Wallahu a’lam

(aeb/kri)



Sumber : www.detik.com